SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
Download to read offline
MAKALAH FIKIH JINAYAH
KELOMPOK 6
JARIMAH HUDUD, ZINA, dan Qazf
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Jinayah
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik
Disusun Oleh :
1. Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003
2. Finza Khasif 11150440000020
3. Raudhotul Maghfirah 11150440000046
4. Alawiyah 11150440000061
HUKUM KELUARGA 4A
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat kuasanya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan sholawat serta
salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman kebodohan hingga zaman kebenaran.
Terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik yang telah
memberikan tugas agar kita dapat mengerti dan memahami hudud, zina dan Qazf.
Tujuan penulisan ini untuk menginformasikan kepada pembaca tentang
jarimah hudud, zina dan pencurian dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis dan umumnya untuk seluruh pembaca sehingga tujuan yang diharapkan bisa
tercapai.
Kami menyadari bahwa penulisan ini banyak kekurangan. Apabila ada
kesalahan pada tulisan ini kami sangat memerlukan kritik dan saran teman teman
kurang lebihnya mohon maaf.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………….………………...... i
DAFTAR ISI………………………………………………….……........ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang …………………………………………………………. 1
Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1
Tujuan ………………………………………………………………….. 2
BAB II
Hudud ……….... ……..…………………………………………………. 3
Jarimah Zina …..……………………………………………..................…6
Jarimah Qazf ……...……………………………………………………..30
BAB III
Penutup
Kesimpulan ............................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ………....…………………..………...……. 39
1 |K E L O M P O K 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantaranya pengarahan syariat Islam yang murni dan tujuannya yang asasi
adalah memelihara lima hal yang paling penting, yaitu: akal, keturunan, jiwa,
agama, dan harta. Lima hal ini dianggap penting karena seluruh agama dan syariat
menetapkan pemeliharaannya dan mengatur bagaimana menjaganya, karena lima
hal ini merupakan hal-hal yang mesti dalam kehidupan manusia. Karena keturunan
adalah salah satu dari lima perkara penting ini, maka syariat Islam mensyariatkan
hukuman yang berat yang menjeratkan demi terciptanya keamanan dan kestabilan
sosial.
Memang, hukuman (zina) seperti yang ditetapkan syariat Islam berat tetapi
hukuman itu adil. Sebab, siapakah dalam hal ini yang dihukum? Bukankah yang
dihukum itu jiwa yang haynyut mengikuti ajakan hawa nafsunya seperti hewan
yang tidak memperdulikan lagi jalan untuk memenuhi syahwatnya serta tidak
menghiraukan akibat dan bahayanya?
Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini untuk mneginformasikan
kepada pembaca agar memahami dan mengetahui bagaimana syariat Islam
menetapkan hukuman terhadap zina dan qazf yang bertujuan untuk menciptakan
keamanan dan kestabilan sosial dan juga memelihara manusia dari kebinasaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hudud?
2. Apa saja macam-macam hudud?
3. Apa yang dimaksud zina?
4. Apa yang menjadi dasar hukum jarimah zina?
5. Bagaimana motif pelaku zina?
2 |K E L O M P O K 6
6. Bagaimana cara pembuktian jarimah zina?
7. Apa saja yang menjadi uqubah jarimah zina dan bagaimana pelaksanaanya?
8. Apa akibat zina terhadap pernikahan?
9. Apa yang dimaksud qazf?
10. Apa yang menjadi dasar hukum jarimah qazf?
11. Bagaimana sanksi qazf?
12. Bagaimana pembuktian dan penetapan qazf?
13. Apa saja yang dapat menggugurkan had qazf?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk
memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada
masyarakat pada umumnya tentang hudud khususnya pada jarimah dan qazf dalam
bahasan fiqh jinayah.
3 |K E L O M P O K 6
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hudud
A. Pengertian
Secara etimologis, hudud yang merupakan bentuk jamak dari kata had yang
berarti al-man’u (larangan, pencegahan). Adapun secara terminologis, Al-Jurjani
mengartikan sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan
secara haq karena Allah SWT.
Sementara itu, sebagian ahli fiqh sebagaimana dikutip Abdul Qadir Audah,
berpendapat bahwa had ialah sanksi ang telah ditentukan secara syara’.
Dengan demikian, had atau hudud mencakup semua jarimah baik hudud,
qishash, maupun diyat; sebab sanksi keseluruhannya telah ditentukan secara syara’.
Lebih lengkap dari kedua definisi diatas, Nawawi Al-Bantami
mendefinisikan hudud, yaitu sanksi yang telah ditentukan dan wajib diberlakukan
kepada seseorang yang melanggar suatu pelanggaran yang akhirnya sanksi itu
dituntut, baik dalam rangka memberikan peringatan pelaku maupun dalam rangka
memaksanya.1
Dengan lebih mendetail, Al-Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa hudud
secara bahasa berarti pencegahan. Sanksi-sanksi kemaksiatan disebut dengan
hudud, karena pada umumnya dapat mencegah pelaku dari tindakan mengulang
pelanggaran. Adapun arti kata had mengacu pada pelanggaran sebagaiimana firman
Allah (QS: Al-Baqarah (2): 187), “itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya.”
Lebih lanjut Al-Sayid Sabiq menjelaskan bahwa had (hudud) secara
terminologis ialah sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah.
1
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet. Ketiga, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 14
4 |K E L O M P O K 6
Dengan demikian ta’zir tidak termasuk ke dalam cakupan definisi ini karena
penentuannya diserahkan menurut pendapat hakim setempat. Demikian halnya
qishash yang tidak termasuk dalam cakupan hudud karena merupakan hak sesama
manusia untuk menuntut balas dan keadilan.2
Sementara itu dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasit, tim perumusnya
mendefinisikan hudud, yaitu sanksi yang telah ditentukan dan wajib dibebankan
kepada pelaku tindak pidana.
Dalam kamus Mu’jam Lughowi Mutawwal, Abdullah Al-Bustani
mengemukakan bahwa arti had, yaitu pelajaran (hukuman) bagi pelaku perbuatan
dosa dengan sesuatu yang dapat mencegahnya dari kebiasaan (buruk) dan juga
berfungsi mencegah pihak lain agar tidak melakukan perbuatan dosa.
Butrul Al-Bustani dalam kamus Muhit Al-Muhitmendefinisikan hudud
menurut fuqaha adalah sanksi yang telah ditentukan dan wajib dilaksanakan secara
benar karena Allah SWT. Sanksi hukum ini disebut dengan had karena dapat
mencegah pelaku dari kegiatan dosanya yang telah rutin. Batas yang dapat
membedakan benda-benda tidak bergerak dari benda-benda lain yang juga tidak
bergerak seperti dinding dan tanah-tanah.
Hampir sama dengan uraian Al-Sayyid Sabiq, dalam Al-Majmu’ Imam Al-
Nawawi disebutkan arti had secara bahasa ialah penghalang. Oleh karena itu,
penjaga pintu dalam bahasa Arab disebut hadid karena bertugas menghalang-
halangi setiap orang yang bukan penghuninya. Baju besi dalam bahasa arab juga
disebut hadid karena dapat menghalangi tusukan pedang bagi pemakainya.
Sementara itu, had secara syara’ berfungsi untuk menghalang-halangi seorang
pelaku tindak pidana agar tidak kembali melakukan perbuatan yang telah
dilakukannya.
Al-Mawardi berkata, “Hudud ialah Zawajir (pencegahan-pencegahan) yang
disiapkan Allah SWT untuk menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap
2
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar el-Hadith, 2009), hlm. 228.
5 |K E L O M P O K 6
sesuatu yang dilarang Allah SWT dna meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya
untuk dikerjakan, karena dominasi syahwat membuat orang lupa akan ancaman
akhirat.3
Dari segi redaksional, definisi Al-Mawardi yang dikutip oleh Abu Ya’la ini
berbeda dengan beberapa definisi hudud yang telah dipaparkan sebelumnya. Secra
tegas, Al-Mawardi menganggap hudud sama dengan zawajir (ancaman-ancaman),
sementara beberapa penulis lain menyebutnya uqubah (sanksi). Namun demikian,
jika diteliti dari semua definisi hudud diatas, pada dasarnya sama, yaitu sanksi atau
ancaman yang telah ditentukan secara jelas di dalam Alquran dan hadits. Sementara
itu, Al-Sayyid Sabiq mengkhususkan bahwa hudud berkaitan dengan hak Allah.
Oleh sebab itu, qishash tidak masuk didalamnya, karena yang dominan adalah hak
adami. Demikian pula dengan persoalan ta’zir yang tidak ditentukan oleh nash dan
merupakan kompetensi hakim setempat.4
B. Macam-macam
Ditinjau dari segi dominasi hak, terdapat dua jenis hudud, yaitu sebagai
berikut:
1. Hudud yang termasuk hak Allah.
2. Hudud yang termasuk hak Manusia.5
Menurut Abu Ya’la, hudud jenis pertama adalah semua jenis sanksi yang
diberlakukan kepada pelaku karena ia meninggalkan semua hal yang diperintahkan,
seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Adapun hudud dalam kategori yang kedua
adalah semua jenis sanksi yang diberlakukan kepada seseorang karena ia melanggar
larangan Allah, seperti berzina, mencuri, dan meminum khamar.6
Hudud jenis kedua ini terbagi menjadi dua. Pertama, hudud yang merupakan
hak Allah, seperti hudud atas jarimah zina, meminum minuman keras, pencurian,
3
Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah
al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, (Bekasi: Darul Falah, 2006), hlm. 362.
4
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 14
5
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 16
6
Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 49
6 |K E L O M P O K 6
dan pemberontakan. Kedua, hudud yang merupakan hak manusia, seperti had
qadzaf dan qishash.
Kemudian jika ditinjau dari segi materi jarimah, hudud terbagi menjadi tujuh,
yaitu hudud atas jarimah zina, qadzf, meminum minuman keras, pemberontakan,
murtad, pencurian, dan perampokan.7
2. Jarimah Zina
A. Pengertian
Zina menurut bahasa adalah bersenggama dengan cara haram.8
Zina ialah perbuatan bersenggama antara laki-laki dna perempuan yang
tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama
seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan
istrinya atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki
yang bukan suaminya.9
Zina didefinisikan sebagai persenggamaan tanpa milk atau syubhah al-milk.
Milk adalah hak yang timbul dari perkawinan atau kepemilikan budak perempuan.
Syubhah berkaitan dengan keberadaan istri, misalnya, dalam perkawinan yang
fasid, tetapi suami mengira pernikahan itu sah; atau selama masa iddah menjelang
penetapan pembatalan perkawinan, dimana suami mengira dengan masa iddah
sesudah perceraian yang dapat dirujuk.10
Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa zina ialah hubungan badan yang
diharamkan dan disengaja oleh pelakunya.11
7
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 17
8
Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an,
Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, (Depok: Keira, 2016), Jilid 2, hlm. 3
9
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), (Jakarta:
Bulan Bintang, 2003), hlm. 25
10
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Penterjemah: Joko Supomo, (Bandung:
Nuansa, 2010), hlm. 253.
11
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 18
7 |K E L O M P O K 6
Zina adalah hubungan badan yang diharamkan (dilluar hubungan
pernikahan) dan disengaja oleh pelakunya.12
Ulama Hanafiyah mengatakan “Zina adalah koitus yang haram pada
kemaluan depan perempuan yang masih hidup dan menggairahkan dalam kondisi
atas kemauan sendiri (tidak dipaksa) dan kehendak bebasnya di daarul ‘adl
(kawasan negara Islam yang dikuasai oleh pemerintah atau pemimpin yang sah)
oleh orang yang berkewajiban menjalankan hukum-hukum Islam, tidak
mempunyai hakikat kepemilikan, tidak mempunyai hakikat tali pernikahan, tidak
mempunyai unsur syubhat kepemilikan, tidak mempunyai unsur syubhat tali
pernikahan, tidak mempunyai unsur syubhat berupa kondisi samar dan kabur pada
tempat dan kondisi samar dan kabur pada kepemilikan maupun tali pernikahan
sekaligus.13
Menurut Muhammad ‘Aly al-Shabuni, zina adalah:
‫نكاح‬ ‫غري‬ ‫من‬ ‫الفرج‬ ‫يف‬ ‫المرأة‬ ‫الرجل‬ ‫وطء‬ ‫الرشع‬ ‫يف‬ ‫و‬ ‫المحرم‬ ‫الوطء‬ ‫اللغة‬ ‫يف‬ ‫الزين‬
‫نكاح‬ ‫شبهة‬ ‫ال‬ ‫و‬
Zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina
menurut syar’i ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan
seorang perempuan melalui vagina diluar nikah dan bukan nikah syubhat.14
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
- Q.S. al-Isra’ [17]: 32
12
Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, hlm. 49.
13
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie al-Kattani,
(Depok: Gema Insani, 2007). Jilid 7, hlm. 303
14
Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an,
Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 3
8 |K E L O M P O K 6
َ
‫ال‬َ‫و‬
ْ
‫وا‬ُ‫ب‬َ‫ر‬
ۡ
‫ق‬
َ
‫ت‬‫ى‬َ َ
‫ين‬ِّ‫ٱلز‬ُ‫ه‬
َّ
‫ن‬ِّ‫إ‬‫ۥ‬
ٗ
‫يٗل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ َ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬
ٗ
‫ة‬
َ
‫ش‬ِّ‫ح‬َٰ َ
‫ف‬
َ
‫ن‬
َ
‫َك‬٣٢
32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
 Q.S. al-Furqan [25]: 68
َ‫ِّين‬
َّ
‫ٱَّل‬َ‫و‬َ‫ع‬َ‫م‬
َ
‫ون‬ُ‫ع‬ۡ‫د‬َ‫ي‬
َ
‫ال‬ِّ
َّ
‫ٱّلل‬
َ
‫ون‬
ُ
‫ل‬ُ‫ت‬
ۡ
‫ق‬َ‫ي‬
َ
‫ال‬َ‫و‬ َ‫ر‬
َ
‫اخ‬َ‫ء‬ ‫ا‬ً‫ه‬ََٰ
‫ل‬ِّ‫إ‬َ‫س‬
ۡ
‫ف‬َّ‫ٱنل‬ِّ‫ت‬
َّ
‫ٱل‬َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ُ َّ
‫ٱّلل‬ِّ‫ب‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬ِّ‫ق‬َ ۡ
‫ٱۡل‬
َ
‫ال‬َ‫و‬
ۡ
‫ل‬َ‫ع‬
ۡ
‫ف‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ َۚ
َ
‫ون‬
ُ
‫ن‬ۡ‫ز‬َ‫ي‬‫ا‬ٗ‫ام‬
َ
‫ث‬
َ
‫أ‬ َ‫ق‬
ۡ
‫ل‬َ‫ي‬
َ
‫ِّك‬‫ل‬ََٰ
‫ذ‬٦٨
68. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)
 Q.S. an-Nur [24]: 02-03
ُ
‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َّ‫ٱلز‬َ‫و‬ِّ‫ان‬َّ‫ٱلز‬
َ
‫ف‬
ْ
‫وا‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬ِّ‫ِّين‬‫د‬ ِّ‫يف‬
ٞ
‫ة‬
َ
‫ف‬
ۡ
‫أ‬َ‫ر‬ ‫ا‬َ‫م‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬ ‫م‬
ُ
‫ك‬
ۡ
‫ذ‬
ُ
‫خ‬
ۡ
‫أ‬
َ
‫ت‬
َ
‫ال‬َ‫و‬ٖٖۖ‫ة‬َ ۡ
‫ِل‬َ‫ج‬
َ
‫ة‬
َ
‫ئ‬
ْ
‫ِّا‬‫م‬ ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ۡ‫ِّن‬‫م‬ ٖ‫د‬ِّ‫ح‬َٰ َ‫و‬
َّ ُ
‫ُك‬
ِّ
َّ
‫ٱّلل‬ِّ‫ب‬
َ
‫ون‬ُ‫ِّن‬‫م‬
ۡ
‫ؤ‬
ُ
‫ت‬ ۡ‫م‬ُ‫نت‬
ُ
‫ك‬ ‫ن‬ِّ‫إ‬ِّ
َّ
‫ٱّلل‬َ‫و‬ِّ‫م‬ۡ‫و‬َ ۡ
‫ٱۡل‬‫ٱٓأۡل‬ِّٖۖ‫ِّر‬‫خ‬َ‫ِّن‬‫م‬
ٞ
‫ة‬
َ
‫ف‬ِّ‫ئ‬
ٓ
‫ا‬ َ‫ط‬ ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬
َ
‫ذ‬
َ
‫ع‬ ۡ‫د‬َ‫ه‬
ۡ
‫ش‬َ‫ي‬
ۡ
‫ل‬َ‫و‬َ‫ِّي‬‫ن‬ِّ‫م‬
ۡ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬٢
ِّ‫ان‬َّ‫ٱلز‬َ‫و‬
ٗ
‫ة‬
َ
‫ك‬ِّ
ۡ
‫رش‬ُ‫م‬ ۡ‫و‬
َ
‫أ‬
ً
‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َ‫ز‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬ ُ‫ِّح‬‫ك‬‫ن‬َ‫ي‬
َ
‫ال‬
ُ
‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َّ‫ٱلز‬
َ
‫ِّك‬‫ل‬ََٰ
‫ذ‬ َ‫م‬ِّ‫ر‬ُ‫ح‬َ‫و‬ َۚ
ٞ
‫ك‬ِّ
ۡ
‫رش‬ُ‫م‬ ۡ‫و‬
َ
‫أ‬ ٍ‫ان‬َ‫ز‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬
ٓ
‫ا‬َ‫ه‬ُ‫ِّح‬‫ك‬‫ن‬َ‫ي‬
َ
‫ال‬
َ َ
‫لَع‬َ‫ِّي‬‫ن‬ِّ‫م‬
ۡ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬٣
2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman
9 |K E L O M P O K 6
3. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
2. Hadis
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ‫ن‬ْ‫اب‬ٍ‫اس‬َّ‫ب‬
َ
‫ع‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ
‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ع‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
َ
‫ال‬ِّ‫ين‬ْ‫ز‬َ‫ي‬
ُ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬
ْ
‫ال‬َ‫ِّي‬‫ح‬ِّ‫ين‬ْ‫ز‬َ‫ي‬َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
َ
‫ال‬َ‫و‬
ُ
‫ق‬ِّ
ْ‫ْس‬َ‫ي‬ِّ‫ح‬َ‫ي‬
ُ
‫ق‬ِّ
ْ‫ْس‬َ‫ي‬َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
َ
‫ال‬َ‫و‬ُ‫ب‬َ ْ
‫رش‬َ‫ي‬َ‫ِّي‬‫ح‬َ ْ
‫رش‬َ‫ي‬ُ‫ب‬
َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
َ
‫ال‬َ‫و‬
ُ
‫ل‬ُ‫ت‬
ْ
‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidaklah berzina seorang hamba yang berzina ketika ia
berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam
keadaan beriman, tidaklah ia meminum khamr ketika meminumnya dan ia dalam
keadaan beriman, dan tidaklah dia membunuh sedang dia dalam keadaan
beriman." (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ‫د‬ْ‫ب‬
َ
‫ع‬ِّ
َّ
‫اّلل‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ
‫اّلل‬ُ‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ع‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُ‫ت‬
ْ
‫ل‬
ُ
‫ق‬‫ا‬َ‫ي‬
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬‫ي‬
َ
‫أ‬ِّ‫ب‬
ْ
‫ن‬
َّ
‫اَّل‬ُ‫م‬
َ
‫ظ‬
ْ
‫ع‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬
ْ َ
‫َت‬
ِّ
َّ
ِّ‫ّلل‬‫ا‬ًّ‫ِّد‬‫ن‬َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬
َ
‫ك‬
َ
‫ق‬
َ
‫ل‬
َ
‫خ‬ُ‫ت‬
ْ
‫ل‬
ُ
‫ق‬َّ‫م‬
ُ
‫ث‬‫ي‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬
َ
‫ل‬ُ‫ت‬
ْ
‫ق‬
َ
‫ت‬َ‫ك‬َ َ
‫َل‬َ‫و‬ْ‫ِّن‬‫م‬ِّ‫ل‬
ْ
‫ج‬
َ
‫أ‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫م‬َ‫ع‬ ْ‫ط‬َ‫ي‬
َ
‫ك‬َ‫ع‬َ‫م‬ُ‫ت‬
ْ
‫ل‬
ُ
‫ق‬َّ‫م‬
ُ
‫ث‬
‫ي‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬َ ِّ‫ان‬َ‫ز‬
ُ
‫ت‬
َ
‫ة‬
َ
‫ِّيل‬‫ل‬َ‫ح‬َ‫ك‬ِّ‫ار‬َ‫ج‬
Dari Abdullah radliallahu 'anhu mengatakan; Saya bertanya; 'ya Rasullah, Dosa apa
yang paling besar? 'Beliau menjawab: "engkau menjadikan tandingan bagi Allah
padahal Dia-lah yang menciptakanmu." 'kemudian apa?’ ‘tanyaku’. Beliau
menjawab; "engkau membunuh anakmu karena khawatir akan makan bersamamu."
Lanjutku; 'kemudian apa?’ beliau menjawab; "engkau berzina dengan istri
tetanggamu." (H.R. al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
10 |K E L O M P O K 6
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ‫ب‬
َ
‫أ‬
َ
‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬
ُ
‫ه‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ
‫اّلل‬ُ‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ع‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫و‬
ُ
‫ه‬َ‫و‬ِّ‫يف‬
ِّ‫د‬ِّ‫ج‬ ْ‫س‬َ‫م‬
ْ
‫ال‬ُ‫اه‬
َ
‫اد‬َ‫ن‬
َ
‫ف‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬‫ا‬َ‫ي‬
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬ِّ‫ن‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬ْ‫ي‬
َ
‫ن‬َ‫ز‬
َ
‫ض‬َ‫ر‬
ْ
‫ع‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬ُ‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ع‬َّ‫ت‬َ‫ح‬
َ
‫د‬
َّ
‫د‬َ‫ر‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬
َ
‫أ‬ٍ‫ات‬َّ‫ر‬َ‫م‬
‫ا‬َّ‫م‬
َ
‫ل‬
َ
‫ف‬َ‫د‬ِّ‫ه‬
َ
‫ش‬
َ َ
‫لَع‬ِّ‫ه‬ِّ‫س‬
ْ
‫ف‬
َ
‫ن‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬
َ
‫أ‬ٍ‫ات‬
َ
‫اد‬َ‫ه‬
َ
‫ش‬ُ‫ه‬ َ‫َع‬
َ
‫د‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬ِّ‫ب‬
َ
‫أ‬
َ
‫ك‬‫ون‬ُ‫ن‬ُ‫ج‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ال‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ْ
‫ل‬َ‫ه‬
َ
‫ف‬َ‫ت‬
ْ
‫ن‬ َ‫ص‬
ْ
‫ح‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ْ‫م‬َ‫ع‬
َ
‫ن‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫وا‬ُ‫ب‬
َ
‫ه‬
ْ
‫اذ‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬
َ
‫ف‬ُ‫وه‬ُ ُ
ُْ‫ار‬
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan; Seseorang mendatangi
Rasulullah yang ketika itu sedang berada di masjid. Dia menyeru beliau dan
berkata; 'Aku telah berzina.' Rasulullah berpaling darinya tetapi dia tetap
mengulanginya sebanyak empat kali, setelah ia bersaksi empat kali atas dirinya,
maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggilnya dan bertanya; "apakah kamu
mengalami sakit gila?" 'Tidak' jawabnya."Kamu sudah menikah?" Tanya Nabi. 'Ya'
jawabnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "pergilah kalian
bersama orang ini, dan rajamlah ia!" (H.R. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬
َ
‫ة‬
َ
‫اد‬َ‫ب‬
ُ
‫ع‬ِّ‫ن‬ْ‫ب‬ِّ‫ِّت‬‫م‬‫ا‬ َّ‫الص‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫وا‬
ُ
‫ذ‬
ُ
‫خ‬ِّ‫ن‬
َ
‫ع‬‫وا‬
ُ
‫ذ‬
ُ
‫خ‬
ِّ‫ن‬
َ
‫ع‬
ْ
‫د‬
َ
‫ق‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ُ َّ
‫اّلل‬َّ‫ن‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬
ً
‫يٗل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ُ‫ر‬
ْ
‫ك‬ِّ
ْ
‫اْل‬ِّ‫ر‬
ْ
‫ك‬ِّ
ْ
‫اْل‬ِّ‫ب‬ُ ْ
‫ِل‬َ‫ج‬ٍ‫ة‬
َ
‫ِّائ‬‫م‬ُ ْ
‫ف‬
َ
‫ن‬َ‫و‬ٍ‫ة‬َ‫ن‬َ‫س‬ُ‫ب‬ِّ‫ي‬َّ‫اثل‬َ‫و‬ِّ‫ب‬ِّ‫ب‬ِّ‫ي‬َّ‫اثل‬ُ ْ
‫ِل‬َ‫ج‬
ٍ‫ة‬
َ
‫ِّائ‬‫م‬ُ‫م‬
ْ
‫ج‬َّ‫الر‬َ‫و‬
Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ikutilah semua ajaranku, ikutilah semua ajaranku. Sungguh, Allah telah
menetapkan hukuman bagi mereka (kaum wanita), perjaka dengan perawan
hukumannya adalah cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedangkan
laki-laki dan wanita yang sudah menikah hukumannya adalah dera seratus kali dan
dirajam." (H.R. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
11 |K E L O M P O K 6
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ‫ب‬
َ
‫أ‬ٍ‫يد‬ِّ‫ع‬َ‫س‬
َّ
‫ن‬
َ
‫أ‬
ً
‫ٗل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ْ‫ِّن‬‫م‬َ‫م‬
َ
‫ل‬ْ‫س‬
َ
‫أ‬
ُ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُ‫ي‬ُ َ
‫ل‬ُ‫ِّز‬‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ن‬ْ‫ب‬ٍ‫ِّك‬‫ل‬‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬
َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬ِّ‫ن‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬ْ‫ب‬ َ‫ص‬
َ
‫أ‬
ً
‫ة‬
َ
‫ِّش‬‫ح‬‫ا‬
َ
‫ف‬ُ‫ه‬ْ‫ِّم‬‫ق‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬َّ َ َ
‫لَع‬ُ‫ه‬
َّ
‫د‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫ا‬ً‫ار‬َ‫ِّر‬‫م‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َّ‫م‬
ُ
‫ث‬
َ
‫ل‬
َ
‫أ‬َ‫س‬ُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫و‬
َ
‫ق‬‫وا‬
ُ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫م‬
َ
‫ل‬
ْ
‫ع‬
َ
‫ن‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬‫ا‬ً‫س‬
ْ
‫أ‬َ‫ب‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬ُ‫ه‬
َّ
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫اب‬ َ‫ص‬
َ
‫أ‬‫ا‬ً‫ئ‬
ْ
‫ي‬
َ
‫ش‬‫ى‬َ‫ر‬َ‫ي‬ُ‫ه‬
َّ
‫ن‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬ُ‫ج‬ِّ‫ر‬
ْ ُ
‫ُي‬ُ‫ه‬ُ‫ه‬
ْ
‫ِّن‬‫م‬ِّ‫إ‬
َّ
‫ال‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫ام‬
َ
‫ق‬ُ‫ي‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬‫د‬َْ
‫اۡل‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬
َ
‫ل‬ِّ‫إ‬ِّ ِّ‫ب‬َّ‫انل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫ا‬
َ
‫ن‬َ‫ر‬َ‫م‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬ُ‫ه‬َ ُ
ُْ‫ر‬
َ
‫ن‬
َ
‫ق‬
َ
‫ال‬
‫ا‬َ‫ن‬
ْ
‫ق‬
َ
‫ل‬ َ‫ط‬
ْ
‫ان‬
َ
‫ف‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬
َ
‫ل‬ِّ‫إ‬ِّ‫ِّيع‬‫ق‬َ‫ب‬ِّ‫د‬
َ
‫ق‬ْ‫ر‬
َ
‫غ‬
ْ
‫ال‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ف‬ُ‫اه‬َ‫ن‬
ْ
‫ق‬
َ
‫ث‬ْ‫و‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬َ‫و‬‫ا‬
َ
‫ن‬ْ‫ر‬
َ
‫ف‬َ‫ح‬ُ َ
‫ل‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُ‫اه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫م‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬‫ا‬ِّ‫ب‬ِّ‫م‬
ْ
‫ظ‬َ‫ع‬
ْ
‫ل‬ِّ‫ر‬َ‫د‬َ‫م‬
ْ
‫ال‬َ‫و‬
ِّ‫ف‬َ‫ز‬َ ْ
‫اْل‬َ‫و‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬َّ‫د‬َ‫ت‬
ْ
‫اش‬
َ
‫ف‬‫ا‬
َ
‫ن‬
ْ
‫د‬َ‫د‬َ‫ت‬
ْ
‫اش‬َ‫و‬ُ‫ه‬
َ
‫ف‬
ْ
‫ل‬
َ
‫خ‬َّ‫ت‬َ‫ح‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬
َ
‫ض‬ْ‫ر‬ُ‫ع‬ِّ‫ة‬َّ‫ر‬َْ
‫اۡل‬َ‫ب‬ َ‫ص‬َ‫ت‬
ْ
‫ان‬
َ
‫ف‬‫ا‬َ َ
‫نل‬َ‫م‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬ُ‫اه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬
ِّ‫د‬‫ِّي‬‫م‬
َ
‫ٗل‬َ
ِّ‫ِب‬ِّ‫ة‬َّ‫ر‬َْ
‫اۡل‬ِّ‫ن‬
ْ
‫ع‬َ‫ي‬
َ
‫ة‬َ‫ار‬َ‫ِّج‬
ْ
‫اۡل‬َّ‫ت‬َ‫ح‬َ‫ت‬
َ
‫ك‬َ‫س‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬َّ‫م‬
ُ
‫ث‬َ‫ام‬
َ
‫ق‬
ُ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬ِّ‫ه‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
‫ا‬ً‫يب‬ِّ‫ط‬
َ
‫خ‬ْ‫ِّن‬‫م‬ِّ ِّ‫ش‬َ‫ع‬
ْ
‫ال‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬َ‫و‬
َ
‫أ‬‫ا‬َ‫م‬
َّ ُ
‫ُك‬‫ا‬َ‫ن‬
ْ
‫ق‬
َ
‫ل‬ َ‫ط‬
ْ
‫ان‬
ً
‫اة‬َ‫ز‬
ُ
‫غ‬ِّ‫يف‬ِّ‫يل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ِّ
َّ
‫اّلل‬
َ
‫ف‬
َّ
‫ل‬
َ َ
‫َت‬‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِّ‫يف‬‫ا‬َ ِّ‫انل‬َ‫ِّي‬‫ع‬ُ َ
‫ل‬
‫يب‬ِّ‫ب‬
َ
‫ن‬ِّ‫يب‬ِّ‫ب‬َ‫ن‬
َ
‫ك‬ِّ‫س‬
ْ
‫ي‬َّ‫اتل‬َّ َ َ
‫لَع‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬
َ
‫ال‬
َ
‫وت‬
ُ
‫أ‬ٍ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِّ‫ب‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬
َ
‫ف‬
َ
‫ِّك‬‫ل‬
َ
‫ذ‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬
ْ
‫ل‬
َّ
‫ك‬
َ
‫ن‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬
ْ
‫غ‬َ‫ت‬ْ‫اس‬
ُ َ
‫ل‬
َ
‫ال‬َ‫و‬ُ‫ه‬َّ‫ب‬َ‫س‬
Dari Abu Sa'id, bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam yang bernama Ma'iz bin
Malik mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata,
"Sesungguhnya aku telah berbuat keji, oleh karena itu luruskanlah daku!" Namun
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpaling darinya, hal itu terjadi sampai berkali-
kali." Abu Sa'id berkata, "Kemudian beliau bertanya kepada kaumnya, mereka
menjawab, "Kami tidak melihatnya berbuat keji melainkan dia telah melakukan
sesuatu, dan dia tidak bisa keluar dari permasalahan itu kecuali jika telah ditegakkan
had atasnya." Abu Sa'id melanjutkan, "Lalu dia kembali kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lantas beliau memerintahkan kami untuk merajamnya." Abu Sa'id
melanjutkan, "Setelah itu kami pergi ke Baqi' Gharqad, kami tidak mengikatnya
12 |K E L O M P O K 6
dan tidak pula memendamnya." Abu Sa'id melanjutkan, "Lalu kami melemparinya
dengan tulang belulang dan tanah liat yang keras." Abu Sa'id berkata, "Ma'iz
berusaha lari hingga sampai dekat Hurrah, namun kami mengejarnya dan
mendapatkannya kembali, lalu kami melemparinya dengan bebatuan yang besar
hingga dia diam (mati)." Di sore harinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berdiri dan berkhutbah, sabdanya: "Kenapa ketika kami berangkat perang untuk
berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan
bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin).
Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan
itu melainkan aku akan memberinya sanksi." Abu Sa'id berkata, "Maka beliau tidak
memintakan ampun untuknya dan tidak pula mencacinya." (H.R. Muslim).15
C. Motif Prilaku
Perilaku artinya tingkah laku, kelakuan, perbuatan. Perilaku biasanya
didahului oleh pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu. Pengetahuan itu
berisikan aspek positif atau aspek negatif dari sesuatu hal tersebut.
Apabila seseorang melihat lebih banyak atau lebih penting aspek positif
yang ada didalamnya daripada aspek negatif maka akan tumbuh sikap positif
terhadap perbuatan tersebut. Hal ini terjadi apabila manusia masih memiliki akal
sehat dalam dirinya. Begitu pula sebaliknya. Apabila akal sehat sudah tidak
berperan, tapi nafsu syahwat yang lebih dominan dari akal sehatnya maka yang
terjadi adalah orang memiliki sikap positif bagi dirinya terhadap perbuatan yang
memiliki aspek negatif lebih banyak tapi penting bagi dirinya. Pengetahuan dan
pemahaman yang mendalam tersebut akan menumbuhkan keyakinan, dan
keyakinan akan membentuk sikap. Selanjutnya dari sikap akan membentuk niat
untuk melakukan sehingga akan berkembang menjadi perilaku.
15
Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz,
Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011). H. 820-826. Lihat juga
Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Bustanul Akhbar Mukhtashar Nail al-Authar, Penerjemah: Amir
Hamzah Fachruddin dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2012), Jilid4, hlm. 93-128.
13 |K E L O M P O K 6
Apabila pengetahuan dan pemahaman itu datang dari orang yang biasanya
jadi panutan maka akan tumbuh keyakinan normatif terhadap aspek positif atau
aspek negatif dari perbuatan tersebut. Selanjutnya keyakinan normatif itu akan
berkembang menjadi norma subjektif tentang perbuatan tersebut. Dari norma
subjektif tersebut kemudian tumbuh niat dari si pelaku untuk melakukan perbuatan
yang selanjutnya berkembang menjadi perilaku.
Namun sekali lagi perlu ditegaskan, apabila hal itu terjadi pada orang yang
masih memiliki akal sehat dan akal sehatnya lebih dominan dari nafsu syahwatnya.
Sebaliknya apabila nafsu syahwatnya lebih dominan dari akal sehatnya,
maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu dia akan melakukan perbuatan yang
aspek negatifnya lebih besar karena lebih penting bagi dirinya, meskipun perbuatan
itu lebih banyak negatifnya bagi orang lain atau orang-orang lain dan juga bagi
dirinya dari sudut etika sosial dan lain sebagainya.
Pada zaman sekarang model-model perilaku zina juga mempunyai banyak
variasi meskipun tidak sama persis tapi motifnya hampir sama yaitu motif ekonomi,
mencari kesenangan sesaat atau pelampiasan nafsu dan menunjukkan harga diri.
a. Motif Ekonomi
Perbuatan zina menghasilkan uang bagi para pelakunya terutama bagi
pelaku wanita. Salah satu pelaku perbuatan zina memberikan sejumlah uang
kepada pihak lainnya atas dasar persetujuan bersama sebagai imbalan
karena telah memberikan pelayanan seksual kepada pihak pemberi.
Adakalanya pihak pelaku wanita yang memberikan kepada pelaku pria, tapi
yang lebih sering terjadi adalah pihak pelaku pria yang memberikan kepada
pelaku wanita.
b. Motif Mencari Kesenangan Sesaat.
Pelaku pria ataupun wanita yang bersedia mengeluarkan sejumlah uang
kepada lawan jenis nya sudah pasti bertujuan untuk mencari kesenangan
sesaat dan pelampiasan hawa nafsu. Begitu juga bagi perilaku zina yang
14 |K E L O M P O K 6
mempunyai motif lain biasanya juga mempunyai motif tambahan untuk
mencari kesenangan sesaat dan pelampiasan hawa nafsu.
c. Motif Menunjukkan Harga Diri
Pelaku pria ataupun wanita yang masih usia remaja melakukan perbuatan
zina untuk tujuan menunjukkan harga diri bahwa mereka disukai orang,
punya keberanian dan sudah ada pacar yang mempunyai, disamping
mencari pengalaman dan ingin tahu. Mereka merasa tidak ketinggalan
zaman dari teman-teman remaja lainnya yang pernah melakukan premarital
coitus.16
D. Pembuktian
Pembuktian terjadinya perbuatan zina yang dijatuhi hukuman had pada
zaman Nabi Muhammad saw sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran dan teknologi belum berkembang maju seperti pada zaman sekarang.
Pembuktian perbuatan zina pada waktu itu barulah meliputi 3 hal.
1. Pengakuan (‫)اعتراف‬ dari si pelaku
Pengakuan dari si pelaku zina bahwa dia telah melakukan perbuatan zina
dengan seseorang, asalkan pengakuan iu datang dari kedua belah pihak pelaku pria
dan pelaku wanita, sudah merupakan bukti yang kuat dan tidak perlu lagi diperkuat
dengan alat-alat bukti lain.
Menurut Sayid Sabiq jika seorang laki-laki mengaku telah berzina dengan
seorang perempuan tertentu, kemudian perempuan itu membantahnya, maka si pria
saja yang dikenia hukuman had zina. Si wanita tidak dikenai hukuman had. Hal ini
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud dari Sahal bin
Sa’ad.
16
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm.
70-76
15 |K E L O M P O K 6
‫قد‬ ‫انه‬ ‫فقال‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫انلب‬ ‫ال‬ ‫جاء‬ ‫رجٗل‬ ‫أن‬ ‫سعد‬ ‫بن‬ ‫سهل‬ ‫عن‬ ‫داود‬ ‫وأبو‬ ‫أمحد‬ ‫رواه‬ ‫لما‬
‫وتركها‬ ‫فحده‬ ‫فأنكرت‬ ‫قسألها‬ ‫فدَعها‬ ‫المرأة‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫انلب‬ ‫فأرسل‬ ‫سماها‬ ‫بامرأة‬ ‫زين‬
“Sebagaimana Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad bahwa
seorang laki-laki datang kepada Nabi swa. Laki-laki itu berkata kepada Nabi
bahwa dia telah berzina dengan seorang perempuan yang dia sebutkan namanya,
maka Nabi saw. mengutus seseorang kepada perempuan tersebut, kemudian utusan
tersebut memanggil perempuan itu dan menanyakan kepadanya. Perempuan
tersebut membantahnya. Setelah itu laki-laki tersebut dujatuhi hukuman had dan
yang perempuan tidak.”.17
Tentang bilangan pengakuan yang mengharuskan dijatuhkannya hukuman,
menurut Malik dan Syafi’i, satu kali pengakuan sudah cukup untuk menjatuhkan
hukuman.
Abu Hanifah beserta para pengikutnya dan Ibnu Abi Laila berpendapat
bahwa hukuman baru dapat dijatuhkan dengan pengakuan 4 kali yang dikemukakan
satu-satu.18
2. Persaksian (‫)شهادة‬ dan Sumpah dari Saksi-saksi
Untuk membuktikan seseorang telah berzina dapat juga dilakukan dengan
pernyataan telah menyaksakan dengan mata kepala sendiri terjadinya perbuatan
zina antara seorang pria dengan seorang wanita. Penyaksian dengan mata kepala
sendiri ini dilakukak oleh empat orang saksi yang menyatakan telah melihat dengan
mata kepalanya sendiri.
Apabila terdapat empat orang saksi dan kesaksiannya itu benar, maka
pelaku perbuatan zina dihukum dengan hukuman had.
Apabila tidak terdapat empat orang saksi atau ada empat orang saksi tetapi
kesaksian mereka tidak terbukti benar, maka pelaku zina tidak dikenai hukuman
17
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 265.
18
Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid
wa Nihayatul Muqtashid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dkk, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),
Jilid 3, hlm. 617.
16 |K E L O M P O K 6
had, tapi hukuman had dikenakan kepada yang mnuduh berzina yaitau had qazaf.
Had Qazaf adalah hukuman cambuk sebanyak 80 kali.
Bukti kesaksian atas terjadinya perbuatan zina , menurut Sayid Sabiq
mengemukakan ada sepuluh syarat.
a. Saksi harus berjumlah 4 orang, jika kurang dari empat orang saksi maka
persaksiannya tidak diterima. Alasannya firman Allah:
َ‫ِّين‬
َّ
‫ٱَّل‬َ‫و‬
َ
‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬
َ
‫ف‬ َ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬
ُ
‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬
َ
‫أ‬ِّ‫ب‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ت‬
ۡ
‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬
َ
‫ل‬ َّ‫م‬
ُ
‫ث‬ۡ‫م‬
ُ
‫وه‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬َ ۡ
‫ِل‬َ‫ج‬ َ‫ِّي‬‫ن‬َٰ َ‫م‬
َ
‫ث‬
َ
‫ال‬َ‫و‬
ٗ
‫ة‬
ُ‫م‬
ُ
‫ه‬
َ
‫ك‬ِّ‫ئ‬َ
َ
‫ل‬ْ‫و‬
ُ
‫أ‬َ‫و‬ َۚ‫ا‬
ٗ
‫د‬َ‫ب‬
َ
‫أ‬
ً
‫ة‬َ‫د‬َٰ َ‫ه‬
َ
‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ل‬َ‫ب‬
ۡ
‫ق‬
َ
‫ت‬
َ
‫ون‬
ُ
‫ق‬ِّ‫س‬َٰ َ
‫ف‬
ۡ
‫ٱل‬٤
4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-
orang yang fasik (An-Nur(24):4)
‫ٱ‬َ‫و‬ِّ‫ت‬َٰ َّ
‫ل‬َ‫ِّي‬‫ت‬
ۡ
‫أ‬َ‫ي‬
َ
‫ة‬
َ
‫ش‬ِّ‫ح‬َٰ َ
‫ف‬
ۡ
‫ٱل‬
َ
‫ف‬ ۡ‫م‬
ُ
‫ك‬ِّ‫ئ‬
ٓ
‫ا‬ َ‫ِّس‬ ‫ن‬ ‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬
ۡ
‫ش‬
َ
‫ت‬ۡ‫ٱس‬‫ن‬ِّ‫إ‬
َ
‫ف‬ ‫ى‬ۡ‫م‬
ُ
‫ِّنك‬‫م‬
ٗ
‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬
َ
‫أ‬ َّ‫ن‬ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬
ِّ‫يف‬ َّ‫ن‬
ُ
‫وه‬
ُ
‫ِّك‬‫س‬ۡ‫م‬
َ
‫أ‬
َ
‫ف‬
ْ
‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬
َ
‫ش‬ِّ‫وت‬ُ‫ي‬ُ ۡ
‫ٱْل‬َّ‫ن‬ُ‫ه‬َٰ‫ى‬
َّ
‫ف‬َ‫و‬َ‫ت‬َ‫ي‬ َٰ َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ت‬ۡ‫و‬َ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬
ۡ َ
‫َي‬ ۡ‫و‬
َ
‫أ‬ُ َّ
‫ٱّلل‬َ‫س‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬
ٗ
‫يٗل‬ِّ‫ب‬١٥
15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah
ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-
wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya(An-Nisa’(4):15)
b. Saksi itu sudah baligh, tanda-tanda baligh itu apabila telah berusia 15 tahun
atau telah pernah mengalami mimpi jima’ dengan lawan jenisnya atau
datangnya haid bagi wanita.
Dalam firman Allah surah Al-Baqarah:282 :
17 |K E L O M P O K 6
.....َ‫و‬
ْ
‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬
ۡ
‫ش‬
َ
‫ت‬ۡ‫ٱس‬
َّ
‫ل‬ ‫ن‬ِّ‫إ‬
َ
‫ف‬ ‫ى‬ۡ‫م‬
ُ
‫ِّك‬‫ل‬‫ا‬َ‫ج‬ِّ‫ر‬ ‫ِّن‬‫م‬ ِّ‫ن‬ۡ‫ي‬َ‫يد‬ِّ‫ه‬
َ
‫ش‬ۡ‫م‬َ‫و‬
ٞ
‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬
َ
‫ف‬ ِّ
ۡ
‫ي‬
َ
‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ ‫ا‬
َ
‫ون‬
ُ
‫ك‬َ‫ي‬ِّ‫ان‬
َ
‫ت‬
َ
‫أ‬َ‫ر‬ۡ‫ٱم‬
َ‫ِّن‬‫م‬
َ
‫ن‬ۡ‫و‬
َ
‫ض‬ۡ‫ر‬
َ
‫ت‬ ‫ن‬َّ‫ِّم‬‫م‬ِّ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬‫ٱلش‬....٢٨٢
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai”
c. Saksi itu semua orang berakal sehat karena itu tidak diterima persaksian orang
gila atau persaksian orang yang kurang waras akalnya
d. Keadilan. Saksi itu haruslah diambilkan dari orang-orang yang adil. Seperti
firman Allah:
...ۡ‫م‬
ُ
‫ِّنك‬‫م‬ ٖ‫ل‬ۡ‫د‬
َ
‫ع‬ ۡ‫ي‬َ‫و‬
َ
‫ذ‬
ْ
‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬
ۡ
‫ش‬
َ
‫أ‬َ‫و‬....٢
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”
e. Saksi itu beragama Islam. Persyaratannya saksi hendaklah orang Islam,
diberlakukan baik terhadap orang Islam yang berperkara atau bukan orang
Islam, persyaratan Islam ini disepakati oleh para imam mazhab.
f. Saksi itu benar menyaksikan perbuatan zina tersebut.
g. Ucapan saksi harus secara jelas menyebutkan masuknya bukan secara
kinayah.
h. Saksi berada pada satu tempat di tempat terjadinya perbuatan zina pada waktu
berlangsungnya perbuatan zina. Jika saksi-saksi itu datang meyaksikan secara
terpisah-pisah maka tidak diterima kesaksian mereka.
i. Saksi-saksi itu adalah laki-laki.
j. Kesaksian itu tidak kadaluarsa.
Menurut Abdul Qadir ‘Audah syarat-syarat lainnya terbagi kepada syarat-syarat
umum dan khusus.
a. Syarat-syarat umum untuk saksi perbuatan zina
1. Baligh
2. Berakal
18 |K E L O M P O K 6
3. Orang yang kuat ingatannya
4. Bisa berkata
5. Bisa melihat
6. Keadilan
7. Islam
b. Syarat-syarat khusus untuk saksi perbuatan zina
1. Laki-laki
2. Kesaksian suami
3. Menyaksikan langsung kejadiannya
4. Tidak kadaluarsa
5. Kesaksian itu pada satu tempat
6. Jumlah saksi empat orang
3. Bukti Kehamilan pada pelaku wanita
Menurut jumhur fuqaha kehamilan bukanlah merupakan terangan bukti
yang mandiri tapi harus disertai pengakuan atau keterangan bukti-bukti lain.
Menurut malik dan sahabat-sahabatnya jika wanita itu dalam pengakuannya di
paksa (diperkosa) maka wanita itu harus menunjukkan tanda-tanda bukti bahwa dia
dipaksa. Namun apabila seorang wanita hamil dan dia tidak bisa menunjukkan
bahwa dia punya suami atau dia dipaksa orang, maka wanita tersebut dijatuhi
hukuman had. Jika wanita itu perempuan bikir (perawan), dia harus bisa
menunjukkan bisa pendarahannya sebagai bukti bahwa dia telah diperkosa untuk
bisa dibebaskan dari hukuman had. Umar bin Khattab pernah mengatakan: apabila
ada bukti atau kehamilan atau pengakuan, maka pelaku zina pria dan wanita muhsan
wajib dikenai hukuman rajam.
4. Pembuktian melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran
Dalam ilmu kedokteran dikenal adaya Kedokteran Forensik yaitu cabang
ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pada
masalah-masalah hukum; atau ilmu bedah yang berkaitan dengan penentuan
identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakian dan peradilan.
Melalui Ilmu Kedokteran Forensik dapat diketahui telah terjadinya
perzinaan atau tidak. Penemuan itu dapat berupa diketahuinya: selaput dara yang
19 |K E L O M P O K 6
robek, atau tanda memar pada vagia, ditemukannya air mani dan sperma yang masih
dapat bergerak pada vagina dalamwaktu 4-5 jam post-coital, sperma ditemukan
dalam keadaan tidak bergerak dalam waktu sekitar 24-36 jam post-coital,
diketahuinya golongan darah si pelaku, diketahuinya jenis khromosom atau genetik,
diperbolehkannya bukti kehamilan sampai pada diketahuinya dan didapatkannya
bukti DNA (Desoxy Ribo Nucleic Acid) yaitu inti sel yang terdapat pada sel darah
putih yang spesifik pada setiap orang.
Jadi pembuktian melalui ilmu Kedokteran Forensik dapat dikatakan sama
kuatnya dengan bukti penlihatan mata telanjang tradisional. Oleh karena demikian
kualitas hasil penelitian ilmu pengetahuan Kedokteran Forensik maka hasil
penelitian tersebut dapat dipertimbangkan menjadi alat bantu pembuktian kasus
jariah had zina.19
E. Uqubah dan Pelaksanaannya
Uqubah atau sanksi hukuman terhadap pelaku zina terbagi menjadi 2 yaitu
hukuman fisik dan hukuman moral:
1. Hukuman Fisik
a. Hukuman Cambuk. Dalam ayat dan hadis diatas ditegaskan pelaku pria dan
pelaku wanita dihukum dengan hukuman cambuk seratus kali di seluruh
tubuhnya kecuali wajah dan anggota tubuh yang vital dan dicambuk dengan
cambuk bukan dengan besi dan tidak boleh merasa kasihan dalam
melaksanakan hukuman. Jadi pelaksanaan hukuman tidak boleh dikurangi
dan diringankan baik kuantitas maupun kualitas pelaksanaan hukuman atau
tidak boleh dikurangi jumlah hukuman, kuat pukulan atau bahan cambuk
yang digunakan, tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang dicontohkan di
zaman Nabi Muhammad SAW.
Dalam ayat tersebut juga disebut terlebih dahulu pelaku wanita dan baru
pelaku pria. Hal ini menurut Muhammad Abduh Malik karena dampak
19
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 106-
138..
20 |K E L O M P O K 6
negatif terhadap perbuatan zina terhadap wanita jauh lebih besar daripada
terhadap pria.20
b. Hukuman Pengasingan.
Mengenai masalah hukuman diasingkan selama satu tahun juga terdapat
perbedaan pendapat:
- Khalifah Rasyidin, Malik bin Anas, al-Syafi’I, Ahmad bin Hanbal,
Ishaq dan lainnya wajib pelaku zina yang masih bikr diasingkan
selama satu tahun untuk menyempurnakan hukuman had.
- Abu Hanifah berpendapat tidak wajib pelaku zina bikr diasingkan
selama satu tahun karena hukuman itu tidak ada dalam al-Qur’an
berarti menambah nash al-Qur’an dan juga hadis yang menjadi
dasarnya itu adalah hadis ahad. Kalau begitu hadis ahad menasakh
al-Qur’an dan hadis ini tidak bisa diamalkan. Tapi Abu Hanifah bisa
menerima hukuman pengasingan selama satu tahun itu diputuskan
oleh Imam atas dasar mashlahah karaena hukuman pengasingan
selama satu tahun itu bukan hukuman had tapi uqubah ta’ziriyah
yang menjadi kewenangan imam.21
c. Hukuman Rajam
Bagi pelaku pria dan wanita yang sudah menikah hukuman atas perbuatan
zina yang dilakukan adalah hukuman rajam atau hukuman mati melalui
rajam (dilemparkan dengan batu) di depan umum.22
Berbedanya hukuman bagi mereka yang belum menikah dengan mereka
yang sudah menikah (berstatus janda dan duda) oleh karena berbeda sifat
20
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 89.
Lihat juga Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah
al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, hlm. 366.
21
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 90.
Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 260. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-
Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, hlm. 366.
22
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 261. Lihat juga Nurul Irfan, Hukum Pidana
Islam, hlm. 52.
21 |K E L O M P O K 6
melawan hukum dari mereka. Orang yang sudah menikah sifat melawan
hukumnya lebih tinggi dari mereka yang belum menikha karena orang yang
sudah menikah pada wakti ia menikah berarti dalam hatinya ia memiliih
jalur hukum Islam, memandang pernikahan jaur yang benar dan halal dan
perzinaan adalah jalur yang salah dan buruk. Apabila mereka yang sudah
menikah melakukan perbuatan zina berarti mereka sengaja melawan
kebenaran Hukum Islam yang sudah pernah mereka pegang dan mereka
yakini serta mereka laksanakan. Oleh karena itu pantas mereka diberi
hukuman yang lebih berat dari yang belum menikah. Jika disamakan
hukuman bagi mereka yang sudah menikah dengan yang belum menikah
tentu menjadi tidak adil, karena kualitas melawan hukumnya berbeda.23
Dalam pelaksanaan hukuman rajam atas pelaku perbuatan zina adalah:
a. Taklif. Yaitu orang yang baligh da n berakal, mampu memikul
pebebanan hukum.
b. Hurriyah. Yaitu orang yang merdeka baik laki-laki maupun perempuan.
Jiak yang melakukan perzinaan itu budak perempuan maka keduanya
tidak dikenai hukumann rajam tapi setengah dari hukuman jilid orang
merdeka bujang dan gadis.
c. Telah melakuakn jima’ didalam nikah yang sah. Artinya orang yang
melakukan perbuatan zina itu adalah orang yang telah kawin/menikah
secara sah dan telah melakukan jima’ dalam pernikahan itu walaupun
tidak sampai mengeluarkan sperma dan juga sekalipun pada waktu
melakukan jima’ itu istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan
ihram.24
2. Hukuman Moral Psikologis dan Sosial
23
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 95.
24
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 100.
Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 262.
22 |K E L O M P O K 6
Didalam Q.S an-Nur ayat 2, dinyatakan bahwa pelaksanaan
hukuman terhadap pelaku perbuatan zina hendaklah disaksikan oleh
sekelompok orang-orang beriman. Jadi berarti pelaksanaan hukuman
tersebut harus disaksikan orang banyak.
Dengan disaksikan oleh orang banyak berarti si pelaku perbuatan
zina dipermalukan di depan orang banyak karena dengan terjadinya
perbuatan zina rasa malu si pelaku perbuatan zina sudah luntur. Oleh sebab
itu rasa malu ini perlu ditumbuhkan kembali dan juga dipermalukan ini
mempunyai nilai preventif terhadap si pelaku agar tidak mengulangi
kembali perbuatan zina tersebut dan juga preventif bagi orang lain yang
berniat melakukan perbuatan zina.
Nabi Muhammad saw. Menyatakan bahwa rasa malu adalah bagian
dari iman.
Nabi Muhammad saw. Juga menyatakan bahwa orang yang berzina
tidak beriman pada waktu melakukan perbuatan zina karena apabila ia
beriman, maka tidak akan melakukan perbuatan zina. Orang yang tidak
hilang imannya tidak akan mengerjakan perbuatan zina.
Jadi dipermalukan itu merupakan bagian dari hukuman yaitu
hukuman moral psikologis karena si pelaku perbuatan zina pada waktu
melakukan perbuatan zina tersebut sudah tidak beriman dan tidak punya
rasa malu. Jadi mempermalukan itu merupakan hukuman moral psikologis
dan berdampak sosial yang efektif untuk preventif atau mencegah
terulangnya kembali perbuatan zina dalam masyarakat karena pelaksanaan
eksekusi hukuman had zina disaksikan oleh orang banyak. Pelaksanaan
hukuman had zina yang disaksikan orang banyak itu menumbuhkan rasa
malu bagi si pelaku perbuatan zina dan juga bagi orang yang menyaksikan.
Karena itu mereka akan jera dan berpikir ‘seribu kali’ untuk melakukan
perbuatan zina di masa datang.
23 |K E L O M P O K 6
Kemudian dalam Surat An-Nuur, 24:3, dinyatakan pula bahwa
pelaku perbuatan zina hendaklah dikawinkan dengan teman zinanya dan
haram bagi orang beriman menikahi orang berzina. Atau pelaku perbuatan
zina hendaklah dinikahkan dengan orang-orang musyrik. Penegasan ini
berarti bahwa pelaku perbuatan zina turun martabatnya dalam pandangan
Allah dan umat manusia beriman dan akal sehat sehingga diharamkan orang
beriman menikahinya.
Dengan diturunkan martabatnya berarti pelaku perbuatan zina
dipermalukan dan status sosialnya menjadi rendah. Hal ini berarti hukuman
tambahan dalam bentuk hukuman moral psikologis dan sosial atas pekau
perbuatan zina yang dihukum dengan hukuman rajam maupun hukuman
cambuk seratus kali dan diasingkan (dipenjara, dikurung) selama satu tahun.
Hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Tentang hukuman bagi pelaku zina
banyak sebagaimana akan diungkap dalam uraian lebih lanjut. Hukuman
keras yang ditetapkan islam terhadap pelaku perbuatan zina itu ditetapkan
setelah islam menawarkan kebolehan berpoligami sebagai alternatif atau
jalan keluar yang lebih baik bagi orang yang mempunyai hawa nafsu seksual
yang berlebihan di samping banyak melakukan ibadah puasa dan lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperbanyak amal salihat di
masyarakat agar supaya orang tersebut tidak mudah mencari dalih untuk
berbuat zina.
Menurut Sayid Sabiq hukuman yang keras itu juga seimbang antara
nestapa yang diberikan kepada pelaku perbuatan zina dengan kerusakan
manusia dan masyarakat yang ditimbulkannya inilah keadilan.25
Pelaksanaan Hukuman Had Zina ada beberapa pembahasan, yaitu:
A. Perilaku Zina Sebagai Delik Biasa
25
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 106.
24 |K E L O M P O K 6
Dalam Hukum Islam perilaku zina termasuk delik biasa atau delik
umum dan bukan termasuk delik aduan.
Jadi perilaku zina dalam hukum Islam adalah tindak pidana (delik)
atau perbuatan melanggar hukum Islam (kejahatan) dimana si pelanggarnya
dihukum dengan hukuman had dna kejahatan itu harus ditindak atau dituntut
oleh Imam (penguasa Islam) bukan karena adanya pengaduan dari orang
atau keluarga yang dirugikan tapi otomatis dan menjadi kewajiban dari
penguasa setelah mengetahui telah terjadi perbuatan zina, meskipun tidak
ada pengaduan dari pihak orang atau keluarga yang dirugikan.
Jadi apabila aparat penegak hukum telah mendapat
informasi/mengetahui tentang telah terjadinya jarimah hudud/jarimah zina
maka wajib dilakuakn penyelidikan dan penyidikan oleh aparat yang
ditugaskan untuk itu dan jika telah diperoleh bukti-bukti yang meyakinkan
maka perkara jarimah zina itu diajukan untuk di proses di pengadilan pidana
dan juga jika terbukti kebenaran telah terjadinya jarimah zina maka hakim
membuat keputusan telah terjadi perbuatan zina dan kepada para pelaku
jarimah zina itu ditetapkan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka dan
selanjutnya kepada aparat eksekusi diperintahkan untuk melaksanakan
hukuman yang telah ditetapkan itu. 26
B. Kewenangan Melaksanakan Hukuman
Apabila telah ditetapkan bahwa telah terjadi perbuatan zina tanpa
ada syubhat, wajiblah hakim melaksanakan atau memerintahkan
pelaksanaan hukuman had yaitu rajam bagi yang muhsan dan jilid seratus
kali serta diasingkan selama satu tahun bagi yang ghairu muhsan.
Didalam pelaksanaan hukuman had tidak ada maaf dan perdamaian,
tidak ada penghapusan, pengurangan dan penggantian hukuman.
26
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 146-
148
25 |K E L O M P O K 6
Kewenangan melaksanakan hukuman had berada ditangan Imam (kepala
negara).27
C. Menarik Kembali Pengakuan dan Penghentian Pelaksanaan Hukuman Had
Jika pada waktu melaksanakan had si terhukum menarik kembali
pengakuannya telah berbuat zina maka hukuman had dihentikan.
Penarikan kembali pengakuan itu bisa diterima apabila tidak ada
bukti-bukti lain yang memberatkan seperti hamilnya si pelaku wanita atau
adanya saksi-saksi yang bisa diterima kesaksiannya atau bukti-bukti lain
melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang meyakinkan.28
Didalam pembuktian adanya jarimah hudud jika ditemukan sesuatu
yang diyakini salah satu pihak pria atau wanita bebas dari perbuatan zina
maka gugurlah hukuman had zina atas mereka. Misalnya pelaku wanita
perawan dan tidak hilang keperawanannya karena ada sesuatu yang
menutupi farjinya sehingga tidak mungkin dia melakukan perbuatan zina
maka gugurlah hukuman had mereka. Atau juga si pelaku pria tidak
mempunyai alat kelamin atau impoten maka berarti mereka tidak mungkin
melakukan perbuatan zina oleh karena itu mereka dibebaskan dari hukuman
had.
D. Waktu Pelaksanaan Had
Hukuman had zina dilaksanakan pada waktu yang kondusif atau
pada waktu yang tidak menimbulkan dampak sampingan negatif kepada si
terhukum. Pada dasarnya hukuman had dilaksanakan segera setelah terbuki
adanya perbubatan zina, kecuali jika ada hal-hal tertentu yang diperlukan
penguncuran waktu pelksanaan hukuman had. 29
27
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 150
28
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 152
29
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 269.
26 |K E L O M P O K 6
Apabila pelaku wanita sedang hamil maka pelaksanaan hukuman
had itu ditunda sampai ia melahirkan anak dan anak itu telah berhenti
menyusui serta telah memakan makanan lain misalnya roti.
Jika terhukum dalam keadaan sakit yang tidak membahayakan
jiwanya maka hukuman had tetat dilaksanakan
E. Akibat terhadap Pernikahan
Hukuman dilaksanakan di tempat mumi atau ditempat nilai yang
