2. SOCIAL SCIENCE (Ilmu sosial), SOCIAL SCIENCES (ilmu-ilmu sosial) Dan SOCIAL STUDIES
(Pendidikan Ilmu Sosial/Studi Sosial)
Ilmu sosial : Merupakan sumber dan materi Pendidikan Ilmu Sosial,
memberi kontribusi berupa fakta, konsep, generalisasi ( dan teori ) untuk
dipilih , diramu dan dipadu sebagai bahan pembelajaran.
Ilmu – ilmu social, adalah kumpulan berbagai disiplin ilmu yang dimasukan
dalam rumpun ilmu social sebagai sumber dan materi Pendidikan Ilmu
Sosial
Social Studies (Studi sosial), Kajian/penelitian tentang interkasi manusia
dalam siistem sosial, nilai dan norma yang mengkonstruksi interaksi sosial
dan kajian tentang budaya (karya yang dihasilkan interaksi sosial).
3. Fakta, Konsep Dan Generalisasi Dalam Teori
Sosial
• FAKTA:
Adalah segala sesuatu baik dalam bentuk informasi atau
data yang ada/terjadi dalam kehidupan yang dapat
dipahami/dihayati dan dikumpulkan dimana
kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Fakta
penting dalam stuktur ilmu pengetahuan (teori) karena
fakta sebagai dasar pembentukan konsep dan
generalisasi, (Savage dan Armstrong, 1996:24).
• KONSEP:
Suatu penamaan (pemberian label) untuk sesuatu yang
membantu seseorang mengenal, mengerti, dan memahami
sesuatu obyek (realitas sosial). Konsep adalah kumpulan
beberapa fakta-fakta yang tersusun secara sistematik sesuai
literatur yang berlaku.
Sesuatu yang tersimpan dalam pikiran suatu pemikiran, suatu
idea tau suatu gagasan (Moore Skeel,1995:30).
Konsep dapat membantu mengorganisasikan informasi atau
data yang dihadapi yang ditempatkan dalam kategori-kategori
atau kelompok-kelompok dan mempertimbangkan hubungan
antar datanya.
• GENERALISASI:
Adalah gabungan sejumlah konsep yang memiliki suatu
keterkaitan makna dari sejumlah besar informasi/fakta
yang kebenarannya diperlukan pembuktian dan tanggung
jawab.
4. Paradigma adalah cara pandang atau cara melihat dari sudut pandang tertentu terhadap suatu masalah.
Dalam ilmu sosial,sudut pandang atau cara pandang tertentu itu adalah teori.
Dalam sosiologi ada tiga paradigm utama (Goerge Ritzer), yaitu, paradima fakta social, paradigm definisi sosial, dan
paradigma perilaku social.
1.Paradigma fakta sosial.
Pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhati an dari penye lidikan sosiologi adalah faktasosial. Yaitu sesuatu
(things) yang berada diluar individu tetapi bisa mempengaruhi individu di dalam bertingkahlaku.
Misalnya: hukum, adat, kebiasaan, organisasi, hirarki kekuasaan, system peradilan, nilai-nilai,
dan institusi sosial lainnya.
Secara garis besar fakta sosial terdiri dua tipe, yaitu struktur sosial dan pranata sosial.
Ada dua teori besar yang bernaung di bawah paradigma fakta sosial, yaitu teori fungsionalisme struktural dan
teori konflik.
PARADIGMA DALAM ILMU
SOSIAL
6. A.Teori Fungsionalisme Struktural
Robert Merton (1968)
Teori ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang teratur yang terdiri dari bagian-
bagian yang saling berhubungan satu sama lain, dimana bagian yang satu tidak bisa berfungsi tanpa ada
hubungan dengan bagian yang lain.
Bila terjadi perubahan pada satu bagian akan menyebabkan ketidak seimbangan dan dapat
menyebabkan perubahan pada bagian lainnnya.
