1. PARADIGMA PERILAKU SOSIAL
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Sosiologi Klasik II
Dosen : Kustana, M.Si
Disusun Oleh :
Sri Intan Rejeki 1138030199
Trisna Nurdiaman 1138030215
Valda Valdianti 1138030218
Winda Yuliana 1138030224
Yuli Parlina 1138030230
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
2. MAKALAH
PARADIGMA PERILAKU SOSIAL
A. Pendahuluan
Menurut Ritzer, dalam ilmu pengetahuan sosiologi terdapat tiga
paradigma besar yang menjadi acuan berpikir para sosiolog. Tiga paradigma
tersebut adalah fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Ketiganya saling
bersebrangan dan saling menyerang satu sama lain. Paradigma fakta sosial
memandang bahwa tindakan individu ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai
dan struktur sosial. Sementara, paradigma definisi sosial memandang bahwa suatu
tindakan sosial justru ditentukan oleh kehendak bebas manusia yang berupa
tanggapan kreatif terhadap suatu stimulus dari luar.
Paradigma perilaku sosial muncul sebagai kritik terhadap kedua
paradigma tersebut. Paradigma ini memandang bahwa tindakan suatu individu
dipengaruhi oleh lingkungannya baik sosial maupun non-sosial. B.F. Skinner
sebagai pelopor sosiologi behavior mengkritik bahwa paradima fakta sosial dan
definisi sosial sebagai perspektif bersifat mistik.
Menurutnya kedua paradigma tersebut mengandung persoalan yang
bersifat teka-teki dan tidak dapat diterangkan secara rasional. Hal tersebut dapat
menjauhkan objek studi sosiologi dari sesuatu hal yang bersifat konkrit-relistis,
yaitu perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya. Skinner
juga berusaha menghilangkan konsep “voluntarisme” Parsons, pada paradigma
definisi sosial yang menurutnya mengandung ide kebebasan manusia, man
seakan-akan serba memiliki kebebasan bertindak tanpa kendali.1
Hal tersebut akan sangat menarik untuk dibahas, berdasarkan uraian
tersebut, maka materi yang akan dibahas pada makalah ini adalah paradigma
perilaku sosial.
B. Pembahasan
1
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992, hlm. 65
3. 1. Exemplar
George Caspar Homans lahir di Boston, Massachussets pada 11 Agustus
1910. Homans belajar di sekolah lanjutan swasta di St. Paulus di Concord, New
Hampshire dari tahun 1923-1928, lulus pada bidang Sastra Amerika dan Inggris
pada 1932. Ia Menjadi instruktur di Harvard University tahun 1939-1941 dan
tahun 1953 menjadi professor sosiologi. Homans mengajar di Harvard dari tahun
1939 sampai 1941. Setelah itu ia menjabat sebagai seorang perwira angkatan laut
selama Perang Dunia II selama empat tahun, Kemudian ia kembali ke Harvard
untuk menjadi staf pengajar (1946-1970).
Homans merupakan salah seorang anggota Center for Advanced Studies di
Behavioral Sciences. Selain itu ia juga merupakan presiden dari American
Sociological Association, dan anggota National Academy of Science. Pada tahun
1980 ia pensiun dari posisi pengajar di Harvard University, namun hal tersebut
tidak membuatnya berhenti menulis penjelasan teori-teori sosialnya. Homans
meninggal pada 29 Mei 1989 di Cambridge.
Diantara hasil karyanya yang terkenal adalah buku Human Group (1950),
Dalam bukunya tersebut Homans menujukkan bagaimana tiga kelompok variable
yakni interaksi, perasaan, dan tindakan berhubungan secara timbal-balik dengan
lingkungan sosial dan fisik.
Karya terkenal Homans selanjutnya adalah buku Social Behaviours: its
Elementary From (1961-1974). Dalam buku ini Homans menjelaskan bahwa
“semakin bernilai anggota kelompok dalam kegiatannya, maka semakin tinggi
status seseorang dalam kelompok, semakin besar kekuasaan yang didapatkannya.
