SlideShare a Scribd company logo
1 of 103
BIMBINGAN 7
(CTS, TTS, Neuropati, Peroneal Palsy, Neurogenic
Bladder, HNP, Radicular Syndrome)
Gede Indrajaya Janitra 2002612048
I Putu Gede Septiawan Saputra 2002612095
Stella Jessica Paulus 2002612101
I Gede Adi Laksana Jagadhita 2002612148
Nanthini Siva Kumar 2002612153
Carpal Tunnel
Syndrome (CTS)
DEFINISI
• CTS (carpal tunnel syndrome) adalah suatu kondisi
yang dapat menyebabkan jari-jari pada tangan
mengalami sensasi kesemutan, mati rasa atau nyeri.
• Gejala paling sering terjadi pada jempol (ibu jari),
jari telunjuk dan jari tengah
Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome,
16(4), 164–167.
ETIOLOGI
• CTS terjadi karena saraf median mengalami penekanan atau terhimpit. Penyebab tertekannya saraf
ini secara umum idiopatik tetapi ada beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya CTS
:
 Faktor keturunan
 Trauma atau cedera pada pergelangan tangan
 Pekerjaan yang berat dengan posisi penggunaan tanggan yang menetap (mengetik, menulis dan tukang pijat)
 Diabetes dan rematoit arthritis
Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome,
16(4), 164–167.
PATOFISIOLOGI
• Nervus – nervus perifer berjalan melewati fibro osseus tunnel (terowongan tunnel) yang akan beresiko
terjadinya kompresi atau terjebak baik diakibatkan oleh soft tissue atau adanya suatu cidera. Kompresi yang
terjadi pada nervus ini akan menganggu aliran darah epidural dan konduksi akson juga akan terganggu
sehingga akan menimbulkan gejalan kesemutan, kebas dan neri.
• Pada penekanan saraf perifer paling sering terjadi pada Saraf medianus sehingga mudah terjadi CTS.
GEJALA KLINIS
• Gejala klinis yang muncul paling sering meliputi :
• Sensasi kesemutan
• Mati rasa atau kebas
• Rasa nyeri paling sering pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah
• Ibu jari terasa melemah
• Muncul rasa seperti tertusuk
• Muncul rasa sakit yang sampai ke tangan dan lengan
• Awalnya berupa gangguan sensorik, muncul secara perlahan dan memberat
pada pagi atau malam hari
• Umumnya dimulai parestesia, numbness, tingling pada jari 1-3 dan ½ sisi
radial jari 4
• Parestesia dan nyeri lebih menonjol malam hari
• Nyeri berkurang bila dipijat, digerakkan, diletakkan diposisi lebih tinggi,
istirahat
Anamnesis
Pemeriksaan menyeluruh terutama fungsi motorik, sensorik, otonom tangan
• Penilaian kekuatan otot tangan
• Pemeriksaan sensibilitas dengan membedakan 2 titik >6mm
• Pemeriksaan fungsi otonom dengan perbedaan keringat, kulit kering/licin
Pemeriksaan Fisik
• Phalen’s Test
• Torniquet Test
• Tinel’s Sign
Fleksi tangan maksimal
(+) bila dalam 60s ada gejala
CTS
Manset diatas siku (sedikit
diatas sistolik)
(+) Bila dalam 60s ada gejala
CTS
Perkusi carpal tunnel, sedikit
dorsofleksi
(+) bila ada parestesia/nyeri
• Flick’s Sign • Thenar wasting • Luthy’s SIgn
Pada pasien CTS, ketika pasien
mengibaskan tangan, nyeri
berkurang/menghilang
Terjadi atrophy otot thenar (+) bila kulit tangan tidak
menyentuh dinding botol
dengan rapat
• Diagnosis dapat ditegakkan dari
• EMG
• Radiologi
• Rontgen pergelangan tangan dan servikal
• USG
• CT-scan
• MRI
• Lab
• Kadar gula darah
• Kadar hormon tiroid
• DL
Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS
• Diagnosis CTS dapat ditegakan berdasarkan
1. Gejala klinis
2. Faktor resiko
3. Sonografi untuk melihat persilangan dari nervus median dan melihat penyempitan yang terjadi
• Cervical Radiculopathy
• Thoracic Outlet Syndrome
• Pronator teres Syndrome
• De Quervain’s Syndrome
Diagnosis Banding
• Non-Farmako
• Istirahat
• Bidai
• Nerve Gliding
• Fisioterapi
• Ubah posisi kerja
Tatalaksana
• Farmako
• NSAID
• Lokal dan sistemik cortiko steroid
• Deksametason 1-4mg/ml atau
• Hidrokortison 10-25mg atau
• metilprednisolon 20 mg – 40mg, suntikan ini dilakukan 2 minggu sekali atau lebih
• Vitamin b6 (piridoksin)
• 100-300mg/hari selama 3 bulan
• Operatif apabila tidak mengalami perbaikan, gangguan sensorik berat, atau atrofi otot thenar dan
sudah 3x injeksi kortikosteroid
Tatalaksana
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Prognosis
TARSALTUNNEL SYNDROME
(TTS)
DEFINISI
Tarsal Tunnel Syndrome merupakan suatu gejala yang komplek yang mengenai
bagian kaki dan biasanya dikarenakan adanya penekanan saraf tibia posterior
didalam osseous fibro (tunnel) dan ketika saraf melewati retinaculum fleksor.
Dengan gambaran klinis adanya rasa nyeri dari medial maleolus menjalar sampai
ke tumit, adanya paraparesis, disaesthesia dan hyperesthesia yang terdistribusi dari
saraf tibia posterior.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
ETIOLOGI
Etiologi dari TTS :
1. Idiopatik
2. Kelainan Anatomi posisi saraf tibialis posterior atau terowongannya terlalu sempit
3. Trauma (malleolus, calcaneus)
4. Adanya soft tissue mass (menimbulkan kompresi neuropati pada saraf tibialis posterior,
contoh: limpoma, neoplasma tarsal canal, nerve tumor dan vena varicose)
5. Peningkatan tekanan
6. Rheumatoid arthritis, asam urat, pseudogout, amyloid, pengendapan dan proses infeksi
Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
PATOFISIOLOGI
• TTS terjadi akibat beberapa proses yang memberikan kompresi neuropati pada
nervus tibialis dari tarsal canal. Dimana tarsal canal terdiri dari fleksor reticulum
yang berada diposterior dan distal dari malleolus medial. Terjadinya penekanan baik
akibat idiopati atau trama dan lain-lain ini dapat menyebabkan sel saraf menjadi
lebih mudah mengalami kompresi pada bagian distal.
• Jika terjadi hal tersebut fungsi dari saraf akan menurun impuls aferen, eferen
sepanjang saraf akan terhenti sehingga nutrisi yang dialirkan ke bagian tersebut akan
terhalangi maka jaringan saraf bagian distal akan mengalami penurunan dari nutrisi
sehinggi mudah mengalami injuri dan gangguan seperti nyeri, kebas, mati rasa dan
atropi otot.
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
ANAMNESIS
RPS Keluhan utama, onset, lokasi, kronologi, kuantitas, kualitas, faktor yang
memodifikasi, keluhan penyerta
Rasa nyeri, rasa kebakar, kesemutan di jari-jari kaki dan sepanjang telapak
kaki, menjalar ke proksimal tetapi pusat sakit ada di telapak kaki, rasa kebas
pada saat kaki digantung, kelemahan pada bagian kaki yang sakit (terlihat
pada saat berjalan), atropi pada otot intrinsic
Memberat saat aktivitas, berdiri, dan pada malam hari (sering terbangun
karena sakit)
Membaik dengan istirahat
RPD Riw trauma (keseleo), overuse (terlalu lama berdiri, berjalan atau
berolahraga), riw penyakit sistemik (diabetes, arthritis, gout, dll)
Riw
Keluarga
Keluhan serupa, riw penyakit sistemik
Riw Sosial &
Kebiasaan
Pekerjaan, hobi (atlet, sering berolahraga khususnya yang berkaitan dengan
titik tumpu
pada kaki dan pergelangan kaki)
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi ditemukan pes planus, kaki pronasi, atau talipes equinovarus. Kasus kronis: atrofi, kelemahan otot
kaki, dan kontraktur jari-jari kaki. Terdapat juga kelainan pada gaya berjalan seperti pronasi atau
supinasi yang berlebihan, inversi atau eversi kaki yang berlebihan, serta ditemukan adanya
antalgic gait akibat menghindari nyeri saat berjalan
Palpasi pengurangan sensasi plantar pada distribusi saraf plantar medial (pengurangan sensasi pada jari ke-
1 sampai medial jari ke-4) atau lateral (lateral jari ke-4 sampai jari ke-5). Pemeriksaan diskriminasi
dua titik akan berkurang pada permukaan telapak kaki, dan pada kasus kronis dapat ditemukan
pengurangan kekuatan otot dan ROM kaki.
Tinel sign perkusi nervus tibia posterior yang terletak pada pergelangan kaki bagian medial dan kaki dalam
posisi dorsofleksi. Tinel sign positif jika terdapat nyeri atau rasa kesemutan pada telapak kaki
dalam waktu 5-10 detik
Dorsofleksi-
eversion test
kaki berada pada posisi dorsofleksi dan eversi sehingga terjadi pemanjangan pada sendi
metatarsophalangeal (MTP), apabila positif akan terasa nyeri pada bagian tumit
Tes Triple-Stress posisi fleksi plantar dan inversi kaki, kemudian saraf tibialis posterior di belakang malleolus
medial dikompresi selama 30 detik. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan hipestesi.
Tes Turki memasang tourniquet di atas maleolus medial. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan
hipestesi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian distal sampai ke
otot dari abductor hallicus. Interpretasi:
1. pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motoric: terminal
latensi dari otot abductor diqiti quinti (saraf medial lateral) yang >7 ms
adalah abnormal,
2. terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) > 6,2
ms adalah abnormal,
3. adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan
Nerve
conduction
untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk
memastikan adanya neuropathy
Radiologi plain X-ray untuk menilai abnormalitas dari tulang pada terowongan
karpal. MRI efektif untuk menilai isi dari terowongan karpal.
Tes Cuff dilakukan dengan menggunakan pneumatic manset untuk membuat
bendungan vena yang menyebabkan vena dilatasi dan meningkatkan local
iskemik sehingga akan menimbulkan gejala apabila positif
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS
BANDING
DIAGNOSIS
• Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS BANDING
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
TERAPI
1. Konservatif
1. Istirahatkan pergelangan kaki
2. Night Splints (pemasangan bidai untuk menetralkan posisi dan baik dipasang pada malam
hari untuk mengurangi aktifitas pergelangan kaki, bidai ini dipasang selama 2-3 minggu)
3. Kompres dingin juga dapat membantu mengurangi nyeri.
4. Fisioterapi untuk menurunkan local soft tissue edema dan dapat menurunkan tekanan
pada saraf tibialis posterior
2. Medikamentosa
1. Lokal anastesi dan kortikosteroid (mengurangi nyeri & inflamasi)
2. Injeksi kortikosteroid ke kanal tarsal (mengurangi nyeri)  terapi medic
3. Vitamin B6
3. Operasi (jika konservatif gagal)
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-
8592(03)00068-8
PROGNOSIS
• Prognosis pasien TTS tergantung pada
etiologi yang mendasarinya
• Sebuah studi retrospektif yang menilai
respon setelah tindakan pembedahan
melaporkan sebanyak 76,54%
memberikan respon sangat baik, 13.58%
respon baik, dan 9,87% respon buruk
• Tindakan dekompresi dilaporkan juga
efektif pada pasien TTS yang disertai
dengan DM
Kiel J, Kaiser K. Tarsal Tunnel Syndrome. [Updated 2020 Aug 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513273/
NEUROPATI
Definisi : • Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik,
gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat
bersifat akut atau kronik
• Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel
ganglion radiks dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang
terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf optikus
dan olfaktorius
Etiologi : • Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria
• Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat
• Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan
metronidazol, karbamazepin, phenytoin
• Keganasan
• Trauma
• Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri
• Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders
• Genetik
Klasifikasi : Polineuropati
• Menyebabkan kerusakan fungsional yang simetris, biasanya disebabkan oleh
kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer,
seperti gangguan metabolik keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi
imunoalergik
• Bila gangguan hanya mengenai akar saraf spinalis maka disebut Poliradikulopati
dan bila saraf spinalis juga ikut terganggu maka disebut Poliradikuloneuropati
Radikulopati
• Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen
intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai
degenerasi aksonal sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi
Mononeuropati
• Lesi bersifat fokal pada saraf tepi atau lesi bersifat fokal majemuk yang berpisah-
pisah (mononeuropati multipleks) dengan gambaran klinis yang simetris atau
tidak simetris. Penyebabnya adalah proses fokal misalnya penekanan pada
trauma, tarikan, luka, penyinaran, berbagai jenis tumor, infeksi fokal, dan
gangguan vascular
Patofisiologi : Degenerasi Wallerian
• Terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan pada akson.
Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga merusak
kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal
akibat trauma atau infark saraf perifer
Degenerasi Aksonal
• Biasanya disebut dying-back phenomenon
• Kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal.
Polineuropati akibat degenerasi akson biasanya bersifat simetris dan selama
perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal ke proksimal. Proses ini
sering didapatkan pada penderita polineuropati kausa metabolik
• Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu
regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot,
organ sensorik dan pembuluh darah
Demielinisasi Segmental
• Terjadi degenerasi fokal dari myelin
• Reaksi ini dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor
general atau neuropati motorik predominan. Polineuropati demielinasi
segmental yang didapat biasanya akibat proses autoimun atau yang berasal
dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada polineuropati herediter
• Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat karena yang
diperlukan hanya remielinisasi
Manifestasi Klinis
(Anamnesis)
: • Pasien neuropati perifer biasanya datang dengan keluhan
kebas, kesemutan, nyeri, atau kelemahan pada bagian distal
tubuh. Langkah pertama yang dilakukan adalah membedakan
apakah gejala disebabkan oleh lesi sistem saraf pusat atau
saraf tepi. Pada lesi sistem saraf pusat, keluhan biasanya
disertai gejala sentral lain seperti gangguan bicara,
pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan
berkemih
• Pada neuropati perifer, keluhan di bagian distal tubuh
umumnya terdistribusi dengan pola “stocking and gloves”
yang dapat mengalami progresivitas ke arah proksimal.
Dokter kemudian menggali apakah keluhan bersifat
akut/kronik dan menanyakan ada tidaknya penyakit penyerta
yang bisa menjadi penyebab neuropati perifer. Neuropati
perifer dapat disebabkan oleh toksin, masalah nutrisi,
penyakit metabolik, inflamasi, dan immune-mediated
demyelinating disorders
Pemeriksaan Fisik : • Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum untuk mencari
penyakit yang mungkin menjadi penyebab neuropati dan juga
pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan fisik umum dapat berupa
pemeriksaan sendi untuk deteksi inflamasi seperti rheumatoid
arthritis, penilaian pembesaran saraf seperti pada kasus lepra, serta
penilaian ada tidaknya hiperekstensi sendi dan atrofi otot karena hal
ini sering ditemukan pada pasien neuropati perifer
• Pemeriksaan neurologis antara lain berupa pemeriksaan refleks
tendon dalam, refleks patologis, dan tonus otot. Pada kelainan sistem
saraf pusat, refleks tendon dalam biasanya meningkat, refleks
patologis dapat muncul, dan tonus otot meningkat. Hal ini dapat
membantu membedakan kelainan sistem saraf pusat dari neuropati
perifer
• Pemeriksaan sensorik berperan penting untuk menentukan etiologi
neuropati perifer. Lesi radiks saraf tepi biasanya memiliki gangguan
sensorik asimetris dengan distribusi sesuai pola dermatom,
sedangkan polineuropati diabetik biasanya memiliki gangguan
sensorik distal simetrik mengikuti pola “stocking and gloves”.
Pemeriksaan sensorik ini meliputi sensasi raba halus, vibrasi,
propriosepsi, temperatur, dan nyeri. Pemeriksaan motorik juga
penting untuk menilai ada tidak keterlibatan motorik
Pemeriksaan
Penunjang
(Laboratorium)
: • Evaluasi awal pasien neuropati perifer meliputi
pemeriksaan darah lengkap, profil metabolisme, laju endap
darah, glukosa darah puasa, thyroid-stimulating hormone
(TSH), dan kadar vitamin B12. Hal ini bertujuan untuk
mencari kemungkinan etiologi neuropati perifer, contohnya
gangguan metabolisme seperti diabetes mellitus dan
hipotiroid, defisiensi vitamin B12, infeksi, atau inflamasi
seperti vaskulitis.
• Pemeriksaan lanjutan di fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap dapat dilakukan bila ada indikasi. Contohnya
adalah pemeriksaan hemoglobin A1C pada pasien diabetes,
pemeriksaan antibodi HIV, panel sifilis, urinalisis bila
dicurigai ada toksisitas logam berat atau porfiria, panel
paraneoplastik bila dicurigai ada keganasan, analisis
cairan serebrospinal bila dicurigai inflammatory
demyelinating neuropathy, atau pemeriksaan genetik bila
dicurigai ada neuropati herediter
Pemeriksaan Penunjang
(Elektrodiagnostik)
: • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan
memiliki dokter spesialis saraf, pemeriksaan elektrodiagnostik
seperti pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan elektromiografi
(EMG) dapat dilakukan. Pemeriksaan ini dapat menilai
kerusakan serabut saraf besar serta membedakan neuropati
perifer, miopati, pleksopati, dan radikulopati. Pemeriksaan ini
juga dapat menilai keterlibatan serabut saraf motorik, sensorik,
dan tingkat keparahan kerusakannya
• Lebih dalam lagi, pemeriksaan elektrodiagnostik dapat
membedakan apakah gangguan saraf bersifat aksonopati atau
mielinopati. Apabila pemeriksaan dilakukan secara serial, maka
pemeriksaan juga dapat mengevaluasi dan menilai progresivitas
suatu neuropati perifer
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
: • Pemeriksaan radiologi terutama bermanfaat untuk kasus-kasus
neuropati fokal seperti pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mendiagnosis entrapment saraf perifer serta pemeriksaan
magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendiagnosis kasus-
kasus radikulopati dan menyingkirkan diagnosis kelainan sistem
saraf pusat
Pemeriksaan Penunjang
(Biopsi)
: • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan
memiliki dokter spesialis saraf, biopsi saraf dapat
dipertimbangkan untuk kasus dengan diagnosis yang masih
tidak jelas setelah pemeriksaan lain dilakukan. Biopsi saraf
dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis sebelum memulai
terapi yang agresif seperti pada neuropati akibat vaskulitis di
mana pengobatan memerlukan steroid atau kemoterapi
• Biopsi biasanya dilakukan pada saraf suralis atau peroneus
superfisialis. Pemeriksaan biopsi saraf akhir-akhir ini sudah
jarang dilakukan karena berkembangnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan elektrodiagnostik, dan pemeriksaan
genetik
• Biopsi yang penggunaannya justru meningkat adalah biopsi
kulit. Biopsi kulit menjadi baku emas untuk menilai inervasi
serabut saraf kecil intraepidermal tidak bermielin yang
menghantarkan sensasi nyeri dan suhu dari kulit dan berperan
dalam regulasi fungsi otonom. Pemeriksaan serabut saraf kecil
ini tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan elektrodiagnostik
DDx : • Diagnosis banding neuropati perifer adalah gangguan pada sistem saraf pusat
yang juga dapat menimbulkan gejala kelemahan, kesemutan, maupun nyeri.
Namun, lesi saraf pusat biasanya disertai gejala sentral seperti gangguan bicara,
pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan berkemih. Pada lesi
serebral, biasanya distribusi gejala bersifat unilateral. Pada lesi medula spinalis,
distribusi gejala biasanya bersifat segmental atau mengikuti distribusi medula
spinalis
• Pada pemeriksaan fisik gangguan sistem saraf pusat, akan ditemukan tanda-
tanda lesi upper motor neuron, yaitu meningkatnya refleks tendon dalam dan
adanya refleks patologis. Jika didapatkan kecurigaan gangguan sistem saraf
pusat, dapat dilakukan pemeriksaan CT atau MRI
• Diagnosis banding lainnya adalah penyakit pembuluh darah perifer seperti
trombosis vena dalam, insufisiensi vena kronik, atau penyakit arteri perifer /
acute limb ischaemia. Kelainan pembuluh darah perifer biasanya bersifat
asimetris dan dapat ditemukan tanda-tanda kelainan vaskular seperti distensi
vena, hilang atau melemahnya pulsasi arteri, serta perubahan warna dan suhu
pada kulit
• Pada kasus-kasus tertentu di mana dokter sulit membedakan neuropati perifer
dengan kelainan pembuluh darah perifer, dapat dilakukan pemeriksaan seperti
ultrasonografi doppler dan/atau angiografi
Tatalaksana : Farmakologi
• Terapi kausatif : Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa
yang paling bisa ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan
defisiensi vitamin neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis
untuk regenerasi sel Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12)
dengan dosis 1500 mg/ hari selama 6—10 minggu, gangliosid (intrinsic
membrane sel neuron) dengan dosis 2 x 200 mg intramuskuler selama 8
minggu
• Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin),
topiramate (topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan
antidepresan (misalnya amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan
dalam mengobati nyeri neuropatik kronik pada pasien tertentu
• Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
Non-Farmakologi
• Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, diet; pemilihan sepatu yang
sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekanan juga dapat
membantu
• Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi
Peroneal palsy
Latar Belakang
• Mononeuropati dapat terjadi akibat trauma, kompresi (langsung/tidak),
iskemik, infeksi ataupun penyakit inflamasi
• Penekanan saraf bisa akibat dari struktur normal pada saraf ataupun
sumber eksternal. Sadar yang paling sering terjadi penekanan yaitu n.
medius pergelangan tangan (ex, carpal tunnel syndrome) dan n. ulnaris
pada siku (ex, cubital tunnel syndrome).
• Pada ekstremitas bawah, peroneal neuropati merupakan isolated
mononeuropathy yang paling sering terjadi.
• gangguan sensibilitas yg berada di bagian lateral dari tungkai kaki.
etiologi
Peroneal neuropati dihubungkan dengan kompresi eksternal pada fibular head.
• Etiologi paling sering akibat kebiasaan menyilang kaki
• Tenakan yang berkepanjangan pada area n.peroneal (ex, duduk di pesawat,
posisi saat operasi).
• Cedera regangan akut berulang seperti menendang dan menari berulang kali .
• Penggunaan gips pada area n.peroneal menjadi faktor external kompresi.
• Penyebab lain: trauma operasi (operasi lutut), fraktur fibula, fibular head
osteochondroma, trauma tumpul atau luka terbuka, and massa(ex, kista
ganglion, schwannoma, lipoma)
Patofisiologi
• Kompresi dan penyempitan neuropati secara dominan disebabkan oleh
demyelinasi
• Hilangnya myelin menyebabkan konduksi saraf lebih lambat pada daerah
yang terkena lesi.
• Saat kompresi akut terjadi blok konduksi. Sedangkan pada tahap kronis,
hanya terlihat perlambatan persilangan dari segmen yang terlibat
• Saat kompresi lebih berat, perubahan iskemik terjadi yang menyebabkan
kerusakan aksonal sekunder.
• Lesi demyelinasi murni biasanya memiliki kapasitas yang lebih baik untuk
pulih.
• Patofisiologi dari cedera iskemik dan nerve transection adalah kerusakan
axonal. Ketika kerusakan axonal terjadi, pemulihan leboh lambat dan
panjang serta kemungkinan tidak pulih secara total.
• Hal ini menyebabkan degenerasi wallerian distal, dan pemulihan
membutuhkan saraf untuk regenerasi dan reinnervasi.
• Proses ini lebih lambat daripada penyembuhan dari tipe cedera yang lain
dan kemungkinan tidak sembuh total.
Patofisiologi
Anamnesis
• Pasien dengan peroneal mononeuropati sering tersandung akibat foot drop.
• Kram pada kaki bawah bagian anterior di malam hari di awal gejala (jika
kompresi yang terjadi kronis).
• Jika akut, gejala akan cenderung maksimal saat serangan.
• Nyeri pada tempat kompresi.
• Gangguan sensoris (ex, kesemutan, mati rasa) pada kaki lateral bawah
Pemeriksaan fisik
• Jika lesi berat, terjadi complete foot drop sehingga
tidak bisa melakukan plantar fleksi dan inversi.
• Gaya jalan menjadi “melangkah tinggi” dengan "foot
slapping."
• Dalam kasus yang lebih ringan, kelemahan eversi
kaki dan dorsifleksi bisa diketahui hanya dengan
meminta pasien berjalan dengan tumit..
• Mengetuk saraf pada fibular head akan menimbulkan
nyeri dan kesemutan pada area distribusi sensorik n.
peroneal
• Area sensoris n.peroneal:
Daerah bergaris adalah
distribusi sensoris peroneal
superfisial.
• Bagian hijau adalah
distribusi sensoris peroneal
dalam.
• Semua 3 area yang diarsir
akan mati rasa pada
pasien dengan lesi saraf
peroneal umum.
penunjang
• X-ray untuk mengekslusi trauma injury (fraktur, tumor)
• CT scan dan MRI untuk menentukan lokasi
• Color duplex ultrasonography dan angiography dapat melihat
pseudoaneurisma arteri popliteal pada fossa popliteal.
• High resolution sonography
Differential diagnosis
• L5 radiculopathy
• Lumbosacral trunk compression (difficult labor)
• Sciatic neuropathy
terapi
• Bervariasi tergantung pada etiologi dan tempat kompresi
