Asuransi syariah di Indonesia bermula dari perusahaan asuransi konvensional pada abad ke-19. Pada tahun 1993, beberapa lembaga membentuk tim untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah pertama, yaitu Syarikat Takaful Indonesia. Produk asuransi syariah meliputi asuransi keluarga dan umum, yang didasarkan pada prinsip saling tolong menolong antarpeserta.
2. Sejarah Asuransi Syari’ah di IndonesiaSejarah Asuransi Syari’ah di Indonesia
Perusahaan Asuransi pertama di Indonesia adalah Perusahaan Asuransi Laut
dan Kebakaran : Bataviansche Zee & Brand Assurantie, didirkan pada tahun
1843.
Perusahaan Asuransi Pribumi pertama adalah Asuransi Jiwa Bumi Putra berdiri
tahun 1912.
Seiring dengan perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia membutuhkan
perusahaan asuransi syari’ah sesuai dengan UU No. 7 tahun 1992.
ICMI, Yayasan Abdi Bangsa, BMI dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri pada
tanggal 27 Juli 1993 sepakat memprakarsai pendirian Asuransi Takaful dengan
menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).
TEPATI merealisasikan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia sebagai
Holding Company dengan 2 anak perusahaan : PT. Asuransi Takaful Keluarga
(Asuransi Jiwa) dan PT. Asuransi Takaful umum (Asuransi Takaful Kerugian).
Tugas Holding Company selanjutnya mengembangkan keuangan syari’ah
lainnya seperti leasing, anjak piutang, modal ventura, pegadaian dll.
Fungsi Utama Asuransi Takaful adalah sebagai Investment Company.
3. • Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar. (An-Nisaa: 9)
4. • Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya (Al-Maidah: 2).
5. LANDASAN TEORI ASURANSI SYARIAH
• Al-’Aqila
– Konsep pertama tentang asuransi. Al-’Aqila=
Orang tua atau keluarga pembunuh menanggung
beban ahli waris yang terbunuh
• At-Takaful
– Tolong menolong: Saling bertanggungjawab;
Saling bekerjasama dan saling membantu; Saling
melindungi
• Tabarru’
– Sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma
6. • Aqad
– Aqad Tabarru (Hibah) dan Tijarah (Mudharabah)
• Gharar
– Ketidakjelasan
• Maisir
– Judi/untung-untungan
• Riba
– Tambahan atas pokok yang disyaratkan di depan
7. PENGERTIAN
• Menurut etimologi bahasa Arab istilah takaful berasal dari akar kata
kafala.
• Dalam ilmu tashrif atau sharaf, takaful ini termasuk dalam barisan bina
muta’aadi, yaitu tafaa’ala yang berarti saling menanggung. Sementara
ada yang mengartikan dengan makna saling menjamin.
• Secara terminologi, Evamy (1976) yang dikutip oleh Rahman
mendefinisikan, asuransi adalah :
– suatu kontrak dimana seseorang disebut penjamin asuransi, yang
menjalankan. Sebagai balas jasa atas imbalan yang telah disetujui yang
disebut premi, untuk membayar orang lain yang diasuransikan, yang disebut
tertanggung, sejumlah uang atau yang senilai, atas suatu kejadian tertentu.
Peristiwa tertentu itu harus unsur yang tidak menentu; peristiwa tersebut
mungkin berupa (a) masalah asuransi jiwa, dalam kenyataan bahwa peristiwa
ini dapat terjadi sebagai kejadian sehari-hari, peristiwa terjadi tidak tentu
waktunya, atau (b) suatu kenyataan bahwa peristiwa yang dialami disebabkan
oleh suatu kecelakaan, yang mungkin peristiwa itu tidak pernal dialami sama
sekali. Kejadian terakhir dinamakan kecelakaan. (1996 : 27-28)
8. • Lebih khusus dalam bidang muamalah Praja
mengatakan, takaful adalah:
– Saling memikul resiko di antara sesama orang
sehingga antara satu dengan lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul
resiko itu dilakukan atas dasar saling tolong dalam
kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang
ditunjukkan untuk menanggung resiko tersebut.
