SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
PENDIDIKAN SEBAGAI BARANG PUBLIK
Yefta Nowo Christiono
Program Diploma IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
email: yefta7@gmail.com
Abstract
Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945
yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pada saat ini pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi
setiap warga negara. Isu yang juga menjadi bahan pembicaraan saat ini adalah mengenai pembiayaan
pendidikan yang kemudian memunculkan perdebatan apakah pendidikan ini termasuk kedalam kelompok
barang pulik (public goods) atau kelompok barang privat (private goods)
Tulisan ini membahas mengenai isu-isu yang ada dan berkembang perihal penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia, juga mengenai karakteristik pendidikan di Indonesia sebagai barang publik yang diselenggarakan
oleh pemerintah, dan menjadi bahan pertimbangan untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan
di Indonesia, untuk kemudian mengambil kesimpulan bagaimana seharusnya kita menempatkan pendidikan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kata kunci: pendidikan, barang publik
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi dan kompetisi saat ini,
pendidikan menjadi senjata sekaligus
kebutuhan manusia untuk bertahan hidup
karena hampir setiap pekerjaan mengharuskan
pendidikan sebagai syarat utama untuk bisa
bertahan hidup, bekerja dan mendapat
penghidupan yang layak. Sehingga masyarakat
mau tidak mau harus mendapatkan pendidikan
yang kemudian bisa digunakan untuk
mendapat penghidupan yang layak dan
menaikkan derajat hidup mereka, karena
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin tinggi pula kesempatannya untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Pendidikan menghasilkan individu yang
mandiri, terampil dan mampu berperan sosial.
Pendidikan di Indonesia diselenggarakan oleh
pemerintah sebagaimana amanat yang telah
tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945
(amandemen) pasal 31 ayat (1) “Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan” dan pada
pasal 31 ayat (2) “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Amanat ini menjadikan
karakteristik pendidikan sebagai barang publik
yang bisa diperoleh oleh setiap warga negara
karena tertulis bahwa pendidikan adalah hak
dan sekaligus kewajiban setiap warga negara.
Yang menjadi bahasan selanjutnya adalah
bagaimana pemerintah menyelenggarakan
pendidikan sebagai barang publik yang dapat
diterima secara merata untuk semua warga
negara tanpa terkecuali untuk memenuhi amanat
yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar,
kebijakan-kebijakan apa yang diambil
pemerintah mengingat pentingnya pendidikan ini
bagi perkembangan bangsa Indonesia, dan
bagaimana pemerintah menetapkan pendidikan
ini sebagai prioritas dalam pembangunan.
LANDASAN TEORI
1. Pemahaman Terhadap Barang Publik dan
Barang Privat
Secara umum barang publik bisa dipahami
sebagai sesuatu yang dibutuhkan atau dapat
dinikmati oleh semua orang. Secara teori
Barang publik (public goods) adalah barang
yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu
tidak akan mengurangi konsumsi orang lain
akan barang tersebut. Suatu barang publik
merupakan barang-barang yang tidak dapat
dibatasi siapa penggunanya dan sebisa
mungkin bahkan seseorang tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya.
Barang publik memiliki dua sifat atau
karakteristik, yaitu non rivalry dan non
excludability. Non rivalry berarti bahwa barang