terkandung dalam hal ini menurut Muhammad Abdul Malik adalah si pelaku
dipermalukan karena diketahui, disaksikan, dan dilaksanankan di depan
orang banyak. Maksudnya agar si pelaku yang dikenai hukuman cambuk,
jera untuk tidak mengulangin kejahatannya.30
F. Penggalian Lubang Untuk Yang Di Rajam
Hadis-hadis tentang ini bervariasi. Ada yang menjelaskan digalikan
lubang dan ada pula yang menjelaskan tidak di galikan lubang.
Imam Ahmad mengatakan bahwa kebanyakan hadis menjelaskan
tidak digalikan lubang. Imam Malik dan Abu Hanifah mengatakan tidak
digalikan lubang untuk yang dihukum rajam.
Asy-Syafi’i memilih pendapat diglaikakn lubang untuk si terhukum
yang perempuan saja.
Para ulama sepakat wanita dirajam dalam posisi duduk didalam
lubang. Menurut Malik, laki-laki dirajam dalam posisi duduk juga. Ulama
lainnya berpendapat diserahkan saja kepada Imam untuk memilihnya.31
G. Kehadiran Imam dan Saksi Pada Waktu Dilaksanakan Hukuman Rajam
Hadis Nabi tentang peristiwa Ma’iz, Nabi memerintahkan sahabat
untuk melaksanakan hukuman rajam bagi Ma’iz, tapi Nabi sendiri tidak ikut
30
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 157
31
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 270.
27 |K E L O M P O K 6
bersama mereka, padahal kepastian Ma’iz melakukan perbuatan zina
berdasarkan pengakuannya kepada Rasullah SAW.
Abu Hanifah menambahkan pula bahwa saksi dalam perkara
pembuktiannya berdasarkan kesaksian, wajib menjadi orang yang pertam
melaksanakan hukuman melempar terhadap zina muhsan, kemudian diikuti
oleh Imam atau penggantinya dan setelah itu dilakukan oleh orang banyak.
Kalau saksi tidak datang untuk memulai melaksanakan hukuman maka
gugurlah hukuman had
Imam asy-Syafi’i juga memastikan halnya demikian. Imam Syafi’I
dan Imam Ahmad mensyaratkan saksi yang memulai tetap hanya
menganjurkan saja. Bahkan keduanya tidak mewajibkan kehadiran saksi
dan Imam. Imam Malik berpendapat bahkan juga tidak dianjurkan dimulai
oleh saksi dan Imam karena tidak ada hadis sahih yang menjadi dasarnya.32
H. Teknik Pelaksanaan Hukuman
Pelaksanaan hukuman Had seperti yang telah ditegaskan oleh Allah
dalam Q.S. an-Nur ayat 2, tidak boleh ada rasa kasihan sedikitpun juga tidak
mengurangi kualitan dan kuantitas hukuman.
Mengenai objek pukulan pada waktu pelaksanaan hukuman cambuk
menurut Abu Hanifah fan asy-Syafi’I yaitu anggota badan selain kemaluan
dan farji, muka dan kepala.
Menurut Malik si terhukum laki-laki dibuka bajunya dan dicambuk
dalam posisi duduk.33
I. Biaya Pelaksanaan Hukuman
32
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 160
33
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 162
28 |K E L O M P O K 6
Biaya pelaksanaan hukuman mulai dari biaya penyelidikan, penyidikan,
biaya sidang pengadilan, biaya pelaksanaan hukuman, termasuk upah
eksekutor hukuman jilid diambil dari kas negara.
J. Mensalatkan Orang Meninggal Karena Hukuman Rajam
Jumhur ulama berpendapat orang yang meninggal karena hukuman
rajam disalatkan, karena tidak ada larangan untuk mensalatkannya.34
G. Akibat Zina Terhadap Pernikahan
Dalam masalah ini ada 2 pendapat yaitu: Pertama, haram. menikahi pelaku
zina sebagimana dikutip dari riwayat Ali, al-Barra’, Aisyah dan Ibnu Mas’ud.
Kedua, boleh. Pendapat ini berasal dari riwayat Abu Bakar, Umar, dan Ibnu Abbas.
Pendapat inilah yang dipegangi oleh Jumhur dan Ulama 4 Mazhab.
Pendapat yang mengharamkan berdalil dengan zahir firman Allah SWT
dalam Q.S. an-Nur ayat 3. Menurut mereka, ayat ini zahirnya merupakan kalam
khabar tetapi hakikatnya larangan yang berarti haram, sebab pada akhir ayat
meredaksikan: “Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin”.
Ali pernah berkata: “Apabila seorang laki-laki berzina maka ia harus
diceraikan antara dia dnegan istrinya, demikian pula apabila seorang perempuan
berzina maka harus diceraikan antara dia dengan suaminya.
Disamping itu, mereka juga berpegangan dengan suatu riwayat bahwa
Martsad bin Abu Murtsad datang menghadap Nabi SAW minta izin hendak
mengawini ‘Anaq, seorang pelacur pada masa jahiliyyah. Kemudian Nabi SAW
tidak memberikan jawaban sehingga turun ayat Q.S. an-Nur ayat 3, laliu Nabi SAW
bersabda: “Hai Murtsad, Janganlah mengawininya!”.
Pendapat yang membolehkan mengawini perempuan yang tidak terpelihara
kehormatannya berdasarkan dalil:
34
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 163
29 |K E L O M P O K 6
Pertama, hadis riwayat A’isyah, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya
tantang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian ia bermaksud
mengawininya, lalu Nabi SAW bersabda: “Mulanya perzinaan kemudian diakhiri
dengan pernikahan, sedang yang haram tidak dapat mengharamkan yang halal”.
Kedua, Hadis jalur Ibnu Umar, bahwa ia berkata: “Saat Abu Bakar ash-
Shiddiq di masjid (Madinah) tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, kemudian
berkata-kata dalam keadaan malu, kelihatannya ia sedang bingung. Lalu Abu Bakar
bertanya kepada Umar: “Berdirilah dan perhatikan ihwalnya karena tampaknya ia
mempunyai persoalan!” kemudian Umar mendekatinya, lalu laki-laki itu berkata,
bahwa ia menerima seorang tamu kemudian tamunya berzina dengan anak
perempuanya, lalu Umar memukul dadanya seraya berkata: “Celaka Kamu!
Mengapa anak perempuanmu tidak kau tabiri?” Lalu Abu Bakar memerintahkan
(untuk dihukum) maka mereka berdua kemudian dihukum, lalu keduanya
dinikahkan dan diasingkan selama setahun.
Ketiga, Ibnu Abbas pernah ditany tentang hal itu, kemudian dijawabnya:
“Mulanya perzinaan kemudian diakhiri dengan pernikahan; itu seperti seseorang
mencuri buah-buahan di suatu kebun kemudian datang kepada pemilik kebun itu
lalu ia beli buah yang ia curi tadi, maka apa yang ia curi adalah haram dan yang ia
beli itu halal.
Keempat, mereka juga menakwil firman Allah: “Laki-laki yang berzina
tidak mereka nikahi melainkan perempuan yang berzina” (Q.S. an-Nur [24]: 3)
bahwa pernyataan ini didasarkan kepada kedzaliman. Jadi makna ayat itu, orang
yang fasik lagi buruk yang biasa berbuat zina itu tidak menyukai nikah dengan
perempuan mukminah yang shalehah. Yang ia sukai adalah mengawini perempuan
fasik yang buruk akhlaknya seperti dirinya atau perempuan musyrikah, sementara
perempuan yang fasik lagi buruk akhlaknya tidak suka kepada laki-laki mukmin
30 |K E L O M P O K 6
yang saleh. Ia menyukai nikah dengan laki-laki yang sama dengan dirinya atau laki-
laki musyrik. Maka yang demikian ini adalah berdasarkan kebiasaan.35
3. Jarimah Qazf
A. Pengertian
Asal kata Qazf yaitu melempar dengan batu atau selainnya. Dan diantaranya
firman Allah untuk ibunya Nabi Musa a.s.
ِّ‫ن‬
َ
‫أ‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬ِّ‫ذ‬
ۡ
‫ٱق‬ِّ‫يف‬ِّ‫وت‬ُ‫اب‬َّ‫ٱتل‬
َ
‫ف‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬ِّ‫ذ‬
ۡ
‫ٱق‬ِّ‫يف‬ِّ‫م‬َ ۡ
‫ٱۡل‬
39. Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke
sungai (Nil). (Q.S. Ta Ha [20]: 39).36
Kata melempar dianalogikan pada pelemparan
dengan ungkapan yang bersifat menuduh, sebab tuduhan akan membuat luka seperti
luka fisik.37
Qazf ialah menuduh orang lain berzina. Misalnya seseorang mengatakan:
“Wahai orang yang berzina”, atau lain sbeagainya yang pernyataan tersebut
dipahami bahwa seseorang telah menuduh orang lain berzina.38
Penuduhan zina (qadzf) secara etimologis berarti pembicaraan serampangan
yang tidak dipikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu secara masak. Qadzf secara
bahasa juga berarti tuduhan atau lemparan dengan batu atau benda lain. Jarimah
qadzf ini identik dengan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik
yang diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP serta dalam Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam istilah
populer, qadzf identik dengan istilah hate speech atau ujaran kebencian dan fitnah
tidak berdasar yang dapat merusak nama baik pihak lain.
35
Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an,
Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 49-50.
36
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 279.
37
Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an,
Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 59.
38
Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz,
Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011). Hlm. 834.
31 |K E L O M P O K 6
Adapun secara terminologis, qadzf berarti menuduh berzina pihak lain tanpa
bukti yang bisa diterima. Qadzf juga berarti menuduh orang lain yang masuk dalam
kategori muhshan, yaitu tertuduh itu telah dewasa, berakal sehat, merdeka (buka
hamba sahaya), beragama Islam, dan orang baik-baik, ia dituduh melakukan
perbuatan zina, kalau pihak penuduh ternyata tidak bisa mendatangkan empat orang
saksi, maka justru ia sendiri sebagai penuduh dikenai sanksi hukum berupa
hukuman cambuk delapan puluh kali.39
Adapun secara terminologis, qadzf berarti menuduh berzina. Akan tetapi,
para ahli fiqh tidak sama persis dalam merumuskan definisi. Secara singkat,
deskripsinya dikemukakan sebagai berikut.
1. Menurut Al-Syarbini, qadzf ialah menuduh zina dengan tujuan
membeberkan aib, tidak termasuk ke dalam kesaksia zina.
2. Menurut Taqiyyudin Al-Husaini, qadzf ialah menuduh zina dalam
rangka memberikan pengajaran.
3. Menurut Syaikh Al-Nawawi, qadzf ialah menuduh zina dalam rangka
menjelaskan tertuduh bukan dalam rangka kesaksian zina.
4. Menurut Abdul Qadir Audah, beliau mengatakan bahwa dalam syaruat
Islam qadzf terdiri atas dua macam, yaitu qadzf yang pelakunya diancam
dengan hadz dan qadzf yang pelakunya diancam denga ta’zir. Qadzf yang
pelakunya diancam dengan had adalah menuduh orang baik-baik
melkaukan zina atau mengingkari nasabnya. Adapun qadzf yang
pelakunya diancam dengan ta’zir adalah menuduh seseorang dengan
tuduhan selain zina dan tidak mengingkari nasabnya yang mana tuduhan
itu ditujukan baik kepada muhsan maupun ghairu muhsan. Termasuk
dalam pengertian ini adalah mencaci dan memaki. Terhadap dua jenis
jarimah ini, pelakunya juga dikenai sanksi ta’zir.
39
M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, hlm. 53.
32 |K E L O M P O K 6
5. Menurut Wahbah Al-Zuhaili, qadzf ialah menisbatkan seseorang kepada
orang lain karena zina atau memutus nasab seorang muslim .
Dari beberapa definisi qadzf di atas, baik secara etimologi maupun
terminologis, pemulis menyimpulkan bahwa qadzf ialah menuduh seorang muhsan
(dewasa, berakal sehat, merdeka, beragama Islam, dan orang baik-baik) melakukan
zina. Kalau penuduh ternyata tiak dapat mendatangkan empat orang saksi maka ia
dicambuk sebanyak delapan puluh kali.40
B. Dasar Hukum
1. Al-Qur’an
- Q.S. an-Nur [24]: 4-5
َ‫ِّين‬
َّ
‫ٱَّل‬َ‫و‬
َ
‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬
َ
‫ف‬ َ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬
ُ
‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬
َ
‫أ‬ِّ‫ب‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ت‬
ۡ
‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬
َ
‫ل‬ َّ‫م‬
ُ
‫ث‬ۡ‫م‬
ُ
‫وه‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬
ۡ
‫ق‬
َ
‫ت‬
َ
‫ال‬َ‫و‬
ٗ
‫ة‬َ ۡ
‫ِل‬َ‫ج‬ َ‫ِّي‬‫ن‬َٰ َ‫م‬
َ
‫ث‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ل‬َ‫ب‬
ُ‫م‬
ُ
‫ه‬
َ
‫ك‬ِّ‫ئ‬َ
َ
‫ل‬ْ‫و‬
ُ
‫أ‬َ‫و‬ َۚ‫ا‬
ٗ
‫د‬َ‫ب‬
َ
‫أ‬
ً
‫ة‬َ‫د‬َٰ َ‫ه‬
َ
‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬
َ
‫ون‬
ُ
‫ِّق‬‫س‬َٰ َ
‫ف‬
ۡ
‫ٱل‬٤
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬َ‫ِّين‬
َّ
‫ٱَّل‬
َّ
‫ن‬ِّ‫إ‬
َ
‫ف‬
ْ
‫وا‬ُ‫ح‬
َ
‫ل‬ ۡ‫ص‬
َ
‫أ‬َ‫و‬
َ
‫ِّك‬‫ل‬ََٰ
‫ذ‬ ِّ‫د‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ۢ‫ن‬ِّ‫م‬
ْ
‫وا‬ُ‫اب‬
َ
‫ت‬
َ َّ
‫ٱّلل‬ٞ‫ِّيم‬‫ح‬َّ‫ر‬ ٞ‫ور‬
ُ
‫ف‬
َ
‫غ‬٥
4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik
5. kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
 Q.S. an-Nur [24]: 13
40
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm. 53
33 |K E L O M P O K 6
َ
‫ال‬ۡ‫و‬
َّ
‫ل‬
ۡ
‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬
َ
‫ل‬
ۡ
‫ذ‬ِّ‫إ‬
َ
‫ف‬ََۚ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬
ُ
‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬
َ
‫أ‬ِّ‫ب‬ ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬ ‫و‬ُ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫ج‬ِّ‫ب‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ت‬ِّ‫ء‬
ٓ
‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬‫ٱلش‬َ‫ِّند‬‫ع‬
َ
‫ك‬ِّ‫ئ‬َ
َ
‫ل‬ْ‫و‬
ُ
‫أ‬
َ
‫ف‬ِّ
َّ
‫ٱّلل‬ُ‫م‬
ُ
‫ه‬ُ‫ِّب‬‫ذ‬َٰ َ
‫ك‬
ۡ
‫ٱل‬
َ
‫ون‬
١٣
13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi
atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka
mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta
 Q.S. an-Nur [24]: 23-24
َّ
‫ن‬ِّ‫إ‬َ‫ِّين‬
َّ
‫ٱَّل‬
َ
‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ِّ‫ت‬َٰ َ
‫ل‬ِّ‫ف‬َٰ َ
‫غ‬
ۡ
‫ٱل‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ِّن‬‫م‬
ۡ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ۡ
‫ٱل‬ِّ‫يف‬
ْ
‫وا‬ُ‫ن‬ِّ‫ع‬
ُ
‫ل‬‫ا‬َ‫ي‬
ۡ
‫ن‬‫ٱَل‬َ‫و‬ِّ‫ة‬َ‫ِّر‬‫خ‬‫ٱٓأۡل‬‫اب‬
َ
‫ذ‬
َ
‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬َ‫و‬
ٞ‫يم‬ِّ‫ظ‬
َ
‫ع‬٢٣َ‫م‬ۡ‫و‬َ‫ي‬
َ
‫ون‬
ُ
‫ل‬َ‫م‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬
ْ
‫وا‬
ُ
‫ن‬
َ
‫َك‬ ‫ا‬َ‫م‬ِّ‫ب‬ ‫م‬ُ‫ه‬
ُ
‫ل‬ُ‫ج‬ۡ‫ر‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫د‬ۡ‫ي‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ت‬
َ
‫ِّن‬‫س‬
ۡ
‫ل‬
َ
‫أ‬ ۡ‫م‬ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬ ُ‫د‬َ‫ه‬
ۡ
‫ش‬
َ
‫ت‬٢٤
23. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah
lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi
mereka azab yang besar
24. pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka
terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan
2. Hadis
ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ‫ب‬
َ
‫أ‬
َ
‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬
ُ
‫ه‬ْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِّ ِّ‫ب‬َّ‫انل‬
َّ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ
‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬
َ
‫ع‬َ‫م‬
َّ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬‫وا‬ُ‫ب‬ِّ‫ن‬َ‫ت‬
ْ
‫اج‬َ‫ع‬ْ‫ب‬ َّ‫الس‬ِّ‫ات‬
َ
‫ق‬ِّ‫وب‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬
َ
‫ق‬‫وا‬
ُ
‫ال‬‫ا‬َ‫ي‬
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ
َّ
‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬َّ‫ن‬
ُ
‫ه‬
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ُ‫ك‬ْ ِّ‫الرش‬ِّ
َّ
‫اّلل‬ِّ‫ب‬ُ‫ر‬
ْ
‫ح‬ِّ‫الس‬َ‫و‬
ُ
‫ل‬
ْ
‫ت‬
َ
‫ق‬َ‫و‬ِّ‫س‬
ْ
‫ف‬َّ‫انل‬ِّ‫ت‬
َّ
‫ال‬َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ُ َّ
‫اّلل‬
َّ
‫ال‬ِّ‫إ‬َْ
‫اۡل‬ِّ‫ب‬ِّ‫ق‬
ُ
‫ل‬
ْ
‫ك‬
َ
‫أ‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ب‬ِّ‫الر‬
ُ
‫ل‬
ْ
‫ك‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ِّ‫ال‬َ‫م‬ِّ‫م‬‫ي‬ِّ‫ت‬َ ْ
‫اۡل‬ِّ‫ل‬َ‫و‬َّ‫اتل‬َ‫و‬َ‫م‬ْ‫و‬َ‫ي‬ِّ‫ف‬
ْ
‫ح‬َّ‫الز‬
ُ
‫ف‬
ْ
‫ذ‬
َ
‫ق‬َ‫و‬ِّ‫ات‬َ‫ن‬ َ‫ص‬
ْ
‫ح‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬ِّ‫ات‬َ‫ِّن‬‫م‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬
ِّ‫ت‬
َ
‫ِّٗل‬‫ف‬‫ا‬
َ
‫غ‬
ْ
‫ال‬
34 |K E L O M P O K 6
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Jauhilah tujuh
dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja
tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah,
sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba,
makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-
baik melakukan perzinahan." (H.R. al-Bukhari, Muslim, Nasa’i).41
C. Sanksi Qazf
Sebagaimana jarimah-jarimah lain, jarimah qadzf dapat dilaksanakan apabila syarat
dan rukunnya telah terpenuhi.
Syarat qadzf ada tiga macam, yaitu syarat bagi penuduh, syarat bagi
tertuduh, dan syarat bagi materi tuduhan. Penuduh harus memenuhi tiga syarat,
yaitu (1) penuduh harus berakal sehat, (2) penuduh harus sudah baligh, dan (3)
penuduh harus dalam keadaan sadar. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi
pihak tertuduh ada lima syarat, yaitu (1) tertuduh harus sudah beragama Islam, (2)
tertuduh harus berakal sehat, (3) tertuduh harus sudah baligh, (4) tertuduh harus
merdeka, dan (5) tertuduh harus orang yang baik dan menjaga diri dari kemaksiatan
seksual. Kemudian syarat yang berkaitan dengan materi tuduhan, yaitu berupa
tuduhan zina atau penolakan nasab kepada ayah. Adapun cara melemparkan
tuduhan ada dua, yaitu sharih dan kinayah. Sharih adalah kalimat tegas, sesperti
‫اوزنيت‬ ‫زنيت‬ kamu berzina atau ‫اويازانية‬ ‫يازاني‬ hai pezina. sementara itu, kinayah
adalah kalimat sindiran, seperti hai perempuan fasik, pendosa, cabul.42
Jika syarat diatas terpenuhi maka had qazf telah jatuh yaitu didera/di
cambuk sebanyak 80 kali bagi qadzif yang merdeka.
D. Pembuktian dan Penetapan Qazf
Bagi hakim, pembuktian dan penetapan suatu tindakan pidana dengan
ancaman hukuman hadd bisa dilakukan berdasarkan bayyinah (saksi) atau
pengakuan, dengan ketentuan terpenuhinya sejumlah syarat-syarat tertentu.
41
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 280.
42
M. Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 41
35 |K E L O M P O K 6
Diantara syarat-syarat tersebut ada yang menyangkut sarana pembuktian itu sendiri,
yaitu sarana pembuktian berupa bayyinah atau pengakuan. Dan sebagian yang lain
merupakan syarat yang menjadi penentu boleh tidaknya hakim melakukan proses
hukum pembuktian terhadap kasus yang ada dengan menggunakan sarana-sarana
pembuktian di atas, yaitu syarat adanya al-khususmah, yakni pelaporan perkara dan
pengajuan tuntutan.
Al-khusumah maknanya adalah mengajukan laporan perkara atau tuntutan.
Khusumah tidak menjadi pra syarat dalam hukuman had zina dan menenggak
minuman keras. Akan tetapi khusumah menjadi pra syarat dalam hukuman hadd
pencurian sebagaiman yang akan saya jelaskan di bagian mendatang. Khusumah
juga menjadi pra syarat dalam penetapan hukuman had qadzf berdasarkan
kesaksian dan pengakuan.
Penulis akan mebahas khusumah dari dua sisi, yaitu sisi hukum khusumah
dan sisi yang berhak mengajukan khusumah dan siapa yang tidak berhak.
Hukum khusumah atau pengajuan dakwaan dan tuntutan
Yang lebih bagi seseorang yang dituduh melakukan zina (maqdzuf) adalah
tidak melakukan khusumah. Karena jika melakukan khusumah, maka itu akan
menyebabkan tersiarnya tindak kekejian. Sehingga ia disunnahkan untuk tidak
melakukannya. Begitu juga, memaafkan dan tidak jadi melakukan khusumah
adalah lebih utama.
Orang yang berhak melkukan khusumah dan yang tidak
Pihak yang diqadzf (maqdzuf, pihak yang dituduh melakukan zina) ada
kalanya dia masih hidup ketika terjadi qadzf dan ada kalanya dia sudah meniggal.
Jika saat itu dia masih hidup, tidak ada seorang pun yang memiliki hak melakukan
khusumah kecuali hanya dirinya, tidak ada seorang pun yang memiliki hak itu
meskipun itu adalah anak atau orang tuanya sendiri, apakah saat itu dia sedang ada
ditempat ataupun sedang tidak ada. Karena jika dia masih hidup pada saat terjadi
qadzf, dialah yang sejatinya menjadi tertuduh dan yang menanggung aib dan malu
sehingga dia sendirilah yang mempunyai hak khusumah.
Adapun jika pihak maqdzuf adalah orang yang sudah meninggal pada saat
qadzf, maka hak khususmah ada itangan orang tua ke atas (kakek dan seterusnya)
36 |K E L O M P O K 6
dan anak ke bawah (cucu dan seterusnya). Karena esensi qadzf yaitu menimpakan
aib dan malu, juga menimpa orang tua dan anak orang yang dituduh. Karena orang
tua dan anak merupakan bagian dari diri seseorang. Tuduhan terhadap seseorang
juga berarti menuduh kepada orang-orang yang menjadi bagian dari dirinya (anak
ke bawah) dan orang-orang yang dirinya bagian dari diri mereka (orang tua ke atas)
sehingga qadzf dari segi substansinya berati juga menimpa mereka para anggota
keluarga tertuduh (orang tua dan anak). Adapun orang yang sudah meninggal tidak
terpengaruh oleh efek qadzf, karena dia sudah tidak lagi merasa dipermalukan
dengan adanya qadzf tersebut.
Adapun pembuktian dan penetapan setelah al-khusumah dapat kami uraikan
berikut:
a. Perwakilan dalam Mengambil Hak Hukuman Hadd
Pengambilan hak hukuman hadd harus disertai dengan kehadiran maqdzuf
dan kehadiran wali korban dalam pengambilan hak qishas. Karena
pengambilan hak hukuman hadd ketika tidak disertai dengan kehadiran orang
yang mewakilkan, adalah pengambilan hak hukuman hadd yang disertai
adanya syubhat. Karena bisa jadi jika maqdzuf hadir diacara pelaksanaan
hukuman had qadzf tersebut, dia akan mengakui dan membenarkan apa yang
dituduhkan oleh penuduh kepadanya. Dan hukuman had tidak boleh
dilaksanakan ketika masih menyisakan syubhat.
b. Syarat-syarat Bayyinah untuk Pembuktian dan Penetapan Kasus Qadzaf
Syarat-syarat bayyinah (saksi) yang diajukan oleh maqdzuf dalam
pembuktian dan penetapan adanya qadzf, adalah sama dengan syarat-syarat
umum bayyinah yang berlaku dalam semua kasus pidana dengan hukuman
hadd sebagaimana yang telah dijelaskan di depan, yaitu, laki-laki dan ashalaah
(orisinil). Oleh karena itu, kesaksian wanita, kesaksian atas kesaksian dan surat
hakim adalah tiak dapat diterima.
c. Syarat-Syarat Pengakuan Telah Melakukan Qadzf
Begitu juga syarat-syarat pengakuan telah melakukan qadzf adalah sama
dengan syarat-syarat umum pengakuan dalam kasus-kasus pidana dengan
37 |K E L O M P O K 6
hukuman had yang lainnya, yaitu baligh dan dapat berbicara. Oleh karena itu,
pengakuan anak kecil dalam pidana dengan ancaman hukuman had adalah
tidak dapat diterima. Begitu juga dengan pengakuan orang yang bisu, baik
dengan melalui tulisan maupun isyarat, sebagaimana hal ini telah dijelaskan di
dalam pembahasan hadd zina.
Menurut kesepakan ulama, pengakuan telah melakukan qadzf tidak
disyaratkan harus berbilang, akan tetapi satu kali sudah cukup. Begitu juga,
tidak disyaratkan harus belum kadaluwarsa.
d. Penetapan dan Pembuktian Tindak Pidana Qadzf dengan berdasarkan
Pengetahuan Hakim
Ulama Hanafiyah bersepakat, tindak pidana qadzf dapat dibuktikan dan
ditetapkan dengan berdasarkan pengetahuan hakim di masa dan di tempat
persidangan. Namun ulama Hanafiyah berbeda pendapat mengenai penetapan
dan pembuktian tindak pidana qadzf dengan berdasarkan pengetahuan hakim
di selain masa dan tempat persidangan. Ulama Hanafiyah generasi pertama
mengatakan boleh. Sedangkan Ulama Hanafiyah generasi terakhir mengatakan
tidak boleh secara mutlak dalam kasus-kasus yang dipersengketakan, dengan
alasan kondisi dunia peradilan sangat korup.
E. Hal-hal Yang Dapat Menggugurkan Hukuman Qazf
Hukuman had qadzf bisa gugur karena salah satu dari tiga hal berikut:
1. Tuduhan perzinaan terhadap maqdzuf telah bisa dibuktikan dengan
berdasarkan saksi atau pengakuan maqdzuf bahwa dirinya memang telah
berzin.
2. Pihak maqdzuf memberikan maaf dan ampunan kepada pihak qaadzif menurut
ulama Syafi’iyah. Karena menurut mereka, had qadzf adalah termasuk hak
Adami.
3. Adanya li’an yang terjadi di antara kedua suami-istri.43
43
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie al-Kattani, Jilid 7, hlm.
345-360
38 |K E L O M P O K 6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Had (hudud) secara terminologis ialah sanksi yang telah ditetapkan untuk
melaksanakan hak Allah.
 Hudud terbagi menjadi 2 macam yaitu Hak untuk Allah dan Hak Untuk
Makhluk
 Zina ialah perbuatan bersenggama antara laki-laki dna perempuan yang
tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan
bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang
perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat
perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
 Motif perilaku zina pada zaman sekarang yaitu: motif ekonomi, motif
mencari kesenangan sesaat, motif menunjukkan harga diri.
 Pembuktian dari jarimah zina yaitu: pengakuan dan persaksian
 Uqubah yang disebabkan oleh zina terhadap pezina yaitu: jika belum pernah
menikah dicambuk 100 kali, jika sudah menikah di rajam hingga mati.
 Akibat dari perilaku zina kepada pernikahan ada 2 pendapat, yaitu: haram
dan boleh
 Qazf yaitu menuduh perempuan baik-baik berbuat zina atau menuduh
seorang yang tidak melakukan zina akan berzina
 Sanksi hukum qazf yaitu dicambuk sebanyak 80 kali
 Pembuktian qazf dapat dibuktikan dengan mendahulukan laporan yang
dikenal dengan istilah al-khusamah
 Hal-hal yang dapat menggugurkan hukuman qazf yaitu: tuduhan bisa dapat
dibuktikan, dimaafkan, dan terjadi li’an diantara qadzif dan mahdzuf.
39 |K E L O M P O K 6
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Irfan, Nurul. 2016. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.
Khalafi, Al, Abdul ‘Azhim bin Badawi. 2011. al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-
Kitab al-‘Aziz, Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz. Jakarta: Pustaka
as-Sunnah.
Malik, Muhammad Abduh. 2003. Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan
KUHP). Jakarta: Bulan Bintang.
Mawardi, Al, Abu al-Hasan Ali bin Muhammad. 2006. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah
di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, Bekasi: Darul Falah.
Mubarak, Faishal bin Abdul Aziz Alu. 2012. Bustanul Akhbar Mukhtashar Nail al-
Authar, Penerjemah: Amir Hamzah Fachruddin dkk. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Nurul Irfan dan Masyrofah. 2015. Fiqh Jinayah, cet. Ketiga, Jakarta: Amzah.
Rusyd, Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu. 2007. Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dkk.
Jakarta: Pustaka Amani.
Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqh al-Sunnah. Kairo: Dar el-Hadith.
Schacht, Joseph. 2010. An Introduction to Islamic Law, Penterjemah: Joko Supomo.
Bandung: Nuansa.
Zuhaili, Al, Wahbah. 2007. Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie
al-Kattani.Depok: Gema Insani.