(1994 : 1).
9. • Sudah barang tentu, dalam asuransi takaful tidak hanya
melibatkan dua pihak yang bertakaful, yakni orang yang saling
mengikatkan dirinya untuk saling menjamin resiko yang
diderita masing-masing, melainkan diperlukan pihak ketiga.
• Pihak ketiga dimaksud ini adalah lembaga atau badan hukum
atau perusahaan yang menjamin kegiatan kerja sama atau
takaful ini terjamin berjalan dengan baik dan tidak termasuk
kegiatan yang dilarang oleh syari’at seperti : al-gharar, al-
maisir, dan al-riba.
• Berkaitan dengan ini menurut Praja, ada unsur-unsur penting
yang mesti ada demi terlaksananya takaful, yaitu (a) Dua atau
beberapa pihak yang bertakaful; dan (b) pengelola takaful.
10. • Program perlindungan menurut syari’ah
dikenal dengan Asuransi Takaful yang
bertumpu pada konsep wa ta’awanu alal birri
wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan
dan taqwa) dan at-ta’min (rasa aman) yang
menjadikan semua peserta asuransi sebagai
keluarga besar yang saling menjamin dan
menanggung resiko satu sama lainnya
11. Pandangan Ulama tentang Asuransi
• ulama yang bermazab Hanafiyah, yaitu Ibnu ‘Abidin (1784-1836),
yang dikutip Yafie menegaskan, bahwa :
– … telah menjadi kebiasaan bilamana para pedagang menyewa
kapal dari seorang harby, mereka membayar upah
pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk
seorang harby yang berada di negeri asal penyewa kapal, yang
disebut sebagai sukarah (premi asuransi), dengan ketentuan
bahwa barang-barang pemakai kapal yang berada di kapal yang
disewanya itu, bilamana musnah karena kebakaran, atau kapal
tenggelam, atau dibajak dan sebagainya, maka penerima uang
premi asuransi itu menjadi penanggung, sebagai imbalan dari
uang yang diambil dari pedagang itu. Penanggung itu
mempunyai wakil yang mendapat perlindungan yang di negeri
kita berdiam di kota-kota pelabuhan negara Islam atas seizin
penguasa. Si wakil tersebut menerima uang premi asuransi dari
para pedagang itu, dan bilamana barang-barang mereka
tertimpa peristiwa yang disebutkan di atas, dia (si wakil) lah
yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang
pengganti sebesar sejumlah yang pernah diterimanya. (1996 : 5)
12. • Muhammad Abduh (1849 - 1905), di dalam majalah
al-Muhamat Tahun V No. 460, Abduh memfatwakan,
bahwa pekerjaan perusahaan asuransi jiwa adalah
pekerjaan mubah (hukumnya), karena persetujuan
orang/seorang dengan para pemilik perusahaan
asuransi tergolong syirkah al-mudharabah, dan boleh
dikerjakan (ja’iz). Dengan demikian Abduh adalah
ulama yang pertama memperbolehkan asuransi jiwa
dengan akad mudharabah
13. • Sebagai bahan penguat pendapat para ulama tersebut, ternyata pernah di
adakan seminar Fiqh Islam yang diselenggarakan oleh al-Majlis al-A’la ;I
Ri’ayah al-Funun wa al-Adab wa al’Ulum al-Ijtima’iyah di Damsyik.
– Masalah asuransi adalah hal baru, tidak ada nash-nya dalam syari’ah
– Menyanggah pendapat ulama yang mengharamkan asuransi karena
digolongkan ke dalam jenis pertaruhan atau untung-untungan.
Menurutnya, unsur saling menolong yang ada dalam asuransi itu
menjauhkan dari jenis pertaruhan.
