SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Telah dimaklumi bahwa seorang muslim apabila menghadapi suatu
masalah tanpa dhobith dan kaidah akan terombang-ambing didalam
perbuatannya terhadap diri, mau pun keluarganya, masyarakat serta
umatnya. Dari sinilah kita mengetahui pentingnya ketentuan-ketentuan
dan kaidah-kaidah itu karena dia akan mengatur akal seorang muslim
didalam gambaran-gambarannya yang merupakan sumber dari
perbuatannya didalam diri, keluarga, ataupun masyarakatnya.Dan
salah satu kaidah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya keraguan dan
Sesuatu yang diperbolehkan karena kondisi darurat ,harus
disesuaikan menurut batasan ukuran yang dibutuhkan darurat
tersebut
B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa definisi Yakin dan Syak (Ragu) ?
2.Apa contoh kasus dalam kaidah fikih yakin dan syak ini?
3.Apa isi dan contoh dari kaidah pembolehan kondisi darurat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.Asal mula kaidah dan Pembahasan tentang Yakin dan Syak juga
pembolehan kondisi darurat
Asal mula kaidah ini dari kitab Al-Asybah wan Nadhoir karangan Al-Imam
Jalaluddin bin Adurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi,suatu kitab yang banyak
dipakai dikalangan kebanyakan ulama Indonesia1
.
A. Kaidah Yakin
Artinya : sesuatu yang menjadi tetap karena penglihatan pancaindera atau
dengan adanya dalil2
Ada pula yang mengartikan : sesuatu yang sudah yakin tidak akan dapat
dihilangkan dengan keragu-raguan.
Maksudnya ialah semua hukum yang sudah berlandaskan pada suatu
keyakinan itu, tidak dapat dipengaruhi oleh adanya keragu-raguan yang muncul
kemudian, sebab rasa ragu yang merupakan unsur eksternal dan muncul setelah
keyakinan, tidak akan bisa mnghilangkan hukum yakin yang telah ada
sebelumnya.
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan kaidah kedua adalah
tercapainya suatu kemantapan hati pada suatu obyek yang telah dikerjakan, baik
kemantapan itu sudah mencapai pada kadar ukuran pengetahuan yang mantap atau
baru sekadar dugaan kuat (asumtif/dzan). Makanya tidak dianggap suatu
kemantapan hati yang disertai dengan keragu-raguan pada saat pekerjaan itu
dilaksanakanya, sebab keadaan ini tidak bisa dimasukkan kedalam kategori yakin.
Hal-hal yang masih dalam keraguan atau masih menjadi tanda tanya, tidak dapat
disejajarkan dengan suatu yang sudah diyakini.
B. Dasar Hukum Kaidah Yakin
1. Al-Qur’an
Surat Yunus 36,
1
Drs.H.Abdul Mudjib.Kaidah-kaidah Ilmu Fikih Hal:v
2
Prof.Dr.H.A.Djazuli:kaidah-kaidah fikih Hal:44
Artinya : Dan kebanyakan dari mereka tidak mau mengikuti kecuali
persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna
untuk mencapai suatu kebenaran.
2. Hadits
a. HR Imam Muslim dari Abi Hurairah,
Artinya : jika seseorang menemukan sesuatu dalam perutnya, lalu dia
ragu-ragu apakah sesuatu tersebut sudah keluar dari perutnya ataukah belum?,
maka baginya tidak boleh keluar dari Masjid sampai ia mendengar suara atau
menemukan bau.
b. HR. Imam Muslim dari ‘Ubbad bin Tamim dari pamannya:
Artinya : Nabi saw. Mendapatkan pengaduan bahwasannya seorang
laki-laki merasa bingung oleh sesuatu dalam salatnya, beliau
menjawab: janganlah ia pergi sehingga benar-benar mendengar suara
atau baunya. HR. Bukhari-Muslim.
c. HR. Muslim dari Sa’id al-Khudri, Rasulullah saw
Artinya : jika seseorang mengalami keragu-raguan dalam
mengerjakan salatnya, lalu dia tidak mengerti apakah salat yang
telah ia kerjakan itu sudah mendapatkan tiga rakaat?, maka ia harus
menghilangkan keragu-raguan dan berpegangan pada jumlah rakaat
yang benar-benar meyakinkan.
d. HR. Al-Turmuzhi dan Nasa’i dari Muhammad al-Hasan bin Ali bin
Abi Thalib
Artinya : Aku telah menghafal dari Rasulullah saw : tinggalkanlah
sesuatu yang meragukanmu dan ambillah sesuatu yang tidak
meragukanmu.
Dari semua hadits tersebut, dapat diambil pemahaman
bahwa hukum dari segala sesuatu itu, harus dilihat dari kondisi asal
yang meyakinkan. Maksudnya, jika kondisi asal batal, maka faktor
eksternal yang akan datang kemudian tidak dapat mempengaruhi
terhadap status hukum batal tersebut, sehingga hukumnya tetap
batal. Akan tetapi jika kondisi asalnya sah, maka hukum
selanjutnya tetap sah, selama tidak ada bukti yang meyakinkan
yang mampu untuk merubahnya. Dari sini lah, terbangun kaidah
komprehensip mayor kedua, yaitu’’ ِ‫ك‬َّ‫ش‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ُ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُز‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ (al-yaqin la
yuzalu bi al-syakki.”)
C. Beberapa Kaidah Minor
Maksudnya ialah suatu perkara yang sudah berada pada satu
kondisi tertentu dimasa sebelumnya, akan tetap seperti kondisi semula,
selama tidak ada dalil yang menunjukkan terhadap hukum lain, sebab
dasar dari segala sesuatu adalah tidak berubahnya atau tetap seperti
sediakala, sedang kemungkinan untuk terjadi perubahan dari kondisi
semula adalah sesuatu yang baru dan sifatnya spekulatif, sehingga tidak
dijadikan sebagai pijakan hukum.
Dengan demikian, jika seseorang sedang mengalami keragua-
raguan tentang status hukum dari suatu perkara, maka yang diperlukan
adalah hukum yang telah ada atau hukum yang telah ditetapkan
sebelumnya, sampai ditemukan adanya hukum lain yang merubahnya,
sebab hukum yang telah ada lebih meyakinkan.
Berkaitan dengan kaidah kontinu ini, dalam ilmu ushul fiqh,
ditemukan adanya ketentuan bahwa kaidah kontinuitas ini sama dengan
dalil istishab, yaitu tetap memberlakukan ketetapan hukum yang telah
ditetapkan atau yang telah ada pada masa lampau sampai pada ditemukan
adanya hukum lain yang merubahnya. Maksudnya jika sebelumnya sudah
ada, maka selanjutnya tetap dihukumi ada. Akan tetapi jika sebelumnya
tidak ada, maka selanjutnya dianggap tidak ada.
Contoh :
1. Kasus orang ragu-ragu tentang apakah ia sudah berhadas
ataukah belum, maka yang dijadikan ukuran adalah kondisi
yang telah ada sebelumnya, yaitu :
a. Jika kondisi sebelumnya ia belum wudlu, maka ia dianggap
batal
b. Jika kondisi sebelumnya ia sudah pernah berwudlu, maka
yang dianggap suci.
2. Kasus orang ketika salat jum’ah, yang meragukan apakah salat
yang dilakukan itu sudah keluar dari waktu atau belum? Maka
keraguan seperti ini tidak bisa mempengaruhi akan keafsahan
salat yang yang sedang ia lakukan, sebab keluarnya waktu
merupakan suatu kemungkinan yang sifatnya baru, padahal
kondisi asalnya adalah tetap masih adanya waktu salat jum’ah,
sehingga secara otomatis kondisi asal tersebut tetap bertahan
sampai salat selesai dilaksanakan.
