Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah kondisi yang menyebabkan nyeri pada kaki akibat penekanan saraf tibialis posterior di terowongan tulang di kaki. Gejala utamanya adalah nyeri dan kesemutan di telapak kaki dan tumit. Penyebabnya dapat berupa faktor anatomi, trauma, atau penyakit seperti diabetes. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan EMG, sedangkan pengobatannya meliputi istirahat, splint
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
TTS, CTS, dan Neuropati
1. BIMBINGAN 7
(CTS, TTS, Neuropati, Peroneal Palsy, Neurogenic
Bladder, HNP, Radicular Syndrome)
Gede Indrajaya Janitra 2002612048
I Putu Gede Septiawan Saputra 2002612095
Stella Jessica Paulus 2002612101
I Gede Adi Laksana Jagadhita 2002612148
Nanthini Siva Kumar 2002612153
3. DEFINISI
• CTS (carpal tunnel syndrome) adalah suatu kondisi
yang dapat menyebabkan jari-jari pada tangan
mengalami sensasi kesemutan, mati rasa atau nyeri.
• Gejala paling sering terjadi pada jempol (ibu jari),
jari telunjuk dan jari tengah
Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome,
16(4), 164–167.
4. ETIOLOGI
• CTS terjadi karena saraf median mengalami penekanan atau terhimpit. Penyebab tertekannya saraf
ini secara umum idiopatik tetapi ada beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya CTS
:
Faktor keturunan
Trauma atau cedera pada pergelangan tangan
Pekerjaan yang berat dengan posisi penggunaan tanggan yang menetap (mengetik, menulis dan tukang pijat)
Diabetes dan rematoit arthritis
Journal, I. (2017). Determination of cut-off point of cross-sectional area of median nerve at the wrist for diagnosing carpal tunnel syndrome,
16(4), 164–167.
5. PATOFISIOLOGI
• Nervus – nervus perifer berjalan melewati fibro osseus tunnel (terowongan tunnel) yang akan beresiko
terjadinya kompresi atau terjebak baik diakibatkan oleh soft tissue atau adanya suatu cidera. Kompresi yang
terjadi pada nervus ini akan menganggu aliran darah epidural dan konduksi akson juga akan terganggu
sehingga akan menimbulkan gejalan kesemutan, kebas dan neri.
• Pada penekanan saraf perifer paling sering terjadi pada Saraf medianus sehingga mudah terjadi CTS.
6. GEJALA KLINIS
• Gejala klinis yang muncul paling sering meliputi :
• Sensasi kesemutan
• Mati rasa atau kebas
• Rasa nyeri paling sering pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah
• Ibu jari terasa melemah
• Muncul rasa seperti tertusuk
• Muncul rasa sakit yang sampai ke tangan dan lengan
7. • Awalnya berupa gangguan sensorik, muncul secara perlahan dan memberat
pada pagi atau malam hari
• Umumnya dimulai parestesia, numbness, tingling pada jari 1-3 dan ½ sisi
radial jari 4
• Parestesia dan nyeri lebih menonjol malam hari
• Nyeri berkurang bila dipijat, digerakkan, diletakkan diposisi lebih tinggi,
istirahat
Anamnesis
8. Pemeriksaan menyeluruh terutama fungsi motorik, sensorik, otonom tangan
• Penilaian kekuatan otot tangan
• Pemeriksaan sensibilitas dengan membedakan 2 titik >6mm
• Pemeriksaan fungsi otonom dengan perbedaan keringat, kulit kering/licin
Pemeriksaan Fisik
9. • Phalen’s Test
• Torniquet Test
• Tinel’s Sign
Fleksi tangan maksimal
(+) bila dalam 60s ada gejala
CTS
Manset diatas siku (sedikit
diatas sistolik)
(+) Bila dalam 60s ada gejala
CTS
Perkusi carpal tunnel, sedikit
dorsofleksi
(+) bila ada parestesia/nyeri
10. • Flick’s Sign • Thenar wasting • Luthy’s SIgn
Pada pasien CTS, ketika pasien
mengibaskan tangan, nyeri
berkurang/menghilang
Terjadi atrophy otot thenar (+) bila kulit tangan tidak
menyentuh dinding botol
dengan rapat
11. • Diagnosis dapat ditegakkan dari
• EMG
• Radiologi
• Rontgen pergelangan tangan dan servikal
• USG
• CT-scan
• MRI
• Lab
• Kadar gula darah
• Kadar hormon tiroid
• DL
Pemeriksaan Penunjang
12. DIAGNOSIS
• Diagnosis CTS dapat ditegakan berdasarkan
1. Gejala klinis
2. Faktor resiko
3. Sonografi untuk melihat persilangan dari nervus median dan melihat penyempitan yang terjadi
15. • Farmako
• NSAID
• Lokal dan sistemik cortiko steroid
• Deksametason 1-4mg/ml atau
• Hidrokortison 10-25mg atau
• metilprednisolon 20 mg – 40mg, suntikan ini dilakukan 2 minggu sekali atau lebih
• Vitamin b6 (piridoksin)
• 100-300mg/hari selama 3 bulan
• Operatif apabila tidak mengalami perbaikan, gangguan sensorik berat, atau atrofi otot thenar dan
sudah 3x injeksi kortikosteroid
Tatalaksana
16. Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Prognosis
18. DEFINISI
Tarsal Tunnel Syndrome merupakan suatu gejala yang komplek yang mengenai
bagian kaki dan biasanya dikarenakan adanya penekanan saraf tibia posterior
didalam osseous fibro (tunnel) dan ketika saraf melewati retinaculum fleksor.