Talcott Parsons
Terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan dalam perubahan sosial menuju keseimbangan,
yakni (AGIL)
1. Adaptation,
2. Goal Atainment, dan
3. Integration,
4. Latency.
7. B.Teori Konflik
Teori konflik melihat elemen-elemen dan komponen-komponen dalam masyarakat merupakan suatu persaingan dengan
kepentingan yang berbeda sehingga pihak yang satu selalu berusaha menguasai pihak yang lain. Pihak yang kuat
berusaha menguasai pihak yang lemah. Dengan demikian konflik menjadi tak terhindarkan.
Ada 4 (empat) fungsi konflik.
Sebagai alat untuk memelihara solidaritas
Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain
Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi
Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang pro dan kontra.
Menurut Lewis A. Coser (1967) konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus para partisipan, dan yang ditujukan pada
obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa
kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
Konflik non-realistis, yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan
untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Misal dendam melalui ilmu gaib seperti teluh, santet
dan lain-lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambing hitaman sebagai pengganti ketidak
mampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
8. 2.Paradigma Difinisi Sosial
Paradigma difinisi sosial (aliran humanistis) melahirkan teori-teori sosiologi mikro. Paradigma ini (Max
Weber, 1958) berpandangan bahwa obyek kajian sosiologi adalah tindakan sosial, yaitu suatu
tindakan yang mempunyai arti bagi individu yang melakukannya dan diarahkan kepada tindakan
orang lain.
Paradigma difinisi sosial dapat dipahami jika tindakan yang dilakukan dalam interaksi sosial seseorang
dengan orang lain, dimana sipelaku mengetahui dan menyadari tunjuan dari tindakan tersebut.
Asumsi dalam paradigma difinisi sosial adalah, bahwa:
Manusia/individu dalam derajad tertentu bebas membentuk dunia kehidupannya. Dimana manusia
dalam hal ini bertindak kreatif dan selalu terkekang oleh masyarakatnya, serta selalu dalam proses
perubahan.
Unit analisis paradigma difinisi sosial menekankan pada:
Manusia sebagai subyek;
Kreatifitas manusia dalam kehidupan sosial, dan
Proses pembentukan masyarakat.
9. TEORI TEORI BERDASARKAN PARADIGMA DIFINISI SOSIAL
A.Teori Aksi (Max Weber)
B.Teori Interaksionnisme Simbolik
C.Teori fenomenologi
D.Etnometodologi
10. Teori Aksi (Max Weber)
Asumsi dasar teori aksi adalah bahwa:
Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sebagai subyek
Sebagai subyek, manusia bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu DENGAN
menggunakan teknik, cara, prosedur, metode serta perangkat yang cocok dan sesuai untuk
mencapai tujuan tersebut.
Kelangsungan tindakan manusia itu hanya dibatasi oleh kondisi yang
tidak bisa diubah oleh diri sendirinya.
Sebuah tindakan individu itu berlangsung terus sampai ada halangan serius yang membuat
individutidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Individu memiliki kemampuan memilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang akan, sedang
dan telah dilakukannya.
Pertimbangan-pertimbangan moral, ekonomi, sosial biasanya muncul pada saat pengambilan
keputusan.
11. Teori Interaksionnisme
Simbolik
Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa individu dalam
berinteraksi tidak cuma memberi reaksi terhadap tingkah laku individu lain, tetapi terlebih
dahulu menafsirkan atau memberi interpretasi sebelum bertindak.
Menurut teori ini reaksi pada diri manusia atau individu itu terja di mela lui tiga tahap, yakni, aksi,
interpretasi dan reaksi.
Ketiga konsep tersebut adalah pikiran manusia (mind), diri (self), dan masyarakat (society). Pikiran
manusia (mind) dan interaksi sosial diri (self) dengan yang lain digunakan untuk menginterpretasikan
dan memediasi masyarakat (society) dimana kita hidup.
