Makalah ini membahas tentang instrumen HAM internasional. Terdapat dua instrumen umum yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia juga menjadi salah satu instrumen umum yang penting.
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Makalah Instrumen HAM Internasional
1. MAKALAH HUKUM ISLAM DAN HAM
KELOMPOK 2
INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam dan HAM
Dosen Pengampu : Masyrofah, M.Si
Disusun Oleh :
1. Abdul Alim Mahmud
2. Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003
3. Fatma Hidayah F 11150440000012
PERADILAN AGAMA 7A
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat kuasanya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan sholawat serta
salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman kebodohan hingga zaman kebenaran.
Terima kasih kepada ibu Masyrofah, M.Si yang telah memberikan tugas agar
kita dapat mengerti dan memahami tentang instrumen HAM internasional.
Tujuan penulisan ini untuk menginformasikan kepada pembaca tentang dzihar
dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu Masyrofah M.Si. Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis dan umumnya untuk seluruh pembaca
sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
Kami menyadari bahwa penulisan ini banyak kekurangan. Apabila ada
kesalahan pada tulisan ini kami sangat memerlukan kritik dan saran teman teman
kurang lebihnya mohon maaf.
3. 1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dapat dikatakan perkembangan instrumen internasional hak asasi manusia,
mengalami kemajuan yang sangat pesat di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Instrumen ini meliputi perjanjian internasional, baik berupa Kovenan, Konvensi
dan Statuta, serta standar-standar internasional lainnya, tidak terbatas pada
deklarasi, proklamasi, kode etik, aturan bertindak (code of conduct), prinsip-prinsip
dasar, dan rekomendasi.
Penilaian terhadap prosesnya, terutama ditunjukkan kepada persoalan
penyusunan instrumen yang terkesan tidak terkoordinasi secra maksimal, lebih
ditentukan secara insidentil-menurut kuat dan lemahnya tekanan Negara Pihak dan
kepentingan politik. Selain itu, faktor keahlian (pengetahuan) dan dukungan
keterampilan teknis individual yang terlibat dalam proses penyusunan instrumen
juga memberikan konstribusi penting terhadap kualitas instrumen dan lama waktu
penyusunannya. Walaupun tentu saja menghadapi tantangan dan hambatan dalam
penyusunan instrumen internasional ini, dapat disimpulkan lembaga-lembaga PBB
yang memberikan perhatian dibidang perlindungan hak asasi manusia, dengan
dukungan komunitas internasional, telah melaksanakan fungsinya dengan
mengesankan.
Kemajuan yang mengesankan dalam tataran normatif, setiap tahun
bertambah negara menjadi Negara Pihak, yang mengikatkan diri, meratifikasi
perjanjian internasional, sehingga hukum internasional mempunyai kekuatann
hukum didalam sistem hukum domestik (nasional). Dengan demikian, negara yang
bersangkutan telah menerima obligasi (kewajiban) masyarakat internasional untuk
mempromosikan, menghormati, melindungi, dan memenuhi – memfasilitasi dan
menyediakan – hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia yang
fundamental. Termasuk juga menerima kewajiban untuk menyerahkan laporan
awal (initial report) dan laporan periodik secara reguler kepada institusi pengawas
4. 2
(Komite) dalam rangka mekanisme dan prosedur pengawasan yang dimandatkan
instrumen internasional hak asasi manusia.
Komite yang diberikan mandat melakukan pengawasan, dalam praktiknya
telah mendorong dialog dengan perwakilan Negara Pihak, serta memberikan
banyak rekomendasi terhadap situasi dan kondisi, tidak hanya secara yuridis (de
jure), melainkan juga secara praktik (de facto) dalam memperbaiki atau
meningkatkan pemenuhan hak-hak asasi. Selain prosedur pengawasan yang
dibentuk lewat perjanjian internasional, PBB juga terus mengembangkan prosedur-
prosedur yang bertujuan untuk perlindungan korban dan penghukuman para pelaku
kejahatan hak asasi manusia, termasuk mengembangkan sistem pertanggung
jawaban pelaku non-negara (non state actors) yang mencakup korporasi atau
perusahaan trans/multi nasional, yang operainya seringkali-jika tidak dikatakan
selalu- berpengaruh pada pemenuhan hak asasi manusia, terutama hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya (hak ekosob).1
A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud instrumen HAM internasional?
2. Apa saja yang termasuk instrumen umum dalam instrumen HAM
internasional?
3. Apa saja yang termasuk instrumen khusus dalam instrumen HAM
internasional?
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk
memberikan informasi kepada rekan-rekan kami pada khususnya dan kepada
masyarakat pada umumnya tentang instrumen HAM internasional.
1
Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm. 16.
5. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Instrumen HAM Internasional
Secara etimologi Instrumen adalah alat yang dipakai untuk mengerjakan
sesuatu (Seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik
dan kimia).2
Sedangkan Hak Asasi Manusia secara etimologi adalah hak yang
dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB declaration of human right),
seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk
mengeluarkan pendapat.3
Sedangakan Internasional secara etimologi adalah
menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia.4
Jadi, secara etimologi Instrumen
HAM Internasional adalah alat yang digunakan untuk melindungi Hak Asasi
Manusia di seluruh negeri di dunia.
B. Instrumen Umum dalam Instrumen HAM Internasional
Setelah pengadopsian Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka
dibuatlah rencana, untuk menyusun the bill of human rights, yang dimandatkan
kepada sebuah komisi untuk promosi hak-hak asasi manusia. Saat itu muncul dua
aliran, tentang sifat daya ikat keberlakuan aturan tentang hak asasi manusia, yang
nantinya disusun oleh komisi. Amerika Serikat, merupakan pendukung utama,
aliran aturan hukum yang sifatnya tidak mengikat, dalam bentuk yang misalnya
dirumuskan dalam sebuah deklarasi. Sebaliknya, aliran yang disukung negara-
negara Eropa, cenderung mendukung perumusan aturan hukum hak asasi manusia
yang sifat kewajibannya mengikat (legally binding).
Setelah terjadi kompromi akhirnya disepakati dokumen “the bill of rights”
akan disusun dalam 3 elemen pokok, yakni deklarasi dan dua perjanjian dan sistem
pengawasan internasional. Keputusan ini dimuat dalam Revolusi Majelis Umum
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hlm. 437
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 382
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 439
6. 4
217 (III), 10 Desember 1948. Majelis Umum meminta Komisi Hak Asasi Manusia
untuk merumuskan Kovenan dan sistem pengawasannya.
PBB menetapkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang
iadopsi Majelis Umum (General Assembly) pada 10 Desember 1948 yang
kemudian 10 Desember diperingati menjadi hari hak asasi manusia sedunia. Saat
sidang umum, 48 negara menyatakan persetujuannya terhadap Deklarasi sementara
(hanya) 8 negara tidak menyatakan penolakan atau persetujuannya (abstain).
Sebagai catatan, kritik yang dilontarkan terhadap “keuniversalan” dokumen ini,
antara lain berdasarkan fakta bahwa hanya 48 negara yang menyetujuinya.
Menurut Van Boven, rumusan isi DUHAM disusun berdasarkan prinsip-
prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang berasal dai revolusi Perancis.
Walaupun tidak diabaikan, DUHAM agak kurang menaruh bobot perlatian
terhadap sifat kolektivitas dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya secara kolektif.
Deklarasi lebih mengakomodasi hak-hak individualistis, dengan bukti, hampir
semua Pasal, dimulai dengan kata “setiap orang” berhak atau mempunyai hak.
Walaupun mendapat sejumlah kritik, DUHAM telah menjadi dokumen
yang dimanfaatkan dalam forum politik dan yuridis, serta dijadikan referensi pokok
dalam penyusunan perjanjian internasional hak asasi manusia di level regional
seperti Konvensi Eropa, Konvensi Amerika dan Piagam Eropa. Demikian juga,
DUHAM telah menjadi referensi penting dalam perumusan klausula hak asasi
manusia, di level konstitusi/undang-undang dasar nasional. Bahkan, Deklarasi,
digunakan oleh bangsa-bangsa yang menuntut kemerdekaan, bebas dari praktik
penjajahan/kolonial, serta digunakan dalam perjuangan menentang praktik
diskriminasi rasial.
Karena perkembangan tersebut, maka DUHAM telah menjadi bagian dari
hukum kebiasaan, mempunyai sifat dokumen yang mengikat secara politis, serta
status pengikatannya perlahan-lahan menjadi tidak ditolak negara-negara anggota
PBB, khususnya karena keterlibatan negara-negara dunia ke-3 dalam proses
perumusannya. DUHAM ini telah menjadi “common standard of achievement”
7. 5
atau “un ideal commun a atteindre”. Terutama sejak 1968, perwakilan pemerintah
tidak kurang 100 negara berbicara dan merumuskan Proklamasi Teheran, yang
menegaskan secara aklamasi bahwa DUHAM diposisikan sebagai dokumen yang
memuat pengertian bersama bangsa-bangsa di dunia mengenai hak-hak yang tidak
dapat dicabut dan diganggu gugat dari manusia dan merupakan kewajiban bagi
anggota masyarakat internasional.