More Related Content

What's hot (20)

Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
PPT Haji dan Umrah
PPT Haji dan UmrahPPT Haji dan Umrah
PPT Haji dan Umrah
 
jarimah hudud
jarimah hududjarimah hudud
jarimah hudud
 
Makalah puasa 2
Makalah puasa 2Makalah puasa 2
Makalah puasa 2
 
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranPengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
 
jarimah qishash diyat
jarimah qishash diyatjarimah qishash diyat
jarimah qishash diyat
 
Maqashid Syariah
Maqashid SyariahMaqashid Syariah
Maqashid Syariah
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
 
Makalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syakMakalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syak
 
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADHUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
 
5 tema-tema besar fiqih
5 tema-tema besar fiqih5 tema-tema besar fiqih
5 tema-tema besar fiqih
 
Ulumul hadits
Ulumul haditsUlumul hadits
Ulumul hadits
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
 
PPT Sholat Sunnah
PPT Sholat SunnahPPT Sholat Sunnah
PPT Sholat Sunnah
 
Konsep Moderasi Beragama
Konsep Moderasi BeragamaKonsep Moderasi Beragama
Konsep Moderasi Beragama
 
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
Presentasi Ushul Fiqh (Hukum Taklifi & Wadh'i)
 
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyas
 
'urf, syar'u man qablana
'urf, syar'u man qablana'urf, syar'u man qablana
'urf, syar'u man qablana
 
Ppt tasawuf
Ppt tasawufPpt tasawuf
Ppt tasawuf
 

Similar to Hukum HududZinaQazf

PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptxPPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptxRINIRISDAYANTI0125
 
Bab v-sumber-hukum-islam
Bab v-sumber-hukum-islamBab v-sumber-hukum-islam
Bab v-sumber-hukum-islamharis budi
 
Agama taklifi
Agama taklifiAgama taklifi
Agama taklififarezzz
 
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.radar radius
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Ltfltf
 
Fiqh Jinayah Bab Hudud
Fiqh Jinayah Bab HududFiqh Jinayah Bab Hudud
Fiqh Jinayah Bab HududKolomnesia
 
Nota mudah memahami hukum hudud
Nota mudah memahami hukum hududNota mudah memahami hukum hudud
Nota mudah memahami hukum hududkatsumaru
 
hudud_presentation_pptx.pptx
hudud_presentation_pptx.pptxhudud_presentation_pptx.pptx
hudud_presentation_pptx.pptxWarisanUlama
 
Hudud,qisas,diat,dan takzir
Hudud,qisas,diat,dan takzirHudud,qisas,diat,dan takzir
Hudud,qisas,diat,dan takzirshashahussein
 
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdfRINIRISDAYANTI0125
 
Studi hadist kelompok 1
Studi hadist kelompok 1Studi hadist kelompok 1
Studi hadist kelompok 1NaufalAbyan5
 
5 sumber hukum islam-5
5 sumber hukum islam-55 sumber hukum islam-5
5 sumber hukum islam-5adulcharli
 

Similar to Hukum HududZinaQazf (20)

PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptxPPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
 
Bab v-sumber-hukum-islam
Bab v-sumber-hukum-islamBab v-sumber-hukum-islam
Bab v-sumber-hukum-islam
 
Tugas agama islam
Tugas agama islamTugas agama islam
Tugas agama islam
 
Agama taklifi
Agama taklifiAgama taklifi
Agama taklifi
 
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
 
Karakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islamKarakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islam
 
Karakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islamKarakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islam
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2
 
Fiqh Jinayah Bab Hudud
Fiqh Jinayah Bab HududFiqh Jinayah Bab Hudud
Fiqh Jinayah Bab Hudud
 
Pemahaman bid'ah
Pemahaman bid'ahPemahaman bid'ah
Pemahaman bid'ah
 
Sumber hukum islam
Sumber hukum islam Sumber hukum islam
Sumber hukum islam
 
Nota mudah memahami hukum hudud
Nota mudah memahami hukum hududNota mudah memahami hukum hudud
Nota mudah memahami hukum hudud
 
hudud_presentation_pptx.pptx
hudud_presentation_pptx.pptxhudud_presentation_pptx.pptx
hudud_presentation_pptx.pptx
 
Hudud,qisas,diat,dan takzir
Hudud,qisas,diat,dan takzirHudud,qisas,diat,dan takzir
Hudud,qisas,diat,dan takzir
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
 
Makalah sumber hukum islam
Makalah sumber hukum islamMakalah sumber hukum islam
Makalah sumber hukum islam
 
Studi hadist kelompok 1
Studi hadist kelompok 1Studi hadist kelompok 1
Studi hadist kelompok 1
 
5 sumber hukum islam-5
5 sumber hukum islam-55 sumber hukum islam-5
5 sumber hukum islam-5
 

More from AZA Zulfi

Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirIddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirAZA Zulfi
 
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail FiqhiyahPoligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail FiqhiyahAZA Zulfi
 
Hukum Bank Asi dan Bank Sperma
Hukum Bank Asi dan Bank SpermaHukum Bank Asi dan Bank Sperma
Hukum Bank Asi dan Bank SpermaAZA Zulfi
 
Hukum KB, Sterilisasi dan Aborsi
Hukum KB, Sterilisasi dan AborsiHukum KB, Sterilisasi dan Aborsi
Hukum KB, Sterilisasi dan AborsiAZA Zulfi
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaHukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaAZA Zulfi
 
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin Gantung
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin GantungNikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin Gantung
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin GantungAZA Zulfi
 
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail FiqhiyahNikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail FiqhiyahAZA Zulfi
 
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahNikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahAZA Zulfi
 
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail FiqhiyahPernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail FiqhiyahAZA Zulfi
 
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan Kloning
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan KloningPresentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan Kloning
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan KloningAZA Zulfi
 
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan Kloning
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan KloningMakalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan Kloning
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan KloningAZA Zulfi
 
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level Marketing
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level MarketingMakalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level Marketing
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level MarketingAZA Zulfi
 
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...AZA Zulfi
 
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang DziharMakalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang DziharAZA Zulfi
 
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...AZA Zulfi
 
Makalah Instrumen HAM Internasional
Makalah Instrumen HAM InternasionalMakalah Instrumen HAM Internasional
Makalah Instrumen HAM InternasionalAZA Zulfi
 
Tasyri pada masa_nabi_saw
Tasyri pada masa_nabi_sawTasyri pada masa_nabi_saw
Tasyri pada masa_nabi_sawAZA Zulfi
 
Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
Pengetahuan dan Ukuran KebenaranPengetahuan dan Ukuran Kebenaran
Pengetahuan dan Ukuran KebenaranAZA Zulfi
 
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .ppt
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .pptSejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .ppt
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .pptAZA Zulfi
 

More from AZA Zulfi (20)

Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirIddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
 
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail FiqhiyahPoligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Poligami dan Poliandri Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
 
Hukum Bank Asi dan Bank Sperma
Hukum Bank Asi dan Bank SpermaHukum Bank Asi dan Bank Sperma
Hukum Bank Asi dan Bank Sperma
 
Hukum KB, Sterilisasi dan Aborsi
Hukum KB, Sterilisasi dan AborsiHukum KB, Sterilisasi dan Aborsi
Hukum KB, Sterilisasi dan Aborsi
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaHukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
 
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin Gantung
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin GantungNikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin Gantung
Nikah Massal, Nikah Dibawah Umur, Kawin Gantung
 
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail FiqhiyahNikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Nikah Melalui Teknologi Dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
 
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyahNikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
Nikah Mut'ah dan Nikah dibawah Tangan dalam perspektif masail fiqhiyah
 
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail FiqhiyahPernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Masail Fiqhiyah
 
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan Kloning
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan KloningPresentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan Kloning
Presentasi Masail FIqhiyah tentang Inseminasi, Bayi Tabung, dan Kloning
 
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan Kloning
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan KloningMakalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan Kloning
Makalah Masail Fiqhiyah Tentang Inseminasi, Bayi Tabung dan Kloning
 
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level Marketing
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level MarketingMakalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level Marketing
Makalah Filsafat Hukum Islam tentang Asuransi Syariah dan Multi Level Marketing
 
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...
 
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang DziharMakalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
 
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...
 
Makalah Instrumen HAM Internasional
Makalah Instrumen HAM InternasionalMakalah Instrumen HAM Internasional
Makalah Instrumen HAM Internasional
 
Tasyri pada masa_nabi_saw
Tasyri pada masa_nabi_sawTasyri pada masa_nabi_saw
Tasyri pada masa_nabi_saw
 
Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
Pengetahuan dan Ukuran KebenaranPengetahuan dan Ukuran Kebenaran
Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
 
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .ppt
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .pptSejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .ppt
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan fix .ppt
 
Demokrasi
DemokrasiDemokrasi
Demokrasi
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 