Dengan gambaran klinis adanya rasa nyeri dari medial maleolus menjalar sampai
ke tumit, adanya paraparesis, disaesthesia dan hyperesthesia yang terdistribusi dari
saraf tibia posterior.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
19. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
20. ETIOLOGI
Etiologi dari TTS :
1. Idiopatik
2. Kelainan Anatomi posisi saraf tibialis posterior atau terowongannya terlalu sempit
3. Trauma (malleolus, calcaneus)
4. Adanya soft tissue mass (menimbulkan kompresi neuropati pada saraf tibialis posterior,
contoh: limpoma, neoplasma tarsal canal, nerve tumor dan vena varicose)
5. Peningkatan tekanan
6. Rheumatoid arthritis, asam urat, pseudogout, amyloid, pengendapan dan proses infeksi
Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
(Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
21. (Lam, 1967)Lam, S. J. S. (1967). the nerve , in several of the cases described here the nerve the anterior end of the retinaculum a small bony ridge.
22. PATOFISIOLOGI
• TTS terjadi akibat beberapa proses yang memberikan kompresi neuropati pada
nervus tibialis dari tarsal canal. Dimana tarsal canal terdiri dari fleksor reticulum
yang berada diposterior dan distal dari malleolus medial. Terjadinya penekanan baik
akibat idiopati atau trama dan lain-lain ini dapat menyebabkan sel saraf menjadi
lebih mudah mengalami kompresi pada bagian distal.
• Jika terjadi hal tersebut fungsi dari saraf akan menurun impuls aferen, eferen
sepanjang saraf akan terhenti sehingga nutrisi yang dialirkan ke bagian tersebut akan
terhalangi maka jaringan saraf bagian distal akan mengalami penurunan dari nutrisi
sehinggi mudah mengalami injuri dan gangguan seperti nyeri, kebas, mati rasa dan
atropi otot.
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
23. ANAMNESIS
RPS Keluhan utama, onset, lokasi, kronologi, kuantitas, kualitas, faktor yang
memodifikasi, keluhan penyerta
Rasa nyeri, rasa kebakar, kesemutan di jari-jari kaki dan sepanjang telapak
kaki, menjalar ke proksimal tetapi pusat sakit ada di telapak kaki, rasa kebas
pada saat kaki digantung, kelemahan pada bagian kaki yang sakit (terlihat
pada saat berjalan), atropi pada otot intrinsic
Memberat saat aktivitas, berdiri, dan pada malam hari (sering terbangun
karena sakit)
Membaik dengan istirahat
RPD Riw trauma (keseleo), overuse (terlalu lama berdiri, berjalan atau
berolahraga), riw penyakit sistemik (diabetes, arthritis, gout, dll)
Riw
Keluarga
Keluhan serupa, riw penyakit sistemik
Riw Sosial &
Kebiasaan
Pekerjaan, hobi (atlet, sering berolahraga khususnya yang berkaitan dengan
titik tumpu
pada kaki dan pergelangan kaki)
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
24. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi ditemukan pes planus, kaki pronasi, atau talipes equinovarus. Kasus kronis: atrofi, kelemahan otot
kaki, dan kontraktur jari-jari kaki. Terdapat juga kelainan pada gaya berjalan seperti pronasi atau
supinasi yang berlebihan, inversi atau eversi kaki yang berlebihan, serta ditemukan adanya
antalgic gait akibat menghindari nyeri saat berjalan
Palpasi pengurangan sensasi plantar pada distribusi saraf plantar medial (pengurangan sensasi pada jari ke-
1 sampai medial jari ke-4) atau lateral (lateral jari ke-4 sampai jari ke-5). Pemeriksaan diskriminasi
dua titik akan berkurang pada permukaan telapak kaki, dan pada kasus kronis dapat ditemukan
pengurangan kekuatan otot dan ROM kaki.
Tinel sign perkusi nervus tibia posterior yang terletak pada pergelangan kaki bagian medial dan kaki dalam
posisi dorsofleksi. Tinel sign positif jika terdapat nyeri atau rasa kesemutan pada telapak kaki
dalam waktu 5-10 detik
Dorsofleksi-
eversion test
kaki berada pada posisi dorsofleksi dan eversi sehingga terjadi pemanjangan pada sendi
metatarsophalangeal (MTP), apabila positif akan terasa nyeri pada bagian tumit
Tes Triple-Stress posisi fleksi plantar dan inversi kaki, kemudian saraf tibialis posterior di belakang malleolus
medial dikompresi selama 30 detik. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan hipestesi.