tersebut akan dapat dikonsumsi oleh sejumlah
orang secara bersama-sama, tanpa mengurangi
jumlah yang dapat dikonsumsi oleh konsumen
yang lainnya. Contoh barang publik dengan
sifat ini adalah jalan raya dan pertahanan
nasional dimana konsumsi terhadap barang
tersebut oleh seseorang tidak mengurangi
kesempatan bagi orang lain untuk ikut
mengkonsumsinya. Sedangkan sifat non
excludability berarti tidak ada yang dapat
menghalangi siapapun untuk memperoleh
manfaat dari barang tersebut. Barang publik
sempurna atau pure public goods adalah
barang yang harus disediakan dalam jumlah
dan kualitas yang sama terhadap seluruh
anggota masyarakat. Sedangkan barang
privat mempunyai sifat yang berkebalikan
dengan barang publik. Sifat- sifat tersebut
adalah rivalrous consumption, artinya
konsumsi oleh satu konsumen akan
mengurangi atau menghilangkan kesempatan
pihak lain untuk melakukan hal yang serupa.
Rivalitas antar calon konsumen dalam
mengkonsumsi barang ini sering terjadi. Sifat
lainnya adalah excludable consumption,
artinya konsumsi suatu barang dapat diatasi
hanya pada mereka yang memenuhi
persyaratan tertentu (contohnya harga), dan
mereka yang tidak membayar atau tidak
memenuhi syarat dapat dikecualikan dari
akses untuk mendapatkan barang tersebut.
Misalnya, pakaian yang dijual di toko hanya
bisa dinikmati oleh mereka yang membayar
atau membeli, dan mereka yang tidak
membayar tidak dapat menikmati pakaian
tersebut. Scarcity, adalah kelangkaan atau
keterbatasan dalam jumlah. Sifat langka ini
yang kemudian menimbulkan kedua sifat
sebelumnya.
Barang privat pada umumnya memang
sengaja diadakan untuk mencari laba atau
profit, karena sifat-sifat seperti yang
disebutkan sebelumnya, barang privat ini
dapat menjaga efisiensi pasar dalam
pengadaannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya mengenai definisi umum barang
publik yaitu suatu jenis barang yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi tidak ada
seorangpun yang bersedia menghasilkannya,
dan juga mengenai sifat pokok barang publik
yaitu non-rivalrous consumption dan non-
excludable consumption. Dari penjelasan
tersebut dapat diambil suatu pemahaman
bahwa pendidikan harus dapat memenuhi
syarat untuk digolongkan sebagai barang
publik. Syarat-syarat tersebut antara lain harus
merupakan barang atau jasa konsumsi,
dibutuhkan oleh semua orang, dan pihak swasta
tidak bersedia untuk menghasilkannya. Sesuai
dengan persyaratan tersebut, jenis pendidikan
yang memenuhi syarat untuk digolongkan
sebagai barang publik adalah pendidikan wajib
belajar yang terdiri dari SD dan SLTP. Karena
pada tingkat ini pengadaan pendidikan hampir
secara menyeluruh di Indonesia disediakan oleh
pemerintah dengan didorong oleh amanat dalam
UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan”. Arti
dari ayat ini adalah setiap warga negara
memiliki kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pendidikan. Juga bisa disimpulkan
bahwa pendidikan disini bersifat non-excludable
consumption. Berikutnya pada pasal 31 ayat (2)
UUD 1945 “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Dari bunyi pasal tersebut
sudah jelas tertulis, dan dapat ditarik pengertian
tentang bagaimana upaya pemerintah
mewajibkan pendidikan dasar bagi setiap warga
negaranya termasuk juga kewajiban pemerintah
untuk membiayainya. Pengertian ini
menunjukkan bahwa pendidikan dasar bersifat
non-excludable consumption. Di Indonesia
sendiri sudah dilakukan penyelenggaraan
pendidikan dasar oleh pemerintah ini antara lain