• Non bedah:
- Sebagian besar lesi n.peroneal memberikan respon terhadap
penatalaksanaan konservatif dengan istirahat dan menghindari faktir
pencetus seperti menyilangkan kaki. (modifikasi aktivitas)
- Physical therapy dapat membantu memperbaiki fungsi.
• Pembedahan
Dekompresi harus dipertimbangkan dalam kasus refraktori dan kasus yang
berhubungan dengan kompresi massa, laserasi akut, atau perubahan
konduksi yang parah.
Neurogenic Bladder
DEFINISI
• Neurogenic bladder tidak merujuk pada diagnosis, namun merupkan suatu kumpulan
gejala yang disebabkan oleh kelainan neurologis.
• Gejalanya adalah kelainan fungsi pada otot berkemih (detrussor dan spinchter), yaitu
dapat menurun atau hiperaktif, tergantung dari letak lesi sarafnya.
ETIOLOGI
Lesi
supraspinal
Lesi medulla
spinalis
Lesi saraf tepi
1. Stroke
2. Brain Tumor
3. Parkinson
Disease
4. Shy-Drager
Syndrome
5. Hydrocephalus
6. Head trauma
7. Cerebral palsy
Spinal Cord Trauma
Spinal Tumours
Spinal Infections
Degenerative
disorder
Detrusor areflexia
1. Diabetes Mellitus
2. Tabes Dorsalis
3. Herpes Zoster
4. HNP Lumbal
5. Radical Pelvic
Surgery
Lesi Akut : Flaccid
Lesi Kronis: Spastic ( 6-12
minggu)
Akut/kronik :
Flaccid
NEUROANATOMY
Pusat kendali berkemih
1. Cortical
2. Pontin
3. Spinal
a. Th 11 – L2 --- Sympathetic
b. S 2,3,4 ----
Parasympathetic
4. Saraf Tepi
a. Autonomic nervous system
(sympathetic and
parasympathetic system)
b. Somatic nervous system
Saraf
Sentr
al
Saraf
Tepi
PATOFISIOLOGI
Internal
spinchter
Type of Neurogenic Bladder
Flaccid Types Spastic Types
Loss of sensation of void
Loss of motor control
Bladder empties on
reflex
No control
Continuous to fill and
distend
Pooling of urine
Incomplete emptying
Loss of conscious
sensation and cerebral
motor control
Upper Motor
Neuron
chronic
Lower motor
neuron/
Acute UMN
Lesion
Urine
retentition
Urine
incontinence
ANAMNESIS
• Keluhan utama:
 Overactive bladder, Frequent urination, Urge incontinence, Urinary retention, Stress
incontinence, Loss of bladder sensibility, Pelvic pain
• Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat penyakit sistemik, riwayat berkemih,
riwayat BAB, riwayat seksual, riwayat trauma, riwayat operasi
• Riwayat sosial : kebersihan alat kelamin (ISK), usia >60 tahun laki2 (BPH)
• Riwayat keluarga : kanker
PEMERIKSAAN NEUROGENIK
Manifestasi sesuai etiologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Lab : Urinalisis, Kultur dan sensitivitas urin, Serum BUN dan kreatinin, GFR
• Studi urodinamik : Urinary flowmetry, Bladder cystometogram/electromyogram
(CMG/EMG), Valsava Leak Point Pressure (LPP) measurement, Urethral Pressure
Profile (UPP), EMG of pelvic floor and urethral spinchter, Pudendal nerve conduction
velocity, Anal reflex arc latency time
• Imaging : USG, CT-scan/MRI Kepala, CT-scan/MRI Medula Spinalis, Intravenous
pyelography, Renal scan, Vioiding cystourethrography, Cystoscopy
DIAGNOSIS BANDING
• ISK  kultur bakteri urin
• BPH  rectal touche
TATALAKSANA
Dorsher dan McIntosh, 2012
Non
Pharmachology
Bladder
Training
intermittent
catheterization
Suprapubic
catheterization
Pharmachology
Anti kolinergik
Kolinergik agonis
α-2 adrenergic agonis
α -1 adrenergic agonis
Bensodiazepins
GABA-B Agonis
Botulinum Toksin
Opioid
Vanilloid
Nerve Growth Factor
Operatif
Neuromodulation
for Neurogenic
Detrussor
Overactivity
Enterocystoplasty
Sphincterotomy
Nitrous Oxide Agonist
Urethral Stents
and Ballon
Dilatation
Sling Procedures
Artificial Urinary
Sphincter
Lifestyle changes
Modifikasi lifestyle
• Berhenti merokok
Mengurangi batuk untuk mengurangi pressure pada pelvic floor
• Mengurangi berat badan
Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan pada kandung
kemih, menghambat aliran darah dan mendesak saraf
• Menghindari minuman yang dapat mengiritasi
kandung kemih
Minuman soda, minuman yang mengandung citrus, minuman
berkafein (kopi, teh), alkohol
Modifikasi lifestyle
• Konsumsi cukup buah, sayur, dan kandungan serat agar
defekasi lancar dan tidak konstipasi
• Cukup minum air :
 Tidak terlalu banyak untuk menghindari frekuensi berkemih
 Tidak terlalu sedikit untuk mencegah iritasi kandung kemih
 Mengurangi minum pada malam hari untuk menghindari berkemih pada
malam hari
Dorsher dan McIntosh, 2012
PELVIC FLOOR EXERCISE
Bladder training
Clar et al, 2006
Intermitten kateterisasi
Dorsher dan McIntosh, 2012
Suprapubik Kateterisasi
RANGKUMAN
terimakasih
Hernia Nucleus
Pulposus
Definisi
 Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang
sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang
bersifat akut, kronik atau berulang.
 HNP adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang
belakang mengalami tekanan di bagian posterior atau lateral sehingga
nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui
anulus fibrosus kedalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan
radiks saraf
Etiologi
• Trauma
• Tulang belakang→ jatuh, mengangkat beban berat
dengan posisi yang salah (membungkuk), obesitas
• Tulang leher (Whiplash Injury)→ kecelakaan mobil
• Proses degeneratif (usia)
• Kelainan congenital
PATOFISIOLOGI
Bag. Posterior anulus fibrosus discus Ruptur
↓
nucleus pulposus centralisTertekan ke posterior
↓
Menonjol (protrusio)
↓
Keluar dari anulus dan masuk ke kanalis spinalis (prolapsus)
↓
Menjepit akar saraf ipsilaterlal
↓
Nyeri radikuler
KLASIFIKASI
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
Central
Posterolateral
Far-laterall
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
Hernia Lumbosacralis
Hernia Servikalis
HerniaThorakalis
Gejala Klinis :
Hernia lumbosakralis
 Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
 Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki (nyeri radikuler)
 Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
Hernia Servicalis
1. Leher :
• Nyeri yang menyebar,sering pada scapula
• sakit kepala tumpul yang menetap, bitemporal ~ migren
• Otot nyeri dan pergerakan terbatas
2. Ekstremitas superior :
•Nyeri
•Paraestesia menyebar pada atas siku, punggung tangan jari bagian tengah yang sering
unilateral
•Lhermitte sign’s : Sensasi listrik yang tiba-tiba pada bawah leher yang diakibatkan oleh
fleksi leher.
•Spurling sign’s : Rasa nyeri pada leher yang diakibatkan kepala didorong kebawah dan
tekukan tersebut kearah sisi yang terkena
Hernia thorakalis
• Nyeri radikal.
• Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
• Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
Anamnesis
 Nyeri mulai dari bokong, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke
tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
 Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang
berat.
 Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara
dua krista iliaka).
 Nyeri Spontan
 Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri
bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
Pemeriksaan Fisik
• gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi
tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut,
serta kaki yang berjingkat.
• Laseque test
• Braggard dan Siccard test
Tes Laseque
Normal : fleksi tungkai
dapat mencapai 70
derajat
Laseque + : bila belum
mencapai 70 derjat sudah
dirasa ada tahanan atau
pasien merasa sakit.
Tes Braggard Tes Siccard
Modifikasi tes laseque
lebih sensiif dengan
ditambah kaki di
dorsofleksikan
Modifikasi tes laseque
lebih sensiif dengan
ditambah ibu jari di
dorsofleksikan
Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks
antara L5 – S1 terkena.
Tes lainnya :
• Tes patrick dan contra patrick
• Tes valsalva
• Tes naffziger
Pemeriksaan Penunjang :
1. Foto polos
2. CT scan
3. Elektromyografi
Penatalaksanaan
Konservatif :
1. Tirah baring
2. Asetaminofen
3. NSAID
4. Relaksan otot
5. Opioid
6. Antidepresan ajuvan dan antikonvulsan
7. Hipnotik sedatif
Non Konservatif
1. latihan (jalan kaki, naik sepeda atau berenang) → dengan stres
minimal
2. Proper body mechanics
Operatif
Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
•Defisit neurologik memburuk.
•Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
•Paresis otot tungkai bawah.
1.Laminectomy
2.Discectomy
3.Mikrodiskectomy
Edukasi
TERIMAKASIH
RADICULAR SYNDROME
SINDROM RADIKULAR
Perubahan yang terjadi akibat penekanan atau
iritasi dari radiks medulla spinalis sehingga
dapat muncul nyeri, gangguan sensoris, dan/
atau gangguan motorik dari sesuai dengan
lokasi radiks yang terkena.
See ANS
lecture
Gejala sensoris lebih umum ditemui
dibandingkan gejala motorik.
Jenis nyeri yang yang dirasakan dapat
bervariasi mulai dari rasa kebas hingga nyeri
sengatan listrik
Gejala motorik umumnya ditandai dengan
adanya kelemahan dan menurunnya refleks
tendon
Gejala Sindrom Radikular
• Pada cervical
 Radiks keluar dari bagian atas dari vertebra
dengan nama yang sama
 Ex: C7 keluar di bawah corpus vertebrae C6
dan di atas C7 sehingga herniasi pada bagian
ini akan menekan radiks C7
• Pada lumbar
 Medulla spinalis berakhir pada L1-L2
 Radiks keluar di bawah dari korpus vertebrae
dengan penamaan yang sama
 Ex: herniasi pada L5-S1 akan menyebabkan
penekanan pada radiks S1
RADIKULOPATI CERVICAL
Klasifikasi
•Akut  trauma
baru
•Kronik  trauma
lama
•Aktif 
reinnervasi saat
ini
Epidemiologi
•Puncaknya pd
usia di awal 50-
an
•>>> C7 (70%)
Penyebab
•Spondilosis
•Cervical disk
disease
•Disk herniation
•Biochemically
induced
radiculopathy
SPONDYLOSIS
• Fiksasi abnormal
dari spine
• Umbrella term:
hipertrofi facet
joints, penyempitan
neural foramina,
pembentukan
osteofit
CERVICAL DISK
DISEASE
• Proses: disk
terdegradasi
karena
penggunaan
berulang 
kehilangan
integritas dan
menonjol  cairan
keluar dari disk
• Penyebab:
vertebral sclerosis,
osteophytes
DISK HERNIATION
• Anatomi diskus
normal
• Disc protrusion
• Disc extrution
• Disc sequestration
BIOCHEMICALLY
INDUCED
• Muncul tanpa
kompresi
• Malfungsi enzim di
nucleus (respon
inflamasi)
• Material inti keluar
dari diskus (respon
inflamasi
autoimun)
Radikulopati Cervical
Root Pain (*less
reliable for
localization)
Paresthesias/Numbness
(*more reliable for
localization)
Weakness Reflex loss
C5 Neck, shoulder Lateral arm Shoulder abduction and external
rotation, elbow flexion and forearm
supination
Biceps,
brachioradialis
C6 Neck, shoulder,
lateral arm and
forearm, lateral
hand
Lateral forearm, thumb
and index finger
Shoulder abduction and external
rotation, elbow flexion and forearm
supination and pronation
Biceps,
brachioradialis
C7 Neck, shoulder,
middle finger,
hand
Index and middle
fingers, palm
Elbow and wrist extension, forearm
pronation, wrist flexion
Triceps
C8 Shoulder,
medial forearm,
fourth and fifth
digits
Medial forearm and
hand, fourth and fifth
digits
Finger extension, some wrist
extension, distal finger and thumb
flexion, finger abduction and
adduction
None
T1 Medial arm and
forearm,
axillary chest
wall
Medial forearm; also
sometimes fourth and
fifth digits
Thumb abduction most affected;
finger abduction and adduction
None
C7 paling umum
Anamnesis
• Nyeri, kelemahan, kebas/mati rasa, kesemutan. Bisa dirasakan di
leher, menjalar ke tangan
• Riw penyakit sebelumnya, riw trauma, operasi, pengobatan
• Riw keluarga
• Riw social dan kebiasaan
Pemeriksaan Fisis
• Perubahan pada refleks, ROM, motor control, dan postural positioning
• Waiters tip posture: karena avulsi akar C5-C6 atau upper trunk lesion,
lengan yang terkena/sakit tergantung di samping, lengan atas internal
rotasi, siku ekstensi maks, lengan bawah pronasi
• Claw hand: karena avulsi akar C8-T1 atau lesi nervus ulnaris diatas
siku, sendi metacarpal hiperekstensi, sendi interphalangeal fleksi
Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
MANUAL
•Spurling maneuver:
leher diekstensi --
kepala dirotasi ke sisi
simptomatik -- tekanan
axial pada kepala 
mungkin menghasilkan
atau memperburuk
nyeri radicular
ELEKTRODIAGNOSTIK
•Somatosensory evoked
potentials: evaluasi
afferent sensory
pathway
•EMG: nerve conduction
studies (perifer) dan
nerve electrode exam
(bagian motorik
saraf/otot)
RADIOLOGI
•X-ray: jumped facets 
C4-C5
•CT/MRI: cervical disk
herniation
•Myelogram: cervical
stenosis
Tatalaksana
• Medikamentosa
• Istirahat
• Fisioterapi
KONSERVATIF
• Discectomy dengan atau tanpa fusi
• Micro-discectomy
• Laminectomy
OPERATIF
Prognosis
• Prognosis baik
• Hampir 90% pasien berhasil diobati tanpa operasi
• Tingkat keberhasilan >95% ketika penyebabnya disk herniation
TERIMA KASIH

