SlideShare a Scribd company logo
BAB I
                         TEGANGAN DAN REGANGAN

1.1. Tegangan
        Dalam mekanika bahan, pengertian tegangan tidak sama dengan
vektor tegangan. Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan
vektor, vektor apapun, merupakan tensor derajat satu. Besaran skalar
merupakan tensor derajat nol.                Tensor ialah besaran fisik yang
keadaannya pada suatu titik dalam ruang, tiga dimensi, dapat
dideskripsikan dengan 3n komponennya, dengan n ialah derajat tensor
tersebut. Dengan demikian, untuk persoalan tegangan tiga dimensi
pada suatu titik dalam ruang dapat dideskripsikan dengan 3 2
komponennya. Pada sistem koordinat sumbu silang, tegangan tersebut
adalah σxx , σyy , σzz , txy , tyx , txz , tzx , tyz , dan tzy seperti ditunjukkan
pada Gambar 1.1(a). Namun demikian, karena t xy = tyx , txz = tzx dan
tyz = tzy , maka keadaan tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan
enam komponennya, σxx , σyy , σzz , txy , txz , tyz. Sedangkan untuk
tegangan bidang, dua dimensi, pada suatu titik dapat dideskripsikan
dengan 22 komponennya, Gambar 1.1(b), dan karena tij = tji untuk maka
tiga komponen telah dapat mendeskripsikan tegangan bidang pada titik
Pada dasarnya, tegangan secara garis besar dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yakni tegangan normal, dengan notasi s ij , i = j, serta
tegangan geser dengan notasi tij , . Perhatikan penulisan pada
paragrap di atas. Karakter indek yang pertama menyatakan bidang
tempat bekerjanya gaya, sedangkan karekter indek yang kedua
menyatakan arah bekerjanya vektor tegangan tersebut. Tegangan
normal ialah tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang
pembebanan. Sedangkan tegangan geser ialah tegangan yang bekerja
 
    sejajar dengan bidang pembebanan. Jadi keenam tegangan yang
    mendeskripsikan tegangan pada suatu titik terdiri atas tiga tegangan
    normal, σxx , σyy , dan σzz , serta tiga tegangan geser, txy , tyz , dan
    tzx. Nilai tegangan bisa positif dan bisa pula negatif. Tegangan
    bernilai positif bila tegangan tersebut bekerja pada bidang positif
    dengan arah positif, atau bekerja pada bidang negatif dengan arah
    negatif. Selain itu, nilainya negatif.
    Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai
    intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Sehingga secara
    matematis tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai

               F
         σ ij = n        i=j                                       (1a)
                A

         σ ij = tegangan normal rata-rata (N/mm2 = MPa)
        Fn = gaya normal yang bekerja (N)
        A = luas bidang (mm2)
        i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z
Sedangkan tegangan geser rata-rata dapat dinyatakan sebagai
 
               F                                         (1b)
         τ ij = t ,    i≠ j
               A

    τ ij = tegangan geser rata-rata (N/mm = MPa)
                                         2


    Ft     = gaya tangensial atau sejajar bidang yang bekerja (N)
    A      = luas bidang (mm2)
    i, j = x, y, z

Bila bidang yang menerima pembebanan tersebut dipersempit sampai
akhirnya mendekati nol, dalam artian limit maka akan didapat tegangan
pada suatu titik. Sehingga secara matematis tegangan normal pada
suatu titik dapat dinyatakan

                 ∆ Fn d Fn
    σ ij = lim       =           i=j                    (2a)
          ∆A → 0 ∆A    dA
Sedangkan tegangan geser pada suatu titik, secara matematis dapat
 
    dinyatakan sebagai

                       ∆ Ft d Ft
         τ ij = lim        =     ,   i≠ j             (2b)
                ∆A → 0 ∆A    dA


     1.2. Regangan
Seperti halnya tegangan, regangan juga merupakan tensor
 
    derajat dua. Dengan demikian keadaan regangan ruang, tiga dimensi,
    pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan kesembilan komponennya.
     Pada sistem koordinat sumbu silang, regangan tersebut adalah e xx ,
    eyy , ezz , gxy , gyx , gxz , gzx , gyz , dan gzy , sebagaimana ditunjukkan
    pada Gambar 1.2(a). Regangan juga dapat diklasifikasikan menjadi
    dua, yakni regangan normal, dengan notasi eij , i = j, serta regangan
    geser dengan simbul γij , . Sebagaimana dengan tegangan, gxy = gyx ,
    gxz = gzx dan gyz = gzy , maka keadaan regangan ruang pada suatu titik
    dapat dinyatakan oleh enam komponen, yakni exx , eyy , ezz , gxy , gyz ,
    gzx. Sedangkan regangan bidang, dua dimensi, dapat dideskripsikan
    dengan 22 komponennya, dan karena gij = gji maka regangan bidang
    pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan hanya tiga komponen,
    Gambar 1.2(b).
 




    Regangan normal merupakan perubahan panjang spesifik. Regangan
    normal rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan
    panjang awal, atau secara matematis dapat dituliskan
     
                  ∆ li       ui
         ε ij =          =        ,   i=j                   (3)
                   li        li
       ε ij   = regangan normal rata-rata
       ∆l = u = perubahan panjang pada arah (mm)
       l = panjang awal pada arah (mm)
       i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z.
 
Sedangkan regangan geser merupakan perubahan sudut dalam radial.
Regangan geser bernilai positif bila sudut pada kuadran I dan atau
kuadran III pada sistem koordinat sumbu silang mengecil, Gambar
1.3(a), sedangkan selain itu bernilai negatif.

1.3. Transformasi Tegangan Bidang
  Tegangan dapat ditransformasi dari suatu set sumbu koordinat ke
set sumbu koordinat lainnya. Dengan transformasi pula dapat dicari set
sumbu koordinat pada suatu titik yang memberikan tegangan utama
dari kondisi tegangan yang telah diketahui di titik itu. Yang dimaksud
dengan tegangan utama ialah tegangan yang hanya memiliki nilai tidak
nol untuk tegangan normal saja, sedangkan nilai tegangan gesernya nol.
 Dengan demikian juga dimungkinkan transformasi tegangan dari sistem
koordinat sumbu silang (x, y, z), Gambar 1.4(a), ke sistem koordinat
polar (r, q, z), Gambar 1.4(b).
 




    Transformasi tegangan bidang berdasarkan pada keseimbangan gaya-
    gaya yang bekerja pada elemen. Perhatikan Gambar 1.5(b) berikut.
Σ Fx ' = 0
σ x ' x ' . A − ( τ xy . A sin θ) cos θ − (σ yy . A sin θ) sin θ − ( τ xy . A cos θ) sin θ

                                                        −( σ xx . A cos θ) cos θ = 0

σ x'x' = σ xx cos2 θ + σ yy sin2 θ +2 τ xy sin θ cos θ                           (1.4a)
Dengan memasukkan harga (90o + θ) untuk harga                                θ    pada
persamaan (1.4a), sehingga dengan identitas-identitas:

cos (9 0 + θ) = (cos9 0 cos θ − sin 9 0 sin θ ) = si n θ
   2    o              o               o       2      2


sin ( 9 0o + θ ) = (sin 9 0o cos θ + cos 9 0o sin θ ) 2 = co s2 θ
    2

sin(9 0o + θ) cos(9 0o + θ) = (sin 9 0o cos θ + cos 9 0o sin θ)(cos 9 0o cos θ − sin 9 0o sin θ)
                             = − sin θ cosθ
akan didapat
 σ y ' y ' = σ yy cos2 θ + σ xx sin2 θ −2 τ xy sin θ cos θ                          (1.4b)

Σ Fy ' = 0
τ x ' y ' . A + ( τ xy . A sin θ) sin θ − (σ yy . A sin θ) cos θ − ( τ xy . A cos θ) cos θ
                                                               +( σ xx . A cos θ) sin θ = 0

τ x ' y ' = τ xy (cos2 θ − sin 2 θ) − ( σ xx − σ yy) sin θ cos θ                     (1.4c)
Dengan substitusi identitas trigonometri, persamaan (1.4a, b, c) bisa
ditulis

             σ xx + σ yy σ xx − σ yy                          (1.5a)
    σ x 'x' =            +            cos 2θ + τ xy sin 2θ
                  2            2
 
             σ xx + σ yy σ xx − σ yy
  σ y'y' =               −             cos 2θ − τ xy sin 2θ   (1.5b)
                  2             2
 
              σ xx − σ yy
  τ x' y ' =−             sin 2θ + τ xy cos 2θ                (1.5c)
                   2

     1.4. Transformasi Regangan Bidang

    Perhatikan Gambar 1.6(a) pada halaman berikut. Elemen OABC
pada keadaan awal tanpa beban, lalu mengalami deformasi dan
distorsi menjadi O’A’B’C’ akibat mendapat beban s xx , syy dan txy.
Analisis transformasi regangannya ditunjukkan pada Gambar 1.6(b, c,
d) yang berturut-turut untuk regangan normal arah sumbu x, regangan
normal arah sumbu y serta regangan geser pada bidang xy. Dari
Gambar 1.6(b) didapat
dx    dy
   dx ' =        =      ,       ∆ x1 ' = ∆x.cos θ ,
            cos θ sin θ


Dari Gambar 1.6(c) akan didapat
  ∆ x2 ' = ∆y.sin θ,
Dan dari Gambar 1.6(d) diperoleh
  ∆ x 3 ' = γ xy . dy.cos θ ,
 




