2. PERSPEKTIF BANK SYARIAH
Perbankan Syariah memiliki peran strategis dalam meningkat-
kan kesejahteraan ummat; melalui proses intermediasi kegiatan
penghimpunan dan penyaluran dana maupun penyediaan jasa
keuangan lainnya, berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah.
Ketika sistem perbankan konvensional sempoyongan karena
krisis moneter dan memerlukan biaya yang begitu besar untuk
mempertahankannya, perbankan syariah justeru mampu
menyelamatkan sebagian ekonomi ummat.
Kemampuan survival perbankan syariah dalam era krisis, telah
menarik banyak perhatian para bankir konvensional yang
kemudian membuka kantor-kantor cabang syariah.
3. KEUNGGULAN OPERASIONAL
BANK SYARIAH
1. Kegiatan usaha dilakukan secara profesional, namun tetap realistis,
seraya mengakui keterbatasan manusia yang tidak selalu dapat
memperoleh hasil sebagaimana yang diinginkannya.
Sama halnya dengan bank konvensional, prinsip prudential
maupun profesionalitas juga diterapkan dalam perbankan syariah.
Bank syariah tidak memastikan besaran return dalam menjalan
kan usahanya, dan karenanya tidak mengenal “bunga” sebagai
parameter balas jasa finansial.
“………Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati……..”.
QS. Luqman (31) : 34
4. KEUNGGULAN OPERASIONAL
BANK SYARIAH
2. Bagi hasil dalam perbankan syariah dilakukan dengan cara
menetapkan porsi pembagian keuntungan (nisbah), baik antara
bank dengan nasabah pemilik dana (liabilities) maupun dengan
nasabah pengguna dana (assets). Sedangkan angka nominal yang
akan diperoleh oleh para pihak akan sangat tergantung pada
realisasi hasil usaha.
3. Berbeda dengan bank konvensional, pendekatan usaha yang
dilakukan perbankan syariah adalah pada sisi assets terlebih
dahulu, baru kemudian sisi liabilities. Artinya, tingkat
produktivitas assets akan sangat menentukan return bagi para
pemilik dana yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan
sisi liabilities.
5. KEUNGGULAN OPERASIONAL
BANK SYARIAH
4. Bank syariah tidak akan pernah mengalami negative spread.
Kerugian hanya akan terjadi bila pendapatan dari transaksi bagi
hasil dan jual-beli maupun pendapatan lainnya, lebih kecil
dibandingkan dengan biaya operasinal bank.
5. Pelaksanaan aktivitas usaha dilakukan atas dasar prinsip
kesetaraan (equality), keadilan (fairness) dan keterbukaan
(transparency).
6. LANDASAN OPERASIONAL
BANK SYARIAH
1. Menghindari riba, karena memang riba mengandung ketidak-
adilan dan dapat merusak prinsip kemitraan.
2. Memperlakukan uang hanya sebagai alat tukar dan bukan
sebagai komoditi yang diperdagangkan.
3. Pembiayaan hanya dilakukan terhadap aktivitas ekonomi
maupun kebutuhan nasabah lainnya yang disamping bankable,
juga tidak bertentangan dengan syariah.
7. LANDASAN OPERASIONAL
BANK SYARIAH
5. Dalam berinteraksi dengan nasabah, bank syariah memposisikan
diri sebagai mitra investor dan pedagang, bukan dalam hubungan
lender & borrower sebagaimana yang berlaku pada bank
konvensional.
6. Akad transaksi yang sudah disepakati dengan nasabah tidak akan
mengalami perubahan sampai dengan berakhirnya, walaupun
misalnya terjadi gejolak moneter.
4. Tidak membenarkan transaksi spekulatif (maysir), jual-beli atas
suatu barang yang belum dimiliki (garar) dan jual-beli bersyarat
(mengandung unsur riba).
9. Definisi Bank
• Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. (pasal 5 UU 7/92)
• Kegiatan Usaha Perbankan :
• Penghimpunan dana
• Penyaluran dana
• Jasa keuangan perbankan
10. Landasan Hukum
UU No 7/92 tentang Perbankan
PP No 72/92 tentang
Bank Berdasarkan
Bagi Hasil
UU No 10/98 tentang
perubahan UU 7/92
Dicabut dg
PP 30/99
BANK SYARIAH
11. Konsep & Sistem
Perbankan
Fungsi Bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat lain yang memerlukan
Masyarakat
Pemilik Dana
Masyarakat
Pengguna Dana
Proses
Penghimpunan Dana
Proses
Penyaluran Dana
12. Konsep & Sistem
Bank Konvensional
Masyarakat
Pemilik Dana
Masyarakat
Pengguna Dana
Proses
Penghimpunan Dana
Proses
Penyaluran Dana
Penetapan Imbalan Penetapan Beban
13. SIKLUS DANA BANK SYARIAH
Masyarakat
Pemilik Dana
Masyarakat
Pengguna Dana
Proses
Penghimpunan Dana
Proses
Penyaluran Dana
Konsep Penghimpunan Dana :
1. Al Wadiah
2. Mudharabah
Konsep Penyaluran Dana :
1. Bagi Hasil (Mudharabah &
Musyarakah)
2. Jual Beli (Murabahah, Istishna &
Salam)
3. Ujroh ( Ijarah Muntahiah Bitamlik)
4. Jasa bank (Rahn, Qardh & Hiwalah)
BAGI HASIL
BAGI HASIL
14. PRINSIP DAN LANDASAN PENGEMBANGAN PRODUK
BISNIS ISLAMI
LIMA AKAD DASAR TRANSAKSI
SYARI’AH :
TITIPAN (WADI’AH)
Giro Wadi’ah
Tabungan Wadi’ah
BAGI HASIL (SYIRKAH)
Funding
Giro Mudharabah
Tabungan Mudharabah
Deposito Mudharabah
BAGI HASIL (SYIRKAH)
Financing
Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Musyarakah
JUAL-BELI (TIJAROH)
Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan Salam
Pembiayaan Istishna’
SEWA (IJARAH)
Ijarah
Ijarah Muntahia Bittamlik
JASA/FEE( AL UJROH)
Wakalah, Kafalah, Hiwalah, Rahn,
15. FUNGSIBANK SYARIAH
MANAGER
INVESTASI
Penghimpunan dana :
Prinsip wadiah yad dhamanah
Prinsip mudharabah
INVESTOR
Penyaluran dana
Prinsip jual beli
Prinsip bagi hasil
Prinsip sewa beli
Jasa perbankan
JASA LAYANAN
Produk jasa
Wakalah, Kafalah, Sharf,
Ijarah, Wadiah yad Amanah
SOSIAL
Dana kebajikan
Penghimpunan dan penyaluran Qardhul Hasan
Penghimpunan dan penyaluran ZIS
TAMWIL
MAAL
Fungsi Aplikasi produk
16. KONSEP PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH
PEMBIAYAAN
(Financing)
BAGI HASIL
(P & L Sharing)
JUAL – BELI
(Sale & Purch.)
PEMB. LAIN
(Other Fin.)
PINJ. KEBJK.
(NonCompLen)
MUSYARAKAH
MUDHARABAH
MURABAHAH
SALAM
ISTISHNA’
IJARAH WA
IQTINA
HAWALAH
RAHN
QARDH
17. PEMBIAYAAN BAGI HASIL
(Profit & Loss Sharing)
Bagi hasil merupakan konsep pembiayaan yang adil dan
memiliki nuansa kemitraan yang sangat kental.
Hasil yang diperoleh dibagi berdasarkan perbandingan
(nisbah) yang disepakati, dan bukan sebagaimana
penetapan suku bunga pada bank konvensional.
Pembiayaan bagi hasil dalam perbankan syariah, meliputi :
AL MUSYARAKAH
AL MUDHARABAH
18. AL MUSYARAKAH
Pengertian :
MUSYARAKAH (SYIRKAH) adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk melakukan suatu kegiatan usaha tertentu;
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana sesuai dengan
porsi yang disepakati.
Sementara keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang
mungkin timbul akan dibagi secara proporsional atau sesuai
dengan kesepakatan bersama.
19. AL MUSYARAKAH
Landasan Syariah :
ماهم وقليل وعملواالصلحت ءامنوا االالذين بعض على بعضهم ليبغي الخلطاء من كثيرا وان
....
(
ص
:
24
)
“…….. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada
sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.”
QS. Shaad (38) : 24
“Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selama salah satunya tidak menghianati lainnya.”
(HR. Abu Daud dan Hakim)
20. هريرة أبي عن
,
قال رفعه
:
يقول هللا ان
:
الشركين ثالث نا أ
,
أحدهم يخن مالم
ا
صاحبه
,
بينهما من خرجت خانه فاذا
(
هريرة أبي عن والحاكم داود أبوا رواه
)
•
“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW, bahwa
Nabi SAW bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman : “
aku adalah pihak ketiga antara dua orang yng bersrikat selama
salah satu pihak tidak menghianati pihak yang lain. jika salah
satu pihak telah berkhianat, aku keluar dari mereka “. ( HR.
