1. 1
LESI NERVUS RADIALIS
1. PENDAHULUAN
Lesi nervus radialis dapat terjadi di sepanjang perjalanan saraf radialis dan
disebabkan oleh banyak hal. Penekanan atau scar pada saraf tersebut dapat
menyebabkan denervasi dari otot-otot ekstensor antebrachii, supinator, dan
kesemutan atau rasa tebal pada distribusi sensorisnya. Gejala klinis yang
ditimbulkan dapat berupa nyeri, kelemahan, dan gangguan fungsi. ( Stern, Mark,
2017)
Nervus radialis dekat dengan tulang, sehingga nervus ini sangat rentan terjadi lesi,
terutama apabila disertai fraktur pada tulang humerus. (Bumbasirevic, 2016)
Tiga masalah yang berhubungan dengan nervus radialis adalah sleep palsy,
trauma pada pertengahan lengan atas dan posterior interosseous nerve syndrome.
(Johnson, 1980).
Klasifikasi cedera berdasarkan jenis kerusakan yang terjadi
1. Neuropraxia
Jika tidak didapatkan gangguan anatomis dari nervus radialis, hanya terjadi
gangguan fungsi, disebabkan oleh kontusio atau kompresi pada saraf
2. Axonotmesis
Terjadi kerusakan dari axon, yang disertai wallerian degeneration, namun
sel schwann masih dalam batas normal, dan struktur endoneural masih intak
3. Neurotmesis
2. 2
Jenis kerusakan yang paling parah, terjadi komplit disrupsi anatomi dari
serabut saraf. Tidak dimungkinkan terjadi perbaikan secara spontan, dan
membutuhkan tindakan operasi. Perbaikan saraf dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu usia pasien, jenis kelamin, waktu dilakakukannya operasi
penyambungan saraf, material yang digunakan dalam operasi, besarnya
cedera, dan rehabilitasi paska operasi (Bumbasirevic, 2016)
2. ANATOMI
Nervus radialis merupakan saraf terbesar pada extremitas atas, dan
merupakan cabang dari posterior cord plexus brachialis pada segmen C5
sampai Th1. Nervus ini berjalan menyilang pada otot latissimus dorsi,
terletak lebih profundus dibandingkan arteri axillaris. Nervus ini keluar
melalui triangular interval pada tepi bawah otot teres major. Saraf ini
menginervasi otot tricep diantara caput lateral dan medial, pada level ini
saraf radialis terbagi menjadi dua cabang sensoris, yaitu saraf posterior
cutaneous pada lengan atas dan inferior lateral cutaneous pada lengan atas.
Kemudian berjalan pada spiral groove tulang humerus sisi posterior dan
menembus septum intermusculare lateral memasuki kompartmen anterior
diantara otot brachialis dan brachioradialis, sejauh 12 cm dari proximal
lateral epicondylus. Lesi jenis neuropraxia seringkali terjadi pada level ini
setelah fraktur shaft humerus disebabkan nervus radialis terjepit diantara
fragment fraktur. Kemudian saraf tersebut berjalan ke anterior menuju
humeral condylus lateralis. Pada level siku, saraf radialis memberikan
3. 3
cabang untuk mempersarafi otot brachioradialis, otot extensor carpi radialis
longus dan otot anconeus.
Pada proximal siku, saraf ini terpecah menjadi dua yaitu cabang
superficial yang merupakan sensoris. Saraf ini berjalan dibawah otot
brachioradialis pada sisi radial lengan bawah. Pada sepertiga tengah dari
lengan bawah saraf ini berada di lateral dari arteri radialis, sedangkan lebih
dital lagi saraf ini akan menjauhi arteri radialis. Pada level distal dari lengan
bawah, saraf ini akan muncul dibawah tendon brachioradialis sekitar 9 cm
proximal dari styloid radialis dan berjalan superficial dibawah kulit. Pada
level styloid radialis saraf ini dibagi menjadi dua atau tiga cabang sensoris
yang menginervasi kulit dua pertiga proksimal tiga setengah jari lateral pada
tangan bagian dorsal.
4. 4
Cabang profundus yang merupakan cabang motorik disebut PIN
(Posterior Interosseus Nerve). Saraf ini berjalan diantara dua caput otot
supinator, menginervasi otot tersebut kemudian masuk ke lengan bawah dan
menginervasi mayoritas otot-otot ekstensor. Bagian paling proximal dari
otot supinator membentuk arcade of Frohse, sebuah busur fibrotic, tempat
biasa terjadi penekanan saraf. Distal dari otot supinator, posterior
interosseous nerve dibagi menjadi dua cabang, medial (recurrent) yang
mempersarafi otot extensor carpi ulnaris, otot extensor digitorum
communis dan otot extensor digiti quinti; lateral (descending) mempersarafi
otot extensor indicis proprius, otot extensor pollicis longus, otot abductor
pollicis longus dan otot extensor pollicis brevis (Bumbasirevic, 2016).