    Dengan demikian total perubahan panjang dx’ akibat adanya regangan
    pada sistem koordinat awalnya adalah
     
           ∆x’ = ∆x1’ + ∆x2’ + ∆x3’
    Sedangkan
∆x' ∆x.cos θ ∆y.sin θ γ xy . dy.cos θ
              ε x' x' =    =         +          +
                        dx' dx         dy         dy
                               cos θ      sin θ       sin θ
Sehingga

              ε x ' x ' = ε xx . cos2 θ + ε yy . sin2 θ + γ xy .cos θ.sin θ         (1.6a)
 
Selanjutnya, εy’ dapat diperoleh dengan mensubstitusikan harga (90 o +
θ) untuk harga θ pada persamaan (1.6) di atas, kemudian menerapkan
identitas trigonometri. Sehingga akan didapat
ε y ' y ' = ε xx . cos2 (9 0o + θ) + ε yy . sin2 (9 0o + θ) + γ xy .cos(9 0o + θ).sin(9 0o + θ)
ε y ' y ' = ε yy . cos2 θ + ε xx . sin2 θ − γ xy .cos θ.sin θ                      (1.6b)


     Analisis transformasi regangan gesernya ditunjukkan pada Gambar
1.7 di bawah. Sebagaimana pada regangan normal, dalam hal ini
perubahan regangan geser oleh masing-masing regangan yang terjadi
ditinjau satu per satu. Pada analisis ini, panjang dx dibagi dua oleh
sumbu y menjadi dx1 dan dx2.
 
                                                      d x1   dy                dx2   dy
        Dari Gambar 1.7 didapat d y'1 =                    =      dan d x'2 =      =
                                                      sin θ cos θ             cos θ sin θ

    Selanjutnya perhatikan Gambar 1.7(a), akibat terjadinya deformasi
    normal pada arah sumbu x saja.

                     AD − ∆ x1 .cos θ − ∆ x1
        γ '1a =            =                 =        sin θ.cos θ = − ε xx .sin θ.cos θ
                    dy '1      d x1              d x1
                                    sin θ
                     CE − ∆ x 2 .sin θ − ∆ x 2
        γ '1b =            =                 =         sin θ.cos θ = − ε xx .sin θ.cos θ
                     dx '2     d x2              d x2
                                    cos θ
        γ 'x ' y '1 = γ 1a + γ 1b = −2 ε xx .sin θ.cos θ
 




                  Gambar. 1.7. Transformasi Regangan Geser
     
    Akibat deformasi normal arah sumbu y saja seperti ditunjukkan pada
    Gambar 1.7(b) akan diperoleh
AD ∆y.sin θ ∆y
        γ '2 a =       =           =    .sin θ.cos θ = ε yy .sin θ.cos θ
                 dy '1   dy          dy
                            cos θ
                 CE      ∆y.cos θ ∆y
        γ '2 b =       =           =     .sin θ.cos θ = ε yy .sin θ.cos θ
                 dx '2   dy          dy
                             sin θ

        γ 'x ' y '2 = γ 2 a + γ 2 b = 2ε yy .sin θ.cos θ

    Sedangkan dari Gambar 1.7(c), akibat terjadinya regangan geser saja,
    akan didapat
                 A ' D AA '.cosθ γ xy . dy
        γ 3a   =        =          =       . cos2 θ = γ xy . cos2 θ
                 d y '1   dy         dy
                             cos θ

                 CE       CC ''.sin θ    γ xy . dy
       γ 3b    =        =             =−           . sin2 θ = − γ xy . sin2 θ
                 d x '2    dy               dy
                              sin θ

       γ x ' y '3 = γ 3a + γ 3b = γ xy (cos2 θ − sin2 θ)
Dengan demikian akan diperoleh besarnya regangan geser pada set
sumbu koordinat yang baru, sebagai berikut

γ x ' y ' = γ x ' y '1 + γ x ' y '2 + γ x ' y '3 = −( ε xx − ε yy) sin θ.cos θ + γ xy (cos2 θ − sin 2 θ)
                                                                                           ...(1.6c)

Selanjutnya, dengan menggunakan identitas trigonometri persamaan-
persamaan (1.6a, b, c) dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut



             =
               (ε   xx   + ε yy )
                                    +
                                      (ε   xx   − ε yy )
                                                           cos 2θ +
                                                                          γ xy
                                                                                 .sin 2θ      (1.7a)
    ε x'x'
                       2                        2                          2
                ( ε xx + ε yy )              (ε       xx   − ε yy )       γ xy
    ε y'y' =                        cos 2θ +                          −          .sin 2θ      (1.7b)
                         2                                 2               2
                γ x'y'       (ε      xx   − ε yy )                γ xy
    ε x' y' =             =−                         sin 2θ +             .cos 2θ             (1.7c)
                  2                       2                           2
1.5. Tegangan dan Regangan Utama (Principal Stress and Strain)
serta Tegangan dan Regangan Geser Maksimum
 
Tegangan Utama (Principal Stress) dan Tegangan Geser Maksimum

        Tegangan Utama (principal stress) adalah tegangan normal
yang terjadi pada set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang
menghasilkan tegangan geser nol.         Tegangan-tegangan tersebut
ditunjukkan sebagai s1 dan s2 pada Gambar 1.10. Perlu dicatat
bahwa s1 selalu diambil lebih besar dari s2. Sudut transformasi yang
menghasilkan tegangan utama tersebut dengan sudut utama (principal
angle). Secara analitik, besar tegangan utama dan sudut utama dapat
diturunkan dari persamaan-persamaan (1.5a, b, c).
        Menurut pengertian tentang tegangan utama, dari persamaan
(1.5c) akan didapat
             σ xx − σ yy
         0=−             .sin 2θ + τ xy .cos 2θ
                  2
atau
     
           sin 2 θ p                  2 τ xy
                     = tan 2 θ p =                                 (1.8)
           cos 2 θ p               σ xx − σ yy
     
    Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut




    Dengan substitusi harga-harga sin 2q dan cos 2q pada gambar di
    atas ke persamaan (1.5a) akan didapat
2
              σ xx + σ yy σ xx − σ yy       σ xx − σ yy                     2 τ xy
    σ x' x' =            +                                       +
                   2           2                     2
                                      ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                                               2                  2
                                                                   ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                                                                            2




    σ x'x' =
             σ xx + σ yy
                  2
                         +
                                       1
                                            2
                           2. (σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                                      2              { 2
                                                        ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy
                                                                                2
                                                                                      }
Sehingga
 
    σ x'x' =
             σ xx + σ yy 1
                  2
                        +
                          2.
                                    {                2
                                        (σ xx − σ yy ) +4 τ xy   }
                                                                 2



Substitusi dan penerapan prosedur yang sama terhadap persamaan
(1.5b), akan didapat

    σ y'y' =
             σ xx + σ yy 1
                  2
                        −
                          2.
                               {                2
                                   (σ xx − σ yy ) +4 τ xy   }
                                                            2




Dengan mengingat bahwa secara matematik haruslah σ1 > σ2 , maka
kedua persamaan tersebut di atas dapat dituliskan menjadi satu dengan
 
     
     
             σ 1, 2   =
                        σ xx + σ yy 1
                             2
                                   ±
                                     2.
                                          {                            }
                                              (σ xx − σ yy ) 2 +4 τ xy 2   (1.9)


    Selanjutnya, perhatikan persamaan (1.5c). Untuk suatu titik dan jenis
    pembebanan tertentu dari suatu bagian konstruksi, harga-harga σxx ,
    σyy dan τxy adalah tetap atau konstan, sehingga τx’y’ merupakan suatu
    fungsi θ, atau τx’y’ = f(θ). Harga ekstrim fungsi tersebut akan
    diperoleh bila turunan pertama fungsi tersebut terhadap θ sama
    dengan nol. Jadi
       dτ x ' y '    σ xx − σ yy
                  =−             .sin 2θ + τ xy .cos 2θ = 0
        dθ                2
    atau
     
      sin 2 θ max                   σ xx − σ yy
                  = tan 2 θ max = −             (1.10)
      cos 2 θ max                      2 τ xy
     
    Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut:
 




    Dengan substitusi harga-harga sin 2θ dan cos 2θ pada gambar di atas
    ke persamaan (1.5c) akan didapat
                                                                                     2
                   σ xx − σ yy    − ( σ xx − σ yy )                  2 τ xy
         τ x'y' =−                                        +
                        2                     2
                               ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                                        2                  2
                                                            ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                                                                     2



              =
                               1
                                   2
                  2. (σ xx − σ yy ) + 4 τ xy
                                               2   {                2
                                                       ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy   }
                                                                                 2
Sehingga
 


 
     
    τ x' y' =
     
                1
                2.
                      {                     2
                          ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy
                                                     2
                                                      }
    Persamaan (1.10) juga dipenuhi bila panjang sisi di depan sudut 2θ
    adalah (σxx − σyy) dan panjang sisi di sampingnya adalah -2τxy. Kondisi
    ini akan memberikan

    τ x' y' =−
               1
               2.
                          {
                  (σ xx − σ yy ) 2 +4 τ xy 2         }
    Dengan demikian kedua persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi
    satu sebagai

    τ max   =±
                     1
                     2.
                              {                 2
                                  (σ xx − σ yy ) +4 τ xy   }
                                                           2
                                                                  (1.11)
     