Abu Daud dari Abu Hurairah ).
21. Ijma’
Berdasarkan sumber hukum di atas maka secara ‘Ijma para
ulama sepakat bahwa hukum musyarakah yaitu boleh. Hanya
saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya. Ibnu
Qudamah dalam kitabnya al-Mughni telah berkata: kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah
secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam
beberapa elemen darinya.
22. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah :
MUSYARAKAH KEPEMILIKAN (SYIRKAH AL MILK)
Jenis Musyarakah ini timbul karena faktor warisan, wasiat atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan terjadinya kepemilikan
terhadap suatu assets oleh dua orang atau lebih. Keuntungan
yang diperoleh dari pengoperasian assets tersebut kemudian
dibagi bersama berdasarkan kesepakatan.
MUSYARAKAH AKAD (SYIRKAH AL ‘UQUD)
Merupakan hasil suatu kesepakatan dari dua orang atau lebih
untuk mengadakan kerjasama usaha. Masing-masing
memberikan kontribusi modal dan sepakat untuk berbagi
keuntungan maupun kerugian.
23. AL MUSYARAKAH
MUSYARAKAH AKAD (SYIRKAH AL ‘UQUD)
Musyarakah Akad terbagi atas :
SYIRKAH AL INAN
SYIRKAH MUFAWADHAH
SYIRKAH A’MAL
SYIRKAH WUJUH
24. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud) :
1. SYIRKAH AL INAN
Merupakan akad kerjasama antara dua orang atau lebih, masing-
masing memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi dalam
kerja.
Porsi dana dan bobot partisipasi dalam kerja tidak harus sama,
bahkan dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif mengelola
usaha yang ditunjuk oleh partner lainnya.
Sementara keuntungan atau kerugian yang timbul dibagi
menurut kesepakatan bersama.
25. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud) :
2. SYIRKAH MUFAWADHAH
Merupakan akad kerjasama antara dua orang atau lebih, masing-
masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan
berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-
masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan
kewajiban.
Tidak diperkenankan salah seorang memasukkan modal yang lebih
besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula
dibandingkan dengan partner lainnya.
Keuntungan maupun kerugian yang diperoleh harus dibagi secara
sama.
26. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud) :
3. SYIRKAH A’MAL/ABDAN
Merupakan kesepakatan kerjasama antara dua orang atau lebih
yang memiliki profesi dan keahlian tertentu, untuk menerima
serta melaksanakan suatu pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari hasil yang diperoleh.
27. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud) :
4. SYIRKAH WUJUH
Syirkah ini terbentuk antara dua orang atau lebih, tanpa setoran
modal. Modal yang digunakan hanyalah nama baik yang
dimiliki, terutama karena kepribadian dan kejujuran masing-
masing dalam berniaga.
Dengan memiliki reputasi seperti itu, mereka dapat membeli
barang-barang tertentu dengan pembayaran tangguh dan
menjualnya kembali secara tunai.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama.
28. AL MUSYARAKAH
Jenis Musyarakah Akad (Syirkah ‘Uqud) :
Dari keempat jenis MUSYARAKAH AKAD tersebut,
hanya SYIRKAH AL INAN yang diaplikasikan dalam
perbankan syariah sebagai salah satu produk
pembiayaan, karena karakteristiknya yang sesuai.
29. AL MUSYARAKAH
Prinsip Musyarakah :
1. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan tidak
bertentangan dengan syariah.
2. Pihak-pihak yang turut dalam kerjasama memasukkan dana
musyarakah, dengan ketentuan :
Dapat berupa uang tunai atau assets yang likuid.
Dana yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi
menjadi dana usaha.
30. AL MUSYARAKAH
Prinsip Musyarakah :
3. Pengelola usaha dapat merupakan pemilik modal atau orang
yang ditunjuk oleh pemilik modal.
4. Pemilik modal dapat melakukan intervensi atas kebijakan usaha.
5. Bagi hasil (nisbah) didasarkan atas porsi kontribusi modal atau
sesuai dengan kesepakatan bersama.
32. AL MUSYARAKAH
Pengertian :
Musyarakah Dalam Teknis Perbankan
1. MUSYARAKAH merupakan akad kerjasama pembiayaan antara
bank syariah atau beberapa lembaga keuangan secara bersama-
sama dengan nasabah, untuk mengelola suatu kegiatan usaha;
masing-masing memasukkan penyertaan dana sesuai porsi yang
disepakati. Sedangkan untuk pengelolaan kegiatan usaha,
dipercayakan kepada nasabah.
2. Selaku pengelola, nasabah wajib menyampaikan laporan berkala
mengenai perkembangan usaha kepada bank atau bank-bank
sebagai pemilik dana. Disamping itu pemilik dana dapat melakukan
intervensi terhadap kebijakan usaha.
33. AL MUSYARAKAH
Pengertian :
Musyarakah Dalam Teknis Perbankan
3. Keuntungan usaha yang diperoleh dibagi menurut perbandingan
(nisbah) yang disepakati dan pada akhir masa kerjasama, nasabah
harus mengembalikan modal usaha kepada pemilik dana.
4. Apabila terjadi kerugian atau kegagalan usaha, maka akan dipikul
bersama secara proporsional.
34. AL MUSYARAKAH
Aplikasi :
Musyarakah Dalam Teknis Perbankan
Pembiayan Modal Kerja
Dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam
bidang konstruksi, industri, perdagangan dan jasa.
Pembiayaan Investasi
Dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri.
Pembiayaan Secara Sindikasi
Baik untuk kepentingan modal kerja maupun investasi.
35. AL MUSYARAKAH
Skema Musyarakah : Contoh Aplikasi Perbankan
Rugi
Laba
Akad Musyarakah
CV. Berkah
Abadi
Bank
Syariah “A”
Usaha
Ayam Potong
Escrow
Account
75% Modal 25% Modal
25%
75%
Keahlian
80% (Nisbah)
20% (Nisbah)
Pengembalian Mdl. Usaha 75% X (80% Laba)
(1) (1)
(2) (2)
(3) (3)
(3)
(4)
(3a)
(3a)
36. Syirkah Muthanaqisah
• Secara harfiah berasal dari dua kata, yakni (i) Musyarakah dan
(ii) Mutanaqishah;Musharakah biasa juga disebut dengan
syirkah yang berarti kerja sama. Ada berbagai macam syirkah ,
di antaranya: syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah
wujuh, syirkah amal (abdan);
• Mutanaqishah berasal dari naqashayang berarti
berkurang;Musyarakah Mutanaqishaadalah akad kepemilikan
bersama (syirkahamlak) atas satu aset kekayaan dimana salah
satu pihak kepemilikannya berkurang hingga habis (nol) untuk
dimiliki secara sempurna oleh pihak lainnya.
37. • Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah
bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini
akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara
pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan
kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak
kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
38. • Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah
merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk
pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset
barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan
dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang
disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah
akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki
oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah
kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal
nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah.
Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau
benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi
kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang
secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
39. • Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk
mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar
sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas
kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan
bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran
angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi
kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa
adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas
kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa
merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi
jasa bank syariah.
40. AL MUDHARABAH
Pengertian :
MUDHARABAH adalah akad kerjasama antara pemilik dana
(shahibul maal) yang menyediakan seluruh kebutuhan modal
dengan pihak pengelola usaha (mudharib) untuk melakukan suatu
kegiatan usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi
menurut perbandingan (nisbah) yang disepakati.
Dalam hal terjadi kerugian, akan ditanggung oleh pemilik modal,
selama bukan diakibatkan karena kelalaian pengelola usaha.
Sedangkan kerugian yang timbul karena kelalaian pengelola akan
menjadi tanggung jawab pengelola usaha itu sendiri.
Pemilik modal tidak turut campur dalam pengelolaan usaha, tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
41. AL MUDHARABAH
Landasan Syariah :
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual-beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”.
(HR. Ibnu Majah)
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
QS. Al Jumu’ah (62) : 10
42. AL MUDHARABAH
Jenis Mudharabah :
MUDHARABAH MUTHLAQAH
Pemilik dana (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh
kepada pengelola (mudharib) dalam menentukan jenis usaha
maupun pola pengelolaan yang dianggapnya baik dan mengun-
tungkan, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
MUDHARABAH MUQAYYADAH
Pemilik dana memberikan batasan-batasan tertentu kepada
pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang harus
dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha dsb.