Hukum HududZinaQazf

  • 1. MAKALAH FIKIH JINAYAH KELOMPOK 6 JARIMAH HUDUD, ZINA, dan Qazf Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Jinayah Dosen Pengampu : Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik Disusun Oleh : 1. Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003 2. Finza Khasif 11150440000020 3. Raudhotul Maghfirah 11150440000046 4. Alawiyah 11150440000061 HUKUM KELUARGA 4A FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
  • 2. i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat kuasanya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan sholawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman kebenaran. Terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik yang telah memberikan tugas agar kita dapat mengerti dan memahami hudud, zina dan Qazf. Tujuan penulisan ini untuk menginformasikan kepada pembaca tentang jarimah hudud, zina dan pencurian dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis dan umumnya untuk seluruh pembaca sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai. Kami menyadari bahwa penulisan ini banyak kekurangan. Apabila ada kesalahan pada tulisan ini kami sangat memerlukan kritik dan saran teman teman kurang lebihnya mohon maaf.
  • 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………….………………...... i DAFTAR ISI………………………………………………….……........ii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang …………………………………………………………. 1 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1 Tujuan ………………………………………………………………….. 2 BAB II Hudud ……….... ……..…………………………………………………. 3 Jarimah Zina …..……………………………………………..................…6 Jarimah Qazf ……...……………………………………………………..30 BAB III Penutup Kesimpulan ............................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA ………....…………………..………...……. 39
  • 4. 1 |K E L O M P O K 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diantaranya pengarahan syariat Islam yang murni dan tujuannya yang asasi adalah memelihara lima hal yang paling penting, yaitu: akal, keturunan, jiwa, agama, dan harta. Lima hal ini dianggap penting karena seluruh agama dan syariat menetapkan pemeliharaannya dan mengatur bagaimana menjaganya, karena lima hal ini merupakan hal-hal yang mesti dalam kehidupan manusia. Karena keturunan adalah salah satu dari lima perkara penting ini, maka syariat Islam mensyariatkan hukuman yang berat yang menjeratkan demi terciptanya keamanan dan kestabilan sosial. Memang, hukuman (zina) seperti yang ditetapkan syariat Islam berat tetapi hukuman itu adil. Sebab, siapakah dalam hal ini yang dihukum? Bukankah yang dihukum itu jiwa yang haynyut mengikuti ajakan hawa nafsunya seperti hewan yang tidak memperdulikan lagi jalan untuk memenuhi syahwatnya serta tidak menghiraukan akibat dan bahayanya? Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini untuk mneginformasikan kepada pembaca agar memahami dan mengetahui bagaimana syariat Islam menetapkan hukuman terhadap zina dan qazf yang bertujuan untuk menciptakan keamanan dan kestabilan sosial dan juga memelihara manusia dari kebinasaan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan hudud? 2. Apa saja macam-macam hudud? 3. Apa yang dimaksud zina? 4. Apa yang menjadi dasar hukum jarimah zina? 5. Bagaimana motif pelaku zina?
  • 5. 2 |K E L O M P O K 6 6. Bagaimana cara pembuktian jarimah zina? 7. Apa saja yang menjadi uqubah jarimah zina dan bagaimana pelaksanaanya? 8. Apa akibat zina terhadap pernikahan? 9. Apa yang dimaksud qazf? 10. Apa yang menjadi dasar hukum jarimah qazf? 11. Bagaimana sanksi qazf? 12. Bagaimana pembuktian dan penetapan qazf? 13. Apa saja yang dapat menggugurkan had qazf? C. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang hudud khususnya pada jarimah dan qazf dalam bahasan fiqh jinayah.
  • 6. 3 |K E L O M P O K 6 BAB II PEMBAHASAN 1. Hudud A. Pengertian Secara etimologis, hudud yang merupakan bentuk jamak dari kata had yang berarti al-man’u (larangan, pencegahan). Adapun secara terminologis, Al-Jurjani mengartikan sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secara haq karena Allah SWT. Sementara itu, sebagian ahli fiqh sebagaimana dikutip Abdul Qadir Audah, berpendapat bahwa had ialah sanksi ang telah ditentukan secara syara’. Dengan demikian, had atau hudud mencakup semua jarimah baik hudud, qishash, maupun diyat; sebab sanksi keseluruhannya telah ditentukan secara syara’. Lebih lengkap dari kedua definisi diatas, Nawawi Al-Bantami mendefinisikan hudud, yaitu sanksi yang telah ditentukan dan wajib diberlakukan kepada seseorang yang melanggar suatu pelanggaran yang akhirnya sanksi itu dituntut, baik dalam rangka memberikan peringatan pelaku maupun dalam rangka memaksanya.1 Dengan lebih mendetail, Al-Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa hudud secara bahasa berarti pencegahan. Sanksi-sanksi kemaksiatan disebut dengan hudud, karena pada umumnya dapat mencegah pelaku dari tindakan mengulang pelanggaran. Adapun arti kata had mengacu pada pelanggaran sebagaiimana firman Allah (QS: Al-Baqarah (2): 187), “itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.” Lebih lanjut Al-Sayid Sabiq menjelaskan bahwa had (hudud) secara terminologis ialah sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah. 1 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet. Ketiga, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 14
  • 7. 4 |K E L O M P O K 6 Dengan demikian ta’zir tidak termasuk ke dalam cakupan definisi ini karena penentuannya diserahkan menurut pendapat hakim setempat. Demikian halnya qishash yang tidak termasuk dalam cakupan hudud karena merupakan hak sesama manusia untuk menuntut balas dan keadilan.2 Sementara itu dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasit, tim perumusnya mendefinisikan hudud, yaitu sanksi yang telah ditentukan dan wajib dibebankan kepada pelaku tindak pidana. Dalam kamus Mu’jam Lughowi Mutawwal, Abdullah Al-Bustani mengemukakan bahwa arti had, yaitu pelajaran (hukuman) bagi pelaku perbuatan dosa dengan sesuatu yang dapat mencegahnya dari kebiasaan (buruk) dan juga berfungsi mencegah pihak lain agar tidak melakukan perbuatan dosa. Butrul Al-Bustani dalam kamus Muhit Al-Muhitmendefinisikan hudud menurut fuqaha adalah sanksi yang telah ditentukan dan wajib dilaksanakan secara benar karena Allah SWT. Sanksi hukum ini disebut dengan had karena dapat mencegah pelaku dari kegiatan dosanya yang telah rutin. Batas yang dapat membedakan benda-benda tidak bergerak dari benda-benda lain yang juga tidak bergerak seperti dinding dan tanah-tanah. Hampir sama dengan uraian Al-Sayyid Sabiq, dalam Al-Majmu’ Imam Al- Nawawi disebutkan arti had secara bahasa ialah penghalang. Oleh karena itu, penjaga pintu dalam bahasa Arab disebut hadid karena bertugas menghalang- halangi setiap orang yang bukan penghuninya. Baju besi dalam bahasa arab juga disebut hadid karena dapat menghalangi tusukan pedang bagi pemakainya. Sementara itu, had secara syara’ berfungsi untuk menghalang-halangi seorang pelaku tindak pidana agar tidak kembali melakukan perbuatan yang telah dilakukannya. Al-Mawardi berkata, “Hudud ialah Zawajir (pencegahan-pencegahan) yang disiapkan Allah SWT untuk menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap 2 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Dar el-Hadith, 2009), hlm. 228.
  • 8. 5 |K E L O M P O K 6 sesuatu yang dilarang Allah SWT dna meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya untuk dikerjakan, karena dominasi syahwat membuat orang lupa akan ancaman akhirat.3 Dari segi redaksional, definisi Al-Mawardi yang dikutip oleh Abu Ya’la ini berbeda dengan beberapa definisi hudud yang telah dipaparkan sebelumnya. Secra tegas, Al-Mawardi menganggap hudud sama dengan zawajir (ancaman-ancaman), sementara beberapa penulis lain menyebutnya uqubah (sanksi). Namun demikian, jika diteliti dari semua definisi hudud diatas, pada dasarnya sama, yaitu sanksi atau ancaman yang telah ditentukan secara jelas di dalam Alquran dan hadits. Sementara itu, Al-Sayyid Sabiq mengkhususkan bahwa hudud berkaitan dengan hak Allah. Oleh sebab itu, qishash tidak masuk didalamnya, karena yang dominan adalah hak adami. Demikian pula dengan persoalan ta’zir yang tidak ditentukan oleh nash dan merupakan kompetensi hakim setempat.4 B. Macam-macam Ditinjau dari segi dominasi hak, terdapat dua jenis hudud, yaitu sebagai berikut: 1. Hudud yang termasuk hak Allah. 2. Hudud yang termasuk hak Manusia.5 Menurut Abu Ya’la, hudud jenis pertama adalah semua jenis sanksi yang diberlakukan kepada pelaku karena ia meninggalkan semua hal yang diperintahkan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Adapun hudud dalam kategori yang kedua adalah semua jenis sanksi yang diberlakukan kepada seseorang karena ia melanggar larangan Allah, seperti berzina, mencuri, dan meminum khamar.6 Hudud jenis kedua ini terbagi menjadi dua. Pertama, hudud yang merupakan hak Allah, seperti hudud atas jarimah zina, meminum minuman keras, pencurian, 3 Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, (Bekasi: Darul Falah, 2006), hlm. 362. 4 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 14 5 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 16 6 Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 49
  • 9. 6 |K E L O M P O K 6 dan pemberontakan. Kedua, hudud yang merupakan hak manusia, seperti had qadzaf dan qishash. Kemudian jika ditinjau dari segi materi jarimah, hudud terbagi menjadi tujuh, yaitu hudud atas jarimah zina, qadzf, meminum minuman keras, pemberontakan, murtad, pencurian, dan perampokan.7 2. Jarimah Zina A. Pengertian Zina menurut bahasa adalah bersenggama dengan cara haram.8 Zina ialah perbuatan bersenggama antara laki-laki dna perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.9 Zina didefinisikan sebagai persenggamaan tanpa milk atau syubhah al-milk. Milk adalah hak yang timbul dari perkawinan atau kepemilikan budak perempuan. Syubhah berkaitan dengan keberadaan istri, misalnya, dalam perkawinan yang fasid, tetapi suami mengira pernikahan itu sah; atau selama masa iddah menjelang penetapan pembatalan perkawinan, dimana suami mengira dengan masa iddah sesudah perceraian yang dapat dirujuk.10 Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa zina ialah hubungan badan yang diharamkan dan disengaja oleh pelakunya.11 7 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 17 8 Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an, Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, (Depok: Keira, 2016), Jilid 2, hlm. 3 9 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 25 10 Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Penterjemah: Joko Supomo, (Bandung: Nuansa, 2010), hlm. 253. 11 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 18
  • 10. 7 |K E L O M P O K 6 Zina adalah hubungan badan yang diharamkan (dilluar hubungan pernikahan) dan disengaja oleh pelakunya.12 Ulama Hanafiyah mengatakan “Zina adalah koitus yang haram pada kemaluan depan perempuan yang masih hidup dan menggairahkan dalam kondisi atas kemauan sendiri (tidak dipaksa) dan kehendak bebasnya di daarul ‘adl (kawasan negara Islam yang dikuasai oleh pemerintah atau pemimpin yang sah) oleh orang yang berkewajiban menjalankan hukum-hukum Islam, tidak mempunyai hakikat kepemilikan, tidak mempunyai hakikat tali pernikahan, tidak mempunyai unsur syubhat kepemilikan, tidak mempunyai unsur syubhat tali pernikahan, tidak mempunyai unsur syubhat berupa kondisi samar dan kabur pada tempat dan kondisi samar dan kabur pada kepemilikan maupun tali pernikahan sekaligus.13 Menurut Muhammad ‘Aly al-Shabuni, zina adalah: ‫نكاح‬ ‫غري‬ ‫من‬ ‫الفرج‬ ‫يف‬ ‫المرأة‬ ‫الرجل‬ ‫وطء‬ ‫الرشع‬ ‫يف‬ ‫و‬ ‫المحرم‬ ‫الوطء‬ ‫اللغة‬ ‫يف‬ ‫الزين‬ ‫نكاح‬ ‫شبهة‬ ‫ال‬ ‫و‬ Zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina menurut syar’i ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui vagina diluar nikah dan bukan nikah syubhat.14 B. Dasar Hukum 1. Al-Qur’an - Q.S. al-Isra’ [17]: 32 12 Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, hlm. 49. 13 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie al-Kattani, (Depok: Gema Insani, 2007). Jilid 7, hlm. 303 14 Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an, Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 3
  • 11. 8 |K E L O M P O K 6 َ ‫ال‬َ‫و‬ ْ ‫وا‬ُ‫ب‬َ‫ر‬ ۡ ‫ق‬ َ ‫ت‬‫ى‬َ َ ‫ين‬ِّ‫ٱلز‬ُ‫ه‬ َّ ‫ن‬ِّ‫إ‬‫ۥ‬ ٗ ‫يٗل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ َ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬ ٗ ‫ة‬ َ ‫ش‬ِّ‫ح‬َٰ َ ‫ف‬ َ ‫ن‬ َ ‫َك‬٣٢ 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.  Q.S. al-Furqan [25]: 68 َ‫ِّين‬ َّ ‫ٱَّل‬َ‫و‬َ‫ع‬َ‫م‬ َ ‫ون‬ُ‫ع‬ۡ‫د‬َ‫ي‬ َ ‫ال‬ِّ َّ ‫ٱّلل‬ َ ‫ون‬ ُ ‫ل‬ُ‫ت‬ ۡ ‫ق‬َ‫ي‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ َ‫ر‬ َ ‫اخ‬َ‫ء‬ ‫ا‬ً‫ه‬ََٰ ‫ل‬ِّ‫إ‬َ‫س‬ ۡ ‫ف‬َّ‫ٱنل‬ِّ‫ت‬ َّ ‫ٱل‬َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ُ َّ ‫ٱّلل‬ِّ‫ب‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬ِّ‫ق‬َ ۡ ‫ٱۡل‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ ۡ ‫ل‬َ‫ع‬ ۡ ‫ف‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ َۚ َ ‫ون‬ ُ ‫ن‬ۡ‫ز‬َ‫ي‬‫ا‬ٗ‫ام‬ َ ‫ث‬ َ ‫أ‬ َ‫ق‬ ۡ ‫ل‬َ‫ي‬ َ ‫ِّك‬‫ل‬ََٰ ‫ذ‬٦٨ 68. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)  Q.S. an-Nur [24]: 02-03 ُ ‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َّ‫ٱلز‬َ‫و‬ِّ‫ان‬َّ‫ٱلز‬ َ ‫ف‬ ْ ‫وا‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬ِّ‫ِّين‬‫د‬ ِّ‫يف‬ ٞ ‫ة‬ َ ‫ف‬ ۡ ‫أ‬َ‫ر‬ ‫ا‬َ‫م‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬ ‫م‬ ُ ‫ك‬ ۡ ‫ذ‬ ُ ‫خ‬ ۡ ‫أ‬ َ ‫ت‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ٖٖۖ‫ة‬َ ۡ ‫ِل‬َ‫ج‬ َ ‫ة‬ َ ‫ئ‬ ْ ‫ِّا‬‫م‬ ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ۡ‫ِّن‬‫م‬ ٖ‫د‬ِّ‫ح‬َٰ َ‫و‬ َّ ُ ‫ُك‬ ِّ َّ ‫ٱّلل‬ِّ‫ب‬ َ ‫ون‬ُ‫ِّن‬‫م‬ ۡ ‫ؤ‬ ُ ‫ت‬ ۡ‫م‬ُ‫نت‬ ُ ‫ك‬ ‫ن‬ِّ‫إ‬ِّ َّ ‫ٱّلل‬َ‫و‬ِّ‫م‬ۡ‫و‬َ ۡ ‫ٱۡل‬‫ٱٓأۡل‬ِّٖۖ‫ِّر‬‫خ‬َ‫ِّن‬‫م‬ ٞ ‫ة‬ َ ‫ف‬ِّ‫ئ‬ ٓ ‫ا‬ َ‫ط‬ ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ع‬ ۡ‫د‬َ‫ه‬ ۡ ‫ش‬َ‫ي‬ ۡ ‫ل‬َ‫و‬َ‫ِّي‬‫ن‬ِّ‫م‬ ۡ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬٢ ِّ‫ان‬َّ‫ٱلز‬َ‫و‬ ٗ ‫ة‬ َ ‫ك‬ِّ ۡ ‫رش‬ُ‫م‬ ۡ‫و‬ َ ‫أ‬ ً ‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َ‫ز‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬ ُ‫ِّح‬‫ك‬‫ن‬َ‫ي‬ َ ‫ال‬ ُ ‫ة‬َ‫ِّي‬‫ن‬‫ا‬َّ‫ٱلز‬ َ ‫ِّك‬‫ل‬ََٰ ‫ذ‬ َ‫م‬ِّ‫ر‬ُ‫ح‬َ‫و‬ َۚ ٞ ‫ك‬ِّ ۡ ‫رش‬ُ‫م‬ ۡ‫و‬ َ ‫أ‬ ٍ‫ان‬َ‫ز‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬ ٓ ‫ا‬َ‫ه‬ُ‫ِّح‬‫ك‬‫ن‬َ‫ي‬ َ ‫ال‬ َ َ ‫لَع‬َ‫ِّي‬‫ن‬ِّ‫م‬ ۡ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬٣ 2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman
  • 12. 9 |K E L O M P O K 6 3. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. 2. Hadis ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ‫ن‬ْ‫اب‬ٍ‫اس‬َّ‫ب‬ َ ‫ع‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ع‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ َ ‫ال‬ِّ‫ين‬ْ‫ز‬َ‫ي‬ ُ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ ْ ‫ال‬َ‫ِّي‬‫ح‬ِّ‫ين‬ْ‫ز‬َ‫ي‬َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ ُ ‫ق‬ِّ ْ‫ْس‬َ‫ي‬ِّ‫ح‬َ‫ي‬ ُ ‫ق‬ِّ ْ‫ْس‬َ‫ي‬َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ُ‫ب‬َ ْ ‫رش‬َ‫ي‬َ‫ِّي‬‫ح‬َ ْ ‫رش‬َ‫ي‬ُ‫ب‬ َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ ُ ‫ل‬ُ‫ت‬ ْ ‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah berzina seorang hamba yang berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman, tidaklah ia meminum khamr ketika meminumnya dan ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah dia membunuh sedang dia dalam keadaan beriman." (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah) ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ‫د‬ْ‫ب‬ َ ‫ع‬ِّ َّ ‫اّلل‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ ‫اّلل‬ُ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ع‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُ‫ت‬ ْ ‫ل‬ ُ ‫ق‬‫ا‬َ‫ي‬ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬‫ي‬ َ ‫أ‬ِّ‫ب‬ ْ ‫ن‬ َّ ‫اَّل‬ُ‫م‬ َ ‫ظ‬ ْ ‫ع‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬ ْ َ ‫َت‬ ِّ َّ ِّ‫ّلل‬‫ا‬ًّ‫ِّد‬‫ن‬َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬ َ ‫ك‬ َ ‫ق‬ َ ‫ل‬ َ ‫خ‬ُ‫ت‬ ْ ‫ل‬ ُ ‫ق‬َّ‫م‬ ُ ‫ث‬‫ي‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬ َ ‫ل‬ُ‫ت‬ ْ ‫ق‬ َ ‫ت‬َ‫ك‬َ َ ‫َل‬َ‫و‬ْ‫ِّن‬‫م‬ِّ‫ل‬ ْ ‫ج‬ َ ‫أ‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫م‬َ‫ع‬ ْ‫ط‬َ‫ي‬ َ ‫ك‬َ‫ع‬َ‫م‬ُ‫ت‬ ْ ‫ل‬ ُ ‫ق‬َّ‫م‬ ُ ‫ث‬ ‫ي‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ ِّ‫ان‬َ‫ز‬ ُ ‫ت‬ َ ‫ة‬ َ ‫ِّيل‬‫ل‬َ‫ح‬َ‫ك‬ِّ‫ار‬َ‫ج‬ Dari Abdullah radliallahu 'anhu mengatakan; Saya bertanya; 'ya Rasullah, Dosa apa yang paling besar? 'Beliau menjawab: "engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Dia-lah yang menciptakanmu." 'kemudian apa?’ ‘tanyaku’. Beliau menjawab; "engkau membunuh anakmu karena khawatir akan makan bersamamu." Lanjutku; 'kemudian apa?’ beliau menjawab; "engkau berzina dengan istri tetanggamu." (H.R. al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)
  • 13. 10 |K E L O M P O K 6 ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ‫ب‬ َ ‫أ‬ َ ‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬ ُ ‫ه‬َ ِّ‫ض‬َ‫ر‬ُ َّ ‫اّلل‬ُ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ع‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫و‬ ُ ‫ه‬َ‫و‬ِّ‫يف‬ ِّ‫د‬ِّ‫ج‬ ْ‫س‬َ‫م‬ ْ ‫ال‬ُ‫اه‬ َ ‫اد‬َ‫ن‬ َ ‫ف‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬‫ا‬َ‫ي‬ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ن‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬ْ‫ي‬ َ ‫ن‬َ‫ز‬ َ ‫ض‬َ‫ر‬ ْ ‫ع‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ُ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ع‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ َ ‫د‬ َّ ‫د‬َ‫ر‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬ َ ‫أ‬ٍ‫ات‬َّ‫ر‬َ‫م‬ ‫ا‬َّ‫م‬ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬َ‫د‬ِّ‫ه‬ َ ‫ش‬ َ َ ‫لَع‬ِّ‫ه‬ِّ‫س‬ ْ ‫ف‬ َ ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬ َ ‫أ‬ٍ‫ات‬ َ ‫اد‬َ‫ه‬ َ ‫ش‬ُ‫ه‬ َ‫َع‬ َ ‫د‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ِّ‫ب‬ َ ‫أ‬ َ ‫ك‬‫ون‬ُ‫ن‬ُ‫ج‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ال‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ْ ‫ل‬َ‫ه‬ َ ‫ف‬َ‫ت‬ ْ ‫ن‬ َ‫ص‬ ْ ‫ح‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ْ‫م‬َ‫ع‬ َ ‫ن‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫وا‬ُ‫ب‬ َ ‫ه‬ ْ ‫اذ‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬ َ ‫ف‬ُ‫وه‬ُ ُ ُْ‫ار‬ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan; Seseorang mendatangi Rasulullah yang ketika itu sedang berada di masjid. Dia menyeru beliau dan berkata; 'Aku telah berzina.' Rasulullah berpaling darinya tetapi dia tetap mengulanginya sebanyak empat kali, setelah ia bersaksi empat kali atas dirinya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanggilnya dan bertanya; "apakah kamu mengalami sakit gila?" 'Tidak' jawabnya."Kamu sudah menikah?" Tanya Nabi. 'Ya' jawabnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "pergilah kalian bersama orang ini, dan rajamlah ia!" (H.R. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud). ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ َ ‫ة‬ َ ‫اد‬َ‫ب‬ ُ ‫ع‬ِّ‫ن‬ْ‫ب‬ِّ‫ِّت‬‫م‬‫ا‬ َّ‫الص‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫وا‬ ُ ‫ذ‬ ُ ‫خ‬ِّ‫ن‬ َ ‫ع‬‫وا‬ ُ ‫ذ‬ ُ ‫خ‬ ِّ‫ن‬ َ ‫ع‬ ْ ‫د‬ َ ‫ق‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ُ َّ ‫اّلل‬َّ‫ن‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬ ً ‫يٗل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ُ‫ر‬ ْ ‫ك‬ِّ ْ ‫اْل‬ِّ‫ر‬ ْ ‫ك‬ِّ ْ ‫اْل‬ِّ‫ب‬ُ ْ ‫ِل‬َ‫ج‬ٍ‫ة‬ َ ‫ِّائ‬‫م‬ُ ْ ‫ف‬ َ ‫ن‬َ‫و‬ٍ‫ة‬َ‫ن‬َ‫س‬ُ‫ب‬ِّ‫ي‬َّ‫اثل‬َ‫و‬ِّ‫ب‬ِّ‫ب‬ِّ‫ي‬َّ‫اثل‬ُ ْ ‫ِل‬َ‫ج‬ ٍ‫ة‬ َ ‫ِّائ‬‫م‬ُ‫م‬ ْ ‫ج‬َّ‫الر‬َ‫و‬ Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ikutilah semua ajaranku, ikutilah semua ajaranku. Sungguh, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka (kaum wanita), perjaka dengan perawan hukumannya adalah cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedangkan laki-laki dan wanita yang sudah menikah hukumannya adalah dera seratus kali dan dirajam." (H.R. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
  • 14. 11 |K E L O M P O K 6 ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ‫ب‬ َ ‫أ‬ٍ‫يد‬ِّ‫ع‬َ‫س‬ َّ ‫ن‬ َ ‫أ‬ ً ‫ٗل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ْ‫ِّن‬‫م‬َ‫م‬ َ ‫ل‬ْ‫س‬ َ ‫أ‬ ُ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُ‫ي‬ُ َ ‫ل‬ُ‫ِّز‬‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ن‬ْ‫ب‬ٍ‫ِّك‬‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ِّ‫ن‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬ْ‫ب‬ َ‫ص‬ َ ‫أ‬ ً ‫ة‬ َ ‫ِّش‬‫ح‬‫ا‬ َ ‫ف‬ُ‫ه‬ْ‫ِّم‬‫ق‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬َّ َ َ ‫لَع‬ُ‫ه‬ َّ ‫د‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ِّ‫ب‬َّ‫انل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫ا‬ً‫ار‬َ‫ِّر‬‫م‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َّ‫م‬ ُ ‫ث‬ َ ‫ل‬ َ ‫أ‬َ‫س‬ُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫و‬ َ ‫ق‬‫وا‬ ُ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫م‬ َ ‫ل‬ ْ ‫ع‬ َ ‫ن‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬‫ا‬ً‫س‬ ْ ‫أ‬َ‫ب‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬ُ‫ه‬ َّ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫اب‬ َ‫ص‬ َ ‫أ‬‫ا‬ً‫ئ‬ ْ ‫ي‬ َ ‫ش‬‫ى‬َ‫ر‬َ‫ي‬ُ‫ه‬ َّ ‫ن‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ُ‫ج‬ِّ‫ر‬ ْ ُ ‫ُي‬ُ‫ه‬ُ‫ه‬ ْ ‫ِّن‬‫م‬ِّ‫إ‬ َّ ‫ال‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫ام‬ َ ‫ق‬ُ‫ي‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬‫د‬َْ ‫اۡل‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ َ ‫ل‬ِّ‫إ‬ِّ ِّ‫ب‬َّ‫انل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬‫ا‬ َ ‫ن‬َ‫ر‬َ‫م‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬ُ‫ه‬َ ُ ُْ‫ر‬ َ ‫ن‬ َ ‫ق‬ َ ‫ال‬ ‫ا‬َ‫ن‬ ْ ‫ق‬ َ ‫ل‬ َ‫ط‬ ْ ‫ان‬ َ ‫ف‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬ َ ‫ل‬ِّ‫إ‬ِّ‫ِّيع‬‫ق‬َ‫ب‬ِّ‫د‬ َ ‫ق‬ْ‫ر‬ َ ‫غ‬ ْ ‫ال‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ف‬ُ‫اه‬َ‫ن‬ ْ ‫ق‬ َ ‫ث‬ْ‫و‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬َ‫و‬‫ا‬ َ ‫ن‬ْ‫ر‬ َ ‫ف‬َ‫ح‬ُ َ ‫ل‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُ‫اه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫م‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬‫ا‬ِّ‫ب‬ِّ‫م‬ ْ ‫ظ‬َ‫ع‬ ْ ‫ل‬ِّ‫ر‬َ‫د‬َ‫م‬ ْ ‫ال‬َ‫و‬ ِّ‫ف‬َ‫ز‬َ ْ ‫اْل‬َ‫و‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬َّ‫د‬َ‫ت‬ ْ ‫اش‬ َ ‫ف‬‫ا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫د‬َ‫د‬َ‫ت‬ ْ ‫اش‬َ‫و‬ُ‫ه‬ َ ‫ف‬ ْ ‫ل‬ َ ‫خ‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ َ ‫ض‬ْ‫ر‬ُ‫ع‬ِّ‫ة‬َّ‫ر‬َْ ‫اۡل‬َ‫ب‬ َ‫ص‬َ‫ت‬ ْ ‫ان‬ َ ‫ف‬‫ا‬َ َ ‫نل‬َ‫م‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ُ‫اه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬ ِّ‫د‬‫ِّي‬‫م‬ َ ‫ٗل‬َ ِّ‫ِب‬ِّ‫ة‬َّ‫ر‬َْ ‫اۡل‬ِّ‫ن‬ ْ ‫ع‬َ‫ي‬ َ ‫ة‬َ‫ار‬َ‫ِّج‬ ْ ‫اۡل‬َّ‫ت‬َ‫ح‬َ‫ت‬ َ ‫ك‬َ‫س‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬َّ‫م‬ ُ ‫ث‬َ‫ام‬ َ ‫ق‬ ُ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ِّ‫ه‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ ‫ا‬ً‫يب‬ِّ‫ط‬ َ ‫خ‬ْ‫ِّن‬‫م‬ِّ ِّ‫ش‬َ‫ع‬ ْ ‫ال‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬َ‫و‬ َ ‫أ‬‫ا‬َ‫م‬ َّ ُ ‫ُك‬‫ا‬َ‫ن‬ ْ ‫ق‬ َ ‫ل‬ َ‫ط‬ ْ ‫ان‬ ً ‫اة‬َ‫ز‬ ُ ‫غ‬ِّ‫يف‬ِّ‫يل‬ِّ‫ب‬َ‫س‬ِّ َّ ‫اّلل‬ َ ‫ف‬ َّ ‫ل‬ َ َ ‫َت‬‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِّ‫يف‬‫ا‬َ ِّ‫انل‬َ‫ِّي‬‫ع‬ُ َ ‫ل‬ ‫يب‬ِّ‫ب‬ َ ‫ن‬ِّ‫يب‬ِّ‫ب‬َ‫ن‬ َ ‫ك‬ِّ‫س‬ ْ ‫ي‬َّ‫اتل‬َّ َ َ ‫لَع‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬ َ ‫ال‬ َ ‫وت‬ ُ ‫أ‬ٍ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِّ‫ب‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬ َ ‫ف‬ َ ‫ِّك‬‫ل‬ َ ‫ذ‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬ُ‫ت‬ ْ ‫ل‬ َّ ‫ك‬ َ ‫ن‬ِّ‫ه‬ِّ‫ب‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ ْ ‫غ‬َ‫ت‬ْ‫اس‬ ُ َ ‫ل‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ُ‫ه‬َّ‫ب‬َ‫س‬ Dari Abu Sa'id, bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam yang bernama Ma'iz bin Malik mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata, "Sesungguhnya aku telah berbuat keji, oleh karena itu luruskanlah daku!" Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpaling darinya, hal itu terjadi sampai berkali- kali." Abu Sa'id berkata, "Kemudian beliau bertanya kepada kaumnya, mereka menjawab, "Kami tidak melihatnya berbuat keji melainkan dia telah melakukan sesuatu, dan dia tidak bisa keluar dari permasalahan itu kecuali jika telah ditegakkan had atasnya." Abu Sa'id melanjutkan, "Lalu dia kembali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliau memerintahkan kami untuk merajamnya." Abu Sa'id melanjutkan, "Setelah itu kami pergi ke Baqi' Gharqad, kami tidak mengikatnya