More Related Content

What's hot

Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akutPhil Adit R
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerJafar Nyan
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptSyscha Lumempouw
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindromFionna Pohan
 
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...Isman Firdaus
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliAris Rahmanda
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikLena Setianingsih
 
Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikSuharti Wairagya
 
Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitAzis Aimaduddin
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akutdeky akbar
 

What's hot (20)

Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Herniasi Otak
Herniasi OtakHerniasi Otak
Herniasi Otak
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Kolesistitis
KolesistitisKolesistitis
Kolesistitis
 
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Ikterus Neonatorum
Ikterus NeonatorumIkterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
 
Hemoroid
HemoroidHemoroid
Hemoroid
 
Radiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasisRadiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasis
 
Guillain barre sindrom
Guillain barre sindromGuillain barre sindrom
Guillain barre sindrom
 
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...
2018 New Update Guidelines of Acute Coronary Syndrome, Indonesian Heart Assoc...
 
Lepra
LepraLepra
Lepra
 
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / MorbiliPresentasi Kasus - Campak / Morbili
Presentasi Kasus - Campak / Morbili
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
 
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
 
Baca ct scan
Baca ct scanBaca ct scan
Baca ct scan
 
Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetik
 
Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolit
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akut
 

Similar to TTS, CTS, dan Neuropati

Cervical root syndrome
Cervical root syndromeCervical root syndrome
Cervical root syndromesriyulianti19
 
Problem kesehatan oleh ergonomi
Problem kesehatan oleh ergonomiProblem kesehatan oleh ergonomi
Problem kesehatan oleh ergonomiunik12
 
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptx
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptxPPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptx
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptxshelladepari
 
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).ppt
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).pptfix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).ppt
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).pptcindyramadhan2
 
ruptur-tendon-baru_compress tangan
ruptur-tendon-baru_compress       tanganruptur-tendon-baru_compress       tangan
ruptur-tendon-baru_compress tanganazwararifki1993
 
6. trauma musculoscletal
6. trauma musculoscletal6. trauma musculoscletal
6. trauma musculoscletalagus raharjo
 
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinal
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinalAsuhan keperawatan gawat darurat trauma spinal
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinalkhusnul huda
 
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdfKULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdfeka kurniati
 
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME .pptx
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME  .pptxPRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME  .pptx
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME .pptxdiana661178
 
Nyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahNyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahregiregene
 
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.pptSistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.pptLISAINDRIYANI4
 
Askep multipel fraktur
Askep multipel frakturAskep multipel fraktur
Askep multipel frakturf' yagami
 
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 MuskuloskeletalModul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletalsandranamahen
 

Similar to TTS, CTS, dan Neuropati (20)

Askep low back pain
Askep low back painAskep low back pain
Askep low back pain
 
Cervical root syndrome
Cervical root syndromeCervical root syndrome
Cervical root syndrome
 
Problem kesehatan oleh ergonomi
Problem kesehatan oleh ergonomiProblem kesehatan oleh ergonomi
Problem kesehatan oleh ergonomi
 
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptx
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptxPPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptx
PPT_Minggu7_SHELLA_BedahOrthopedi_KompartemenSyndrome.pptx
 
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).ppt
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).pptfix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).ppt
fix ppt GNATO OTOT PENGUNYAHAN presentasi (1).ppt
 
Askep low back pain indah zen
Askep low back pain indah zenAskep low back pain indah zen
Askep low back pain indah zen
 
ruptur-tendon-baru_compress tangan
ruptur-tendon-baru_compress       tanganruptur-tendon-baru_compress       tangan
ruptur-tendon-baru_compress tangan
 
6. trauma musculoscletal
6. trauma musculoscletal6. trauma musculoscletal
6. trauma musculoscletal
 