43. AL MUDHARABAH
Rugi
Laba
Akad Mudharabah
Mudharib
Shahibul Maal
Modal
Usaha
100% Modal
0%
100%
Keahlian
Y% (Nisbah)
X% (Nisbah)
Pengembalian Mdl. Usaha Penyisihan seb.Laba
(1) (1)
(2) (2)
(3) (3)
(3)
(4)
(3a)
(3a)
Proyek/Usaha
Skema Mudharabah :
44. AL MUDHARABAH
PENGERTIAN (Dalam Konteks Pembiayaan) :
Mudharabah Dalam Teknis Perbankan
1. MUDHARABAH adalah akad kerjasama pembiayaan antara
bank syariah selaku pemilik dana (shahibul maal) yang
menyediakan semua kebutuhan modal dengan nasabah
(mudharib) sebagai pihak yang mempunyai keahlian atau
ketrampilan tertentu, untuk mengelola suatu kegiatan usaha
yang produktif dan sesuai syariah.
2. Bank tidak mencampuri manajemen usaha, tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pengawasan.
45. AL MUDHARABAH
PENGERTIAN (Dalam Konteks Pembiayaan) :
Mudharabah Dalam Teknis Perbankan
3. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan perbandingan (nisbah)
yang telah disepakati dan pada akhir periode kerjasama, nasabah
harus mengembalikan semua modal usaha kepada bank.
4. Dalam hal terjadi kerugian, akan menjadi tanggungan bank,
kecuali bila diakibatkan oleh kelalaian nasabah. Untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, bank harus
memahami karakteristik resiko usaha tersebut dan bekerjasama
dengan nasabah untuk mengatasi berbagai masalah.
46. AL MUDHARABAH
APLIKASI (Dalam Konteks Pembiayaan) :
Mudharabah Dalam Teknis Perbankan
Pembiayaan MODAL KERJA
Modal kerja bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang
industri, perdagangan dan jasa.
Pembiayaan INVESTASI
Untuk pengadaan barang-barang modal, aktiva tetap dsb.
Pembiayaan INVESTASI KHUSUS
Bank bertindak dan memposisikan diri sebagai arranger yang
mempertemukan kepentingan pemilik dana, seperti Yayasan
dan Lembaga Keuangan Non Bank, dengan pengusaha yang
memerlukan dana.
47. AL MUDHARABAH
Laba
Akad Mudharabah
Burhan
(Nasabah)
Bank
Syariah “X”
100% Modal
0%
100%
Keahlian
(1) (1)
(2) (2)
(3b)
(3b)
Skema Mudharabah : Contoh Aplikasi Perbankan
Rumah Makan
Padang
Rugi
Peng.Mdl.Ush.Rp.15 Juta/Bln.(3)
50% (Nisbah) 50% (Nisbah)
(3a) (3a)
48. JUAL - BELI
(Sale & Purchase)
Konsep jual-beli dalam perbankan syariah mengandung beberapa
kebaikan, antara lain pembiayaan yang diberikan selalu terkait
dengan sektor riil, karena yang menjadi dasar adalah barang yang
diperjual-belikan. Disamping itu harga yang telah disepakati tidak
akan mengalami perubahan sampai dengan berakhirnya akad.
Konsep jual-beli yang diaplikasikan dalam produk pembiayaan
perbankan syariah, meliputi :
BAI’AL MURABAHAH
BAI’AS SALAM
BAI’AL ISTISHNA’
IJARAH WA IQTINA
49. BAI’ AL MURABAHAH
Pengertian :
MURABAHAH adalah akad jual-beli atas suatu barang,
dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli,
setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan sebenarnya
harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan
yang diperolehnya.
50. BAI’ AL MURABAHAH
Landasan Syariah :
“………. Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba.” QS. Al Baqarah (2) : 275
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu”. QS. An Nisaa’ (4) : 29
“Pedagang yang jujur dan terpercaya, maka dia bersama nabi,
orang-orang yang jujur dan para syuhada”. (HR. Tarmidzi)
52. BAI’ AL MURABAHAH
Syarat Murabahah :
Pihak yang berakad (Bai’ & Musytari) cakap hukum dan tidak
dalam keadaan terpaksa.
Barang yang diperjual-belikan (Mabi’) tidak termasuk barang
haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.
Harga barang (Tsaman) harus dinyatakan secara transparan
(harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara
pembayarannya disebutkan dengan jelas.
Pernyatan serah-terima (Ijab-Qabul) harus jelas dengan
menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.
53. BAI’ AL MURABAHAH
Skema Murabahah :
Akad Murabahah
PEMBELI
PENJUAL
Negosiasi
Barang
(1) (1)
(2) (2)
Kirim Barang & Dokumen Terima Barang & Dokumen
(3) (3a)
Bayar Kewajiban
(4)
54. BAI’ AL MURABAHAH
Pengertian :
Murabahah Dalam Teknis Perbankan
1. MURABAHAH adalah akad jual-beli antara bank dan nasabah
atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati
bersama. Bank akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan
menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah
keuntungan yang disepakati.
2. Guna memastikan keseriusannya untuk membeli, bank dapat
mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang
muka.
55. BAI’ AL MURABAHAH
Pengertian :
Murabahah Dalam Teknis Perbankan
3. Nasabah membayar kepada bank atas harga barang tersebut
(setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka
waktu yang disepakati, dengan memperhatikan kemampuan
mengangsur ataupun arus kas usahanya. Pembayaran secara
angsuran ini dikenal dengan istilah Bai’ Bitsaman Ajil (BBA).
4. Baik harga jual maupun besarnya angsuran yang telah disepakati
tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.
5. Tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran
(penalty overdue).
56. BAI’ AL MURABAHAH
Aplikasi :
Murabahah Dalam Teknis Perbankan
Pembiayaan INVESTASI
Antara lain untuk pengadaan aktiva tetap, mesin-mesin dan
barang-barang modal lainnya.
Pembiayaan KONSUMER
Antara lain untuk pembelian rumah, mobil dan sebagainya.
57. BAI’ AL MURABAHAH
Skema Murabahah : Contoh Aplikasi Perbankan
Akad Murabahah
CV. Bina
Amanah
Bank
Syariah ABC
Negosiasi
(1) (1)
(2) (2)
Beli ruko Rp. 400 Juta Jual ruko Rp.420 Juta
(4) (5)
Bayar Angsuran
(6)
Bayar Uang Muka : Rp. 120 Juta
(3)
RUKO
Serahkan surat-surat ruko
(7)
58. BAI’ AS SALAM
Pengertian :
SALAM adalah akad jual-beli atas suatu barang dengan jenis
dan dalam jumlah tertentu yang penyerahannya dilakukan
beberapa waktu kemudian, sedangkan pembayarannya segera
(dimuka).
SALAM PARALEL merupakan dua transaksi Salam yang
dilakukan secara simultan dan melibatkan tiga pihak yang
berkepentingan. Salah satu diantaranya bertindak sebagai
pembeli dan sekaligus penjual; yang membeli suatu barang
dari pihak kedua dan menjualnya kembali kepada pihak ketiga.
59. BAI’ AS SALAM
Landasan Syariah :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”. QS. Al Baqarah (2) : 282
Ibnu Abbas r.a. mengungkapkan : “Aku bersaksi bahwa salam
(salaf) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan
Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”, seraya membaca ayat
tersebut diatas.
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui”.
60. BAI’ AS SALAM
Rukun Salam :
Pembeli (Muslam)
Penjual (Muslam Ilaih)
Barang yang diperjual-belikan (Muslam Fiih)
Harga barang (Ra’sul Maal)
Sighot (Ijab-Qabul)
61. BAI’ AS SALAM
Syarat Salam :
Pembeli dan penjual ( Muslam & Muslam Ilaih) cakap
hukum, tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak ingkar janji.
Penjual (Muslam Ilaih) harus memiliki kapasitas dan
kemampuan untuk memproduksi barang yang diperjual-belikan.
Barang yang diperjual-belikan (Muslam Fiih) harus jelas jenis,
ukuran, mutu dan jumlahnya serta tidak dilarang syariah.
Sedangkan waktu penyerahannya disepakati bersama.
Harga barang (Ra’sul Maal) harus pasti dan dibayarkan
segera (dimuka).
62. BAI’ AS SALAM
Skema Salam :
Akad Salam
PEMBELI
PRODUSEN/
PENJUAL
Negosiasi
Barang
(1) (1)
(2) (2)
Kirim Barang
(5)
Bayar Harga Barang
(3)
Produksi Barang
(4)
63. BAI’ AS SALAM
Skema Salam Paralel :
Akad Salam
PEMBELI-II
PEMBELI-I
/PENJUAL-II
Negosiasi
Barang
(1) (1)
(2) (2)
Bayar Harga Barang
(3)
PRODUSEN/
PENJUAL-I
Akad
Salam (2a)
Negosiasi (1a)
Bayar Hrg Brg (3a)
Kirim Dokumen (5a)
Produksi
Barang
Kirim
Barang
(4) (5)
64. BAI’ AS SALAM
Pengertian :
Salam Paralel Dalam Teknis Perbankan
1. SALAM PARALEL merupakan transaksi pembelian atas
barang tertentu yang dilakukan oleh bank dari pihak produsen
atau pihak ketiga lainnya dengan pembayaran dimuka, untuk
kemudian dijual kembali kepada nasabah dengan waktu
penyerahan yang disepakati.