Dua tempat yang paling sering terjadi penjepitan saraf adalah aspek
lateral dari lengan atas dimana rentan terjadi selama tidur, dan pada bagian
atas dari lengan bawah yang rentan karena berhubungan dengan gerakan
pronasi supinasi yang berulang-ulang (Johnson, 1980).
Nervus radialis melayani fungsi motorik dan sensorik baik pada
lengan atas maupun lengan bawah dan hanya fungsi sensorik pada tangan.
Namun serabut sensorik dan motorik tersebar pada lengan bawah oleh dua
cabang terpisah, N. interosseous posterior (motorik) dan superfisial
(sensorik atau cutaneous). Nervus cutaneous antebrachii posterior berasal
dari N radialis dalam kompartmen posterior lengan, dan berjalan sepanjang
sulkus radialis humeri. Oleh karena itu, saraf mencapai lengan bawah tidak
5. 5
bergantung pada N.radialis; saraf turun dalam jaringan subcutan aspek
posterior lengan bawah ke pergelangan tangan dan menyuplai kulit.
Ramus superfisialis nervi radialis juga merupakan N. cutaneous,
tetapi memberikan ramus articularis juga. Saraf tersebut tersebar ke kulit
pada dorsum manus dan sejumlah sendi di tangan, yang bercabang segera
setelah keluar dari M. brachioradialis di atasnya dan menyilang bagian atas
tabatiere anatomique (Moore & Dalley, 2002).
3. ETIOLOGI
Pada level lengan atas, lesi paling sering disebabkan karena fraktur
humerus. Lesi ini dapat terjadi akut saat kejadian trauma, akibat manipulasi
dari fraktur atau sebagai akibat penekanan atau penjepitan di antara kalus
fraktur. Lesi dapat juga terjadi akibat kompresi eksternal akibat pemasangan
6. 6
tourniquet, tekanan yang berulang dan persistan dari kepala pasangan saat
tidur pada posisi lengan atas teregang (honeymooner’s paralysis) atau saat
posisi lengan tergantung pada sandaran kursi atau tepi tempat tidur dalam
waktu yang lama (saturday night palsy). Pada level lengan bawah dapat
terjadi posterior interosseus nervous syndrome akibat kompresi pada nervus
interosseus posterior yang mengenai kompartemen ekstensor pada lengan
bawah (Braddom, 2011).
Lesi nervus radialis sering berhubungan dengan fraktur humerus,
terjadi pada sepertiga tengah atau distal (Holstein-Lewis fracture), biasanya
fraktur spiral dimana distal fragmen bergeser ke proximal dan radial.
Disinilah titik dimana saraf masuk ke bagian anterior melalui septum
intermuskular dan sangat sedikit gerakan. Lesi saraf dapat disebabkan
karena fraktur itu sendiri saat manipulasi dari fragmen saat operasi atau
penjepitan dari pembentukan kalus. Fraktur dari caput ataupun leher radius
dan radius/ulna dapat merusak saraf posterior interosseous (Johnson, 1980).
4. GEJALA KLINIS
Lesi pada level spiral groove ditandai adanya wrist drop dan
ketidakmampuan mengekstensikan jari-jari. Ekstensi elbow masih
dimungkinkan karena m. triceps mendapat inervasi proximal dari spiral
groove. Fleksi elbow dapat menjadi sedikit lemah karena keterlibatan m.
brachioradialis. Lesi pada posterior interosseus nerve paling sering terjadi
karena entrapmen pada area arcade of Frohse yang dikenal dengan
7. 7
supinator syndrome. Tampak kelemahan saat mengekstensikan jari-jari.
Saat mengekstensikan wrist, pasien terlihat deviasi radial (terjadi
kelemahan otot ekstensor carpi ulnaris). Tidak ada gangguan sensoris
karena PIN tidak memiliki komponen sensoris. Hasil tes, provokasi gerakan
supinasi elbow dengan tahanan akan meningkatkan rasa nyeri. Lesi pada
nervus radialis superficialis mengakibatkan gangguan sensoris tanpa adanya
kelemahan otot (Braddom, 2011).
