1. RESUME MASAIL FIQHIYAH
KELUARGA BERENCANA, ABORTUS dan STERILISASI
Resume Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Dr. Isnawati Rais, M.A
Disusun Oleh :
Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003
Hukum Keluarga 5B
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2. A. Keluarga Berencana
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) keluarga berencana adalah
gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran.1
Dalam istilah bahasa Arab KB disebut dengan tanzim nasl ( النسل تنظيم )
yang terdiri dari kata تنظيم berarti mengatur, sedangkan النسل berarti
keturunan/kelahiran.2
Istilah Keluarga Berencana (KB), merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “Family Planning”; yang dalam pelaksanaannya di negara-negara barat
mencakup dua macam metode, yaitu.
a. Planning parenthood
Metode ini menitik beratkan tanggung jawab kedua orang tua untuk
membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, tentram, damai, sejahtera dan
bahagia, walaupun bukan dengan membatasi jumlah anggota keluarga. Hal ini,
lebih mendekati istilah bahasa Arab ِلسَّنال ُميَِنظت (mengatur keturunan).
b. Birth Control
Penerapan metode ini menekankan jumlah anak, atau menjarangkan
kelahiran, sesuai dengan situasi dan kondisi suami-istri. Tetapi dalam praktiknya di
negara barat, cara ini juga membolehkan penguguran kandungan (abortus dan
menstrual regulation), pemandulan (infertilitas) dan pembujangan.3
2. Hukum Melaksanakan Keluarga Berencana
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
2008), hlm. 659.
2
Saipudin Shiddiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 21.
3
Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 71.
3. 3
Tidak terdapat nas yang sharih yang melarang ataupun yang memerintahkan
melakukan KB secara eksplisit. Karena itu hukum malakukan KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan:
ىميىر
َ
َت
َ َ
لَع
ُ
ل ىِلىادل
ى
لُدَي ىَّتَح
ُ
ةَاحَبىإل
َ
ا ىلاَفع
َ
األ َو ىءاَشي
َ
األ ىِف
ُ
صل
َ
أل
َ
ااَه
Artinya: “Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, sampai ada dalil
yang menunjukkan keharamannya”.4
Abu A’la Al-Maududi menolak KB karena dinilai bertentangan dengan
sejumlah ayat Al-Qur’an. Penolalakan tersebut didasarkan kepada alasan
pengendalian jumlah anak yang didasari motivasi takut kekurangan rezeki
bertentangan dengan keimanan bahwa Allah telah menentukan rezeki semua
mahluk-Nya.5
Hal ini jelas bertentangan dengan firman Allah Swt. surat Al-Isra
ayat 30-31 sebagai berikut.
ى
نىإىبَرُط ُسۡبَي
َ
كٱ
َ
قۡزىلرُه
ى
نىإُۚ ُىرد
ۡ
قَيَو ُء
ٓ
ا
َ
شَي نَىملۥىهىداَبىعىب
َ
ن
َ
َكۦاٗي ىصَب اََۢيىب
َ
خ٣٠
َ
لَو
ْ
آو
ُ
لُت
ۡ
ق
َ
ت
ۡىطخ
َ
ن
َ
َك ۡمُه
َ
لۡت
َ
ق
ى
نىإ ُۚ
ۡم
ُ
اكىِإَوي ۡمُه
ُ
قُزۡر
َ
ن ُن
ۡ ى
َّن ٖۖقَٰ َ
لۡمىإ
َ
ةَي
ۡ
ش
َ
خ ۡم
ُ
كَدََٰ
لۡو
َ
أاٗيىب
َ
ب ا٣١
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia
kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha
melihat akan hamba-hamba-Nya. (30) dan janganlah kamu membunuh anak-
anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar. (31)” (Q.S. Al-Isra [17]: 30-31).
Sedangkan ulama yang membolehkan KB, menggunakan dalil firman Allah
Swt. surat An-Nisa ayat 9, sebagai berikut.
4
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: Gunug Agung,
1997), hlm. 56.
5
Aminudin Yaqub, KB Dalam Polemik: Melacak Pesan Substantif Islam, (Jakarta: PBB UIN
dan Kas, 2003), hlm. 12.