2. Pembayaran oleh nasabah kepada bank dapat dilakukan dimuka
pada saat ditanda-tanganinya akad Salam atau secara tunai pada
saat penyerahan barang (Salam Wal Bai’Al Mutlaqah) atau
dengan cara mengangsur (Salam Wal Murabahah).
65. BAI’ AS SALAM
Pengertian :
Salam Paralel Dalam Teknis Perbankan
3. Apabila pembayaran oleh nasabah dilakukan secara tunai atau
dengan cara mengangsur, biasanya bank mensyaratkan agar
nasabah terlebih dahulu membayar sejumlah uang muka yang
diperlukan.
66. BAI’ AS SALAM
Aplikasi :
Salam Paralel Dalam Teknis Perbankan
Pembiayaan MODAL KERJA
Misalnya untuk modal kerja usaha pertanian, peternakan
atau industri yang menghasilkan barang-barang konsumsi.
Pembiayaan INVESTASI
Misalnya untuk pengadaan barang-barang modal, seperti
mesin-mesin dan sebagainya.
67. BAI’ AS SALAM
Skema Salam : Contoh Aplikasi Perbankan
Akad Salam
PT. Anugerah
Sentosa
Bank
Syariah “XYZ”
Negosiasi
Jagung
(1) (1)
(2) (2)
Bayar Uang Muka Rp. 300 Juta
(4)
KUD Lestari
Akad
Salam (2a)
Negosiasi (1a)
Bank Garansi (3)
Kirim Faktur (7a)
Produksi
Jagung
Kirim
Jagung
(6) (7)
Bayar Angsuran
Bayar Rp. 1,5 M (5)
(8)
68. BAI’ AL ISTISHNA’
Pengertian :
ISTISHNA’ merupakan akad jual-beli antara pemesan/pembeli
dengan pihak produsen/penjual atas suatu barang tertentu yang
harus dipesan terlebih dahulu, dengan spesifikasi dan harga yang
disepakati. Sementara pembayarannya dapat dilakukan dimuka,
ditengah atau pada saat penyerahan barang.
ISTISHNA’ PARALEL merupakan gabungan dari dua transaksi
Istishna’ yang dilakukan secara simultan. Pihak penjual pada
transaksi Istishna’ yang pertama bukanlah produsen yang
sesungguhnya dan karenanya membuat akad serupa dengan pihak
lain (produsen) untuk memenuhi pesanan pembeli.
69. BAI’ AL ISTISHNA’
Landasan Syariah :
Mengingat sifat transaksinya yang sama, maka secara umum
landasan syariah yang berlaku pada Bai’As Salam juga
berlaku pada Bai’Al Istishna’
Rukun Istishna’:
Produsen / Penjual (Shaani’)
Pemesan / Pembeli (Mustashni’)
Barang / Jasa yang dipesan (Mashnu’)
Harga Barang / Jasa (Tsaman)
Sighot (Ijab-Qabul)
70. BAI’ AL ISTISHNA’
Syarat Istishna’:
Produsen dan pemesan (Shaani’ & Mustashni’) cakap hukum,
tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak ingkar janji.
Produsen (Shaani’) memiliki kapasitas dan kesanggupan untuk
membuat/mengadakan barang yang dipesan.
Barang yang dipesan (Mashnu’) harus jelas spesifikasinya dan
tidak termasuk yang dilarang syariah. Sedangkan waktu
penyerahannya sesuai kesepakatan.
Harga barang (Tsaman) harus dinyatakan secara jelas dan
pembayarannya dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
71. BAI’ AL ISTISHNA’
Skema Istishna’ :
PEMBELI
(Mustashni’)
PRODUSEN
(Shaani’)
Barang
(Mashnu’)
Kirim Barang
(4)
Bayar Harga Barang
Produksi Barang
(3)
Pesan Barang
Akad Istishna’
(1)
(2)
(5)
72. BAI’ AL ISTISHNA’
Skema Istishna’ Paralel :
PEMESAN-I
PEMESAN-II/
PENJUAL
Barang
Bayar Harga Barang
Pesan Barang
Akad Istishna’
(1)
(2)
(4)
PRODUSEN
Pesan
Barang (1a)
Akad
Istishna’ (2a)
Krm.Dok. (4a)
Bayar Harga Barang
Produksi
Barang
Kirim
Barang
(3)
(5)
(6)
73. BAI’ AL ISTISHNA’
Pengertian :
Istishna’ Paralel Dalam Teknis Perbankan
1. ISTISHNA’ PARALEL merupakan akad jual-beli barang antara
bank dan nasabah dengan spesifikasi sesuai yang dikehendaki
nasabah dan dengan harga serta cara pembayaran yang disepakati
bersama. Kemudian bank akan meminta produsen/kontraktor
untuk membuatkan barang yang dipesan oleh nasabah tersebut.
2. Oleh karena menggunakan dua akad jual-beli, maka cara
pembayaran bank kepada produsen/kontraktor dapat berbeda
dengan cara pembayaran nasabah kepada bank, sesuai dengan
kesepakatan.
74. BAI’ AL ISTISHNA’
Pengertian :
Istishna’ Paralel Dalam Teknis Perbankan
3. Apabila pembayaran oleh nasabah tidak dilakukan dimuka,
maka biasanya bank mensyaratkan agar nasabah menyediakan
sejumlah uang muka yang diperlukan.
75. BAI’ AL ISTISHNA’
Aplikasi :
Istishna’ Paralel Dalam Teknis Perbankan
Pembiayaan MODAL KERJA
Misalnya untuk modal kerja industri barang-barang konsumsi,
termasuk garmen, sepatu dan sebagainya.
Pembiayaan KONSTRUKSI (Construction Financing)
Pembiayaan INVESTASI
Misalnya untuk pengadaan barang-barang modal, seperti
mesin-mesin dan sebagainya.
76. BAI’ AL ISTISHNA’
Skema Istishna’ : Contoh Aplikasi Perbankan
PT. AMANAH
SEJATI
(Kontraktor)
BANK
SYARIAH
“AFIAT”
ABDULLAH
(Nasabah)
PROYEK
RUKO
Negosiasi (1a) Negosiasi (1)
Akad Istn’ (2a) Akad Istn’ (2)
Bank Garansi (3a)
Bayar Rp. 4,5 milyar (7)
Kembalikan B.Garansi (6)
Bayar U.Muka (3)
Bayar Angsuran (8)
Kerjakan
Proyek (4)
Serah-Terima Pry. (5)
(5)
Serah-Terima
Proyek (5a)
(5a)
77. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Pengertian :
IJARAH adalah akad pengalihan hak penggunaan atas suatu
barang untuk jangka waktu tertentu dengan kompensasi
pembayaran uang sewa, tanpa diikuti oleh perubahan
kepemilikan atas barang tersebut.
IJARAH WA IQTINA (IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK)
adalah akad sewa-menyewa atas suatu barang untuk jangka
waktu tertentu yang diakhiri dengan pengalihan kepemilikannya
kepada penyewa.
78. Dalil Ijarah
• Q.S. Az Zuhruf: 32
“ Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagian lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.”
• Q.S. Al Baqarah: 233
“…dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
• Q.S. Al Qashash: 26, 27
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata; Hai ayahku! Ambilah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi terpercaya.”
79. Dalil Ijarah
• Al Hadist:
“ kami telah menyewakan tanah dengan bayaran hasil pertaniannya,
maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
(HR. Abu Daud)
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang
halal; dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syrat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.”
• Kaidah Fiqih
“Pada dasarnya bentuk muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yang
mengharamkan.”
“Menghindari Mafsadah harus didahulukan atas mendatangkan
manfaat.”
80. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Rukun Ijarah :
Penyewa (Musta’jir)
Pemilik barang (Mu’ajjir)
Barang yang disewakan (Ma’jur)
Harga sewa (Ajran)
Shigot (Ijab-Qabul)
81. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Syarat Ijarah :
Pemilik barang (Mu’ajjir) dan penyewa (musta’jir) cakap
hukum, tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak ingkar janji.
Barang yang disewakan (Ma’jur) memiliki manfaat yang
dibenarkan oleh syariah.
Harga sewa (Ajran) harus dinyatakan secara jelas dan
pembayarannya dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
82. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Skema Ijarah :
Pemilik Barang
(Mu’ajjir)
Penyewa
(Musta’jir)
Objek Sewa
(Ma’jur)
Akad Ijarah (1)
Pembayaran Sewa (2)
Penyerahan
Hak Penggunaan (3) Hak Penggunaan (4)
Pemanfaatan
83. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Skema Ijarah Wa Iqtina :
Pemilik Barang
(Mu’ajjir)
Penyewa
(Musta’jir)
Objek Sewa
(Ma’jur)
Akad Ijarah Wa Iqtina (1)
Pembayaran Sewa (2)
Penyerahan
Hak Penggunaan (3) Hak Penggunaan (3a)
Pemanfaatan
Pembayaran Atas Pembelian (4)
Penyerahan Kepemilikan (5) Penyerahan Kepemilikan (5)
84. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Ijarah Wa Iqtina Dalam Teknis Perbankan
Pengertian :
IJARAH WA IQTINA (IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK)
adalah akad sewa-menyewa atas barang tertentu antara bank sebagai
pemilik barang (Mu’ajjir) dengan nasabah selaku penyewa
(Musta’jir) untuk suatu jangka waktu dan dengan harga yang
disepakati. Pada akhir masa sewa, bank memberikan opsi kepada
nasabah untuk membeli barang tersebut dengan harga yang
disepakati pula.
85. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Ijarah Wa Iqtina Dalam Teknis Perbankan
Aplikasi :
Pembiayaan INVESTASI
Misalnya untuk pembiayaan barang-barang modal, seperti
mesin-mesin dan sebagainya.
Pembiayaan KONSUMER
Misalnya untuk pembelian mobil, rumah dan sebagainya.
86. IJARAH & IJARAH WA IQTINA
Skema Ijarah Wa Iqtina : Contoh Aplikasi
Penjual
(Dealer)
Objek Sewa
(Kijang)
PT. Alam Permai
(Nasabah)
Bank Syariah
“Barokah”
Akad Ijarah
W.I. (1)
Beli 5 Unit
Kijang (2)
Penyerahan (3) Kendaraan (3a)
Surat2
Kendaraan
(3b)
Bayar Sewa (4)
Bayar Hrg.Beli (5)
Peny.Srt.Kendaraan (6)
87. PEMBIAYAN LAIN
(Other Financing)
Berbeda dengan kelompok pembiayaan dengan pola bagi hasil
maupun jual-beli, dalam “pembiayaan lain” tidak ada unsur
barang sebagai objek pembiayaan dan karenanya lebih
merupakan transaksi pinjam-meminjam.
Kalaupun ada unsur barang yang terkait dalam transaksi, maka
bukanlah merupakan objek transaksi, melainkan berfungsi
sebagai jaminan.
Ada dua produk perbankan syariah yang termasuk dalam kategori
ini, masing-masing adalah :
AL HAWALAH
AR RAHN
88. AL HAWALAH
Pengertian :
HAWALAH adalah akad pengalihan hutang-piutang dari
suatu pihak kepada pihak lain.
Landasan Syariah :
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu
perbuatan dzalim, dan jika salah seorang dari kamu diikutkan
(di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya, maka
terimalah hawalah itu”. (HR. Abu Hurairah)
89. AL HAWALAH
Rukun Hawalah :
Pihak yang berhutang (Muhil)
Pihak yang berpiutang (Muhal)
Pihak yang menerima pengalihan hutang-piutang
(Muhal ‘Alaih)
Sighot (Ijab-Qabul)
90. AL HAWALAH
Syarat Hawalah :
Hutang-piutang yang akan dialihkan jelas jumlahnya.
Adanya bukti hutang-piutang antara Muhil dan Muhal.
Pengalihan hutang-piutang disepakati oleh pihak-pihak
yang terlibat (Muhil, Muhal dan Muhal ‘Alaih).
91. AL HAWALAH
Hawalah Dalam Teknis Perbankan
Pengertian :
HAWALAH adalah akad pengalihan piutang nasabah (muhal)
kepada bank (muhal ‘alaih). Nasabah meminta bantuan bank agar
membayarkan terlebih dahulu piutangnya atas transaksi yang halal
dengan pihak yang berhutang (muhil). Selanjutnya bank akan
menagih kepada pihak yang berhutang tersebut.
Atas bantuannya membayarkan terlebih dahulu piutang nasabah,
bank dapat membebankan fee jasa penagihan yang penetapannya
dilakukan dengan memperhatikan besar-kecilnya resiko tidak
tertagihnya piutang.
92. AL HAWALAH
Hawalah Dalam Teknis Perbankan
Aplikasi :
Pembiayaan MODAL KERJA
Melalui transaksi Anjak Piutang (Factoring).
93. AL HAWALAH
Skema Hawalah : Contoh Aplikasi Perbankan
PT. Nyiur Melambai
(Supplier / Muhal)
Bank Syariah
“Amanah”
(Muhal ‘Alaih)
PT. Carefour Ind.
(Pembeli / Muhil)
Penunjukan Supplier (1)
Supply Barang (2)
Akad
Hawalah (3)
Bayar (4)
Tagih /
Invoice (5)
Bayar (6)
94. AR RAHN
Pengertian :
AR RAHN adalah akad gadai, dimana suatu pihak menyerahkan
barang tertentu miliknya kepada pihak lain, dalam rangka
memperoleh pinjaman uang yang diperlukannya.
Landasan Syariah :
QS. Al Baqarah: 283
Dari Anas r.a. berkata : “Rasulullah menggadaikan baju besinya
kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya
gandum untuk keluarga beliau”. (HR. Bukhari)
Ijma’ Ulama’, akan tetapi ada perselihan tentang
disyariatkannya rahn yang tidak dalam perjalanan
95. AR RAHN
Rukun Rahn :
Pihak yang menggadaikan (Rahin)
Pihak yang menerima gadai (Murtahin)
Barang yang digadaikan (Marhun)
Hutang / pinjaman (Marhun Bih)
Sighot (Ijab-Qabul)
96. AR RAHN
Syarat Rahn :
Pihak yang menggadaikan (Rahin) dan pihak yang menerima
gadai (Murtahin) cakap hukum serta sama-sama ikhlas.
Pihak yang menggadaikan (Rahin) mempunyai kemampuan
untuk mengembalikan pinjaman.
Barang yang digadaikan (Marhun) benar-benar milik Rahin
dan bebas dari ikatan atau syarat apapun.
Jumlah hutang (Marhun Bih) disebutkan dengan jelas.
97. AR RAHN
Rahn Dalam Teknis Perbankan
RAHN merupakan produk penunjang sebagai alternatif
pegadaian, terutama untuk membantu nasabah dalam
memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak.
Bank tidak menarik manfaat apapun, kecuali biaya
pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan.
Akad Rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi
permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian
fasilitas pembiayaan kepada nasabah.
98. Hukum-Hukum Barang Gadaian Selama
Dalam Status Digadaikan
• 1. Biaya barang gadaian/rahin ditanggung oleh pegadai/rahin
• Pembiayaan barang gadaian ditanggung oleh pegadai/rahin,
mulai makannya, pakaiannya, tempat tinggal atau
penyimpanannya, penjaganya, pengawetannya, hingga apa
saja yang memerlukan pembiayaan. Ini adalah pendapat Malik
dan asy-Syafi’i. Alasannya, pembiayaan tersebut adalah bagian
dari nafkah terhadapnya, dan barang tersebut tetap berstatus
sebagai miliknya. Dalam hal ini ada sebuah riwayat yang
mursal (lemah),
• ُهُم ْرُغ ِهْيَلَع َو ُهُمْنُغ ُهَل ُنْهَّالر ُقَلْغَي َال
• “Barang gadaian tidak boleh ditutup, miliknyalah
keuntungannya dan atasnyalah kerugiannya.” (HR. ad-
Daraquthni, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi. Lihat Irwa’ul Ghalil
no. 1410)
99. • Namun, banyak ulama yang sependapat dengan kandungan
riwayat tersebut karena selaras dengan alasan bahwa barang
itu masih menjadi miliknya, sebagaimana apabila berkembang
tetap miliknya, ketika berkurang dan membutuhkan biaya pun
menjadi tanggungannya. (al-Mughni 6/517, ManarusSabil
2/89, al-Mulakhash al-Fiqhi 2/55)
100. Apabilamurtahinmengeluarkanbiaya,
bolehkahia memintaganti kepadarahin?
Apabila penggadai mengeluarkan biaya, ada dua kemungkinan:
a. Dengan niat sedekah, maka tidak ada hak meminta ganti
tentunya.
b. Dengan niat meminta kembali, ini pun ada beberapa macam :
• Dalam keadaan mungkin untuk meminta izin lantas ia tidak
memintanya, maka ia tidak boleh meminta ganti rugi karena ini
adalah kesalahannya.
• Dalam keadaan mungkin untuk meminta izin dan ia
memintanya, maka boleh meminta ganti rugi karena dia di sini
ibarat wakil pemilik barang.
• Dalam keadaan tidak mungkin meminta izin karena halangan
tertentu yang diterima secara syar’i, maka ia boleh meminta
ganti rugi karena diamengeluarkan biaya demi menjaga haknya.