  • 15. 12 |K E L O M P O K 6 dan tidak pula memendamnya." Abu Sa'id melanjutkan, "Lalu kami melemparinya dengan tulang belulang dan tanah liat yang keras." Abu Sa'id berkata, "Ma'iz berusaha lari hingga sampai dekat Hurrah, namun kami mengejarnya dan mendapatkannya kembali, lalu kami melemparinya dengan bebatuan yang besar hingga dia diam (mati)." Di sore harinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berkhutbah, sabdanya: "Kenapa ketika kami berangkat perang untuk berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin). Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan itu melainkan aku akan memberinya sanksi." Abu Sa'id berkata, "Maka beliau tidak memintakan ampun untuknya dan tidak pula mencacinya." (H.R. Muslim).15 C. Motif Prilaku Perilaku artinya tingkah laku, kelakuan, perbuatan. Perilaku biasanya didahului oleh pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu. Pengetahuan itu berisikan aspek positif atau aspek negatif dari sesuatu hal tersebut. Apabila seseorang melihat lebih banyak atau lebih penting aspek positif yang ada didalamnya daripada aspek negatif maka akan tumbuh sikap positif terhadap perbuatan tersebut. Hal ini terjadi apabila manusia masih memiliki akal sehat dalam dirinya. Begitu pula sebaliknya. Apabila akal sehat sudah tidak berperan, tapi nafsu syahwat yang lebih dominan dari akal sehatnya maka yang terjadi adalah orang memiliki sikap positif bagi dirinya terhadap perbuatan yang memiliki aspek negatif lebih banyak tapi penting bagi dirinya. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tersebut akan menumbuhkan keyakinan, dan keyakinan akan membentuk sikap. Selanjutnya dari sikap akan membentuk niat untuk melakukan sehingga akan berkembang menjadi perilaku. 15 Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz, Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011). H. 820-826. Lihat juga Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Bustanul Akhbar Mukhtashar Nail al-Authar, Penerjemah: Amir Hamzah Fachruddin dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2012), Jilid4, hlm. 93-128.
  • 16. 13 |K E L O M P O K 6 Apabila pengetahuan dan pemahaman itu datang dari orang yang biasanya jadi panutan maka akan tumbuh keyakinan normatif terhadap aspek positif atau aspek negatif dari perbuatan tersebut. Selanjutnya keyakinan normatif itu akan berkembang menjadi norma subjektif tentang perbuatan tersebut. Dari norma subjektif tersebut kemudian tumbuh niat dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang selanjutnya berkembang menjadi perilaku. Namun sekali lagi perlu ditegaskan, apabila hal itu terjadi pada orang yang masih memiliki akal sehat dan akal sehatnya lebih dominan dari nafsu syahwatnya. Sebaliknya apabila nafsu syahwatnya lebih dominan dari akal sehatnya, maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu dia akan melakukan perbuatan yang aspek negatifnya lebih besar karena lebih penting bagi dirinya, meskipun perbuatan itu lebih banyak negatifnya bagi orang lain atau orang-orang lain dan juga bagi dirinya dari sudut etika sosial dan lain sebagainya. Pada zaman sekarang model-model perilaku zina juga mempunyai banyak variasi meskipun tidak sama persis tapi motifnya hampir sama yaitu motif ekonomi, mencari kesenangan sesaat atau pelampiasan nafsu dan menunjukkan harga diri. a. Motif Ekonomi Perbuatan zina menghasilkan uang bagi para pelakunya terutama bagi pelaku wanita. Salah satu pelaku perbuatan zina memberikan sejumlah uang kepada pihak lainnya atas dasar persetujuan bersama sebagai imbalan karena telah memberikan pelayanan seksual kepada pihak pemberi. Adakalanya pihak pelaku wanita yang memberikan kepada pelaku pria, tapi yang lebih sering terjadi adalah pihak pelaku pria yang memberikan kepada pelaku wanita. b. Motif Mencari Kesenangan Sesaat. Pelaku pria ataupun wanita yang bersedia mengeluarkan sejumlah uang kepada lawan jenis nya sudah pasti bertujuan untuk mencari kesenangan sesaat dan pelampiasan hawa nafsu. Begitu juga bagi perilaku zina yang
  • 17. 14 |K E L O M P O K 6 mempunyai motif lain biasanya juga mempunyai motif tambahan untuk mencari kesenangan sesaat dan pelampiasan hawa nafsu. c. Motif Menunjukkan Harga Diri Pelaku pria ataupun wanita yang masih usia remaja melakukan perbuatan zina untuk tujuan menunjukkan harga diri bahwa mereka disukai orang, punya keberanian dan sudah ada pacar yang mempunyai, disamping mencari pengalaman dan ingin tahu. Mereka merasa tidak ketinggalan zaman dari teman-teman remaja lainnya yang pernah melakukan premarital coitus.16 D. Pembuktian Pembuktian terjadinya perbuatan zina yang dijatuhi hukuman had pada zaman Nabi Muhammad saw sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran dan teknologi belum berkembang maju seperti pada zaman sekarang. Pembuktian perbuatan zina pada waktu itu barulah meliputi 3 hal. 1. Pengakuan (‫)اعتراف‬ dari si pelaku Pengakuan dari si pelaku zina bahwa dia telah melakukan perbuatan zina dengan seseorang, asalkan pengakuan iu datang dari kedua belah pihak pelaku pria dan pelaku wanita, sudah merupakan bukti yang kuat dan tidak perlu lagi diperkuat dengan alat-alat bukti lain. Menurut Sayid Sabiq jika seorang laki-laki mengaku telah berzina dengan seorang perempuan tertentu, kemudian perempuan itu membantahnya, maka si pria saja yang dikenia hukuman had zina. Si wanita tidak dikenai hukuman had. Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud dari Sahal bin Sa’ad. 16 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 70-76
  • 18. 15 |K E L O M P O K 6 ‫قد‬ ‫انه‬ ‫فقال‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫انلب‬ ‫ال‬ ‫جاء‬ ‫رجٗل‬ ‫أن‬ ‫سعد‬ ‫بن‬ ‫سهل‬ ‫عن‬ ‫داود‬ ‫وأبو‬ ‫أمحد‬ ‫رواه‬ ‫لما‬ ‫وتركها‬ ‫فحده‬ ‫فأنكرت‬ ‫قسألها‬ ‫فدَعها‬ ‫المرأة‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫انلب‬ ‫فأرسل‬ ‫سماها‬ ‫بامرأة‬ ‫زين‬ “Sebagaimana Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi swa. Laki-laki itu berkata kepada Nabi bahwa dia telah berzina dengan seorang perempuan yang dia sebutkan namanya, maka Nabi saw. mengutus seseorang kepada perempuan tersebut, kemudian utusan tersebut memanggil perempuan itu dan menanyakan kepadanya. Perempuan tersebut membantahnya. Setelah itu laki-laki tersebut dujatuhi hukuman had dan yang perempuan tidak.”.17 Tentang bilangan pengakuan yang mengharuskan dijatuhkannya hukuman, menurut Malik dan Syafi’i, satu kali pengakuan sudah cukup untuk menjatuhkan hukuman. Abu Hanifah beserta para pengikutnya dan Ibnu Abi Laila berpendapat bahwa hukuman baru dapat dijatuhkan dengan pengakuan 4 kali yang dikemukakan satu-satu.18 2. Persaksian (‫)شهادة‬ dan Sumpah dari Saksi-saksi Untuk membuktikan seseorang telah berzina dapat juga dilakukan dengan pernyataan telah menyaksakan dengan mata kepala sendiri terjadinya perbuatan zina antara seorang pria dengan seorang wanita. Penyaksian dengan mata kepala sendiri ini dilakukak oleh empat orang saksi yang menyatakan telah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Apabila terdapat empat orang saksi dan kesaksiannya itu benar, maka pelaku perbuatan zina dihukum dengan hukuman had. Apabila tidak terdapat empat orang saksi atau ada empat orang saksi tetapi kesaksian mereka tidak terbukti benar, maka pelaku zina tidak dikenai hukuman 17 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 265. 18 Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dkk, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Jilid 3, hlm. 617.
  • 19. 16 |K E L O M P O K 6 had, tapi hukuman had dikenakan kepada yang mnuduh berzina yaitau had qazaf. Had Qazaf adalah hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Bukti kesaksian atas terjadinya perbuatan zina , menurut Sayid Sabiq mengemukakan ada sepuluh syarat. a. Saksi harus berjumlah 4 orang, jika kurang dari empat orang saksi maka persaksiannya tidak diterima. Alasannya firman Allah: َ‫ِّين‬ َّ ‫ٱَّل‬َ‫و‬ َ ‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬ َ ‫ف‬ َ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ ُ ‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬ َ ‫أ‬ِّ‫ب‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ت‬ ۡ ‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬ َ ‫ل‬ َّ‫م‬ ُ ‫ث‬ۡ‫م‬ ُ ‫وه‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬َ ۡ ‫ِل‬َ‫ج‬ َ‫ِّي‬‫ن‬َٰ َ‫م‬ َ ‫ث‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ ٗ ‫ة‬ ُ‫م‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ك‬ِّ‫ئ‬َ َ ‫ل‬ْ‫و‬ ُ ‫أ‬َ‫و‬ َۚ‫ا‬ ٗ ‫د‬َ‫ب‬ َ ‫أ‬ ً ‫ة‬َ‫د‬َٰ َ‫ه‬ َ ‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ل‬َ‫ب‬ ۡ ‫ق‬ َ ‫ت‬ َ ‫ون‬ ُ ‫ق‬ِّ‫س‬َٰ َ ‫ف‬ ۡ ‫ٱل‬٤ 4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang- orang yang fasik (An-Nur(24):4) ‫ٱ‬َ‫و‬ِّ‫ت‬َٰ َّ ‫ل‬َ‫ِّي‬‫ت‬ ۡ ‫أ‬َ‫ي‬ َ ‫ة‬ َ ‫ش‬ِّ‫ح‬َٰ َ ‫ف‬ ۡ ‫ٱل‬ َ ‫ف‬ ۡ‫م‬ ُ ‫ك‬ِّ‫ئ‬ ٓ ‫ا‬ َ‫ِّس‬ ‫ن‬ ‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬ ۡ ‫ش‬ َ ‫ت‬ۡ‫ٱس‬‫ن‬ِّ‫إ‬ َ ‫ف‬ ‫ى‬ۡ‫م‬ ُ ‫ِّنك‬‫م‬ ٗ ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬ َ ‫أ‬ َّ‫ن‬ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ ِّ‫يف‬ َّ‫ن‬ ُ ‫وه‬ ُ ‫ِّك‬‫س‬ۡ‫م‬ َ ‫أ‬ َ ‫ف‬ ْ ‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬ َ ‫ش‬ِّ‫وت‬ُ‫ي‬ُ ۡ ‫ٱْل‬َّ‫ن‬ُ‫ه‬َٰ‫ى‬ َّ ‫ف‬َ‫و‬َ‫ت‬َ‫ي‬ َٰ َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ت‬ۡ‫و‬َ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬ ۡ َ ‫َي‬ ۡ‫و‬ َ ‫أ‬ُ َّ ‫ٱّلل‬َ‫س‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬ ٗ ‫يٗل‬ِّ‫ب‬١٥ 15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita- wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya(An-Nisa’(4):15) b. Saksi itu sudah baligh, tanda-tanda baligh itu apabila telah berusia 15 tahun atau telah pernah mengalami mimpi jima’ dengan lawan jenisnya atau datangnya haid bagi wanita. Dalam firman Allah surah Al-Baqarah:282 :
  • 20. 17 |K E L O M P O K 6 .....َ‫و‬ ْ ‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬ ۡ ‫ش‬ َ ‫ت‬ۡ‫ٱس‬ َّ ‫ل‬ ‫ن‬ِّ‫إ‬ َ ‫ف‬ ‫ى‬ۡ‫م‬ ُ ‫ِّك‬‫ل‬‫ا‬َ‫ج‬ِّ‫ر‬ ‫ِّن‬‫م‬ ِّ‫ن‬ۡ‫ي‬َ‫يد‬ِّ‫ه‬ َ ‫ش‬ۡ‫م‬َ‫و‬ ٞ ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ َ ‫ف‬ ِّ ۡ ‫ي‬ َ ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ ‫ا‬ َ ‫ون‬ ُ ‫ك‬َ‫ي‬ِّ‫ان‬ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬َ‫ر‬ۡ‫ٱم‬ َ‫ِّن‬‫م‬ َ ‫ن‬ۡ‫و‬ َ ‫ض‬ۡ‫ر‬ َ ‫ت‬ ‫ن‬َّ‫ِّم‬‫م‬ِّ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬‫ٱلش‬....٢٨٢ “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai” c. Saksi itu semua orang berakal sehat karena itu tidak diterima persaksian orang gila atau persaksian orang yang kurang waras akalnya d. Keadilan. Saksi itu haruslah diambilkan dari orang-orang yang adil. Seperti firman Allah: ...ۡ‫م‬ ُ ‫ِّنك‬‫م‬ ٖ‫ل‬ۡ‫د‬ َ ‫ع‬ ۡ‫ي‬َ‫و‬ َ ‫ذ‬ ْ ‫وا‬ُ‫د‬ِّ‫ه‬ ۡ ‫ش‬ َ ‫أ‬َ‫و‬....٢ “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” e. Saksi itu beragama Islam. Persyaratannya saksi hendaklah orang Islam, diberlakukan baik terhadap orang Islam yang berperkara atau bukan orang Islam, persyaratan Islam ini disepakati oleh para imam mazhab. f. Saksi itu benar menyaksikan perbuatan zina tersebut. g. Ucapan saksi harus secara jelas menyebutkan masuknya bukan secara kinayah. h. Saksi berada pada satu tempat di tempat terjadinya perbuatan zina pada waktu berlangsungnya perbuatan zina. Jika saksi-saksi itu datang meyaksikan secara terpisah-pisah maka tidak diterima kesaksian mereka. i. Saksi-saksi itu adalah laki-laki. j. Kesaksian itu tidak kadaluarsa. Menurut Abdul Qadir ‘Audah syarat-syarat lainnya terbagi kepada syarat-syarat umum dan khusus. a. Syarat-syarat umum untuk saksi perbuatan zina 1. Baligh 2. Berakal
  • 21. 18 |K E L O M P O K 6 3. Orang yang kuat ingatannya 4. Bisa berkata 5. Bisa melihat 6. Keadilan 7. Islam b. Syarat-syarat khusus untuk saksi perbuatan zina 1. Laki-laki 2. Kesaksian suami 3. Menyaksikan langsung kejadiannya 4. Tidak kadaluarsa 5. Kesaksian itu pada satu tempat 6. Jumlah saksi empat orang 3. Bukti Kehamilan pada pelaku wanita Menurut jumhur fuqaha kehamilan bukanlah merupakan terangan bukti yang mandiri tapi harus disertai pengakuan atau keterangan bukti-bukti lain. Menurut malik dan sahabat-sahabatnya jika wanita itu dalam pengakuannya di paksa (diperkosa) maka wanita itu harus menunjukkan tanda-tanda bukti bahwa dia dipaksa. Namun apabila seorang wanita hamil dan dia tidak bisa menunjukkan bahwa dia punya suami atau dia dipaksa orang, maka wanita tersebut dijatuhi hukuman had. Jika wanita itu perempuan bikir (perawan), dia harus bisa menunjukkan bisa pendarahannya sebagai bukti bahwa dia telah diperkosa untuk bisa dibebaskan dari hukuman had. Umar bin Khattab pernah mengatakan: apabila ada bukti atau kehamilan atau pengakuan, maka pelaku zina pria dan wanita muhsan wajib dikenai hukuman rajam. 4. Pembuktian melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran Dalam ilmu kedokteran dikenal adaya Kedokteran Forensik yaitu cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pada masalah-masalah hukum; atau ilmu bedah yang berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakian dan peradilan. Melalui Ilmu Kedokteran Forensik dapat diketahui telah terjadinya perzinaan atau tidak. Penemuan itu dapat berupa diketahuinya: selaput dara yang
  • 22. 19 |K E L O M P O K 6 robek, atau tanda memar pada vagia, ditemukannya air mani dan sperma yang masih dapat bergerak pada vagina dalamwaktu 4-5 jam post-coital, sperma ditemukan dalam keadaan tidak bergerak dalam waktu sekitar 24-36 jam post-coital, diketahuinya golongan darah si pelaku, diketahuinya jenis khromosom atau genetik, diperbolehkannya bukti kehamilan sampai pada diketahuinya dan didapatkannya bukti DNA (Desoxy Ribo Nucleic Acid) yaitu inti sel yang terdapat pada sel darah putih yang spesifik pada setiap orang. Jadi pembuktian melalui ilmu Kedokteran Forensik dapat dikatakan sama kuatnya dengan bukti penlihatan mata telanjang tradisional. Oleh karena demikian kualitas hasil penelitian ilmu pengetahuan Kedokteran Forensik maka hasil penelitian tersebut dapat dipertimbangkan menjadi alat bantu pembuktian kasus jariah had zina.19 E. Uqubah dan Pelaksanaannya Uqubah atau sanksi hukuman terhadap pelaku zina terbagi menjadi 2 yaitu hukuman fisik dan hukuman moral: 1. Hukuman Fisik a. Hukuman Cambuk. Dalam ayat dan hadis diatas ditegaskan pelaku pria dan pelaku wanita dihukum dengan hukuman cambuk seratus kali di seluruh tubuhnya kecuali wajah dan anggota tubuh yang vital dan dicambuk dengan cambuk bukan dengan besi dan tidak boleh merasa kasihan dalam melaksanakan hukuman. Jadi pelaksanaan hukuman tidak boleh dikurangi dan diringankan baik kuantitas maupun kualitas pelaksanaan hukuman atau tidak boleh dikurangi jumlah hukuman, kuat pukulan atau bahan cambuk yang digunakan, tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang dicontohkan di zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam ayat tersebut juga disebut terlebih dahulu pelaku wanita dan baru pelaku pria. Hal ini menurut Muhammad Abduh Malik karena dampak 19 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 106- 138..
  • 23. 20 |K E L O M P O K 6 negatif terhadap perbuatan zina terhadap wanita jauh lebih besar daripada terhadap pria.20 b. Hukuman Pengasingan. Mengenai masalah hukuman diasingkan selama satu tahun juga terdapat perbedaan pendapat: - Khalifah Rasyidin, Malik bin Anas, al-Syafi’I, Ahmad bin Hanbal, Ishaq dan lainnya wajib pelaku zina yang masih bikr diasingkan selama satu tahun untuk menyempurnakan hukuman had. - Abu Hanifah berpendapat tidak wajib pelaku zina bikr diasingkan selama satu tahun karena hukuman itu tidak ada dalam al-Qur’an berarti menambah nash al-Qur’an dan juga hadis yang menjadi dasarnya itu adalah hadis ahad. Kalau begitu hadis ahad menasakh al-Qur’an dan hadis ini tidak bisa diamalkan. Tapi Abu Hanifah bisa menerima hukuman pengasingan selama satu tahun itu diputuskan oleh Imam atas dasar mashlahah karaena hukuman pengasingan selama satu tahun itu bukan hukuman had tapi uqubah ta’ziriyah yang menjadi kewenangan imam.21 c. Hukuman Rajam Bagi pelaku pria dan wanita yang sudah menikah hukuman atas perbuatan zina yang dilakukan adalah hukuman rajam atau hukuman mati melalui rajam (dilemparkan dengan batu) di depan umum.22 Berbedanya hukuman bagi mereka yang belum menikah dengan mereka yang sudah menikah (berstatus janda dan duda) oleh karena berbeda sifat 20 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 89. Lihat juga Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, hlm. 366. 21 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 90. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 260. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al- Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, hlm. 366. 22 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 261. Lihat juga Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, hlm. 52.
  • 24. 21 |K E L O M P O K 6 melawan hukum dari mereka. Orang yang sudah menikah sifat melawan hukumnya lebih tinggi dari mereka yang belum menikha karena orang yang sudah menikah pada wakti ia menikah berarti dalam hatinya ia memiliih jalur hukum Islam, memandang pernikahan jaur yang benar dan halal dan perzinaan adalah jalur yang salah dan buruk. Apabila mereka yang sudah menikah melakukan perbuatan zina berarti mereka sengaja melawan kebenaran Hukum Islam yang sudah pernah mereka pegang dan mereka yakini serta mereka laksanakan. Oleh karena itu pantas mereka diberi hukuman yang lebih berat dari yang belum menikah. Jika disamakan hukuman bagi mereka yang sudah menikah dengan yang belum menikah tentu menjadi tidak adil, karena kualitas melawan hukumnya berbeda.23 Dalam pelaksanaan hukuman rajam atas pelaku perbuatan zina adalah: a. Taklif. Yaitu orang yang baligh da n berakal, mampu memikul pebebanan hukum. b. Hurriyah. Yaitu orang yang merdeka baik laki-laki maupun perempuan. Jiak yang melakukan perzinaan itu budak perempuan maka keduanya tidak dikenai hukumann rajam tapi setengah dari hukuman jilid orang merdeka bujang dan gadis. c. Telah melakuakn jima’ didalam nikah yang sah. Artinya orang yang melakukan perbuatan zina itu adalah orang yang telah kawin/menikah secara sah dan telah melakukan jima’ dalam pernikahan itu walaupun tidak sampai mengeluarkan sperma dan juga sekalipun pada waktu melakukan jima’ itu istrinya dalam keadaan haid atau dalam keadaan ihram.24 2. Hukuman Moral Psikologis dan Sosial 23 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 95. 24 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 100. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 262.
  • 25. 22 |K E L O M P O K 6 Didalam Q.S an-Nur ayat 2, dinyatakan bahwa pelaksanaan hukuman terhadap pelaku perbuatan zina hendaklah disaksikan oleh sekelompok orang-orang beriman. Jadi berarti pelaksanaan hukuman tersebut harus disaksikan orang banyak. Dengan disaksikan oleh orang banyak berarti si pelaku perbuatan zina dipermalukan di depan orang banyak karena dengan terjadinya perbuatan zina rasa malu si pelaku perbuatan zina sudah luntur. Oleh sebab itu rasa malu ini perlu ditumbuhkan kembali dan juga dipermalukan ini mempunyai nilai preventif terhadap si pelaku agar tidak mengulangi kembali perbuatan zina tersebut dan juga preventif bagi orang lain yang berniat melakukan perbuatan zina. Nabi Muhammad saw. Menyatakan bahwa rasa malu adalah bagian dari iman. Nabi Muhammad saw. Juga menyatakan bahwa orang yang berzina tidak beriman pada waktu melakukan perbuatan zina karena apabila ia beriman, maka tidak akan melakukan perbuatan zina. Orang yang tidak hilang imannya tidak akan mengerjakan perbuatan zina. Jadi dipermalukan itu merupakan bagian dari hukuman yaitu hukuman moral psikologis karena si pelaku perbuatan zina pada waktu melakukan perbuatan zina tersebut sudah tidak beriman dan tidak punya rasa malu. Jadi mempermalukan itu merupakan hukuman moral psikologis dan berdampak sosial yang efektif untuk preventif atau mencegah terulangnya kembali perbuatan zina dalam masyarakat karena pelaksanaan eksekusi hukuman had zina disaksikan oleh orang banyak. Pelaksanaan hukuman had zina yang disaksikan orang banyak itu menumbuhkan rasa malu bagi si pelaku perbuatan zina dan juga bagi orang yang menyaksikan. Karena itu mereka akan jera dan berpikir ‘seribu kali’ untuk melakukan perbuatan zina di masa datang.
  • 26. 23 |K E L O M P O K 6 Kemudian dalam Surat An-Nuur, 24:3, dinyatakan pula bahwa pelaku perbuatan zina hendaklah dikawinkan dengan teman zinanya dan haram bagi orang beriman menikahi orang berzina. Atau pelaku perbuatan zina hendaklah dinikahkan dengan orang-orang musyrik. Penegasan ini berarti bahwa pelaku perbuatan zina turun martabatnya dalam pandangan Allah dan umat manusia beriman dan akal sehat sehingga diharamkan orang beriman menikahinya. Dengan diturunkan martabatnya berarti pelaku perbuatan zina dipermalukan dan status sosialnya menjadi rendah. Hal ini berarti hukuman tambahan dalam bentuk hukuman moral psikologis dan sosial atas pekau perbuatan zina yang dihukum dengan hukuman rajam maupun hukuman cambuk seratus kali dan diasingkan (dipenjara, dikurung) selama satu tahun. Hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Tentang hukuman bagi pelaku zina banyak sebagaimana akan diungkap dalam uraian lebih lanjut. Hukuman keras yang ditetapkan islam terhadap pelaku perbuatan zina itu ditetapkan setelah islam menawarkan kebolehan berpoligami sebagai alternatif atau jalan keluar yang lebih baik bagi orang yang mempunyai hawa nafsu seksual yang berlebihan di samping banyak melakukan ibadah puasa dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperbanyak amal salihat di masyarakat agar supaya orang tersebut tidak mudah mencari dalih untuk berbuat zina. Menurut Sayid Sabiq hukuman yang keras itu juga seimbang antara nestapa yang diberikan kepada pelaku perbuatan zina dengan kerusakan manusia dan masyarakat yang ditimbulkannya inilah keadilan.25 Pelaksanaan Hukuman Had Zina ada beberapa pembahasan, yaitu: A. Perilaku Zina Sebagai Delik Biasa 25 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 106.
  • 27. 24 |K E L O M P O K 6 Dalam Hukum Islam perilaku zina termasuk delik biasa atau delik umum dan bukan termasuk delik aduan. Jadi perilaku zina dalam hukum Islam adalah tindak pidana (delik) atau perbuatan melanggar hukum Islam (kejahatan) dimana si pelanggarnya dihukum dengan hukuman had dna kejahatan itu harus ditindak atau dituntut oleh Imam (penguasa Islam) bukan karena adanya pengaduan dari orang atau keluarga yang dirugikan tapi otomatis dan menjadi kewajiban dari penguasa setelah mengetahui telah terjadi perbuatan zina, meskipun tidak ada pengaduan dari pihak orang atau keluarga yang dirugikan. Jadi apabila aparat penegak hukum telah mendapat informasi/mengetahui tentang telah terjadinya jarimah hudud/jarimah zina maka wajib dilakuakn penyelidikan dan penyidikan oleh aparat yang ditugaskan untuk itu dan jika telah diperoleh bukti-bukti yang meyakinkan maka perkara jarimah zina itu diajukan untuk di proses di pengadilan pidana dan juga jika terbukti kebenaran telah terjadinya jarimah zina maka hakim membuat keputusan telah terjadi perbuatan zina dan kepada para pelaku jarimah zina itu ditetapkan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka dan selanjutnya kepada aparat eksekusi diperintahkan untuk melaksanakan hukuman yang telah ditetapkan itu. 26 B. Kewenangan Melaksanakan Hukuman Apabila telah ditetapkan bahwa telah terjadi perbuatan zina tanpa ada syubhat, wajiblah hakim melaksanakan atau memerintahkan pelaksanaan hukuman had yaitu rajam bagi yang muhsan dan jilid seratus kali serta diasingkan selama satu tahun bagi yang ghairu muhsan. Didalam pelaksanaan hukuman had tidak ada maaf dan perdamaian, tidak ada penghapusan, pengurangan dan penggantian hukuman. 26 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 146- 148
  • 28. 25 |K E L O M P O K 6 Kewenangan melaksanakan hukuman had berada ditangan Imam (kepala negara).27 C. Menarik Kembali Pengakuan dan Penghentian Pelaksanaan Hukuman Had Jika pada waktu melaksanakan had si terhukum menarik kembali pengakuannya telah berbuat zina maka hukuman had dihentikan. Penarikan kembali pengakuan itu bisa diterima apabila tidak ada bukti-bukti lain yang memberatkan seperti hamilnya si pelaku wanita atau adanya saksi-saksi yang bisa diterima kesaksiannya atau bukti-bukti lain melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang meyakinkan.28 Didalam pembuktian adanya jarimah hudud jika ditemukan sesuatu yang diyakini salah satu pihak pria atau wanita bebas dari perbuatan zina maka gugurlah hukuman had zina atas mereka. Misalnya pelaku wanita perawan dan tidak hilang keperawanannya karena ada sesuatu yang menutupi farjinya sehingga tidak mungkin dia melakukan perbuatan zina maka gugurlah hukuman had mereka. Atau juga si pelaku pria tidak mempunyai alat kelamin atau impoten maka berarti mereka tidak mungkin melakukan perbuatan zina oleh karena itu mereka dibebaskan dari hukuman had. D. Waktu Pelaksanaan Had Hukuman had zina dilaksanakan pada waktu yang kondusif atau pada waktu yang tidak menimbulkan dampak sampingan negatif kepada si terhukum. Pada dasarnya hukuman had dilaksanakan segera setelah terbuki adanya perbubatan zina, kecuali jika ada hal-hal tertentu yang diperlukan penguncuran waktu pelksanaan hukuman had. 29 27 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 150 28 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 152 29 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 269.