Saraf radialis sangat rentan terjadi penekanan didekat tempat
munculnya dari septum intermuskuler. Saturday night palsy, Honeymoon
palsy adalah kelumpuhan saat tidur hasil dari penekanan oleh kepala orang
kedua yang diletakkan pada lengan atas penderita. Gejalanya adalah
kelemahan pada ekstensi pergelangan tangan dan ekstensi dari
metacarpophalang joint pada jari-jari. Fungsi otot tricep masih bagus karena
lokasinya lebih proksimal. Otot brachioradialis dan yang lebih jarang otot
extensor carpi radialis longus biasanya masih baik pada kelemahan ini
(Johnson, 1980).
Perubahan sensoris (hypesthesia dan hypalgesia) tidak terlalu
tampak, kemungkinan karena beberapa area memiliki suplai khusus dari
saraf radialis. Ketika ada perubahan sensoris, biasanya terbatas pada dorsal
tangan, tersering dorsal dari ibu jari (Johnson, 1980).
Posterior interosseous nerve syndrome telah digambarkan pada
kasus trauma langsung, penekanan dari ganglion atau anomali dari
pembuluh darah dan rheumatoid synovitis. Bagaimanapun saraf ini paling
8. 8
rentan trauma berulang atau terjepit saat saraf ini melewati otot supinator
pada tendon ardace of Frohse. Pada pronasi penuh dari lengan bawah dapat
terjadi penekanan berlebihan pada saraf ini pada tepi tendon yang tajam dari
otot extensor carpi radialis brevis.
Gejala dari pasien ini adalah kesulitan mengekstensikan jari-jari dan
ibu jari. Sering berhubungan dengan nyeri tumpul atau nyeri pada aspek
posterior dari lengan bawah. Radial wrist extensor masih baik. Tidak
didapatkan gangguan sensoris (Johnson, 1980).
Cedera pada nervus radialis di sebelah superior dimana cabangnya
otot triceps brachii menyebabkan paralisis otot triceps, otot brachioradialis,
otot supinator, otot ekstensor digitorum dan pergelangan tangan. Hilangnya
sensasi di area kulit yang disuplai oleh saraf tersebut juga dapat terjadi. Bila
saraf mengalami cedera pada sulcus radialis, otot tricep biasanya tidak
paralisis seluruhnya tetapi hanya melemah karena hanya caput mediale yang
terkena; namun, otot dalam kompartemen posterior lengan bawah yang
disuplai oleh cabang saraf yang lebih distal mengalami paralisis. Tanda
klinis khas cedera nervus radialis adalah “wrist drop”, ketidakmampuan
mengekstensikan pergelangan tangan dan jari pada articulation
metacarpophalangeal (Moore & Dalley, 2002).
5. DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik adalah dasar untuk mendiagnosa. Semua otot
yang diinervasi oleh nervus radialis dapat diperiksa kekuatannya dan
9. 9
fungsinya, termasuk otot tricep, otot supinator, otot extensor pergelangan
tangan dan jari-jari. Untuk lesi yang lebih atas, gangguan pada ekstensi siku
sebaiknya dievaluasi dengan menghilangkan efek gravitasi. Pada lesi nervus
radialis hanya ekstensi sendi metacarpophalangeal saja yang yang terkena,
sedangkan ekstensi dari sendi interphalang diinervasi oleh otot interossei
dan otot lumbrical yang dipersarafi oleh nervus ulnaris. Periksa juga sensasi
pada dorsal tangan dan tiga setengah jari bagian lateral juga pada lengan
atas dan lengan bawah.
Electromyography dan nerve conduction electrodiagnostik sangat
membantu untuk mengetahui lokasi anatomi dari lesi nervusnya. Salah satu
kegunaan yang lain yaitu dapat membedakan dengan cervical radikulopati,
brachial plexopati, dan lesi nervus perifer. Kegunaan lainnya juga dapat
untuk memonitor penyembuhan saraf selama periode rehabilitasi, terutama
dalam empat bulan ketika regenerasi dapat dideteksi (Bumbasirevic, 2016).
Derajat keparahan lesi nervus ini dapat ditegakkan oleh pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan elektromiografi dapat menunjukkan aktivitas
abnormal pada otot yang diinervasi nervus radialis. Perubahan amplitudo,
blok konduksi dan kegagalan konduksi saraf, penurunan kecepatan hantaran
saraf dan peningkatan distal latency dapat memperlihatkan tanda-tanda
denervasi (Cuccurullo, 2010).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat digunakan untuk
diagnosis neuropati perifer. Perubahan yang nyata dapat dideteksi dengan
MRI pada hari ke-empat pasca cedera (Braddom, 2011). MRI sangat
10. 10
berguna untuk mendeteksi lokasi lesi terutama saat penyakit patologis dan
neurologis yang berhubungan dengan lesi saraf dicurigai (Bumbasirevic,
2016).