Leaflet laminektomia
Leaflet laminektomiaLeaflet laminektomia
Leaflet laminektomia
 
Leaflet laminektomia
Leaflet laminektomiaLeaflet laminektomia
Leaflet laminektomia
 
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinal
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinalAsuhan keperawatan gawat darurat trauma spinal
Asuhan keperawatan gawat darurat trauma spinal
 
MYELOPATHY.pptx
MYELOPATHY.pptxMYELOPATHY.pptx
MYELOPATHY.pptx
 
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdfKULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
 
Kelompok 11 blok 4 skenario a(4)
Kelompok 11 blok 4 skenario a(4)Kelompok 11 blok 4 skenario a(4)
Kelompok 11 blok 4 skenario a(4)
 
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME .pptx
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME  .pptxPRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME  .pptx
PRESENTASI CARPAL TUNNEL SYNDROME .pptx
 
Nyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahNyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawah
 
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.pptSistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
 
Laminektomi
LaminektomiLaminektomi
Laminektomi
 
Askep multipel fraktur
Askep multipel frakturAskep multipel fraktur
Askep multipel fraktur
 
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 MuskuloskeletalModul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
Modul 3 Skenario 2 Muskuloskeletal
 

More from Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida)

More from Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) (20)

anscanjcs - jncjkanbsnjsjakbncjhakbscjka.pptx
anscanjcs - jncjkanbsnjsjakbncjhakbscjka.pptxanscanjcs - jncjkanbsnjsjakbncjhakbscjka.pptx
anscanjcs - jncjkanbsnjsjakbncjhakbscjka.pptx
 
RIB FRACTURE.pptx
 RIB FRACTURE.pptx RIB FRACTURE.pptx
RIB FRACTURE.pptx
 
Compartment_Syndrome - COK ver 02112022.ppt
Compartment_Syndrome - COK ver 02112022.pptCompartment_Syndrome - COK ver 02112022.ppt
Compartment_Syndrome - COK ver 02112022.ppt
 
COMPARTMENT SYNDROME-DR COKORDA.pptx
COMPARTMENT SYNDROME-DR COKORDA.pptxCOMPARTMENT SYNDROME-DR COKORDA.pptx
COMPARTMENT SYNDROME-DR COKORDA.pptx
 
malignantbonetumours-170608150210.pdf
malignantbonetumours-170608150210.pdfmalignantbonetumours-170608150210.pdf
malignantbonetumours-170608150210.pdf
 
Osteosarcoma & Ewing Sarcoma.pptx
Osteosarcoma & Ewing Sarcoma.pptxOsteosarcoma & Ewing Sarcoma.pptx
Osteosarcoma & Ewing Sarcoma.pptx
 
INTRO.pptx
INTRO.pptxINTRO.pptx
INTRO.pptx
 
DISCUSSION KVN.pptx
DISCUSSION KVN.pptxDISCUSSION KVN.pptx
DISCUSSION KVN.pptx
 
TATALAKSANA SARPUS ASY.pptx
TATALAKSANA SARPUS ASY.pptxTATALAKSANA SARPUS ASY.pptx
TATALAKSANA SARPUS ASY.pptx
 
FEMUR.pptx
FEMUR.pptxFEMUR.pptx
FEMUR.pptx
 
Compartment Syndrome.pptx
Compartment Syndrome.pptxCompartment Syndrome.pptx
Compartment Syndrome.pptx
 
Proposal.pptx
Proposal.pptxProposal.pptx
Proposal.pptx
 
4 Juli 2022.pptx
4 Juli 2022.pptx4 Juli 2022.pptx
4 Juli 2022.pptx
 
Kegawatan Muskuloskeletal Non Trauma.ppt
Kegawatan Muskuloskeletal Non Trauma.pptKegawatan Muskuloskeletal Non Trauma.ppt
Kegawatan Muskuloskeletal Non Trauma.ppt
 
G11-Principles of External Fixation.pdf
G11-Principles of External Fixation.pdfG11-Principles of External Fixation.pdf
G11-Principles of External Fixation.pdf
 
LBP-HNP DR LAN.pptx
LBP-HNP DR LAN.pptxLBP-HNP DR LAN.pptx
LBP-HNP DR LAN.pptx
 
PPT.pptx
PPT.pptxPPT.pptx
PPT.pptx
 
Perlengkapan VISITASI AKREDITASI LAM-PTKES 2022.pptx
Perlengkapan VISITASI AKREDITASI LAM-PTKES 2022.pptxPerlengkapan VISITASI AKREDITASI LAM-PTKES 2022.pptx
Perlengkapan VISITASI AKREDITASI LAM-PTKES 2022.pptx
 
KONAS Update 1 .pptx
KONAS Update 1 .pptxKONAS Update 1 .pptx
KONAS Update 1 .pptx
 
Skoliosis (1).pptx
Skoliosis (1).pptxSkoliosis (1).pptx
Skoliosis (1).pptx
 

Recently uploaded

PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptssuser940815
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfestidiyah35
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxmarodotodo
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxunityfarmasis
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfMeiRianitaElfridaSin
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.pptTrifenaFebriantisitu
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxika291990
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxandibtv
 
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxpertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxSagitaDarmasari1
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxsiampurnomo90
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Codajongshopp
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRJessieArini1
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptmutupkmbulu
 

Recently uploaded (14)

PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
 
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptxpertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.pptx
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
 