Proklamasi Teheran tersebut, diadopsi negara-negara peserta Konferensi
Internasional untuk Hak-Hak Asasi Manusia, yang diselenggarakan bertepatan
dengan 20 tahun kehadiran DUHAM dan penetapan Tahun Internasional untuk Hak
Asasi Manusia. Dokumen ini dirumuskan dengan mempertimbangkan penilaian
negara-negara terhadap situasi dan kondisi politik, ekonomi dan kebudayaan – yang
menjadi perhatian selama penyelenggaraan Konferensi, 22 April – 13 Mei 1968 –
untuk selanjutnya dikaitkan dengan norma-norma internasional hak asasi manusia
yang telah ada. Karenanya, isis proklamasi memuat perhatian seperti, terhadap
masalah politik apartheid – pembedaan warna kulit – diskriminasi rasial,
kolonialisme, konflik bersenjata, serta problem kesenjangan ekonomi antara
Negara Maju (Kaya) dengan Negara Ke-3 (Miskin). Para perwakilan negara, yang
mengikuti Konferensi ini, juga memberikan perhatian khusus terhadap problem
buta huruf dan diskriminasi terhadap perempuan, serta partisipasi generasi muda
dalam membentuk masa depan umat manusia.5
Dalam instrumen umum terdapat 2 kovenan internasional, yaitu: Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
1. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Perjanjian internasional ini, terdiri dari 5 bab, dan 31 Pasal yang memuat
jaminan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob), mulai dari
5
Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 18-21.
8. 6
hak untuk bekerja dan mendapatkan pekerjaan, hingga hak untuk berpartisipasi
dalam kehidupan budaya.
Berbeda dengan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik,
serta perjanjian internasional pokok lainnya, Kovenan Ekosob tidak memandatkan
pembentukan sebuah badan pengawas berdasarkan perjanjian ini, tetapi dibentuk
berdasarkan Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial. Komite ini memeriksa laporan
yang disampaikan Negara Pihak.
Negara pihak wajib menyampaikan laporan pertamanya, 2 tahun setelah
meratifikasi Kovenan Ekosob. Selanjutnya 5 tahun secara reguler (periodik) perihal
obligasi negara yang bersangkutan dalam promosi, perlindungan dan pemenuhan
hak-hak ekosob sebagaimana dicantumkan dalam kovenan. Komite, setelah
memeriksa akan menyampaikan rekomendasi dalam bentuk hasil kesimpulan
pengamatannya “Concluding Observations”.
Selain memeriksa laporan Negara Pihak, Komite juga mempublikasikan
interpretasi atas Pasal-pasal Kovenan dalam bentuk “komentar umum” (general
comment). Komentar Umum pertama, dikeluarkan pada 1989, tentang interpretasi
tentang pelaporan oleh Negara Pihak. Hingga 24 November 2005, komite telah
mengadopsi Komentar Umum No. 18 yang menginterpretasikan Pasal 16 Kovenan
tentang hak untuk bekerja.
Komite tidak berwenang untuk memeriksa pengaduan individual. Namun
demikian saat ini sedang dibahas sebuah protokol opsional yang memungkinkan
untuk mekanisme ini.
Perlindungan Internasional dari Hak-hak Ekonomi dan Sosial
Organisasi Buruh Internasional – International Labor Organisation (LSO)
Sejak pembahasan Perjanjian Damai Versailles, gagasan pembentukan
organisasi buruh internasional sudah muncul dan didorong secara serius. Perjanjian
ini kemudian dalam Bab XIII mencantumkan Statua organisasi buruh internasional
ILO. Lembaga ini kemudian mulai bekerja pada 1919 dan sampai saat ini telah
9. 7
banyak mengadopsi instrumen internasional dibidang perburuhan. Dengan
demikian, ILO merupakan satu-satunya organisasi sebelum Perang Dunia II atau
sebelum PBB terbentuk, yang menetapkan instrumen internasional guna menjamin
hak-hak ekonomi dan sosial.
Agar instrumen internasional yang diadopsi ILO dapat memecahkann
masalah perbedaan sistem politik serta perbedaan kondisi ekonomi di semua
negara, maka Konstitusi ILO dengan tegas menyatakan bahwa dalam perumusan
Konvensi atau Rekomendasi ILO harus memperhatikan negara-negara dengan
iklim dan perkembangan struktur industri yang belum sempurna atau keadaan
khusus negara-negara di dunia.
Norma yang fleksibel, misalnya dapat dilihat dari Konvensi ILO No. 102
(1952) tentang aturan minimum mengenai jaminan sosial dan Konvensi No. 121
(1964) tentang pembayaran ketidakmampuan bekerja, serta Konvensi ILO No. 128
(1967) tentang pembayaran penderita cacat, usia lanjut dan anggota keluarga yang
terdekat. Selain itu, ILO juga merumuskan norma dengan model opsi, dimana
Negara Pihak dapat menerapkan salah satu pilihan seperti dimuat dalam Konvensi
ILO No. 98 (1949) tentang kantor perantara pekerjaan. Selain itu, ILO juga
menetapkan rekomendasi-rekomendasi –yang tidak menyebabkan munculnya
kewajiban yuridis- untuk digunakan semua negara sebagai pedoman. Sebagai
tambhaan, ILO juga seringkali menggunakan terminologi kualitatif, seperti “taraf
penghidupan yang layak” yang isinya dapat dimaknai dan dijabarkan masing-
masing negara sepanjang tidak melanggar hak-hak asasi manusia.