Bahkan, ia telah berbuat baik
kepadapegadai/rahin.(ManarusSabil, 2/89)
101. Murtahin memanfaatkan
barang gadaian/rahn
• Untuk menerangkan masalah ini, barang gadaian dibagi
menjadi dua keadaan :
• Pertama, yang tidak membutuhkan biaya, seperti rumah dan
perhiasan. Barang jenis ini tidak boleh dimanfaatkan tanpa
seizin pegadai/rahin. Bahkan, dengan izin pun tidak boleh
dimanfaatkan apabila itu adalah barang gadaian dari sebuah
utang, karena memanfaatkannya berarti telah mengambil
sebuah manfaat dari utangnya. Sementara itu, kaidah
menyebutkan, “Setiap utang yang membawa kepada
pengambilan manfaat, maka itu adalah riba.”
• Kedua, yang membutuhkan biaya, maka sama dengan
sebelumnya. Lain halnya apabila dalam bentuk hewan yang
menghasilkan susu dan hewan yang dapat ditunggangi. Para
ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
102. • Sebagian ulama membolehkan pengambilan manfaat dari
susu dan punggungnya walaupun tanpa seizing pegadai/rahin,
selama dia mengeluarkan biaya makan hewan tersebut, maka
ia dapat memanfaatkan seukuran biayanya. Dalam hadits dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
•
َل َو ،اًنوُه ْرَم َانَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب ُبَك ْرُي ُنْهَّالر
ِهِتَقَفَنِب ُب َرْشُي ِ
َّردال ُنَب
،اًنوُه ْرَم َانَك اَذِإ
ُةَقَفَّنال ُب َرْشَي َو ُبَك ْرَي ِىذَّال ىَلَع َو
• “Barang gadaian dapat ditunggangi dengan member biayanya
apabila dalam keadaan tergadai, dan susu juga dapat diminum
dengan nafkahnya apabila dalam keadaan tergadai, dan
kewajiban yang menaiki dan meminumnya untuk memberi
nafkah.” (Shahih, HR. al-Bukhari).
• Ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah.
103. • Pendapat lain, tidak boleh memanfaatkan barang gadaian
tersebut sama sekali. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik,
dan asy-Syafi’i rahimahumullah.
• Pendapat pertama lebih kuat, sesuai dengan teks hadits.
Masalah lain, barang gadaian selain yang dapat diambil
susunya atau ditunggangi.
104. Rahin memanfaatkan
barang gadaian/rahn
• Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh bagi
pegadai memanfaatkan barang gadaiannya… dan tidak boleh
bertransaksi atasnya, baik menyewakan, meminjamkan, atau
selain keduanya tanpa keridhaan murtahin. Ini adalah
pendapat ats-Tsauri. Adapun menjaga dan memperbaikinya,
ini adalah keharusan bagi rahin.”(al-Mughni, 6/516—517)
105. • Akan tetapi, apabila pegadai/ rahin diberi izin oleh murtahin
untuk memanfaatkannya, hal ini diperbolehkan. Ini adalah
pendapat asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm. Dasarnya adalah
keumuman hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam,
•
َل َو ،اًنوُه ْرَم َانَك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب ُبَك ْرُي ُنْهَّالر
ِهِتَقَفَنِب ُب َرْشُي ِ
َّردال ُنَب
،اًنوُه ْرَم َانَك اَذِإ
ُةَقَفَّنال ُب َرْشَي َو ُبَك ْرَي ِىذَّال ىَلَع َو
• “Barang gadaian ditunggangi dengan nafkahnya apabila
digadaikan, dan susu hewan yang mengeluarkan susu dapat
diminum dengan nafkahnya apabila digadaikan, dan kewajiban
yang menunggangi dan meminum adalah member nafkah.”
(Shahih, HR. al- Bukhari dan yang lain)
106. • Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan bahwa barang siapa
menggadaikan hewan yang dapat diperah dan ditunggangi, ia
tidak dihalangi untuk memerah susunya dan menungganginya.
Namun, tentu pemanfaatan tersebut selama tidak bermudarat
terhadap barang gadaian. (Abhats Hai’ah Kibar Ulama, Bab
“ar-Rahn”)
107. Hasil dari rahn
• Globalnya, seluruh perkembangan dan hasil dari rahn menjadi
barang gadaian di tangan pemegang barang gadaian tersebut,
seperti pokoknya. Apabila dibutuhkan untuk dijual maka dijual
bersama pokoknya, baik hasil yang berkembang itu tersambung
dengan pokoknya -seperti kegemukan atau kepintaran-maupun yang
terpisah- seperti penghasilan keterampilan, upah, anak, buah, susu,
wol, dan bulu. Pendapat semacam ini yang diambil oleh an-Nakha’i
dan asy-Sya’bi. Alasannya, hukum gadai telah tetap pada barang
tersebut dengan akad dari pemilik sehingga termasuk di dalamnya
perkembangan dan manfaat yang dihasilkannya, sebagaimana
kepemilikan dalam hal pembelian dan perkembangan itu adalah
perkembangan dari barang gadaian tersebut. (al-Mughni, 6/513)
• Masih ada pendapat lain selain pendapat di atas, namun inilah yang
rajih.
108. Apabila rahn rusak atau mati
• adaian sebagai jaminan atas seluruh utangnya. Namun, kerusakan
selama dalam pegangan penggadai/murtahin, siapakah yang
menanggungnya? Ada dua kemungkinan.
• a. Kerusakan tersebut karena kesengajaan penggadai atau
kelalaiannya, maka dia yang menanggungnya. Ibnu Qudamah
rahimahullah berkata, “Apabila murtahin melakukan perusakan pada
barang gadaian atau menyepelekan penjagaan barang gadaian yang
berada dalam pemeliharaannya, dia harus menanggung ganti rugi.
Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal
wajibnya ditanggung penggadai. Sebab, ini adalah amanat yang ada
di tangannya. Ia juga wajib menggantinya apabila rusak karena
kesengajaan atau kelalaiannya, layaknya sebuah barang titipan
(wadi’ah).”
• b. Apabila rusak tanpa kesengajaan atau kelalaiannya, ia tidak wajib
mengganti. Kerusakan ini jika terjadi pada harta pegadai/rahin.
Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, dan dipegangi oleh
Atha’, az-Zuhri, al-Auza’i, asy-Syafi’i, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir.
(al-Mughni, 6/522)
109. Perbedaan utama antara gadai syariah
dengan gadai konvensional
• Perbedaan utama antara gadai syariah dengan gadai yang
haram adalah dalam hal pengenaan bunga. Pegadaian syariah
bebas dari bunga, yang ada adalah biaya penitipan barang.
110. • Misalnya seseorang menggadaikan mobilnya dan
mendapatkan uang pinjaman sebesar 50 juta. Uang pinjaman
ini adalah hutang yang harus dibayarkan pokok dan bunganya.
Dan selama pokok pinjaman itu belum dikembalikan,
bunganya tetap terus berkembang. Boleh jadi ke depannya
jumlah hutangnya sudah membengkak menjadi 100 juta. Beda
gadai ini dengan pinjaman uang biasa adalah pada masalah
jaminan, di mana dengan digadaikannya mobil itu, pihak yang
memberi pinjaman akan lebih mudah mengeluarkan uang
pinjaman. Sebab harga mobil itu sudah pasti lebih mahal dari
jumlah pinjaman yang diberikan.
111. Perbandingan
Gadai dengan Rahn (Gadai Syari’ah)
INDIKATOR RAHN (GADAY SYARI’AH) GADAI KONVENSIONAL
Konsep
Dasar
Tolong Menolong (Jasa Pemeliharaan
Barang Jaminan)
Profit Oriented (Bunga dari Pinjaman
Pokok / Biaya Sewa Modal)
Jenis
Barang Jaminan
Barang Bergerak & Tidak Bergerak Hanya Barang Bergerak
Beban Biaya Pemeliharaan Bunga (dari pokok pinjaman)
Lembaga Bisa Dilakukan Perseorangan
Hanya bisa dilakukan oleh lembaga
(perum Pegadaian)
Perlakuan
Di jual (kelebihan dikembalikan kepada
yang memiliki barang)
Di lelang
:
112. Pemanfaatan Barang Yang Digadaikan
• Barang yang digadaikan pada dasarnya untuk jaminan
pinjaman bukan untuk dikomersilkan
• Tidak diperbolehkan bagi murtahin untuk mengambil manfaat
dari benda yang digadaikan walaupun atas ijin rahin karena
hal itu termasuk Qardun Jara Naf’an dan setiap Qardun Jara
Naf’an adalah riba.
• Akan tetapi kalau barang yang digadaikan perlu pemeliharaan
seperti binatang ternak maka boleh dimanfaatkan dengan
diperah susunya atau dijadikan binatang tunggangan
113. PINJAMAN KEBAJIKAN
(Non Compensation Financing)
Disamping landasan prinsip kesetaraan dan kemitraan, ciri lain
perbankan syariah yang cukup menonjol adalah melekatnya
prinsip saling membantu, baik dalam berinteraksi dengan
nasabah maupun lingkungan sekitar. Hal itu antara lain
tercermin dari salah satu produknya, yaitu :
AL QARD (Pinjaman Kebajikan)
114. AL QARDH
Pengertian :
AL QARDH merupakan pinjaman yang diberikan oleh
satu pihak kepada pihak lain yang harus dikembalikan
pada waktu yang diperjanjikan, namun tanpa disertai
imbalan apapun.