Ketiga konsep tersebut memiliki aspek-aspek yang berbeda, namun berasal dari proses umum yang
sama, yang disebut ‘tindakan sosial’ (social act). Tindakan sosial (social act) adalah suatu unit tingkah
laku lengkap yang tidak dapat dianalisis ke dalam subbagian tertentu (Morissan, 2009).
12. Mind (Pikiran):
Pikiran (mind) adalah kemampuan individu untuk menggunkan simbol yang mempunyai makna sosial yang
sama
Bahasa merupakan simbol signifikan (significant symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang
sama bagi banyak orang
Jadi, bahasa dapat digunakan menggambarkan pikiran individu untuk menginter nalisasi (memahami)
masyarakat.
Diri (Self):
Diri (self) adalah:
Kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain.
Cermin diri (looking-glass self), yaitu kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari
pandangan orang lain.
Tiga prinsip cermin diri, yaitu :
1. Kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain
2. Kita membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita
3. Kita merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini.
13. Masyarakat (society)
Mead mendefenisikan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia.
Individu-individu terlibat di dalam masyarakat melalui perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela.
Jadi, masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh
individu-individu.
Masyarakat ada sebelum individu tetapi juga tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan
melakukan tindakan sejalan dengan orang lain.
Pemikiran Blumer memiliki pengaruh cukup luas dalam berbagai riset sosiologi. Blumer berhasil
mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tingkat metode yang cukup rinci. Teori interaksionisme
simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga premis utama, yaitu :
Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.
Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
14. Teori fenomenologi
Teori ini berpendapat bahwa manusia atau individu bisa menciptakan
dunia sosialnya sendiri dengan memberikan arti kepada perbuatan-perbuatannya itu
sendiri
Teori ini muncul sebagai reaksi atas anggapan yang
memandang bahwa manusia atau individu dibentuk oleh kekuatan-kekuatan sosial
yang mengitarinya.
Untuk melakukan studi fenomenologi sorang harus tinggal dalam masyarakat yang
bersangkutan agar ia bisa menangkap arti fenomena sosial yang ada dalam
masyarakat itu. Tokoh terkemuka teori ini adalah Alfred Schultz.
15. Etnometodologi
Entometodologi adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha
menangkap arti dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan
ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan
secara eksplisit maupun implisit.
Menurut teoriini seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti/makna kepada apa
yang dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog adalah
menemukan bagimana orang-orang atau anggotaa masyarakat memba
ngun dunia sosialnya sendiri dan mencoba menemukan bagaima
na mereka memberi arti atau makna kepada dunia sosialnya sendiri.
16. 3.Paradigma perilaku sosial
Paradigma ini menyatakan bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan
realistis ialah perilaku manusia atau in dividu yang tampak dan kemung
kinan perulangan nya.
Paradigm ini memusatkan perhatiannya pada hubung an antara priba
di dan hubungan pribadi dengan lingkungannya.
Menurut teori ini tingkah laku manusia atau individu lebih ditentukan oleh sesuatu
diluar dirinya seperti norma-norma, nilai-nilai atau struk tur sosialnya.
Pokok persoalan yang menjadi pusat perhatian paradigma perilaku sosial adalah antar-
hubungan antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut terbagi menjadi
dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial.
17. A.Teori pertukaran nilai
Asumsi dasar: Semua kontak di antara manusia ber tolak dari skema memberi dan
memdapatkan kembali dalam jumlah yang sama.
Terdapat lima proposisi yang saling berhubungan satu sama lain
Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu
memperoleh ganjaran atau upah atau manfaat, maka semakin sering orang tersebut akan melakukan
tindakan yang sama.
Jika dimasalalu ada stimulus yang khusus atau satu perangkat
stimulus yang merupakan peristiwa di mana tindakan seseorang mempeoleh ganjaran, maka semakin
stimuli itu mirip dengan stimuli masalalu, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan
serupa.
Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang
melakukan tindakan itu. Sebaliknya jika nilai tindakanya rendah maka orang tidak mau mengulanginya
TEORI-TEORI DALAM PARADIGMA PRILAKU SOSIAL