Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
1. FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA 2013
ِ ِ َّ ِ ْ َّ ِ ِ ْ
بِسم اللَّه الرْحَن الرحيم
2.
3. PRINSIP DALAM PRODUK PENGHIMPUNAN DANA
Konsep Penghimpunan Dana
(Funding)
Bank Syariah
Wadi’ah
(Titipan)
Giro iB
Tabungan iB
Mudharabah
(investasi)
Tabungan iB
Deposito iB
4. TITIPAN (WADI’AH)
Penentuan
nama wadi’ah, yad amanah atau dhamanah,
dilihat dari tanggung jawab penggantian barang titipan,
jika penerima titipan
bertanggung jawab, maka
namanya dhamanah. Jika tidak bertanggung
jawab
namanya amanah.
Wadi’ah yad al-amanah merupakan akad penitipan
barang/uang di mana pihak penerima titipan tidak
diperkenankan menggunakan barang/uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima, sewaktu titipan
dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai
maupun fisik barangnya, sebagai kompensasi atas
pemeliharaan dapat dikenakan biaya titipan
6. Aplikasi Wadi’ah yad al-Amanah
di Bank Syari’ah
Safe Deposit Box (SDB) merupakan salah satu jasa
perbankan yang menyediakan tempat penyimpanan
barang berharga bagi masyarakat yang hendak
menitipkannya. Barang-barang yang dapat disimpan
dalam SDB adalah barang yang berharga yang tidak
diharamkan dan tidak dilarang oleh Negara dan besar
biaya sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan
Layanan SDB di BCA Syari’ah:
Ukuran SDB
Gol A : 47,5 cm x 25 cm x 25 cm
Gol B : 47,5 cm x 25 cm x 12,5 cm
Gol C : 47,5 cm x 25 cm x 7,5 cm
Biaya
Gol A : Rp.600.000 + PPN10%
Gol B : Rp.350.000 + PPN10%
Gol C : Rp.250.000 + PPN10%
9. BAGI HASIL (PROFIT & LOSS SHARING)
Profit-loss sharing (bagi hasil) adalah proporsi pembagian hasil
usaha dalam ukuran prosentase atas kemungkinan
keuntungan/kerugian riil yang akan diperoleh pihak-pihak yang
bekerja sama.
Jumlah nominal bagi hasil akan berfluktuasi sesuai dengan
keuntungan riil dari pemanfaatan dana
Secara umum implementasi konsep ini terdapat dalam
mudharabah & musyarakah.
10. LANDASAN HUKUM KONSEP BAGI HASIL
(PROFIT & LOSS SHARING)
QS.Luqman : 34
إِن اهللَ عندهُ ع ْلم الساعة ويُنَ زل الْغَْيث ويَعلَم ماِف اْألَرحام وماتَدري نَفس ماذا
ُ ِّ َ ِ َ َّ ُ ِ َ ِ َّ
َ َّ ٌ ْ ِ ْ َ َ ِ َ ْ ِ َ ُ ْ َ َ
َّ ُ َ ٍ ْ ِّ ٌ ْ ِ ْ َ َ ً ُ ِ ْ
تَكسب غَدا وماتَدري نَفس بِأَي أَرض َتُوت إِن اهللَ علِيم خبِي
ٌ َ ٌ َ
“ Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari
kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui
apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
dikerjakannya (diperolehnya) besok. Dan tidak ada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui, Maha
Mengenal.”
11.
Para ahli ekonomi Islam menjadikan ayat ini sebagai
landasan (dasar/dalil) bagi konsep bagi hasil. Hasil
investasi PLS (bagi hasil) tidak bisa dipastikan, karena
hanya Allah yang mengetahui hasilnya di masa depan.
Ayat ini bertentangan dengan konsep bunga yang
memastikan jumlah hasil investasi di masa depan.
Kepastian tersebut bertantangan dengan fitrah bisnis
yang mengandung 3 kemungkinan ; untung, no return
(BEP) dan rugi.
Besarnya keuntungan juga berfluktuasi, sehingga tidak
bisa dipatok pada angka tertentu
12. MUSYARAKAH
Secara etimologi Syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yakni
bercampurnya suatu harta dengan harta lain, sehingga tidak
bisa dibedakan antara keduanya.