Pinjaman yang diberikan tersebut adalah dalam rangka
saling membantu dan bukan merupakan transaksi
komersial.
115. AL QARDH
Rukun Qardh :
Peminjam (Muqtaridh)
Pemilik dana / pemberi pinjaman (Muqridh)
Dana yang dipinjamkan (Qardh)
Sighot (Ijab-Qabul)
116. AL QARDH
Syarat Qardh :
Pinjam-meminjam dilandasi oleh i’tikad baik dan
kerelaan kedua belah pihak yang berakad.
Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat.
117. AL QARDH
Landasan Syariah :
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
yang banyak. QS. Al Hadiid (57) : 11
“Barangsiapa yang telah melepaskan saudaranya yang
muslim satu dari kesusahan dunia, maka Allah akan
membantunya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah
senantiasa membantu seorang hamba selama hamba tersebut
membantu saudaranya”. (HR. Muslim)
118. AL QARDH
Landasan Syariah :
“Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan
muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah
(senilai) shadaqoh” (HR. Ibnu Majah).
“Aku melihat pada waktu malam di-isra’-kan, pada pintu
surga tertulis : Shadaqoh dibalas 10 kali lipat dan Qardh
18 kali. Aku bertanya : “Wahai Jibril mengapa Qardh lebih
utama dari shadaqoh ?”. Ia menjawab : “Karena peminta-
minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam
tidak akan meminjam kecuali karena keperluan”.
(HR. Ibnu Majah).
119. AL QARDH
Aplikasi Dalam Perbankan :
Merupakan produk pelengkap bagi nasabah dengan track
record yang baik, yang membutuhkan dana talangan segera
untuk masa yang sangat pendek.
Merupakan produk untuk membantu usaha yang sangat kecil
atau sektor sosial. Produk untuk sektor ini dikenal dengan
istilah Al Qardh Al Hasan.
Pengembalian pinjaman dilakukan pada waktu yang
diperjanjikan, dengan cara mengangsur atau secara sekaligus.
1.
2.
3.
120. AL QARDH
Aplikasi Dalam Perbankan :
Mengingat sifatnya yang bukan merupakan transaksi
komersial dan tanpa kompensasi, maka Qardh menggunakan
sumber dana yang berasal :
Untuk membantu kebutuhan dana talangan yang
bersifat jangka pendek, digunakan modal bank.
Untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan
sosial, digunakan dana yang bersumber dari zakat,
infaq dan shadaqoh.
4.
121. AL QARDH
Skema Qardh : Contoh Aplikasi Perbankan
BANK SYARIAH
(Muqridh)
Akad QARDH
USAHA
Modal + Keuntungan
NASABAH
(Muqtaridh)
Pinjaman Dana (Qardh)
Modal Usaha
Pengelolaan
Pengembalian Modal
100% Keuntungan
(1) (1)
(2)
(2)
(3)
(4)
(5a) (5)
123. ManajemenDana
EARNINGASSET
Lainnya (modal dsb)
Prinsip bagi hasil
Prinsip jual beli
Bagi hasil/laba
Margin
Penghimpunan dana Penyaluran dana Pendapatan
Laporan Laba Rugi
Pendapatan Mdh Mutlaqah
(Investasi Tidak Terikat)
Pendapatan berbasis
imbalan (fee base income)
Mudharabah Mutlaqah
(Investasi Tdk Terikat)
Agen : Mdh Muqayyadah / investasi terikat
Jasa keuangan: wakalah, kafalah, sharf
Tabel
Wadiah yad dhamanah
Tabel
Bagi
hasil
Mudharib
Prinsip Ujroh Sewa
124. SISTEMDAN PERHITUNGANBAGI HASIL
• Dari sudut pandang Nasabah sebagai Investor
• Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
(Chanelling)
• Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (Executing)
• Mudharabah Mutlaqah
• Dari sudut Pandangan Bank
• Perhitungan Saldo Akhir Bulan
• Perhitungan Saldo Rata-rata Harian
125. SKEMA-SKEMAMUDHARABAH
Satu Nasabah
Investor
Bank Syari’ah
Satu Pelaksana
Usaha
Skema Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet (Channelling)
Satu Nasabah
Investor
Pertanian
Skema Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet (executing) berdasar
sektor
Bank Syari’ah Manufaktur
Jasa
Satu Nasabah
Investor
Penjualan Cicilan
Skema Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet (executing) berdasar
akad yg digunakan
Bank Syari’ah Penyewaan Cicilan
Kerjasama Usaha
126. SKEMA-SKEMAMUDHARABAH
Nasabah 1
Nasabah 2
Nasabah 3
.
.
Nasabah n
Skema Mudharabah Mutlaqah On Balance Sheet
Jual
Bank
Syari’ah
Sewa
Kerjasama
Usaha
Penjualan 1
Penjualan 2
.
Penjualan n
Penyewaan 1
Penyewaan 2
.
Penyewaan n
Kerjasama 1
Kerjasama 2
.
Kerjasama n
127. KASUS MENGHITUNGBUNGA
KASUS:
Pada tanggal 1 Mei 2002, Bapak Johanes membuka deposito
sebesar Rp. 10.000.000, jangka waktu satu bulan, dengan tingkat
bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh pada saat jatuh
tempo?
JAWAB
Bunga yang diperoleh bapak Johanes adalah:
Rp. 10.000.000 x 31 hari x 9% / 365 hari = Rp. 76.438
128. KASUS BAGI HASIL DEPOSITO
KASUS:
Bapak Ahmad membuka deposito sebesar Rp. 10.000.000, jangka
waktu satu bulan (tanggal 1 Mei s/d 1 Juni 2003), nisbah bagi hasil
antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika keuntungan bank yang
diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 Mei 2003 adalah Rp.
20.000.000 dan total deposito jangka waktu satu bulan adanya Rp.
950.000.000, berapa keuntungan yang diperoleh bapak Ahmad?
JAWAB
Bagi hasil yang diperoleh bapak Ahmad adalah:
(Rp. 10 juta/Rp. 950 juta) x Rp. 20 juta x 57% = Rp. 120.000
130. TABELDISTRIBUSIPENDAPATAN(BAGIHASIL)
Jenis
Produk
Rata-rata
Sebulan
Saldo
Harian
Bobot*
)
Saldo Rata-
rata
Tertimbang*
*) Distri-busi
Distribusi
Penyimpan Dana Bank
Porsi Pendapatan Porsi Pendapatan
(0) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
(A) (B) (A)x(B) = (C) (D) (E) (F)=(D)x(E) (G) (H)=(D)x(G)
Rekening
Giro
10000000 0,700 7000000 D1 0,250 F1 0,750 H1
Rek.
Tabungan
60000000 1,000 60000000 D2 0,550 F2 0,450 H2
Deposito
Mudharab
ah
1 bulan
10000000 0,800 8000000 D3 0,570 F3 0,430 H3
3 bulan 20000000 0,850 17000000 D4 0,600 F4 0,400 H4
6 bulan 5000000 0,900 4500000 D5 0,580 F5 0,420 H5
12 bulan 10000000 1,000 10000000 D6 0,570 F6 0,430 H6
Grand
Total
115000000 (B) 106500000 (D)
20000000
(F) (H)
Keterangan : D1=C1/Grand Total C x Grand Total D, dst
*) Bobot = 1 – (GWM + Excess Reserve + Floating)
**) Dalam bank konvensional dikenal dengan loanable funds
131. MENGHITUNGSALDORATA-RATA HARIAN
• Saldo rata-rata harian untuk jenis produk funding di
bank syari’ah ditentukan sebagai berikut:
1. Menentukan tanggal berapa keuntungan yang diperoleh
dari penempatan dana akan dibagi-hasilkan. Misalnya
setiap buLan ditentukan pada tanggal 25 bulan ybs, maka
pendapatan yang akan dibagihasilkan kepada penyimpan
dana adalah pendapatan yang diperoleh sejak tanggal 26
bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 25 pada bulan di
mana pendapatan tersebut dibagi hasilkan
2. Jumlah hari yang dihitung dalam satu bulan adalah sesuai
dengan hitungan kalender. Oleh karena itu, saldo rata-rata
harian per bulan dihitung sejak tanggal 26 sampai dengan
tanggal 25 bulan berikutnya.