Semakin banyak pengaruh sebuah kelompok seseorang, akan semakin besar
pengaruh kekuasaannya.”
Teori Homans yang terkenal ada dua, yang pertama adalah teori
pertukaran sosial (exchange) dan yang kedua adalah teori stratifikasi. Dalam teori
pertukaran sosial, Homans mengambil landasan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip teorinya dari psikologi perilaku (behavioral sociology) dan ilmu ekonomi
dasar. Teori ini menyatakan bahwa manusia senantiasa melakukan pertukaran-
pertukaran sosial dengan sesamanya. Pertukaran sosial tersebut terjadi saat
4. seseorang individu melakukan pengorbanan (cost) terhadap rekan sosialnya baik
berupa uang, tenaga pikiran dan lain sebagainya dimana pengorbanan tersebut
akan dibalas (rewad) dengan penghargaan atau dukungan sosial (social
approval).
Dalam Teori stratifikasi, Homan menyatakan bahwa bentuk perilaku
kelompok kecil sebagai bagian dari sistem sosial yang sifatnya berupa
penghargaan. Imbalan harus sederajat dengan statusnya dalam kelompok, semakin
tinggi status seseorang dalam kelompok, maka semakin besar kekuasaan yang
diperolehnya dalam kelompoknya tersebut.
2. Pokok Pemikiran
Pokok persoalan yang menjadi pusat perhatian paradigma perilaku sosial
adalah antar hubungan antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan
tersebut terbagi menjadi dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non-
sosial. Prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek sosial
adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan
obyek non-sosial. 2
Artinya prinsip-prinsip hubungan antara individu dengan
obyek sosial dan individu dengan obyek non-sosial bersifat sama.
Paradigma ini memusatkan perhatiannya terhadap proses interaksi dengan
menggunakan konseptual yang berbeda dengang paradigma lain. Dalam
paradigma perilaku sosial, individu sebagai aktor sosial kurang memiliki
kebebasan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh B.F. Skinner yang
menyatakan bahwa tindakan manusia tidak selamanya bebas atau self-controled
beings, tetapi ditentukan oleh lingkungan. 3
Tingkah laku manusia bersifat
mekanik dimana tanggapan yang dilakukannya sangat ditentukan oleh rangsangan
atau stimulus yang datang dari faktor lingkungannya.
Hal tersebut tentu saja berbeda jauh dengan konseptual yang digunakan
oleh paradigma yang lainya. Seperti halnya konseptual yang digunakan oleh
2
George Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers, 2014,
hlm. 72
3
A. Ibrahim Indrawijaya, Teori Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Rafika Aditama. 2010,
hlm. 29
5. paradigma definisi sosial diamana aktor adalah dinamis dan mempunyai kekuatan
kreatif dalam proses interaksi. Aktor menginterpretasikan stimulus yang
diteriamanya menurut caranya mendefinisikan stimulus yang yang diterimanya
tersebut.
Begitupun juga terdapat perdaan antara konseptual paradigma perlaku
sosial dengan dengan paradigma definisi sosial. Meskipun keduanya sama-sama
memandang bahwa individu sebagai aktor sosial itu tidak memiliki kebebasan
penuh. Tetapi terdapat perbedaan yang mendasar diantara keduannya. Perbeadaan
tersebut terletak pada sumber pengendalian tingkah laku individunya. Jika
paradigma perilaku sosial lebih mengedepankan faktor lingkungannya, maka
paradigma fakta sosial lebih mengedepankan faktor struktur makroskopik dan
pranata sosial. Paradigma perilaku sosial juga menggeserkan persoalan paradigma
fakta sosial menjadi “sampai seberapa jauh faktor struktur makroskopik dan
pranata sosial tersebut mempengaruhi hubungan antar individu dan kemungkinan
perulangan kembali?”
