Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang dampak globalisasi terhadap pendidikan nasional Indonesia dan rumusan masalah yang diangkat. Globalisasi mempengaruhi dunia pendidikan melalui efisiensi tenaga kerja, pergeseran kurikulum menjadi vocational, dan komodifikasi pendidikan. Dampaknya membutuhkan pendidikan baru untuk memenuhi tuntutan teknologi dan ekonomi serta menimbulkan tantangan bagi masyarakat dan pendidikan Indonesia.
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
GLOBALISASI DAN PENDIDIKAN
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Apa dan bagaimana dampak globalisasi atas pendidikan? Apa yang dapat
dan harus dilakukan oleh dunia pendidikan untuk menghadapi globalisasi tersebut?
Globalisasi juga merambah dan mempengaruhi dunia pendidikan lewat berbagai
bentuk. Pertama, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja senantiasa dikaitkan
dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi pergeseran
kurikulum yang semua bersifat economy-centered vocational training. Ketiga,
pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi.
Akibatnya, peran, kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.
Pergeseran tersebut di atas akan menimbulkan berbagai persoalan yang tidak
diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntunan kebutuhan teknologi dan
pertumbuhan ekonomi, berbagai bentuk baru pendidikan dan pelatihan diperlukan.
Perkembangan ini akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan.
Globalisasi adalah sesuatu keniscayaan, suka atau tidak, bangsa Indonesia
harus mengarunginya. Membabi buta dan membebek pada globalisasi akan
menjadikan bangsa ini jadi pecundang dalam proses globaliasasi. Sama halnya
kalau kita bersikap “nggak mau tahu”, “terhadap globalisasi”, “que sera sera” atas
globalisasi. Atau sikap “emangnya gua pikirin” itu globalisasi. Sikap ini juga akan
menjadikan bangsa Indonesia menjadi pecundang. Sikap dan langkah yang harus
dilakukan agar tidak menjadi pecundang adalah dengan “cerdas” kita arungi
globalisasi.
Sikap cerdas ini antara lain bertumpu dan tumbuh berkembang dari
bagaimana pendidikan nasional, dalam hal ini pendidikan formal dikelola. Mulai
dari filosofi, paradigma dan teori, serta praktik pendidikan formal perlu untuk dikaji
dan ditata ulang. Semua ini tidak lain, agar pendidikan dapat mempersiapkan
lulusan dan kondisi yang tidak silau terhadap globalisasi. Erat kaitan dengan
2. 2
pengelolaan pendidikan ini adalah bagaimana jiwa dan nafas demokrasi dapat
dipadukan dalam tubuh pendidikan.
Bangsa Indonesia memasuki era globaliasi, suatu keadaan dimana interaksi
antar bangsa semakin menunjukkan saling ketergantungan dan terbuka. Keadaan
ini akan menyebabkan pergerakan berbagai sektor kehidupan semakin cepat dan
besar. Globalisasi merupakan konsep yang sudah masuk dalam pikiran sebagaian
besar masyarakat, dan merupakan suatu fenomena yang mengandung suatu
perubahan yang bersifat majemuk dan drastis dalam seluruh aspek kehidupan
masyarakat, khususnya aspek ekonomi, politik, dan kultural. Gibson-Graham
(1996) mendefinisikan globaliasi sebagai:
A set of processes by which the world is rapidly being integrated into one
economic space via increased international trade, the internationalization of a
commodity culture promoted by an increasingly networked global
telecommunications system.
Dari definisi tersebut, globaliasi dapat dikaji berdasarkan aspek-aspek ekonomi,
sosial-politik, dan aspek kultural. Globalisasi akan berdampak luas menyusup
dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut bagi berbagai
masyarakat akan berbeda-beda: menguntungkan dan merugikan, berkah dan
petaka; ada pemenang dan ada pecundang. Pertumbuhan ekonomi sebagai akibat
globalisasi tidak memberikan jaminan untuk dapat mengurangi kemiskinan dan
menumbuhkan perluasan pasar tenaga kerja di negara-negara yang sedang
berkembang.
Globalisasi dari perspektif hegemoni politik tidak dapat dipungkiri
merupakan suatu rekayasa negara-negara maju untuk dapat mendominasi negara-
negara sedang berkembang dalam aspek kultural. Huntington (1996) menguraikan
sebagai berkut:
The west is attempting and will continue to attempt to sustain its preeminent
position and defend its interest by defining those interest as the interest of the
“world community.” That phrase has become the euphemistic collective noun
replacing the “free world” to give global legitimacy to actions reflecting the
interest of the United States and the other Western powers. The West is, for
3. 3
instance attempting to integrate the economies of non-western societies into a
global economic system which it dominates. Through the IMF and other
international economic institutions, the west promotes its economic interest and
imposes on other nations the economic policies it thinks appropriate.
Globalisasi juga merambah dan mempengaruhi dunia pendidikan lewat
berbagai bentuk. Pertama, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja senantiasa
dikaitkan dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi
pergeseran kurikulum yang semula bersifat child centered atau subject centered
bergeser ke arah kurikulum yang bersifat economy-centered vocational training.
Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi.
Akibatnya peran kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.
Dampak globalisasi pada dunia sosial, politik, dan hukum juga
menghasilkan tantangan dan peluang. Tantangan dalam wujud: meluasnya tuntutan
demokratiasasi dan penegakan HAM, dan tekanan global. Peluang muncul dalam
bentuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Globalisasi
bidang kultural menghasilkan tantangan dan peluang. Tantangan muncul dalam
wujud: meluasnya pengaruh asing. Peluang muncul dalam bentuk interaksi dan
komunikasi antar bangsa semakin intens dan bisa membawa kemajuan,
kemakmuran, dak kesejahteraan.
Berbagai tuntutan dari dunia ekonomi, dan dunia sosial, politik, hukum dan
kultural tersebut merupakan tantangan besar bagi masyarakat dan bangsa
Indonesia:
1. Bagaiamana masyarakat dan bangsa mampu menjembatani antara tuntutan
lokal dan tekanan global?
2. Bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan lulusan untuk menghadapi
perubahan-perubahan, tantangan-tantangan dan peluang-peluang masa
depan yang sulit diprediksi?
Dampak globalisasi terhadap pendidikan nasional amat besar, meskipun sulit untuk
dijabarkan dalam fakta dan angka. Dampak yang amat jelas adalah bahwa
4. 4
globalisasi akan mendorong kebijakan yang didasarkan pada finansial kapitalistik
yang pada akhirnya akan menjauhkan pendidikan dari kalangan penduduk yang
secara ekonomis tidak mampu. Oleh karenanya pendidikan nasional perlu kembali
pada jati diri budaya bangsa. Pendidikan Indonesia tidak harus membebek
mengikuti apa yang ada di negara-negara luar, khususnya negara-negara barat,
tanpa mengindahkan budaya bangsa sendiri. Filosofi dan the way of life bangsa,
Pancasila harus dapat dijadikan filosofi pendidikan Indonesia. Budaya dan
pengalaman hidup bangsa harus menjadi darah dan nafas pendidikan Indonesia.
Buku ini merupakan kombinasi antara tulisan lepas dan tulisan yang
memang direncanakan untuk judul ini. Meski banyak pula bahasan yang ditulis
untuk buku ini karena sesuatu hal, seperti kecocokan dan relevan dengan
permintaan penyelenggaraan seminar pernah pula disajikan dalam kegiatan yang
dimaksud. Buku ini dimulai dengan pembahasan sekitar nilai-nilai demokrasi dan
pendidikan berkaitan dengan globalisasi yang dipadu dalam bagian 1 dengan sub
judul Mengembangkan nilai-nilai demokrasi sebagai fondasi pendidikan. Pada
bagian ini pembahasan dimulai dengan membahas apa dan mengapa masyarakat
informasi, suatu bentuk baru masyarakat yang akan melahirkan nilai-nilai, sikap
dan perilaku baru masyarakat. Kemudian diikuti pembahasan masalah kultur yang
diyakini memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat dengan
segala system yang menyertainya. Tetapi benarkah begitu kuat peran kultur dalam
masyarakat? Berikutnya akan dibahas posisi pendidikan dan demokrasi pada masa
kini yang merupakan masa transisi, dari suatu bentuk dan system pemerintahan
otoriter kemudian dengan waktu yang amat pendek menjadi suatu masyarakat
dengan sistem demokrasi liberal. Oleh karena itu keberadaan demokrasi belumlah
utuh dan stabil. Melainkan demokrasi tengah berada pada periode transisi. Apakah
kelak akan menjadi sosok demokrasi yang utuh atau tidak, atau bahkan kembali ke
arah bentuk masyarakat dan sistem pemerintahan yang otoriter? Demikian pula
bagaimana dengan pendidikan yang tidak terlepas dari sistem dan bentuk
pemerintahan yang ada? Dalam kaitan dengan demokrasi maka pemahaman
5. 5
pendidikan pluralitas amat pending. Mengakhiri bagian 1 ini dibahas kaji ulang
pemikiran pendidikan.
Pada bagian II dikaji bagaimana pendidikan demokrasi diharapkan akan
dapat mengantarkan masyarakat menuju masyarakat madani. Pembahasan dalam
bagian II ini dimiliki dengan upaya menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk
mempercepat proses mewujudkan masyarakat madani, masyarakat sipil. Pada
rekayasa proses pendidikan menjadi piranti mempercepat mewujudkan masyarakat
madani terkhusus civic education sangat penting. Secara lebih khusus civic
education perlu dirancang dalam kaitan dengan globalisasi, dan civic education
pada tingkat perguruan tinggi. Kajian terhadap masalah kehidupan yang
multikultural dibahas dalam bagian ini. Termasuk dalam kaitan dengan pendidikan
agama, dimana pendidikan agama yang memiliki fondasi yang mendasar dan
memiliki keterkaitan yang substantif pada kehidupan diri pribadi dan masyarakat
dapat disajikan dalam ruang-ruang kelas tanpa harus meruntuhkan sikap dan
perilaku toleransi? Bagian II ini diakhiri dengan membahas bahwa demokrasi
bukanlah sesuatu yang abstrak dan hanya hidup pada level teori belaka. Demokrasi
adalah teori dan konsep untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera
dan berkeadilan. Untuk itu, demokrtasi perlu diwujudkan dalam aksi.
Bagian III membahas pendidikan dari perspektif manajemen, bagaimana
pendidikan dikelola. Pendidikan merupakan proses pembudayaan, oleh karena itu
pendidikan harus bertumpu dan berpusat pada diri manusia, sebagai makhluk yang
paling sempurna. Proses pendidikan harus senantiasa memanusiakan manusia.
Pendidikan adalah proses kemanusiaan yang tidak dapat memperlakukan manusia
sebagai mesin atau barang. Untuk itu, proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan pendidikan, berkaitan dengan diri manusia harus dilakukan di
tempat yang paling dekat dengan berlangsungnya proses tersebut. Kebijakan
desentralisasi, otonomi daerah, dan otonomi sekolah dalam wujud manajemen
berbasis sekolah merupakan jawaban atas tantangan di atas. Pada aspek
pengelolaan kurikuler, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan
6. 6
jawaban yang pas dan sejalan dengan kebijakan manajemen berbasis sekolah. KBK
memberikan peran dan kesempatan yang amat luas bagi sekolah dan guru untuk
mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal,
baik individu, masyarakat maupun lingkungan, dalam kerangka untuk mewujudkan
standard nasional. Pada KBK inilah pendidikan life skill menempati peran yang
strategis, sebab dengan pendidikan life skill inilah para siswa dipersiapkan dan
diberi kesempatan untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan-tantangan dalam
kehidupannya. Keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah dan
pelaksanaan KBK amat ditentukan oleh bagaimana sekolah dapat mengembangkan
kultur sekolah yang positif untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Pada bagian IV dibahas bagaimana bentuk dan wujud praktik pendidikan
yang manusiawi. Pada bagian ini dimulai dengan konseptualisasi praktik
pendidikan yang manusiawi dengan ciri ruang-ruang kelas sebagai laboratorium
bukan sebagai auditorium. Selain perlunya reorientasi pengajaran ilmu sosial, dan
peningkatan kualitas pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam, masalah kewirausahaan
juga dibahas dalam bagian ini sebagai kebutuhan untuk mempersiapkan generasi
baru bangsa agar mampu mengahadapi tantangan ke depan. Bagian ini diakhiri
dengan pembahasan tentang peran perguruan tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengembangkan nilai-nilai demokrasi sebagai fondasi pendidikan?
2. Bagaimana pendidikan demokrasi menuju masyarakat madani?
3. Bagaimana kebijakan dan manajemen pendidikan menuju pendidikan yang
berkualitas?