    Regangan Utama dan Regangan Geser Maksimum
Sebagaimana pengertian tentang tegangan utama, maka regangan
 
    utama (principal strain) adalah regangan normal yang terjadi pada set
    sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan
    setengah regangan geser nol. Regangan-regangan tersebut ditunjukkan
    sebagai ε1 dan ε2 pada Gambar 1.11. Demikian juga, ε1 selalu
    diambil lebih besar dari ε2 , serta sudut transformasinya juga disebut
    sudut utama (principal angle). Secara analitik, dengan penerapan
    prosedur yang sama dengan yang diterapkan untuk persamaan-
    persamaan (1.7a, b, c), maka akan didapat hasil-hasil berikut.
     sin 2 θ p                   γ xy
               = tan 2 θ p =                               (1.12a)
     cos 2 θ p
                             ε xx − ε yy


    ε1,2   =
             ε xx + ε yy 1
                  2
                        ±
                          2.
                               {   ( ε xx − ε yy ) + γ xy
                                                2
                                                            }
                                                            2
                                                                (1.12b)

           qp = sudut utama
           e1,2 = regangan-regangan utama
           gxy = 2exy = regangan geser
sin 2 θ max                   ε xx − ε yy
                   = tan 2 θ max = −                   (1.13a)
       cos 2 θ max                       γ xy
 


 
       γ max
         2
             =±
                1
                2.
                       {   (ε xx − ε yy ) + γ xy
                                       2
                                                   }
                                                   2
                                                       (1.13b)


    θmax = sudut regangan geser maksimum
    γxy = 2εxy = regangan geser
1.6. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang dan Regangan Bidang
 
    Lingkaran Mohr diperkenalkan oleh seorang insinyur Jerman, Otto
Mohr (1835-1913). Lingkaran ini digunakan untuk melukis transformasi
tegangan maupun regangan, baik untuk persoalan-persoalan tiga dimensi
maupun dua dimensi. Yang perlu dicatat adalah bahwa perputaran
sumbu elemen sebesar q ditunjukkan oleh perputaran sumbu pada
lingkaran Mohr sebesar 2q, .dan sumbu tegangan geser positif adalah
menunjuk ke arah bawah. Pengukuran dimulai dari titik A, positif bila
berlawanan arah jarum jam, dan negatif bila sebaliknya. Pada bagian
ini kita hanya akan membahas lingkaran Mohr untuk tegangan dan
regangan dua dimensi.
Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang
                                                           σx + σy
              Pada persamaan (1.5a), bila suku                     dipindahkan ke ruas
                                                              2
    kiri dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat
                    2               2
           σ x+σ y     σ x−σ y 
                                   co s 2θ + τ xy si n 2θ + ( σ x − σ y) τ xy sin 2θ cos 2θ
                                                  2
     σx' −          =                2              2
              2        2 
                                                                                ………(1.14a)
    Sedangkan pada persamaan (1.5c), bila dikuadratkan akan didapat
                                           2
                               σx  −σ y 
                                         si n 2θ − ( σ x − σ y) τ xy sin 2θ cos 2θ
          2       2
     τ x ' y ' = τ xy co s 2θ + 
                       2                      2
                                   2   
                                                                            ………(1.14b)
     Penjumlahan persamaan-persamaan (1.14a) dan (1.14b) menghasilkan
                        2                     2
             σ x+σ y         2   σ x −σ y         2
      σ x '−          + τx'y' =            + τ xy
                2                2                                            (1.15)
    Persamaan (1.15) merupakan persamaan lingkaran pada bidang st yang
    pusatnya di dengan jari-jari . Lingkaran tersebut ditunjukkan pada
    Gambar 1.8 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagai berikut:
1.   Buatlah sumbu σij , horisontal.
    2.  Periksa harga tegangan normal, σxx atau σyy , yang secara
        matematis lebih kecil. Bila bernilai negatif jadikanlah
    tegangan tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kiri batas
    melukis, sedangkan bila positif maka titik yang mendekati
    batas kiri adalah titik σij = 0.
    3. Periksa harga tegangan normal, σxx atau σyy , yang secara
    matematis lebih besar. Bila bernilai positif jadikanlah tegangan
    tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kanan batas melukis,
    sedangkan bila negatif maka titik yang mendekati batas kanan adalah
    titik σij = 0.
    4. Tentukan skala yang akan digunakan sehingga tempat melukis bisa
    memuat kedua titik tersebut dan masih tersisa ruangan di sebelah kiri
    dan kanannya. Tentukan titik-titik batas tersebut sesuai dengan skala
    yang telah ditentukan.
5. Tentukan letak titik-titik σij = 0 dan sumbu τ, serta σij terkecil
    dan σij terbesar bila belum terlukis pada sumbu σij .
    6. Bagi dua jarak antara tegangan terkecil dan tegangan terbesar
    sehingga diperoleh pusat lingkaran, P.
    7.   Tentukan letak titik A pada koordinat (σij terbesar , τxy ).
    8.   Lukis lingkaran Mohr dengan pusat P dan jari-jari PA.
    9.  Tarik garis dari A melalui P sehingga memotong lingkaran Mohr di
        B. Maka titik B akan terletak pada koordinat (σij terkecil , τxy ).
    Garis AB menunjukkan sumbu asli, θ = 0, elemen tersebut.

    Contoh 1.1: Sebuah elemen dari bagian konstruksi yang dibebani,
    menerima tegangan tarik pada arah sumbu x sebesar 280 MPa,
    tegangan tekan pada arah sumbu y sebesar 40 MPa serta tegangan
    geser pada bidang tersebut sebesar 120 MPa.
Diminta: a. Lukisan lingkaran Mohr.
              b. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan
                 tegangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr.
              Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10).
              c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr.
                    Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan hasil
    yang               didapat pada b. di atas.
               d. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk
               mendapatkan tegangan geser bernilai nol, menurut
           lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8).
              e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr.
                 Periksa hasil tersebut dengan persamaan-persamaan (1.9)
                 dan dari hasil pada pada d. di atas.
Penyelesaian:
    a. Lingkaran Mohr:
 
       1) Buat sumbu sij , horisontal.
       2) Tegangan normal terkecil, syy = -40 MPa, negatif, sehingga
             digunakan sebagai titik di dekat batas kiri.
       3) Tegangan normal terbesar sxx = 280 MPa, positif, sehingga
             digunakan sebagai titik di dekat batas kanan.
       4) Diambil skala 1cm = 40 MPa. Kemudian ditentukan titik s yy = -
          40 MPa di sebelah kiri, dan sxx = 280 MPa di sebelah kanan yang
          berjarak (sxx + syy) dari titik syy di sebelah kiri.
       5) Lukis sumbu t yang berjarak 40 MPa di sebelah kanan titik s yy .
       6) Dengan membagi dua sama panjang jarak syy ke sxx akan
          didapat titik P.
       7) Menentukan letak titik A pada koordinat (sxx , txy ) = (280,120).
       8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA,
             lingkaran Mohr dapat dilukis.
       9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran
 




                Gambar 1.8. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang
     
    b. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan
    mengukur, didapat
        θmax = 0,5 x 2 θmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’.
         Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
            tan 2θmax = − (280 + 40) / (2 x 120) = − 4/3
            2θmax = − 53o 08’        atau       θmax = − 26o 34’
c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr
       τmax = 5 x 40 MPa = 200 MPa.
 
       Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat


    d. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan
       mengukur, didapat
      θp = 0,5 x 2θp = 0,5 x 37o = 18o 30’.
       Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
          tan 2θp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4
          2θp = − 36o 52’       atau         θmax = − 18o 26’
    e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr
       σ1 = 8 x 40 MPa = 320 MPa.
       σ2 = -2 x 40 MPa = -80 MPa.
       Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
              280 − 40 1
          σ1 =         +     ( 280+ 40)
                               2     2
                                          + 120 = 320MPa
                  2      2
               280 − 40 1
          σ2 =         −     ( 280+ 40) 2 + 1202 = −80 MPa
                  2      2
Lingkaran Mohr untuk Regangan Bidang

                                                      ε xx + ε yy
Pada persamaan (1.7a), bila suku                                          dipindahkan ke ruas kiri
                                                           2

dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat
                          2                 2            2
           ε xx + ε yy     ε xx − ε yy            γ xy                        γ xy 
 ε x' x' −
                2 
                         =
                             2 
                                           cos 2θ + 
                                               2
                                                       2 
                                                                 2
                                                                      (           )
                                                             sin 2θ + ε xx − ε yy 
                                                                                     2 
                                                                                           sin 2θ cos 2θ


                                                                                      ………(1.16a)
Sedangkan pada persamaan (1.7c), bila dikuadratkan akan didapat
  γ  2  γ  2                                2
                                                                       γ x' y'
                                 ε xx − ε yy 
  x ' y '  =  xy  cos2 2θ + 
  2           2                   2 
                                               sin 2 2θ −
                                                                 (
                                                           ε xx − ε yy
                                                                         2
                                                                              )sin 2θ cos 2θ
                 

                                                                                      ………(1.16b)
 
Penjumlahan persamaan-persamaan (1.16a) dan (1.16b) menghasilkan
2             2                  2                2
               ε xx + ε yy    ε x' y'    ε xx − ε yy    ε x' y'                              (1.17)
     ε x' x' −              +          =              +         
 
                    2         2          2              2 
                                                                                                           γ
    Persamaan (1.17) merupakan persamaan lingkaran pada bidang ε
                                                                                                           2
                                                                                                           2
                                ε xx − ε yy                                               2
                                                                                ε xx − ε yy    γ xy 
    yang pusatnya di                       ,0 dengan jari-jari                             +      
                                     2                                             2         2 