TTS, CTS, dan Neuropati

  • 1. BIMBINGAN 7 (CTS, TTS, Neuropati, Peroneal Palsy, Neurogenic Bladder, HNP, Radicular Syndrome) Gede Indrajaya Janitra 2002612048 I Putu Gede Septiawan Saputra 2002612095 Stella Jessica Paulus 2002612101 I Gede Adi Laksana Jagadhita 2002612148 Nanthini Siva Kumar 2002612153
  • 3. DEFINISI • CTS (carpal tunnel syndrome) adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan jari-jari pada tangan mengalami sensasi kesemutan, mati rasa atau nyeri. • Gejala paling sering terjadi pada jempol (ibu jari), jari telunjuk dan jari tengah Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome, 16(4), 164–167.
  • 4. ETIOLOGI • CTS terjadi karena saraf median mengalami penekanan atau terhimpit. Penyebab tertekannya saraf ini secara umum idiopatik tetapi ada beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya CTS :  Faktor keturunan  Trauma atau cedera pada pergelangan tangan  Pekerjaan yang berat dengan posisi penggunaan tanggan yang menetap (mengetik, menulis dan tukang pijat)  Diabetes dan rematoit arthritis Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome, 16(4), 164–167.
  • 5. PATOFISIOLOGI • Nervus – nervus perifer berjalan melewati fibro osseus tunnel (terowongan tunnel) yang akan beresiko terjadinya kompresi atau terjebak baik diakibatkan oleh soft tissue atau adanya suatu cidera. Kompresi yang terjadi pada nervus ini akan menganggu aliran darah epidural dan konduksi akson juga akan terganggu sehingga akan menimbulkan gejalan kesemutan, kebas dan neri. • Pada penekanan saraf perifer paling sering terjadi pada Saraf medianus sehingga mudah terjadi CTS.
  • 6. GEJALA KLINIS • Gejala klinis yang muncul paling sering meliputi : • Sensasi kesemutan • Mati rasa atau kebas • Rasa nyeri paling sering pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah • Ibu jari terasa melemah • Muncul rasa seperti tertusuk • Muncul rasa sakit yang sampai ke tangan dan lengan
  • 7. • Awalnya berupa gangguan sensorik, muncul secara perlahan dan memberat pada pagi atau malam hari • Umumnya dimulai parestesia, numbness, tingling pada jari 1-3 dan ½ sisi radial jari 4 • Parestesia dan nyeri lebih menonjol malam hari • Nyeri berkurang bila dipijat, digerakkan, diletakkan diposisi lebih tinggi, istirahat Anamnesis
  • 8. Pemeriksaan menyeluruh terutama fungsi motorik, sensorik, otonom tangan • Penilaian kekuatan otot tangan • Pemeriksaan sensibilitas dengan membedakan 2 titik >6mm • Pemeriksaan fungsi otonom dengan perbedaan keringat, kulit kering/licin Pemeriksaan Fisik
  • 9. • Phalen’s Test • Torniquet Test • Tinel’s Sign Fleksi tangan maksimal (+) bila dalam 60s ada gejala CTS Manset diatas siku (sedikit diatas sistolik) (+) Bila dalam 60s ada gejala CTS Perkusi carpal tunnel, sedikit dorsofleksi (+) bila ada parestesia/nyeri
  • 10. • Flick’s Sign • Thenar wasting • Luthy’s SIgn Pada pasien CTS, ketika pasien mengibaskan tangan, nyeri berkurang/menghilang Terjadi atrophy otot thenar (+) bila kulit tangan tidak menyentuh dinding botol dengan rapat
  • 11. • Diagnosis dapat ditegakkan dari • EMG • Radiologi • Rontgen pergelangan tangan dan servikal • USG • CT-scan • MRI • Lab • Kadar gula darah • Kadar hormon tiroid • DL Pemeriksaan Penunjang
  • 12. DIAGNOSIS • Diagnosis CTS dapat ditegakan berdasarkan 1. Gejala klinis 2. Faktor resiko 3. Sonografi untuk melihat persilangan dari nervus median dan melihat penyempitan yang terjadi
  • 13. • Cervical Radiculopathy • Thoracic Outlet Syndrome • Pronator teres Syndrome • De Quervain’s Syndrome Diagnosis Banding
  • 14. • Non-Farmako • Istirahat • Bidai • Nerve Gliding • Fisioterapi • Ubah posisi kerja Tatalaksana
  • 15. • Farmako • NSAID • Lokal dan sistemik cortiko steroid • Deksametason 1-4mg/ml atau • Hidrokortison 10-25mg atau • metilprednisolon 20 mg – 40mg, suntikan ini dilakukan 2 minggu sekali atau lebih • Vitamin b6 (piridoksin) • 100-300mg/hari selama 3 bulan • Operatif apabila tidak mengalami perbaikan, gangguan sensorik berat, atau atrofi otot thenar dan sudah 3x injeksi kortikosteroid Tatalaksana
  • 16. Ad vitam : ad bonam Ad sanam : ad bonam Ad functionam : ad bonam Prognosis
  • 18. DEFINISI Tarsal Tunnel Syndrome merupakan suatu gejala yang komplek yang mengenai bagian kaki dan biasanya dikarenakan adanya penekanan saraf tibia posterior didalam osseous fibro (tunnel) dan ketika saraf melewati retinaculum fleksor. Dengan gambaran klinis adanya rasa nyeri dari medial maleolus menjalar sampai ke tumit, adanya paraparesis, disaesthesia dan hyperesthesia yang terdistribusi dari saraf tibia posterior. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
  • 19. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
  • 20. ETIOLOGI Etiologi dari TTS : 1. Idiopatik 2. Kelainan Anatomi posisi saraf tibialis posterior atau terowongannya terlalu sempit 3. Trauma (malleolus, calcaneus) 4. Adanya soft tissue mass (menimbulkan kompresi neuropati pada saraf tibialis posterior, contoh: limpoma, neoplasma tarsal canal, nerve tumor dan vena varicose) 5. Peningkatan tekanan 6. Rheumatoid arthritis, asam urat, pseudogout, amyloid, pengendapan dan proses infeksi Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
  • 21. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
  • 22. PATOFISIOLOGI • TTS terjadi akibat beberapa proses yang memberikan kompresi neuropati pada nervus tibialis dari tarsal canal. Dimana tarsal canal terdiri dari fleksor reticulum yang berada diposterior dan distal dari malleolus medial. Terjadinya penekanan baik akibat idiopati atau trama dan lain-lain ini dapat menyebabkan sel saraf menjadi lebih mudah mengalami kompresi pada bagian distal. • Jika terjadi hal tersebut fungsi dari saraf akan menurun impuls aferen, eferen sepanjang saraf akan terhenti sehingga nutrisi yang dialirkan ke bagian tersebut akan terhalangi maka jaringan saraf bagian distal akan mengalami penurunan dari nutrisi sehinggi mudah mengalami injuri dan gangguan seperti nyeri, kebas, mati rasa dan atropi otot. san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
  • 23. ANAMNESIS RPS Keluhan utama, onset, lokasi, kronologi, kuantitas, kualitas, faktor yang memodifikasi, keluhan penyerta Rasa nyeri, rasa kebakar, kesemutan di jari-jari kaki dan sepanjang telapak kaki, menjalar ke proksimal tetapi pusat sakit ada di telapak kaki, rasa kebas pada saat kaki digantung, kelemahan pada bagian kaki yang sakit (terlihat pada saat berjalan), atropi pada otot intrinsic Memberat saat aktivitas, berdiri, dan pada malam hari (sering terbangun karena sakit) Membaik dengan istirahat RPD Riw trauma (keseleo), overuse (terlalu lama berdiri, berjalan atau berolahraga), riw penyakit sistemik (diabetes, arthritis, gout, dll) Riw Keluarga Keluhan serupa, riw penyakit sistemik Riw Sosial & Kebiasaan Pekerjaan, hobi (atlet, sering berolahraga khususnya yang berkaitan dengan titik tumpu pada kaki dan pergelangan kaki) san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
  • 24. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi ditemukan pes planus, kaki pronasi, atau talipes equinovarus. Kasus kronis: atrofi, kelemahan otot kaki, dan kontraktur jari-jari kaki. Terdapat juga kelainan pada gaya berjalan seperti pronasi atau supinasi yang berlebihan, inversi atau eversi kaki yang berlebihan, serta ditemukan adanya antalgic gait akibat menghindari nyeri saat berjalan Palpasi pengurangan sensasi plantar pada distribusi saraf plantar medial (pengurangan sensasi pada jari ke- 1 sampai medial jari ke-4) atau lateral (lateral jari ke-4 sampai jari ke-5). Pemeriksaan diskriminasi dua titik akan berkurang pada permukaan telapak kaki, dan pada kasus kronis dapat ditemukan pengurangan kekuatan otot dan ROM kaki. Tinel sign perkusi nervus tibia posterior yang terletak pada pergelangan kaki bagian medial dan kaki dalam posisi dorsofleksi. Tinel sign positif jika terdapat nyeri atau rasa kesemutan pada telapak kaki dalam waktu 5-10 detik Dorsofleksi- eversion test kaki berada pada posisi dorsofleksi dan eversi sehingga terjadi pemanjangan pada sendi metatarsophalangeal (MTP), apabila positif akan terasa nyeri pada bagian tumit Tes Triple-Stress posisi fleksi plantar dan inversi kaki, kemudian saraf tibialis posterior di belakang malleolus medial dikompresi selama 30 detik. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan hipestesi. Tes Turki memasang tourniquet di atas maleolus medial. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan hipestesi.
  • 25. PEMERIKSAAN PENUNJANG EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian distal sampai ke otot dari abductor hallicus. Interpretasi: 1. pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motoric: terminal latensi dari otot abductor diqiti quinti (saraf medial lateral) yang >7 ms adalah abnormal, 2. terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) > 6,2 ms adalah abnormal, 3. adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan Nerve conduction untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya neuropathy Radiologi plain X-ray untuk menilai abnormalitas dari tulang pada terowongan karpal. MRI efektif untuk menilai isi dari terowongan karpal. Tes Cuff dilakukan dengan menggunakan pneumatic manset untuk membuat bendungan vena yang menyebabkan vena dilatasi dan meningkatkan local iskemik sehingga akan menimbulkan gejala apabila positif san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment. Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
  • 26. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING DIAGNOSIS • Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang DIAGNOSIS BANDING san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment. Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
  • 27. TERAPI 1. Konservatif 1. Istirahatkan pergelangan kaki 2. Night Splints (pemasangan bidai untuk menetralkan posisi dan baik dipasang pada malam hari untuk mengurangi aktifitas pergelangan kaki, bidai ini dipasang selama 2-3 minggu) 3. Kompres dingin juga dapat membantu mengurangi nyeri. 4. Fisioterapi untuk menurunkan local soft tissue edema dan dapat menurunkan tekanan pada saraf tibialis posterior 2. Medikamentosa 1. Lokal anastesi dan kortikosteroid (mengurangi nyeri & inflamasi) 2. Injeksi kortikosteroid ke kanal tarsal (mengurangi nyeri)  terapi medic 3. Vitamin B6 3. Operasi (jika konservatif gagal) san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment. Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360- 8592(03)00068-8
  • 28. PROGNOSIS • Prognosis pasien TTS tergantung pada etiologi yang mendasarinya • Sebuah studi retrospektif yang menilai respon setelah tindakan pembedahan melaporkan sebanyak 76,54% memberikan respon sangat baik, 13.58% respon baik, dan 9,87% respon buruk • Tindakan dekompresi dilaporkan juga efektif pada pasien TTS yang disertai dengan DM Kiel J, Kaiser K. Tarsal Tunnel Syndrome. [Updated 2020 Aug 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513273/
  • 30. Definisi : • Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat bersifat akut atau kronik • Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf optikus dan olfaktorius Etiologi : • Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria • Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat • Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan metronidazol, karbamazepin, phenytoin • Keganasan • Trauma • Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri • Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders • Genetik
  • 31. Klasifikasi : Polineuropati • Menyebabkan kerusakan fungsional yang simetris, biasanya disebabkan oleh kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer, seperti gangguan metabolik keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi imunoalergik • Bila gangguan hanya mengenai akar saraf spinalis maka disebut Poliradikulopati dan bila saraf spinalis juga ikut terganggu maka disebut Poliradikuloneuropati Radikulopati • Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai degenerasi aksonal sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi Mononeuropati • Lesi bersifat fokal pada saraf tepi atau lesi bersifat fokal majemuk yang berpisah- pisah (mononeuropati multipleks) dengan gambaran klinis yang simetris atau tidak simetris. Penyebabnya adalah proses fokal misalnya penekanan pada trauma, tarikan, luka, penyinaran, berbagai jenis tumor, infeksi fokal, dan gangguan vascular