Pokok persoalan sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku
individu dalam rangka melangsungkan hubungan dengan lingkungannya baik
lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial yang kemudian menghasilkan
perubahan terhadap tingkah laku. Intinya terdapat hubungan fungsional antara
perubahan yang terjadi dilingkungan individu yang bersangkutan dengan tingkah
laku individu tersebut.
3. Teori Paradigma Perilaku Sosial
Menurut paradigma perilaku sosial, data empiris mengenai kenyataan
sosial hanyalah perilaku-perilaku individu yang nyata (overt behavior). 4
Paradigma perilaku sosial menekankan pada pendekatan objektif empiris atas
kenyataan sosial. Dari ketiga paradigma tersebut, paradigma ini lebih dekat
dengan gambaran kenyataan sosial dengan asumsi-asumsi implisit yang mendasari
4
Yesmil Anwar & Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo Persada, 2008, hlm. 79
6. pendekatan konstruksi sosial. 5
Terdapat dua teori yang termasuk ke dalam
paradigma ini, yaitu:
a) Teori Behavioral sosiologi
Behaviral sosiologi merupakan sebuah teori yang berasal dari konsep
psikologi perilaku yang kemudian diterapkan kedalam konsep sosiologi. Teori ini
memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang
terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.6
Akibat-akibat dari
tingkah laku tersebut dijadijadikan sebagai variabel independen.
Teori Behavioral sosiologi berusaha untuk menerangkan hubungan historis
anatara akibat tingkah laku masa lalu yang terjadi dalam lingkungan aktor dengan
tingkah laku aktor yang terjadi sekarang. Artinya, teori tersebut menerangkan
bahwa tingkah laku yang terjadi dimasa sekarang merupakan akibat dari tingkah
laku yang terjadi di masa sebelumnya.
Melalui bukunya Sociology : A Mulitple Paradigm Science, George Ritzer
sendiri mengungkapkan kebingungannya atas proposisi bahwa “dengan
mengetahui apa yang diperoleh dari suatu tingkah laku nyata di masa lalu maka
akan dapat diramalkan apakah seorang aktor akan bertingkah laku yang sama
(mengulanginya) dalam situasi sekarang.
Konsep dasar yang menjadi pemahaman Behavioral sosiologi adalah
“reinfocement” yang dapat diartikan sebagai ganjaran (rewad). Suatu ganjaran
yang membawa pengaruh akan diulang dan begitupun juga sebaliknya, suatu
ganjaran yang tidak membawa pengaruh bagi si aktor tidak akan diulang. Contoh
yang sederhana adalah makanan yang dapat dinyatakan sebagai ganjaran yang
umum dalam masyarakat. Tapi bila seseorang sedang tidak lapar maka makan
tidak akan diulang. Namun bila aktor sosial tersebut sedang lapar, maka makanan
akan menjadi faktor pemaksa untuk melakukan perulangan.
Dalam contoh diatas terdapat kerugian psikologis apabila kita meniadakan
unsur manusia, makanan, seks, air atau udara, karena semuanya akan menjadi
5
Yesmil Anwar & Adang, Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama, 2013, hlm. 73
6
George Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers, 2014,
hlm. 73
7. faktor pemaksa yang potensial. Begitu juga sebaliknya, bila semua faktor telah
dipenuhi maka kebutuhan tersebut tidak akan berguna sebagai faktor pemaksa.