    Lingkaran tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.9 di bawah ini, yang
    dilukis dengan prosedur sebagaimana melukis lingkaran Mohr untuk
    tegangan dengan mengganti σxx , σyy dan τxy berturut-turut menjadi
    εxx , εyy dan γxy / 2. Penerapannya, lihat Contoh 1.2 pada halaman 21.
    1.7. Hubungan Antara Tegangan Dengan Regangan
     
    Untuk deformasi normal, geser maupun gabungan keduanya, hubungan
    antara tegangan dan regangan untuk bahan-bahan isotropis pada
    pembebanan dalam batas proporsional diberikan oleh hukum Hooke.
    Jadi hukum Hooke tidak berlaku untuk pembebanan di luar batas
    proporsional. Hukum Hooke diturunkan dengan berdasarkan pada
    analisis tentang energi regangan spesifik.
Apabila besar tegangan-tegangannya yang diketahui, maka hukum
 
    Hooke untuk persoalan-persoalan tiga dimensi, hubungan antara
    tegangan normal dengan regangan normal dapat dituliskan secara
    matematis sebagai berikut:
             1
       ε xx =
             E
               ( σ xx − ν σ yy − ν σ zz)
             1
       ε yy = ( σ yy − ν σ xx − ν σ zz)                      (1.18)
             E
             1
       ε zz = ( σ zz − ν σ xx − ν σ yy )
             E
    Dengan E dan v berturut-turut adalah modulus alastis atau modulus
    Young dan angka perbandingan Poisson. Sedangkan pada deformasi
    geser untuk G adalah modulus geser , hubungannya adalah:
                   τ xy ( 1 + ν) τ xy
                γ xy
      ε xy =           =
                       =
              2    2G          E
             γ     τ
           = xz = xz =
                         ( 1 + ν) τ xz                       (1.19)
      ε xz
              2    2G         E
             γ yz τ yz ( 1 + ν) τ yz
      ε yz =     =     =
              2    2G         E
Sedangkan untuk mencari tegangan normal yang terjadi bila regangan
 
    normal dan sifat-sifat mekanis bahannya diketahui, digunakan
    persamaan-persamaan:

       σ xx =
                        E
                ( 1 + ν)( 1 − 2 ν)
                                    {
                                   ( 1 − ν) ε xx + ν( ε yy + ε zz)    }
                        E
       σ yy =
                ( 1 + ν)( 1 − 2 ν)
                                   { ( 1 − ν) ε yy + ν( ε xx + ε zz) }    (1.20)

       σ zz =
                        E
                ( 1 + ν)( 1 − 2 ν)
                                   {
                                   ( 1 − ν) ε zz + ν( ε xx + ε yy )   }
    Selanjutnya untuk deformasi geser, bentuk hukum Hooke adalah:
                 E              E
       τ xy =        ε xy =           γ xy = G γ xy
                1+ ν        2( 1 + ν)
                 E              E
       τ xz =        ε xz =           γ xz = G γ xz
                1+ ν        2( 1 + ν)                                     (1.21)
                 E              E
       τ yz =        ε yz =           γ yz = G γ yz
                1+ ν        2( 1 + ν)
Persamaan-persamaan (1.18) sampai dengan (1.21) dapat juga
    diberlakukan untuk persoalan-persoalan dua dan satu dimensi, yakni
    dengan memasukkan harga nol untuk besaran-besaran di luar dimensi
    yang dimaksud.


        Contoh 2: Pembebanan seperti pada Contoh 1, untuk bahan dengan
    sifat-sifat mekanis: modulus Young, E = 200 GPa dan angka
    perbanding-an Poisson, n = 0,29. Modulus geser ditentukan dengan,
    G = E / 2(1 + n).
        Diminta: a. Hitunglah regangan-regangan yang terjadi.
                  b. Lukisan lingkaran Mohr untuk regangan yang terjadi.
                  c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan
                  regangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr.
               Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10).
                  d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran
                      Mohr. Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan
                  hasil yang didapat pada b. di atas.
e. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk
       mendapatkan regangan geser bernilai nol, menurut
   lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan
(1.8).
       f. Besar regangan-regangan utama menurut lingkaran
          Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan-
       persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas.
Penyelesaian:
a) Dari persamaan (1.18) dan (1.19) akan didapat:
                1
  ε xx   =          ( 280 + 0,29.40 − 0,29.0) = 0,001458 = 1458µε
             200000
                1
  ε yy   =          ( −40 − 0,29.280 − 0,29.0) = −0,000606 = −606µε
             200000

             γ xy       ( 1+ 0,29 ) .120
  ε xy =            =                      = 0,000774 = 774 µε   atau   γ xy = 1548µε
              2            200000

b. Lingkaran Mohr:
   1) Buat sumbu eij horisontal.
   2) Regangan normal terkecil, eyy = -606me, sehingga
      merupakan titik di dekat batas kiri.
3) Regangan normal terbesar exx = 1458me, sehingga
    merupakan titik di dekat batas kanan.
    4) Diambil skala 1cm = 250me. Kemudian ditentukan titik
        eyy = -606me di sebelah kiri, exx = 1458me di sebelah
        kanan dan berjarak (exx + eyy) dari titik eyy di sebelah
    kiri.
    5) Lukis sumbu t yang berjarak 606me di sebelah kanan
       titik eyy .
    6) Dengan membagi dua sama panjang jarak eyy ke exx
       akan didapat titik P.
    7) Menentukan letak titik A pada koordinat (exx , exy ) =
    (1458,774).
    8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari
    sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat di-lukis.
    9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong
       lingkaran Mohr di B, akan di dapat kedudukan titik (e yy ,
       exy ) = (-606,-774).
 
c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr,
             dengan mengukur, didapat
 
        θmax = 0,5 x 2 θmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’.
              Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
                 tan 2θmax = − (1458 + 606) / (2 x 774) = − 4/3
                 2θmax = − 53o 08’                atau       θmax = − 26o 34’
          d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr
        εxy-max = 5,2 x 250µε = 1300µε.
              Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
                 γ max                      1
                         = ε xy − max = ±     (1458 + 606)2 +1548 2 = ±1290µε
                  2                         2

          e. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr,
             dengan mengukur, didapat
        θp = 0,5 x 2θp = 0,5 x 37o = 18o 30’.
              Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
                 tan 2θp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4
                 2θ = − 36o 52’               atau       θ    = − 18o 26’
f. Besar regangan-regangan dasar menurut lingkaran Mohr
ε1 = 6,9 x 250µε = 1725µε.
ε2 = -3,5 x 250µε = -875µε
     Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
             1458 − 606 1
        ε1 =           +     ( 1458+ 606) 2 +15482   = 1716µε
                 2       2
             1458 − 606 1
        ε2 =           −     ( 1458+ 606) 2 +15482   = −864 µε
                 2       2

More Related Content

What's hot

3
33
Mektan bab 4 rembesan tanah
Mektan bab 4 rembesan tanahMektan bab 4 rembesan tanah
Mektan bab 4 rembesan tanah
Shaleh Afif Hasibuan
 
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasarModul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
MOSES HADUN
 
Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redamanContoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
Instansi
 
03 tegangan regangan (2)
03   tegangan regangan (2)03   tegangan regangan (2)
03 tegangan regangan (2)
tekpal14
 
05 momen inersia 2
05   momen inersia 205   momen inersia 2
05 momen inersia 2
tekpal14
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergIwan Sutriono
 
Contoh soal-sambungan-baut
Contoh soal-sambungan-bautContoh soal-sambungan-baut
Contoh soal-sambungan-baut
Edhot Badhot
 
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGANMEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
Hettyk Sari
 
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabarMenghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
Yosua Freddyta'tama
 
Tugas III Mekanika Tanah I
Tugas III Mekanika Tanah ITugas III Mekanika Tanah I
Tugas III Mekanika Tanah IZul Anwar
 
06 momen inersia 3
06  momen inersia 306  momen inersia 3
06 momen inersia 3
tekpal14
 
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
Ahmad Ridwan
 
Eksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasiEksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasi
dwidam
 
Diklat elemen mesin
Diklat elemen mesinDiklat elemen mesin
Diklat elemen mesin
Eko Purwanto
 
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
Haqie Sipil
 
Modul 7-bangunan portal , statika dan mekanika dasar
Modul 7-bangunan portal ,  statika dan mekanika dasar Modul 7-bangunan portal ,  statika dan mekanika dasar
Modul 7-bangunan portal , statika dan mekanika dasar
MOSES HADUN
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton Bertulang
Mira Pemayun
 
Laporan modulus puntir
Laporan modulus puntirLaporan modulus puntir
Laporan modulus puntir
dedeknurhuda
 

What's hot (20)

3
33
3
 
Mektan bab 4 rembesan tanah
Mektan bab 4 rembesan tanahMektan bab 4 rembesan tanah
Mektan bab 4 rembesan tanah
 
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasarModul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
Modul 6- garis pengaruh, Garis pengaruh, statika dan mekanika dasar
 
Mekanika teknik
Mekanika teknikMekanika teknik
Mekanika teknik
 
Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redamanContoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
 
03 tegangan regangan (2)
03   tegangan regangan (2)03   tegangan regangan (2)
03 tegangan regangan (2)
 
05 momen inersia 2
05   momen inersia 205   momen inersia 2
05 momen inersia 2
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas Atterberg
 