– Menyanggah adanya kesamaran dalam ‘aqd al-ta’min;
– Perusahaan asuransi memutar dana cadangan dengan jalan riba, yang
darinya kelak tertanggung dalam asuransi jiwa, apabila tetap hidup
sampai berakhirnya jangka waktu pertanggungnya, mendapat
sejumlah uang dengan bunganya sebagai pengganti uang premi yang
pernah dibayarnya. Ini hukumnya haram menurut hukum agama. Cara
ini merupakan praktik yang dilakukan perusahaan-perusahaan
asuransi, hal mana harus dipisahkan dengan persoalan asuransi sendiri
selaku satu sistem atau lembaga hukum.
– Asuransi mempunyai sua bentuk : asuransi bersama (perkumpulan)
dan asuransi perusahaan. Bentuk pertama hendaknya diprioritaskan,
karena bersifat saling menolong belaka. Tetapi karena mendapat
banyak kesulitan dan ketidakmampuan dalam arena perekonomian,
perhatian akhirnya menjadi lebih tertuju kepada asuransi perusahaan.
– Asuransi perusahaan halal menurut hukum syara’, karena dapat
dikiaskan pada ‘aqd al-muwalat menurut mazhab Maliki, nizham
al-‘awaqil dan sistem pensiun bagi pegawai negeri. (Yafie, 1996 : 6).
14. Prinsip-Prinsip Asuransi Syari’ahPrinsip-Prinsip Asuransi Syari’ah
1.Sesama muslim saling bertanggung jawab.
Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama
muslim lainnya. (QS. Ali-Imran : 103)
2. Sesama muslim saling bekerja sama dan bantu membantu.
Seorang muslim dituntut mampu merasakan dan memikirkan apa yang
dirasakan dan dipikirkan saudaranya. Hal ini menimbulkan sikap saling
membutuhkan antara sesama muslim dalam menyelesaikan masalah. (QS.
At-Taubah : 71)
3. Sesama muslim saling melindungi penderitaan satu sama lain.
Tolong menolong, bantu membantu dan melindungi menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat muslim. (QS. Adh-Dhuha : 9-
10)
Sesuai dengan tujuan dibentuknya asuransi takaful, maka kerangka
operasional asuransi takaful didasarkan kepada Prinsip-Prinsip meliputi :
15. Perbedaan Asuransi Syari’ah & KonvensionalPerbedaan Asuransi Syari’ah & Konvensional
Keterangan Asuransi Syari’ah Asuransi konvensional
Dewan
Pengawas
Syari’ah (DPS)
Adanya Dewan Pengawas Syari’ah.
Fungsinya mengawasi produk
yang dipasarkan dan investasi
dana
Tidak ada
Akad Tolong Menolong (Takaful ) Jual Beli
Investasi Dana Investasi dana berdasarkan
syari’ah dengan sistem bagi hasil
(mudharabah )
Investasi dana berdasarkan bunga
Kepemilikan
Dana
Dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) merupakan milik peserta.
Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk
mengelola
Dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan,
perusahaan bebas menentukan
investasinya.
Pembayaran
Klaim
Dari rekening tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta, sejak
awal sudah diikhlaskan oleh
peserta untuk keperluan tolong
menolong bila terjadi musibah.
Dari rekening dana perusahaan
Keuntungan
(profit)
Dibagi antara perusahaan dng
peserta sesuai prinsip bagi hasil
(mudharabah )
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
16. Perkembangan Asuransi
• Sebelum munculnya asuransi takaful di Indonesia, ternyata
asuransi takaful sudah lahir di berbagai negara baik di negara
muslim (Arab, Malaysia) maupun non-muslim (Swiss,
Bahamas, Inggris).