Tes Turki memasang tourniquet di atas maleolus medial. Tes ini bernilai positif jika terdapat nyeri dan
hipestesi.
25. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior bagian distal sampai ke
otot dari abductor hallicus. Interpretasi:
1. pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motoric: terminal
latensi dari otot abductor diqiti quinti (saraf medial lateral) yang >7 ms
adalah abnormal,
2. terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) > 6,2
ms adalah abnormal,
3. adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan
Nerve
conduction
untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk
memastikan adanya neuropathy
Radiologi plain X-ray untuk menilai abnormalitas dari tulang pada terowongan
karpal. MRI efektif untuk menilai isi dari terowongan karpal.
Tes Cuff dilakukan dengan menggunakan pneumatic manset untuk membuat
bendungan vena yang menyebabkan vena dilatasi dan meningkatkan local
iskemik sehingga akan menimbulkan gejala apabila positif
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
26. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS
BANDING
DIAGNOSIS
• Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS BANDING
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-8592(03)00068-8
27. TERAPI
1. Konservatif
1. Istirahatkan pergelangan kaki
2. Night Splints (pemasangan bidai untuk menetralkan posisi dan baik dipasang pada malam
hari untuk mengurangi aktifitas pergelangan kaki, bidai ini dipasang selama 2-3 minggu)
3. Kompres dingin juga dapat membantu mengurangi nyeri.
4. Fisioterapi untuk menurunkan local soft tissue edema dan dapat menurunkan tekanan
pada saraf tibialis posterior
2. Medikamentosa
1. Lokal anastesi dan kortikosteroid (mengurangi nyeri & inflamasi)
2. Injeksi kortikosteroid ke kanal tarsal (mengurangi nyeri) terapi medic
3. Vitamin B6
3. Operasi (jika konservatif gagal)
san, B., Susan, S., & Robert, H. (2003). Obesity : Overview of prevalence , etiology , and treatment.
Kostopoulos, D. (2004). Treatment of carpal tunnel syndrome : a review of the non-surgical approaches with emphasis in neural mobilization, 8592, 2–8. http://doi.org/10.1016/S1360-
8592(03)00068-8
28. PROGNOSIS
• Prognosis pasien TTS tergantung pada
etiologi yang mendasarinya
• Sebuah studi retrospektif yang menilai
respon setelah tindakan pembedahan
melaporkan sebanyak 76,54%
memberikan respon sangat baik, 13.58%
respon baik, dan 9,87% respon buruk
• Tindakan dekompresi dilaporkan juga
efektif pada pasien TTS yang disertai
dengan DM
Kiel J, Kaiser K. Tarsal Tunnel Syndrome. [Updated 2020 Aug 12]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513273/
30. Definisi : • Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik,
gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat
bersifat akut atau kronik
• Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel
ganglion radiks dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang
terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf optikus
dan olfaktorius
Etiologi : • Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria
• Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat
• Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan
metronidazol, karbamazepin, phenytoin
• Keganasan
• Trauma
• Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri
• Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders
• Genetik
31. Klasifikasi : Polineuropati
• Menyebabkan kerusakan fungsional yang simetris, biasanya disebabkan oleh
kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer,
seperti gangguan metabolik keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi
imunoalergik
• Bila gangguan hanya mengenai akar saraf spinalis maka disebut Poliradikulopati
dan bila saraf spinalis juga ikut terganggu maka disebut Poliradikuloneuropati
Radikulopati
• Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen
intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai
degenerasi aksonal sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi
Mononeuropati
• Lesi bersifat fokal pada saraf tepi atau lesi bersifat fokal majemuk yang berpisah-
pisah (mononeuropati multipleks) dengan gambaran klinis yang simetris atau
tidak simetris. Penyebabnya adalah proses fokal misalnya penekanan pada
trauma, tarikan, luka, penyinaran, berbagai jenis tumor, infeksi fokal, dan
gangguan vascular
32. Patofisiologi : Degenerasi Wallerian
• Terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan pada akson.
Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga merusak
kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal
akibat trauma atau infark saraf perifer
Degenerasi Aksonal
• Biasanya disebut dying-back phenomenon
• Kebanyakan menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal.
Polineuropati akibat degenerasi akson biasanya bersifat simetris dan selama
perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal ke proksimal. Proses ini
sering didapatkan pada penderita polineuropati kausa metabolik
• Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu
regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot,
organ sensorik dan pembuluh darah
Demielinisasi Segmental
• Terjadi degenerasi fokal dari myelin
• Reaksi ini dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor
general atau neuropati motorik predominan. Polineuropati demielinasi
segmental yang didapat biasanya akibat proses autoimun atau yang berasal
dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada polineuropati herediter
• Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat karena yang
diperlukan hanya remielinisasi
33.