Contoh soal-sambungan-baut
Contoh soal-sambungan-bautContoh soal-sambungan-baut
Contoh soal-sambungan-baut
 
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGANMEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
MEKANIKA TEKNIK - TEGANGAN
 
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabarMenghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
Menghitung Curah hujan rata-rata dengan Metode aljabar
 
Tugas III Mekanika Tanah I
Tugas III Mekanika Tanah ITugas III Mekanika Tanah I
Tugas III Mekanika Tanah I
 
06 momen inersia 3
06  momen inersia 306  momen inersia 3
06 momen inersia 3
 
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
Finite Element Method (Metode Elemen Hingga)
 
Eksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasiEksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasi
 
Diklat elemen mesin
Diklat elemen mesinDiklat elemen mesin
Diklat elemen mesin
 
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
239735282 52373940-buku-ajar-analisa-struktur-ii
 
Modul 7-bangunan portal , statika dan mekanika dasar
Modul 7-bangunan portal ,  statika dan mekanika dasar Modul 7-bangunan portal ,  statika dan mekanika dasar
Modul 7-bangunan portal , statika dan mekanika dasar
 
Struktur Beton Bertulang
Struktur Beton BertulangStruktur Beton Bertulang
Struktur Beton Bertulang
 
Laporan modulus puntir
Laporan modulus puntirLaporan modulus puntir
Laporan modulus puntir
 

Viewers also liked

TEGANGAN
TEGANGANTEGANGAN
TEGANGAN
Dwi Ratna
 
Definisi tegangan
Definisi teganganDefinisi tegangan
Definisi tegangan
Muslih Mustofa
 
Analisis Tegangan Dan Regangan
Analisis Tegangan Dan ReganganAnalisis Tegangan Dan Regangan
Analisis Tegangan Dan ReganganUVRI - UKDM
 
Mekanika Teknik
Mekanika TeknikMekanika Teknik
Mekanika Teknik
lombkTBK
 
Modul mekanika teknik 1
Modul mekanika teknik 1Modul mekanika teknik 1
Modul mekanika teknik 1Ibrahim Husain
 
Bab 04 tegangan regangan defleksi
Bab 04 tegangan regangan defleksiBab 04 tegangan regangan defleksi
Bab 04 tegangan regangan defleksi
Rumah Belajar
 
Mekanika tanah jilid 2
Mekanika tanah jilid 2Mekanika tanah jilid 2
Mekanika tanah jilid 2
Basit Hanif
 
Perhitungan propulsi kapal
Perhitungan propulsi kapalPerhitungan propulsi kapal
Perhitungan propulsi kapal
Stella Andik Marini
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp0187280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
Yosep Kristiawan
 
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegarDinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
Suta Pinatih
 

Viewers also liked (10)

TEGANGAN
TEGANGANTEGANGAN
TEGANGAN
 
Definisi tegangan
Definisi teganganDefinisi tegangan
Definisi tegangan
 
Analisis Tegangan Dan Regangan
Analisis Tegangan Dan ReganganAnalisis Tegangan Dan Regangan
Analisis Tegangan Dan Regangan
 
Mekanika Teknik
Mekanika TeknikMekanika Teknik
Mekanika Teknik
 
Modul mekanika teknik 1
Modul mekanika teknik 1Modul mekanika teknik 1
Modul mekanika teknik 1
 
Bab 04 tegangan regangan defleksi
Bab 04 tegangan regangan defleksiBab 04 tegangan regangan defleksi
Bab 04 tegangan regangan defleksi
 
Mekanika tanah jilid 2
Mekanika tanah jilid 2Mekanika tanah jilid 2
Mekanika tanah jilid 2
 
Perhitungan propulsi kapal
Perhitungan propulsi kapalPerhitungan propulsi kapal
Perhitungan propulsi kapal
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp0187280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
87280501 perencanaan-sistem-drainase-130227011440-phpapp01
 
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegarDinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
 

Similar to Tegangan

Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptxPertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
xshecram
 
fungsi trigonometri
fungsi trigonometrifungsi trigonometri
fungsi trigonometri
Fazar Ikhwan Guntara
 
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2Dayga_Hatsu
 
Makalah
MakalahMakalah
koordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bolakoordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bola
linda_rosalina
 
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat carteciusIntegral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat carteciusMha AMha Aathifah
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
Andry Lalang
 
1.5-Integral_Lipat_.pptx
1.5-Integral_Lipat_.pptx1.5-Integral_Lipat_.pptx
1.5-Integral_Lipat_.pptx
DICKYWAHYUDISIMBOLON2
 
3. gelombang bunyi dep. sain
3. gelombang bunyi dep. sain3. gelombang bunyi dep. sain
3. gelombang bunyi dep. sain
Nang PoDol
 
Persamaan pencerminan
Persamaan pencerminan Persamaan pencerminan
Persamaan pencerminan
taofikzikri
 
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
RaffiRaffiAhmadMaula
 
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
089697859631
 
Diferensial
DiferensialDiferensial
Diferensial
Budiman M. Said
 
Fungsi
Fungsi Fungsi
Fungsi
PeniSoewardi
 
Fungsi
Fungsi Fungsi
Fungsi
PeniSoewardi
 

Similar to Tegangan (20)

Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptxPertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
Pertemuan 2 - Fungsi (Persamaan Garis Lurus).pptx
 
fungsi trigonometri
fungsi trigonometrifungsi trigonometri
fungsi trigonometri
 
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
 
Bab 4-aplikasi-integral-tertentu
Bab 4-aplikasi-integral-tertentuBab 4-aplikasi-integral-tertentu
Bab 4-aplikasi-integral-tertentu
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Solusi prov-2009
Solusi prov-2009Solusi prov-2009
Solusi prov-2009
 
koordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bolakoordinat tabung dan bola
koordinat tabung dan bola
 
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat carteciusIntegral lipat dua dalam koordinat cartecius
Integral lipat dua dalam koordinat cartecius
 
Transformasi
TransformasiTransformasi
Transformasi
 
Kalkulus 1
Kalkulus 1Kalkulus 1
Kalkulus 1
 
1.5-Integral_Lipat_.pptx
1.5-Integral_Lipat_.pptx1.5-Integral_Lipat_.pptx
1.5-Integral_Lipat_.pptx
 
3. gelombang bunyi dep. sain
3. gelombang bunyi dep. sain3. gelombang bunyi dep. sain
3. gelombang bunyi dep. sain
 
Persamaan pencerminan
Persamaan pencerminan Persamaan pencerminan
Persamaan pencerminan
 
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
 
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
Modul kalkulus i_bab_i_(bil_riil)[1]
 
Kelompok ii persamaan garis lurus
Kelompok ii persamaan garis lurusKelompok ii persamaan garis lurus
Kelompok ii persamaan garis lurus
 