Sejak awal ILO mengupayakan perumusan norma-norma yang universal,
sehingga walaupun terdapat norma-norma yang berlaku secara regional ataupun
nasional, yang bertentangan dengan norma yang diadopsi ILO maka lembaga ini
akan menggunakan norma universal sebagai alat ukurnya.
2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
Secara umum, Kovenan Sipil terdiri dari Mukadimah dan 6 nagian isi,
yakni: Bagian I, sekaligus Pasal 1 yang memuat hak untuk menentukan nasib
10. 8
sendiri; Bagian II terdiri dari 4 ketentuan umum; Bagian ke III, Pasal-pasal tentang
jaminan kebebasan fundamental, hak-hak sipil dan hak-hak politik; Bagian IV
memuat sistem pengawasan yang dilakukan oleh Komite Hak Asasi Manusia;
Bagian V memuat 2 pasal tentang Interpretasi; bagian terakhir, Bagian VI, memuat
Pasal-pasal penutup termasuk penandatanganan dan ratifikasi.
Rumusan pasal 1 telah didiskusikan sejak 1955, pada masa semangat
dekolonisasi merebak seantero dunia. Jika diperhatikan, kalimat pada pasal 1 ini,
ditunjukkan pada jaminan hak untuk bangsa, bukan hak untuk negara, sebagai
subyek hukum internasional. Sejak awal perumusannya, Pasal ini mempunyai 2
penafsiran: hak penentuan nasib sendiri sebagai respon terhadap kekuasaan Asing
(eksternal), dan; sebagai respon terhadap kekuasaan nasional seperti penguasa atau
rezim otoritarian/totalitarian yang merepsesi kebebasan penduduk dan insan
pribadai (internal). Sebagai tambahan, hak ini – merupakan satu-satunya hak
kolektif yang dicantumkan dalam Kovenan Sipol.
Dalam ketentuan umum (Bagian II) dimuat rumusan yang memberikan
obligasi (kewajiban) Negara Pihak: Pertama, untuk menghormati dan memastikan
pemenuhan hak asasi tanpa pembedaan (diskriminasi) berdasarkan apapun. Negara
pihak juga diwajibkan untuk mengupayakan perbaikan yang efektif jika terjadi
kejahatan hak asasi manusia termasuk memberikan reparasi kepada korban, melalui
mekanisme yudisial (hukum), adaministratif atau bersifat legasi, termasuk
memastikan otoritas (lembaga) negara yang berkompeten untuk memenuhi reparasi
bagi semua korban kejahatan hak asasi yang dimuat dalam Kovenan ini.
Kedua, Negara Pihak diwajibkan mengupayakan persamaan hak antara laki-
laki dan perempuan dalam menikmati jaminan hak-hak sipil dan politik. Dalam
konteks ini, pasal 26 Kovenan juga memuat prinsip persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan di muka hukum dan persamaan untuk mendapatkan perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Namun, perlu dicatat, Komite Hak Asasi
Manusia membenarkan obligasi positif untuk melakukan tindakan afirmasi
(affirmative action) sehingga kelompok yang sejak lama mengalamai diskriminasi
11. 9
seperti kaum perempuan dapat mengejar ketertinggalannya untuk dapat menikmati
persamaan dengan laki-laki.
Ketiga, Ketentuan Umum memuat aturan pengecualian tentang penundaan
pemenuhan hak sipil dan politik dalam “situasi darurat yang mengancam
kehidupan dan eksistensi bangsa, yang secara resmi ditetapkan” yang hanya bisa
dilakukan dengan memenuhi asas proporsionalitas, dan non-deskriminasi, dan
berdasarkan aturan hukum yang jelas. Penyimpangan untuk melakukan tindakan
penundaan tidak berlaku bagi Negara Pihak untuk hak-hak yang dinyatakan dalam:
Pasal 6 (hak untuk hidup); Pasal 7 (bebas dari penyiksaan); Pasal 8 (paragraf 1 dan
2) yang memuat larangan perbudakan; Pasal 16 (hak pengakuan dimuka hukum)
dan Pasal 18 (kebebasan untuk berkeyakinan dan beragama) – hak-hak ini disebut
dengan hak yang tidak dapat ditanda pemenuhannya (non-derogable right) dalam
situasi dan keadaan apapun termasuk dalam situasi darurat.