  • 32. Patofisiologi : Degenerasi Wallerian • Terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan pada akson. Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga merusak kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal akibat trauma atau infark saraf perifer Degenerasi Aksonal • Biasanya disebut dying-back phenomenon • Kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal. Polineuropati akibat degenerasi akson biasanya bersifat simetris dan selama perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal ke proksimal. Proses ini sering didapatkan pada penderita polineuropati kausa metabolik • Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot, organ sensorik dan pembuluh darah Demielinisasi Segmental • Terjadi degenerasi fokal dari myelin • Reaksi ini dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor general atau neuropati motorik predominan. Polineuropati demielinasi segmental yang didapat biasanya akibat proses autoimun atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada polineuropati herediter • Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat karena yang diperlukan hanya remielinisasi
  • 33.
  • 34. Manifestasi Klinis (Anamnesis) : • Pasien neuropati perifer biasanya datang dengan keluhan kebas, kesemutan, nyeri, atau kelemahan pada bagian distal tubuh. Langkah pertama yang dilakukan adalah membedakan apakah gejala disebabkan oleh lesi sistem saraf pusat atau saraf tepi. Pada lesi sistem saraf pusat, keluhan biasanya disertai gejala sentral lain seperti gangguan bicara, pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan berkemih • Pada neuropati perifer, keluhan di bagian distal tubuh umumnya terdistribusi dengan pola “stocking and gloves” yang dapat mengalami progresivitas ke arah proksimal. Dokter kemudian menggali apakah keluhan bersifat akut/kronik dan menanyakan ada tidaknya penyakit penyerta yang bisa menjadi penyebab neuropati perifer. Neuropati perifer dapat disebabkan oleh toksin, masalah nutrisi, penyakit metabolik, inflamasi, dan immune-mediated demyelinating disorders
  • 35. Pemeriksaan Fisik : • Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum untuk mencari penyakit yang mungkin menjadi penyebab neuropati dan juga pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan fisik umum dapat berupa pemeriksaan sendi untuk deteksi inflamasi seperti rheumatoid arthritis, penilaian pembesaran saraf seperti pada kasus lepra, serta penilaian ada tidaknya hiperekstensi sendi dan atrofi otot karena hal ini sering ditemukan pada pasien neuropati perifer • Pemeriksaan neurologis antara lain berupa pemeriksaan refleks tendon dalam, refleks patologis, dan tonus otot. Pada kelainan sistem saraf pusat, refleks tendon dalam biasanya meningkat, refleks patologis dapat muncul, dan tonus otot meningkat. Hal ini dapat membantu membedakan kelainan sistem saraf pusat dari neuropati perifer • Pemeriksaan sensorik berperan penting untuk menentukan etiologi neuropati perifer. Lesi radiks saraf tepi biasanya memiliki gangguan sensorik asimetris dengan distribusi sesuai pola dermatom, sedangkan polineuropati diabetik biasanya memiliki gangguan sensorik distal simetrik mengikuti pola “stocking and gloves”. Pemeriksaan sensorik ini meliputi sensasi raba halus, vibrasi, propriosepsi, temperatur, dan nyeri. Pemeriksaan motorik juga penting untuk menilai ada tidak keterlibatan motorik
  • 36. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) : • Evaluasi awal pasien neuropati perifer meliputi pemeriksaan darah lengkap, profil metabolisme, laju endap darah, glukosa darah puasa, thyroid-stimulating hormone (TSH), dan kadar vitamin B12. Hal ini bertujuan untuk mencari kemungkinan etiologi neuropati perifer, contohnya gangguan metabolisme seperti diabetes mellitus dan hipotiroid, defisiensi vitamin B12, infeksi, atau inflamasi seperti vaskulitis. • Pemeriksaan lanjutan di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dapat dilakukan bila ada indikasi. Contohnya adalah pemeriksaan hemoglobin A1C pada pasien diabetes, pemeriksaan antibodi HIV, panel sifilis, urinalisis bila dicurigai ada toksisitas logam berat atau porfiria, panel paraneoplastik bila dicurigai ada keganasan, analisis cairan serebrospinal bila dicurigai inflammatory demyelinating neuropathy, atau pemeriksaan genetik bila dicurigai ada neuropati herediter
  • 37. Pemeriksaan Penunjang (Elektrodiagnostik) : • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan memiliki dokter spesialis saraf, pemeriksaan elektrodiagnostik seperti pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan elektromiografi (EMG) dapat dilakukan. Pemeriksaan ini dapat menilai kerusakan serabut saraf besar serta membedakan neuropati perifer, miopati, pleksopati, dan radikulopati. Pemeriksaan ini juga dapat menilai keterlibatan serabut saraf motorik, sensorik, dan tingkat keparahan kerusakannya • Lebih dalam lagi, pemeriksaan elektrodiagnostik dapat membedakan apakah gangguan saraf bersifat aksonopati atau mielinopati. Apabila pemeriksaan dilakukan secara serial, maka pemeriksaan juga dapat mengevaluasi dan menilai progresivitas suatu neuropati perifer Pemeriksaan Penunjang (Radiologi) : • Pemeriksaan radiologi terutama bermanfaat untuk kasus-kasus neuropati fokal seperti pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mendiagnosis entrapment saraf perifer serta pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendiagnosis kasus- kasus radikulopati dan menyingkirkan diagnosis kelainan sistem saraf pusat
  • 38. Pemeriksaan Penunjang (Biopsi) : • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan memiliki dokter spesialis saraf, biopsi saraf dapat dipertimbangkan untuk kasus dengan diagnosis yang masih tidak jelas setelah pemeriksaan lain dilakukan. Biopsi saraf dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis sebelum memulai terapi yang agresif seperti pada neuropati akibat vaskulitis di mana pengobatan memerlukan steroid atau kemoterapi • Biopsi biasanya dilakukan pada saraf suralis atau peroneus superfisialis. Pemeriksaan biopsi saraf akhir-akhir ini sudah jarang dilakukan karena berkembangnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan elektrodiagnostik, dan pemeriksaan genetik • Biopsi yang penggunaannya justru meningkat adalah biopsi kulit. Biopsi kulit menjadi baku emas untuk menilai inervasi serabut saraf kecil intraepidermal tidak bermielin yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu dari kulit dan berperan dalam regulasi fungsi otonom. Pemeriksaan serabut saraf kecil ini tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan elektrodiagnostik
  • 39. DDx : • Diagnosis banding neuropati perifer adalah gangguan pada sistem saraf pusat yang juga dapat menimbulkan gejala kelemahan, kesemutan, maupun nyeri. Namun, lesi saraf pusat biasanya disertai gejala sentral seperti gangguan bicara, pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan berkemih. Pada lesi serebral, biasanya distribusi gejala bersifat unilateral. Pada lesi medula spinalis, distribusi gejala biasanya bersifat segmental atau mengikuti distribusi medula spinalis • Pada pemeriksaan fisik gangguan sistem saraf pusat, akan ditemukan tanda- tanda lesi upper motor neuron, yaitu meningkatnya refleks tendon dalam dan adanya refleks patologis. Jika didapatkan kecurigaan gangguan sistem saraf pusat, dapat dilakukan pemeriksaan CT atau MRI • Diagnosis banding lainnya adalah penyakit pembuluh darah perifer seperti trombosis vena dalam, insufisiensi vena kronik, atau penyakit arteri perifer / acute limb ischaemia. Kelainan pembuluh darah perifer biasanya bersifat asimetris dan dapat ditemukan tanda-tanda kelainan vaskular seperti distensi vena, hilang atau melemahnya pulsasi arteri, serta perubahan warna dan suhu pada kulit • Pada kasus-kasus tertentu di mana dokter sulit membedakan neuropati perifer dengan kelainan pembuluh darah perifer, dapat dilakukan pemeriksaan seperti ultrasonografi doppler dan/atau angiografi
  • 40. Tatalaksana : Farmakologi • Terapi kausatif : Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang paling bisa ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan defisiensi vitamin neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis untuk regenerasi sel Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12) dengan dosis 1500 mg/ hari selama 6—10 minggu, gangliosid (intrinsic membrane sel neuron) dengan dosis 2 x 200 mg intramuskuler selama 8 minggu • Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin), topiramate (topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan antidepresan (misalnya amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik kronik pada pasien tertentu • Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat Non-Farmakologi • Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, diet; pemilihan sepatu yang sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekanan juga dapat membantu • Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi
  • 42. Latar Belakang • Mononeuropati dapat terjadi akibat trauma, kompresi (langsung/tidak), iskemik, infeksi ataupun penyakit inflamasi • Penekanan saraf bisa akibat dari struktur normal pada saraf ataupun sumber eksternal. Sadar yang paling sering terjadi penekanan yaitu n. medius pergelangan tangan (ex, carpal tunnel syndrome) dan n. ulnaris pada siku (ex, cubital tunnel syndrome). • Pada ekstremitas bawah, peroneal neuropati merupakan isolated mononeuropathy yang paling sering terjadi. • gangguan sensibilitas yg berada di bagian lateral dari tungkai kaki.
  • 43.
  • 44. etiologi Peroneal neuropati dihubungkan dengan kompresi eksternal pada fibular head. • Etiologi paling sering akibat kebiasaan menyilang kaki • Tenakan yang berkepanjangan pada area n.peroneal (ex, duduk di pesawat, posisi saat operasi). • Cedera regangan akut berulang seperti menendang dan menari berulang kali . • Penggunaan gips pada area n.peroneal menjadi faktor external kompresi. • Penyebab lain: trauma operasi (operasi lutut), fraktur fibula, fibular head osteochondroma, trauma tumpul atau luka terbuka, and massa(ex, kista ganglion, schwannoma, lipoma)
  • 45. Patofisiologi • Kompresi dan penyempitan neuropati secara dominan disebabkan oleh demyelinasi • Hilangnya myelin menyebabkan konduksi saraf lebih lambat pada daerah yang terkena lesi. • Saat kompresi akut terjadi blok konduksi. Sedangkan pada tahap kronis, hanya terlihat perlambatan persilangan dari segmen yang terlibat • Saat kompresi lebih berat, perubahan iskemik terjadi yang menyebabkan kerusakan aksonal sekunder. • Lesi demyelinasi murni biasanya memiliki kapasitas yang lebih baik untuk pulih.
  • 46. • Patofisiologi dari cedera iskemik dan nerve transection adalah kerusakan axonal. Ketika kerusakan axonal terjadi, pemulihan leboh lambat dan panjang serta kemungkinan tidak pulih secara total. • Hal ini menyebabkan degenerasi wallerian distal, dan pemulihan membutuhkan saraf untuk regenerasi dan reinnervasi. • Proses ini lebih lambat daripada penyembuhan dari tipe cedera yang lain dan kemungkinan tidak sembuh total. Patofisiologi
  • 47. Anamnesis • Pasien dengan peroneal mononeuropati sering tersandung akibat foot drop. • Kram pada kaki bawah bagian anterior di malam hari di awal gejala (jika kompresi yang terjadi kronis). • Jika akut, gejala akan cenderung maksimal saat serangan. • Nyeri pada tempat kompresi. • Gangguan sensoris (ex, kesemutan, mati rasa) pada kaki lateral bawah
  • 48.
  • 49. Pemeriksaan fisik • Jika lesi berat, terjadi complete foot drop sehingga tidak bisa melakukan plantar fleksi dan inversi. • Gaya jalan menjadi “melangkah tinggi” dengan "foot slapping." • Dalam kasus yang lebih ringan, kelemahan eversi kaki dan dorsifleksi bisa diketahui hanya dengan meminta pasien berjalan dengan tumit.. • Mengetuk saraf pada fibular head akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada area distribusi sensorik n. peroneal
  • 50.
  • 51. • Area sensoris n.peroneal: Daerah bergaris adalah distribusi sensoris peroneal superfisial. • Bagian hijau adalah distribusi sensoris peroneal dalam. • Semua 3 area yang diarsir akan mati rasa pada pasien dengan lesi saraf peroneal umum.