Integral Permukaan
Integral PermukaanIntegral Permukaan
Integral Permukaan
 
Diferensial
DiferensialDiferensial
Diferensial
 
Fungsi
Fungsi Fungsi
Fungsi
 
Fungsi
Fungsi Fungsi
Fungsi
 

Tegangan

  • 1. BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN 1.1. Tegangan   Dalam mekanika bahan, pengertian tegangan tidak sama dengan vektor tegangan. Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan vektor, vektor apapun, merupakan tensor derajat satu. Besaran skalar merupakan tensor derajat nol. Tensor ialah besaran fisik yang keadaannya pada suatu titik dalam ruang, tiga dimensi, dapat dideskripsikan dengan 3n komponennya, dengan n ialah derajat tensor tersebut. Dengan demikian, untuk persoalan tegangan tiga dimensi pada suatu titik dalam ruang dapat dideskripsikan dengan 3 2 komponennya. Pada sistem koordinat sumbu silang, tegangan tersebut adalah σxx , σyy , σzz , txy , tyx , txz , tzx , tyz , dan tzy seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1(a). Namun demikian, karena t xy = tyx , txz = tzx dan tyz = tzy , maka keadaan tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan enam komponennya, σxx , σyy , σzz , txy , txz , tyz. Sedangkan untuk tegangan bidang, dua dimensi, pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan 22 komponennya, Gambar 1.1(b), dan karena tij = tji untuk maka tiga komponen telah dapat mendeskripsikan tegangan bidang pada titik
  • 2. Pada dasarnya, tegangan secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni tegangan normal, dengan notasi s ij , i = j, serta tegangan geser dengan notasi tij , . Perhatikan penulisan pada paragrap di atas. Karakter indek yang pertama menyatakan bidang tempat bekerjanya gaya, sedangkan karekter indek yang kedua menyatakan arah bekerjanya vektor tegangan tersebut. Tegangan normal ialah tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang
  • 3. pembebanan. Sedangkan tegangan geser ialah tegangan yang bekerja   sejajar dengan bidang pembebanan. Jadi keenam tegangan yang mendeskripsikan tegangan pada suatu titik terdiri atas tiga tegangan normal, σxx , σyy , dan σzz , serta tiga tegangan geser, txy , tyz , dan tzx. Nilai tegangan bisa positif dan bisa pula negatif. Tegangan bernilai positif bila tegangan tersebut bekerja pada bidang positif dengan arah positif, atau bekerja pada bidang negatif dengan arah negatif. Selain itu, nilainya negatif. Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Sehingga secara matematis tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai F σ ij = n i=j (1a) A σ ij = tegangan normal rata-rata (N/mm2 = MPa) Fn = gaya normal yang bekerja (N) A = luas bidang (mm2) i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z
  • 4. Sedangkan tegangan geser rata-rata dapat dinyatakan sebagai   F (1b) τ ij = t , i≠ j A τ ij = tegangan geser rata-rata (N/mm = MPa) 2 Ft = gaya tangensial atau sejajar bidang yang bekerja (N) A = luas bidang (mm2) i, j = x, y, z Bila bidang yang menerima pembebanan tersebut dipersempit sampai akhirnya mendekati nol, dalam artian limit maka akan didapat tegangan pada suatu titik. Sehingga secara matematis tegangan normal pada suatu titik dapat dinyatakan ∆ Fn d Fn σ ij = lim = i=j (2a) ∆A → 0 ∆A dA
  • 5. Sedangkan tegangan geser pada suatu titik, secara matematis dapat   dinyatakan sebagai ∆ Ft d Ft τ ij = lim = , i≠ j (2b) ∆A → 0 ∆A dA  1.2. Regangan
  • 6. Seperti halnya tegangan, regangan juga merupakan tensor   derajat dua. Dengan demikian keadaan regangan ruang, tiga dimensi, pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan kesembilan komponennya. Pada sistem koordinat sumbu silang, regangan tersebut adalah e xx , eyy , ezz , gxy , gyx , gxz , gzx , gyz , dan gzy , sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2(a). Regangan juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni regangan normal, dengan notasi eij , i = j, serta regangan geser dengan simbul γij , . Sebagaimana dengan tegangan, gxy = gyx , gxz = gzx dan gyz = gzy , maka keadaan regangan ruang pada suatu titik dapat dinyatakan oleh enam komponen, yakni exx , eyy , ezz , gxy , gyz , gzx. Sedangkan regangan bidang, dua dimensi, dapat dideskripsikan dengan 22 komponennya, dan karena gij = gji maka regangan bidang pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan hanya tiga komponen, Gambar 1.2(b).
  • 7.   Regangan normal merupakan perubahan panjang spesifik. Regangan normal rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, atau secara matematis dapat dituliskan   ∆ li ui ε ij = = , i=j (3) li li
  • 8.   ε ij = regangan normal rata-rata ∆l = u = perubahan panjang pada arah (mm) l = panjang awal pada arah (mm) i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z.   Sedangkan regangan geser merupakan perubahan sudut dalam radial. Regangan geser bernilai positif bila sudut pada kuadran I dan atau kuadran III pada sistem koordinat sumbu silang mengecil, Gambar 1.3(a), sedangkan selain itu bernilai negatif. 1.3. Transformasi Tegangan Bidang   Tegangan dapat ditransformasi dari suatu set sumbu koordinat ke set sumbu koordinat lainnya. Dengan transformasi pula dapat dicari set sumbu koordinat pada suatu titik yang memberikan tegangan utama dari kondisi tegangan yang telah diketahui di titik itu. Yang dimaksud dengan tegangan utama ialah tegangan yang hanya memiliki nilai tidak nol untuk tegangan normal saja, sedangkan nilai tegangan gesernya nol. Dengan demikian juga dimungkinkan transformasi tegangan dari sistem koordinat sumbu silang (x, y, z), Gambar 1.4(a), ke sistem koordinat polar (r, q, z), Gambar 1.4(b).
  • 9.   Transformasi tegangan bidang berdasarkan pada keseimbangan gaya- gaya yang bekerja pada elemen. Perhatikan Gambar 1.5(b) berikut.
  • 10. Σ Fx ' = 0 σ x ' x ' . A − ( τ xy . A sin θ) cos θ − (σ yy . A sin θ) sin θ − ( τ xy . A cos θ) sin θ −( σ xx . A cos θ) cos θ = 0 σ x'x' = σ xx cos2 θ + σ yy sin2 θ +2 τ xy sin θ cos θ  (1.4a)
  • 11. Dengan memasukkan harga (90o + θ) untuk harga θ pada persamaan (1.4a), sehingga dengan identitas-identitas: cos (9 0 + θ) = (cos9 0 cos θ − sin 9 0 sin θ ) = si n θ 2 o o o 2 2 sin ( 9 0o + θ ) = (sin 9 0o cos θ + cos 9 0o sin θ ) 2 = co s2 θ 2 sin(9 0o + θ) cos(9 0o + θ) = (sin 9 0o cos θ + cos 9 0o sin θ)(cos 9 0o cos θ − sin 9 0o sin θ) = − sin θ cosθ akan didapat  σ y ' y ' = σ yy cos2 θ + σ xx sin2 θ −2 τ xy sin θ cos θ (1.4b) Σ Fy ' = 0 τ x ' y ' . A + ( τ xy . A sin θ) sin θ − (σ yy . A sin θ) cos θ − ( τ xy . A cos θ) cos θ +( σ xx . A cos θ) sin θ = 0 τ x ' y ' = τ xy (cos2 θ − sin 2 θ) − ( σ xx − σ yy) sin θ cos θ (1.4c)
  • 12. Dengan substitusi identitas trigonometri, persamaan (1.4a, b, c) bisa ditulis σ xx + σ yy σ xx − σ yy (1.5a) σ x 'x' = + cos 2θ + τ xy sin 2θ 2 2   σ xx + σ yy σ xx − σ yy σ y'y' = − cos 2θ − τ xy sin 2θ (1.5b) 2 2   σ xx − σ yy τ x' y ' =− sin 2θ + τ xy cos 2θ (1.5c) 2 1.4. Transformasi Regangan Bidang Perhatikan Gambar 1.6(a) pada halaman berikut. Elemen OABC pada keadaan awal tanpa beban, lalu mengalami deformasi dan distorsi menjadi O’A’B’C’ akibat mendapat beban s xx , syy dan txy. Analisis transformasi regangannya ditunjukkan pada Gambar 1.6(b, c, d) yang berturut-turut untuk regangan normal arah sumbu x, regangan normal arah sumbu y serta regangan geser pada bidang xy. Dari Gambar 1.6(b) didapat
  • 13. dx dy dx ' = = , ∆ x1 ' = ∆x.cos θ , cos θ sin θ Dari Gambar 1.6(c) akan didapat ∆ x2 ' = ∆y.sin θ, Dan dari Gambar 1.6(d) diperoleh ∆ x 3 ' = γ xy . dy.cos θ ,
  • 14.   Dengan demikian total perubahan panjang dx’ akibat adanya regangan pada sistem koordinat awalnya adalah   ∆x’ = ∆x1’ + ∆x2’ + ∆x3’ Sedangkan
  • 15. ∆x' ∆x.cos θ ∆y.sin θ γ xy . dy.cos θ ε x' x' = = + +   dx' dx dy dy cos θ sin θ sin θ Sehingga ε x ' x ' = ε xx . cos2 θ + ε yy . sin2 θ + γ xy .cos θ.sin θ (1.6a)   Selanjutnya, εy’ dapat diperoleh dengan mensubstitusikan harga (90 o + θ) untuk harga θ pada persamaan (1.6) di atas, kemudian menerapkan identitas trigonometri. Sehingga akan didapat ε y ' y ' = ε xx . cos2 (9 0o + θ) + ε yy . sin2 (9 0o + θ) + γ xy .cos(9 0o + θ).sin(9 0o + θ) ε y ' y ' = ε yy . cos2 θ + ε xx . sin2 θ − γ xy .cos θ.sin θ (1.6b)  Analisis transformasi regangan gesernya ditunjukkan pada Gambar 1.7 di bawah. Sebagaimana pada regangan normal, dalam hal ini perubahan regangan geser oleh masing-masing regangan yang terjadi ditinjau satu per satu. Pada analisis ini, panjang dx dibagi dua oleh sumbu y menjadi dx1 dan dx2.