34. Manifestasi Klinis
(Anamnesis)
: • Pasien neuropati perifer biasanya datang dengan keluhan
kebas, kesemutan, nyeri, atau kelemahan pada bagian distal
tubuh. Langkah pertama yang dilakukan adalah membedakan
apakah gejala disebabkan oleh lesi sistem saraf pusat atau
saraf tepi. Pada lesi sistem saraf pusat, keluhan biasanya
disertai gejala sentral lain seperti gangguan bicara,
pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan
berkemih
• Pada neuropati perifer, keluhan di bagian distal tubuh
umumnya terdistribusi dengan pola “stocking and gloves”
yang dapat mengalami progresivitas ke arah proksimal.
Dokter kemudian menggali apakah keluhan bersifat
akut/kronik dan menanyakan ada tidaknya penyakit penyerta
yang bisa menjadi penyebab neuropati perifer. Neuropati
perifer dapat disebabkan oleh toksin, masalah nutrisi,
penyakit metabolik, inflamasi, dan immune-mediated
demyelinating disorders
35. Pemeriksaan Fisik : • Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum untuk mencari
penyakit yang mungkin menjadi penyebab neuropati dan juga
pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan fisik umum dapat berupa
pemeriksaan sendi untuk deteksi inflamasi seperti rheumatoid
arthritis, penilaian pembesaran saraf seperti pada kasus lepra, serta
penilaian ada tidaknya hiperekstensi sendi dan atrofi otot karena hal
ini sering ditemukan pada pasien neuropati perifer
• Pemeriksaan neurologis antara lain berupa pemeriksaan refleks
tendon dalam, refleks patologis, dan tonus otot. Pada kelainan sistem
saraf pusat, refleks tendon dalam biasanya meningkat, refleks
patologis dapat muncul, dan tonus otot meningkat. Hal ini dapat
membantu membedakan kelainan sistem saraf pusat dari neuropati
perifer
• Pemeriksaan sensorik berperan penting untuk menentukan etiologi
neuropati perifer. Lesi radiks saraf tepi biasanya memiliki gangguan
sensorik asimetris dengan distribusi sesuai pola dermatom,
sedangkan polineuropati diabetik biasanya memiliki gangguan
sensorik distal simetrik mengikuti pola “stocking and gloves”.
Pemeriksaan sensorik ini meliputi sensasi raba halus, vibrasi,
propriosepsi, temperatur, dan nyeri. Pemeriksaan motorik juga
penting untuk menilai ada tidak keterlibatan motorik
36. Pemeriksaan
Penunjang
(Laboratorium)
: • Evaluasi awal pasien neuropati perifer meliputi
pemeriksaan darah lengkap, profil metabolisme, laju endap
darah, glukosa darah puasa, thyroid-stimulating hormone
(TSH), dan kadar vitamin B12. Hal ini bertujuan untuk
mencari kemungkinan etiologi neuropati perifer, contohnya
gangguan metabolisme seperti diabetes mellitus dan
hipotiroid, defisiensi vitamin B12, infeksi, atau inflamasi
seperti vaskulitis.
• Pemeriksaan lanjutan di fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap dapat dilakukan bila ada indikasi. Contohnya
adalah pemeriksaan hemoglobin A1C pada pasien diabetes,
pemeriksaan antibodi HIV, panel sifilis, urinalisis bila
dicurigai ada toksisitas logam berat atau porfiria, panel
paraneoplastik bila dicurigai ada keganasan, analisis
cairan serebrospinal bila dicurigai inflammatory
demyelinating neuropathy, atau pemeriksaan genetik bila
dicurigai ada neuropati herediter
37. Pemeriksaan Penunjang
(Elektrodiagnostik)
: • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan
memiliki dokter spesialis saraf, pemeriksaan elektrodiagnostik
seperti pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan elektromiografi
(EMG) dapat dilakukan. Pemeriksaan ini dapat menilai
kerusakan serabut saraf besar serta membedakan neuropati
perifer, miopati, pleksopati, dan radikulopati. Pemeriksaan ini
juga dapat menilai keterlibatan serabut saraf motorik, sensorik,
dan tingkat keparahan kerusakannya
• Lebih dalam lagi, pemeriksaan elektrodiagnostik dapat
membedakan apakah gangguan saraf bersifat aksonopati atau
mielinopati. Apabila pemeriksaan dilakukan secara serial, maka
pemeriksaan juga dapat mengevaluasi dan menilai progresivitas
suatu neuropati perifer
Pemeriksaan Penunjang
(Radiologi)
: • Pemeriksaan radiologi terutama bermanfaat untuk kasus-kasus
neuropati fokal seperti pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mendiagnosis entrapment saraf perifer serta pemeriksaan
magnetic resonance imaging (MRI) untuk mendiagnosis kasus-
kasus radikulopati dan menyingkirkan diagnosis kelainan sistem
saraf pusat
38. Pemeriksaan Penunjang
(Biopsi)
: • Di fasilitas kesehatan yang memiliki alat lebih lengkap dan
memiliki dokter spesialis saraf, biopsi saraf dapat
dipertimbangkan untuk kasus dengan diagnosis yang masih
tidak jelas setelah pemeriksaan lain dilakukan. Biopsi saraf
dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis sebelum memulai
terapi yang agresif seperti pada neuropati akibat vaskulitis di
mana pengobatan memerlukan steroid atau kemoterapi
• Biopsi biasanya dilakukan pada saraf suralis atau peroneus
superfisialis. Pemeriksaan biopsi saraf akhir-akhir ini sudah
jarang dilakukan karena berkembangnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan elektrodiagnostik, dan pemeriksaan
genetik
• Biopsi yang penggunaannya justru meningkat adalah biopsi
kulit. Biopsi kulit menjadi baku emas untuk menilai inervasi
serabut saraf kecil intraepidermal tidak bermielin yang
menghantarkan sensasi nyeri dan suhu dari kulit dan berperan
dalam regulasi fungsi otonom. Pemeriksaan serabut saraf kecil
ini tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan elektrodiagnostik
39. DDx : • Diagnosis banding neuropati perifer adalah gangguan pada sistem saraf pusat
yang juga dapat menimbulkan gejala kelemahan, kesemutan, maupun nyeri.