Contoh lainnya adalah sesuatu yang kita pelajari, apabila kita telah belajar
membutuhkan suatu jenis barang, maka barang tersebut akan menjadi pemaksa
bila kita tidak memenuhinya.
b) Teori Pertukaran Sosial (Exchange )
Teori pertukaran sosial yang dibangun oleh Homans diambil dari konsep-
konsep dan prinsip-prinsip psikologi perilaku (behavioral psichology). Selain itu
juga homans mengambil konsep-konsep dasar ilmu ekonomi seperti biaya (cost),
imbalan (rewad) dan keuntungan (profit). Dasar ilmu ekonomi tersebut
menyatakan bahwa manusia terus menerus terlibat antara perilaku-perilaku
alternatif, dengan pilihan yang mencerminkan cost and rewad (atau profit) yang
diharapkan yang berhubungan garis-garis perilaku alternatif itu.7
Homans mempunyai tujuan agar gambaran mengenai perilaku manusia
dalam pertukaran ekonomi di pasar diperluas, sehingga juga mencakup pertukaran
sosial. Tindakan sosial dilihat dari equivalen dengan tindakan ekonomis dimana
satu tindakan tersebut bersifat rasional dan memeperhitungkan untung rugi.
Kemudian aktor juga mempertimbangkan keuntungan yang lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkannya dalam melakukan interkasi sosial.
Teori Pertukaran sosial menyatakan bahwa semakin tinggi ganjaran
(rewad) yang diperoleh maka makin besar kemungkinan tingkah laku akan
diulang. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi biaya (cost) atau ancaman
hukuman (punishment) yang akan diperoleh, maka makin kecil kemungkinan
tingkah laku serupa akan diulang. Sealin itu juga terdapat hubungan berantai
antara berbagai stimulus dan perantara berbagai tanggapan.
Secara umum keseluruhan teori pertukaran sosial (exchange) dapat dapat
digambarkan melalui lima proposisi George Homan,8
yaitu:
7
Doyle Paul Johnson. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Terjemahan Robert M.Z Lawang,
Jakarta: Gramedia Pustaka, 1990, hlm. 65
8
George Ritzer, op.cit, hlm. 79
8. Jika tingkah laku atau kejadian sudah lewat dalam konteks stimulus dan
situasi tertentu memperoleh ganjaran, maka besar kemungkinan tingkah laku
atau kejadian yang mempunyai hubungan stimulus dan situasi yang sama akan
terjadi atau dilakukan. Proposisi ini menyangkut hubungan antara apa yang
terjadi di waktu silam dengan yang terjadi di waktu sekarang.
Menyangkut frekuensi ganjaran yang diterima atas tanggapan atau tingkah
laku tertentu dan kemungkinan terjadi peristiwa yang sama pada waktu
sekarang. Makin sering dalam peristiwa tertentu tingkahlaku seseorang
memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, maka makin sering
pula orang tersebut mengulang tingkah lakunya. Hal tersebut juga berlaku
terhadap tingkah laku yang tidak melibatkan orang lain.
Memberikan nilai atau arti kepada tingkah laku yang diarahkan oleh orang lain
terhadap aktor. Makin bernilai bagi seseorang sesuatu tingkah laku orang lain
yang ditujukan kepadanya, maka makin besar kemungkinan perulangan
tingkahlaku tersebut dilakukan. Dalam proposisi inilah Homan meletakan
tekanan dari exchange teorinya. Pertukaran kembali tersebut berlaku kepada
kedua belah pihak. Exchange tidak akan terjadi apabila nilai sesuatu yang
dpertukarkan itu sama. Karena exchange hanya akan terjadi bila cost yang
diberikan akan menghasilkan benefit yang lebih besar. Exchange tersebut
terjadi pada konteks yang berbeda di antara kedua belah pihak, sehingga
kedua belah pihak merasa sama-sama mendapat untung. Dan keuntungan
tersebut sebenarnya mengandung un sur psikologis.
Makin sering seseorang menerima ganjaran atas tindakannnya, maka makin
berkurang nilai dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya.9
Semakin seseorang merasa rugi dalam hungannya dengan orang lain, maka
makin besar kemungkinan orang tersebut mengembangkan emosi. Proposisi
ini berhubungan dengan konsep keadilan relatif (relative justice) dalam proses
tukar-menukar.