melalui program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dan penggratisan biaya di SD dan SMP
negeri.
Masalah yang banyak terjadi dalam
penyelenggaraan pendidikan wajib belajar ini
antara lain adalah tidak mampunya pemerintah
dalam menjamin kualitas yang sama dalam
penyelenggaraan pendidikan, selain karena
tenaga kerja yang kurang dalam hal kualitas
maupun kuantitas, juga karena karakter
geografis Indonesia yang begitu luas sehingga
banyak daerah yang belum terjangkau oleh
sistem pendidikan yang memadai. Solusi yang
diambil pemerintah pun tidak banyak menjawab
tantangan yang ada, sejauh ini mungkin yang
bisa dilakukan oleh pemerintah pusat hanyalah
menyeragamkan kurikulum yang ada sehingga
tercipta standar pendidikan secara merata.
Selanjutnya untuk pendidikan tingkat
lanjut yang dimulai dari tingkat SMA sampai
dengan perguruan tinggi, apakah pendidikan
tinggi ini dapat digolongkan sebagai barang
publik?
Pada penyelenggaraan pendidikan tinggi
terdapat beberapa faktor yang membedakan
dengan pendidikan wajib belajar. Satu hal yang
menjadi faktor utama adalah jauh lebih
tingginya biaya untuk penyelenggaraan
pendidikan tinggi dibanding pendidikan dasar
dan menengah, hal ini mungkin terjadi karena
adanya penggunaan fungsi teknologi yang
berbeda dan juga tuntutan akan kualitas hasil
yang lebih baik dalam pendidikan tinggi.
Masyarakat memiliki banyak motivasi untuk
mendapatkan pendidikan tinggi, ada yang
menggunakannya untuk mendapatkan posisi
dan status sosial yang cukup terhormat dalam
tatanan sosial, ada pula yang mendapatkan
pendidikan tinggi karena memang merasa
dirinya memang membutuhkan itu, dan
berbagai motif lainnya. Hal ini kemudian
memunculkan kompetisi yang harus dilakukan
karena daya tampung perguruan tinggi yang
terbatas dan tidak mungkin sebuah negara
dapat membangun banyak perguruan tinggi
karena akan membutuhkan biaya yang sangat
besar, sehingga perguruan tinggi ini
mempunyai sifat yang eksklusif. Tapi
meskipun bersifat rivalry, pendidikan tinggi
ini masih memiliki peran atau bagian dari
proses pendidikan secara utuh yang
merupakan public good. Artinya sifat dan nilai
yang ada dalam pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah inipun tidak
dapat dilepaskan dari perguruan tinggi. Dalam
kerangka inilah kemudian penyelenggaran
pendidikan tinggi tidak boleh mengecualikan
siapapun dalam hal akses atau kesempatan
untuk memperolehnya (non-excludable).
Apabila dihubungkan dengan sifat rivalry
seperti yang telah tersebut sebelumnya, maka
kompetisi yang terjadi seharusnya tidak boleh
menjadi faktor penghambat kesempatan
seseorang dalam memperoleh pendidikan
tinggi, setiap orang dari semua lapisan
masyarakat harus mampu memiliki
kesempatan terhadap pendidikan tinggi dan
faktor yang membuat mereka harus
berkompetisi dengan orang lain dengan orang
lain untuk memperoleh tempat di suatu
perguruan tinggi adalah kemampuan
intelektual dan atau potensi dirinya.
Masalah selanjutnya adalah tingginya
biaya pada pendidikan tinggi yang kemudian
meminta kontribusi lebih besar pada
masyarakat, misalnya dalam bentuk uang
pendaftaran atau SPP yang mahal. Peran
pemerintah disini adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan agar setiap lapisan masyarakat
dapat memperoleh akses pendidikan tinggi,
bekerja sama dengan pihak swasta, dan
berdirilah perguruan-perguruan tinggi swasta.
Perguruan tinggi swasta akan meng-exclude
mereka yang secara ekonomi tidak mampu
membayar jasa mereka karena mereka berhak
untuk menentukan harga atas jasa yang mereka
berikan. Ini yang menjadi sebab mengapa SPP