Namun, lesi saraf pusat biasanya disertai gejala sentral seperti gangguan bicara,
pandangan ganda, ataksia, atau gangguan defekasi dan berkemih. Pada lesi
serebral, biasanya distribusi gejala bersifat unilateral. Pada lesi medula spinalis,
distribusi gejala biasanya bersifat segmental atau mengikuti distribusi medula
spinalis
• Pada pemeriksaan fisik gangguan sistem saraf pusat, akan ditemukan tanda-
tanda lesi upper motor neuron, yaitu meningkatnya refleks tendon dalam dan
adanya refleks patologis. Jika didapatkan kecurigaan gangguan sistem saraf
pusat, dapat dilakukan pemeriksaan CT atau MRI
• Diagnosis banding lainnya adalah penyakit pembuluh darah perifer seperti
trombosis vena dalam, insufisiensi vena kronik, atau penyakit arteri perifer /
acute limb ischaemia. Kelainan pembuluh darah perifer biasanya bersifat
asimetris dan dapat ditemukan tanda-tanda kelainan vaskular seperti distensi
vena, hilang atau melemahnya pulsasi arteri, serta perubahan warna dan suhu
pada kulit
• Pada kasus-kasus tertentu di mana dokter sulit membedakan neuropati perifer
dengan kelainan pembuluh darah perifer, dapat dilakukan pemeriksaan seperti
ultrasonografi doppler dan/atau angiografi
40. Tatalaksana : Farmakologi
• Terapi kausatif : Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa
yang paling bisa ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan
defisiensi vitamin neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis
untuk regenerasi sel Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12)
dengan dosis 1500 mg/ hari selama 6—10 minggu, gangliosid (intrinsic
membrane sel neuron) dengan dosis 2 x 200 mg intramuskuler selama 8
minggu
• Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin),
topiramate (topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan
antidepresan (misalnya amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan
dalam mengobati nyeri neuropatik kronik pada pasien tertentu
• Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
Non-Farmakologi
• Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, diet; pemilihan sepatu yang
sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekanan juga dapat
membantu
• Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi
42. Latar Belakang
• Mononeuropati dapat terjadi akibat trauma, kompresi (langsung/tidak),
iskemik, infeksi ataupun penyakit inflamasi
• Penekanan saraf bisa akibat dari struktur normal pada saraf ataupun
sumber eksternal. Sadar yang paling sering terjadi penekanan yaitu n.
medius pergelangan tangan (ex, carpal tunnel syndrome) dan n. ulnaris
pada siku (ex, cubital tunnel syndrome).
• Pada ekstremitas bawah, peroneal neuropati merupakan isolated
mononeuropathy yang paling sering terjadi.
• gangguan sensibilitas yg berada di bagian lateral dari tungkai kaki.
43.
44. etiologi
Peroneal neuropati dihubungkan dengan kompresi eksternal pada fibular head.
• Etiologi paling sering akibat kebiasaan menyilang kaki
• Tenakan yang berkepanjangan pada area n.peroneal (ex, duduk di pesawat,
posisi saat operasi).
• Cedera regangan akut berulang seperti menendang dan menari berulang kali .
• Penggunaan gips pada area n.peroneal menjadi faktor external kompresi.
• Penyebab lain: trauma operasi (operasi lutut), fraktur fibula, fibular head
osteochondroma, trauma tumpul atau luka terbuka, and massa(ex, kista
ganglion, schwannoma, lipoma)
45. Patofisiologi
• Kompresi dan penyempitan neuropati secara dominan disebabkan oleh
demyelinasi
• Hilangnya myelin menyebabkan konduksi saraf lebih lambat pada daerah
yang terkena lesi.