4. Bagaimana pendidikan yang manusiawi?
7. 7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengembangkan Nilai-Nilai Demokrasi Sebagai Fondasi Pendidikan
1. Lahirnya Masyarakat Informasi
Kesejahteraan individu, masyarakat dan bangsa semakin lama semakin
tergantung pada penciptaan, penyebaran, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dalam masyarakat informasi ini terdapat kecenderungan
meningkatnya investasi pada teknologi tinggi, riset and development,
pendidikan dan pengetahuan budaya. Pada setiap transisi, khususnya transisi
dari masyarakat industrial ke masyarakat informasi, peranan pendidikan,
khususnya perguruan tinggi menempati posisi yang strategis.
a. Masyarakat Informasi
Meninggalkan abad XX dan memasuki abad XXI perkembangan
masyarakat ditandai dengan munculnya bentuk masyarakat baru, masyarakat
informasi. Karakteristik masyarakt informasi menurut (UNESCO, 1998),
yakni: 1) informasi digunakan sebagai sumber utama ekonomi, 2) terdapat
peningkatan pemanfaatan informasi di kalangan warga masyarakat, 3)
berkembangnya sektor informasi dalam kehidupan ekonomi. Akibat dari itu
semua dalam masyarakat informasi, kompetisi ekonomi yang terbuka dan sehat
menjadi kenyataan. Dalam masyarakat informasi tersebut terdapat suatu
pergeseran kehidupan ekonomi menuju sistem ekonomi yang pengembangan
industri yang bersifat padat informasi. Interaksi masyarakat mengalami
pergeseran dan perubahan. Pada akhirnya akan melahirkan kultur masyarakat
yang baru: terbuka, informal dan akrab.
Peter F. Drucker (1998) menguraikan karakteristik masyarakat
informasi sebagai suatu kondisi masyarakat dimana input pokok dunia ekonomi
adalah knowledge, dengan pasar global dan terjadi perubahan organisasi sosial
ekonomi yang mengarah dunia bisnis yang menyerupai orchestra, serta terjadi
8. 8
perubahan peran pemerintah. Pada masyarakat ini kebutuhan tenaga kerja
terutama akan diambil dari lulusan perguruan tinggi yang: a) memiliki
kreativitas, kemampuan berinovasi, dan memecahkan masalah, b) memiliki
kemampuan berkomunikasi, menulis, dan berbicara secara jelas, kemampuan
berbahasa asing, dan kemampuan beradaptasi dengan berbagai kultur, c)
memiliki kemampuan bekerja dalam tim yang senantiasa bergantian dalam
masyarakat informasi.
Peran penting pengetahuan dalam masyarakat informasi juga
dikemukakan oleh Bank Dunia (1999) dengan menegaskan adanya pergeseran
pada keseimbangan antara knowledge dan sumber alam, yang menuju kearah
pertama, dimana knowledge menjadi sumber paling utama yang menentukan
standar kehidupan. Dikarenakan ilmu pengetahuan pada masyarakat informasi
memiliki peran paling utama dalam kehidupan dan pembangunan, maka tidak
ada cara lain suatu bangsa yang ingin maju harus menjadikan proses
pembelajaran dan penciptaan ilmu pengetahuan sebagai kegiatan utama. Proses
pembelajaran tidak hanya berarti bagaimana mempergunakan teknologi baru
untuk dapat mengakses perkembangan ilmu, tetapi juga berarti melakukan
dialog dan berkomunikasi secara intensif untuk melakukan inovasi. Ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memiliki bebarapa macam.
Pertama, pengetahuan tentang fakta atau know-what yang semakin lama
semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan masyarakat informasi.
Kedua, pengetahuan yang berkaitan dengan mengapa atau perubahan yang
sering disebut know-why yakni pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan
alam, individu, dan masyarakat. Ketiga, pengetahuan yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat yang menunjukkan siapa mengetahui apa dan dapat
melakukan apa. Keempat, pengetahuan yang berkaitan dengan tempat atau
waktu, atau know-where and when. Terakhir pengetahuan yang berkaitan
dengan bagaimana atau know-how, yakni skills, kemampuan melakukan
sesuatu.
9. 9
Dalam masyarakat informasi, informasi teknologi akan menjadi sumber
belajar baru. Siapa yang memiliki kesempatan memanfaatkan informasi dan
teknologi akan dapat meningkatkan kemampuannya. Akhirnya perlu dicatat
bahwa dalam masyarakat informasi lapangan pekerjaan akan didominasi oleh
knowledge worker yakni mereka yang bekerja sebagai symbolic analysists
mencakup arsiteks, banker, designer, artist, peneliti, guru, dan sebagainya.
b. Produksi Pengetahuan
Joseph Schumpeter dan Robert Solow, Romer (1990) mengembangkan
teori pertumbuhan baru yang menjelaskan bahwa perubahan teknologi adalah
dari dalam, sebagai jawaban atas berbagai kebijakan dan organisasi yang
mendorong inovasi dan investasi. Akumulasi capital atau hardware tetap
penting, namun sumber terjadinya pertumbuhan yang berlangsung secara terus
menerus adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan bentuk dasar modal, dan
pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh akumulasi perkembangan ilmu
pengetahuan. Pada masyarakat informasi kehidupan ekonomi akan
memungkinkan monopoli atas hasil inventiondan innovationatas suatu produk,
sebagai pendorong masyarakat untuk melalukan R&D.
Nelson dan Romer (1996) mendefinisikan pengetahuan: sesuatu yang
“tidak manusiawi” bukanlah pengetahuan. Semuanya itu dikategorikan sebagai
“hardware” atau piranti keras untuk menunjukkan sesuatu yang bersifat
material. Foray dan Lundvall (1996) mengemukakan dua bentuk pengetahuan.
Pertama disebut sebagai “software” atau gagasan atau ide-ide yang dapat
disimpan di luar otak manusia. Kedua berupa “wetware” atau “sklills”, yakni
pengetahuan yang tidak dapat dilepaskan dari diri seseorang karena tersimpan
dalam otak seseorang. Ilmu pengetahuan yang telah diproduksi akan menjadi
barang umum, artinya siapapun juga dapat memanfaatkan atau disebut “non-
rivalrous goods”. Pencipta produk berbasis ilmu tersebut akan dilindungi oleh
copyright, hak paten atau trademarks.
10. 10
2. Nilai-Nilai Budaya Bangsa Sebagai Dasar Peletakan Sistem Demokrasi
Demokrasi seringkali dikaitkan dengan masyarakat barat yang memiliki
budaya demokrasi. Masyarakat baratlah yang lebih mudah dan berhasil
menapaki jalan demokrasi. Kultur memegang peran penting bagi proses
demokratisasi dan pembangunan suatu bangsa. Namun kultur bukan sesuatu
yang sederhana bersifat hitam putih dan linier. Melainkan, kultur, sesuatu yang
kompleks sehingga seseorang dapat menemukan apa saja yang memang
diinginkan. Pada dasarnya setiap masyarakat atau bangsa menginginkan suatu
kehidupan yang demokratis. Persoalannya adalah bagaimana mengembangkan
kehidupan yang bersifat demokratis tersebut. Dari pengalaman proses
demokratisasi di berbagai negara bahwa pada esensinya demokratisasi
menjamin dilaksanakannya hak-hak rakyat untuk menentukan pemimpin
bangsa. Namun tidak jarang menghasilkan dan memilih pemimpin yang
mengabaikan batas-batas kekuasaan sebagaimana diatur dalam konstitusi dan
melecehkan hak-hak dasar rakyat. Dalam setiap proses demokrasi terdapat
kelas menengah yang meski jumlahnya kecil tetapi berperan amat penting
dalam proses demokratisasi. Di Polandia kalangan gereja berperan sebagai
kelas menengah. Di Cekoslovakia kelompok-kelompok cendekia dimasyarakat
memegang peran penting. Dan di Hungaria kelompok elit reformislah yang
memegang peran penting dalam reformasi tersebut. Indonesia tidak memiliki
klas menengah sebagaimana yang ada di Polandia, Cekoslovakia, ataupun
Hungaria. Ketidakberadaan kelas menengah yang mampu memberikan
pencerahan kepada masyarakat dan menjadi broker bagi penguasa,
mengakibatkan proses demokratisasi bagaikan permainan bola tanpa lapangan
tengah. Kerjakeras dan melelahkan tetapi hasil akhir pertandingan sulit untuk
diramalkan.
3. Demokrasi dan Pendidikan Dalam Persimpangan
Demokrasi bukan merupakan sesuatu produk jadi, melainkan sesuatu
yang ideal yang senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan
11. 11
masyarakat. Perkembangan demokrasi akan melewati masa transisi, peralihan
dari masyarakat otoriter ke masyarakat demokratis. Pada masa transisi ini
perkembangan demokrasi tidak selamanya bersifat linier positif, melainkan bisa
kearah yang positif mendekati ataupun kearah yang negatif menjauhi cita-cita
ideal, ataupun bahkan kembali ke sistem politik otoriter. Dan pendidikan
diharapkan akan dapat memainkan peran yang penting untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai dan cita-cita demokrasi di kalangan peserta didik.
Hubungan antara demokrasi dan pendidikan amat erat dan bersifat saling
memberi dan saling membutuhkan. John Dewey (1963) menyatakan:
“democracy has to be bor anew in each generation and education is its
midwife” sebaliknya masih menurut Dewey, pendidikan tanpa demokrasi akan
menjadi kering, menjemukan dan merana.
a. Nilai-Nilai dan Cita-Cita Demokrasi
Nilai-nilai dan cita-cita demokrasi, dalam era modern, merebak hampir
bersamaan waktunya dengan revolusi industri. Keterkaitan erat antara
kebebasan politik dan ekonomi dipertegas oleh Friedman & Friedman (1962:9)
yang menyatakan: “… Freedom is one whole, that anything that reduces
freedom on one part of our lives is likely to affect freedom in the other parts.”
Memang harus diakui bahwa hubungan antara kebebasan ekonomi dan
kebebasan politik bersifat kompleks, dan tidak bersifat unilateral.
Masyarakat demokratis adalah kehidupan bersama di mana setiap warga
tanpa memandang latar belakang biologis dan sosial memiliki martabat sebagai
makhluk manusia yang bebas. Msayarakat demokratis akan memiliki
pemerintahan yang demokratis pula, yang bersandarkan atas kekuasaan yang
bersumberkan kemampuan dan pengetahuan masyarakat. Demokrasi pada
dasarnya adalah menyangkut kekuasaan dan bagaimana kekuasaan tersebut
dikelola bersama. Terdapat tiga prinsip terkait dengan pembagian kekuasaan
tersebut: a) adanya keseimbangan pembagian kekuasaan politik diantara
berbagai kelompok yang ada di masyarakat, b) adanya keseimbangan hubungan
12. 12
kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat, dan c) adanya kekuatan
internasional yang mempengaruhi suatu bangsa sehingga mendorong proses
sebagaimana pada a dan b. Selanjutnya pemerintahan demokratis memiliki tiga
sifat: a) mengedepankan peraturan pemilihan yang bebas dan adil, b)
menekankan tanggung jawab aparatur pemerintah untuk melaksanakan
pemilihan umum yang bebas adil dan rahasia, dan c) memberikan jaminan
kebebasan warga masyarakat untuk menyatakan pendapat dan berserikat
(Huber Rueschemeeyer, Stephen, 1993).
John Dewey sebagaiman dikutip oleh Dye dan Zeigler (1987)
menyatakan bahwa ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang
dicerminkan dengan perlunya partisipasi warga yang sudah dewasa untuk
membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama. Dalam kesempatan
lain Dewey dikutip oleh Gotterfriend (1991) menekankan bahwa demokrasi
merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip pertama dan paling utama yang harus
dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam suatu bentuk aturan sosial
politik. Dengan kata lain menurut Dewey, demokrasi adalah way of life dari
warga bangsa dan sekaligus merupakan suatu sistem dan organisasi sosial
politik kemasyarakatan.
Demokrasi dalam transisi ibaratnya berjalan di atas titian yang
bergoyang. Setiap langkah dan apapun yang dijalani akan menimbulkan
ketidakstabilan yang akan menggoyang demokrasi, atau bahkan akan
mengembalikan ke rezim otoriter, atau masyarakat akan terus berada dalam
krisis, masa transisi yang tidak berujung. Salah satu ancaman yang dapat
menggoyang demokrasi dalam masa transisi adalah “money politic”. Dua
prinsip demokrasi yang terancam oleh “money politic” pertama pemilihan yang
bebas dan adil dan yang kedua adalah keseimbangan diantara kekuatan politik
yang ada. Oleh karena itu UU pemilihan umum harus menjamin dua dasar
demokrasi tersebut: pemilihan yang bebas dan adil, dan kesempatan yang
seimbang diantara kontenstan.