Ultrasonografi dapat menggambarkan dengan tepat keutuhan
anatomi dari saraf, membedakan antara ruptur saraf dengan pembentukan
neuroma. Hal itu dapat menunjukkan lokasi pasti dari lesi saraf dan
mengikuti perjalanan anatomi dari nervus tersebut. Pemeriksaan ini tidak
invasive, terjangkau dan memiliki keuntungan spesifik dibanding dengan
MRI ataupun prosedur diagnostik lain.
Foto polos dapat mendeteksi fraktur, dislokasi, pembentukan kalus
yang berlebihan dan tumor yang menyebabkan kompresi (Bumbasirevic,
2016).
6. TERAPI
Terapi lesi nervus radialis dapat berupa operatif maupun non operatif.
1. Non operatif
Banyak kondisi gangguan pada nervus radialis dapat diterapi tanpa
harus dioperasi. Gangguan saraf karena penekanan dapat diterapi dengan
istirahat, modifikasi aktifitas, obat anti inflamasi non steroid (NSAID),
vitamin dan splint. Injeksi kortikosteroid dengan atau tanpa lokal anastesi
dapat dikelola dengan hati-hati. Salah satu aspek paling penting pada terapi
ini adalah untuk mempertahankan luas gerak sendi pasif pada semua sendi
11. 11
yang terlibat dengan program latihan dan penggunaan splint dinamik
(Bumbasirevic, 2016).
Modalitas terapi yang lain yang dapat diberikan adalah TENS,
modalitas panas dan dingin untuk analgetik, sedangkan stimulasi elektrik
dapat dilakukan untuk mencegah atropi atau denervasi otot. Latihan luas
gerak sendi diberikan untuk mempertahankan/menambah luas gerak dan
fleksibilitas sendi. Terapi latihan dapat memfasilitasi pemulihan cedera
saraf perifer. Terapi latihan dalam beberapa penelitian terbukti penting
untuk membangun kembali massa otot dan mencegah komplikasi
immobilisasi. (Braddom, 2011).
Terapi rehabilitasi lesi saraf radialis yang disertai fraktur tertutup
humerus yang tidak memberikan kemajuan dalam 8-10 minggu dapat
menjadi indikasi dilakukannya terapi bedah eksplorasi, dan jika tidak ada
perbaikan fungsi dalam waktu 1 tahun, dapat dipertimbangkan tendon
transfer (Braddom, 2011).
2. Operatif
Tindakan operatif diindikasikan pada kasus yang lesinya tampak
jelas seperti luka terbuka atau ketika tidak ada perbaikan pada terapi
konservatif. Saraf dapat diperbaiki dengan penjahitan langsung atau nerve
grafting. Prosedur rekonstruktif yang lain seperti transfer tendon dapat juga
menjadi penting untuk menyelesaikan beberapa disfungsi saraf yang
permanen. Transfer saraf dan transfer otot saat ini bertambah popular.
12. 12
Operasi rekonstruksi pada lesi nervus radialis selalu menjadi pilihan
terbaik pada trauma dan saraf yang jelas terpotong. Hasil fungsional setelah
rekonstruksi bedah mikro sebagian besar memuaskan dengan level rendah
dari disabilitas. Ketika terdapat diskontinuitas, end to end repair adalah
metode pilihannya. Pada situasi dimana rekonstruksi dari lesi nervus perifer
itu sulit karena terdapat defek segmental atau gap pada saraf, maka nerve
grafting sangat membantu. Autogenous graft yang biasa digunakan adalah
saraf suralis dan cabang saraf kutaneous dari lengan bawah biasanya
berkualitas baik, memiliki morbiditas kecil dan dapat digunakan untuk
transfer. Penyembuhan dari fungsi motoris pada nervus radialis dapat
diharapkan jika tindakan perbaikan dilaksanakan dalam 15 bulan dari
cedera. (Bumbasirevic, 2016).
13. 13
DAFTAR PUSTAKA
Braddom,R.L., 2011. Physical Medicine and Rehabilitation 4th edition.
Philladelphia.
Bumbasirevic,M., et al. 2016. Radial Nerve Palsy. Efort Open Reviews
Cuccurullo,S. J., 2010. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review, 2nd
Edition. New York: Demos Medical
Johnson,E.W., 1980. Practical Electromyography. Baltimore : Williams &
Wilkins
Moore, Dalley, 2002. Anatomi Berorientasi Klinis. 5th edition
Saunders,W.B., 2000. Aids to the Examination of the Pheriperal Nervous System
4th edition.
Stern, Mark, 2017. Radial Nerve Entrapment. Website:
https://emedicine.medscape.com/article/1244110-overview)