• Diantara asuransi takaful tersebut adalah tersebar di negara-
negara sebagai berikut :
– Islamic Insurance Co. Ltd. Sudan (1979)
– Islamic Arab Insurance C. Ltd. Saudi Arabia (1979)
– Dar Al-Maal Al Islami Geneva (1983)
– Takaful Islami Luxemburg (1983)
– Takaful Islam Bahamas (1983)
– Al-Takaful Al-Islami Bahrain (1983)
– Syarikat Takaful Malaysia SDN. Berhad (1984)
– Syarikat Takaful Brunei Darussalam
– Asuransi takaful Indonesia (1993)
17. Produk Asuransi Syari’ahProduk Asuransi Syari’ah
1. Asuransi Keluarga
Asuransi Keluarga
(Asuransi Jiwa)
Asuransi Individu
Asuransi Group/Kumpulan
Bentuk asuransi yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah
kematian dan kecelakaan atas diri peserta takaful. Dalam musibah kematian yang
menerima santunan sesuai perjanjian adalah keluarga / ahli waris atau orang yg
ditunjuk. Dalam musibah kecelakaan yg tidak mengakibatkan kematian, santunan
akan diterima oleh oeserta yg mengalami musibah
Asuransi Umum
(Asuransi Umum)
Produk Asuransi
18. Jenis takaful keluarga meliputi :
a. Takaful dengan Unsur Tabungan, meliputi :
Takaful Dana Investasi, Takaful Dana Haji, Takaful Pendidikan / Dana Siswa,
Takaful Jabatan.
b. Takaful Tanpa Unsur Tabungan, meliputi :
Takaful Kecelakaan Diri, Takaful Khairat Keluarga, Takaful Majelis Taklim, Takaful
Pembiayaan,, Takaful Wisata dan Perjalanan, Takaful Kecelakaan Siswa, Takaful
Perjalanan Haji / Umroh.
2. Takaful Umum
Bentuk takaful yang memberikan perlindungan dalam menghadapi bencana atau
kecelakaan atas hartaa milik peserta takaful, seperti rumah, kendaraan bermotor,
bangunan, pabrik dan sebagainya.
Jenis Takaful Umum meliputi :
Takaful Kebakaran, Takaaful Kendaraan Bermotor, Takaful Resiko Pembangunan,
Takaful Pengangkutan Barang, Takaful Resiko Mesin dll.
19. Pola Operasional Asuransi Syariah
• Produk asuransi dengan unsur tabungan
– Asuransi Dana Investasi
– Asuransi Dana Siswa
– Dan yang sejenis
• Produk asuransi tanpa unsur tabungan
– Asuransi Majelis Taklim
– Asuransi Kecelakaan
– Dan yang sejenis
22. Perolehan Pemegang Polis dan Ahli
Waris
• Jika peserta hingga akhir masa perjanjian
– Nilai Tunai = Jumlah Tabungan + Bagi Hasil
Investasi + Bonus
• Jika peserta berhenti di tengah perjanjian
– Nilai Tunai sebelum pengunduran diri = Jumlah
Tabungan + Bagi Hasil
• Jika peserta meninggal dunia
– Klaim meninggal = Nilai Tunai + Dana Kematian
24. TABEL APLIKASI
ASURANSI SYARIAH DANA INVESTASI
DATA PESERTA ASUMSI
Nama IRFAN Mudharabah
Umur Peserta 55%
Premi Perusahaan 45%
Masa Tk. Invest 13%
Tabarru' 2.25%
Biaya 30% (DARI PREMI TAHUN PERTAMA)
Pengelolaan
Tahun
Ke
(1)
Jml Premi
yg terkumpl
(2)
Jml Tabrru
yg terkumpul
(3)
Jml Tabng
yg terkumpul
(4)
Jml Basil
yg terkumpul
(5)
Dana
Kematian
(6)
Nilai Tunai
(7)
Klaim
Meninggal
(8)
% Nilai Tunai
dengan
Premi
(9)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
25. KOLOM KETERANGAN
1 Tahun = Perjalanan Masa Perjanjian yang Disepakati
2
Jumlah Premi yang Terkumpul = Besarnya Premi yang Dibayar oleh Nasabah X
Tahun Berjalan
3 Jumlah Tabarru’ yang Terkumpul = Persentase Tabarru’ X Premi yang Dibayar
4 baris I
Jumlah Tabungan yg Terkumpul Tahun 1 = Premi yang Dibayar – Biaya
Pengelolaan – Tabarru’
4 baris II