4. 4
َ
ش
ۡ
خَ ۡ
ِلَوٱَىين
ى
َّل
ْ
وا
ُ
قىتَي
ۡ
ل
َ
ف ۡمىهۡي
َ
ل
َ
ع
ْ
وا
ُ
اف
َ
خ ا
ً
فَٰ َ
ع ىض
ٗ
ةىيىر
ُ
ذ ۡمىهىف
ۡ
ل
َ
خ ۡىنم
ْ
وا
ُ
كَر
َ
ت ۡو
َ
لٱَ ى
ّللَ ۡ
ِلَو
ْ
وا
ُ
ول
ُ
ق
اًىيددَس
ٗ
لۡو
َ
ق٩
Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” (Q.S.
An-Nisa [4]: 9).
Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi
kesehatan fisik dan kelemahan intelegasi anak, akibat kekurangan makanan yang
bergizi, menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka di sinilah peranan KB
untuk membantu orang-orang yang tidak dapat menyanggupi hal tersebut, agar
tidak berdosa di kemudian hari bila meninggalkan keturunannya.6
Dalam ayat yang lain disebutkan juga.
َوٱُتَٰ َ
ىدلَٰ َو
ۡ
لىمىتُي ن
َ
أ
َ
ادَر
َ
أ ۡنَىملٖۖى
ۡ
ۡي
َ
ىلم
َ
َك ى
ۡ
ۡي
َ
لۡوَح ىن
ُ
هَدََٰ
لۡو
َ
أ َنۡع ىضۡرُيٱُۚ
َ
ة
َ
اع
َ
ضىلر
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan......” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 233)
Ayat ini menerangkan bahwa anak harus menyusu selama dua tahun penuh.
Karena itu, ibunya tidak boleh hamil lagi sebelum cukup umur bayinya dua tahun.
Atau dengan kata lain, penjarangan kelahiran anak minimal tiga tahun, supaya anak
bisa sehat dan terhindar dari penyakit, karena susu ibulah yang paling baik untuk
pertumbuhan bayi, dibandingkan susu buatan.
Ada pula hadis yang mendukung di bolehkannya KB, sebagai berikut.
َاسىانل
َ
ون
ُ
ف
ى
ف
َ
كَتَي
ً
ة
َ
ل ََع ْم
ُ
هَر
َ
ذ
َ
ت
ْ
ن
َ
أ ْىنم ٌ ْ
ي
َ
خ َاءَىين
ْ
غ
َ
أ
َ
كَت
َ
ثَرَو َر
َ
ذ
َ
ت
ْ
ن
َ
أ
َ
ك
ى
نىإ
6
Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, hlm. 75.
5. 5
Artinya: “Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan
orang banyak” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim, dari Saab bin Abi Waqqash ra.)
Hadis ini menunjukkan bahwa faktor kemampuan suami-istri untuk
memenuhi kebutuhan anak-anaknya hendaknya dijadikan pertimbangan mereka
yang ingin menambahkan jumlah anak.7
3. Sebab Melakukan Keluarga Berencana
Menurut Yusuf Qardhawi terdapat empat sebeb yang membolehkan seseorang
melakukan Keluraga Berencana, yaitu.
a. Khawatir terhadap keselamatan hidup si ibu pada waktu mengandung atau
melahirkan, setelah dilakukan penelitian atau pemeriksaan oleh dokter yang
dapat dipercaya.
b. Khawatir terjatuh ke dalam kesulitan duniawi yang kadang-kadang bias
membawa kepada kesulitan dalam agamanya, sehingga dia mau menerima
yang haram dan melakukan hal-hal yang terlarang demi kepentingan anak.
c. Khawatir terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anaknya.
d. Khawatir terhadap wanita (istri) yang menyusui apabila dia hamil lagi dan
melahirkan anak lagi.8
B. Abortus
1. Penegertian
Secara etimologi aborsi adalah pengguguran kandungan.9
Pengguguran
kandungan dalam bahas Inggris disebut dengan abortus atau abortion yang artinya
adalah gugur kandungan atau keguguran.10
Secara istilah, menurut World Health Organization (WHO) yaitu keadaan
dimana pengakhiran atau ancaman pengakhiran kehamilan sebelum fetus hidup
diluar kandungan.11
7
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, hlm. 61.
8
Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, terj. Mu’ammal Hamidy,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), hlm. 272
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 3.
10
Saipudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 48.
11
Saipudin Shidiq, Fikih Kontemporer, hlm. 48.