yang ditarik dari masyarakat dalam sebuah
perguruan tinggi swasta relatif lebih mahal
dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri.
Akan tetapi, hal ini semestinya tidak berlaku
bagi PTN atau perguruan-perguruan tinggi yang
pada awalnya diselenggarakan oleh negara.
Perguruan-perguruan tinggi semacam ini justru
harus menjadi penyeimbang bagi PTS-PTS guna
tetap menegakkan perlakuan terhadap
pendidikan tinggi sebagai barang publik. PTN
harus menjadi institusi yang menegakkan prinsip
non-excludable tadi (menjamin akses bagi
seluruh lapisan masyarakat) dan
menyelenggarakan kompetisi yang benar-benar
sehat hanya dalam hal akademis dan kapasitas
pribadi untuk “menyaring” mereka yang ingin
menikmati jasanya. Hal inilah yang kemudian
menjadikan citra PTN di negara manapun
sebagai institusi yang harus secara ekonomis
mampu terjangkau oleh seluruh masyarakat
sekaligus memiliki iklim kompetisi akademik
yang sehat.
KESIMPULAN
Dengan melihat sifat-sifat dan nilai-nilai
yang dimiliki oleh pendidikan wajib belajar
yaitu non-rivalry dan non-excludability, maka
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
karakteristik tersebut memenuhi syarat sebagai
barang publik. Pemerintah pun masih
dihadapkan dengan berbagai tantangan yang ada
dan terus menunggu solusi dan terobosan agar
tercipta penyelenggaraan pendidikan yang bisa
bersaing dengan dunia internasional. Persiapan
tenaga pengajar yang bisa disebar ke seluruh
penjuru negeri dengan kualitas yang sama dan
dengan 'imbalan' yang sesuai dengan
pengorbanan mereka, dapat menjadi salah satu
solusi untuk kualitas generasi masa depan
Indonesia yang lebih baik.
Berbeda dengan pendidikan wajib
belajar, pendidikan tinggi mempunyai
karakteristik berbeda karena tingginya teknologi
dan riset yang membutuhkan biaya yang tidak
sedikit menjadikannya tidak terjangkau oleh
sebagian masyarakat karena mereka diberi
kebebasan dalam menarik kontribusi dari
masyarakat. Hal ini menyebabkan pemerintah
harus bekerja sama dengan pihak swasta demi
efisiensi dan memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia akan adanya pendidikan tinggi yang
berkualitas dan tersedia bagi seluruh lapisan
masyarakat. Karakteristik ini menjadikan
pendidikan tinggi sebagai bukan barang publik
tapi lebih cenderung ke barang privat.
Mengingat pentingnya pendidikan
untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang
dan perbaikan distribusi pendapatan, porsi
pengeluaran untuk pendidikan harus
meningkat. Anggaran fungsi pendidikan pada
tahun 2014 sebanyak Rp 371,2 triliun. Alokasi
anggaran ini naik 7,5 persen jika dibandingkan
dengan anggaran pendidikan tahun lalu
sebanyak Rp345,3 triliun. Pemerintah berharap
alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) dapat meningkatkan mutu akses dan
pemerataan pelayanan pendidikan.
DAFTAR REFERENSI
Fuad, Noor,dkk. 2006. Keuangan Publik :
Teori dan Aplikasi. Jakarta: LPKPAP,
BPPK
Anggaran Pendidikan Tahun 2014 Rp 371,2
Triliun
http://dikmen.kemdikbud.go.id/
Barang Publik-
http://id.wikipedia.org/wiki/Barang_publi
k
Teori Barang Publik-
http://bangsakubangsaindonesia.blogspot.
com/2009/12/teori-barang-publik.html
Hidayatullah, Syarif. 2010. Pendidikan = Barang
Publik?
http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/1
6/pendidikanbarang-publik-227723.html
Lorenzen, Michael. Education: Public or Private
Goods?,
http://www.libraryreference.org/publicgoo
ds.html
Private Goods, from “Wikipedia, the free
encyclopedia”, 2004
Public Goods, from “Wikipedia, the free
encyclopedia”, 2004