  • 16.   d x1 dy dx2 dy   Dari Gambar 1.7 didapat d y'1 = = dan d x'2 = = sin θ cos θ cos θ sin θ Selanjutnya perhatikan Gambar 1.7(a), akibat terjadinya deformasi normal pada arah sumbu x saja. AD − ∆ x1 .cos θ − ∆ x1 γ '1a = = = sin θ.cos θ = − ε xx .sin θ.cos θ dy '1 d x1 d x1 sin θ CE − ∆ x 2 .sin θ − ∆ x 2 γ '1b = = = sin θ.cos θ = − ε xx .sin θ.cos θ dx '2 d x2 d x2 cos θ γ 'x ' y '1 = γ 1a + γ 1b = −2 ε xx .sin θ.cos θ
  • 17.   Gambar. 1.7. Transformasi Regangan Geser   Akibat deformasi normal arah sumbu y saja seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7(b) akan diperoleh
  • 18. AD ∆y.sin θ ∆y γ '2 a = = = .sin θ.cos θ = ε yy .sin θ.cos θ dy '1 dy dy   cos θ CE ∆y.cos θ ∆y γ '2 b = = = .sin θ.cos θ = ε yy .sin θ.cos θ dx '2 dy dy sin θ γ 'x ' y '2 = γ 2 a + γ 2 b = 2ε yy .sin θ.cos θ Sedangkan dari Gambar 1.7(c), akibat terjadinya regangan geser saja, akan didapat A ' D AA '.cosθ γ xy . dy γ 3a = = = . cos2 θ = γ xy . cos2 θ d y '1 dy dy cos θ CE CC ''.sin θ γ xy . dy γ 3b = = =− . sin2 θ = − γ xy . sin2 θ d x '2 dy dy sin θ γ x ' y '3 = γ 3a + γ 3b = γ xy (cos2 θ − sin2 θ)
  • 19. Dengan demikian akan diperoleh besarnya regangan geser pada set sumbu koordinat yang baru, sebagai berikut γ x ' y ' = γ x ' y '1 + γ x ' y '2 + γ x ' y '3 = −( ε xx − ε yy) sin θ.cos θ + γ xy (cos2 θ − sin 2 θ) ...(1.6c) Selanjutnya, dengan menggunakan identitas trigonometri persamaan- persamaan (1.6a, b, c) dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut = (ε xx + ε yy ) + (ε xx − ε yy ) cos 2θ + γ xy .sin 2θ (1.7a) ε x'x' 2 2 2 ( ε xx + ε yy ) (ε xx − ε yy ) γ xy ε y'y' = cos 2θ + − .sin 2θ (1.7b) 2 2 2 γ x'y' (ε xx − ε yy ) γ xy ε x' y' = =− sin 2θ + .cos 2θ (1.7c) 2 2 2
  • 20. 1.5. Tegangan dan Regangan Utama (Principal Stress and Strain) serta Tegangan dan Regangan Geser Maksimum   Tegangan Utama (Principal Stress) dan Tegangan Geser Maksimum Tegangan Utama (principal stress) adalah tegangan normal yang terjadi pada set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan tegangan geser nol. Tegangan-tegangan tersebut ditunjukkan sebagai s1 dan s2 pada Gambar 1.10. Perlu dicatat bahwa s1 selalu diambil lebih besar dari s2. Sudut transformasi yang menghasilkan tegangan utama tersebut dengan sudut utama (principal angle). Secara analitik, besar tegangan utama dan sudut utama dapat diturunkan dari persamaan-persamaan (1.5a, b, c). Menurut pengertian tentang tegangan utama, dari persamaan (1.5c) akan didapat σ xx − σ yy 0=− .sin 2θ + τ xy .cos 2θ 2
  • 21. atau     sin 2 θ p 2 τ xy = tan 2 θ p = (1.8) cos 2 θ p σ xx − σ yy   Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut Dengan substitusi harga-harga sin 2q dan cos 2q pada gambar di atas ke persamaan (1.5a) akan didapat
  • 22. 2 σ xx + σ yy σ xx − σ yy σ xx − σ yy 2 τ xy σ x' x' = + + 2 2 2 ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 2 ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 σ x'x' = σ xx + σ yy 2 + 1 2 2. (σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 { 2 ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy 2 } Sehingga   σ x'x' = σ xx + σ yy 1 2 + 2. { 2 (σ xx − σ yy ) +4 τ xy } 2 Substitusi dan penerapan prosedur yang sama terhadap persamaan (1.5b), akan didapat σ y'y' = σ xx + σ yy 1 2 − 2. { 2 (σ xx − σ yy ) +4 τ xy } 2 Dengan mengingat bahwa secara matematik haruslah σ1 > σ2 , maka kedua persamaan tersebut di atas dapat dituliskan menjadi satu dengan
  • 23.       σ 1, 2 = σ xx + σ yy 1 2 ± 2. { } (σ xx − σ yy ) 2 +4 τ xy 2 (1.9) Selanjutnya, perhatikan persamaan (1.5c). Untuk suatu titik dan jenis pembebanan tertentu dari suatu bagian konstruksi, harga-harga σxx , σyy dan τxy adalah tetap atau konstan, sehingga τx’y’ merupakan suatu fungsi θ, atau τx’y’ = f(θ). Harga ekstrim fungsi tersebut akan diperoleh bila turunan pertama fungsi tersebut terhadap θ sama dengan nol. Jadi dτ x ' y ' σ xx − σ yy =− .sin 2θ + τ xy .cos 2θ = 0 dθ 2 atau   sin 2 θ max σ xx − σ yy = tan 2 θ max = − (1.10) cos 2 θ max 2 τ xy   Dari persamaan di atas dapat dilukiskan segitiganya sebagai berikut:
  • 24.   Dengan substitusi harga-harga sin 2θ dan cos 2θ pada gambar di atas ke persamaan (1.5c) akan didapat 2 σ xx − σ yy − ( σ xx − σ yy ) 2 τ xy τ x'y' =− + 2 2 ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 2 ( σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 = 1 2 2. (σ xx − σ yy ) + 4 τ xy 2 { 2 ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy } 2
  • 25. Sehingga       τ x' y' =   1 2. { 2 ( σ xx − σ yy ) +4 τ xy 2 } Persamaan (1.10) juga dipenuhi bila panjang sisi di depan sudut 2θ adalah (σxx − σyy) dan panjang sisi di sampingnya adalah -2τxy. Kondisi ini akan memberikan τ x' y' =− 1 2. { (σ xx − σ yy ) 2 +4 τ xy 2 } Dengan demikian kedua persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi satu sebagai τ max =± 1 2. { 2 (σ xx − σ yy ) +4 τ xy } 2 (1.11)   Regangan Utama dan Regangan Geser Maksimum
  • 26. Sebagaimana pengertian tentang tegangan utama, maka regangan   utama (principal strain) adalah regangan normal yang terjadi pada set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan setengah regangan geser nol. Regangan-regangan tersebut ditunjukkan sebagai ε1 dan ε2 pada Gambar 1.11. Demikian juga, ε1 selalu diambil lebih besar dari ε2 , serta sudut transformasinya juga disebut sudut utama (principal angle). Secara analitik, dengan penerapan prosedur yang sama dengan yang diterapkan untuk persamaan- persamaan (1.7a, b, c), maka akan didapat hasil-hasil berikut. sin 2 θ p γ xy = tan 2 θ p = (1.12a) cos 2 θ p   ε xx − ε yy ε1,2 = ε xx + ε yy 1 2 ± 2. { ( ε xx − ε yy ) + γ xy 2 } 2 (1.12b) qp = sudut utama e1,2 = regangan-regangan utama gxy = 2exy = regangan geser
  • 27. sin 2 θ max ε xx − ε yy = tan 2 θ max = − (1.13a) cos 2 θ max γ xy     γ max 2 =± 1 2. { (ε xx − ε yy ) + γ xy 2 } 2 (1.13b) θmax = sudut regangan geser maksimum γxy = 2εxy = regangan geser 1.6. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang dan Regangan Bidang   Lingkaran Mohr diperkenalkan oleh seorang insinyur Jerman, Otto Mohr (1835-1913). Lingkaran ini digunakan untuk melukis transformasi tegangan maupun regangan, baik untuk persoalan-persoalan tiga dimensi maupun dua dimensi. Yang perlu dicatat adalah bahwa perputaran sumbu elemen sebesar q ditunjukkan oleh perputaran sumbu pada lingkaran Mohr sebesar 2q, .dan sumbu tegangan geser positif adalah menunjuk ke arah bawah. Pengukuran dimulai dari titik A, positif bila berlawanan arah jarum jam, dan negatif bila sebaliknya. Pada bagian ini kita hanya akan membahas lingkaran Mohr untuk tegangan dan regangan dua dimensi.
  • 28. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang σx + σy   Pada persamaan (1.5a), bila suku dipindahkan ke ruas 2 kiri dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat 2 2  σ x+σ y   σ x−σ y   co s 2θ + τ xy si n 2θ + ( σ x − σ y) τ xy sin 2θ cos 2θ 2  σx' −  = 2 2  2   2  ………(1.14a) Sedangkan pada persamaan (1.5c), bila dikuadratkan akan didapat 2    σx −σ y   si n 2θ − ( σ x − σ y) τ xy sin 2θ cos 2θ 2 2 τ x ' y ' = τ xy co s 2θ +  2 2  2  ………(1.14b)  Penjumlahan persamaan-persamaan (1.14a) dan (1.14b) menghasilkan 2 2  σ x+σ y  2  σ x −σ y  2  σ x '−  + τx'y' =   + τ xy  2   2  (1.15) Persamaan (1.15) merupakan persamaan lingkaran pada bidang st yang pusatnya di dengan jari-jari . Lingkaran tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.8 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagai berikut:
  • 29. 1. Buatlah sumbu σij , horisontal.   2. Periksa harga tegangan normal, σxx atau σyy , yang secara matematis lebih kecil. Bila bernilai negatif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kiri batas melukis, sedangkan bila positif maka titik yang mendekati batas kiri adalah titik σij = 0. 3. Periksa harga tegangan normal, σxx atau σyy , yang secara matematis lebih besar. Bila bernilai positif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang mendekati tepi kanan batas melukis, sedangkan bila negatif maka titik yang mendekati batas kanan adalah titik σij = 0. 4. Tentukan skala yang akan digunakan sehingga tempat melukis bisa memuat kedua titik tersebut dan masih tersisa ruangan di sebelah kiri dan kanannya. Tentukan titik-titik batas tersebut sesuai dengan skala yang telah ditentukan.
