Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang tiga topik utama yaitu:
1) Pengertian dan jenis-jenis iddah beserta dasar hukumnya menurut Al-Quran dan hadis.
2) Akibat hukum bagi wanita yang menjalani masa iddah.
3) Pengertian ihdad dan harta bersama pasangan suami istri yang berakhir perkawinannya.
1. RESUME MASAIL FIQHIYAH
IDDAH, IHDAD, DAN HARTA BERSAMA WANITA
KARIR
Resume Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Dr. Isnawati Rais, M.A
Disusun Oleh :
Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003
Hukum Keluarga 5B
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2. 1. IDDAH
A. Pengertian
Menurut bahasa kata Iddah berasal dari kata al-‘adad. Sedangkan kata al-
‘adad merupakan bentuk masdar dari kata kerja‘adda-yauddu yang berarti
menghitung. Kata al-‘adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan
jumlahnya. Adapun bentuk jama dari kata al-‘adad adalah ala’dad begitu pula
bentuk jama dari kata ‘Iddah adalah al-‘idad. Secara (etimologi) berarti:
“menghitung” atau “hitungan”. Kata ini digunakan untuk maksud Iddah karena
masa itu si perempuan yang beriddah menunggu berlakunya waktu1
Pengertian Iddah secara istilah, para ulama banyak memberikan pengertian
yang beragam, seperti Muhammad al-Jaziri memberikan pengertian bahwa iddah
merupakan masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya didasarkan pada
masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan pada bilangan bulan
atau dengan melahirkan dan selama masa tersebut seorang perempuan dilarang
untuk menikah dengan laki-laki.2
B. Macam-macam Iddah dan Dasar Hukumnya
Wanita yang putus perkawinannya menurut Ibnu Rushd dikategorikan
dalam beberapa penggolongan:
1. Wanita yang pada saat putus perkawinannya masih belum pernah berhubungan
badan dengan suami. Menurut Ibnu Rushd, ijma menyatakan tidak berlakunya
iddah bagi wanita ini Berdasarkan firman Allah surat Al-Ahzab 49 :
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), hlm. 303.
2
Abd ar-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Mesir: Maktabah
at-Tijariyah al-Kubra,1969), jilid 4, hlm. 513.
3. 3
اَهُّي
َ
أَٰٓ َ
يٱَِين
ذ
َّلُمُتۡح
َ
ك
َ
ن ا
َ
ذِإ
ْ
آوُنَامَءٱِتَٰ َِنم
ۡ
ؤُم
ۡ
لن
َ
أ ِلۡب
َ
ق ِنم ذن
ُ
وهُمُت
ۡ
ق
ذ
ل َط ذم
ُ
ث
ا ٗاحَ َس ذن
ُ
وهُحِ
ر َسَو ذن
ُ
وهُعِ
رتَم
َ
فۖاَه
َ
ونُّدَتۡع
َ
ت ٖةذِدع ِۡنم ذنِهۡي
َ
ل
َ
ع ۡم
ُ
ك
َ
ل اَم
َ
ف ذن
ُ
وه ُّسَم
َ
ت
ٗ
ِيٗل
َ
َج٤٩
49. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ´iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut´ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya. (Q.S. al-Ahzab [33]:
49).
2. Wanita yang pada saat putus perkawinannya telah melakukan hubungan badan
dengan suami. Bagi wanita golongan ini berlaku hukum iddah. Iddah bagi
wanita ini ada tiga bentuk:
a) Iddah dengan quru’
Iddah jenis ini berlaku bagi wanita normal yang kebiasaannya
mengeluarkan darah haid. Ulama sepakat bahwa iddah wanita ini adalah
tiga quru. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat al-Baqarah
(1) ayat 228:
َوٱَطُم
ۡ
لُتَٰ َ
ق
ذ
لٖٖۚءٓوُر
ُ
ق
َ
ة
َ
ثَٰ َ
ل
َ
ث ذنِهِس
ُ
نف
َ
أِب َن ۡصذبَ َ
َتَي
228. Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru´.
b) Iddah dengan ashhur (bulan).