Jumlah Tabungan yang Terkumpul Tahun 2 = (Premi yang Dibayar – Biaya
Pengelolaan – Tabarru’) + Bagi Hasil Tahun Lalu
5
Jumlah Bagi Hasil yang Terkumpul Tahun 1= Jumlah Tabungan Terkumpul X
Tingkat Investasi X Nisbah
6
Dana Kamatian = (Masa Perjanjian X Premi yang Dibayar) – Premi yang dibayar
tahun yang bersangkutan
7 Nilai Tunai = Jumlah Tabungan + Bagi Hasil
8 Klaim Meninggal = Nilai Tunai + Dana Kematian
9
Persentase Nilai Tunai dengan Premi = Nilai Tunai / Premi yang Dibayar pada
tahun yang bersangkutan
RUMUS MENGISI KOLOM APLIKASI
Tahun
Ke
(1)
Jml Premi
yg terkumpl
(2)
Jml Tabrru
yg terkumpul
(3)
Jml Tabng
yg terkumpul
(4)
Jml Basil
yg terkumpul
(5)
Dana
Kematian
(6)
Nilai Tunai
(7)
Klaim
Meninggal
(8)
% Nilai Tunai
dengan
Premi
(9)
1
2
3
26. TABEL APLIKASI
ASURANSI SYARIAH DANA INVESTASI
DATA PESERTA Asumsi
Nama IRFAN Mudharabah
Umur 35 Peserta 55%
Premi 1,000,000.00 Perusahaan 45%
Masa 10.00 th Tk. Invest 13%
Tabarru' 2.25%
Biaya 30%(DARI PREMI TAHUN PERTAMA)
Pengelolaan
Tahun
Ke
(1)
Jml Premi
yg terkumpul
(2)
Jml Tabarru
yg terkumpul
(3)
Jml Tabungan
yg terkumpul
(4)
Jml Basil
yg terkumpul
(5)
Dana
Kematian
(6)
Nilai Tunai
(7)
Klaim
Meninggal
(8)
% Nilai Tunai
dengan
Premi
(9)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
27. PEGADAIAN SYARI’AH
• PENGERTIAN
– Perjanjian menahan sesuatu barang sebagai
tanggungan utang
– Akad/perjanjian utang piutang dengan
menjadikan harta sebagai kepercayaan/penguat
utang dan yang memberi pinjaman berhak
menjual barang yang digadaikan itu pada saat ia
menuntut haknya
28. PERSAMAAN vs PERBEDAAN
• Ada persamaan dan perbedaan antara gadai dengan
rahn
• Persamaan
– Hak gadai berlaku atas pinjaman uang
– Adanya agunan sebagai jaminan utang
– Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
– Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai
– Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang
digadaikan boleh dijual atau dilelang
• Perbedaan
– Rahn dalam hukum Islam dilakukan atas dasar tolong
menolong tanpa mencari untung
– Rahn berlaku untuk barang bergerak maupun tidak bergerak
– Rahn tidak ada bunga
29. DASAR HUKUM
• DASAR HUKUM
– QS. Al-Baqarah 283:
• … Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utang) dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Tuhannya
– HR. Bukhari
• Rasulullah pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi
untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi berkata: Sungguh
Muhammad ingin membawa lari hartaku. Rasulullah kemudian
menjawab: bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi
ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku pasti aku
tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku
– Jumhur Ulama’
• Para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehan gadai/rahn
30. RUKUN DAN SYARAT SAH
• Rukun Gadai
– Orang yang menggadaikan (Rahin)
– Barang yang digadaikan (Marhun)
– Orang yang menerima gadai (Murtahin)
– Harga
– Sifat akad gadai
• Syarat
– Berakal
– Baligh
– Wujud marhun
– Marhun yang dipegang oleh murtahin
31. RUKUN DAN SYARAT SAH
• Perlakukan Bunga dan Riba dalam perjanjian Gadai
– Gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang piutang,
dimungkinkan terjadinya riba yang dilarang oleh syara’.