3. Kasus orang berwudlu yang sudah berniat wudlu sebelum
membasuh muka yang merupakan permulaan rukun wudlu.
Niat tersebut ia ucapkan pada saat melaksanakan kesunahan
wudlu, baik saat ia berkumur atau memasukkan air kelubang
hidung. Ketika mulai membasuh muka, baru muncullah keragu-
raguan dalam hati tentang apakah niat yang sudah dilakukan
sejak berkumur itu masih tetap ada atau sudah hilang.
Dalam kondisi ini, status hukum berwudlu tetap dianggap sah,
sebab keraguan tersebut baru muncul dan sifatnya spekulatif,
sedang kondisi sebelumnya ia sudah yakin bahwa dirinya
sudah berniat. Karena itu, niat tersebut dianggap tetap ada dan
berlangsung sampai ia membasuh mukanya.
4. Kasus dua orang (yang berhutang dan pemberi hutang) sedang
berselisih tentang sudah atau belumnya hutang terbayar, maka
hukum yang dapat diambil adalah pengakuan pemberi hutang
yang dikuatkan dengan sumpahnya, sebab hal ini lebih
meyakinkan. Sekalipun demikian, ketetapan ini bisa berubah
jika ada bukti yang meyakinkan tentang pengakuan yang
berhutang.
5. Kasus istri yang ditinggal suami dan tidak diketahui
domisilinya, maka hukum yang diambil adalah tidak
diperbolehkannya istri menikah dengan laki-laki lain, sebab
hukum yang berlaku baginya adalah statusnya yang masih
bersuami.3
D. Yakin dan Syak
1. Arti yakin dan syak
3
Dr.H.Dahlan Tamrin.Kaidah-kaidah Huum Islam Kulliyah Al-Khamsah.Hal:75-82
a. Yakin ialah
Sesuatu yang tetap sebab adanya penglihatan dan bukti (dalil)
b. Syak ialah
Syak atau ragu-ragu sesuatu kebimbangan diantara kepastian
dan ketidak pastian dimana sisi benar dan sisi salah dalam keadaan
seimbang dan satu diantara yang lain tidak ada yang unggul.
2. Klasifikasi syak
Dengan adanya uraian tersebut, Syekh Abu Hamid al-Isfarainy
berpendapat bahwa syak/keragu-raguan dapat diklafisikasikan menjadi
tiga kategori, yaitu :
a. Keragu-raguan yang muncul dari sumber yang haram,
Contoh : binatang sembelihan didaerah yang penduduknya
muslim dan non muslim, maka hukum nya adalah haram,
kecuali diketahui benar bahwa binatang tersebut hasil
sembelihan muslim, atau umumnya disembelih muslim.
b. Keragu-raguan yang muncul dari yang mubah.
Contoh : seseorang menemukan air yang keadanya sudah
mengalami perubahan. Hal ini dimungkinkan adanya dua
sebab, yaitu sebab Nazis atau sebab Lamanya diam, maka
baginya diperbolehkan bersuci dengan air tersebut
berdasarkan asumsi bahwa asal air tersebut adalah suci.
c. Keragu-raguan yang muncul dari mana asal haram dan
halal.
Contoh : orang bekerja dengan perusahaan yang sebagian
besar modalnya haram dan keberadaanya memang tidak
bisa dibedakan mana yang haram dan yang halal. Maka
baginya boleh bertransaksi jual beli dengannya, sebab
dimungkinkan barangnya halal dan memang tidak ada
ketegasan barang yang berstatus haram, hanya saja masih
ada kekhwatiran pada barangnya yang haram. Sekalipun
demikian, hukum kerja sama ini dihukumi makruh, sebab
menghindari akan terjadinya keharaman didalamnya.4
4
Ibid.Hal:116-118
d. Didalam buku kaidah-kaidah fiqh Drs.H.Abdul Mudjib
disebutkan salah satu contoh Syak dari keragu-raguan sah
atau tidak.Contoh orang makan sahur diakhir malam merasa
ragu kalau-kalau saat fajar sudah terbit.Puasanya tetap
dipandang sah, karena menurut yang asal adalah berlakunya
waktu masih malam,bukan waktu fajar
e. Berbuka menjelang maghrib anpa penelitian,kmudian
timbul keraguan bahwa kemungkinan matahari belum
terbenam,maka puasanya dihuumi batal,sebab menurut
yang asal adalah berlakunya waktu sebelum maghrib5
.
3. Status Syak Dan Dzan
Dari adanya penjelasan masalah yakin dan syak seperti diatas,
maka dapat diambil pemahaman bahwa syak dan dhon adalah dua
istilah yang memiliki arti sama, sebagaimana yang umum dipakai
dalam kitab-kitab fiqh, sebab keduanya merupakan amaliyah hati yang
sulit diketahui secara pasti.
Sekalipun demikian, sebagian para ahli hukum islam
melakukan pemilahan secara sistimatis tentang kondisi hati dalam lima
bagian yaitu :
a. Yakin, yaitu artinya : ketangguhan hati yang bersandar pada
hakikat sesuatu (pasti benarnya).
b. Dzanniy, yaitu artinya : asumsi atau persepsi hati terhadap
dua hal yang berbeda, dimana salah satunya lebih kuat dari
yang lain.
c. Syak, yaitu artinya : sebuah prasangka terhadap dua hal
tanpa mengunggulkan salah satu diantara keduanya.
d. Waham, yaitu artinya : kemungkinan yang lebih lemah dari
dua hal yang sedang diasumsikan. 6
5
Op Cit.Hal:21
6
Loc Cit.Hal:118-119
Dari kaidah asasi al-yaqin la yuzal bi al-syak { ‫ك‬َّ‫ش‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ُ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُز‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ }.ini kemudian
muncul kaidah-kaidah yang lebih sempit ruang lingkupnya misalnya { ‫يزال‬ ‫اليقين‬‫ثله‬ِ‫م‬ ‫ليقين‬ ‫با‬
}Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti lain yang meyakinkan pula.
Contoh:
1.Kita yakin sudah berwudhu, tetapi kemudian kita yakin pula telah buang air kecil, maka
wudhu kita menjadi batal.
2.Kita berpraduga tidak bersalah kepada seseorang,tetapikemudian ternyata orang tersebut
tertangkap tangan sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dn harus
dihukum.
3.Si A berutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti bahwa si A sudah lunas,maka si A
yang tadinya berutang ,sekarang sudah bebas dari utangnya.
4.Ada bukti yang meyakinkan bahwa seseorang telah melakuka kejahatan,oleh karenanya
harus dihukum.tetapi,bila ada bukti lain yang meyakinkan pula bahwa orang tersebut tidak
ada di tempat kejahatan waktu terjadiya kejahatan tersebut, melainkan sedang di luar negeri
misalnya, maka orang terseut tidak dapat di anggap sebagai pelaku kejahatan. Karena
keyakinan pertama menjadi hilang dengan keyakinan kedua inilah yang disebut alibi di dunia
hukum7
.
5.Dalam kitab I’lamul Muwaqi’in disebutkan dalam pembahasan Istishab bahwa Apabila ada
suami istri yang sudah sah melaksanakan pernikahan tetapi muncul seorang wanita yang
mengaku bahwa suami istri itu adalah anak kandungnya (saudara sesusuan) dan ternyata
bukti itu benar maka pernikahan itu batal dan tidak sah, karena pernikahan saudara sesusuan
itu haram hukumnya8
.
2.Pembahasan Tentang Pemahaman pembolehan Kondisi Darurat
‫تحتاجه‬ ‫ما‬ ‫بقدر‬ ‫الضرورة‬ ‫مع‬ ‫محظور‬ ‫وكل‬‫الضرورة‬ Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi
qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu
7
Loc cit.Hal;47-48
8
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah.I’lamul Muwafiqi’in.hal:246-247 (ada redaksi perubahan)
Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat,
tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu.asal mula
kaidah ini juga berasal dari kitab Al-Asybah wan Nadhoir karangan Al-Imam Jalaluddin bin
Adurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi
Dalil Al-Qur’an : Pembolehan Kondisi Darurat
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqoroh : 173 )
Dalam ayat ini ada syarat: tidak ada keinginan terhadapnya, dan tidak pula melampui
batas, makna al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang di wajibkan, maka
barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia mendapatkan dosa, dan inilah dalil dari
qaidah ini.9
Contoh masalah dari kaidah ini adalah
1. Orang haus sekali dan tidak ada minuman kecuali Khamr (minuman keras),maka baginya
boleh meminumnya,tetapi hanya sekedar untuk mempertahankan hidupnya yang sedang
terancam lantaran kehausan.Akan tetapi jika haunya telah hilang,maka uumnya kembali
kepada asal yaitu haram.
2. Kasus sakit kronis ang tidak kunjung sembuh.Kasus ini bsa membuat penderita
mendapatkan suatu keringanan (rukhshah) dengan mengkonsumsi obat-obatan yang
hakikatnya diharamkan,misalna obat bius dan yang sejenisnya,dengan ketentuan selama
sudah sdissuaikan dengan kadar kesulitannya 10
3. Apakah bahaya/kondisi darurat itu di timbulkan oleh hak milik orang lain atau bukan?
jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain maka, yang punya hak tidak boleh
menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang tersebut. Misalnya: seseorang tiba-tiba
di serang onta (sapi) sampai membahayakan dirinya, maka orang tersebut melawannya
hingga terbunuh onta/sapi tersebut karena membela diri, disini ada kondisi darurat
(membela diri).Maka apakah boleh sang pemilik onta/sapi datang kepadanya dan
mengatakan: berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut? Maka kami (para ulama)
katakan: tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya/kondisi gawat tersebut
9
Kaidah-kaidh fikih.Sulaiman abu syeikha al magetiy.http://www.raudhatulmuhibbin.org/2008/01/qawaidul-
fiqhiyyah.html.diakses pada tanggal 28 tahun 2014
10
Loc cit.Hal:165-166
di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga hak miliknya, maka jika
yang demikian itu tidak ada garansi (ganti rugi)
4. Adapun jika kondisi darurat (bahaya) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya
(berhubungan dengan) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil
(menhilangkan hak milik tersebut) misalnya: seseorang sangat kelaparan, dan dia tidak
mendapati makanan apapun kecuali onta milik (hak) orang lain kemudian orang ini
menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi darurat (bahaya) ini ada dan
terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan karena hak orang lain, maka sang pemilik onta
boleh menuntut ganti rugi dari onta yang dimakan orang tersebut, maka para ulama
mengambil kaidah dari hal ini :
5. (al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri) ‫الغير‬ ‫حق‬ ‫يبطل‬ ‫ال‬ ‫االضطرار‬ kondisi bahaya tidak
menhalalkan (membatalkan) hak orang lain, dengan catatan kondisi darurat (bahaya)
tersebut timbul bukan disebabkan hak milik orang lain. Contoh lainnya yang lebih
terperinci: para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik penumpang
lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya, masalahnya
apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang tersebut apa tidak?
maka kita lihat sebabnya: jika dia membuangnya karena kelalaian sang pemilik barang,
misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang tersebut di letakkan, dan membuat kapal
bocor,maka bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka, tidak
wajib baginya menganti barang tersebut, namun jika kondisi bahaya tersebut bukan
ditimbulkan dari hak (barang) oranga lain, misal kapal tersebut kelebihan barang dan
muatan, dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik/kapten kapal
mengatakan: kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan diambillah sebagian
barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi (ganti rugi) barang tersebut,
kita katakan: iya ada garansi, karena bahaya tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu
sendiri atau kelalaian pemilik barang namun timbul karena kelalaian semua orang dalam
kapal, sehingga di katakan kepada semua yang ada di kapal: beri ganti rugi barang
tersebut, dan di bagi rata setiap penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut,
tergantung jumlah dan harganya, atau sang pemilik kapal yang bertanggung jawab karena
dia yang mengatur dan mengurusi semua tentang kapalnya.11
11
Opcit. http://www.raudhatulmuhibbin.org/2008/01/qawaidul-fiqhiyyah.html
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kaidah fiqh yang berbunyi Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan sudah
banyak sekali dibahas di kitab-kitab klasik maupun kitab kontemporer. Begitu juga dengan
kaidah yang berbunyi Sesuatu yang diperbolehkan karena kondisi darurat ,harus disesuaikan
menurut batasan ukuran yang dibutuhkan darurat tersebut. Dua kaidah ini sangat penting
untuk dibahas karena masalah ini selalu muncul dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya
seperti seseorang yang lupa raka’at dalam keadaan shalat apakah 3 raka’at atau empat raka’at
maka yang diambil adalah yang diambil 3 karena sebelum empat, jadi dalam bilangan yang
diambil adalah bilangan yang terkecil. Sedangkan contoh keadaan darurat maka apabla
seseorang terseat di hutan dan dia tidak ada makanan untuk dimakan dan dikhawatirkan akan
mati apabila tidak makan, maka diperbolehkan memakan bangkai hewan tetapi secukupnya
saja untuk bertahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
abu syeikha al magetiy,Sulaiman.(2008).Kaidah - Kaidah Fikih.www.raudhatul
muhibbin.org/2008/01/qaidul fiqiyah.html.diakses pada tanggal 28 tahun 2014
Al-jauziyyah,Ibnu Qayyim.(2000).I’lamul Muwafiqi’in. Jakarta:Pustaka Azzam
Djazuli,A .(2006).Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta:Kencana
Mudjib,Abdul.(2001).Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih.Jakata:kencana mulia
Tamrin,Dahlan.(2010).Kaidah-Kaidah hukum Islam Kulliah Khamsah.Malang:UIN Maliki
TUGAS BERSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING
Kaidah – Kaidah Fikih H.Nuril Khasyi’in, LC, MA
PEMAHAMAN KAIDAH FIQH YAKIN,SYAK DAN PEMBOLEHAN
KONDISI DARURAT
Disusun Oleh :
Kelompok 2
INTAN PAMBUDI :1201150110
HERLINA SRI WAHYUNI :1201150106
LIA ANGGRAINI :1201150116
ARIEF SIPAHUTAR :1111151528
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2013