6. 6
Menurut Sardikin Ginaputra dari fakultas kedokteran universitas indonesia
memberi pengertian abortus sebagai engakhiran kehamilan atau atau hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.12
2. Macam-macam Abortus
Aborsi dapat dibagi kepada dua macam:
a. Abortus spontan, yaitu abortus yang tidak sengaja. Abortus spontan ini terjadi
karena sebab-sebab alamiah, bukan karena perbuatan manusia. Abortus
spnotan biasanya terjadi pada tiga bulan pertama dari masa kehamilan dan tidak
ada satu pencegahan pun yang dapat menghindarkan penyebab umum
keguguran ini, bahkan dokter juga tidak dapat menentukan dengan tepat apa
yang menyebabkannya. Biasanya abortus seperti ini diawali dengan
pendarahan tanpa diketahui penyebabnya. Tetapi ada pula yang terjadi, karena
terkejut atau karena jatuh. Aborsi semacam ini, tidak menimbulkan dampak
hukum karena hal itu terjadi di luar kehendak dan kuasa manusia.
b. Abortus buatan (disengaja), yaitu abortus atas usaha manusia dan menurut
istilah kedokteran disebut abortus provokatus. Abortus bentuk ini ada dua
macam:
(1) Abortus artificialis theraficus, yaitu abortus yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis. Hal ini dilakukan sebagai penyelamatan
terhadap jiwa ibu yang terancam, bila kelangsungan kehamilan
dipertahankan, karena pemeriksaan medis menunjukan gejala seperti
itu, umpamanya wanita tersebut menderita penyakit jantung, ginjal dan
penyakit jiwa.
(2) Abortus provokatus criminalis, yaitu abortus yang dilakukan ukan atas
dasar indikasi medis. Biasanya abortus semacam ini dilakukan karena
kehamilan yang tidak dikehendaki, baik karena alasan ekonomi
maupun kehamilan sebagai akibat dari pergaulan bebas, terjadi
12
Saipudin Sidiq, Fikih Kontemporer, hlm. 48.
7. 7
hubungan seks diluar nikah. Alasan-alasan seperti itu tidak dibenarkan
oleh hukum dan dianggap sebagai tindakan kejahatan.13
3. Cara Pelaksanaan
Untuk melakukan abortus banyak cara yang ditempuh, diantaranya dengan
menggunakan jasa ahli medis di rumah sakit. Cara seperti ini umumnya dilakukan
oleh para dokter yang hidup di negara yang mengizinkan pengguguran. Ada juga
yang menggunakan jasa duku bayi, terutama di daerah pedesaan dan menggunakan
obat-oabatan tradisional seperti jamu.
Pengguguran yang dilakukan secara medis di rumah sakit, biasanya
menggunakan metode sebagai berikut:
a. Curratage dan Dilatage (C&D)
b. Dengan alat khusus, mulut rahim dilebarkan kemudian janin dikiret dengan alat
seperti sendok kecil.
c. Aspirasi, yaitu penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
d. Hysterotomi (melalui operasi).14
4. Hukum Melakukan Aborsi
Sebelum menjelaskan secara mendetail tentang hukum aborsi, lebih dahulu
perlu dijelaskan tentang pandangan umumajaran Islam tentang nyawa, janin dan
pembunuhan, yaitu sebagai berikut:
(1) Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baikdengan
merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan cara memotong
sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjualbelikannya,
maupun dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan
membunuhnya. Sebagaimana firman Allah surat al-Isra’ ayat 70 yang artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”
(2) Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Firman Allah surat al-Maidah ayat 32 artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan
13
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer,
(Bandung: Angkasa, 2005), hlm. 193.
14
Saipudin Shidiq, Fikih Kontemporer, hlm. 49.
8. 8
(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya.”
(3) Dilarang membunuh anak (termasuk janin yang masih dalam kandungan),
hanya karena takut miskin. Firman Allah surat al-Isra’ ayat 31 yang artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
(4) Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah Swt,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 5 yang artinya:
“Selanjutnya Kami dudukkan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami
selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi.