13. 13
b. Pendidikan Demokrasi
Peran utama pendidikan dalam mewujudkan demokrasi adalah
mengembangkan kepribadian dan watak individu bagi terwujudnya warga
negara yang baik. Snauwaert (2001) berpendapat bahwa pendidikan demokrasi
senantiasa harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip kemanusiaan, dan
menitik beratkan pada tujuan untuk mengembangkan pada diri peserta didik,
empati, respek, pada orang lain, dan memiliki pandangan sebagai warga negara
bangsa dan global. Demokrasi yang didasarkan pada keyakinan akan martabat
dan kehormatan setiap individu hanya akan berhasil apabila didampingi dengan
pendidikan yang bertujuan mengembangkan manusia seutuhnya. Oleh karena
itu pendidikan demokrasi menekankan pada pengembangan intellectual skill,
personal and social skills.
Secara singkat pendidikan demokrasi memiliki tujuan: a)
mengembangkan kepribadian peserta didik sehingga memiliki sifat empati,
respek, toleransi, dan kepercayaan pada orang lain, b) mengembangkan
kesadaran selaku warga suatu bangsa dan warga dunia, c) meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan secara rasional efisiensi individu, dan d)
meningkatkan kemampuan berkomunikasi diantara sesama warga. Pendidikan
untuk demokrasi memerlukan dua hal: kultur sekolah dan kurikulum,
khususnya ilmu pengetahuan sosial, yang memadai untuk mengembangkan
demokrasi.
c. Demokratisasi Pendidikan
Pendidikan demokrasi hanya akan berlangsung dengan baik dalam
pendidikan yang demokrats, pendidikan yang memiliki kultur demokratis
sehingga seluruh warga pendidikan memiliki kebebasan dan sekaligus
tanggung jawab. Proses demokratisasi pendidikan yakni suatu pembaharuan
yang menyeluruh atas dunia pendidikan Indonesia, mencakup filosofi,
organisasi, metodologi, administasi dan manajemen sesuai dengan jiwa dan
14. 14
semangat demokrasi. Demokratisasi sistem pendidikan memerlukan
persyaratan:
1) Adanya komitmen sebagaian besar warga bangsa untuk melakukan
pembangunan pendidikan;
2) Mobilisasi SDM besar-besaran untuk mendukung dan berpartisipasi dalam
pendidikan;
3) Komitmen dan penyediaan fasilitas pendidikan yang realistis dan
memadai;
4) Adanya rekrutmen dan promosi tenaga pendidikan yang memiliki
kesinambungan antara tuntutan sosial dan aspirasi individu.
4. Pendidikan Pluralitas dan Demokrasi
Tantangan pendidikan yang paling berat dan utama pada abad XXI
adalah bagaimana menanamkan kesadaran akan pentingnya persatuan bangsa
di peserta didik, sekaligus juga mengembangkan kesadaran untuk dapat
menghargai adanya realitas kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu diperlukan pemikiran yang
mendalam dari semua pihak bagaimana pendidikan yang kita selenggarakan
dapat menanamkan jiwa kebhinekaan.
a. Pendidikan Sebagai Cermin Masyarakat
Pemikir politik Ortega menjelaskan bahwa sekolah adalah merupakan
cerminan masyarakatnya, apabila rusak masyarakat maka rusak pulalah
sekolah. Machiavelli pula mempertegas dengan menyebutkan: “good examples
are the results of good education and good education is due to good laws.”
Berdasarkan alokasi anggaran untuk pendidikan nampak jelas bahwa
sesungguhnya pemerintah dan masyarakat kita masih bersifat ambivalen, ragu
terhadap peran pendidikan. Sudah barang tentu dari rendahnya anggaran
pendidikan akan muncul dampak pada kualitas hasil pendidikan itu sendiri.
British Fabians pernah menegaskan: “if society were willing topour the amount
of resources necessary to educate every child it would be able to solve most of
15. 15
its problem.” Oleh karena itu rendahnya kualitas pendidikan tidak dapat
diletakkan pada kalangan pendidikan, tetapi lebih banyak pada kalangan
birokrat, politisi, anggota terhormat DPR yang menentukan anggaran.
b. Makna Pendidikan Pluralitas
Pluralism dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat dimana warga
masyarakat beragam, baik berdasarkan suku, ras, agama, dan status sosial, dan
masing-masing mengembangkan tradisi dan interest mereka, sementara itu
mereka tetap dapat bekerjasama dan saling tergantung satu dengan yang lain
dalam mewujudkan kehidupan kesatuan bermasyarakat dan bernegara. Fokus
utama dalam masyarakat pluralism adalah adanya saling kerjasama,
ketergantungan dan persatuan bangsa.
Dalam kaitan dengan pendidikan, hakikat kehidupan pluralis bertumpu
pada adanya “social reproduction” artinya apa yang dilaksanakan di dunia
pendidikan dewasa ini akan berbuah di masa mendatang. Dalam masyarakat
pluralis dan demokratis pendidikan harus mampu mengembangkan logical
reasoning, critical thinking dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang
adil.
c. Kekuatan Pendidikan Pluralistis
Pendidikan pada masyarakat pluralistis senantiasa bertumpu pada tiga
pilar: sekolah (professional), orang tua (keluarga), dan masyarakat
(pemerintah). Kehidupan pluralistis dan demokratis merupakan suatu tuntunan
realistis masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan disamping ditentukan oleh
berapa besar anggaran yang disediakan untuk pendidikan, juga ditentukan oleh
keluarga, masyarakat dan tenaga professional. Disinilah sesungguhnya kunci
kemajuan pendidikan kita di masa depan.
5. Rekonstruksi Pemikiran Pendidikan Menuju Kemandirian Ekonomi
Globalisasi adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dan
tidak dapat dihadang oleh kekuatan apapun. Pada dasarnya globalisasi
merupakan suatu proses yang melahirkan ketergantungan antar bangsa dan
16. 16
negara, yang ditandai dengan derasnya arus lalulintas barang, jasa, modal, dan
dalam batas-batas tertentu juga tenaga kerja, secara bebas antar negara. Oleh
karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan
mutu sumber daya insani kita, khususnya membangun karakter atau moral baru
bangsa, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi mutakhir. Disamping
itu, kita bangsa Indonesia juga perlu untuk secara terencana mengarahkan
proses tranformasi kultural yang terjadi sebagai rangkaian proses globalisasi.
Sudah barang tentu, harus juga didewasakan dan dimatangkan sistem politik
kita.
a. Perkembangan Pemikiran Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses kepanjangan tangan
keluarga untuk mendewasakan anak, sehingga hidup dengan layak ditengah-
tengah masyarakatnya, tidak saja berguna bagi diri pribadi tetapi juga berguna
bagi masyarakat sekitar dan bangsanya. Pada awal era industrialisasi sosok
pendidikan semakin jelas, yakni sebagai suatu proses untuk mengembangkan
kemampuan anak untuk menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan
sehingga dapat mensuplai tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia industri.
Dunia berubah dengan cepat yang menimbulkan struktur tenaga kerja juga
berubah, termasuk kompetensi yang diperlukan. Akibatnya, praktik pendidikan
yang bertumpu pada pendekatan fungsi produksi gagal mempersiapkan tenaga
kerja dan menjawab tantangan perubahan masyarakat.
b. Pemikiran Baru Pendidikan
Dalam era globalisasi kemakmuran suatu bangsa menuntut berbagai
modal pada era industrialisasi, paling tidak ada delapan modal yang diperlukan:
1) Modal alam, 2) modal finansial, 3) modal karya manusia, 4) modal
kelembagaan, 5) modal sumber pengetahuan, 6) modal intelektual, 7) modal
sosial, dan 8) modal kultural. Kedelapan modal diatas sangat berkaitan dengan
praktik pendidikan yang tumbuh di suatu pemikiran pendidikan. Pemikiran
baru pendidikan melihat proses pendidikan merupakan suatu kumpulan dari
17. 17
berbagai interaksi. Tugas pendidik, dari aspek manajemen adalah mengelola
berbgai interaksi tersebut agar tercipta interaksi yang positif. Pemikiran baru
melihat manusia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nurani sebagai
cerminan dari otak, tangan dan hati. Maka tujuan pendidikan menurut
pemikiran baru adalah mengembangkan anak secara utuh: intelektual, sosial,
dan moral.
c. Pemikiran Pendidikan Organik dan Kemandirian Ekonomi
Kemandirian ekonomi merupakan suatu kondisi dimana setiap warga
negara masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar: makan, pakaian, dan
tempat tinggal yang memungkinkan untuk hidup layak sesuai dengan
ukurannya masing-masing bangsa itu sendiri, sehingga layak hidup dalam
kehidupan global tanpa harus tergantung sepenuhnya pada kekuatan bangsa
lain. Pemikiran baru pendidikan, yakni pendidikan sistem organik yang
menekankan terwujudnya tujuan berkembangnya anak secara utuh, intelektual,
sosial, dan moral. Keutuhan hasil pendidikan ini, menekankan pada karakter
atau moral baru, hanya dengan watak atau karakter baru inilah kemerdekaan
ekonomi memiliki kesempatan untuk diwujudkan.
6. Menuju Paradigma Baru Pendidikan
Reformasi pendidikan adalah proses yang kompleks, berwajah
majemuk dan memiliki jalinan tali-temali yang amat interaktif, sehingga
reformasi pendidikan memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dan
dalam tempo yang panjang. Reformasi pendidikan harus memberikan peluang
(room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidikan untuk
mengembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan peningkatan
mutu pendidikan. Pada akhirnya reformasi pendidikan harus mampu merubah
sekolah, baik organisasi maupun aspek proses belajar mengajar.
a. Paradigma Pendidikan Organik
Reformasi pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan
dapat berjalan lebih efektif dan efisien mencapai tujuan pendidikan nasional.
18. 18
Paradigma pendidikan baru tidak melihat sekolah sebagai suatu proses produksi
barang di mana siswa diberlakukan sebagai raw input. Melainkan sekolah
dilihat sebagai suatu proses pelayanan jasa di mana siswa sebagai consumer
langsung. Dengan paradigma pendidikan baru, paradigma organik ini akan
dapat dikembangkan dua hal yang amat menentukan bagi terwujudnya kualitas
pendidikan. Yakni, pertama kapasitas organisasi sekolah untuk mampu
melakukan adaptasi. Kedua, kapasitas profesional sehingga mampu
menciptakan “learning person” di sekolah.
B. Pendidikan Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
1. Mewujudkan Civil Society
Kaitan antara pendidikan dan civil society amat kompleks dan bersifat
multidimensi, melibatkan berbagai persoalan seperti struktur politik,
kemiskinan, pengangguran, dan berbagai problem dalam masyarakat yang lain.
Menarik untuk dikaji posisi strategis pendidikan dalam mempercepat
terwujudnya masyarakat sipil.
a. Variasi Bentuk Civil Society
Konsep civil society semakin bervariasi karena tidak saja ditentukan
oleh kondisi internal masyarakat, melainkan juga tidak lepas dari ideologi.
Masing-masing ideology memiliki konsep sendiri tentang bagaimana
masyarakat yang ideal itu. Sebagai contoh, Islam memberikan gambaran civil
society sebagaimana praktik dalam kehidupan masyarakat Madinah zaman
Rasulullah, dimana warga masyarakat yang memiliki latar belakang agama
berbeda mendapatkan pelayanan dan jaminan untuk mewujudkan kesejahteraan
masing-masing. Konsep islam tentang civil society mengandung beberapa
unsur. Pertama, konsep umat yang memiliki arti jamaah tanpa batas-batas
wilayah dengan satu keyakinan atau tauhid. Unsur kedua adalah adanya
pemisahan kekuasaan antara pemegang kekuasaan yakni Sultan atau Khalifah
dan Ulama, yang memiliki kemampuan untuk membuat undang-undang, dan
hakim yang memutuskan perkara. Unsur ketiga menurut Islam adalah
19. 19
menekankan nilai-nilai akan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
pribadi dan kebutuhan masyarakat. Unsur keempat adalah kewajiban bagi
individu, keluarga, kelompok, serta lembaga-lembaga pemerintahan untuk
menciptakan manajemen civil society yang baik dan mengembangkan nilai-
nilai dalam diri individu, keluarga, kelompok, dan lembaga pemerintah. Unsur
kelima adalah keseimbangan antara tiga pusaran masyarakat: civil society,
market, dan negara.
b. Karakteristik Civil Society
Civil society adalah suatu kumpulan besar dimana setiap warga bebas
untuk masuk atau keluar, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu sebagaimana yang disenangi (Walzer, 1991 Spring). Civil society akan
kuat apabila apa yang dilakukan oleh setiap warga didasari dengan tanggung
jawab, yang diwujudkan dalam ekspresi kebebasan tanpa mengganggu
kebebasan orang lain. Civil society Indonesia yang ingin diwujudkan memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang
diinginkan atau tidak melakukan sesuatu, tanpa ada intervensi dari kekuatan
luar baik pemerintah maupun kekuatan yang lain.