More Related Content

What's hot

Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaDodyk Fallen
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhSuya Yahya
 
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADHUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADNovianti Rossalina
 
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum Islam
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum IslamDalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum Islam
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum IslamAnas Wibowo
 
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogss
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogssTafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogss
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogssarfian kurniawan
 
Makalah ijarah (kelompok 7)
Makalah ijarah (kelompok 7)Makalah ijarah (kelompok 7)
Makalah ijarah (kelompok 7)DifaFairuz
 
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinSistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinIzzatul Ulya
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh 12 (Waris)
Presentasi Fiqh 12 (Waris)Presentasi Fiqh 12 (Waris)
Presentasi Fiqh 12 (Waris)Marhamah Saleh
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAbulkhair Abdullah
 
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)Khusnul Kotimah
 

What's hot (20)

Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 
Metode studi islam
Metode studi islamMetode studi islam
Metode studi islam
 
Ppt muamalah
Ppt muamalah Ppt muamalah
Ppt muamalah
 
MAhkum Fih dan Mahkum Alaih
MAhkum Fih dan Mahkum AlaihMAhkum Fih dan Mahkum Alaih
MAhkum Fih dan Mahkum Alaih
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADHUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
 
11 HUKUM WAKALAH
11 HUKUM WAKALAH11 HUKUM WAKALAH
11 HUKUM WAKALAH
 
01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan
 
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum Islam
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum IslamDalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum Islam
Dalil-Dalil Syariah - Sumber-Sumber Hukum Islam
 
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogss
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogssTafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogss
Tafsir bil ma’tsur, tafsir bir ra’yi dan 2 blogss
 
Makalah ijarah (kelompok 7)
Makalah ijarah (kelompok 7)Makalah ijarah (kelompok 7)
Makalah ijarah (kelompok 7)
 
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinSistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
Hak milik
Hak milikHak milik
Hak milik
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Presentasi Fiqh 12 (Waris)
Presentasi Fiqh 12 (Waris)Presentasi Fiqh 12 (Waris)
Presentasi Fiqh 12 (Waris)
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
 
Fiqh Muamalah Akad kafalah
Fiqh Muamalah Akad kafalahFiqh Muamalah Akad kafalah
Fiqh Muamalah Akad kafalah
 

Viewers also liked

8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu
8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu
8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinuMarhamah Saleh
 
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacem
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacemقاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacem
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacembenamor belgacem
 
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 20110. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011Marhamah Saleh
 
Sumber sumber kaidah fiqh
Sumber sumber kaidah fiqhSumber sumber kaidah fiqh
Sumber sumber kaidah fiqhElla Aisah
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabihMarhamah Saleh
 
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzalMarhamah Saleh
 
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and finance
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and financeIslamic legal maxims and their applications to Islamic banking and finance
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and financeMohamed Ibrahim
 
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwalMarhamah Saleh
 
Islamic legal maxims- Qawaid Fiqhiyyah
Islamic legal maxims- Qawaid FiqhiyyahIslamic legal maxims- Qawaid Fiqhiyyah
Islamic legal maxims- Qawaid FiqhiyyahNaimAlmashoori
 
6. ta'arudh tarjih nasakh
6. ta'arudh tarjih nasakh6. ta'arudh tarjih nasakh
6. ta'arudh tarjih nasakhMarhamah Saleh
 
1. qawa'id pengertian & ruang lingkup
1. qawa'id pengertian & ruang lingkup1. qawa'id pengertian & ruang lingkup
1. qawa'id pengertian & ruang lingkupMarhamah Saleh
 
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanKaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanUzairi Azali
 
Qawaid fiqhiyyah sebagai
Qawaid fiqhiyyah sebagaiQawaid fiqhiyyah sebagai
Qawaid fiqhiyyah sebagaiAndi Amin
 
Kaedah fiqh
Kaedah fiqhKaedah fiqh
Kaedah fiqhcikmelly
 

Viewers also liked (19)

8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu
8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu
8. al umuru bi maqashidiha, al-yaqinu
 
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacem
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacemقاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacem
قاعدة اليقين لا يول بالشك Benamor.belgacem
 
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 20110. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
 
Sumber sumber kaidah fiqh
Sumber sumber kaidah fiqhSumber sumber kaidah fiqh
Sumber sumber kaidah fiqh
 