Ketentuan Umum, ini diakhiri dengan Pasal 5 yang memuat larangan bagi
Negara Pihak untuk menafsirkan aturan Kovenan yang berakibat pada perusakan
hak dan kebebasan fundamental yang dijamin dalam Kovenan. Demikian juga,
Negara Pihak tidak diperbolehkan membuat pembatasan atau derogasi
(pelanggaran) hak-hak asasi didalam peraturan perundang-undangan atau kebijakan
nasional yang bertentangan dengan jaminan hak sipil dan politik yang dimuat dalam
Kovenan ini.6
Badan-badan Pengawas yang Dibentuk Berdasarkan Mandat dalam Perjanjian
NO Perjanjian Badan Pengawas
1
Konvenan Internasional tentang
Hak-hak Ekonomi Sosial dan
Budaya
Komite Hak-hak Ekonomi. Sosial dan
Budaya (The Committee on Economic,
Social and Cultural Right)
2
Konvenan Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik
Komite Hak Asasi Manusia (The
Human Rights Committee)
6
Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 18-33.
12. 10
3
Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial
Komite Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial (The Committee
on The Elimination of Racial
Discrimination)
4
Konvensi tentang Penghapusan
semua bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (1979)
Komite Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan
(The Committee on Elimination of
Discrimination against Women)
5
Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Martabat
Komite Menentang Penyiksaan (The
Committee against Torture)
6
Konvensi mengenai Hak-hak
Anak
Komite Hak-hak Anak (The
Committee on The Rights of the Child)
7
Konvensi Internasional tentang
Perlindungan Hak-hak Semua
Buruh Migran dan Anggota
Keluarga
Komite Buruh Migran (The commite
on Migrant Workers)
C. Instrumen Khusus dalam Instrumen HAM Internasional
Norma “Bill of Right” Internasional, kemudian diikuti dengan
pengabdosian instrument – instrument lain yang dikodifikasi, memuat hak – hak
asasi manusia dan sistem pengawasan yang dilakukan untuk tujuan perlindungan
dan pemenuhan katalog hak – hak asasi. Intrumen nasional hak asasi manusia tidak
hanya ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa, tetapi badan
badan PBB lainnya, yang juga berfungsi memajukan hak asasi manusia, seperti
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB – United Nations
Educational, Scientific, and Culture Organisation (UNESCO) dan Organisasi
Buruh Internasional – International Labor Organisation ( ILO ), yang menuyusun
13. 11
dan menetapkan instrumen – instrumen khusus, yang berbentuk perjanjian
(konvensi), pernyataan, rekomendasi, untuk perlindungan dan pemenuhan hak asasi
manusia.
Karena spektrum yang luas dari instrumen – instrumen khusus yang
diadopsi badan badan PBB – yang mesti diberi bobot politik dan sosial secara
khusus, maka pada pembahasan instrumen khusus ini dibatasi hanya instrumen
kusus yang berkaitan dengan; hak menentukan nasib sendiri, pencegahan
diskriminasi, termasuk larangan diskriminasi rasial, kebijakan dan praktik
pembedaan warna kulit ( apartheid ), penghapusan diskriminasi terhadap
perempuan, dan penghapusan segala bentuk intoleransi serta diskriminasi
berdasarkan agama atau kepercayaan, hak – hak perempuan, hak – hak anak, serta
hak asasi manusia dalam administrasi keadilan, yang difokuskan terhadap
perlindungan setiap orang dari penyiksaan.
1. Hak menentukan nasib sendiri
Sebelum diadopsinya 2 kovenan Internasional Hak Asasi Manusia, jaminan
menentukan nasib sendiri sudah dirumuskan dan ditetapkan dalam deklarasi tentang
Pemberian Kemerdekaan kepada Negara – negara dan Bangsa – bangsa Jajahan
yang dikenal dengan sebutan deklarasi dekolonial. Deklarasi ini dimulai dengan
pernyataan bahwa kebijakan dan praktik penjajah, dominasi dan eksploitasi
merupakan pengingkaran terhadap hak hak asasi manusia, bertentangan dengan
Piagam PBB serta menjadi hambatan bagi peningkatan perdamaian dan kerjasam
dunia. Deklarasi ini juga menyatakan, semua negara wajib mematuhi sepenuh –
penuhnya secara konsekuen ketentuan – ketentuan dalam Piagam PBB dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Dalam perkembangannya, istilah hak menentukan nasib sendiri, dianalisis
dari dua prespektif : menetukan nasib sendiri ( right of self-determination ).
Pengertian pertama, seperti dinyatakan sebelumnya, berkaitan dengan
“dekolonisasi” atau praktik memerdekakan diri sebuah bangsa untuk membentuk
sebuah negara yang merdeka. Sedangkan pengertian kedua berkaitan dengan
14. 12
kebebasan kolektif ( penduduk ) menentukan nasib sendiri, bukan dalam rangka
membantu sebuah Negara baru, melainkan kebebasan dalam konteks partisipasi
penduduk dalam menentukan kebijakan – serta dan implementasinya- didalam
sebuah Negara.
Instrumen lain, yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok “ hak
menentukan nasib sendiri” yakni konvensi Internasional tentang Rekrutmen,
Pengunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran.