2) Setiap warga memegang bersama secara teguh nilai-nilai.
3) Dalam masyarakat terdapat jalinan kerjasama yang dijiwai semangat
gotong-royong berdasarkan trust, saling percaya mempercayai.
4) Warga masyarakat aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan dan politik, tanpa harus menjadi partisan politik.
c. Pendidikan yang Diperlukan
Memahami proses pendidikan yang ada sekarang dan memandang civil
society yang diinginkan, maka pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan
yang dapat berperan sebagai social reconstruction, yakni pendidikan yang
dapat memahami struktur sosial masyarakat dan menjalankan fungsi
melakukan perubahan struktur masyarakat tertentu. Pendidikan sebagai social
20. 20
reconstruction menekankan pada hasil pendidikan bersifat ganda. Pertama
lulusan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan serta memiliki kemauan
untuk aktif dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua,
lulusan yang memiliki kemampuan dan senantiasa memiliki kemauan untuk
hidup berkelompok dalam upaya mencapai tujuan yang bermanfaat bagi
masyarakat. Pendidikan sebagai rekonstruksi sosial yang mampu
mengembangkan pada diri peserta didik, kemampuan personal, kemampuan
sosial dan kemampuan intelektual memiliki dasar-dasar sebagai berikut:
1) Pendidikan dipandang sebagai suatu a mini society yang merupakan
kumpulan dari berbagai interksi warganya.
2) Sekolah memiliki kemandirian dalam mengelola sekolah untuk mencapai
tujuan nasional dengan mendasarkan pada kebebasan, kemauan, kemajuan,
kemampuan, dan kebersamaan.
3) Sekolah harus mengkombinasikan bahkan mensinergikan keberadaan tiga
kurikulum: formal, ekstra kurikulum, dan hidden curriculum.
4) Guru harus menjadikan proses belajar mengajar menjadi kegiatan yang
mengasyikkan, menyenangkan dan mencerdaskan.
5) Kualitas kerja guru akan ditentukan oleh kemampuan dan kemauan guru di
satu sisi dan di sisi lain oleh kesejahteraan guru.
2. Menuju Civic Education yang Berwawasan Global
Reformasi yang telah membawa keterbukaan ini juga mengisyarakatkan
lebih detail bahwa cived yang bertujuan untuk mengembangkan keutuhan
dengan tiga aspek pengetahuan, nilai-nilai sikap dan keterampilan untuk
berpartisipasi dalam kehidupan publik, harus mampu memberikan kesempatan
bagi para peserta didik untuk mengembangkan:
a. Identitas diri dan komitmen untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
21. 21
b. Kesadaran bahwa kebijakan politik yang diputuskan baik secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan dirinya baik masa
kini maupun masa mendatang.
c. Pengetahuan dan kemampuan untuk secara terus menerus mengkaji
berbagai persoalan dan perkembangan masyarakat yang diperlukan agar
dirinya bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.
d. Keseimbangan pada diri peserta didik antara kepercayaan dan skeptik
dalam menanggapi berbagai kebijakan publik.
e. Kemampuan untuk mengambil keputusan secara rasional dan
merencanakan masa depan.
f. Kemampuan untuk hidup berdampingan dalam suasana penuh dengan
perbedaan.
g. Kemampuan untuk bekerjasama dalam satu tim, dan
h. Kemampuan mengambil peran kepemimpinan manakala diperlukan
Secara spesifik dalam mengahadapi kondisi bangsa dewasa ini, maka civic
education memilki peran khusus untuk mengembangkan pada diri peserta
didik:
a. Jiwa dan semangat kebersamaan, untuk membantu pihak yang menderita
atau lemah.
b. Jiwa dan semangat untuk membangun perdamaian, dengan segala tindak
dan ekspresi yang diperlukan.
c. Jiwa dan semangat untuk sadar hukum dan kemauan untuk menegakkan
hukum, dan
d. Jiwa dan semangat untuk berbuat memberikan kontribusi bagi masyarakat
betapapun kecilnya.
3. Civic Education di Perguruan Tinggi: Urgensi dan Metodologi
Demokrasi oleh banyak pihak diyakini merupakan suatu system
kehidupan bermasyarakat yang dapat menjamin warga masyarakat mencapai
kehidupan yang sejahtera. Pendidikan kiranya dapat merupakan suatu
22. 22
instrument untuk membangun kultur demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan
atau civic education di perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk
pendidikan untuk mengembangkan kultur demokratis yang mencakup
kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, dan kemampuan untuk
menahan diri dikalangan peserta didik.
a. Democracy atau Democrazy
Kultur demokrasi paling tidak mengandung dua aspek. Pertama
terwujud dalam sifat egaliter dan liberal bersumber dari etika puritanisme, yang
kemudian berhasil disosialisasikan kepada para pendatang dari daratan Eropa.
Kedua, moral “menahan diri” yang bersumber dari ajaran Agama Protestan.
Gabriel Almond (1996) menyimpulkan antara kaitan demokratisasi suatu
bangsa dan keberadaan kultur dan struktur sosial politik yang demokratis:
1) Kultur demokrasi adalah kultur campuran, antara kebebasan dan partisipasi
di satu pihak dan norma-norma perilaku di pihak lain.
2) Kultur demokrasi bersumberkan pada kultur masyarakat secara umum.
3) Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat madani.
4) Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sangat tergantung
pada perilaku pemerintah dalam berdemokrasi.
Kultur demokrasi merupakan suatu kondisi yang lahir dari praktik kehidupan
bersama masyarakat yang juga demokratis. Kehidupan bersama masyarakat
bangsa yang demokratis, pada gilirannya bersandarkan pada kehidupan
bersama yang demokratis dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk
kelompok masyarakat kampus. Dalam kehidupan kampus itulah akan dibangun
kerjasama warga kelompok dan antar kelompok masyarakat kampus.
b. Sistem, Prosedur, dan Proses Politik
Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan sistem politik. Demi
kelangsungan hidupnya, suatu sistem politik memerlukan dukungan dari warga
masyarakat. Apabila pendidikan berhasil mengembangkan nilai-nilai, orientasi
dan sikap politik di kalangan peserta didik yang sejalan dengan sistem politik
23. 23
yang ada, maka sitem politik tersebut akan langgeng. Sebaliknya apabila nilai-
nilai, orientasi, dan sikap politik yang dimiliki warga masyarakat berbeda
dengan sistem politik yang ada, maka sistem politik tersebut akan runtuh atau
perlu diganti dengan sistem yang lain yang sesuai dengan harapan warga
masyarakat.
c. Arah dan Tujuan
Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan dengan proses mana seseorang mempelajari orientasi,
sikap, dan perilaku politik, sehingga yang bersangkutan memiliki political
knowledge, awareness, attitude, political efficiacy, dan political participation,
serta kemampuan untuk mengambil keputusan politik secara rasional, sehingga
tidak saja menguntungkan bagi diri sendiri tetapi juga bagi masyarakat.
Perguruan tinggi dari perspektif politik merupakan suatu lembaga yang
diharapkan sebagai rekruitmen, seleksi dan pendidikan warga bangsa untuk
memasuki kelompok elit politik. Pendidikan kewarganegaraan di perguruan
tinggi harus mampu menghasilkan peserta didik yang berpikir kritis dan
bertindak demokratis, sehingga akan menjadi warga bangsa yang “mudah
dipimpin tetapi sulit untuk dikendalikan, mudah diperintah tetapi sulit untuk
diperbudak”
d. Materi, Strategi, dan Evaluasi
Dalam era global sebagaimana dewasa ini kehidupan suatu masyarakat
dengan segala aspeknya tidak dapat dipisahkan dari kecenderungan global.
Kehidupan dan sistem politik serta perilaku pemerintah tidak lepas dari
peristiwa-peristiwa yang bersifat global. Materi pendidikan kewarganegaraan
yang baik adalah apa yang ada pada kehidupan warganegara itu sendiri. Materi
pendidikan kewarganegaraan mencakup:
1) Kajian berbagai konsep yang bersifat universal, seperti HAM, demokrasi,
open society, order politik.
24. 24
2) Sistem dan sejarah politik Indonesia, seperti Pancasila dan UUD 45 berikut
sejarah dan situasi kelahirannya.
3) Bentuk pemerintahan dan sistem politik Indonesia.
4) Warga negara sebagai aktor utama dan hak-hak politiknya.
5) Civic education, politik, pemerintahan dan demokrasi ditinjau dari
perspektif Islam.
Setelah materi diidentifikasi sebagaimana dikemukakan diatas, tahap
berikutnya adalah menentukan metode pembelajaran. Untuk menentukan
metode ini perlu dipahami karaktersitik peserta didik dan karaktersistik materi.
Couto (1998) mengemukakan 8 prinsip dalam mengajarkan demokrasi di
perguruan tinggi, sebagai berikut:
1) Semua yang ada dikelompok termasuk dosen aktif berpartisipasi dalam
belajar.
2) Melibatkan dan mengaitkan lingkungan dalam proses learning.
3) Memerlukan kepemimpinan dosen.
4) Merefleksikan kehidupan yang demokratis.
5) Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk aktif
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
6) Memberikan kesempatan adanya perbedaan dan memahaminya sebagai
sesuatu yang normal.
7) Memberikan kesempatan pada peserta untuk memecahkan problem.
8) Meminimalkan sesuatu yang bersifat hirarkis dan mengembangkan aspek
afektif dan kognitif.
Penyajian materi sebagaimana diuraikan di atas dapat diorganisir dan
dilaksanakan dalam dua model. Pertama model blok waktu, dimana pendidikan
kewarganegaraan ini dilaksanakan dengan mengambil suatu periode waktu
tertentu. Kedua, materi disajikan dalam rentang waktu yang panjang.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi ditekankan pada pendidikan
demokrasi dengan tujuan mengembangkan pada diri peserta didik kultur
25. 25
demokrasi, critical thinking, kemampuan untuk melakukan dialog, negosiasi,
dan mengambil keputusan serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan
politik kemasyarakatan.
4. Tradisi dalam Memelihara Kehidupan Majemuk
Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah ditakdirkan sebagai
suatu kehidupan yang majemuk. Kemajemukan tersebut dapat mencakup
berbagai aspek dalam kehidupan, terutama kemajemukan dalam nilai-nilai dan
keyakinan. Masyarakat madani merupakan suatu konsep yang bermanfaat
untuk menggambarkan atas pertanyaan bagaimana hidup dalam suatu
masyarakat dengan etika plural yang secara langsung akan mengarahkan
kehidupan bermasyarakat. Masyarakat madani memberikan ruang gerak bagi
setiap kelompok untuk mengekspresikan perbedaan individu dan kelompok dan
oleh karena itu masyarakat madani merupakan arena yang mengedepankan
kebebasan. Kebebasan senantiasa diiringi dengan kesadaran untuk “tepo
seliro” tidak mengganggu dann merugikan orang lain.
Dalam upaya mewujudkan suatu masyarakat dan pemerintahan yang
demokratis maka kesempatan warga untuk kelompok dan berpartisipasi dalam
kehidupan politik haruslah secara luas didorong dan diberikan fasilitas.
Partisipasi generasi baru dalam sistem politik yang demokratis akan terjadi
apabila generasi baru memiliki kualitas dan kemampuan, antara lain sebagai
berikut:
1) Memiliki identitas diri termasuk komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan
sosial yang lebih luas dan komitmen untuk berkelompok secara terorganisir
dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Memiliki kesadaran bahwa kebijakan yang diputuskan dalam proses politik
baik langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan mereka.
3) Memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memperoleh informasi guna
memberikan pedoman dalam kehidupan sosial politik, termasuk
26. 26
didalamnya memahami demokrasi dan fungsi-fungsi lembaga yang ada.
Isu-isu yang penting, dan cara-cara berpartisipasi yang efektif.
4) Memiliki keseimbangan antara trust dan skeptik atas kehidupan politik
yang ada, sehingga memberikan suatu pemikiran, sikap dan tindakan tidak
asal ikut atau sebaliknya tidak asal berbeda, melainkan partisipasi yang
rasional.
5) Memiliki kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan.
6) Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersama-sama membicarakan
perbedaan dengan penuh toleransi.
7) Memiliki rasa hormat kepada individu baik dalam kelompoknya maupun
yang berada di luar kelompok.
8) Memilki kemampuan untuk bekerjasama dan bernegosiasi, termasuk
kemampuan untuk bekerja dalam suatu tim dan menyajikan secara efektif
argumentasi yang dimiliki tanpa menghina pendapat pihak lain.
9) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengambil peran kepemimpinan
pada saat diperlukan.
10) Memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk dapat berbuat kebaikan
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, termasuk
memiliki keyakinan bahwa institusi yang ada harus memberikan respon
yang baik terhadap tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat.