Amar nahi
Amar nahiAmar nahi
Amar nahi
 
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
4. mujmal, mubayyan, musykil, mutasyabih
 
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal
9. kaidah masyaqqah, al dharar yuzal
 
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and finance
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and financeIslamic legal maxims and their applications to Islamic banking and finance
Islamic legal maxims and their applications to Islamic banking and finance
 
Qawaid Fiqhiyyah
Qawaid FiqhiyyahQawaid Fiqhiyyah
Qawaid Fiqhiyyah
 
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
 
Islamic legal maxims- Qawaid Fiqhiyyah
Islamic legal maxims- Qawaid FiqhiyyahIslamic legal maxims- Qawaid Fiqhiyyah
Islamic legal maxims- Qawaid Fiqhiyyah
 
Principle of Yaqeen
Principle of YaqeenPrinciple of Yaqeen
Principle of Yaqeen
 
Al Qawaid Al Fiqhiyah
Al Qawaid Al FiqhiyahAl Qawaid Al Fiqhiyah
Al Qawaid Al Fiqhiyah
 
Qawaid Fiqhiyyah
Qawaid FiqhiyyahQawaid Fiqhiyyah
Qawaid Fiqhiyyah
 
6. ta'arudh tarjih nasakh
6. ta'arudh tarjih nasakh6. ta'arudh tarjih nasakh
6. ta'arudh tarjih nasakh
 
1. qawa'id pengertian & ruang lingkup
1. qawa'id pengertian & ruang lingkup1. qawa'id pengertian & ruang lingkup
1. qawa'id pengertian & ruang lingkup
 
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkanKaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
Kaedah kedua dalam al qawaid al-fiqhiyyah(keyakinan tidak boleh dihilangkan
 
Qawaid fiqhiyyah sebagai
Qawaid fiqhiyyah sebagaiQawaid fiqhiyyah sebagai
Qawaid fiqhiyyah sebagai
 
Kaedah fiqh
Kaedah fiqhKaedah fiqh
Kaedah fiqh
 

Similar to Kaidah Yakin dan Syak serta Pembolehan Kondisi Darurat

39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdfRitaYusuf2
 
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biKaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biMutiara Ar-Razi
 
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMakalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMfatanj
 
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptx
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptxSUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptx
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptxAbulFikar2
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahMarhamah Saleh
 
Dalil dalil yang tidak disepakati
Dalil dalil yang tidak disepakatiDalil dalil yang tidak disepakati
Dalil dalil yang tidak disepakatiSyahira Aman
 
LK- RESUME KB 2.pdf
LK- RESUME KB 2.pdfLK- RESUME KB 2.pdf
LK- RESUME KB 2.pdfyuzrilOde
 
Pembahasan ushul fiqih
Pembahasan ushul fiqihPembahasan ushul fiqih
Pembahasan ushul fiqihALI FIKRI
 
Mahkum fih & mahkum bih
Mahkum fih  & mahkum bih Mahkum fih  & mahkum bih
Mahkum fih & mahkum bih Muti Muti
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilHukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilEka Fatma
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahMarhamah Saleh
 
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdf
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdfRemedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdf
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdfBonoNauval
 
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdfDrepiRoy
 

Similar to Kaidah Yakin dan Syak serta Pembolehan Kondisi Darurat (20)

Hukum makan katak
Hukum makan katakHukum makan katak
Hukum makan katak
 
2. PPT KTA.pptx
2. PPT KTA.pptx2. PPT KTA.pptx
2. PPT KTA.pptx
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
 
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biKaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
 
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
 
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMakalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
 
Definisi istishab
Definisi istishabDefinisi istishab
Definisi istishab
 
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptx
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptxSUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptx
SUMBER_HUKUM_ISLAM_YANG_TIDAK_DISEPAKATI dalam islam.pptx
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
 
Dalil dalil yang tidak disepakati
Dalil dalil yang tidak disepakatiDalil dalil yang tidak disepakati
Dalil dalil yang tidak disepakati
 
Kufur
KufurKufur
Kufur
 
LK- RESUME KB 2.pdf
LK- RESUME KB 2.pdfLK- RESUME KB 2.pdf
LK- RESUME KB 2.pdf
 
Pembahasan ushul fiqih
Pembahasan ushul fiqihPembahasan ushul fiqih
Pembahasan ushul fiqih
 
Mahkum fih & mahkum bih
Mahkum fih  & mahkum bih Mahkum fih  & mahkum bih
Mahkum fih & mahkum bih
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilHukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita Hamil
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
 
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdf
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdfRemedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdf
Remedial Fikih Kelompddddddddddddok 7.pdf
 