2. Pencegahan diskriminasi
Setidaknya terdapat 8 Intrumen pokok Internasional, yang diadopsi PBB
dengan pencegah,,an diskriminasi, yakni: (1) konvensi ILO No. 100 ( 1951); (2)
Konvensi ILO No. 111 ( 1958); (3) Konvensi internasional Penghapusan semua
bentuk Diskriminasi Rasial; (4) Deklarasi tentang Praduga Rasial dan Ras; (5)
Konvensi UNESCO menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan; (6) Protokol
Pembentukan sebuah Negara Pihak berkaitan dengan Konvensi Menentang
Penyiksaan di Bidang Pendidikan; (7) Deklarasi tentang Penghapusan Semua
Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasrakan Agama dan Kepercayaan, serta
(8) Deklarasi dan Program Aksi Durban, yang dihasilkan Konferensi Dunia
Menentang Rasisme (2001).
Organisasi Buruh Internasional ( ILO ) memberikan perhatian amat serius
terhadap problem diskriminasi. Perhatian ini kemudian, dirumuskan dalam
konvensi ILO No. 100, yang adiadopsi pada tahun 1951 tentang Pengupahan yang
sama untuk laki-laki dan perempuan untuk Jenis Pekerjaan yang Sejenis, serta
dirumuskan juga Konvensi No 111 yang diadopsi 7 tahun berikutnya pada tahun
1958 tentang penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan Jabatan. Selain ILO,
Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) , juga
mengadopsi setidaknya 2 Instrumen pokok yang memuat larangan dan pencegahan
diskriminasi di bidang pendidikan, yakni Konvensi Menentang Diskriminasi di
Bidang Pendidikan, serta Protokol pembentukan Komisis dan Konsiliasi yang
15. 13
bertanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa antara Negara Pihak berkaitan
dengan Konvemsi Menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan,
Selanjutnya, upaya penghapusan praduga rasial dan diskriminasi rasial,
medapat perhatian khusus. Majelis Umum mengadopsi Deklarasi (1963) dan
Konvensi (1965) tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial.
Penggalangan solidaritas Majelis Umum kemudian menghasilkan Konvensi
Internasional tentang Pemberantasan dan Penghukuman Kejahatan Pembedaan
Warna Kulit ( apertheid ) (1975 ).
Berbeda dengan proses penetapan Konvensi menentang Rasil dan Rasisme
yang sudah berhasil mendapat persetujuan dalam Majelis Umum PBB pada tahun
1965, pengadopsian instrumen yang memuat jaminan perlindungan hak dan
kebebasan beragama, sekaligus penghapusan semua bentuk intoleransi dan
diskrimanasi berdasakan agama dan kepercayaan menghadapi rintangan dan
perdebatan kontroversial.
Bertahun – tahun perundingan tidak mengalami kemajuan, kemudian pada
tahun 1981, Majelis Umum memproklamasikan Deklarasi tentang Penghapusan
Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama dan Kepercayaan,
pada tahun 1981.
3. Hak – hak perempuan
Dalam “payung” klarifikasi hak-hak perempuan, selain Konvensi dan
Protokol Opsional tentang Penghapusan semua bentuk Diskriminasi terhadap
perempuan, terdapat 2 instrumen pokok lain, yakni: Deklarasi tentang Perlindungan
Perempuan dan Anak-anak dalam situasi Darurat dan Konflik bersenjata, serta:
Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
4. Hak-hak anak
Hak-hak anak dalam konvensi hak anak tahun 1989, secara umum, dapat
diklasifikasikan kedalam 3 katagori. Pertama, hal-hak yang merupakan hak-hak
setiap anak dengan tidak memandang usia, namun dalam konvensi ini, dinyatakn
dan ditugaskan kembali. Sebagai contoh, jaminan perlindungan terhadap
16. 14
penyiksaan, jak atas nam dan identitas kewarganegaraan, atau hak atas jaminan
sosial.
Kedua, katalog hak asasi manusia secara umum, namun dalam konvensi
diberikan penekanan, jaminan atas hak perlu diperkuat dan ditetapkan secara
khsusu, seperti hak dan persyaratan bagi anak ( remaja ) yang hendak bekerja, atau
hak-hak anak dalam konteks perampasan kemerdekaanya
(penahanan/pemenjaraan). Selanjutnya, ketiga, hak - hak yang khusus berkaitan
dengan anak, seperti adopsi, hak atas pendidikan dasar dan
komunikasi(berhubungan) dengan orangtuanya.
Selain itu, ILO juga mengadopsi setidaknya 2 konvensi yang ditujukan
untuk perlindungan hak-hak anak. Sebelum Konvensi hak-hak anak diadopsi, pada
tahun 1973 ILO sudah mengadopsi Konvensi tentang Usia Minimum. Kemudian
pada 1999, ILO menetapkan Konvensi No. 182 tentang Bentuk-bentuk Terburuk
Buruh Anak.