Kualitas dan kemampuan yang dikemukakan di atas tidak bersifat alami, akan
muncul dengan sendirinya dalam diri warga generasi baru, melainkan
merupakan hasil suatu rekayasa sosial dalam wujud pendidikan
kewarganegaran. Untuk melahirkan kemampuan tersebut, maka pendidikan
kewarganegaraan harus dapat memberikan pengalaman kepada generasi baru
sesuai dengan kebutuhan perkembangannya, antara lain:
1) Memberikan kesempatan generasi baru untuk melakukan kontak dengan
organisasi yang memperlakukan mereka dengan penuh respek dan
27. 27
memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyampaikan pandangan-
pandangan pribadinya.
2) Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk merefleksikan tentang
makna pengalaman yang diperoleh dalam bermasyarakat untuk
menunjukkan identitasnya, pribadi dan politiknya.
3) Mendidik generasi baru untuk kontak dengan media massa, dengan
mendorong mereka untuk membaca dan mengamati selaku konsumen yang
kritis.
4) Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk mengkomunikasikan
pandangan-pandangan politiknya dan ekspresi budaya kelompoknya
kepada kelompok lebih luas dan melakukan dialog secara konstruktif.
5) Mengembangkan pendidikan kewarganegaraan di lembaga pendidikan
formal yang dapat memberikan pengalaman hidup dalam kehidupan
masyarakat yang demokratis.
5. Pendidikan Demokrasi: dari Teori ke Aksi
Pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia “demokratis”.
Keterkaitan antara demokrasi dan pendidikan amat erat. John Dewey
menyatakan “democracy has to be born anew in each generation and education
is its midwife”. Bagi masyarakat demokratis, maka salah satu tugas pendidikan
adalah menanamkan nilai-nilai demokrasi di kalangan peserta didik. Demokrasi
merupakan sesuatu yang ideal yang senantiasa berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Untuk menjamin bahwa masyarakat akan
berkembang semakin demokratis itulah diperlukan pendidikan demokrasi,
antara lain lewat civics education. Pendidikan dalam arti luas adalah rekayasa
agar proses learning terlaksana dengan efektif dan efisien, dengan tujuan untuk
mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam kehidupannya, yakni
pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup.
28. 28
a. Nilai-nilai Demokrasi
Masyarakat demokratis adalah kehidupan bersama di mana warganya
baik laki-laki maupun perempuan memiliki martabat sebagai makhluk manusia
yang bebas. Dalam masyarakat demokratis muncul kesadaran bahwa kekuasaan
akan aman kalau berada di tangan rakyat sendiri. John dewey menekankan
bahwa demokrasi adalah merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip pertama
dan paling utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis
dalam suatu bentuk aturan sosial politik. Kehidupan bersama yang
berlandaskan demokrasi tersebut memerlukan:
1) Suatu “visi” dan “kode etik” yang dijabarkan secara formal dalam hukum
atau undang-undang yang harus dipatuhi oleh semua warga.
2) Sistem hukum bersifat objektif dan mandiri.
3) Suatu sistem pemerintahan yang didasarkan dari rakyat oleh rakyat dan
untuk rakyat.
4) Struktur sosial, politik, dan ekonomi yang menjauhi monopoli dan
memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi dan kesempatan yang adil
bagi semua warga.
5) Adanya kebebasan berpendapat sebagai mekanisme agar ide-ide warga
masyarakat dapat diserap oleh pemerintah.
6) Adanya kebebasan untuk menentukan pilihan pribadi.
b. A School As a Mini Society
Pendekatan microsismic melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri.
Yang dalam dirinya memiliki unsur-unsur untuk bisa sendiri. Dalam
masyarakat sekolah dapat dilihat dalam dua level: level kelas dan sekolah. Guru
memiliki peran penting dalam proses sosialisasi nilai-nilai demokrasi, terutama
pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Pengaruh guru dalam sosialisasi nilai-
nilai demokrasi pada tingkat sekolah menengah sangat ditentukan oleh
kredibilitas guru itu sendiri. Terwujudnya generasi yang lebih demokratis
sangat tergantung pada keberhasilan pendidikan sistem persekolahan dalam
29. 29
melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi dikalangan peserta didik.
Sekolah akan mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi di kalangan
peserta didik apabila sekolah itu sendiri memiliki kultur demokrasi dan dikelola
secara demokratis pula.
C. Kebijakan dan Manajemen Pendidikan Menuju Pendidikan yang Berkualitas
1. Memanusiakan Manusia untuk Pencerahan Peradaban
Globalisasi merupakan fenomena bagaikan pedang bermata dua, ada
sisi positif dan ada sisi negatif. Betapa besar pengaruh kemajuan teknologi
informasi, dalam hal ini media informasi elektronik dalam era globalisasi,
khususnya di dunia pendidikan dapat dilihat dengan apa yang dikutip oleh
Giroux (2000: 15) dari Benjamin Barber:
It is time recognize that the true tutors of our children are not school
teachers or university professors but filmmakers advertising executives
and pop culture surveyors. Disney does more than duke, Spielberg
outweighs Stanford, MTV trumps MIT.
Untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam globalisasi tanpa harus
mengorbankan diri sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, maka
pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi muda dengan kemampuan
yang memadai sehingga memungkinkan suatu bangsa hidup dalam globalisasi
dan tanpa harus terseret dalam arus tersebut, tetapi bahkan dapat ikut
mempengaruhi arah dan proses globalisasi.
a. Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan
Globalisasi akan berpengaruh terhadap pendidikan, paling tidak dalam
tiga bentuk. Pertama adalah munculnya kecenderungan yang kuat akan
komersialisasi dan komoditi atas pendidikan. Kecenderungan transformasi
peran pendidikan dari sosial ke peran ekonomi ini sangat berbahaya bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Tidak saja akan memperluas jurang ketimpangan
antara kaya dan miskin, tetapi juga akan menciptakan dunia pendidikan yang
kehilangan roh pedagogiknya, bahkan sebaliknya pendidikan didominasi oleh
30. 30
roh ekonomistis. Pendidikan semacam ini menurutnya hanya akan melahirkan
manusia yang bisa “memiliki” tetapi tidak dapat “menjadi dirinya sendiri” yang
melaksanakan pembelajaran sepanjang kehidupannya.
Dampak kedua, globalisasi akan melahirkan proses internalisasi dengan
melahirkan proses relokalisasi yang terwujud dalam berbagai bentuk
homogenisasi kehidupan bermasyarakat termasuk dunia pendidikan. Dampak
ketiga globalisasi terhadap pendidikan adalah muncul suatu kondisi baru
dimana kemampuan bangsa untuk hidup dalam era global tidak lagi ditentukan
oleh modal yang fisik yang berupa kekayaan alam ataupun mesin-mesin
industri. Melainkan untuk mencapai kesejahteraan dalam era global bagi suatu
bangsa yang diperlukan adalah virtual capital (modal maya), yang terdiri dari
tiga bentuk capital: intellectual capital, social capital, moral capital.
b. Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Pendidikan dewasa ini dikelola dengan manajemen yang mengandung
ketidakadilan, yang menghasilkan apa yang disebut pendidikan adalah awal
stratifikasi sosial kecenderungan ini harus dihentikan lewat berbagai kebijakan.
Pertama adalah kebijakan demokratisasi demokrasi pendidikan. Kebijakan
demokratisasi demokrasi pendidikan adalah kebijakan untuk menyeimbangkan
komposisi peserta didik menurut kelompok status sosial ekonomi dan geografis
guna mengurangi ketimpangan pendidikan. Kebijakan demokratisasi
pendidikan dalam wujud manajemen alokasi peserta didik ini memiliki
beberapa keuntungan, yakni: 1) pada jenjang sekolah anak tidak akan terlalu
jauh dari domisili otrang tua anak; 2) tidak akan ada lagi sekolah dimana
terkonsentrasi anak-anak yang memiliki prestasi tinggi yang pada umumnya
juga datang dari keluarga yang kaya; 3) perguruan tinggi negeri favorit akan
semakin heterogen dilihat dari asal peserta didik, akan mempersempit jurang
perbedaan antar daerah khususnya berkaitan dengan pendidikan, dan ini berarti
akan memperkuat integrasi nasional.
31. 31
Kebijakan kedua, adalah meneguhkan makna wajib belajar 9 tahun.
Kebijakan ini memiliki implikasi bahwa pemerintah sepenuhnya menanggung
biaya pendidikan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Kebijakan ketiga
adalah keadilan dijiwai kebijaksanaan dalam pembiayaan pendidikan. Dewasa
ini kebijakan pembiayaan pendidikan cenderung tidak adil atau adil tetapi tidak
dijiwai oleh kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan baru dalam
pembiayaan pendidikan, sebagaimana berikut:
1) Pembiayaan pendidikan oleh pemerintah ditujukan kepada lembaga
pendidikan baik negeri dan swasta yang menerima sistem penerimaan baru
sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah.
2) Sistem pembiayaan berdasarkan individu peserta didik didasarkan
kemampuan ekonomi orang tua.
3) Pemberian subsidi atau bea peserta didik kepada peserta didik dengan
prinsip “no more free meal policy”.
4) Lembaga pendidikan yang tidak mau diatur oleh pemerintah sepenuhnya
menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan yang bersangkutan.
c. Pendidikan yang Manusiawi
Humanisasi pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang manusiawi
merupakan suatu upaya menjadikan pendidikan sebagai suatu proses
pembudayaan. Sehubungan dengan itu pendidikan mencakup 2 level: individu
dan kelompok. Muara pendidikan yang manusiawi dalam konteks kurikuler
adalah mewujudkan pendidikan yang bermakna. Dan ini berarti meninggalkan
sistem pendidikan yang menekankan pada pemupukan pengetahuan atau
“knowledge deposit”. Pendidikan yang bermakna menyandang beberapa ciri,
sebagai berikut:
1) Memandang pendidikan sebagai suatu sistem organik bukan sistem
mekanik.
32. 32
2) Pada tataran implementasi, tidak perlu memisahkan secara ekstrim antara
pengembangan pengetahuan atau modal intelektual, perkembangan modal
sosial, dan pengembangan watak atau modal moral.
3) Semua guru memahami dan terampil mengoprasionalkan ketiga kurikulum:
intra, ekstra, dan hidden curriculum secara terpadu.
4) Kerjasama dan koordinasi yang sinkron antara sekolah dan keluarga
merupakan suatu keharusan mutlak yang harus diwujudkan.
5) Memandang sekolah merupakan suatu masyarakat kecil.
6) Pengembangan tiga modal pada diri peserta didik senantiasa berprinsip
potensi peserta didik muncul dari apa yang diinginkan bukan dari apa yang
dipaksakan.
7) Menekankan pada proses pemahaman ilmu sama pentingnya pemahaman
ilmu itu sendiri.
Pendidikan yang manusiawi memiliki kaitan erat dengan pendidikan
multikultural.
d. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menekankan
pada pendekatan progresif untuk memungkinkan semua peserta didik dengan
berbagai latar belakang budaya dapat mendapatkan pendidikan yang adil dan
berkualitas sesuai dengan latar belakang yang dimiliki tersebut. Secara lebih
spesifik pendidikan multikultural ditujukan agar peserta didik: 1) mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal; 2) dapat
mengembangkan critical and constructive thinking; 3) aktif berpartisipasi
dalam proses belajar mengajar sesuai dengan gaya belajarnya; 4) memiliki
sikap yang positif terhadap individu dan kelompok yang berbeda dengan
dirinya; 5) menjadi warga negara yang baik; 6)memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan secara rasional dalam kehidupan sehari-hari; 7) dapat
mengevaluasi pengetahuan dari berbagai perspektif.
33. 33
Dalam kaitan dengan globalisasi, terdapat empat perspektif yang perlu
dikembangkan para peserta didik agar mereka mampu berperan dalam
masyarakat global. Keempat perspektif tersebut adalah: 1) personal; 2)
akademik; 3) pluralist; dan 4) global. Kemampuan keempat perspektif tersebut
diatas, akan menjadikan diri warga bangsa memiliki kemampuan untuk
merumuskan suatu isu atau permasalahan dalam konteks tertentu, mencari dan
mengkaji berbagai fakta sebagai bukti pendukung, mengkaji berbagai
kemungkinan alternatif solusi dan menentukan alternatif yang terbaik, serta
melakukan generalisasi dalam konteks pluralitas.
Berkaitan dengan upaya untuk mendesain dengan sadar dan cerdas
memasuki arus globalisasi maka tajdid pendidikan merupakan kebutuhan
mutlak. Tajdid pendidikan mengandung tiga elemen pokok. Pertama adalah
mengembangkan kebijakan yang dapat mempersempit ketimpangan
pendidikan baik menurut geografis maupun menurut strata sosial. Kedua
mengembangkan pendidikan yang manusiawi yang bertujuan untuk
mengembangkan individu paripurna dan kelompok yang kokoh lagi kuat.