More Related Content

What's hot

(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATANBakhrul Ulum
 
Keputusan Politik dan Kebijakan Publik
Keputusan Politik dan Kebijakan PublikKeputusan Politik dan Kebijakan Publik
Keputusan Politik dan Kebijakan PublikIWAN SUKMA NURICHT
 
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian IndonesiaKrisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian IndonesiaMohammad Sugiharto
 
pasar uang dan pasar barang
pasar uang dan pasar barangpasar uang dan pasar barang
pasar uang dan pasar barangSukma Kenangan
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikSiti Sahati
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsMuhammad Rafi Kambara
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaEris Hariyanto
 
peran pemerintah dalam penyediaan barang publik
peran pemerintah dalam penyediaan barang publikperan pemerintah dalam penyediaan barang publik
peran pemerintah dalam penyediaan barang publikBadrotuz Zahro
 
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIABakhrul Ulum
 
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasional
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasionalPengaruh pajak terhadap perekonomian nasional
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasionalVeronica Silalahi II
 
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Tri Widodo W. UTOMO
 

What's hot (20)

(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
(6) KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
 
\penerimaan pemerintah 2
\penerimaan pemerintah 2\penerimaan pemerintah 2
\penerimaan pemerintah 2
 
Keputusan Politik dan Kebijakan Publik
Keputusan Politik dan Kebijakan PublikKeputusan Politik dan Kebijakan Publik
Keputusan Politik dan Kebijakan Publik
 
Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneter
 
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian IndonesiaKrisis ekonomi perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi perekonomian Indonesia
 
pasar uang dan pasar barang
pasar uang dan pasar barangpasar uang dan pasar barang
pasar uang dan pasar barang
 
Analisa kurva IS-LM
Analisa kurva IS-LMAnalisa kurva IS-LM
Analisa kurva IS-LM
 
Etika pembangunan
Etika pembangunanEtika pembangunan
Etika pembangunan
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik
 
model model analisis kebijakan publik
model model analisis kebijakan publikmodel model analisis kebijakan publik
model model analisis kebijakan publik
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesia
 
Suku bunga
Suku bungaSuku bunga
Suku bunga
 
peran pemerintah dalam penyediaan barang publik
peran pemerintah dalam penyediaan barang publikperan pemerintah dalam penyediaan barang publik
peran pemerintah dalam penyediaan barang publik
 
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomiPertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
(2) SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
 
Proteksi perdagangan
Proteksi perdaganganProteksi perdagangan
Proteksi perdagangan
 
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasional
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasionalPengaruh pajak terhadap perekonomian nasional
Pengaruh pajak terhadap perekonomian nasional
 
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
 

Similar to PENDIDIKAN SEBAGAI BARANG PUBLIK

LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANharjunode
 
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikanKebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikanIin Widya Lestari
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANISOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANIDadang DjokoKaryanto
 
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan china
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan chinaDemokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan china
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan chinaPia Pi'ul
 
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikanAntho jie
 
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2ciyengaprilorenza
 
Makalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikanMakalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikanmuhammad anshori
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTOREFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTODadang DjokoKaryanto
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikanWarnet Raha
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTOREFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTODadang DjokoKaryanto
 
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidup
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidupPendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidup
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidupAdhi Panjie Gumilang
 

Similar to PENDIDIKAN SEBAGAI BARANG PUBLIK (20)

LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKAN
 
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikanKebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
Kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
 
Keaksaraan sebagai fondasi pendidikan nasional
Keaksaraan sebagai fondasi pendidikan nasional Keaksaraan sebagai fondasi pendidikan nasional
Keaksaraan sebagai fondasi pendidikan nasional
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANISOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
 
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan china
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan chinaDemokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan china
Demokrasi dan pendidikan demokrasi di indonesia, amerika dan china
 
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikan
 
Tugas indo
Tugas indoTugas indo
Tugas indo
 
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
 
Makalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikanMakalah pengantar pendidikan
Makalah pengantar pendidikan
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTOREFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Artikel BARU
Artikel BARUArtikel BARU
Artikel BARU
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTOREFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
 
jajal
jajaljajal
jajal
 
Jurnal afi
Jurnal afiJurnal afi
Jurnal afi
 
Pengantar Pendidikan
Pengantar PendidikanPengantar Pendidikan
Pengantar Pendidikan
 
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidup
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidupPendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidup
Pendidikan ham, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan seumur hidup
 

Recently uploaded

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 

Recently uploaded (20)