Iddah jenis ini berlaku bagi wanita yang ditinggal mati suaminya baik
telah disetubuhi atau belum, baik tergolong wanita yang biasa haid atau
bukan. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat
234:
4. 4
َوٱَِين
ذ
َّلۡم
ُ
ِنكم
َ
نۡو
ذ
فَوَتُيۖاٗ ۡ
ۡش
َ
عَو ٖرُه
ۡ
ش
َ
أ
َ
ةَعَبۡر
َ
أ ذنِهِس
ُ
نف
َ
أِب َن ۡصذبَ َ
َتَي ا ٗجَٰ َوۡز
َ
أ
َ
ونُر
َ
ذَيَو
ِب ذنِهِس
ُ
نف
َ
أ ٓ ِِف َن
ۡ
لَع
َ
ف اَِيمف ۡم
ُ
كۡي
َ
ل
َ
ع َاحَنُج
َ
ٗل
َ
ف ذنُه
َ
لَج
َ
أ َن
ۡ
غ
َ
لَب ا
َ
ذِإ
َ
فٱوُرۡعَم
ۡ
لِفَوٱُ ذ
ّلل
ٞريِب
َ
خ
َ
ون
ُ
لَمۡع
َ
ت اَمِب٢٣٤
234. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah
habis ´iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat.
c) Iddah dengan melahirkan
Iddah jenis ini berlaku bagi wanita yang ketika ditalak dalam
keadaan hamil.Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. surat al-Talak ayat
4:
ُتََٰ
لْو
ُ
أَوٱِلاَ ۡ
ۡح
َ ۡ
ۡلَّۚ
ذنُه
َ
ل
ۡ َ
ۡح َنۡع
َ
ضَي ن
َ
أ ذنُه
ُ
لَج
َ
أ
dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. (Q.S. at-Talaq: 4). 3
C. Akibat Hukum Iddah
Wanita yang ditalak atau ditinggal mati suaminya dikenai khitab
hukum iddah, yakni:
1. Larangan di-khitbah atau dilamar.
Sesuai surat al-Baqarah ayat 235:
3
Wahbah Zuhaily, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Terjemah: Abdul Hayyie al-Kattani,
(Jakarta, Gema Insan, 2010), jilid 9, hlm. 597.
5. 5
َ
لَوِهِب مُت
ۡ
ضذر
َ
ع اَِيمف ۡم
ُ
كۡي
َ
ل
َ
ع َاحَنُجۦِةَب ِۡطخ ِۡنمِء
ٓ
ا َسِ
ر
ٱلنَِمل
َ
ع َّۚ
ۡم
ُ
كِس
ُ
نف
َ
أ ٓ ِِف ۡمُنتَن
ۡ
ك
َ
أ ۡو
َ
أ
ُ ذ
ٱّللن
َ
أ
ٓ ذ
لِإ اًّ ِس ذن
ُ
وهُِدعاَو
ُ
ت
ذ
ل نِكََٰ
لَو ذنُه
َ
ونُر
ُ
ك
ۡ
ذَتَس ۡم
ُ
ك
ذ
ن
َ
أَّۚا
ٗ
وفُرۡعذم
ٗ
لۡو
َ
ق
ْ
وا
ُ
ول
ُ
ق
َ
ت
235. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada
itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma´ruf. Dan janganlah
kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ´iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun
Hal ini dilarang karena dapat membangkitkan permusuhan dengan suami
(atau keluarga suami) yang awal
2. Larangan menikah atau dinikahi.
Sesuai surat al-Baqarah ayat 235
ُ
ع
ْ
واُمِزۡع
َ
ت
َ
لَو
َ
ةَد
ۡ
قِح
َ
َِكرٱل
َ
غ
ُ
لۡبَي َٰ ذَّتَحُبَٰ َ
ِتك
ۡ
ٱلُه
َ
لَج
َ
أَّۚۥَو
ْ
آوُم
َ
ل
ۡ
ٱع
ذ
ن
َ
أَ ذ
ٱّللٓ ِِف اَم ُم
َ
لۡعَي
َ
ف ۡم
ُ
كِس
ُ
نف
َ
أَّۚ
ُوهُر
َ
ذۡٱحَو
ْ
آوُم
َ
ل
ۡ
ٱع
ذ
ن
َ
أَ ذ
ٱّللِٞيملَح ٌور
ُ
ف
َ
غ٢٣٥
“dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis
„iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Hal ini dilarang karena wanita yang „iddah talak raj‟i masih memiliki hak
rujuk pada wanita itu. Selain itu tujuan wanita „iddah talak ba‟in atau wafat juga
menghindari kekacauan nasab.