  • 52. penunjang • X-ray untuk mengekslusi trauma injury (fraktur, tumor) • CT scan dan MRI untuk menentukan lokasi • Color duplex ultrasonography dan angiography dapat melihat pseudoaneurisma arteri popliteal pada fossa popliteal. • High resolution sonography
  • 53. Differential diagnosis • L5 radiculopathy • Lumbosacral trunk compression (difficult labor) • Sciatic neuropathy
  • 54. terapi • Bervariasi tergantung pada etiologi dan tempat kompresi • Non bedah: - Sebagian besar lesi n.peroneal memberikan respon terhadap penatalaksanaan konservatif dengan istirahat dan menghindari faktir pencetus seperti menyilangkan kaki. (modifikasi aktivitas) - Physical therapy dapat membantu memperbaiki fungsi. • Pembedahan Dekompresi harus dipertimbangkan dalam kasus refraktori dan kasus yang berhubungan dengan kompresi massa, laserasi akut, atau perubahan konduksi yang parah.
  • 56. DEFINISI • Neurogenic bladder tidak merujuk pada diagnosis, namun merupkan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan neurologis. • Gejalanya adalah kelainan fungsi pada otot berkemih (detrussor dan spinchter), yaitu dapat menurun atau hiperaktif, tergantung dari letak lesi sarafnya.
  • 57. ETIOLOGI Lesi supraspinal Lesi medulla spinalis Lesi saraf tepi 1. Stroke 2. Brain Tumor 3. Parkinson Disease 4. Shy-Drager Syndrome 5. Hydrocephalus 6. Head trauma 7. Cerebral palsy Spinal Cord Trauma Spinal Tumours Spinal Infections Degenerative disorder Detrusor areflexia 1. Diabetes Mellitus 2. Tabes Dorsalis 3. Herpes Zoster 4. HNP Lumbal 5. Radical Pelvic Surgery Lesi Akut : Flaccid Lesi Kronis: Spastic ( 6-12 minggu) Akut/kronik : Flaccid
  • 58. NEUROANATOMY Pusat kendali berkemih 1. Cortical 2. Pontin 3. Spinal a. Th 11 – L2 --- Sympathetic b. S 2,3,4 ---- Parasympathetic 4. Saraf Tepi a. Autonomic nervous system (sympathetic and parasympathetic system) b. Somatic nervous system Saraf Sentr al Saraf Tepi
  • 60. Type of Neurogenic Bladder Flaccid Types Spastic Types Loss of sensation of void Loss of motor control Bladder empties on reflex No control Continuous to fill and distend Pooling of urine Incomplete emptying Loss of conscious sensation and cerebral motor control Upper Motor Neuron chronic Lower motor neuron/ Acute UMN Lesion Urine retentition Urine incontinence
  • 61. ANAMNESIS • Keluhan utama:  Overactive bladder, Frequent urination, Urge incontinence, Urinary retention, Stress incontinence, Loss of bladder sensibility, Pelvic pain • Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat penyakit sistemik, riwayat berkemih, riwayat BAB, riwayat seksual, riwayat trauma, riwayat operasi • Riwayat sosial : kebersihan alat kelamin (ISK), usia >60 tahun laki2 (BPH) • Riwayat keluarga : kanker
  • 63. PEMERIKSAAN PENUNJANG • Lab : Urinalisis, Kultur dan sensitivitas urin, Serum BUN dan kreatinin, GFR • Studi urodinamik : Urinary flowmetry, Bladder cystometogram/electromyogram (CMG/EMG), Valsava Leak Point Pressure (LPP) measurement, Urethral Pressure Profile (UPP), EMG of pelvic floor and urethral spinchter, Pudendal nerve conduction velocity, Anal reflex arc latency time • Imaging : USG, CT-scan/MRI Kepala, CT-scan/MRI Medula Spinalis, Intravenous pyelography, Renal scan, Vioiding cystourethrography, Cystoscopy
  • 64. DIAGNOSIS BANDING • ISK  kultur bakteri urin • BPH  rectal touche
  • 65. TATALAKSANA Dorsher dan McIntosh, 2012 Non Pharmachology Bladder Training intermittent catheterization Suprapubic catheterization Pharmachology Anti kolinergik Kolinergik agonis α-2 adrenergic agonis α -1 adrenergic agonis Bensodiazepins GABA-B Agonis Botulinum Toksin Opioid Vanilloid Nerve Growth Factor Operatif Neuromodulation for Neurogenic Detrussor Overactivity Enterocystoplasty Sphincterotomy Nitrous Oxide Agonist Urethral Stents and Ballon Dilatation Sling Procedures Artificial Urinary Sphincter Lifestyle changes
  • 66. Modifikasi lifestyle • Berhenti merokok Mengurangi batuk untuk mengurangi pressure pada pelvic floor • Mengurangi berat badan Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan pada kandung kemih, menghambat aliran darah dan mendesak saraf • Menghindari minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih Minuman soda, minuman yang mengandung citrus, minuman berkafein (kopi, teh), alkohol
  • 67. Modifikasi lifestyle • Konsumsi cukup buah, sayur, dan kandungan serat agar defekasi lancar dan tidak konstipasi • Cukup minum air :  Tidak terlalu banyak untuk menghindari frekuensi berkemih  Tidak terlalu sedikit untuk mencegah iritasi kandung kemih  Mengurangi minum pada malam hari untuk menghindari berkemih pada malam hari
  • 68. Dorsher dan McIntosh, 2012 PELVIC FLOOR EXERCISE Bladder training
  • 69. Clar et al, 2006 Intermitten kateterisasi
  • 70. Dorsher dan McIntosh, 2012 Suprapubik Kateterisasi
  • 74. Definisi  Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang.  HNP adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang mengalami tekanan di bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus kedalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf
  • 75. Etiologi • Trauma • Tulang belakang→ jatuh, mengangkat beban berat dengan posisi yang salah (membungkuk), obesitas • Tulang leher (Whiplash Injury)→ kecelakaan mobil • Proses degeneratif (usia) • Kelainan congenital
  • 76. PATOFISIOLOGI Bag. Posterior anulus fibrosus discus Ruptur ↓ nucleus pulposus centralisTertekan ke posterior ↓ Menonjol (protrusio) ↓ Keluar dari anulus dan masuk ke kanalis spinalis (prolapsus) ↓ Menjepit akar saraf ipsilaterlal ↓ Nyeri radikuler
  • 78. Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe : Central Posterolateral Far-laterall Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas : Hernia Lumbosacralis Hernia Servikalis HerniaThorakalis
  • 79. Gejala Klinis : Hernia lumbosakralis  Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.  Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki (nyeri radikuler)  Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
  • 80. Hernia Servicalis 1. Leher : • Nyeri yang menyebar,sering pada scapula • sakit kepala tumpul yang menetap, bitemporal ~ migren • Otot nyeri dan pergerakan terbatas 2. Ekstremitas superior : •Nyeri •Paraestesia menyebar pada atas siku, punggung tangan jari bagian tengah yang sering unilateral •Lhermitte sign’s : Sensasi listrik yang tiba-tiba pada bawah leher yang diakibatkan oleh fleksi leher. •Spurling sign’s : Rasa nyeri pada leher yang diakibatkan kepala didorong kebawah dan tekukan tersebut kearah sisi yang terkena
  • 81. Hernia thorakalis • Nyeri radikal. • Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis. • Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
  • 82. Anamnesis  Nyeri mulai dari bokong, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).  Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat.  Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka).  Nyeri Spontan  Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
  • 83. Pemeriksaan Fisik • gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. • Laseque test • Braggard dan Siccard test
  • 84. Tes Laseque Normal : fleksi tungkai dapat mencapai 70 derajat Laseque + : bila belum mencapai 70 derjat sudah dirasa ada tahanan atau pasien merasa sakit. Tes Braggard Tes Siccard Modifikasi tes laseque lebih sensiif dengan ditambah kaki di dorsofleksikan Modifikasi tes laseque lebih sensiif dengan ditambah ibu jari di dorsofleksikan
  • 85. Tes Refleks Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5 – S1 terkena. Tes lainnya : • Tes patrick dan contra patrick • Tes valsalva • Tes naffziger
  • 86. Pemeriksaan Penunjang : 1. Foto polos 2. CT scan 3. Elektromyografi
  • 87. Penatalaksanaan Konservatif : 1. Tirah baring 2. Asetaminofen 3. NSAID 4. Relaksan otot 5. Opioid 6. Antidepresan ajuvan dan antikonvulsan 7. Hipnotik sedatif Non Konservatif 1. latihan (jalan kaki, naik sepeda atau berenang) → dengan stres minimal 2. Proper body mechanics
  • 88. Operatif Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: •Defisit neurologik memburuk. •Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual). •Paresis otot tungkai bawah. 1.Laminectomy 2.Discectomy 3.Mikrodiskectomy
  • 92. SINDROM RADIKULAR Perubahan yang terjadi akibat penekanan atau iritasi dari radiks medulla spinalis sehingga dapat muncul nyeri, gangguan sensoris, dan/ atau gangguan motorik dari sesuai dengan lokasi radiks yang terkena.
  • 94. Gejala sensoris lebih umum ditemui dibandingkan gejala motorik. Jenis nyeri yang yang dirasakan dapat bervariasi mulai dari rasa kebas hingga nyeri sengatan listrik Gejala motorik umumnya ditandai dengan adanya kelemahan dan menurunnya refleks tendon Gejala Sindrom Radikular
  • 95. • Pada cervical  Radiks keluar dari bagian atas dari vertebra dengan nama yang sama  Ex: C7 keluar di bawah corpus vertebrae C6 dan di atas C7 sehingga herniasi pada bagian ini akan menekan radiks C7 • Pada lumbar  Medulla spinalis berakhir pada L1-L2  Radiks keluar di bawah dari korpus vertebrae dengan penamaan yang sama  Ex: herniasi pada L5-S1 akan menyebabkan penekanan pada radiks S1
  • 96. RADIKULOPATI CERVICAL Klasifikasi •Akut  trauma baru •Kronik  trauma lama •Aktif  reinnervasi saat ini Epidemiologi •Puncaknya pd usia di awal 50- an •>>> C7 (70%) Penyebab •Spondilosis •Cervical disk disease •Disk herniation •Biochemically induced radiculopathy
  • 97. SPONDYLOSIS • Fiksasi abnormal dari spine • Umbrella term: hipertrofi facet joints, penyempitan neural foramina, pembentukan osteofit CERVICAL DISK DISEASE • Proses: disk terdegradasi karena penggunaan berulang  kehilangan integritas dan menonjol  cairan keluar dari disk • Penyebab: vertebral sclerosis, osteophytes DISK HERNIATION • Anatomi diskus normal • Disc protrusion • Disc extrution • Disc sequestration BIOCHEMICALLY INDUCED • Muncul tanpa kompresi • Malfungsi enzim di nucleus (respon inflamasi) • Material inti keluar dari diskus (respon inflamasi autoimun)
  • 98. Radikulopati Cervical Root Pain (*less reliable for localization) Paresthesias/Numbness (*more reliable for localization) Weakness Reflex loss C5 Neck, shoulder Lateral arm Shoulder abduction and external rotation, elbow flexion and forearm supination Biceps, brachioradialis C6 Neck, shoulder, lateral arm and forearm, lateral hand Lateral forearm, thumb and index finger Shoulder abduction and external rotation, elbow flexion and forearm supination and pronation Biceps, brachioradialis C7 Neck, shoulder, middle finger, hand Index and middle fingers, palm Elbow and wrist extension, forearm pronation, wrist flexion Triceps C8 Shoulder, medial forearm, fourth and fifth digits Medial forearm and hand, fourth and fifth digits Finger extension, some wrist extension, distal finger and thumb flexion, finger abduction and adduction None T1 Medial arm and forearm, axillary chest wall Medial forearm; also sometimes fourth and fifth digits Thumb abduction most affected; finger abduction and adduction None C7 paling umum
  • 99. Anamnesis • Nyeri, kelemahan, kebas/mati rasa, kesemutan. Bisa dirasakan di leher, menjalar ke tangan • Riw penyakit sebelumnya, riw trauma, operasi, pengobatan • Riw keluarga • Riw social dan kebiasaan Pemeriksaan Fisis • Perubahan pada refleks, ROM, motor control, dan postural positioning • Waiters tip posture: karena avulsi akar C5-C6 atau upper trunk lesion, lengan yang terkena/sakit tergantung di samping, lengan atas internal rotasi, siku ekstensi maks, lengan bawah pronasi • Claw hand: karena avulsi akar C8-T1 atau lesi nervus ulnaris diatas siku, sendi metacarpal hiperekstensi, sendi interphalangeal fleksi
  • 100. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis MANUAL •Spurling maneuver: leher diekstensi -- kepala dirotasi ke sisi simptomatik -- tekanan axial pada kepala  mungkin menghasilkan atau memperburuk nyeri radicular ELEKTRODIAGNOSTIK •Somatosensory evoked potentials: evaluasi afferent sensory pathway •EMG: nerve conduction studies (perifer) dan nerve electrode exam (bagian motorik saraf/otot) RADIOLOGI •X-ray: jumped facets  C4-C5 •CT/MRI: cervical disk herniation •Myelogram: cervical stenosis
  • 101. Tatalaksana • Medikamentosa • Istirahat • Fisioterapi KONSERVATIF • Discectomy dengan atau tanpa fusi • Micro-discectomy • Laminectomy OPERATIF
  • 102. Prognosis • Prognosis baik • Hampir 90% pasien berhasil diobati tanpa operasi • Tingkat keberhasilan >95% ketika penyebabnya disk herniation