5. Larangan Penyiksaan
Praktik penyiksaan terhadap manusia, telah menjadi perhatian yang serius
dari komunitas Internasional. Tidak mengherankan, ketentuan hukum berkaitan
dengan larangan penyiksaan, dinyatakan dalam banyak instrumen pokok
Internasional dan regional.
Pasal 5 DUHAM dan pasal 7 konvenan Internasional hak-hak sipil dan
politik dengan tegas mengatur jaminan setiap orang untuk bebas dari segala bentuk,
praktik, dan kejahatan penyiksaan. Kejahatan ini, jika dilakukan sebagai serangan
yang sitematik dan meluas, dikategorikan sebagai kejahatan hak-hak asasi manusia
yang berat, dengan klasifikasi kejahatan terhadap manusia.
Pengadopsian konvensi yang berkaitan dengan larangan penyiksaan,
didahului dengan pengadopsian Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari
Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat pada 1975. Dorongan untuk pengadopsian deklarasi, antara
lain disebabkan kejahatan penyiksaan terhadap individu dan kelompok masyarakat
17. 15
pasca kudeta militer di chili pada tahun 1973. Membutuhkan waktu 9 tahun bagi
majelis Umum untuk bisa mengadopsi Konvensi menentang Penyiksaan.
Selanjutnya, kurang lebih 3 tahun, 20 negara menyatakan mengingatkan diri pada
perjanjian ini, sehingga konvensi menentang penyiksaan dapat berlaku pada 26 Juni
1987.
Larangan melakukan penyiksaan, dinyatakan dalam Konvensi Jenewa yang
diadopsi pada 1949, setahun setelah ditetapkannya DUHAM. Para tahanan perang
tidak diperbolehkan mendapat perlakuan yang kejam, penyiksaan atau pemotongan
bagian-bagian tubuhnya. Hal yang sama berlaku untuk korban konflik bersenjata
Internasional dan konflik bersenjata yang terjadi di dalam sebuah Negara (non
internasional)
Instrumen Internasional, secara khusus mengatur larangan penyiksaan
terhadap anak-anak serta mengatur masalah kompensasi untuk semua korban
kejahatan hak-hak asasi manusia,
Tabel Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, berdasarkan Urutan
Kronologis
Tahun
1945
1948
1948
1949
1951
1951
1952
1953
1954
Piagam PBB
Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Genosida ( 1951)
Deklarasi HAM Semesta
Konvensi ILO (No, 98) tentang Hak Mengorganisir dan Posisi Tawar
Kolektif (1951)
Konvensi ILO (No.100) tentang Upah yang sama bagi Laki-laki dan
Perempuan atas Pekerjaan yang Nilainya Setara (1953)
Konvensi Status Mengungsi(1954)
Konevensi hak-hak Politik Perempuan
Protokol Amandemen Konvensi Perbudakan 1926 (1953)
Konvensi tentang Status Penduduk yang tidak memiliki
kewarganegaraan (1960)
18. 16
1955
1956
1957
1957
1958
1959
1960
1960
1962
1963
1965
1966
1966
1967
1968
1969
1973
1974
1974
1975
1975
1978
1979
1981
Peraturan Standar minimum bagi perlakuan Tahanan
Lampiran Tambahan Konvensi Penghapusan Perbudakan (1957)
Konvensi Nasional tentang Perempuan yang Menikah (1958)
Konvensi ILO (No. 105) tentang Penghapusan Kerja Paksa (1959)
Konvensi ILO (No. 111) tentang diskriminasi ( ILO Discrimination)
Tempat Bekerja dan Pekerjaan (1960)
Deklarasi hak-hak Anak
Deklarasi Pengakuan Kemerdekaan Negara dan Penduduk dari
Penjajahan
Konvensi UNESCO Menentang Diskriminasi dalm Pendidikan
Koneverensi Perizinan Perkawinan, Usia Minimum Perkawinan dan
Pencatatan Perkawinan (1964)
Deklarasi Penghapusan segala bentuk diskrimanasi rasial
Konvensi Internasional Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi
Rasial (1962)
Konvensi Internasional hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (1976)
Konvenan Internasional hak-hak Sipil dan Politik (1976)
Deklarasi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan
Proklamasi Teheran
Deklarasi Kemajuan Sosial dan Pembangunan
Konevensi Internasional Penghapusan dan Penghukuman Apartheid
(1976)
Deklarasi Semesta Pemberantas Kelaparan dan Kekurangan Pangan
Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Situasi Darurat
dan Konflik Bersenjata Deklarasi hak hak orang cacat
deklarasi Perlindungan Setiap Orang dari Ancaman Penyiksaan dan
Tindakan Keji Lainnya
Tindakan atau Hukuman tidak Berperi Kemanusiaan atau
Merendahkan Martabat
Deklarasi Prasangka Ras dan Rasial
19. 17
1984
1986
1989
1989
1989
1990
1992
1992
1993
1993
1997
1998
1999
1999
2000
2000
2000
2001
2001
Konvensi Penghapusan Bentuk Intoleransi dna Diskriminasi
berdasarkan Agama dan Kepercayaan
Deklarasi Penghapusan Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi
terhadap Perempuan (1981)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Keji atau Tindakan