132. MENGHITUNGSALDORATA-RATA HARIAN
• Contoh kasus :
• Tuan Amir adalah nasabah Bank Syari’ah at-Taqwa, berupa tabungan
Mudharabah. Catatan kartu tabungannya menunjukkan transaksi
sebagai berikut:
Tanggal Debet Kredit Saldo
26/6/02 575.000 575.000
02/7/02 125.000 450.000
10/7/02 250.000 700.000
15/7/02 100.000 600.000
21/7/02 400.000 1.000.000
133. MENGHITUNGSALDORATA-RATA HARIAN
• Hitungan saldo rata-rata harian per bulan pada tanggal 25
Juli 2002, sebagai berikut:
1. Tgl. 26/6/02 s/d tgl. 1/7/02 = 6 hari x 575.000 = 3450000
2. Tgl. 02/7/02 s/d tgl. 9/7/02 = 8 hari x 450.000 = 3600000
3. Tgl. 10/7/02 s/d tgl. 14/7/02 = 5 hari x 700.000 = 3500000
4. Tgl. 15/7/02 s/d tgl. 20/7/02 = 6 hari x 600.000 = 3600000
5. Tgl. 21/7/02 s/d tgl. 25/7/02 = 5 hari x 1.000.000= 5000000
Jumlah = 30 hari = 19150000
Saldo rata-rata harian = 19.150.000/30 = 638.333
•Cara perhitungan di atas, juga digunakan untuk menghitung jenis simpanan yang lain.
•Jika terjadi penutupan rekening, maka saldo rata-rata yang dihitung adalah sejak
tanggal 26 sampai tanggal penutupan rekening tersebut, kemudian dihitung berapa bagi
hasilnya
134. PERHITUNGANBAGI HASIL POLABARU
Kelebihan cara ini:
Penyertaan dana shohibul maal dalam investasi dikoreksi dengan GWM
Bobot dihilangkan/diseragamkan = 1
Cara perhitungan relatif lebih mudah
Mempermudah perencanaan
Penggunaan ekuivalent rate hasil investasi per-Rp. 1000 dana nasabah
Penetapan
Pendapatan
yang akan
dibagihasikan:
Jenis dan
Jumlah
Perhitungan
Hasil Investasi
untuk setiap
rupiah 1000
dana nasabah
Distribusi ke
tiap nasabah
135. CONTOH: PerhitunganBagi Hasil Pola Baru
Apabila bank syari’ah mampu mengumpulkan dana pihak ketiga
(DPK) sebanyak Rp. 90.000.000. DPK yang dapat disalurkan
pada pembiayaan sebanyak Rp. 85.500.000 (karena ada Giro
Wajib Minumum sebesar 5%). Pembiayaan yang harus
disalurkan ke masyarakat sebanyak Rp. 100.000.000. Dari
pembiayaan Rp. 100.000.000 diperoleh pendapatan dari
penyaluran pembiayaan sebesar Rp. 6.000.000. Nisbah bagi hasil
65% (nasabah): 35% (bank). Saldo rata-rata harian dana nasabah
(Pak Amir) sebesar Rp. 1.000.000. (1) Berapa pendapatan bagi
setiap Rp. 1000 dana nasabah? (2) Berapa pendapatan bagi hasil
pak Amir?
136. CONTOH: PerhitunganBagi Hasil Pola Baru
Dana Pihak Ketiga (DPK Mudharabah) A 90,000,000.00
DPK yang disalurkan untuk Pembiayaan B 85,500,000.00
(= DPK x (1 - GWM) --> GWM = 5%)
Pembiayaan Yang Disalurkan C 100,000,000.00
Dana Bank 14,500,000.00
Pendapatan dari Penyaluran Pembiayaan D 6,000,000.00
Pendapatan bagi setiap Rp. 1000 DPK E 57.00
E= B/C * D * 1/A * 1000
137. CONTOH: PerhitunganBagi Hasil Pola Baru
Pendapatan Investasi untuk setiap Rp. 1000 E 57.00
DPK Mudharabah
Saldo rata-rata Harian Nasabah F 1,000,000.00
Nisbah Bagi Hasil G 65
Porsi Bagi Hasil untuk Nasabah bulan ini H 37,050.00
H= E/1000 * F * G/100
Dari hasil perhitungan di atas, ditemukan pendapatan nasabah untuk bulan ini dengan
dananya sebesar Rp. 1.000.000, bagi hasilnya sebesar Rp. 37,050.00
138. PENENTUANNISBAHBAGIHASIL
Nisbah bagi hasil dihitung berdasarkan profit sharing dari usaha
pengadaan kacang kedelai yang dibiayai dengan fasilitas
Mudharabah Muqayyadah sebesar Rp. 125.000.000, dengan
data sebagai berikut:
Harga Jual Kacang Kedelai = Rp. 2.150/kg
Harga jual kepada nasabah = setara 16% p.a
Volume Penjualan Kedelai per bulan = 65.000 kg
Nilai Penjualan (65.000 x Rp. 2.150) = Rp. 139.750.000
Harga Pokok Pembelian = Rp. 125.000.000
Laba penjualan kedelai = Rp. 14.750.000
Berapa Nisbah bagi hasilnya?
139. PENENTUANNISBAHPEMBIAYAAN
Perhitungan Nisbah:
Volume Penjualan = 65.000 kg
Profit Margin (Rp. 14.750.000/139.750.000)x 100% = 10,55%
Lama Piutang (data neraca 31-07-2003) = 65 hari
Lama persediaan (data neraca 31-08-2003) = 2 hari
Lama hutang dagang (pembayaran ke suplier & carry) = 0
Cash to cash periode = 360/(DI+DR-DP) = 5,4
DI= Days Inventories; DR= Days Receivable; DP= Days Payable
Profit margin per tahun = 5,4 x 10,55 = 57%
Nisbah Bank Syari’ah: (16%)/(57%)x100% = 28%
Nisbah untuk Nasabah: 100% - 28% = 72%
143. PENENTUAN RETURN
PEMBIAYAAN
• Mark-up Pricing Biaya produksi
• Target-Return Pricing ROI (Return on Investment)
• Perceived-Value Pricing persepsi nasabah
• Value Pricing ono rego ono rupo
• Going Rate Pricing tingkat bunga yang berlaku
144. Penentuan Harga dalam
Pembiayaan Syari’ah
• Penentuan harga dalam pembiayaan di bank syari’ah
dapat menggunakan salah satu di antara lima model
tersebut di atas
• Namun yang lazim digunakan oleh bank syari’ah saat ini
adalah dengan menggunakan metode going rate
pricing, yaitu menggunakan tingkat suku bunga pasar
sebagai rujukan (benchmark). Mengapa diterapkan?
Karena bank syari’ah berkompetisi dengan bank
konvensional. Di samping itu bank syari’ah juga
berkeinginan untuk mendapatkan customer yang
bersifat floating customer.
145. Penerapan Mark-up Pricing dalam
Pembiayaan Syari’ah
• Mark-up pricing hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang
sumber dananya dari Restricted Investment Account (RIA) atau
Mudharabah Muqayyadah.
146. Penerapan Target-Return Pricing dalam
Pembiayaan Syari’ah
• Bank syari’ah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga, di dalamnya juga
diklasifikasikan akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut
natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang
tidak pasti, disebut natural uncertainty contract.
• Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka
metode yang digunakan adalah required profit rate (rpr)
• rpr = n. v (n = tingkat keuntungan dalam transaksi tunai; v = jumlah
transaksi dalam satu periode
• Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka
metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr)
• epr diperoleh berdasarkan: (1) tingkat keuntungan rata-rata pada industri
sejenis; (2) pertumbuhan ekonomi; (3) dihitung dari nilai rpr yang berlaku
di bank yang bersangkutan;
• Perhitungannya:
• Nisbah bank = epr/actual return bisnis yang dibiayai * 100%
• Aktual return bank = nsibah bank + aktual return bisnis
147. Menentukan Profit Margin
1. Harga Jual Bank = Harga Beli + (Harga beli * % * Waktu) Gharar
= 150000000 + (150jt* 10%* 2 th)
= 120
2. Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery = (Pemby MRB/Estimasi Tot Pemby)
x Estimasi Biaya Ops 1 Tahun
Mark Up/Profit Margin = Persentase x Pembiayaan
Cost Recovery + keuntungan
Margin dalam % = ----------------------------------------- x 100%
Harga Barang di Toko
148. Menentukan Profit Margin
Data pembiayaan
Estimasi Tot Pembiayaan = 5 milyar
Required Profit Rate = 10% (Pricing)
Estimasi biaya operasi 1 th = 200000000
Masa pembiayaan = 2 tahun
Harga Pokok Mobil = 150000000
Uang Muka = 30000000
Kekurangan Bank = 120000000
Cost Recovery = 120 jt/5 mil x 200 jt = 4.800.000
Mark up = 10% x 120 jt = 12.000.000
Harga jual = 120 juta + (1 x 4.800.000) + 12 jt
= 136.800.000
Jika menggunakan waktu 2 tahun, maka:
Harga jual = 120 juta + (2 x 4.800.000) + 12 jt
= 141.600.000
149. Menentukan Profit Margin
Cost Recovery + keuntungan
Margin dalam % = -------------------------------- x 100%
Harga Beli Barang di Dealer
4.800.000 + 12.000.000
Margin dalam % = ---------------------------------- x 100%
150.000.000
= 11,2%
Margin per bulan= 11,2%/12
= 0,933