Oleh karena itu, dalam gadai syari’ah diperlakukan beban
sewa
• Berakhirnya Hak Gadai
– Rahin telah melunasi semua kewajiban kepada murtahin
– Rukun dan syarat gadai tidak terpenuhi
– Baik rahin maupun murtahin atau salah satunya ingkar dari
ketentuan syara’ dan akad yang disepekati
32. KETENTUAN ISLAM DALAM GADAI
• Kedudukan barang gadai
– Selama ada di tangan pemegang gadai, kedudukan barang
gadai hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan
kepadanya oleh pihak penggadai
– Sebagai pemegang amanat, murtahin berkewajiban
memelihara keselamatan barang gadai yang diterimanya,
sesuai dengan keadaan barang
• Pemanfaatan barang gadai
– Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil
manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima
gadai. Namun bila mendapatkan ijin boleh dimanfaatkan
• Risiko atas kerusakan barang gadai
– Penanggung risiko barang gadai tergantung pada sumber
terjadinya risiko.
33. KETENTUAN ISLAM DALAM GADAI
• Pemeliharaan barang gadai
– Biaya pemeliharaan menjadi tanggungan penggadai
• Kategori barang gadai
– Benda bernilai menurut syara’
– Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi
– Benda diserahkan sektika kepada murtahin
• Akad gadai
– Berapa barang
– Penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang
digadaikan tidak terhalang
– Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba
masa pelunasan utang gadai
34. KETENTUAN ISLAM DALAM GADAI
• Pelunasan utang gadai
– Apabila sampai pada waktu yang telah ditentukan, rahin
belum juga membayar kembali hutangnya, maka rahin
dapat diminta oleh marhun untuk menjual barang
gadaiannya dan kemudian digunakan untuk melunasi
utangnya.
• Prosedur pelelangan barang gadai
– Murtahin harus lebih dahulu mencari tahu keadaan rahin
– Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran
– Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum
melunasi hutangnya, maka murtahin boleh memindahkan
barang gadai kepada murtahin lain dengan seijin rahin
– Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin
boleh menjual barang gadai dan kelebihan uangnya
35. Biaya Administrasi
Golongan MB Plafon MB (Marhun
Bih)
Biaya Administrasi / SBR
[1]
A 20.000 – 150.000 1.000
B 151.000 – 500.000 3.000
C 501.000 – 1.000.000 5.000
D 1.005.000 – 5.000.000 15.000
E 5.010.000 – 10.000.000 15.000
F 10.050.000 – 20.000.000 25.000
G 20.100.000 – 50.000.000 25.000
H 50.100.000 –
200.000.000
25.000
36. Tarif Ijarah
No. Jenis Marhun[1] Perhitungan tarif[2]
1 Emas Taksiran/Rp 10.000 x Rp 90 x
Jangka waktu / 10
2 Elektronik, alat rumah tangga
lainnya
Taksiran/Rp 10.000 x Rp 95 x
Jangka waktu / 10
3 Kendaraan bermotor (mobil &
motor)
Taksiran/Rp 10.000 x Rp100 x
Jangka waktu / 10
[1] Pada prakteknya, jenis marhun yang lebih banyak diterima oleh Pegadaian syariah
sebagai murtahin, adalah emas dan atau berlian. Ada beberapa faktor yang mendasarinya:
Fatwa dari DSN MUI baru mengatur menganai marhun berupa emas dan berlian, dan jenis
tersebut memiliki nilai yang relatif stabil dari masa ke masa. Selain itu pegadaian syariah
yang tergolong baru masih belum memiliki gudang penyimpanan barang gadai yang
memadai.
[2] Tarif ijarah dikenakan sebesar Rp 90,- per 10 hari masa penyimpanan untuk setiap
kelipatan taksiran perhiasan emas sebesar Rp 10.000,-. Perbedaan nilai multiplier untuk
marhun yang berbeda disebakan karena tingkat resikonya yang juga beragam.