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 

PENDIDIKAN SEBAGAI BARANG PUBLIK

  • 1. PENDIDIKAN SEBAGAI BARANG PUBLIK Yefta Nowo Christiono Program Diploma IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan email: yefta7@gmail.com Abstract Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pada saat ini pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi setiap warga negara. Isu yang juga menjadi bahan pembicaraan saat ini adalah mengenai pembiayaan pendidikan yang kemudian memunculkan perdebatan apakah pendidikan ini termasuk kedalam kelompok barang pulik (public goods) atau kelompok barang privat (private goods) Tulisan ini membahas mengenai isu-isu yang ada dan berkembang perihal penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, juga mengenai karakteristik pendidikan di Indonesia sebagai barang publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan menjadi bahan pertimbangan untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di Indonesia, untuk kemudian mengambil kesimpulan bagaimana seharusnya kita menempatkan pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kata kunci: pendidikan, barang publik PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kompetisi saat ini, pendidikan menjadi senjata sekaligus kebutuhan manusia untuk bertahan hidup karena hampir setiap pekerjaan mengharuskan pendidikan sebagai syarat utama untuk bisa bertahan hidup, bekerja dan mendapat penghidupan yang layak. Sehingga masyarakat mau tidak mau harus mendapatkan pendidikan yang kemudian bisa digunakan untuk mendapat penghidupan yang layak dan menaikkan derajat hidup mereka, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kesempatannya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Pendidikan menghasilkan individu yang mandiri, terampil dan mampu berperan sosial. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana amanat yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) pasal 31 ayat (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan pada pasal 31 ayat (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Amanat ini menjadikan karakteristik pendidikan sebagai barang publik yang bisa diperoleh oleh setiap warga negara karena tertulis bahwa pendidikan adalah hak dan sekaligus kewajiban setiap warga negara. Yang menjadi bahasan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah menyelenggarakan pendidikan sebagai barang publik yang dapat diterima secara merata untuk semua warga negara tanpa terkecuali untuk memenuhi amanat yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar, kebijakan-kebijakan apa yang diambil pemerintah mengingat pentingnya pendidikan ini bagi perkembangan bangsa Indonesia, dan bagaimana pemerintah menetapkan pendidikan ini sebagai prioritas dalam pembangunan. LANDASAN TEORI 1. Pemahaman Terhadap Barang Publik dan Barang Privat Secara umum barang publik bisa dipahami sebagai sesuatu yang dibutuhkan atau dapat dinikmati oleh semua orang. Secara teori Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Suatu barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Barang publik memiliki dua sifat atau karakteristik, yaitu non rivalry dan non excludability. Non rivalry berarti bahwa barang tersebut akan dapat dikonsumsi oleh sejumlah orang secara bersama-sama, tanpa mengurangi jumlah yang dapat dikonsumsi oleh konsumen yang lainnya. Contoh barang publik dengan sifat ini adalah jalan raya dan pertahanan
  • 2. nasional dimana konsumsi terhadap barang tersebut oleh seseorang tidak mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk ikut mengkonsumsinya. Sedangkan sifat non excludability berarti tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut. Barang publik sempurna atau pure public goods adalah barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat. Sedangkan barang privat mempunyai sifat yang berkebalikan dengan barang publik. Sifat- sifat tersebut adalah rivalrous consumption, artinya konsumsi oleh satu konsumen akan mengurangi atau menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal yang serupa. Rivalitas antar calon konsumen dalam mengkonsumsi barang ini sering terjadi. Sifat lainnya adalah excludable consumption, artinya konsumsi suatu barang dapat diatasi hanya pada mereka yang memenuhi persyaratan tertentu (contohnya harga), dan mereka yang tidak membayar atau tidak memenuhi syarat dapat dikecualikan dari akses untuk mendapatkan barang tersebut. Misalnya, pakaian yang dijual di toko hanya bisa dinikmati oleh mereka yang membayar atau membeli, dan mereka yang tidak membayar tidak dapat menikmati pakaian tersebut. Scarcity, adalah