(5) Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kesucian kehidupan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah (5) ayat 23, yang artinya:
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-
sebabyang mewajibkan (hukum qisas) atau bukan karena membuat kerusuhan
dimuka bumi, maka seakan-akan telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka
seolah-olah ia telah memelihara keselamatan seluruh manusia semuanya.”.15
Perdebatan ahli fiqih mengenai aborsi dalam literatur klasik berkisar hanya
pada sebelum terjadi penyawaan (qabla nafkh al-ruh) maksudnya adalah kehamilan
sebelum adanya peniupan roh ke dalam janin karena kehamilan sesudah penyawaan
(ba‘da nafkh al-ruh) semua ulama sepakat melarang kecuali dalam kondisi darurat
yang mengancam nyawa ibunya. Perdebatan tersebut berpangkal pada ‚kapan
kehidupan manusia itu dimulai? Ulama dari Madzhab Hanafi membolehkan
15
Nurul Etika, Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Penelitian KeIslaman, Vol.
11, No. 2, Juli 2015, hlm. 211.
9. 9
pengguguran kandungan sebelum kehamilan berusia 120 hari dengan alasan belum
terjadi penciptaan. Pandangan sebagian ulama lain dari madzhab ini hanya
membolehkan sebelum kehamilan berusia 80 hari dengan alasan penciptaan terjadi
setelah memasuki tahap mudghah atau janin memasuki usia 40 hari kedua.16
Dasar dibolehkannya pengguguran pada setiap tahap sebelum terjadinya
pemberian nyawa bahwa setiap sesuatu yang belum diberikannya nyawa tidak akan
dibangkitkan di hari kiamat. Begitu pula dengan janin yang belum diberikan nyawa,
maka boleh digugurkan ketika tidak ada larangan baginya. Mayoritas ulama
Hanabilah juga membolehkan pengguguran kandungan janin sebelum berusia 40
hari selama janin tersebut masih dalam bentuk segumpal darah (‘alaqah) karena
belum berbentuk manusia. Akan tetapi sebagian besar Syafi’iyah menyepakati
bahwa pengguguran janin sebelum usia kehamilan 40-42 hari adalah haram, dasar
pengharaman ini dengan alasan bahwa kehidupan dimulai sejak konsepsi.17
Mayoritas ulama Maliki mengharamkan aborsi dengan dalil berdasarkan
hadith Rasulullah Saw:
“Dari Abi Abd Rahman Abdillah bin Mas’ud r.a berkata: Rasulullah menceritakan
kepada kami sesungguhnya seseorang dari kamu kejadiannya dikumpulkan dalam
perut ibumu selama 40 hari berupa nut}fah, kemudian menjadi segumpal darah
(‘alaqah) dalam waktu yang sama, kemudian menjadi segumpal daging (mudghah)
juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu Malaikat diutus untuk meniupkan roh ke
dalamnya dan diutus untuk melakukan pencatatan empat perkara, yaitu mencatat
rizkinya, usianya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagia” (HR. Muslim).
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nutfah telah melewati
empat puluh dua hari, Allah mengutus Malaikat untuk membentuk rupanya,
menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya,
kemudian Malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah dijadikan laki-laki atau
16
Ibnu Abidin, Hasyiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar, (Beirut: Daar al-Fikr,
t.th), jilid 2, hlm. 411.
17
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan,
(Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 94-95.
10. 10
perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, lalu Malaikat itu pun
menulisnya‛.(HR. Muslim [2643]).18
Tetapi mayoritas Malikiyah membolehkan aborsi hanya jika dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa ibu, selain itu mutlak dilarang.
Sebagaimana ahli fiqh umumnya, Majlis Ulama Indonesia mengharamkan
praktik aborsi termasuk di dalamnya pihak yang turut serta melakukan, membantu
dan mengizinkan aborsi. Meski demikian terdapat kebolehan aborsi apabila
memenuhi beberapa unsur: Pertama, melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh
(nafkh al-ruh); Kedua, melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh),
hanya boleh dilakukan apabila: (1) jika ada alasan medis, seperti untuk
menyelamatkan jiwa si ibu; dan (2) ada alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah
Islam. Ketetapan ini berdasarkan Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: I/MUNAS VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli
2000.19
C. Sterilisasi (Vasectomi/Tubectomi)
1. Pengertian
Sterilisasi adalah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi agar
tidak dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi untuk laki-laki dinamakan
vasektomi dan untuk perempuan dinamakan tubektomi.20
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Vasectomi adalah operasi
untuk memandulkan kaum pria dengan cara memotong saluran sperma atau saluran
mani dari bawah zakar sampai ke kantong sperma.21
Sedangkan tubektomi adalah
pemandulan pada wanita, dilakukan dengan cara memotong atau mengikat saluran
telur.22
2. Hukum Sterilisasi
18
Abi Al-Husain Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Daar Al-Fikr, 1992), jilid 2, 549-550.