Secara terminologi, Syirkah adalah “akad kerjasama atau
percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah
yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi
kerjasama”
14. JENIS-JENIS MUSYARAKAH
Syirkah al-’inan
Akad kerja sama antara dua orang atau lebih dimana setiap pihak memberikan
kontribusi dana dan berpartisipasi dalam kerja serta sepakat untuk berbagi keuntungan
atau kerugian, dimana porsi masing2 pihak (baik dalam dana,kerja atau bagi hasil)
tidak harus sama.
Syirkah Mufawadhah
Kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih dimana masing2 pihak memberikan
kontribusi yang sama tentang dana, partisipasi kerja dan berbagi keuntungan/kerugian
dalam jumlah yang sama.
Syirkah A’maal
Kontrak kerja sama antara dua orang/lebih yang memiliki profesi sama untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan tersebut.
Syirkah Wujuh
Kontrak kerja sama antara dua orang/lebih yang sama2 memiliki keahlian dalam bisnis
tampa modal/uang. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan
menjual barang tersebut secara tunai,dan hasilnya mereka saling berbagi
keuntungan/kerugian berdasarkan kontribusi jaminan kepada penyuplai.
16. MUDHARABAH
Secara etimologi: “mudharabah berasal dari kata dharb yang
berarti memukul atau berjalan.” Pengertian memukul atau berjalan
ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha.
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah.
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) digunakan kata mudharabah,
sedangkan penduduk Hijaz menyebutnya qiradh.
Secara terminologi: “Adalah akad kerjasama antara Shahibul Mal
(pemilik modal) dengan mudharib (yang mempunyai keahlian atau
keterampilan) untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan
halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi
bersama berdasarkan nisbah yang disepakati, jika terjadi kerugian
ditanggung shahibul mal.”
17. SKEMA MUDHARABAH NABI MUHAMMAD
DAN KHADIJAH
Barang dagangan
SITI
KHADIJAH
Bawa ke
محمد
PASAR
Bagi hasil sesuai porsi
Modal+Bagi Hasil
Keuntungan
Besar bagi hasil sesuai nisbah/porsi yang disepakati
Contoh : 50 : 50, 60 : 40, dst.
20. MURABAHAH
Secara etimologi: “murabahah berasal dari kata Ar-
Ribhu (an-namaa’) yang berarti tumbuh dan
berkembang, atau murabahah juga berarti Al-Irbaah,
karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi
memberikan keuntungan kepada yang lainnya .
Secara terminologi: “Murabahah adalah: jual beli
dengan harga awal disertai dengan tambahan
keuntungan.” Definisi ini adalah definisi yang
disepakati oleh para ahli fiqh.
22. (Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000
tanggal 16 September 2000)
DISKON DALAM MURABAHAH
Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi
obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai kesepakatan.
Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari suplier, harga
sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu, diskon adalah hak
nasabah.
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjian dan
ditandatangani.
23. (Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000
tanggal 16 September 2000) SANKSI NASABAH MAMPU YANG
MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN
Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada
nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan
disengaja.
Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak
boleh dikenakan sanksi.
Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai
kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
Sanksi didasarkan pada prinsip ta’sir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin
dalam melaksanakan kewajibannya.
Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial.
24. (Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002
tanggal 28 Maret 2002)
POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH
Jika
nasabah dalam transaksi murabahah melakukan
pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati. Lembaga keuangan syariah
boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran
tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
Besarnya potongan sebagaimana dimaksud di atas
diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan Lembaga
keuangan syariah (LKS).
25. (Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2002)
UANG MUKA DALAM MURABAHAH
LKS dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah
pihak sepakat
Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus
memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat
meminta tambahan kepada nasabah.
Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
26. Salam
بيع السلم
Transaksi Jual beli di mana barang belum diserahkan
(belum ada), Sedangkan pembayaran dilakukan di muka
(secara tunai) Secara etimologi, salam adalah salaf
(pen-dahulu-an) = sesuatu yang didahulukan
Konsep Dasar Ba’i Salam
Bank membeli produk garmen
Garmen
Barang diserahkan kemudian/secara tangguh
Contoh :
Islamic Banking membeli 400 potong seri siza pakaian jadi kepada pihak
garmen, seharga Rp 25 juta secara tunai/cash,
Sedangkan pakaiannya diserahkan 2 bulan yang akan datang
27. Bai’ Al- Istshna’ atau pemesanan secara bahasa artinya
Istishna’
minta dibuatkan. Secara terminologi hukum fiqih seperti
yang dijelaskan dalam fatwa DSN MUI adalah akad jual
beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan(pembeli, mustashni’) dan
penjual (pembuat’shani’)
Pengrajin kayu
Konsep Dasar Ba’i Istishna’
Barang diserahkan kemudian/secara tangguh
Contoh :
Restoran memesan 25 paket meja dan kursi seharga Rp 37.500.000,dengan spesifikasi seperti gambar di atas,. Pembayaran dilakukan 2 kali
28. Perbedaan
Bai’ as salam dan Bai’ al-Istishna’
Subyek
SALAM
ISTISHNA’
Aturan dan
Keterangan
Pokok
kontrak
Pembeli
Penjual
Muslam fiih
Muslim
Muslam ilaih
Mashnu
Mustashni’
Shani’i
Barang ditangguhkan dg
spesifikasi
Harga
Dibayar saat
kontrak
Bisa saat kontrak,
dicicil, atau diakhir
Cara penyelesaian pembayaran
merupakan perbedaan utama
antara aa’ dan salam.
Produk
Umumnya pada
pemesasan
barang yang
tidak bisa dibuat
oleh penerima
pesan
Umumnya pada
pemesasan barang
yang dapat dibuat oleh
penerima pesan
Contoh Salam : hasil pertanian,
perikanan dan peternakan
Contoh istishna’ : bangunan,
pakaian, furniture, jalan raya
Kontrak
Salam parallel
Istishna’ parallel
Baik salam parallel maupun
istishna’ parallel sah asalkan
kedua kontrak scr hukum terpisah
30. Ijarah
ijarah, menurut bahasa, adalah al-itsabah (memberi upah).
Misalnya aajartuhu, baik dibaca panjang atau pendek, yaitu
memberi upah. Sedangkan menurut istilah fiqih ialah
pemberian hak pemanfaatan dengan syarat ada imbalan.
(Fathul Bari IV: 439)
Secara terminilogi, ijarah adalah akad pemindahan hak atas
barang atau jasa (manfaat), melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Manfaat (jasa)
tersebut adalah sesuatu yang dibolehkan dan dapat
dimanfaatkan
32. Ijarah
Ijarah Muwazy (Ijarah paralel /Sub-Lease)
Menyewakan barang kepada pihak ketiga, hukumnya
dibolehkan, apabila pemilik barang mengizinkannya. Apabila
pemilik asset tidak mengizinkannya, maka penyewaan kepada
pihak ketiga tidak dibolehkan.
Gambar 3.2. Skema Ijarah Muwazy
33. Gadai syariah (rahn) secara etimologi adalah tetap dan lama.
Secara terminologi adalah penahanan terhadap suatu barang
dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari
barang tersebut
MARHUN BIH
(Hutang)
2. Pemberi Hutang
1. Akad Transaksi
MURTAHIN
(Pegadaian)
3. Penyerahan Marhun
Gambar 3.3. Skema Rahn
RAAHIN
MARHUN
(Barang)
35. Kafalah secara bahasa (etimologi) berarti penjaminan
Menurut istilah (terminologi), kafalah berarti akad pemberian
jaminan yang diberikan satu pihak (kafil) kepada pihak lain
(makful ‘anhu) di mana pemberi jaminan bertanggung jawab atas
pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan
(makful lahu).
Gambar 3.5. Mekanisme dan Sistem Operasi Kafalah pada Bank Syariah
37. Bank garansi adalah surat jaminan yang diterbitkan oleh bank
untuk menjamin pihak ketiga atas permintaan nasabah
sehubungan dengan transaksi ataupun kontrak yang telah
mereka sepakati sebelumnya. Pemberian jaminan ini pada
umumnya disyaratkan oleh pihak ketiga terhadap mitra
kerjanya, yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian
dilaksanakannya isi kontrak sesuai dengan yang telah
disepakati. Apabila terjadi cidera janji oleh mitra kerjanya,
berdasarkan surat jaminan bank (bank garansi) maka pihak
ketiga tadi dapat mengajukan klaim kepada bank penerbit
garansi tersebut dengan memenuhi syarat-syarat untuk
pengajuan klaim. Bank garansi berfungsi sebagai covering
risk jika salah satu pihak lalai/cidera janji memenuhi
kewajibannya di mana pihak bank mengambil-alih risiko
tersebut.