ijma dan qiyas
ijma dan qiyas ijma dan qiyas
ijma dan qiyas
 
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
 
Rukun al fahmu pt 1
Rukun al fahmu pt 1Rukun al fahmu pt 1
Rukun al fahmu pt 1
 

Kaidah Yakin dan Syak serta Pembolehan Kondisi Darurat

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Telah dimaklumi bahwa seorang muslim apabila menghadapi suatu masalah tanpa dhobith dan kaidah akan terombang-ambing didalam perbuatannya terhadap diri, mau pun keluarganya, masyarakat serta umatnya. Dari sinilah kita mengetahui pentingnya ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah itu karena dia akan mengatur akal seorang muslim didalam gambaran-gambarannya yang merupakan sumber dari perbuatannya didalam diri, keluarga, ataupun masyarakatnya.Dan salah satu kaidah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya keraguan dan Sesuatu yang diperbolehkan karena kondisi darurat ,harus disesuaikan menurut batasan ukuran yang dibutuhkan darurat tersebut B. RUMUSAN MASALAH 1.Apa definisi Yakin dan Syak (Ragu) ? 2.Apa contoh kasus dalam kaidah fikih yakin dan syak ini? 3.Apa isi dan contoh dari kaidah pembolehan kondisi darurat?
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 1.Asal mula kaidah dan Pembahasan tentang Yakin dan Syak juga pembolehan kondisi darurat Asal mula kaidah ini dari kitab Al-Asybah wan Nadhoir karangan Al-Imam Jalaluddin bin Adurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi,suatu kitab yang banyak dipakai dikalangan kebanyakan ulama Indonesia1 . A. Kaidah Yakin Artinya : sesuatu yang menjadi tetap karena penglihatan pancaindera atau dengan adanya dalil2 Ada pula yang mengartikan : sesuatu yang sudah yakin tidak akan dapat dihilangkan dengan keragu-raguan. Maksudnya ialah semua hukum yang sudah berlandaskan pada suatu keyakinan itu, tidak dapat dipengaruhi oleh adanya keragu-raguan yang muncul kemudian, sebab rasa ragu yang merupakan unsur eksternal dan muncul setelah keyakinan, tidak akan bisa mnghilangkan hukum yakin yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan kaidah kedua adalah tercapainya suatu kemantapan hati pada suatu obyek yang telah dikerjakan, baik kemantapan itu sudah mencapai pada kadar ukuran pengetahuan yang mantap atau baru sekadar dugaan kuat (asumtif/dzan). Makanya tidak dianggap suatu kemantapan hati yang disertai dengan keragu-raguan pada saat pekerjaan itu dilaksanakanya, sebab keadaan ini tidak bisa dimasukkan kedalam kategori yakin. Hal-hal yang masih dalam keraguan atau masih menjadi tanda tanya, tidak dapat disejajarkan dengan suatu yang sudah diyakini. B. Dasar Hukum Kaidah Yakin 1. Al-Qur’an Surat Yunus 36, 1 Drs.H.Abdul Mudjib.Kaidah-kaidah Ilmu Fikih Hal:v 2 Prof.Dr.H.A.Djazuli:kaidah-kaidah fikih Hal:44
  • 3. Artinya : Dan kebanyakan dari mereka tidak mau mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai suatu kebenaran. 2. Hadits a. HR Imam Muslim dari Abi Hurairah, Artinya : jika seseorang menemukan sesuatu dalam perutnya, lalu dia ragu-ragu apakah sesuatu tersebut sudah keluar dari perutnya ataukah belum?, maka baginya tidak boleh keluar dari Masjid sampai ia mendengar suara atau menemukan bau. b. HR. Imam Muslim dari ‘Ubbad bin Tamim dari pamannya: Artinya : Nabi saw. Mendapatkan pengaduan bahwasannya seorang laki-laki merasa bingung oleh sesuatu dalam salatnya, beliau menjawab: janganlah ia pergi sehingga benar-benar mendengar suara atau baunya. HR. Bukhari-Muslim. c. HR. Muslim dari Sa’id al-Khudri, Rasulullah saw Artinya : jika seseorang mengalami keragu-raguan dalam mengerjakan salatnya, lalu dia tidak mengerti apakah salat yang telah ia kerjakan itu sudah mendapatkan tiga rakaat?, maka ia harus menghilangkan keragu-raguan dan berpegangan pada jumlah rakaat yang benar-benar meyakinkan. d. HR. Al-Turmuzhi dan Nasa’i dari Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib Artinya : Aku telah menghafal dari Rasulullah saw : tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu dan ambillah sesuatu yang tidak meragukanmu. Dari semua hadits tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa hukum dari segala sesuatu itu, harus dilihat dari kondisi asal yang meyakinkan. Maksudnya, jika kondisi asal batal, maka faktor eksternal yang akan datang kemudian tidak dapat mempengaruhi terhadap status hukum batal tersebut, sehingga hukumnya tetap batal. Akan tetapi jika kondisi asalnya sah, maka hukum
  • 4. selanjutnya tetap sah, selama tidak ada bukti yang meyakinkan yang mampu untuk merubahnya. Dari sini lah, terbangun kaidah komprehensip mayor kedua, yaitu’’ ِ‫ك‬َّ‫ش‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ُ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُز‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ (al-yaqin la yuzalu bi al-syakki.”) C. Beberapa Kaidah Minor Maksudnya ialah suatu perkara yang sudah berada pada satu kondisi tertentu dimasa sebelumnya, akan tetap seperti kondisi semula, selama tidak ada dalil yang menunjukkan terhadap hukum lain, sebab dasar dari segala sesuatu adalah tidak berubahnya atau tetap seperti sediakala, sedang kemungkinan untuk terjadi perubahan dari kondisi semula adalah sesuatu yang baru dan sifatnya spekulatif, sehingga tidak dijadikan sebagai pijakan hukum. Dengan demikian, jika seseorang sedang mengalami keragua- raguan tentang status hukum dari suatu perkara, maka yang diperlukan adalah hukum yang telah ada atau hukum yang telah ditetapkan sebelumnya, sampai ditemukan adanya hukum lain yang merubahnya, sebab hukum yang telah ada lebih meyakinkan. Berkaitan dengan kaidah kontinu ini, dalam ilmu ushul fiqh, ditemukan adanya ketentuan bahwa kaidah kontinuitas ini sama dengan dalil istishab, yaitu tetap memberlakukan ketetapan hukum yang telah ditetapkan atau yang telah ada pada masa lampau sampai pada ditemukan adanya hukum lain yang merubahnya. Maksudnya jika sebelumnya sudah ada, maka selanjutnya tetap dihukumi ada. Akan tetapi jika sebelumnya tidak ada, maka selanjutnya dianggap tidak ada. Contoh : 1. Kasus orang ragu-ragu tentang apakah ia sudah berhadas ataukah belum, maka yang dijadikan ukuran adalah kondisi yang telah ada sebelumnya, yaitu : a. Jika kondisi sebelumnya ia belum wudlu, maka ia dianggap batal b. Jika kondisi sebelumnya ia sudah pernah berwudlu, maka yang dianggap suci. 2. Kasus orang ketika salat jum’ah, yang meragukan apakah salat yang dilakukan itu sudah keluar dari waktu atau belum? Maka