3. Larangan keluar rumah
Menurut Ulama Hanafiyyah, wanita „iddah karena talak haram untuk keluar
rumah baik siang maupun malam. Hal ini didasarkan pada surat al-Talaq ayat 1
ٖٖۚةَنِ
ريَبُّم ٖة
َ
شِحَٰ َ
فِب َِنيت
ۡ
أَي ن
َ
أ
ٓ ذ
لِإ َنۡجُر
ۡ َ
َي
َ
لَو
6. 6
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka
(diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Selain ini, surat al-Talaq ayat 6 menyatakan bahwa:
ذن
ُ
وهُِنكۡس
َ
أ
َ
لَو ۡم
ُ
كِدۡجُو ِنرم مُنت
َ
كَس
ُ
ثۡيَح ِۡنمَّۚ
ذنِهۡي
َ
ل
َ
ع
ْ
وا
ُ
قِ
ري
َ
ضُ ِِل ذن
ُ
وهُّٓار
َ
ض
ُ
ت
6. Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka
Perintah ayat untuk menempatkan wanita di rumah berarti larangan untuk
mengeluarkan atau mengajak keluar wanita itu.4
Dengan demikian, wanita yang ditalak ataupun ditinggal mati suami
diharuskan melakukan iddah dengan konsekwensi larangan menerima pinangan,
melakukan pernikahan baru, dan keluar rumah.
4. Relevansi Iddah dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modern
Iddah tetap relevan dengan adanya pengetahuan dan teknologi modern,
karena menetapkan iddah tersebut tidak terdapat satu segi saja, melainkan di
latarbelakangi oleh berbagai hal:
1. Pembersihan Rahim
Didalam islam penisbahan ketururnan suatu hal yang amat penting,
Oleh sebab itu, bagi wanita dilarang berpoliandri yaitu kawin dengan beberapa
pria didalam waktu yang bersamaan, karena penciptaan bayi hanya terjadi
didalam rahim wanita bukan pria. Bibit yang di tanamkan pria pada wanita
tidak diketahui secara langsung tetapi dapat diketahui dalam waktu jarak
tertentu. Cara ini adalah cara alamiah yang dapat dilakukan oleh setiap orang
tanpa membutuhkan peralatan yang sudah dicari, karena agama Islam
diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat sampai akhir masa. Itulah
sebabnya iddah wanita yang diceraikan dalam keadaan hamiladalah hanya
melahirkan bayi yang di kandungnya. Meskipun dalam penelitian modern
bahwa tidak akan terjadi 2 kali pembuahan pada satu rahim dalam satu
kehamilan, tetapi Islam cukup bijaksana dengan meralarang wanita yang
sedang memelihara bibit seorang pria untuk mencampurnya dengan proses
pemeliharaan dan pertumbuhan bayi yang akan dilahirkan, mungkin secara
4
Wahbah az-Zuhaily, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, hlm. 617-618.
7. 7
medis seorang wanita yang digauli oleh beberapa orang pria dapat diketahui
secara pasti pemilik bibit yang dikandungnya, tetapi dari segi lain dapat
mempengaruhi anak yang akan dilahirkan. Misalnya dari segi pendidikan dan
psikologi akan merusak dan mengacaukan pada anak tersebut yang akhirnya
menimbulkan kekacauan dan kerusakan moral di tengah masyarakat.
2. Kesempatan Untuk Berduka Cita dan Berfikir
Dalam kasus cerai mati iddah merupakan masa duka dan bela sungkawa
seseorang yang ditinggal mati suaminya. Cerai karena kematian adalah suatu
musibah yang berada di luar kekuasaan manusia untuk menolaknya, dalam hal
ini mereka yang bercerai masih berada di dalam hubungan batin yang begitu
akrab, dalam suasana berkasih sayang dan mencintai.
Kemudian, wanita yang dalam iddah raj’I boleh kembali ruju’ dengan
suaminya selama masa iddahnya belum berakhir. Jadi iddah talak raj’I
merupakan tenggang waktu yang memungkinkan suami-istri yang telah
bercerai untuk berfikir dan merenungkan hubungan mereka. Masing-masing
menginstropeksi dirinya guna menciptakan hubungan yang lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak dapat mengubah ketentuan
panjang pendeknya masa iddah yang telah ditetapkan dan dijelaskan dalam Al-
Quran dan as-sunnah. Meskipun ada keyakinan bahwa rahim wanita yang
dicerai itu bersih dan diantara suami-istri tidak mungkin rujuk kembali. Dengan
demikan, iddah dalam ajaran islam ini adalah ta’abbudi bukan ta’aqquli5
2. IHDAD
A. Pengertian
Ihdad secara etimologi adalah menahan atau menjauhi. Secara definitif,
sebagaimana tersebut dalam beberapa kitab fiqh, adalah menjauhi sesuatu yang
dapat menggoda laki-laki kepadanya selama menjalani masa iddah.6
B. Hukum Ihdad
Tentang kenapa dia harus berkabung, menjadi bahasan di kalangan ulama.