  • 30. 5. Tentukan letak titik-titik σij = 0 dan sumbu τ, serta σij terkecil   dan σij terbesar bila belum terlukis pada sumbu σij . 6. Bagi dua jarak antara tegangan terkecil dan tegangan terbesar sehingga diperoleh pusat lingkaran, P. 7. Tentukan letak titik A pada koordinat (σij terbesar , τxy ). 8. Lukis lingkaran Mohr dengan pusat P dan jari-jari PA. 9. Tarik garis dari A melalui P sehingga memotong lingkaran Mohr di B. Maka titik B akan terletak pada koordinat (σij terkecil , τxy ). Garis AB menunjukkan sumbu asli, θ = 0, elemen tersebut. Contoh 1.1: Sebuah elemen dari bagian konstruksi yang dibebani, menerima tegangan tarik pada arah sumbu x sebesar 280 MPa, tegangan tekan pada arah sumbu y sebesar 40 MPa serta tegangan geser pada bidang tersebut sebesar 120 MPa.
  • 31. Diminta: a. Lukisan lingkaran Mohr.   b. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10). c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas. d. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser bernilai nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8). e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan-persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas.
  • 32. Penyelesaian: a. Lingkaran Mohr:   1) Buat sumbu sij , horisontal. 2) Tegangan normal terkecil, syy = -40 MPa, negatif, sehingga digunakan sebagai titik di dekat batas kiri. 3) Tegangan normal terbesar sxx = 280 MPa, positif, sehingga digunakan sebagai titik di dekat batas kanan. 4) Diambil skala 1cm = 40 MPa. Kemudian ditentukan titik s yy = - 40 MPa di sebelah kiri, dan sxx = 280 MPa di sebelah kanan yang berjarak (sxx + syy) dari titik syy di sebelah kiri. 5) Lukis sumbu t yang berjarak 40 MPa di sebelah kanan titik s yy . 6) Dengan membagi dua sama panjang jarak syy ke sxx akan didapat titik P. 7) Menentukan letak titik A pada koordinat (sxx , txy ) = (280,120). 8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat dilukis. 9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran
  • 33.   Gambar 1.8. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang   b. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat θmax = 0,5 x 2 θmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2θmax = − (280 + 40) / (2 x 120) = − 4/3 2θmax = − 53o 08’ atau θmax = − 26o 34’
  • 34. c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr τmax = 5 x 40 MPa = 200 MPa.   Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat d. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat θp = 0,5 x 2θp = 0,5 x 37o = 18o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2θp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4 2θp = − 36o 52’ atau θmax = − 18o 26’ e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr σ1 = 8 x 40 MPa = 320 MPa. σ2 = -2 x 40 MPa = -80 MPa. Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat 280 − 40 1 σ1 = + ( 280+ 40) 2 2 + 120 = 320MPa 2 2 280 − 40 1 σ2 = − ( 280+ 40) 2 + 1202 = −80 MPa 2 2
  • 35. Lingkaran Mohr untuk Regangan Bidang ε xx + ε yy Pada persamaan (1.7a), bila suku dipindahkan ke ruas kiri 2 dan kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat   2 2 2  ε xx + ε yy   ε xx − ε yy   γ xy   γ xy   ε x' x' −  2   =  2   cos 2θ +  2  2  2 ( )  sin 2θ + ε xx − ε yy   2   sin 2θ cos 2θ ………(1.16a) Sedangkan pada persamaan (1.7c), bila dikuadratkan akan didapat   γ  2  γ  2 2 γ x' y'  ε xx − ε yy   x ' y '  =  xy  cos2 2θ +   2   2   2   sin 2 2θ − ( ε xx − ε yy 2 )sin 2θ cos 2θ     ………(1.16b)   Penjumlahan persamaan-persamaan (1.16a) dan (1.16b) menghasilkan
  • 36. 2 2 2 2  ε xx + ε yy   ε x' y'   ε xx − ε yy   ε x' y'  (1.17)  ε x' x' −  +  =  +     2   2   2   2  γ Persamaan (1.17) merupakan persamaan lingkaran pada bidang ε 2 2  ε xx − ε yy  2  ε xx − ε yy   γ xy  yang pusatnya di  ,0 dengan jari-jari   +   2   2   2  Lingkaran tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.9 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagaimana melukis lingkaran Mohr untuk tegangan dengan mengganti σxx , σyy dan τxy berturut-turut menjadi εxx , εyy dan γxy / 2. Penerapannya, lihat Contoh 1.2 pada halaman 21. 1.7. Hubungan Antara Tegangan Dengan Regangan   Untuk deformasi normal, geser maupun gabungan keduanya, hubungan antara tegangan dan regangan untuk bahan-bahan isotropis pada pembebanan dalam batas proporsional diberikan oleh hukum Hooke. Jadi hukum Hooke tidak berlaku untuk pembebanan di luar batas proporsional. Hukum Hooke diturunkan dengan berdasarkan pada analisis tentang energi regangan spesifik.
  • 37. Apabila besar tegangan-tegangannya yang diketahui, maka hukum   Hooke untuk persoalan-persoalan tiga dimensi, hubungan antara tegangan normal dengan regangan normal dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut: 1 ε xx = E ( σ xx − ν σ yy − ν σ zz) 1 ε yy = ( σ yy − ν σ xx − ν σ zz) (1.18) E 1 ε zz = ( σ zz − ν σ xx − ν σ yy ) E Dengan E dan v berturut-turut adalah modulus alastis atau modulus Young dan angka perbandingan Poisson. Sedangkan pada deformasi geser untuk G adalah modulus geser , hubungannya adalah: τ xy ( 1 + ν) τ xy γ xy ε xy = = = 2 2G E γ τ = xz = xz = ( 1 + ν) τ xz (1.19) ε xz 2 2G E γ yz τ yz ( 1 + ν) τ yz ε yz = = = 2 2G E
  • 38. Sedangkan untuk mencari tegangan normal yang terjadi bila regangan   normal dan sifat-sifat mekanis bahannya diketahui, digunakan persamaan-persamaan: σ xx = E ( 1 + ν)( 1 − 2 ν) { ( 1 − ν) ε xx + ν( ε yy + ε zz) } E σ yy = ( 1 + ν)( 1 − 2 ν) { ( 1 − ν) ε yy + ν( ε xx + ε zz) } (1.20) σ zz = E ( 1 + ν)( 1 − 2 ν) { ( 1 − ν) ε zz + ν( ε xx + ε yy ) } Selanjutnya untuk deformasi geser, bentuk hukum Hooke adalah: E E τ xy = ε xy = γ xy = G γ xy 1+ ν 2( 1 + ν) E E τ xz = ε xz = γ xz = G γ xz 1+ ν 2( 1 + ν) (1.21) E E τ yz = ε yz = γ yz = G γ yz 1+ ν 2( 1 + ν)
  • 39. Persamaan-persamaan (1.18) sampai dengan (1.21) dapat juga   diberlakukan untuk persoalan-persoalan dua dan satu dimensi, yakni dengan memasukkan harga nol untuk besaran-besaran di luar dimensi yang dimaksud. Contoh 2: Pembebanan seperti pada Contoh 1, untuk bahan dengan sifat-sifat mekanis: modulus Young, E = 200 GPa dan angka perbanding-an Poisson, n = 0,29. Modulus geser ditentukan dengan, G = E / 2(1 + n). Diminta: a. Hitunglah regangan-regangan yang terjadi. b. Lukisan lingkaran Mohr untuk regangan yang terjadi. c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser maksimum, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10). d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas.
  • 40. e. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser bernilai nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8). f. Besar regangan-regangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan- persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas. Penyelesaian: a) Dari persamaan (1.18) dan (1.19) akan didapat: 1 ε xx = ( 280 + 0,29.40 − 0,29.0) = 0,001458 = 1458µε 200000 1 ε yy = ( −40 − 0,29.280 − 0,29.0) = −0,000606 = −606µε 200000 γ xy ( 1+ 0,29 ) .120 ε xy = = = 0,000774 = 774 µε atau γ xy = 1548µε 2 200000 b. Lingkaran Mohr: 1) Buat sumbu eij horisontal. 2) Regangan normal terkecil, eyy = -606me, sehingga merupakan titik di dekat batas kiri.
  • 41. 3) Regangan normal terbesar exx = 1458me, sehingga   merupakan titik di dekat batas kanan. 4) Diambil skala 1cm = 250me. Kemudian ditentukan titik eyy = -606me di sebelah kiri, exx = 1458me di sebelah kanan dan berjarak (exx + eyy) dari titik eyy di sebelah kiri. 5) Lukis sumbu t yang berjarak 606me di sebelah kanan titik eyy . 6) Dengan membagi dua sama panjang jarak eyy ke exx akan didapat titik P. 7) Menentukan letak titik A pada koordinat (exx , exy ) = (1458,774). 8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat di-lukis. 9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran Mohr di B, akan di dapat kedudukan titik (e yy , exy ) = (-606,-774).
  • 42.  
  • 43. c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat   θmax = 0,5 x 2 θmax = 0,5 x (-53o) = 26o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2θmax = − (1458 + 606) / (2 x 774) = − 4/3 2θmax = − 53o 08’ atau θmax = − 26o 34’   d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr εxy-max = 5,2 x 250µε = 1300µε. Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat γ max 1 = ε xy − max = ± (1458 + 606)2 +1548 2 = ±1290µε 2 2 e. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat θp = 0,5 x 2θp = 0,5 x 37o = 18o 30’. Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat tan 2θp = (2 x 120) / (280 + 40) = 3/4 2θ = − 36o 52’ atau θ = − 18o 26’
  • 44. f. Besar regangan-regangan dasar menurut lingkaran Mohr ε1 = 6,9 x 250µε = 1725µε. ε2 = -3,5 x 250µε = -875µε Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat 1458 − 606 1 ε1 = + ( 1458+ 606) 2 +15482 = 1716µε 2 2 1458 − 606 1 ε2 = − ( 1458+ 606) 2 +15482 = −864 µε 2 2