  • 5. keraguan seperti ini tidak bisa mempengaruhi akan keafsahan salat yang yang sedang ia lakukan, sebab keluarnya waktu merupakan suatu kemungkinan yang sifatnya baru, padahal kondisi asalnya adalah tetap masih adanya waktu salat jum’ah, sehingga secara otomatis kondisi asal tersebut tetap bertahan sampai salat selesai dilaksanakan. 3. Kasus orang berwudlu yang sudah berniat wudlu sebelum membasuh muka yang merupakan permulaan rukun wudlu. Niat tersebut ia ucapkan pada saat melaksanakan kesunahan wudlu, baik saat ia berkumur atau memasukkan air kelubang hidung. Ketika mulai membasuh muka, baru muncullah keragu- raguan dalam hati tentang apakah niat yang sudah dilakukan sejak berkumur itu masih tetap ada atau sudah hilang. Dalam kondisi ini, status hukum berwudlu tetap dianggap sah, sebab keraguan tersebut baru muncul dan sifatnya spekulatif, sedang kondisi sebelumnya ia sudah yakin bahwa dirinya sudah berniat. Karena itu, niat tersebut dianggap tetap ada dan berlangsung sampai ia membasuh mukanya. 4. Kasus dua orang (yang berhutang dan pemberi hutang) sedang berselisih tentang sudah atau belumnya hutang terbayar, maka hukum yang dapat diambil adalah pengakuan pemberi hutang yang dikuatkan dengan sumpahnya, sebab hal ini lebih meyakinkan. Sekalipun demikian, ketetapan ini bisa berubah jika ada bukti yang meyakinkan tentang pengakuan yang berhutang. 5. Kasus istri yang ditinggal suami dan tidak diketahui domisilinya, maka hukum yang diambil adalah tidak diperbolehkannya istri menikah dengan laki-laki lain, sebab hukum yang berlaku baginya adalah statusnya yang masih bersuami.3 D. Yakin dan Syak 1. Arti yakin dan syak 3 Dr.H.Dahlan Tamrin.Kaidah-kaidah Huum Islam Kulliyah Al-Khamsah.Hal:75-82
  • 6. a. Yakin ialah Sesuatu yang tetap sebab adanya penglihatan dan bukti (dalil) b. Syak ialah Syak atau ragu-ragu sesuatu kebimbangan diantara kepastian dan ketidak pastian dimana sisi benar dan sisi salah dalam keadaan seimbang dan satu diantara yang lain tidak ada yang unggul. 2. Klasifikasi syak Dengan adanya uraian tersebut, Syekh Abu Hamid al-Isfarainy berpendapat bahwa syak/keragu-raguan dapat diklafisikasikan menjadi tiga kategori, yaitu : a. Keragu-raguan yang muncul dari sumber yang haram, Contoh : binatang sembelihan didaerah yang penduduknya muslim dan non muslim, maka hukum nya adalah haram, kecuali diketahui benar bahwa binatang tersebut hasil sembelihan muslim, atau umumnya disembelih muslim. b. Keragu-raguan yang muncul dari yang mubah. Contoh : seseorang menemukan air yang keadanya sudah mengalami perubahan. Hal ini dimungkinkan adanya dua sebab, yaitu sebab Nazis atau sebab Lamanya diam, maka baginya diperbolehkan bersuci dengan air tersebut berdasarkan asumsi bahwa asal air tersebut adalah suci. c. Keragu-raguan yang muncul dari mana asal haram dan halal. Contoh : orang bekerja dengan perusahaan yang sebagian besar modalnya haram dan keberadaanya memang tidak bisa dibedakan mana yang haram dan yang halal. Maka baginya boleh bertransaksi jual beli dengannya, sebab dimungkinkan barangnya halal dan memang tidak ada ketegasan barang yang berstatus haram, hanya saja masih ada kekhwatiran pada barangnya yang haram. Sekalipun demikian, hukum kerja sama ini dihukumi makruh, sebab menghindari akan terjadinya keharaman didalamnya.4 4 Ibid.Hal:116-118
  • 7. d. Didalam buku kaidah-kaidah fiqh Drs.H.Abdul Mudjib disebutkan salah satu contoh Syak dari keragu-raguan sah atau tidak.Contoh orang makan sahur diakhir malam merasa ragu kalau-kalau saat fajar sudah terbit.Puasanya tetap dipandang sah, karena menurut yang asal adalah berlakunya waktu masih malam,bukan waktu fajar e. Berbuka menjelang maghrib anpa penelitian,kmudian timbul keraguan bahwa kemungkinan matahari belum terbenam,maka puasanya dihuumi batal,sebab menurut yang asal adalah berlakunya waktu sebelum maghrib5 . 3. Status Syak Dan Dzan Dari adanya penjelasan masalah yakin dan syak seperti diatas, maka dapat diambil pemahaman bahwa syak dan dhon adalah dua istilah yang memiliki arti sama, sebagaimana yang umum dipakai dalam kitab-kitab fiqh, sebab keduanya merupakan amaliyah hati yang sulit diketahui secara pasti. Sekalipun demikian, sebagian para ahli hukum islam melakukan pemilahan secara sistimatis tentang kondisi hati dalam lima bagian yaitu : a. Yakin, yaitu artinya : ketangguhan hati yang bersandar pada hakikat sesuatu (pasti benarnya). b. Dzanniy, yaitu artinya : asumsi atau persepsi hati terhadap dua hal yang berbeda, dimana salah satunya lebih kuat dari yang lain. c. Syak, yaitu artinya : sebuah prasangka terhadap dua hal tanpa mengunggulkan salah satu diantara keduanya. d. Waham, yaitu artinya : kemungkinan yang lebih lemah dari dua hal yang sedang diasumsikan. 6 5 Op Cit.Hal:21 6 Loc Cit.Hal:118-119
  • 8. Dari kaidah asasi al-yaqin la yuzal bi al-syak { ‫ك‬َّ‫ش‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ُ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُز‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ }.ini kemudian muncul kaidah-kaidah yang lebih sempit ruang lingkupnya misalnya { ‫يزال‬ ‫اليقين‬‫ثله‬ِ‫م‬ ‫ليقين‬ ‫با‬ }Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti lain yang meyakinkan pula. Contoh: 1.Kita yakin sudah berwudhu, tetapi kemudian kita yakin pula telah buang air kecil, maka wudhu kita menjadi batal. 2.Kita berpraduga tidak bersalah kepada seseorang,tetapikemudian ternyata orang tersebut tertangkap tangan sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dn harus dihukum. 3.Si A berutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti bahwa si A sudah lunas,maka si A yang tadinya berutang ,sekarang sudah bebas dari utangnya. 4.Ada bukti yang meyakinkan bahwa seseorang telah melakuka kejahatan,oleh karenanya harus dihukum.tetapi,bila ada bukti lain yang meyakinkan pula bahwa orang tersebut tidak ada di tempat kejahatan waktu terjadiya kejahatan tersebut, melainkan sedang di luar negeri misalnya, maka orang terseut tidak dapat di anggap sebagai pelaku kejahatan. Karena keyakinan pertama menjadi hilang dengan keyakinan kedua inilah yang disebut alibi di dunia hukum7 . 5.Dalam kitab I’lamul Muwaqi’in disebutkan dalam pembahasan Istishab bahwa Apabila ada suami istri yang sudah sah melaksanakan pernikahan tetapi muncul seorang wanita yang mengaku bahwa suami istri itu adalah anak kandungnya (saudara sesusuan) dan ternyata bukti itu benar maka pernikahan itu batal dan tidak sah, karena pernikahan saudara sesusuan itu haram hukumnya8 . 2.Pembahasan Tentang Pemahaman pembolehan Kondisi Darurat ‫تحتاجه‬ ‫ما‬ ‫بقدر‬ ‫الضرورة‬ ‫مع‬ ‫محظور‬ ‫وكل‬‫الضرورة‬ Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu 7 Loc cit.Hal;47-48 8 Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah.I’lamul Muwafiqi’in.hal:246-247 (ada redaksi perubahan)