• Saat kompresi akut terjadi blok konduksi. Sedangkan pada tahap kronis,
hanya terlihat perlambatan persilangan dari segmen yang terlibat
• Saat kompresi lebih berat, perubahan iskemik terjadi yang menyebabkan
kerusakan aksonal sekunder.
• Lesi demyelinasi murni biasanya memiliki kapasitas yang lebih baik untuk
pulih.
46. • Patofisiologi dari cedera iskemik dan nerve transection adalah kerusakan
axonal. Ketika kerusakan axonal terjadi, pemulihan leboh lambat dan
panjang serta kemungkinan tidak pulih secara total.
• Hal ini menyebabkan degenerasi wallerian distal, dan pemulihan
membutuhkan saraf untuk regenerasi dan reinnervasi.
• Proses ini lebih lambat daripada penyembuhan dari tipe cedera yang lain
dan kemungkinan tidak sembuh total.
Patofisiologi
47. Anamnesis
• Pasien dengan peroneal mononeuropati sering tersandung akibat foot drop.
• Kram pada kaki bawah bagian anterior di malam hari di awal gejala (jika
kompresi yang terjadi kronis).
• Jika akut, gejala akan cenderung maksimal saat serangan.
• Nyeri pada tempat kompresi.
• Gangguan sensoris (ex, kesemutan, mati rasa) pada kaki lateral bawah
48.
49. Pemeriksaan fisik
• Jika lesi berat, terjadi complete foot drop sehingga
tidak bisa melakukan plantar fleksi dan inversi.
• Gaya jalan menjadi “melangkah tinggi” dengan "foot
slapping."
• Dalam kasus yang lebih ringan, kelemahan eversi
kaki dan dorsifleksi bisa diketahui hanya dengan
meminta pasien berjalan dengan tumit..
• Mengetuk saraf pada fibular head akan menimbulkan
nyeri dan kesemutan pada area distribusi sensorik n.
peroneal
50.
51. • Area sensoris n.peroneal:
Daerah bergaris adalah
distribusi sensoris peroneal
superfisial.
• Bagian hijau adalah
distribusi sensoris peroneal
dalam.
• Semua 3 area yang diarsir
akan mati rasa pada
pasien dengan lesi saraf
peroneal umum.
52. penunjang
• X-ray untuk mengekslusi trauma injury (fraktur, tumor)
• CT scan dan MRI untuk menentukan lokasi
• Color duplex ultrasonography dan angiography dapat melihat
pseudoaneurisma arteri popliteal pada fossa popliteal.
• High resolution sonography
54. terapi
• Bervariasi tergantung pada etiologi dan tempat kompresi
• Non bedah:
- Sebagian besar lesi n.peroneal memberikan respon terhadap
penatalaksanaan konservatif dengan istirahat dan menghindari faktir
pencetus seperti menyilangkan kaki. (modifikasi aktivitas)
- Physical therapy dapat membantu memperbaiki fungsi.
• Pembedahan
Dekompresi harus dipertimbangkan dalam kasus refraktori dan kasus yang
berhubungan dengan kompresi massa, laserasi akut, atau perubahan
konduksi yang parah.
56. DEFINISI
• Neurogenic bladder tidak merujuk pada diagnosis, namun merupkan suatu kumpulan
gejala yang disebabkan oleh kelainan neurologis.
• Gejalanya adalah kelainan fungsi pada otot berkemih (detrussor dan spinchter), yaitu
dapat menurun atau hiperaktif, tergantung dari letak lesi sarafnya.