kelangkaan atau keterbatasan dalam jumlah. Sifat langka ini yang kemudian menimbulkan kedua sifat sebelumnya. Barang privat pada umumnya memang sengaja diadakan untuk mencari laba atau profit, karena sifat-sifat seperti yang disebutkan sebelumnya, barang privat ini dapat menjaga efisiensi pasar dalam pengadaannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai definisi umum barang publik yaitu suatu jenis barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi tidak ada seorangpun yang bersedia menghasilkannya, dan juga mengenai sifat pokok barang publik yaitu non-rivalrous consumption dan non- excludable consumption. Dari penjelasan tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa pendidikan harus dapat memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai barang publik. Syarat-syarat tersebut antara lain harus merupakan barang atau jasa konsumsi, dibutuhkan oleh semua orang, dan pihak swasta tidak bersedia untuk menghasilkannya. Sesuai dengan persyaratan tersebut, jenis pendidikan yang memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai barang publik adalah pendidikan wajib belajar yang terdiri dari SD dan SLTP. Karena pada tingkat ini pengadaan pendidikan hampir secara menyeluruh di Indonesia disediakan oleh pemerintah dengan didorong oleh amanat dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Arti dari ayat ini adalah setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Juga bisa disimpulkan bahwa pendidikan disini bersifat non-excludable consumption. Berikutnya pada pasal 31 ayat (2) UUD 1945 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Dari bunyi pasal tersebut sudah jelas tertulis, dan dapat ditarik pengertian tentang bagaimana upaya pemerintah mewajibkan pendidikan dasar bagi setiap warga negaranya termasuk juga kewajiban pemerintah untuk membiayainya. Pengertian ini menunjukkan bahwa pendidikan dasar bersifat non-excludable consumption. Di Indonesia sendiri sudah dilakukan penyelenggaraan pendidikan dasar oleh pemerintah ini antara lain melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan penggratisan biaya di SD dan SMP negeri. Masalah yang banyak terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan wajib belajar ini antara lain adalah tidak mampunya pemerintah dalam menjamin kualitas yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan, selain karena tenaga kerja yang kurang dalam hal kualitas maupun kuantitas, juga karena karakter geografis Indonesia yang begitu luas sehingga banyak daerah yang belum terjangkau oleh sistem pendidikan yang memadai. Solusi yang diambil pemerintah pun tidak banyak menjawab tantangan yang ada, sejauh ini mungkin yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat hanyalah menyeragamkan kurikulum yang ada sehingga tercipta standar pendidikan secara merata. Selanjutnya untuk pendidikan tingkat lanjut yang dimulai dari tingkat SMA sampai dengan perguruan tinggi, apakah pendidikan tinggi ini dapat digolongkan sebagai barang publik? Pada penyelenggaraan pendidikan tinggi terdapat beberapa faktor yang membedakan dengan pendidikan wajib belajar. Satu hal yang menjadi faktor utama adalah jauh lebih
  • 3. tingginya biaya untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi dibanding pendidikan dasar dan menengah, hal ini mungkin terjadi karena adanya penggunaan fungsi teknologi yang berbeda dan juga tuntutan akan kualitas hasil yang lebih baik dalam pendidikan tinggi. Masyarakat memiliki banyak motivasi untuk mendapatkan pendidikan tinggi, ada yang menggunakannya untuk mendapatkan posisi dan status sosial yang cukup terhormat dalam tatanan sosial, ada pula yang mendapatkan pendidikan tinggi karena memang merasa dirinya memang membutuhkan itu, dan berbagai motif lainnya. Hal ini kemudian memunculkan kompetisi yang harus dilakukan karena daya tampung perguruan tinggi yang terbatas dan tidak mungkin sebuah negara dapat membangun banyak perguruan tinggi karena akan membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga perguruan tinggi ini mempunyai sifat yang eksklusif. Tapi meskipun bersifat rivalry, pendidikan tinggi ini masih memiliki peran atau bagian dari proses pendidikan secara utuh yang merupakan public good. Artinya sifat dan nilai yang ada dalam pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah inipun tidak dapat dilepaskan dari perguruan tinggi. Dalam kerangka inilah kemudian penyelenggaran pendidikan tinggi tidak boleh mengecualikan siapapun dalam hal akses atau kesempatan untuk memperolehnya (non-excludable). Apabila dihubungkan dengan sifat rivalry seperti yang telah tersebut sebelumnya, maka