37. Contoh Perhitungan Gadai Syari’ah
Diketahui:
Nilai taksiran perhiasan emas = Rp 1.000.000,-
Masa pinjaman = 30 hari
Maka:
Jumlah maksimum pinjaman /marhun bih yang dapat diterima:
90 % x Nilai taksiran marhun
= 90 % x Rp 1.000.000,-
= Rp 900.000,-
Biaya administrasi yang wajib dibayarkan satu kali, saat akad disepakati
(lihat tabel 1): Rp 5.000,-
38. Contoh Perhitungan Gadai Syari’ah
Tarif ijarah (lihat tabel 2):
Taksiran / Rp 10.000 x Rp 90 x Jangka waktu / 10
= Rp 1.000.000 / Rp 10.000 x Rp 90 x 30 / 10
= Rp 27.000,-
Jadi uang yang harus dibayarkan oleh rahin untuk melunasi pinjamannya
setelah 30 hari (jatuh tempo), adalah Rp 927.000,- (Pinjaman awal ditambah
biaya ijarah).[1]
39. Gadai Konvensional
• Pegadaian Konvensional, bunga yang
dikenakan atas pinjaman sebesar 900000
dengan bunga sebesar 1,625% per 15 hari.
• Jadi jumlah yang harus dibayarkan = Rp
900.000,00 + (1,625% x 30/15 x Rp
900.000,00) = Rp 929.250,00.
40. Contoh Perhitungan Gadai Syari’ah
Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional
Sumber dana Berasal dari sumber yang halal, sesuai
syariah.[1]
BBerasal dari sumber yang belum terjamin
kehalalannya, mencakup: Modal sendiri: dari
pemerintah (karena Pegadaian masih termasuk
BUMN, milik pemerintah); Modal luar: obligasi,
pinjaman jangka pendek lain, pinjaman dari Bank
Konvensional
Akad 1. Rahn : gadai; 2. Ijarah: untuk
penyewaan tempat penyimpanan
marhun.
Perjanjian gadai, mengacu pada KUH Perdata
ayat 1150 dan 1160.
Dasar pengenaan
tarif
Berdasarkan taksiran marhun, bisa dilihat
di tabel 2.
Berdasarkan besarnya pinjaman yang diberikan.
Bunga = 12,8% per 4 bulan.
Tarif Administrasi Sesuai plafon Marhun Bih, bisa dilihat di
tabel 1.
Dikenakan sebesar 1% dari jumlah pinjaman yang
diberikan.
Kelebihan hasil
penjualan[2]
Bila lebih dari 1 tahun, uang kelebihan
hasil penjualan marhun belum diambil
oleh rahin, maka Pegadaian Syariah
akan menyalurkannya ke BAZIS.
Bila lebih dari 1 tahun, uang kelebihan hasil
penjualan marhun belum diambil oleh rahin, maka
Pegadaian Konvensional akan memasukkan uang
tersebut ke kas perusahaan (PERUM Pegadaian).
Penyelesaian
perseteruan
Dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah yang berada di bawah MUI.
Dilakukan melalui pengadilan.
[1] Untuk Perum Pegadaian Divisi Usaha Syariah, sumber pendanaannya berasal dari Bank Muamalat Indonesia, sementara pegadaian (Rahn) yang
menjadi produk Bank Syariah, sudah jelas bahwa sumbernya pun halal).
[2] Bila ternyata rahin/penerima pinjaman tidak dapat melunasi kewajibannya, maka pihak pegadaian dapat menjual barang yang menjadi jaminannya. Bila
ada kelebihan, pegadaian cenderung bersifat pasif, dalam artian tidak mengantar sendiri jumlah kelebihan tersebut kepada rahin/penerima pinjaman.
Namun demikian, pihak pegadaian tetap memiliki etika untuk memberitahukan kepada rahin/penerima pinjaman bahwa hasil penjualan barang
jaminannya masih diatas kewajiban yang harus ia lunasi, hal ini biasa dilakukan melalui korespondensi maupun telepon.