Ketiga mengembangkan pendidikan multikultural agar pelayanan pendidikan
dapat dinikmati oleh seluruh warga masyarakat, dan seluruh peserta didik
memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh berkembang secara optimal.
2. Dari Sentralisasi-Standarisasi, Menuju Desentralisasi-Otonomi
Pendidikan
Perkembangan pendidikan di masa depan sangat tergantung pada
pembaharuan kultur dunia pendidikan yang didasarkan pada reformasi
perundangan di bidang pendidikan. Reformasi pendidikan yang tengah
dilaksanakan ini menekankan pada perubahan manajemen yang diarahkan
untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Wujud kebijakan tersebut adalah
disentralisasi pendidikan yang mengarah lahirnya otonomi sekolah. Dimana
otonomi yang dimiliki sekolah ini akan muncul motivasi dan semangat dari
34. 34
seluruh warga sekolah didukung masyarakat, untuk bersama-sama berusaha
meningkatkan mutu sekolah tanpa harus menggantungkan pada pemerintah.
a. Membangun Generaasi Robot
Pada tahun 1970 dan 1980-an reformasi pendidikan berkaitan dengan
perubahan dalam kurikulum baik materi maupun proses pembelajaran dan
sistem evaluasi. Reformasi itu dikendalikan secara ketat dalam sistem
sentralistis dengan asumsi pemerintah pusat perlu mengendalikan dan
mengontrol pendidikan secara ketat agar dapat dicapai kemajuan dan mutu
pendidikan yang tinggi. Pengalaman membangun kualitas pendidikan
menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu dengan mengembangkan standar
yang dilakukan secara topdown cenderung gagal. Sehingga tidak aneh kalau
seorang kepala sekolah di Amerika sampai mengatakan: “we are preparing a
generation of robots” (House, 1998: 34). Kelemahan dari kebijakan yang
bersifat sentralistis dan menekankan pada standarisasi output adalah
ketidakadilan. Dikatakan tidak adil karena kondisi antar sekolah di suatu daerah
dan kondisi sekolah antar daerah amat bervariasi. Sistem evaluasi dengan
standardize menafikkan perbedaan tersebut. Tidak mengherankan kalau
kemudian muncul hasil evaluasi yang memiliki gap yang amat dalam diantara
peserta didik, sekolah, dan daerah.
b. Mengembangkan Dinamika Sekolah
Reformasi pendidikan pada era reformasi dewasa ini secara prinsip
mengarah pada dua sasaran penting. Pertama reformasi pendidikan mengarah
untuk memberikan tanggung jawab lebih besar kepada birokrasi di daerah
untuk secara langsung menangani pendidikan, dengan memobilisasi dukungan
penuh masyarakat (desentralisasi). Kedua, reformasi ditujukan untuk
meningkatkan dinamika internal sekolah dengan memberikan kesempatan lebih
besar pada level sekolah. Pendidikan merupakan proses yang sangat dinamis
tanpa mengenal kata akhir. Dinamika proses pendidikan akan semakin semarak
sejalan dengan adanya kebijakan yang tulus dari pemerintah pusat untuk
35. 35
mengendalikan pendidikan kepada masyarakat. Karenan pendidikan yang
didukung oleh masyarakatlah yang akan benar-benar menjadi tempat dimana
akan terjadi proses learning.
3. Otonomi Sekolah Sebagai Piranti Meningkatkan Mutu Sekolah Dalam
Era Desentralisasi
Selama lebih dari tiga puluh tahun pendidikan Indonesia dikelola dan di
kendalikan dengan system dan kebijakan yang sentralistik. Selama itu pula
telah menunjukkan kualitas pendidikan tidak mengalami kemajuan, untuk tidak
mengatakan kemunduran. Upaya untuk mengembalikan pendidikan kejalur
yang benar, terus bergerak meski lambat dan tersembunyi. Demokrasi politik
era reformasi secara langsung mengimbas kedalam demokratisasi pendidikan.
Desentralisasi politik telah diikuti dengan desentralisasi pendidikan, baik ke
pemerintah otonom, bahkan ke sekolah dalam wujud, dalam batas-batas
tertentu, diaplikasikannya otonomi sekolah.
a. Otonomi Sekolah
Dalam masa sepuluh tahun terakhir ini istilah OTSEK (Otonomi
Sekolah) menjadi kata kunci dalam reformasi pendidikan. OTSEK merupakan
suatu bentuk pengaturan dimana kekuasaan pengambilan keputusan sekolah
bergeser dari pemerintah pusat ke sekolah sendiri sebagai tempat yang paling
dekat dengan proses belajar mengajar (Wohistetter, 1997).
Implementasi OTSEK akan melahirkan sekolah yang semakin fleksibel,
dalam wujud sekolah akan makin mudah memberikan tanggapan terhadap
gejala-gejala dan problem yang muncul. Implementasi OTSEK diharapkan
akan meningkatkan akuntabilitas sekolah. Implementasi OTSEK bukan untuk
OTSEK itu sendiri, melainkan merupakan sarana untuk melakukan perubahan.
Oleh karena itu tujuan OTSEK sudah jelas untuk meningkatkan mutu lulusan
atau output. Otsek harus dapat menghasilkan berbagai perubahan yang pada
akhirnya an ultimate goal adalah mutu lulusan meningkat. OTSEK juga akan
dapat mengembangkan sekolah yang efektif manakala implementasi OTSEK
36. 36
juga membawa serta empat aspek: power, information, rewards, dan
knowledge.
4. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Mempersiapkan Sumber Daya
Insani yang Relevan bagi Pembangunan
Transformasi baik dalam skala nasional maupun global telah
berlangsung dan akan terus berlangsung. Dunia kerja berubah drastis dari
pekerja produksi kearah pekerja strategis dan pemecahan masalah atau dikenal
dengan knowledge worker. Untuk itu dunia pendidikan harus mampu
memberikan kepada peserta didik seperangkat ilmu baru, yakni sedikit
informasi namun memiliki kemampuan men-generate data, menganalisis,
menginterpretasikan, dan mampu mengaplikasikan dalam kerangka dan
konteks yang lebih luas.
a. Hakikat Kurikulum KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah Beyond Competency,
pengertian kompetensi selama ini. Dengan demikian secara jelas kompetensi
yang dimaksud dalam kurikulum tidak sekedar kemampuan teknis, melainkan
kompetensi yang mencakup kemampuan akademik, kemampuan moral, dan
kemampuan sosial. Selain KBK dapat dilihat dari tujuan, juga dapat dilihat
dalam perspektif kegiatan belajar mengajar. Pada perspektif ini tekanan KBK
adalah bobot materi yang tidak terlalu berat, tetapi disampaikan oleh guru
dengan segala hak-hak professional yang dimiliki, sehingga proses belajar
mengajar menjadi menarik, mengasyikkan, menyenangkan, dan mencerdaskan.
b. A Learning School
A learning school yakni sekolah yang memiliki kapasitas untuk
melakukan pembelajaran guna memperkuat melakukan transformasi menuju
inovasi. Ciri a learning school adalah: 1) semua warga sekolah belajar
bagaimana cara belajar dan belajar hidup bersama dalam perbedaan, 2) belajar
adalah menyenangkan dan merupakan kebutuhan, 3) belajar tentang sesuatu
yang memiliki nilai-nilai kebaikan. Perlu dicatat bahwa dunia pendidikan,
37. 37
khususnya sistem persekolahan harus segera mempersiapkan diri untuk mampu
mengelola proses perubahan yang berlangsung amat cepat. Transformasi
sekolah masa kini menjadi a learning school memerlukan partisipasi warga
sekolah, komitmen khususnya dari para guru, dan dukungan dari luar sekolah,
dan pengembangan staf secara terus menerus.
5. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup: Tinjauan Filosofis Teoritis
dan Implikasi Praktis
Pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan agar seseorang
memiliki kecakapan hidup agar dapat hidup secara efektif dan efisien, yang
tidak saja berguna bagi diri pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi sesamanya
mulai dari keluarga, lingkungan, masyarakat dan bangsanya.
a. Hakikat Kecakapan Hidup
Pengembangan pendidikan kecakapan hidup, memiliki tujuan untuk
membekali para peserta didik, dengan kemampuan untuk menghadapi berbagai
tantangan yang dihadapi dalam sepanjang kehidupannya. Agar dapat memiliki
kecakapan guna melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi tersebut, maka
Allah SWT telah menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan, antara lain:
1) Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena sebagai penerima dan
pelaksana ajaran-Nya.
2) Makhluk dengan bentuk bagus dan seimbang.
3) Makhluk dengan tiga dimensi: jasmani, akal, dan rohani.
4) Makhluk yang berpikir agar manusia mampu menerima dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
5) Makhluk unik dan dinamis, memiliki kebebasan dan kemerdekaan.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan tiada lain untuk mengembangkan jasmani,
mensucikan rohani dan menumbuhkan akal sehingga manusia mampu
melaksanakan ibadah kepada-Nya dan melaksanakan fungsi kekhalifahan,
sehingga mampu melaksanakan rekayasa, untuk memperoleh Ridho dan
karunia-Nya.
38. 38
b. Kecakapan Hidup Dewasa Ini
Berkaitan dengan peran dan hakikat pendidikan bagi suatu bangsa,
dimana masing-masing yang memiliki karakteristik, kondisi dan permasalahan
yang khas, maka tujuan, sistem dan proses pendidikan bervariasi satu bangsa
dengan bangsa lain, bahkan berbeda untuk satu bangsa pada kurun waktu yang
berbeda. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dalam proses pendidikan
diperlukan alat. Alat utama untuk mempelajari adalah mata, telinga, dan hati.
Berdasarkan alat utama tersebut dapat dikembangkan tiga macam teknik dan
alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan, yakni: 1) empiris&realistis, 2)
rasional, logika, dan intelektual, 3) wahyu, transsedental, dogma, doktrin, dan
metafisik.
Kecakapan hidup yang harus dikembangkan agar siswa dapat hidup
layak ditengah-tengah masyarakatnya, maka setiap siswa antara lain harus
memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) kemampuan membaca dan menulis
baik dalam Bahasa Indonesia maupun untuk salah satu Bahasa asing; 2)
kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, dan merencanakan masa
depannya sendiri, untuk setiap siswa perlu dibekali dengan pola pikir ilmiah
dengan prinsip inventory, inquiry dan discovery; 3) kemampuan numerik,
menghitung baik dengan alat bantu teknologi maupun tidak; 4) kemampuan
mengelola SDA, sosial, budaya, dan lingkungan untuk bisa hidup mandiri
otonom; 5) kemampuan untuk bekerjasama dalam satu tim; 6) kemampuan
untuk terus belajar mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan 7) kemampuan vokasional tertentu.
c. Implikasi Kurikulum
Kurikulum berbasis kompetensi yang fleksibel dan adaptable
memberikan berbagai inovasi pendidikan, antara lain mencakup:
1) Penyediaan paket-paket pendidikan yang dapat diambil siswa sesuai dengan
minat dan interesnya.
39. 39
2) Mengembangkan proses belajar mengajar berbasiskan tema, dengan
menghubungkan dua atau lebih mata pelajaran dengan sistem team
teaching.
3) Mengembangkan proses belajar mengajar yang bersifat komprehensif (a
comprehensive course).
4) Peran guru dalam pembelajaran mulai mengaplikasikan berbagai metode
pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang
ada.
5) Peran guru dalam proses pembelajaran mulai memadukan antara teori
dalam buku teks dan realitas masyarakat.
Setiap warga masyarakat memerlukan kecakapan hidup, yakni kemampuan
untuk dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya sehingga
dapat hidup layak ditengah-tengah masyarakat, dan keberadaannya bermanfaat
untuk keluarga, masyarakat dan bangsanya.
6. Mengembangkan Kultur Sekolah Menuju Pendidikan yang Bermutu
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang harus
dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar dan berbagai faktor yang berkaitan dengan itu, dengan arah agar
tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan lebih efisien. Namun perlu
dicatat mengajar merupakan suatu interaksi yang bersifat manusiawi antara
pendidik dan peserta didik yang penuh mengandung ketidakpastiaan. Penyebab
ketidakpastiaan utama adalah kultur sekolah, sebagai salah satu faktor yang erat
berkaitan dengan proses belajar mengajar.
a. Prestasi Akademik Siswa
Modal intelektual sekali lagi digaris bawahi merupakan penguasaan
kompetensi akademik yang diukur dengan nilai akademik yang diperoleh
khususnya pada puncak prestasi dalam wujud skor nilai nasional. Secara faktual
dan realistis kalau sekolah berbicara peningkatan mutu, sasarannya adalah
peningkatan prestasi akademik yang ditunjukkan oleh angka rapor, dan
40. 40
puncaknya angka ujian nasional. Kondisi dan fakta tersebut diatas tidak terlepas
dari kebijakan peningkatan mutu yang diambil oleh pemerintah, yakni dengan
menekankan pada output pendidikan, dalam bentuk ujian nasional. Untuk
menigkatkan prestasi akademik tersebut sekolah harus berusaha keras dengan
mengarahkan segala sumber yang ada.
b. Kultur Sekolah
Kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hidup yang diyakini
bersama: yang diciptakan, diketemukan atau dikembangkan oleh sekelompok
masyarakat dan dapat digunakan mengatasi persoalan hidup mereka, oleh
karenanya diajarkan dan diturunkan generasi ke generasi sebagai pegangan
perilaku, berpikir, dan rasa kebersamaan diantara mereka (Schein, E. H. 1985).