58. NEUROANATOMY
Pusat kendali berkemih
1. Cortical
2. Pontin
3. Spinal
a. Th 11 – L2 --- Sympathetic
b. S 2,3,4 ----
Parasympathetic
4. Saraf Tepi
a. Autonomic nervous system
(sympathetic and
parasympathetic system)
b. Somatic nervous system
Saraf
Sentr
al
Saraf
Tepi
60. Type of Neurogenic Bladder
Flaccid Types Spastic Types
Loss of sensation of void
Loss of motor control
Bladder empties on
reflex
No control
Continuous to fill and
distend
Pooling of urine
Incomplete emptying
Loss of conscious
sensation and cerebral
motor control
Upper Motor
Neuron
chronic
Lower motor
neuron/
Acute UMN
Lesion
Urine
retentition
Urine
incontinence
61. ANAMNESIS
• Keluhan utama:
Overactive bladder, Frequent urination, Urge incontinence, Urinary retention, Stress
incontinence, Loss of bladder sensibility, Pelvic pain
• Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat penyakit sistemik, riwayat berkemih,
riwayat BAB, riwayat seksual, riwayat trauma, riwayat operasi
• Riwayat sosial : kebersihan alat kelamin (ISK), usia >60 tahun laki2 (BPH)
• Riwayat keluarga : kanker
65. TATALAKSANA
Dorsher dan McIntosh, 2012
Non
Pharmachology
Bladder
Training
intermittent
catheterization
Suprapubic
catheterization
Pharmachology
Anti kolinergik
Kolinergik agonis
α-2 adrenergic agonis
α -1 adrenergic agonis
Bensodiazepins
GABA-B Agonis
Botulinum Toksin
Opioid
Vanilloid
Nerve Growth Factor
Operatif
Neuromodulation
for Neurogenic
Detrussor
Overactivity
Enterocystoplasty
Sphincterotomy
Nitrous Oxide Agonist
Urethral Stents
and Ballon
Dilatation
Sling Procedures
Artificial Urinary
Sphincter
Lifestyle changes
66. Modifikasi lifestyle
• Berhenti merokok
Mengurangi batuk untuk mengurangi pressure pada pelvic floor
• Mengurangi berat badan
Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan pada kandung
kemih, menghambat aliran darah dan mendesak saraf
• Menghindari minuman yang dapat mengiritasi
kandung kemih
Minuman soda, minuman yang mengandung citrus, minuman
berkafein (kopi, teh), alkohol
67. Modifikasi lifestyle
• Konsumsi cukup buah, sayur, dan kandungan serat agar
defekasi lancar dan tidak konstipasi
• Cukup minum air :
Tidak terlalu banyak untuk menghindari frekuensi berkemih
Tidak terlalu sedikit untuk mencegah iritasi kandung kemih
Mengurangi minum pada malam hari untuk menghindari berkemih pada
malam hari
74. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang
sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang
bersifat akut, kronik atau berulang.
HNP adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang
belakang mengalami tekanan di bagian posterior atau lateral sehingga
nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui
anulus fibrosus kedalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan
radiks saraf
75. Etiologi
• Trauma
• Tulang belakang→ jatuh, mengangkat beban berat
dengan posisi yang salah (membungkuk), obesitas
• Tulang leher (Whiplash Injury)→ kecelakaan mobil
• Proses degeneratif (usia)
• Kelainan congenital
76. PATOFISIOLOGI
Bag. Posterior anulus fibrosus discus Ruptur
↓
nucleus pulposus centralisTertekan ke posterior
↓
Menonjol (protrusio)
↓
Keluar dari anulus dan masuk ke kanalis spinalis (prolapsus)
↓
Menjepit akar saraf ipsilaterlal
↓
Nyeri radikuler
78. Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
Central
Posterolateral
Far-laterall
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
Hernia Lumbosacralis
Hernia Servikalis
HerniaThorakalis
79. Gejala Klinis :
Hernia lumbosakralis
Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki (nyeri radikuler)
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
80. Hernia Servicalis
1. Leher :
• Nyeri yang menyebar,sering pada scapula
• sakit kepala tumpul yang menetap, bitemporal ~ migren
• Otot nyeri dan pergerakan terbatas
2. Ekstremitas superior :
•Nyeri
•Paraestesia menyebar pada atas siku, punggung tangan jari bagian tengah yang sering
unilateral
•Lhermitte sign’s : Sensasi listrik yang tiba-tiba pada bawah leher yang diakibatkan oleh
fleksi leher.
•Spurling sign’s : Rasa nyeri pada leher yang diakibatkan kepala didorong kebawah dan
tekukan tersebut kearah sisi yang terkena
81. Hernia thorakalis
• Nyeri radikal.
• Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
• Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
82. Anamnesis
Nyeri mulai dari bokong, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke
tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang
berat.
Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara
dua krista iliaka).
Nyeri Spontan
Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri
bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
83. Pemeriksaan Fisik
• gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi
tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut,
serta kaki yang berjingkat.
• Laseque test
• Braggard dan Siccard test
84. Tes Laseque
Normal : fleksi tungkai
dapat mencapai 70
derajat
Laseque + : bila belum
mencapai 70 derjat sudah
dirasa ada tahanan atau
pasien merasa sakit.
Tes Braggard Tes Siccard
Modifikasi tes laseque
lebih sensiif dengan
ditambah kaki di
dorsofleksikan
Modifikasi tes laseque
lebih sensiif dengan
ditambah ibu jari di
dorsofleksikan
85. Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks
antara L5 – S1 terkena.
Tes lainnya :
• Tes patrick dan contra patrick
• Tes valsalva
• Tes naffziger
87. Penatalaksanaan
Konservatif :
1. Tirah baring
2. Asetaminofen
3. NSAID
4. Relaksan otot
5. Opioid
6. Antidepresan ajuvan dan antikonvulsan
7. Hipnotik sedatif
Non Konservatif
1. latihan (jalan kaki, naik sepeda atau berenang) → dengan stres
minimal
2. Proper body mechanics
88. Operatif
Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
•Defisit neurologik memburuk.
•Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
•Paresis otot tungkai bawah.