9
Proposisi tersebut berasal dari hukum Gosen dalam ilmu ekonomi
9. Suatu contoh sederhana dalam teori pertukaran sosial adalah persahabatan.
Dalam sebuah jalinan persahabatan diperlukan sebuah pengorbanan (cost) baik
berupa materil, maupun immateril. Namun dibalik semua itu harus ada
penghargaan (rewad) yang diperoleh dari persahabatan tersebut. Rewad tersebut
terwujud dalam bentuk dukungan sosial (social approval) atau ungkapan perasaan
positif.
4. Metodologi
Metode yang dipergunakan oleh paradigma perilau sosial pada umumnya
adalah eksperimen, kuesioner, interview dan observasi. Namun, yang paling
banyak digunakan oleh oleh para peneliti paradigma tersebut adalah eksperimen.
Keutamaan dari metode eksperimen dari metode ini adalah memberikan
kemungkinan terhadap peneliti untuk mengontrol dengan ketat objek dan kondisi
disekitarnya. Metode ini memungkinkan pula untuk membuat penilaian dan
pengukuran ketepatan yang tinggi terhadap efek dari perubahan-perubahan
tingkahlaku aktor yang ditimbulkan dengan sengaja dalam eksperimen itu.10
C. Penutup
1. Analisis
Apabila dilihat dari sudut pandang keterkaitannya dengan psikologi,
paradigma perilaku sosial merupakan kebalikan dari paradigma fakta sosial yang
mencoba memisahkan kajian sosiologi dari psikologi. Para tokoh paradigma
perilaku sosial justru mengadopsi konsep behavioral psikologi ke dalam kajian
sosiologi. Selain itu paradigma perilaku sosial tak lebih hanya sekedar paradigma
hasil rasikan dari sekumpulan konsep-konsep jiplakan dari disiplin ilmu lain.
Seperti halnya teori pertukaran sosial yang sebenarnya itu merupakan teori
ekonomi klasik yaitu teori pertukaran pasar yang kemudian dibumbui aroma
psikologi dan dikait-kaitkan dengan sosiologi. Hal tersebut cenderung mereduksi
10
Ibid, hlm 80
10. status sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang independen, khususnya dari
pengaruh psikologi.
Menurut kami bahwa apa yang dikatakan oleh B.F Skinner yang
menyatakan bahwa objek studi sosiologi yang harus konkret-realistis itu juga
kurang tepat. Karena dalam masyarakat sendiri terdapat kebudayaan yang
terwujud dalam tiga bentuk, yaitu: ide, tradisi dan artefak. Memang tradisi dan
artefak berwujud konkret, tapi untuk ide sendiri bersifat abstrak. Dan sesuatu yang
abstrak bukan berarti itu tidak realistis. Bahkan sosiologi sendiri merupakan ilmu
pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret.
2. Kesimpulan
Paradigma perilaku sosial adalah paradigma sosiologi yang memusatkan
kajiannya pada proses interaksi individu dengan lingkungannya baik sosial
maupun non-sosial dengan menggunakan konseptual bahwa individu sebagai
aktor sosial tidak sepenuhnya memiliki kebebasan.
Pokok persoalan dari paradigma perilaku sosial adalah antar hubungan antara
individu dengan lingkungannya.
Teori yang termasuk kedalam paradigma perilaku sosial adalah teori
behavioral sosiologi dan teori pertukaran sosial (exchange)
Metode yang digunakan paradigma perilaku sosial adalah eksperimen,
kuesioner, interview dan observasi
11. Daftar Pustaka
Anwar, Yesmil & Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo Persada,
2008
Anwar, Yesmil & Adang, Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama,
2013
Indrawijaya, A. Ibrahim. Teori Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung:
Rafika Aditama. 2010
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Terjemahan Robert
M.Z Lawang, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1990
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan
Alimandan. Jakarta: Rajawali Pers, 2014
Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1992