Dalam kehidupan bermasyarakat budaya menempati posisi yang penting yang
banyak digunakan untuk menganalisis fenomena masyarakat. Kultur sekolah
mengandung 3 aspek: artifak, nilai, dan asumsi dasar. Bentuk kultur sekolah
dapat juga dilihat dalam beberapa bentuk. Seperti bagaimana interaksi guru dan
siswa, bagaimana keterlibatan siswa dalam kegiatan sekolah.
c. Cerita-Cerita Keberhasilan
Terdapat sekolah yang patut untuk dikemukakan disini, dimana ketiga
sekolah tersebut berhasil meningkatkan mutu dan membangun kultur sekolah.
Sekolah “A” dilatarbelakangi datangnya kepala sekolah baru membawa
semangat dan kemauan “sekolah harus berubah”. Kepala sekolah membawa
visi dan tujuan sekolah yang jelas: “meluluskan siswa, yang gampang
mendapatkan pekerjaan di Jakarta”. Untuk itu siswa harus menguasai komputer
dan fasih dalam berbahasa Inggris. Semua warga sekolah khususnya guru dan
siswa memahami benar visi dan tujuan di atas. Kini sekolah ini termasuk
favorit, siswa berdatangan tidak saja dari kabupatennya sendiri, melainkan juga
datang dari kabupaten tetangga dan sudah menolak siswa lebih dari separuh
pendaftar.
41. 41
Sekolah “B” kepemimpinan sekolah yang terbuka secara terus menerus
menekankan semangat “kebersamaan dan perubahan”, inilah yang telah
berhasil mengantarkan sekolah menjadi sekolah bergengsi seperti sekarang.
Visi mereka adalah menciptakan sekolah yang lulusannya mampu bersaing
dengan sekolah di Singapore dan Malaysia. Mereka bertekad untuk menjadikan
sekolah sebagai a learning school, school that learn.
d. Posisi Kultur Sekolah
Paling tidak dapat dirumuskan dua model kaitan kultur dan prestasi
serta bagaimana terbentuknya kultur sekolah tersebut, yakni:
1) Kultur sekolah yang muncul pada sekolah yang sudah memiliki pengalaman
panjang. Kultur yang ada saat ini merupakan proses interaksi yang
kompleks yang akhirnya merubah kultur lama menjadi kultur yang baru.
Model ini barangkali tepat kalau dikaitkan dengan total quality education
management (TQE).
2) Model kedua yang dinamakan organizing school fox excellency (OSFEC),
lebih sederhana dan menempatkan pemimpin menjadi faktor penentu dalam
pengembangan kultur sekolah. Model ini menjelaskan bahwa
pengembangan kultur sekolah diawali dengan keberadaan visi, mimpi-
mimpi kondisi sekolah di masa depan, yang jelas dan mampu memberikan
inspirasi semua warga sekolah untuk bekerja keras mewujudkan tujuan
sekolah.
e. Langkah-langkah Membangun Kultur Sekolah
Syarat pertama dalam pengembangan kultur sekolah adalah keberadaan
pemimpin atau sekelompok orang yang memiliki kesadaran, kemauan, dan
komitmen untuk mengembangkan gagasan-gagasan baru yang kemudian
dirumuskan kedalam visi, misi, dan tujuan sekolah yang dideskripsikan secara
jelas. Langkah-langkah pengembangan kultur sekolah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
42. 42
1) Menetapkan kelompok yang bersama-sama memiliki kesadaran, kemauan,
dan komitmen melakukan perubahan.
2) Rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah beserta harapan-harapannya.
3) Siapkan SDM dengan kemampuan, kesadaran dan kebersamaan yang
berkaitan dengan visi dan misi tersebut; dan bentukan tim-tim task force
sesuai dengan rancangan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.
4) Memulai dengan langkah-langkah dan tindakan yang konkrit; mengaitkan
tindakan konkrit dengan nilai-nilai dan asumsi dasar yang ada
5) Siapkan dua strategi secara simultan strategi level individu dan level
kelembagaan.
D. Praktik Pendidikan yang Manusiawi
1. Sekolah Sebagai Laboratorium: Suatu Model Praktik Persekolahan
Pendidikan merupakan suatu rekayasa agar proses learning dapat
berlangsung dan mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam rekayasa ini
sekolah menempati posisi khusus. Pendekatan macrocosmics mengisyaratkan
bahwa dalam suatu masyarakat harus ada keserasian antara lembaga pendidikan
dengan lembaga lain, agar pendidikan dapat berlangsung secara alami, efektif
dan efisien. Sistem dan praktik pendidikan harus seirama dengan berbagai
sistem yang ada: sistem politik, ekonomi, dan sosial budayanya.
a. Auditorium VS Laboratorium
Inti pembaharuan adalah menjadikan sekolah sebagai suatu proses yang
alami, bebas tanpa tekanan, dan berlandaskan instrinsic motivation. Sekolah
diibaratkan sebagai auditorium atau sebagai laboratorium. Dalam nuansa sosial,
auditorium merupakan tempat dimana sekelompok orang atau pengunjung
duduk tenang serta rapi mendengarkan suatu presentasi untuk kemudian
melangsungkan tanya jawab dan diskusi dengan penyaji, serta diakhiri dengan
tepuk tangan (applaus). Di pihak lain, dalam nuansa sosial laboratorium adalah
suatu tempat dimana setiap orang yang berada di dalamnya, aktif melakukan
43. 43
kegiatan dengan penuh “curiosity” dan kosentrasi, serta berdiskusi satu sama
lain maupun berdiskusi dengan orang yang lebih tahu.
Semua aktivitas yang ada di sekolah perlu direkayasa sehingga memiliki
nilai dan merupakan wahana pendidikan untuk mengembangkan diri siswa
secara utuh. Secara spesifik rekayasa perlu diarahkan pada empat aspek
sekolah: peran siswa, peran guru, substansi kurikulum, dan manajemen.
b. Siswa: Objek atau Subjek?
School is not preparation for life, but life it self dan sekolah sebagai
suatu proses pelayanan jasa yang bersistem organik bahwa siswa tidak dapat
diperlakukan sebagai objek, melainkan sebaliknya harus diperlakukan sebagai
subjek sesuai dengan kadar kedewasaannya.
c. Guru: Siapa itu?
Sebagai konsekuensi logis memperlakukan siswa sebagai subjek, maka
fungsi guru bukan semata-mata orang yang memiliki tanggung jawab untuk
menstransfer “pengalaman” melainkan lebih kompleks dari itu. Guru memiliki
multiperan yang intinya adalah menjadi inspiratori, fasilitator, dan motivator
bagi siswa untuk menjadikan lingkungan sekolah bermakna bagi siswa.
d. Kurikulum darimana Dimulai?
Kurikulum sebagai pengalaman yang disajikan kepada para siswa dapat
dimulai dari pokok-pokok bahasan atau sub-pokok bahasan yang tertera pada
buku (subject oriented) atau dimulai dari problem riil yang ada dimasyarakat
(problem oriented).
e. Manajemen: Siapa yang Paling Menentukan?
Inti dari manajemen pendidikan adalah menentukan alokasi sumber-
sumber yang terbatas dan memastikan bahwa sumber-sumber yang terbatas dan
memastikan bahwa sumber-sumber tersebut dimanfaatkan secara tepat
sehingga pendidikan dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Simpul-
simpul kekuasaan harus semakin dekat dengan sekolah (school based
management). Birokrasi pendidikan perlu diperdayagunakan menjadikan
44. 44
sekolah sebagai unit-unit terkecil yang mandiri dalam jalinan birokrasi
pendidikan tersebut.
2. Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikultural
Multikultural merupakan kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dewasa ini. Terdapat dua dorongan mengapa
multicultural perlu dikaji secara sistematis. Pertama, tidak perlu dipungkiri
begitu banyak kasus konflik kekerasan, yang muncul disebabkan karena tidak
adanya pemahaman multikultural. Kedua, pada era global gelombang
pertukaran budaya berlangsung amat cepat. Pendidikan agama, sebagai upaya
untuk menjadikan peserta didik menjadi orang yang beriman, bertaqwa dan
bermoral, sudah barang tentu perlu memahami konteks multikultural ini.
a. Pendidikan Multikultural
Realitas masyarakat yang bersifat multikultural jarang menimbulkan
berbagai gejolak masyarakat, dalam wujud tindak kekerasan antar etnis atau
antar kelompok yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Dengan
latar belakang ini kehadiran pendidikan multikultural diperlukan.
b. Pemahaman, Kesadaran Diri, Toleransi
Kesadaran bermultikultural akan membawa perubahan-perubahan
termasuk dalam pendidikan agama. Standar kompetensi dan standar isi yang
sudah ditentukan akan dijabarkan oleh sekolah kedalam pengalaman
pembelajaran dan bagaimana itu akan dikelola. Untuk melakukan itu sekolah
perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1) Pendidikan agama harus bersifat transformatif, artinya pendidikan agama
harus mampu merubah level kelas dan level sekolah.
2) Guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar senantiasa bersifat
reflektif yang mengedepankan sintesis, dialog dan carring.
3) Pendidikan agama harus dapat mengembangkan kesadaran diri peserta
didik hakikat masyarakat majemuk yang merupakan sunatullah.
45. 45
Setiap agama memiliki doktrin, hukum, aturan moral dan aturan ibadah sendiri-
sendiri. Oleh karena itu berbagai perbedaan akan muncul dalam pelaksanaan
pendidikan agama. Oleh karena itulah, muncul tantangan besar mampukah
pendidikan agama melahirkan peserta didik yang “baik”?
3. Tradisi Pengajaran Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah
Pengajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah menengah dilakukan secara
terpisah dan masing-masing sebagai mata pelajaran monolitik. Masing-masing
mata pelajaran memiliki tujuan yang tidak secara jelas memiliki keterkaitan
tujuan satu mata pelajaran dengan tujuan mata pelajaran lain. Tradisi
pengajaran ilmu sosial yang dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran
tersebut umumnya dengan pendekatan disiplin murni dan bersifat top down,
semua detail telah dipersiapkan oleh pusat. Reorientasi pengajaran diperlukan
agar pengajaran ilmu-ilmu sosial dapat memberikan kontribusi maksimal dalam
proses mempercepat pembangunan demokrasi. Tujuan dan organisasi
pelaksanaan pengajaran ilmu-ilmu sosial perlu diubah. Dengan demikian,
singkat dapat dikatakan bahwa pengajaran ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk
mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan yang dapat dimanfaatkan
bagi kepentingan diri dan masyarakatnya. Permasalahan dalam pengajaran
ilmu-ilmu sosial berikutnya adalah berkaitan dengan materi yang dicakup
dalam masing-masing bidang ilmu sosial tersebut. Kiranya sudah saatnya bagi
pendidikan Indonesia mulai mempersiapkan untuk mengembangkan ilmu-ilmu
sosial yang berwajah Indonesia, yang tumbuh dan lahir dari masyarakatnya
sendiri, sehingga betul-betul mencerminkan kondisi dan keadaan masyarakat
yang ada.