1.Laminectomy
2.Discectomy
3.Mikrodiskectomy
92. SINDROM RADIKULAR
Perubahan yang terjadi akibat penekanan atau
iritasi dari radiks medulla spinalis sehingga
dapat muncul nyeri, gangguan sensoris, dan/
atau gangguan motorik dari sesuai dengan
lokasi radiks yang terkena.
94. Gejala sensoris lebih umum ditemui
dibandingkan gejala motorik.
Jenis nyeri yang yang dirasakan dapat
bervariasi mulai dari rasa kebas hingga nyeri
sengatan listrik
Gejala motorik umumnya ditandai dengan
adanya kelemahan dan menurunnya refleks
tendon
Gejala Sindrom Radikular
95. • Pada cervical
Radiks keluar dari bagian atas dari vertebra
dengan nama yang sama
Ex: C7 keluar di bawah corpus vertebrae C6
dan di atas C7 sehingga herniasi pada bagian
ini akan menekan radiks C7
• Pada lumbar
Medulla spinalis berakhir pada L1-L2
Radiks keluar di bawah dari korpus vertebrae
dengan penamaan yang sama
Ex: herniasi pada L5-S1 akan menyebabkan
penekanan pada radiks S1
96. RADIKULOPATI CERVICAL
Klasifikasi
•Akut trauma
baru
•Kronik trauma
lama
•Aktif
reinnervasi saat
ini
Epidemiologi
•Puncaknya pd
usia di awal 50-
an
•>>> C7 (70%)
Penyebab
•Spondilosis
•Cervical disk
disease
•Disk herniation
•Biochemically
induced
radiculopathy
97. SPONDYLOSIS
• Fiksasi abnormal
dari spine
• Umbrella term:
hipertrofi facet
joints, penyempitan
neural foramina,
pembentukan
osteofit
CERVICAL DISK
DISEASE
• Proses: disk
terdegradasi
karena
penggunaan
berulang
kehilangan
integritas dan
menonjol cairan
keluar dari disk
• Penyebab:
vertebral sclerosis,
osteophytes
DISK HERNIATION
• Anatomi diskus
normal
• Disc protrusion
• Disc extrution
• Disc sequestration
BIOCHEMICALLY
INDUCED
• Muncul tanpa
kompresi
• Malfungsi enzim di
nucleus (respon
inflamasi)
• Material inti keluar
dari diskus (respon
inflamasi
autoimun)
98. Radikulopati Cervical
Root Pain (*less
reliable for
localization)
Paresthesias/Numbness
(*more reliable for
localization)
Weakness Reflex loss
C5 Neck, shoulder Lateral arm Shoulder abduction and external
rotation, elbow flexion and forearm
supination
Biceps,
brachioradialis
C6 Neck, shoulder,
lateral arm and
forearm, lateral
hand
Lateral forearm, thumb
and index finger
Shoulder abduction and external
rotation, elbow flexion and forearm
supination and pronation
Biceps,
brachioradialis
C7 Neck, shoulder,
middle finger,
hand
Index and middle
fingers, palm
Elbow and wrist extension, forearm
pronation, wrist flexion
Triceps
C8 Shoulder,
medial forearm,
fourth and fifth
digits
Medial forearm and
hand, fourth and fifth
digits
Finger extension, some wrist
extension, distal finger and thumb
flexion, finger abduction and
adduction
None
T1 Medial arm and
forearm,
axillary chest
wall
Medial forearm; also
sometimes fourth and
fifth digits
Thumb abduction most affected;
finger abduction and adduction
None
C7 paling umum
99. Anamnesis
• Nyeri, kelemahan, kebas/mati rasa, kesemutan. Bisa dirasakan di
leher, menjalar ke tangan
• Riw penyakit sebelumnya, riw trauma, operasi, pengobatan
• Riw keluarga
• Riw social dan kebiasaan
Pemeriksaan Fisis
• Perubahan pada refleks, ROM, motor control, dan postural positioning
• Waiters tip posture: karena avulsi akar C5-C6 atau upper trunk lesion,
lengan yang terkena/sakit tergantung di samping, lengan atas internal
rotasi, siku ekstensi maks, lengan bawah pronasi
• Claw hand: karena avulsi akar C8-T1 atau lesi nervus ulnaris diatas
siku, sendi metacarpal hiperekstensi, sendi interphalangeal fleksi
100. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
MANUAL
•Spurling maneuver:
leher diekstensi --
kepala dirotasi ke sisi
simptomatik -- tekanan
axial pada kepala
mungkin menghasilkan
atau memperburuk
nyeri radicular
ELEKTRODIAGNOSTIK
•Somatosensory evoked
potentials: evaluasi
afferent sensory
pathway
•EMG: nerve conduction
studies (perifer) dan
nerve electrode exam
(bagian motorik
saraf/otot)
RADIOLOGI
•X-ray: jumped facets
C4-C5
•CT/MRI: cervical disk
herniation
•Myelogram: cervical
stenosis