atau Hukuman yang merendahkan Martabat (1987)
Deklarasi hak-hak Pembangunan
Konvensi ILO No 169 tentang Penduduk Asli dan Adat di Negara
negara Independen (1991)
Konvensi hak-hak Anak (1990)
Protokol Optional Kedua terhadap Kovenan hak-hak sipil dan
Politik, Guna Menghapuskan Hukuman Mati
Konvensi Internasional untuk PERLINDUNGAN ham Setiap
Pekerja Migran dan Keluarganya (2003)
Deklarasi hak hak setiap orang untuk Mmeliki Kebangsaan atau
Etnis, Agama dan Bahasa Minoritas
Deklarasi Perlindungan Setiap Orang dari Segala Bentuk
Penghilangan Paksa
Deklarasi dan Program Aksi Wina
Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan Status Lembaga Nasional
untuk Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Agenda Pembangunan
Deklarasi tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan
Organisasi Masyarakat untuk Mempromosikan dan Melindungi hak-
hak Asasi dan Kebebasan fundamental Manusia Universal
Deklarasi dan Kemajuan Negara dan Inisiatif Dimasa Depan untuk
Program Aksi Pembangunan Berkelanjutan di Pulau – Pulau Kecil
Negara Berkembang
Protokol opsional untuk Konevensi Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (2000)
20. 18
2002 Protokol Opsional untuk Konvensi mengenai Hak-hak Anak,
Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (2002)
Deklarasi Millinium PBB
Konvensi Menentang Kejahatan Trans-nasional Terorganisir
Deklarasi Komitmen HIV/AIDS
Deklarasi tentang Kota dan Wilayah lain yang didiami Manusia
dalam Millenium Baru
Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan ( per Januari
2006 belum berlaku, baru diratifikasi 16 Negara dari total minimum
30 Negara )
Keterangan : *Tahun disebelah kiri menunjukkan tahun adopsi, sedangkan tahun
dalam tanda kurung menunjukkan instrumen HAM mulai diberlakukan ( entry into
force )
Sementara dilevel domestik, sebagai contoh di Indonesia, pada 2001,
amandemen ke-2 Undang-undang Dasar 1945, memuat hak setiap orang untuk
bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Sebelumnya, larangan penyiksaan dimuat dalam pasal 33 UU No 39/1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan secara khusus larangan penyiksaan terhadap anak dimuat
dalam pasal 66 UU ini.
Dari ke 7 instrumen pokok, tidak termasuk protokol opsional atau protokol
tambahan. Indonesia sudah meratifikasi 8 instrumen kecuali Konvensi Internasional
tentang Perlindungan Hak hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.
Inkorporasi hukum Internasional hak asasi manusia ini, dilakukan melalui undan-
undang, kecuali Konvensi mengenai hak hak Anak, yang diratifikasi melalui
keputusan Presiden.7
7
Adnan Buyung Nasution, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, hlm. 33-42
21. 19
Table the Internastional human rights: instruments, dates, and membership8
Name
Date when open
for signature
States parties as
of 2004 as of N
and %
International Covenant on Cicil and
Political Rights (ICCPR)
1966 152
(78%)
International Covenant on Economic,
Social, and Culture Rights ( ICESCR )
1966 149
(77%)
Optional Protocol to the International
Covenant on Civil and Political Righs
(OPTI)
1976 104
(54%)
Second Optional Protocol to the
International Covenant on Civil and
Political Rights ( OPT2 )
1989 50
(26%)
International Convention on the
Elimination of all Forms of Racial
Discrimination ( CERD )
1966 169
(89%)
Convention on the Elimination of all
Forms of Discrimination Against
Women ( CEDAW )
1979 177
(91%)
Convention Against Torture and other
Cruel, Inhuman, or Degrading
Treatment or Punishment (CAT)
1984
136
(70%)
Convention on the Rights of the Child
(CRC) 1989
192
(99%)
8
Todd Landman, Studying Human Rights, (New York: Routledge, 2006), hlm. 13.
22. 20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Instrumen HAM Internasional adalah alat yang digunakan untuk
melindungi Hak Asasi Manusia di seluruh negeri di dunia.
- Instrumen umum dalam Instrumen HAM internasional ada dua yaitu
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
- Instrumen Khusus dalam Intrumen HAM internasional ada 5 yaitu; Hak
menentukan nasib sendiri; Pencegahan Diskriminasi; Hak-hak Perempuan;
Hak-hak Anak dan Larangan Penyiksaan.
23. 21
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Adnan Buyung. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi
Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Landman, Todd. 2006. Studying Human Rights. New York: Routledge.