4. Peran Pendidikan Tinggi dalam Mewujudkan Masyarakat yang
Demokratis
Perubahan yang drastis dari masyarakat otoriter menjadi masyarakat
terbuka demokratis menyalahi proses yang benar, bahwa demokrasi merupakan
learning process yang mengajarkan bahwa transisi menuju masyarakat
46. 46
demokratis harus melalui jalur yang benar, berjalan dan berkembang seirama
dengan perkembangan ekonomi dan tingkat pendidikan warga masyarakat.
a. Demokratisasi Demokrasi
Berdemokrasi erat berkaitan dengan kemampuan ekonomi dan tingkat
pendidikan. Demokrasi dan pembangunan ekonomi saling terkait dan saling
mendukung. Demokrasi di Indonesia berkembang dalam kondisi ekonomi
bangsa yang amat timpang. Sekelompok kecil orang kaya di tengah-tengah
kemiskinan masal. Maka akibatnya yang tidak dapat lagi ditolak adalah
munculnya “money politics”. Demikian pula tingkat pendidikan penduduk dan
demokrasi. Pelaksanaan demokrasi memerlukan tingkat pendidikan tertentu
dari penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk dalam berdemokrasi
menyebabkan terjadi “proses pembodohan” politik. Kondisi semacam ini,
money politics diiringi dengan proses pembodohan massa akan merupakan
proses penggerogotan demokrasi yang tidak mustahil akan menyebabkan
penyakit kehidupan demokratis semakin parah.
b. Karakteristik Masyarakat Demokratis
Karakter utama masyarakat demokratis adalah warga masyarakat yang
memiliki kematangan baik dalam aspek intelektual maupun moral. Kedua,
masyarakat demokratis adaah rasa tanggung jawab. Ketiga, pemahaman akan
realitas. Keempat, adalah apa yang disebut spotmanship (suatu sikap dan
perbuatan yang dilandasi dengan kerja keras dengan penuh optimism). Kelima,
toleransi dan social trust.
c. Model Civic Education
Pada era reformasi dewasa ini yang diperlukan adalah campus based
civic education dengan berpijak pada tiga pilar: 1) anti kekerasan; 2)
konstitusional; 3) memberikan sesuatu yang riil bagi kemajuan masyarakat.
Dengan karakter sebagai berikut:
1) Memberikan perkuliahan yang menyangkut sistem pemerintahan, sejarah
perjuangan bangsa, dan demokrasi.
47. 47
2) Mendiskusikan peristiwa-peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional
maupun internasional secara bebas dan terbuka.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam
kehidupan riil masyarakat.
4) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam civic
education di kampus.
5) Mendorong peserta didik untuk aktif dalam kehidupan politik kesiswaan/
kemahasiswaan.
6) Memperbanyak kegiatan simulasi bagaimana prosedur dan proses
demokrasi berjalan.
Model campus based civic education akan menjadikan civic education tidak
lagi hanya bersifat perkuliahan semata, melainkan sudah bersinergi dengan
kegiatan yang ada pada lembaga kepesertadidikan dan pengabdian pada
masyarakat. Peserta didik sebagai generasi muda dalam masyarakat perlu untuk
diberikan kesempatan yang luas untuk berinteraksi tukar pengalaman dan
berorganisasi yang memiliki makna bagi mereka.
5. Peran Perguruan Tinggi pada era Globalisasi
Peran pokok perguruan tinggi dalam masyarakat informasi adalah
menciptakan pengetahuan baru, desiminasi, serta pemanfaatannya. Namun
peran ini tidak dilakukan sendiri, namun juga didampingi oleh industri yang
juga ternyata mampu menciptakan pengetahuan baru. Kemampuan ini tidak
lepas dari adanya learning process dalam tubuh dunia industry, sehingga
menjadikan industry sebagai learning organization. Sudah barang tentu
kerjasama antara dunia perguruan tinggi dan dunia industry ini disamping
diterima sebagai realitas, tidak urung mengundang kritik sebagai bentuk
kekhawatiran akan munculnya ancaman terhadap integritas perguruan tinggi
sebagai lembaga ilmiah, yang mendasarkan pada kreativitas, fleksibilitas, dan
otonomi. Berkaitan dengan kecepatan perubahan pada masyarakat informasi
paling tidak dunia perguruan tinggi harus memperhatikan dua hal. Pertama,
48. 48
bagaimana perguruan tinggi melakukan antisipasi berkaitan dengan terjadinya
perubahan struktur pasar tenaga kerja dalam masyarakat informasi. Kedua,
perguruan tinggi perlu untuk menciptakan dan memajukan learning skills lewat
kegiatan research and development, research and teaching, research and
learning.
a. Tantangan Perguruan Tinggi di Indonesia
Dikalangan masyarakat Indonesia dewasa ini, sebagaian kecil
masyarakat dapat dikategorikan sedah memasuki tahap masyarakat infromasi.
Sebagaian masyarakat lain masih dalam tahap masyarakat industrial, dan
bahkan sebagaian besar masih dalam tahap masyarakat agraris. Oleh karena itu,
fenomena prismatic society muncul dengan jelas. Dengan kondisi sedemikian
ini peran pendidikan khususnya perguruan tinggi semakin kompleks.
Tantangan perguruan tinggi di Indonesia amat berat. Tantangan akan semakin
berat manakala dilihat bagaimana kondisi perguruan tinggi kita. Kondisi
objektif menunjukkan bahwa masyarakat menaruh perhatian terhadap
kehidupan perguruan tinggi, namun pada waktu yang sama anggaran untuk
perguruan tinggi amat rendah, dan partisipasi dana masyarakat terhadap
perguruan tinggi termasuk sektor ekonomi juga amat rendah. Kondisi subjektif,
secara kualitatif perguruan tinggi kita masih cenderung mewakili konsep
sebagai Menara gading, dalam artian perguruan tinggi sangat terbatas dalam
melakukan fungsi sebagai agent of social changes. Disamping itu kondisi
subjektif kaulitatif juga menunjukkan bahwa dunia perguruan tinggi kita
cenderung terperangkap dalam konservatif atau kejemudan, sulit melakukan
perubahan.
Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi kita adalah bagaimana dapat
melakukan tiga fungsi utama secara simultan. Pertama melakukan fungsi
sebagai agent of social change. Kedua melaksanakan fungsi sebagai lembaga
yang harus mampu menciptakan, diseminasi, dan memanfaatkan pengetahuan.
Ketiga, sebagai lembaga yang harus mampu menghasilkan lulusan yang
49. 49
mampu melakukan perubahan. Untuk itu berbagai langkah dapat dilakukan.
Pertama, masing-masing perguruan tinggi perlu merumuskan program
peningkatan kualitas diri, dengan melaksanakan program peningkatan
kemampuan kelembagaan, meningkatkan internal efisiensi, meningkatkan
eksternal efisiensi, dan terakhir menuju perguruan tinggi unggulan yang
mengarah the world class university. Kedua, mengembangkan berbagai bentuk
perkuliahan (teaching) yang dikaitkan dengan penelitian dan pengabdian
masyarakat. Ketiga, perkuliahan di perguruan tinggi harus menekankan pada
learning how to learn guna menciptakan life long education dan learning
society. Keempat, perguruan tinggi harus mengembangkan modal intelektual
dan modal sosial secara sadar, terencana, dan sistematis. Dengan demikian
pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi perlu melakukan perubahan secara
terus menerus, baik untuk meningkatkan kemampuan dirinya maupun
meningkatkan pengaruh perubahan pada masyarakatnya.
50. 50
BAB III
PENUTUP
Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan
A. Reformasi
Pada tahun 1998 kondisi bangsa dan negara mengalami perubahan dengan
adanya reformasi sebagai kelanjutan dari perubahan kepemimpinan nasional. Orde
baru telah usai dan orde reformasi mulai menapak dalam sejarah kehidupan bangsa
Indonesia. Reformasi politik yang sudah dimulai sebelum pergantian kejatuhan
orde baru, menjadi kenyataan dengan disyahkannya UU tentang desentralisasi pada
era pemerintahan Habibie. Amandemen UUD 1945 juga merupakan mile stone
pada perkembangan kehidupan bangsa Indonesia berikutnya. Reformasi telah
meneguhkan wajahnya: demokrasi dan liberalisasi. Reformasi hingga saat ini
belum dinikmati oleh sebagaian besar warga bangsa. Secara substantive bangsa
Indonesia belum bisa lepas dari multikrisis yang dimulai dengan krisis keuangan
semenjak tahun 1997. Memang harus disetujui dibidang politik pemerintahan
Habibie dan diperkuat oleh Gus dur telah berhasil melaksanakan reformasi politik
dengan amat sukses. Yakni warga negara Indonesia memiliki kebebasan yang
selama puluhan tahun tidak dinikmati. Tapi apa arti kebebasan dan pemilu langsung
bagi sebagaian besar warga bangsa kalau di sisi lain tidak menunjukkan perubahan
yang berarti?
B. Krisis Era Globalisasi
James martin dalam karyanya the meaning of the 21th century a vital
blueprint for ensuring our future dalam karyanya tersebut dikaji thesis yang
berjudul the revolutionary suddenness. Yakni suatu perubahan yang sangat
mendadak yang bersifat revolutif, merambat dengan cepat lagi dahsyat diberbagai
aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini bisa terjadi karena
oleh dua sebab:
51. 51
1. Adanya kebijakan hasil perbuatan manusia sendiri, yakni berupa suatu
kebijakan yang dilaksanakan dengan penuh semangat tetapi tidak ditopang
dengan persiapan dan sumber daya yang memadai.
2. Terjadinya bencana alam.
Pada hakikatnya krisis multidimensi yang menimpa bangsa sesungguhnya
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tengah mengalami the revolutionary
suddenness. Persoalan yang dihadapi bangsa kita dewasa ini tidak lepas dari
kebijakan reformasi yang mendadak dan massif. Reformasi politik dalam bentuk
desentralisasi yang mengubah tata negara, kehidupan politik, dan sosial bangsa
dipersiapkan dalam waktu yang relatif amat pendek. Bahkan transisi untuk
melaksanakan desentralisasi dari diundangkan hanya 2 tahun. Bahkan kalau ini
tidak tertangani dengan cepat, bisa menyebabkan bangsa Indonesia terjebak pada
thesis kedua Martin (2006) yakni a conundrum, suatu kondisi yang penuh teka-teki
yang amat rumit untuk dipecahkan. Kalau kecenderungan ini dibiarkan, maka masa
depan bangsa dan negara akan suram.
C. Tantangan Era Globalisasi
Abad ilmu pengetahuan memberikan berbagai kesempatan dan
kemungkinan yang luas terbuka, tetapi juga sekaligus memberikan problem yang
amat dahsyat, yang keduanya belum pernah dialami oleh generasi sebelumnya. Hal
ini melahirkan non human like intelligence (NHL intelligence). Pemanfaatan
kemajuan teknologi akan membuka kesempatan menciptakan apa yang disebut
“bioconvergence” teknologi yang mengkombinasikan antara biologi dan non-
biologi, lewat prinsip elektronika dimana setiap makhluk hidup memilikinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan terutama kemajuan teknology memberikan
kemungkinan dan kesempatan bagi manusia untuk bisa survive meski kekayaan
alam semakin menipis dan bahkan habis. Namun adalah sangat naif bila kita
berpendapat bahwa teknologi memberikan kepada kita kekuatan untuk
mengendalikan alam raya ini. Yang lebih tepat manusia akan semakin tergantung
pada teknologi. Karena kemunculan suatu teknologi memerlukan teknologi yang
52. 52
lebih canggih. Oleh karenanya, itu yang harus dilakukan belajar bagaimana
manusia dapat menguasai dan mengendalikan teknologi.
D. Reformasi Pendidikan
Dibidang pendidikan reformasi telah melahirkan Undang-Undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen. Secara
hipotesis UU tersebut lahir dari beberapa sebab:
1. Pendidikan telah gagal mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan.
2. Dunia pendidikan tidak memiliki kepemimpinan dan visi untuk senantiasa
memperbaharui diri sendiri.
3. Lembaga pendidikan tidak dari TK sampai PT dan non formal tidak sinkron
dengan perubahan yang lebih kompetitif, lebih kompleks, lebih global dan lebih
menekankan pada inovasi.
4. Guru bukan hanya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, tetapi juga tidak
memiliki alat ukur yang jelas dan control atas kinerjanya.
5. birokrat tidak memiliki keberanian untuk memperbaharui pendidikan dengan
menciptakan kurikulum masa depan yang lebih menekankan pada science,
lebih inovatif, lebih banyak memanfaatkan teknologi tinggi, lebih menekankan
pada globalisasi, lebih menekankan pada pengembangan entrepenuer skills.
6. Guru mengajar siswa masa lampau bukannya mengejar siswa bagaimana
menatap masa depan yang kompleks dan rumit dan penuh tantangan.
Untuk mewujudkan pendidikan yang professional, termasuk meningkatkan
kemampuan professional dan kesejahteraan guru dalam situasi dan kondisi bangsa
yang rumit ini, ada beberapa prinsip yang harus dipegang.
1. Menekankan pada optimalisasi pemanfaatan kesempatan dan kemungkinan
yang ada, bukannya terjerat pemecahan masalah yang rumit lagi kompleks.
2. Perlu dikembangkan visi peningkatan mutu guru yang jelas, strategi yang tepat,
upaya guru mempengaruhi pemegang kunci yang sesuai, dan pelaksana yang
efektif.
53. 53
3. Senantiasa menekankan pada antisipasi, adapsi, evaluasi, kolaborasi, inovasi,
dan realitas.
4. Memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masa depan Indonesia sangat tergantung pada kemampuan untuk mewujudkan
pendidikan yang berkualitas.