  • 9. Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu.asal mula kaidah ini juga berasal dari kitab Al-Asybah wan Nadhoir karangan Al-Imam Jalaluddin bin Adurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi Dalil Al-Qur’an : Pembolehan Kondisi Darurat Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqoroh : 173 ) Dalam ayat ini ada syarat: tidak ada keinginan terhadapnya, dan tidak pula melampui batas, makna al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang di wajibkan, maka barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia mendapatkan dosa, dan inilah dalil dari qaidah ini.9 Contoh masalah dari kaidah ini adalah 1. Orang haus sekali dan tidak ada minuman kecuali Khamr (minuman keras),maka baginya boleh meminumnya,tetapi hanya sekedar untuk mempertahankan hidupnya yang sedang terancam lantaran kehausan.Akan tetapi jika haunya telah hilang,maka uumnya kembali kepada asal yaitu haram. 2. Kasus sakit kronis ang tidak kunjung sembuh.Kasus ini bsa membuat penderita mendapatkan suatu keringanan (rukhshah) dengan mengkonsumsi obat-obatan yang hakikatnya diharamkan,misalna obat bius dan yang sejenisnya,dengan ketentuan selama sudah sdissuaikan dengan kadar kesulitannya 10 3. Apakah bahaya/kondisi darurat itu di timbulkan oleh hak milik orang lain atau bukan? jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain maka, yang punya hak tidak boleh menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang tersebut. Misalnya: seseorang tiba-tiba di serang onta (sapi) sampai membahayakan dirinya, maka orang tersebut melawannya hingga terbunuh onta/sapi tersebut karena membela diri, disini ada kondisi darurat (membela diri).Maka apakah boleh sang pemilik onta/sapi datang kepadanya dan mengatakan: berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut? Maka kami (para ulama) katakan: tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya/kondisi gawat tersebut 9 Kaidah-kaidh fikih.Sulaiman abu syeikha al magetiy.http://www.raudhatulmuhibbin.org/2008/01/qawaidul- fiqhiyyah.html.diakses pada tanggal 28 tahun 2014 10 Loc cit.Hal:165-166
  • 10. di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga hak miliknya, maka jika yang demikian itu tidak ada garansi (ganti rugi) 4. Adapun jika kondisi darurat (bahaya) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya (berhubungan dengan) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil (menhilangkan hak milik tersebut) misalnya: seseorang sangat kelaparan, dan dia tidak mendapati makanan apapun kecuali onta milik (hak) orang lain kemudian orang ini menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi darurat (bahaya) ini ada dan terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan karena hak orang lain, maka sang pemilik onta boleh menuntut ganti rugi dari onta yang dimakan orang tersebut, maka para ulama mengambil kaidah dari hal ini : 5. (al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri) ‫الغير‬ ‫حق‬ ‫يبطل‬ ‫ال‬ ‫االضطرار‬ kondisi bahaya tidak menhalalkan (membatalkan) hak orang lain, dengan catatan kondisi darurat (bahaya) tersebut timbul bukan disebabkan hak milik orang lain. Contoh lainnya yang lebih terperinci: para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik penumpang lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya, masalahnya apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang tersebut apa tidak? maka kita lihat sebabnya: jika dia membuangnya karena kelalaian sang pemilik barang, misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang tersebut di letakkan, dan membuat kapal bocor,maka bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka, tidak wajib baginya menganti barang tersebut, namun jika kondisi bahaya tersebut bukan ditimbulkan dari hak (barang) oranga lain, misal kapal tersebut kelebihan barang dan muatan, dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik/kapten kapal mengatakan: kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan diambillah sebagian barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi (ganti rugi) barang tersebut, kita katakan: iya ada garansi, karena bahaya tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu sendiri atau kelalaian pemilik barang namun timbul karena kelalaian semua orang dalam kapal, sehingga di katakan kepada semua yang ada di kapal: beri ganti rugi barang tersebut, dan di bagi rata setiap penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut, tergantung jumlah dan harganya, atau sang pemilik kapal yang bertanggung jawab karena dia yang mengatur dan mengurusi semua tentang kapalnya.11 11 Opcit. http://www.raudhatulmuhibbin.org/2008/01/qawaidul-fiqhiyyah.html
  • 11. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kaidah fiqh yang berbunyi Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan sudah banyak sekali dibahas di kitab-kitab klasik maupun kitab kontemporer. Begitu juga dengan kaidah yang berbunyi Sesuatu yang diperbolehkan karena kondisi darurat ,harus disesuaikan menurut batasan ukuran yang dibutuhkan darurat tersebut. Dua kaidah ini sangat penting untuk dibahas karena masalah ini selalu muncul dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti seseorang yang lupa raka’at dalam keadaan shalat apakah 3 raka’at atau empat raka’at maka yang diambil adalah yang diambil 3 karena sebelum empat, jadi dalam bilangan yang diambil adalah bilangan yang terkecil. Sedangkan contoh keadaan darurat maka apabla seseorang terseat di hutan dan dia tidak ada makanan untuk dimakan dan dikhawatirkan akan mati apabila tidak makan, maka diperbolehkan memakan bangkai hewan tetapi secukupnya saja untuk bertahan hidup.
  • 12. DAFTAR PUSTAKA abu syeikha al magetiy,Sulaiman.(2008).Kaidah - Kaidah Fikih.www.raudhatul muhibbin.org/2008/01/qaidul fiqiyah.html.diakses pada tanggal 28 tahun 2014 Al-jauziyyah,Ibnu Qayyim.(2000).I’lamul Muwafiqi’in. Jakarta:Pustaka Azzam Djazuli,A .(2006).Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta:Kencana Mudjib,Abdul.(2001).Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih.Jakata:kencana mulia Tamrin,Dahlan.(2010).Kaidah-Kaidah hukum Islam Kulliah Khamsah.Malang:UIN Maliki
  • 13. TUGAS BERSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING Kaidah – Kaidah Fikih H.Nuril Khasyi’in, LC, MA PEMAHAMAN KAIDAH FIQH YAKIN,SYAK DAN PEMBOLEHAN KONDISI DARURAT Disusun Oleh : Kelompok 2 INTAN PAMBUDI :1201150110 HERLINA SRI WAHYUNI :1201150106 LIA ANGGRAINI :1201150116 ARIEF SIPAHUTAR :1111151528 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM JURUSAN EKONOMI SYARIAH BANJARMASIN 2013