19
Ma’ruf Amin dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Erlangga,
2011), hlm. 259.
20
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, hlm. 67.
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1545.
22
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1491.
11. 11
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun perempuan (tubektomi)
menurut Islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang
principal:
(1) Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat kemandulan tetap.
Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni
lelaki dan perempuan selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan
suami istri dalam hidupnya di dunia maupun akhirat, juga untuk
mendapatkan keturunan yang sah dan diharapkan menjadi anak yang shaleh
sebagai penerus cita-citanya. Walaupun dari segi teori masih mungkin
menghasilkan keturunan bila ikatan itu dilepas kembali.
(2) Mengubah ciptaan Allah SWT dengan jalan memotong dan menghilangkan
sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
(3) Melihat aurat orang lain. Pada prinsipnya Islam melarang orang melihat
aurat orang lain.23
Tetapi walaupun melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan medis,
maka sudah tentu Islam akan membolehkan, karena keadaan semacam itu sudah
sampai ketingkat darurat, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis dan
melihat sekedarnya saja (seminimal mungkin). Hal ini berdasarkan kaidah hokum
Islam yang menyatakan:
ماللضرورة ابيحبقدرتعذرها
“sesuatu yang dibolehkan karena terpaksa adalah menurut kadar dan
halangannya”.
Tetapi apabila suami istri dalam keadaan terpaksa bahkan darurat, seperti
untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak atau ibu terhadap anak
keturunannya yang bakal lahir, atau terancam jiwa, maka sterilisasi dibolehkan
dalam Islam. Hal ini berdasarkan kaidah hokum Islam yang menyatakan:
23
Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 53
12. 12
الضرورةاتراحملضو تبيح
“keadaan darurat itu memperbolehkan hal-hal yang dilarang”.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa agama Islam tidak
membenarkan KB dengan cara sterilisasi (vasektomi/tubektomi) karena hal itu
berarti telah merusak organ tubuh, dan juga dapat mengakibatkan kemandulan
selamanya sehingga yang bersangkutan tidak dapat memperoleh keturunan. Kecuali
jika keadaan darurat, misalnya karena dikhawatirkan menurunnya penyakit yang
diderita oleh ibu maupun ayah dari janin tersebut, atau mengancam jiwa si ibu bila
mengandung atau melahirkan bayi
Sterilisasi lelaki (vasektomi) harus dibedakan hukumnya dengan khitan
lelaki dimana sebagian dari tubuhnya adapula yang dipotong dan dihilangkan, ialah
kulup (qulfah dalam bahasa arab, praepuium dalam bahasa latin), Karena kalau
kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan
dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral diseases). Karena
itu, khitan untuk anak lakilaki itu justru disunatkan.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/perempuan, karena semata-
mata alasan medis.Selain medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat
dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat
kontrasepsi yang di ijinkan oleh Islam, seperti, oral pill, vaginal tablet, vaginal
pasta, dan sebagainya yang sesuai dengan kaidah hukum Islam
يدور احلكمالعلة معوجوداوعدما
Hukum itu berputar bersama illat-nya (alasan yang menyebabkan adanya
hukum ada atau tidaknya, dan:
تغريبتغري االحكاماالمننةواالمكنةوالواالح
Hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat dan keadaan.24
24
Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, hlm. 54. Lihat Juga Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, hlm. 56.
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Ibnu. T.th. Hasyiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar. Beirut: Daar
al-Fikr.
Anshor, Maria Ulfah. 2006. Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi
Perempuan. Jakarta: Kompas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Etika, Nurul. 2015. Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Penelitian
KeIslaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015, hlm. 211.
Hasan, M. Ali. 1997. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ma’ruf Amin dkk. 2011. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh. Jakarta: Kalam Mulia.
Mahjuddin. 2012. Masail al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual Dalam Hukum Islam.
Jakarta: Kalam Mulia.
Qardhawi, Muhammad Yusuf. 1993. Halal dan Haram Dalam Islam, terj.
Mu’ammal Hamidy. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Shiddiq, Saipudin. 2017. Fikih Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2005. Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam
Kontemporer. Bandung: Angkasa.
Yaqub, Aminudin. 2003. KB Dalam Polemik: Melacak Pesan Substantif Islam.
Jakarta: PBB UIN dan Kas.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta:
Gunug Agung.