Hal yang berlaku terhadap perempuan yang bercerai dari suaminya karena kematian
suaminya. Inilah maksud semula dari ditetapkannya berkabung dalam islam.
5
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer.
Bandung; Angkasa 2005, hlm. 170.
6
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. hlm. 320-322
8. 8
tujuannnya adalah untuk menghormati dan mengenang suaminya yang meninggal.
Dasar dari kewajiban berkabung untuk suami yang meninggal itu adalah sabda Nabi
yang bunyinya :
ﻻحيلﻻمرأةتؤمنباّللوايلومالخرأنحتدا ثٗلث فوق ميت ىلعﻻىلعزوج
أربعةأشهروعۡشا .
" Tidak boleh seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir
berkabung untuk orang mati kecuali untuk suaminya selama empat bulan sepuluh
hari."
Adapun terhadap suami yang menceraikannya dalam bentuk thalaq bain,
ulama berbeda pendapat.
Imam Malik tidak wajib berkabung untuk selain suami yang mati.
Abu Hanifah berpendapat bahwa wajib berkabung untuk suami yang
meneraikannnya dalam bentuk bain, dikiaskan kepada suami yang mati.
Imam Syafi’i mengatakan, bahwa berkabung untuk suami yang cerai bain
hanyalah sunnah.
Ulama Syi’ah Imamiyah juga tidak mewajibkan suami yang bercerai dalam
bentuk bain untuk berkabung.
Terhadap perempuan yang menjalani iddah dari thalaq raj’i menurut
kesepakatan ulama tidak mesti perempuan menjalani masa berkabung, bahkan
lebiih baik dia melakukan sesuatu yang dapat menarik mantan suaminya yang
rujuk.
C. Hal-hal yang harus dijauhi ketika Ihdad
Adapun yang harus dijauhi oleh perempuan yang sedang berkabung
menurut kebanyakan ulama ada empat :
1. Memakai wangi-wangian, kecuali sekadar untuk mengilangkan bau badan,
baik dalam bentuk alat mandi atau parfum. Hal ini didasarkan kepada sabda
Nabi yang muttafaq alaih, yang berbunyi :
ﻻإ طيبا تمسﻻعندأدىنطهرهاإذاطهرتمنحيضهابنبذةأوأظفار
9. 9
Janganlah dia menyentuh wangi-wangian kecuali diwaktu mandi dari haid
seukuran kecil atau seujung kuku.
2. Menggunakan perhiasan, kecuali dalam batas yang sangat diperlukan.
3. Menghias diri, baik pada badan, muka atau pakaian yang bewarna.
4. Bermalam di luar rumah tempat tinggalnya. Ini didasarkan kepada pendapat
jumhur ulama yang mewajibkan perempuan yang kematian suami untuk ber
iddah dirumah suaminya.
D. Tujuan Ihdad
Tujuan dishariatkannya ihdad dilihat dari analisa beberapa definisi dan
dasar hukum di atas dapat dirumuskan:
1. Agar para laki-laki tidak mendekati dan tergoda wanita yang sedang iddah.
2. Agar wanita yang sedang „iddah tidak mendekati dan tergoda laki-laki.
Kedua hal ini oleh Ibnu Rushd disebut dengan sad al-dzari’ah. Artinya
menutup jalan keharaman. Jalan yang dimaksud adalah interaksi wanita iddah
dengan laki-laki (dua tujuan di atas) dan berhias atau bersolek. Sedangkan
keharamannya adalah pinangan (khitbah) dan pernikahan pada saat wanita dalam
masa „iddah. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa „illat hukum dishariatkannya
ihdad adalah menjaga sikap wanita dari terjerumus dalam perkawinan pada masa
„iddah yang dilarang.
Oleh karena tujuan ihdad sebagaimana tersebut di atas, maka sangat wajar
jika penekanan ulama dalam menulis fiqh ihdad pada dua hal:
1. Menanggalkan perhiasan atau bersolek.
2. Menghindarkan diri dari interaksi sosial.
Oleh karena itu segala hal yang mengarah pada dua hal tersebut dilarang
pada saat ihdad. Menurut ulama‟, pakaian dan perhiasan yang tidak boleh
10. 10
digunakan pada masa iddah dan ihdad adalah pakaian yang dapat mempercantik
diri (zinah) dan mendorong percepatan pernikahan baru. 7
3. HARTA BERSAMA WANITA KARIR
A. Pengertian
Dilihat dari susunan katanya, wanita karir terdiri dari dua kata wanita dan
karier. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wanita berarti perempuan
dewasa.8
Harta bersama yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama, dan Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. (Pasal 35
UU No. 1 Tahun 1974)
B. Hukum Harta Bersama Wanita Karir
Konsepsi Harta Bersama Berdasarkan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum
Islam Pada dasarnya Hukum Islam tidak mengenal istilah percampuran harta
kekayaan antara suami atau istri karena pernikahan. Harta kekayaan istri tet ap
menjadi milik istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian pula harta kekayaan
suami menjadi milik suami dan dikuasai penuh oleh suami.9
Secara umum, hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum
Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa
yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya,
apa yang dihasilkan istri adalah harta miliknya. Menurut pendapat M. Yahya
Harahap, bahwa perspektif hukum Islam tentang gono-gini atau harta bersama
7
Edi Susilo, Iddah dan Ihdad Bagi Wanita Karir (Jakarta: The Indonesian
Journal of Islamic Family Law, 2016), hlm 286
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
cet. III, Jakarta, 1990, h. 1007
9
Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Istri di Indonesia.( Jakarta: Bulan Bintang.
1978)
11. 11
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Syah bahwa pencaharian
bersama suami istri mestinya masuk dalam rub’u mu’amalah, tetapi ternyata tidak
dibicarakan secara khusus. Hal mungkin disebabkan karena pada umumnya
pengarang kitab-kitab fiqh adalah orang Arab yang tidak mengenal adanya
pencaharian bersama suami istri. Tetapi ada dibicarakan tentang kongsi yang dalam
bahasa Arab disebut syirkah. Oleh karena masalah pencaharian bersama suami istri
adalah termasuk perkongsian atau syirkah.
Pendapat dari Zahri Hamid dalam buku PokokPokok Hukum Perkawinan
Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia menyatakan, hukum Islam
mengatur sistem terpisahnya harta suami dan harta istri sepanjang yang
bersangkutan tidak menentukan lain (tidak ditentukan dalam perjanjian
perkawinan).
Hukum Islam juga memberikan kelonggaran kepada mereka berdua untuk
membuat perjanjian perkawinan sesuai dengan keinginan mereka berdua, dan
perjanjian tersebut akhirnya mengikat mereka secara hukum.
Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam
menyatakan, hukum Islam memberi hak kepada masing-masing pasangan, baik
suami atau istri untuk memiliki harta benda secara perseorangan yang tidak bisa
diganggu oleh masing-masing pihak. Suami yang menerima pemberian, warisan
dan sebagainya, berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu, tanpa
adanya campur tangan istrinya. Demikian halnya bagi istri yang menerima
pemberian, warisan, dan sebagainya, berhak menguasai sepenuhnya harta yang
diterimanya itu tanpa adanya campur tangan suaminya. Dengan demikian, harta
bawaan yang mereka miliki sebelum terjadinya perkawinan menjadi hak milik
masingmasing pasangan suami istri.
Berbicara mengenai hukum Islam khususnya mengenai harta bersama maka
secara yuridis formal tidak bisa dilepaskan keterkaitannya mengenai Kompilasi
Hukum Islam yang merupakan hasil ijtihad yang mengandung peraturan-peraturan
hukum Islam yang sesuai dengan kondisi kebutuhan hukum dan kesadaran hukum
umat Islam di Indonesia. Tetapi kompilasi hukum Islam bukan mazhab baru dalam
fiqh Islam, melainkan merupakan wujud dan penerapan berbagai mazhab fiqh yang
12. 12
ada serta dilengkapi dengan institusi lain seperti fatwa ulama sebagai respon
terhadap masalah yang muncul, keputusan pengadilan lewat persidangan suatu
perkara oleh para hakim, dan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif,
untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada di Indonesia sesuai dengan
kesadaran hukum masyarakat Islam Indonesia itu sendiri.10
10
Herawati, Andi. Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai Hasil Ijtihad Ulama
Indonesia, Makassar, Jurnal Studia Islamika. 2011.Vol. 8 No. 2 Desember 2011, hlm. 321-
340,
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Ismuha. 1978. Pencaharian Bersama Suami Istri di Indonesia. Jakarta: Bulan
Bintang.
Jaziri, al, Abd ar-Rahman. 1969. Al- Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah. Mesir:
Maktabah at-Tijariyah al-Kubra.
Susilo, Edi. 2016. Iddah dan Ihdad Bagi Wanita Karir. Jakarta: The Indonesian
Journal of Islamic Family Law.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Yanggo, Huzaimah Tahido. 2005. Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam
Kontemporer. Bandung; Angkasa.
Zuhaily, Wahbah. 2010. Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Terjemah: Abdul Hayyie al-
Kattani Jakarta, Gema Insan.