kompetisi yang terjadi seharusnya tidak boleh menjadi faktor penghambat kesempatan seseorang dalam memperoleh pendidikan tinggi, setiap orang dari semua lapisan masyarakat harus mampu memiliki kesempatan terhadap pendidikan tinggi dan faktor yang membuat mereka harus berkompetisi dengan orang lain dengan orang lain untuk memperoleh tempat di suatu perguruan tinggi adalah kemampuan intelektual dan atau potensi dirinya. Masalah selanjutnya adalah tingginya biaya pada pendidikan tinggi yang kemudian meminta kontribusi lebih besar pada masyarakat, misalnya dalam bentuk uang pendaftaran atau SPP yang mahal. Peran pemerintah disini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan agar setiap lapisan masyarakat dapat memperoleh akses pendidikan tinggi, bekerja sama dengan pihak swasta, dan berdirilah perguruan-perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi swasta akan meng-exclude mereka yang secara ekonomi tidak mampu membayar jasa mereka karena mereka berhak untuk menentukan harga atas jasa yang mereka berikan. Ini yang menjadi sebab mengapa SPP yang ditarik dari masyarakat dalam sebuah perguruan tinggi swasta relatif lebih mahal dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri. Akan tetapi, hal ini semestinya tidak berlaku bagi PTN atau perguruan-perguruan tinggi yang pada awalnya diselenggarakan oleh negara. Perguruan-perguruan tinggi semacam ini justru harus menjadi penyeimbang bagi PTS-PTS guna tetap menegakkan perlakuan terhadap pendidikan tinggi sebagai barang publik. PTN harus menjadi institusi yang menegakkan prinsip non-excludable tadi (menjamin akses bagi seluruh lapisan masyarakat) dan menyelenggarakan kompetisi yang benar-benar sehat hanya dalam hal akademis dan kapasitas pribadi untuk “menyaring” mereka yang ingin menikmati jasanya. Hal inilah yang kemudian menjadikan citra PTN di negara manapun sebagai institusi yang harus secara ekonomis mampu terjangkau oleh seluruh masyarakat sekaligus memiliki iklim kompetisi akademik yang sehat. KESIMPULAN Dengan melihat sifat-sifat dan nilai-nilai yang dimiliki oleh pendidikan wajib belajar yaitu non-rivalry dan non-excludability, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan karakteristik tersebut memenuhi syarat sebagai barang publik. Pemerintah pun masih dihadapkan dengan berbagai tantangan yang ada dan terus menunggu solusi dan terobosan agar tercipta penyelenggaraan pendidikan yang bisa bersaing dengan dunia internasional. Persiapan tenaga pengajar yang bisa disebar ke seluruh penjuru negeri dengan kualitas yang sama dan dengan 'imbalan' yang sesuai dengan pengorbanan mereka, dapat menjadi salah satu solusi untuk kualitas generasi masa depan Indonesia yang lebih baik. Berbeda dengan pendidikan wajib belajar, pendidikan tinggi mempunyai karakteristik berbeda karena tingginya teknologi dan riset yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit menjadikannya tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat karena mereka diberi kebebasan dalam menarik kontribusi dari masyarakat. Hal ini menyebabkan pemerintah harus bekerja sama dengan pihak swasta demi efisiensi dan memenuhi kebutuhan masyarakat
  • 4. Indonesia akan adanya pendidikan tinggi yang berkualitas dan tersedia bagi seluruh lapisan masyarakat. Karakteristik ini menjadikan pendidikan tinggi sebagai bukan barang publik tapi lebih cenderung ke barang privat. Mengingat pentingnya pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan perbaikan distribusi pendapatan, porsi pengeluaran untuk pendidikan harus meningkat. Anggaran fungsi pendidikan pada tahun 2014 sebanyak Rp 371,2 triliun. Alokasi anggaran ini naik 7,5 persen jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan tahun lalu sebanyak Rp345,3 triliun. Pemerintah berharap alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dapat meningkatkan mutu akses dan pemerataan pelayanan pendidikan. DAFTAR REFERENSI Fuad, Noor,dkk. 2006. Keuangan Publik : Teori dan Aplikasi. Jakarta: LPKPAP, BPPK Anggaran Pendidikan Tahun 2014 Rp 371,2 Triliun http://dikmen.kemdikbud.go.id/ Barang Publik- http://id.wikipedia.org/wiki/Barang_publi k Teori Barang Publik- http://bangsakubangsaindonesia.blogspot. com/2009/12/teori-barang-publik.html Hidayatullah, Syarif. 2010. Pendidikan = Barang Publik? http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/1 6/pendidikanbarang-publik-227723.html Lorenzen, Michael. Education: Public or Private Goods?, http://www.libraryreference.org/publicgoo ds.html Private Goods, from “Wikipedia, the free encyclopedia”, 2004 Public Goods, from “Wikipedia, the free encyclopedia”, 2004