  • 29. 26 |K E L O M P O K 6 Apabila pelaku wanita sedang hamil maka pelaksanaan hukuman had itu ditunda sampai ia melahirkan anak dan anak itu telah berhenti menyusui serta telah memakan makanan lain misalnya roti. Jika terhukum dalam keadaan sakit yang tidak membahayakan jiwanya maka hukuman had tetat dilaksanakan E. Akibat terhadap Pernikahan Hukuman dilaksanakan di tempat mumi atau ditempat nilai yang terkandung dalam hal ini menurut Muhammad Abdul Malik adalah si pelaku dipermalukan karena diketahui, disaksikan, dan dilaksanankan di depan orang banyak. Maksudnya agar si pelaku yang dikenai hukuman cambuk, jera untuk tidak mengulangin kejahatannya.30 F. Penggalian Lubang Untuk Yang Di Rajam Hadis-hadis tentang ini bervariasi. Ada yang menjelaskan digalikan lubang dan ada pula yang menjelaskan tidak di galikan lubang. Imam Ahmad mengatakan bahwa kebanyakan hadis menjelaskan tidak digalikan lubang. Imam Malik dan Abu Hanifah mengatakan tidak digalikan lubang untuk yang dihukum rajam. Asy-Syafi’i memilih pendapat diglaikakn lubang untuk si terhukum yang perempuan saja. Para ulama sepakat wanita dirajam dalam posisi duduk didalam lubang. Menurut Malik, laki-laki dirajam dalam posisi duduk juga. Ulama lainnya berpendapat diserahkan saja kepada Imam untuk memilihnya.31 G. Kehadiran Imam dan Saksi Pada Waktu Dilaksanakan Hukuman Rajam Hadis Nabi tentang peristiwa Ma’iz, Nabi memerintahkan sahabat untuk melaksanakan hukuman rajam bagi Ma’iz, tapi Nabi sendiri tidak ikut 30 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 157 31 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 270.
  • 30. 27 |K E L O M P O K 6 bersama mereka, padahal kepastian Ma’iz melakukan perbuatan zina berdasarkan pengakuannya kepada Rasullah SAW. Abu Hanifah menambahkan pula bahwa saksi dalam perkara pembuktiannya berdasarkan kesaksian, wajib menjadi orang yang pertam melaksanakan hukuman melempar terhadap zina muhsan, kemudian diikuti oleh Imam atau penggantinya dan setelah itu dilakukan oleh orang banyak. Kalau saksi tidak datang untuk memulai melaksanakan hukuman maka gugurlah hukuman had Imam asy-Syafi’i juga memastikan halnya demikian. Imam Syafi’I dan Imam Ahmad mensyaratkan saksi yang memulai tetap hanya menganjurkan saja. Bahkan keduanya tidak mewajibkan kehadiran saksi dan Imam. Imam Malik berpendapat bahkan juga tidak dianjurkan dimulai oleh saksi dan Imam karena tidak ada hadis sahih yang menjadi dasarnya.32 H. Teknik Pelaksanaan Hukuman Pelaksanaan hukuman Had seperti yang telah ditegaskan oleh Allah dalam Q.S. an-Nur ayat 2, tidak boleh ada rasa kasihan sedikitpun juga tidak mengurangi kualitan dan kuantitas hukuman. Mengenai objek pukulan pada waktu pelaksanaan hukuman cambuk menurut Abu Hanifah fan asy-Syafi’I yaitu anggota badan selain kemaluan dan farji, muka dan kepala. Menurut Malik si terhukum laki-laki dibuka bajunya dan dicambuk dalam posisi duduk.33 I. Biaya Pelaksanaan Hukuman 32 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 160 33 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 162
  • 31. 28 |K E L O M P O K 6 Biaya pelaksanaan hukuman mulai dari biaya penyelidikan, penyidikan, biaya sidang pengadilan, biaya pelaksanaan hukuman, termasuk upah eksekutor hukuman jilid diambil dari kas negara. J. Mensalatkan Orang Meninggal Karena Hukuman Rajam Jumhur ulama berpendapat orang yang meninggal karena hukuman rajam disalatkan, karena tidak ada larangan untuk mensalatkannya.34 G. Akibat Zina Terhadap Pernikahan Dalam masalah ini ada 2 pendapat yaitu: Pertama, haram. menikahi pelaku zina sebagimana dikutip dari riwayat Ali, al-Barra’, Aisyah dan Ibnu Mas’ud. Kedua, boleh. Pendapat ini berasal dari riwayat Abu Bakar, Umar, dan Ibnu Abbas. Pendapat inilah yang dipegangi oleh Jumhur dan Ulama 4 Mazhab. Pendapat yang mengharamkan berdalil dengan zahir firman Allah SWT dalam Q.S. an-Nur ayat 3. Menurut mereka, ayat ini zahirnya merupakan kalam khabar tetapi hakikatnya larangan yang berarti haram, sebab pada akhir ayat meredaksikan: “Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin”. Ali pernah berkata: “Apabila seorang laki-laki berzina maka ia harus diceraikan antara dia dnegan istrinya, demikian pula apabila seorang perempuan berzina maka harus diceraikan antara dia dengan suaminya. Disamping itu, mereka juga berpegangan dengan suatu riwayat bahwa Martsad bin Abu Murtsad datang menghadap Nabi SAW minta izin hendak mengawini ‘Anaq, seorang pelacur pada masa jahiliyyah. Kemudian Nabi SAW tidak memberikan jawaban sehingga turun ayat Q.S. an-Nur ayat 3, laliu Nabi SAW bersabda: “Hai Murtsad, Janganlah mengawininya!”. Pendapat yang membolehkan mengawini perempuan yang tidak terpelihara kehormatannya berdasarkan dalil: 34 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP), hlm. 163
  • 32. 29 |K E L O M P O K 6 Pertama, hadis riwayat A’isyah, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tantang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian ia bermaksud mengawininya, lalu Nabi SAW bersabda: “Mulanya perzinaan kemudian diakhiri dengan pernikahan, sedang yang haram tidak dapat mengharamkan yang halal”. Kedua, Hadis jalur Ibnu Umar, bahwa ia berkata: “Saat Abu Bakar ash- Shiddiq di masjid (Madinah) tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, kemudian berkata-kata dalam keadaan malu, kelihatannya ia sedang bingung. Lalu Abu Bakar bertanya kepada Umar: “Berdirilah dan perhatikan ihwalnya karena tampaknya ia mempunyai persoalan!” kemudian Umar mendekatinya, lalu laki-laki itu berkata, bahwa ia menerima seorang tamu kemudian tamunya berzina dengan anak perempuanya, lalu Umar memukul dadanya seraya berkata: “Celaka Kamu! Mengapa anak perempuanmu tidak kau tabiri?” Lalu Abu Bakar memerintahkan (untuk dihukum) maka mereka berdua kemudian dihukum, lalu keduanya dinikahkan dan diasingkan selama setahun. Ketiga, Ibnu Abbas pernah ditany tentang hal itu, kemudian dijawabnya: “Mulanya perzinaan kemudian diakhiri dengan pernikahan; itu seperti seseorang mencuri buah-buahan di suatu kebun kemudian datang kepada pemilik kebun itu lalu ia beli buah yang ia curi tadi, maka apa yang ia curi adalah haram dan yang ia beli itu halal. Keempat, mereka juga menakwil firman Allah: “Laki-laki yang berzina tidak mereka nikahi melainkan perempuan yang berzina” (Q.S. an-Nur [24]: 3) bahwa pernyataan ini didasarkan kepada kedzaliman. Jadi makna ayat itu, orang yang fasik lagi buruk yang biasa berbuat zina itu tidak menyukai nikah dengan perempuan mukminah yang shalehah. Yang ia sukai adalah mengawini perempuan fasik yang buruk akhlaknya seperti dirinya atau perempuan musyrikah, sementara perempuan yang fasik lagi buruk akhlaknya tidak suka kepada laki-laki mukmin
  • 33. 30 |K E L O M P O K 6 yang saleh. Ia menyukai nikah dengan laki-laki yang sama dengan dirinya atau laki- laki musyrik. Maka yang demikian ini adalah berdasarkan kebiasaan.35 3. Jarimah Qazf A. Pengertian Asal kata Qazf yaitu melempar dengan batu atau selainnya. Dan diantaranya firman Allah untuk ibunya Nabi Musa a.s. ِّ‫ن‬ َ ‫أ‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬ِّ‫ذ‬ ۡ ‫ٱق‬ِّ‫يف‬ِّ‫وت‬ُ‫اب‬َّ‫ٱتل‬ َ ‫ف‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫ف‬ِّ‫ذ‬ ۡ ‫ٱق‬ِّ‫يف‬ِّ‫م‬َ ۡ ‫ٱۡل‬ 39. Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil). (Q.S. Ta Ha [20]: 39).36 Kata melempar dianalogikan pada pelemparan dengan ungkapan yang bersifat menuduh, sebab tuduhan akan membuat luka seperti luka fisik.37 Qazf ialah menuduh orang lain berzina. Misalnya seseorang mengatakan: “Wahai orang yang berzina”, atau lain sbeagainya yang pernyataan tersebut dipahami bahwa seseorang telah menuduh orang lain berzina.38 Penuduhan zina (qadzf) secara etimologis berarti pembicaraan serampangan yang tidak dipikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu secara masak. Qadzf secara bahasa juga berarti tuduhan atau lemparan dengan batu atau benda lain. Jarimah qadzf ini identik dengan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP serta dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam istilah populer, qadzf identik dengan istilah hate speech atau ujaran kebencian dan fitnah tidak berdasar yang dapat merusak nama baik pihak lain. 35 Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an, Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 49-50. 36 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 279. 37 Muhammad Aly al-Shabuny, Rawa’iul Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur’an, Penerjemah: Ahmad Dzulfikar dkk, Jilid 2, hlm. 59. 38 Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz, Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011). Hlm. 834.
  • 34. 31 |K E L O M P O K 6 Adapun secara terminologis, qadzf berarti menuduh berzina pihak lain tanpa bukti yang bisa diterima. Qadzf juga berarti menuduh orang lain yang masuk dalam kategori muhshan, yaitu tertuduh itu telah dewasa, berakal sehat, merdeka (buka hamba sahaya), beragama Islam, dan orang baik-baik, ia dituduh melakukan perbuatan zina, kalau pihak penuduh ternyata tidak bisa mendatangkan empat orang saksi, maka justru ia sendiri sebagai penuduh dikenai sanksi hukum berupa hukuman cambuk delapan puluh kali.39 Adapun secara terminologis, qadzf berarti menuduh berzina. Akan tetapi, para ahli fiqh tidak sama persis dalam merumuskan definisi. Secara singkat, deskripsinya dikemukakan sebagai berikut. 1. Menurut Al-Syarbini, qadzf ialah menuduh zina dengan tujuan membeberkan aib, tidak termasuk ke dalam kesaksia zina. 2. Menurut Taqiyyudin Al-Husaini, qadzf ialah menuduh zina dalam rangka memberikan pengajaran. 3. Menurut Syaikh Al-Nawawi, qadzf ialah menuduh zina dalam rangka menjelaskan tertuduh bukan dalam rangka kesaksian zina. 4. Menurut Abdul Qadir Audah, beliau mengatakan bahwa dalam syaruat Islam qadzf terdiri atas dua macam, yaitu qadzf yang pelakunya diancam dengan hadz dan qadzf yang pelakunya diancam denga ta’zir. Qadzf yang pelakunya diancam dengan had adalah menuduh orang baik-baik melkaukan zina atau mengingkari nasabnya. Adapun qadzf yang pelakunya diancam dengan ta’zir adalah menuduh seseorang dengan tuduhan selain zina dan tidak mengingkari nasabnya yang mana tuduhan itu ditujukan baik kepada muhsan maupun ghairu muhsan. Termasuk dalam pengertian ini adalah mencaci dan memaki. Terhadap dua jenis jarimah ini, pelakunya juga dikenai sanksi ta’zir. 39 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, hlm. 53.
  • 35. 32 |K E L O M P O K 6 5. Menurut Wahbah Al-Zuhaili, qadzf ialah menisbatkan seseorang kepada orang lain karena zina atau memutus nasab seorang muslim . Dari beberapa definisi qadzf di atas, baik secara etimologi maupun terminologis, pemulis menyimpulkan bahwa qadzf ialah menuduh seorang muhsan (dewasa, berakal sehat, merdeka, beragama Islam, dan orang baik-baik) melakukan zina. Kalau penuduh ternyata tiak dapat mendatangkan empat orang saksi maka ia dicambuk sebanyak delapan puluh kali.40 B. Dasar Hukum 1. Al-Qur’an - Q.S. an-Nur [24]: 4-5 َ‫ِّين‬ َّ ‫ٱَّل‬َ‫و‬ َ ‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬ َ ‫ف‬ َ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ ُ ‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬ َ ‫أ‬ِّ‫ب‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ت‬ ۡ ‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬ َ ‫ل‬ َّ‫م‬ ُ ‫ث‬ۡ‫م‬ ُ ‫وه‬ُ ِّ‫ِل‬ۡ‫ٱج‬ ۡ ‫ق‬ َ ‫ت‬ َ ‫ال‬َ‫و‬ ٗ ‫ة‬َ ۡ ‫ِل‬َ‫ج‬ َ‫ِّي‬‫ن‬َٰ َ‫م‬ َ ‫ث‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ل‬َ‫ب‬ ُ‫م‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ك‬ِّ‫ئ‬َ َ ‫ل‬ْ‫و‬ ُ ‫أ‬َ‫و‬ َۚ‫ا‬ ٗ ‫د‬َ‫ب‬ َ ‫أ‬ ً ‫ة‬َ‫د‬َٰ َ‫ه‬ َ ‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬ َ ‫ون‬ ُ ‫ِّق‬‫س‬َٰ َ ‫ف‬ ۡ ‫ٱل‬٤ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬َ‫ِّين‬ َّ ‫ٱَّل‬ َّ ‫ن‬ِّ‫إ‬ َ ‫ف‬ ْ ‫وا‬ُ‫ح‬ َ ‫ل‬ ۡ‫ص‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ َ ‫ِّك‬‫ل‬ََٰ ‫ذ‬ ِّ‫د‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ۢ‫ن‬ِّ‫م‬ ْ ‫وا‬ُ‫اب‬ َ ‫ت‬ َ َّ ‫ٱّلل‬ٞ‫ِّيم‬‫ح‬َّ‫ر‬ ٞ‫ور‬ ُ ‫ف‬ َ ‫غ‬٥ 4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik 5. kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  Q.S. an-Nur [24]: 13 40 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm. 53
  • 36. 33 |K E L O M P O K 6 َ ‫ال‬ۡ‫و‬ َّ ‫ل‬ ۡ ‫أ‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬ َ ‫ل‬ ۡ ‫ذ‬ِّ‫إ‬ َ ‫ف‬ََۚ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ ُ ‫ش‬ ِّ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ۡ‫ر‬ َ ‫أ‬ِّ‫ب‬ ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ ‫و‬ُ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫ج‬ِّ‫ب‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ت‬ِّ‫ء‬ ٓ ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬‫ٱلش‬َ‫ِّند‬‫ع‬ َ ‫ك‬ِّ‫ئ‬َ َ ‫ل‬ْ‫و‬ ُ ‫أ‬ َ ‫ف‬ِّ َّ ‫ٱّلل‬ُ‫م‬ ُ ‫ه‬ُ‫ِّب‬‫ذ‬َٰ َ ‫ك‬ ۡ ‫ٱل‬ َ ‫ون‬ ١٣ 13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta  Q.S. an-Nur [24]: 23-24 َّ ‫ن‬ِّ‫إ‬َ‫ِّين‬ َّ ‫ٱَّل‬ َ ‫ون‬ُ‫م‬ۡ‫ر‬َ‫ي‬ۡ‫ح‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ن‬ َ‫ص‬ِّ‫ت‬َٰ َ ‫ل‬ِّ‫ف‬َٰ َ ‫غ‬ ۡ ‫ٱل‬ِّ‫ت‬َٰ َ‫ِّن‬‫م‬ ۡ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ۡ ‫ٱل‬ِّ‫يف‬ ْ ‫وا‬ُ‫ن‬ِّ‫ع‬ ُ ‫ل‬‫ا‬َ‫ي‬ ۡ ‫ن‬‫ٱَل‬َ‫و‬ِّ‫ة‬َ‫ِّر‬‫خ‬‫ٱٓأۡل‬‫اب‬ َ ‫ذ‬ َ ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬َ‫و‬ ٞ‫يم‬ِّ‫ظ‬ َ ‫ع‬٢٣َ‫م‬ۡ‫و‬َ‫ي‬ َ ‫ون‬ ُ ‫ل‬َ‫م‬ۡ‫ع‬َ‫ي‬ ْ ‫وا‬ ُ ‫ن‬ َ ‫َك‬ ‫ا‬َ‫م‬ِّ‫ب‬ ‫م‬ُ‫ه‬ ُ ‫ل‬ُ‫ج‬ۡ‫ر‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ِّ‫ه‬‫ِّي‬‫د‬ۡ‫ي‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ت‬ َ ‫ِّن‬‫س‬ ۡ ‫ل‬ َ ‫أ‬ ۡ‫م‬ِّ‫ه‬ۡ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬ ُ‫د‬َ‫ه‬ ۡ ‫ش‬ َ ‫ت‬٢٤ 23. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar 24. pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan 2. Hadis ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ‫ب‬ َ ‫أ‬ َ ‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬ ُ ‫ه‬ْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِّ ِّ‫ب‬َّ‫انل‬ َّ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬َ‫م‬ َّ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬‫وا‬ُ‫ب‬ِّ‫ن‬َ‫ت‬ ْ ‫اج‬َ‫ع‬ْ‫ب‬ َّ‫الس‬ِّ‫ات‬ َ ‫ق‬ِّ‫وب‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬ َ ‫ق‬‫وا‬ ُ ‫ال‬‫ا‬َ‫ي‬ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِّ َّ ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬َّ‫ن‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ُ‫ك‬ْ ِّ‫الرش‬ِّ َّ ‫اّلل‬ِّ‫ب‬ُ‫ر‬ ْ ‫ح‬ِّ‫الس‬َ‫و‬ ُ ‫ل‬ ْ ‫ت‬ َ ‫ق‬َ‫و‬ِّ‫س‬ ْ ‫ف‬َّ‫انل‬ِّ‫ت‬ َّ ‫ال‬َ‫م‬َّ‫ر‬َ‫ح‬ُ َّ ‫اّلل‬ َّ ‫ال‬ِّ‫إ‬َْ ‫اۡل‬ِّ‫ب‬ِّ‫ق‬ ُ ‫ل‬ ْ ‫ك‬ َ ‫أ‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ب‬ِّ‫الر‬ ُ ‫ل‬ ْ ‫ك‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ِّ‫ال‬َ‫م‬ِّ‫م‬‫ي‬ِّ‫ت‬َ ْ ‫اۡل‬ِّ‫ل‬َ‫و‬َّ‫اتل‬َ‫و‬َ‫م‬ْ‫و‬َ‫ي‬ِّ‫ف‬ ْ ‫ح‬َّ‫الز‬ ُ ‫ف‬ ْ ‫ذ‬ َ ‫ق‬َ‫و‬ِّ‫ات‬َ‫ن‬ َ‫ص‬ ْ ‫ح‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬ِّ‫ات‬َ‫ِّن‬‫م‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬ ِّ‫ت‬ َ ‫ِّٗل‬‫ف‬‫ا‬ َ ‫غ‬ ْ ‫ال‬
  • 37. 34 |K E L O M P O K 6 Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik- baik melakukan perzinahan." (H.R. al-Bukhari, Muslim, Nasa’i).41 C. Sanksi Qazf Sebagaimana jarimah-jarimah lain, jarimah qadzf dapat dilaksanakan apabila syarat dan rukunnya telah terpenuhi. Syarat qadzf ada tiga macam, yaitu syarat bagi penuduh, syarat bagi tertuduh, dan syarat bagi materi tuduhan. Penuduh harus memenuhi tiga syarat, yaitu (1) penuduh harus berakal sehat, (2) penuduh harus sudah baligh, dan (3) penuduh harus dalam keadaan sadar. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi pihak tertuduh ada lima syarat, yaitu (1) tertuduh harus sudah beragama Islam, (2) tertuduh harus berakal sehat, (3) tertuduh harus sudah baligh, (4) tertuduh harus merdeka, dan (5) tertuduh harus orang yang baik dan menjaga diri dari kemaksiatan seksual. Kemudian syarat yang berkaitan dengan materi tuduhan, yaitu berupa tuduhan zina atau penolakan nasab kepada ayah. Adapun cara melemparkan tuduhan ada dua, yaitu sharih dan kinayah. Sharih adalah kalimat tegas, sesperti ‫اوزنيت‬ ‫زنيت‬ kamu berzina atau ‫اويازانية‬ ‫يازاني‬ hai pezina. sementara itu, kinayah adalah kalimat sindiran, seperti hai perempuan fasik, pendosa, cabul.42 Jika syarat diatas terpenuhi maka had qazf telah jatuh yaitu didera/di cambuk sebanyak 80 kali bagi qadzif yang merdeka. D. Pembuktian dan Penetapan Qazf Bagi hakim, pembuktian dan penetapan suatu tindakan pidana dengan ancaman hukuman hadd bisa dilakukan berdasarkan bayyinah (saksi) atau pengakuan, dengan ketentuan terpenuhinya sejumlah syarat-syarat tertentu. 41 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, hlm. 280. 42 M. Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 41
  • 38. 35 |K E L O M P O K 6 Diantara syarat-syarat tersebut ada yang menyangkut sarana pembuktian itu sendiri, yaitu sarana pembuktian berupa bayyinah atau pengakuan. Dan sebagian yang lain merupakan syarat yang menjadi penentu boleh tidaknya hakim melakukan proses hukum pembuktian terhadap kasus yang ada dengan menggunakan sarana-sarana pembuktian di atas, yaitu syarat adanya al-khususmah, yakni pelaporan perkara dan pengajuan tuntutan. Al-khusumah maknanya adalah mengajukan laporan perkara atau tuntutan. Khusumah tidak menjadi pra syarat dalam hukuman had zina dan menenggak minuman keras. Akan tetapi khusumah menjadi pra syarat dalam hukuman hadd pencurian sebagaiman yang akan saya jelaskan di bagian mendatang. Khusumah juga menjadi pra syarat dalam penetapan hukuman had qadzf berdasarkan kesaksian dan pengakuan. Penulis akan mebahas khusumah dari dua sisi, yaitu sisi hukum khusumah dan sisi yang berhak mengajukan khusumah dan siapa yang tidak berhak. Hukum khusumah atau pengajuan dakwaan dan tuntutan Yang lebih bagi seseorang yang dituduh melakukan zina (maqdzuf) adalah tidak melakukan khusumah. Karena jika melakukan khusumah, maka itu akan menyebabkan tersiarnya tindak kekejian. Sehingga ia disunnahkan untuk tidak melakukannya. Begitu juga, memaafkan dan tidak jadi melakukan khusumah adalah lebih utama. Orang yang berhak melkukan khusumah dan yang tidak Pihak yang diqadzf (maqdzuf, pihak yang dituduh melakukan zina) ada kalanya dia masih hidup ketika terjadi qadzf dan ada kalanya dia sudah meniggal. Jika saat itu dia masih hidup, tidak ada seorang pun yang memiliki hak melakukan khusumah kecuali hanya dirinya, tidak ada seorang pun yang memiliki hak itu meskipun itu adalah anak atau orang tuanya sendiri, apakah saat itu dia sedang ada ditempat ataupun sedang tidak ada. Karena jika dia masih hidup pada saat terjadi qadzf, dialah yang sejatinya menjadi tertuduh dan yang menanggung aib dan malu sehingga dia sendirilah yang mempunyai hak khusumah. Adapun jika pihak maqdzuf adalah orang yang sudah meninggal pada saat qadzf, maka hak khususmah ada itangan orang tua ke atas (kakek dan seterusnya)
  • 39. 36 |K E L O M P O K 6 dan anak ke bawah (cucu dan seterusnya). Karena esensi qadzf yaitu menimpakan aib dan malu, juga menimpa orang tua dan anak orang yang dituduh. Karena orang tua dan anak merupakan bagian dari diri seseorang. Tuduhan terhadap seseorang juga berarti menuduh kepada orang-orang yang menjadi bagian dari dirinya (anak ke bawah) dan orang-orang yang dirinya bagian dari diri mereka (orang tua ke atas) sehingga qadzf dari segi substansinya berati juga menimpa mereka para anggota keluarga tertuduh (orang tua dan anak). Adapun orang yang sudah meninggal tidak terpengaruh oleh efek qadzf, karena dia sudah tidak lagi merasa dipermalukan dengan adanya qadzf tersebut. Adapun pembuktian dan penetapan setelah al-khusumah dapat kami uraikan berikut: a. Perwakilan dalam Mengambil Hak Hukuman Hadd Pengambilan hak hukuman hadd harus disertai dengan kehadiran maqdzuf dan kehadiran wali korban dalam pengambilan hak qishas. Karena pengambilan hak hukuman hadd ketika tidak disertai dengan kehadiran orang yang mewakilkan, adalah pengambilan hak hukuman hadd yang disertai adanya syubhat. Karena bisa jadi jika maqdzuf hadir diacara pelaksanaan hukuman had qadzf tersebut, dia akan mengakui dan membenarkan apa yang dituduhkan oleh penuduh kepadanya. Dan hukuman had tidak boleh dilaksanakan ketika masih menyisakan syubhat. b. Syarat-syarat Bayyinah untuk Pembuktian dan Penetapan Kasus Qadzaf Syarat-syarat bayyinah (saksi) yang diajukan oleh maqdzuf dalam pembuktian dan penetapan adanya qadzf, adalah sama dengan syarat-syarat umum bayyinah yang berlaku dalam semua kasus pidana dengan hukuman hadd sebagaimana yang telah dijelaskan di depan, yaitu, laki-laki dan ashalaah (orisinil). Oleh karena itu, kesaksian wanita, kesaksian atas kesaksian dan surat hakim adalah tiak dapat diterima. c. Syarat-Syarat Pengakuan Telah Melakukan Qadzf Begitu juga syarat-syarat pengakuan telah melakukan qadzf adalah sama dengan syarat-syarat umum pengakuan dalam kasus-kasus pidana dengan
  • 40. 37 |K E L O M P O K 6 hukuman had yang lainnya, yaitu baligh dan dapat berbicara. Oleh karena itu, pengakuan anak kecil dalam pidana dengan ancaman hukuman had adalah tidak dapat diterima. Begitu juga dengan pengakuan orang yang bisu, baik dengan melalui tulisan maupun isyarat, sebagaimana hal ini telah dijelaskan di dalam pembahasan hadd zina. Menurut kesepakan ulama, pengakuan telah melakukan qadzf tidak disyaratkan harus berbilang, akan tetapi satu kali sudah cukup. Begitu juga, tidak disyaratkan harus belum kadaluwarsa. d. Penetapan dan Pembuktian Tindak Pidana Qadzf dengan berdasarkan Pengetahuan Hakim Ulama Hanafiyah bersepakat, tindak pidana qadzf dapat dibuktikan dan ditetapkan dengan berdasarkan pengetahuan hakim di masa dan di tempat persidangan. Namun ulama Hanafiyah berbeda pendapat mengenai penetapan dan pembuktian tindak pidana qadzf dengan berdasarkan pengetahuan hakim di selain masa dan tempat persidangan. Ulama Hanafiyah generasi pertama mengatakan boleh. Sedangkan Ulama Hanafiyah generasi terakhir mengatakan tidak boleh secara mutlak dalam kasus-kasus yang dipersengketakan, dengan alasan kondisi dunia peradilan sangat korup. E. Hal-hal Yang Dapat Menggugurkan Hukuman Qazf Hukuman had qadzf bisa gugur karena salah satu dari tiga hal berikut: 1. Tuduhan perzinaan terhadap maqdzuf telah bisa dibuktikan dengan berdasarkan saksi atau pengakuan maqdzuf bahwa dirinya memang telah berzin. 2. Pihak maqdzuf memberikan maaf dan ampunan kepada pihak qaadzif menurut ulama Syafi’iyah. Karena menurut mereka, had qadzf adalah termasuk hak Adami. 3. Adanya li’an yang terjadi di antara kedua suami-istri.43 43 Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie al-Kattani, Jilid 7, hlm. 345-360
  • 41. 38 |K E L O M P O K 6 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan  Had (hudud) secara terminologis ialah sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah.  Hudud terbagi menjadi 2 macam yaitu Hak untuk Allah dan Hak Untuk Makhluk  Zina ialah perbuatan bersenggama antara laki-laki dna perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.  Motif perilaku zina pada zaman sekarang yaitu: motif ekonomi, motif mencari kesenangan sesaat, motif menunjukkan harga diri.  Pembuktian dari jarimah zina yaitu: pengakuan dan persaksian  Uqubah yang disebabkan oleh zina terhadap pezina yaitu: jika belum pernah menikah dicambuk 100 kali, jika sudah menikah di rajam hingga mati.  Akibat dari perilaku zina kepada pernikahan ada 2 pendapat, yaitu: haram dan boleh  Qazf yaitu menuduh perempuan baik-baik berbuat zina atau menuduh seorang yang tidak melakukan zina akan berzina  Sanksi hukum qazf yaitu dicambuk sebanyak 80 kali  Pembuktian qazf dapat dibuktikan dengan mendahulukan laporan yang dikenal dengan istilah al-khusamah  Hal-hal yang dapat menggugurkan hukuman qazf yaitu: tuduhan bisa dapat dibuktikan, dimaafkan, dan terjadi li’an diantara qadzif dan mahdzuf.
  • 42. 39 |K E L O M P O K 6 DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainudin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Irfan, Nurul. 2016. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah. Khalafi, Al, Abdul ‘Azhim bin Badawi. 2011. al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al- Kitab al-‘Aziz, Penerjemah Ma’ruf Abdul Jalil. Al-Wajiz. Jakarta: Pustaka as-Sunnah. Malik, Muhammad Abduh. 2003. Perilaku Zina (Pandangan Hukum Islam dan KUHP). Jakarta: Bulan Bintang. Mawardi, Al, Abu al-Hasan Ali bin Muhammad. 2006. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah di al-Wilaayah al-Diniiyyah, Penerjemah: Fadli Bahri, Bekasi: Darul Falah. Mubarak, Faishal bin Abdul Aziz Alu. 2012. Bustanul Akhbar Mukhtashar Nail al- Authar, Penerjemah: Amir Hamzah Fachruddin dkk. Jakarta: Pustaka Azzam. Nurul Irfan dan Masyrofah. 2015. Fiqh Jinayah, cet. Ketiga, Jakarta: Amzah. Rusyd, Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dkk. Jakarta: Pustaka Amani. Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqh al-Sunnah. Kairo: Dar el-Hadith. Schacht, Joseph. 2010. An Introduction to Islamic Law, Penterjemah: Joko Supomo. Bandung: Nuansa. Zuhaili, Al, Wahbah. 2007. Fiqh Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul hayyie al-Kattani.Depok: Gema Insani.