Ringkasan dokumen tersebut adalah:
BPR Syariah adalah lembaga keuangan perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Didirikannya BPR Syariah didasari oleh tuntutan bermuamalah secara Islam serta mengisi peluang dalam restrukturisasi perekonomian Indonesia. BPR Syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok ekonomi lemah.
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi syariah cukup pesat beberapa tahun belakangan terutama pada
sektor perbankan. Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam
berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya ekonomi Islam yangbersumber dari Al-
Qur’an dan Al-hadits. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan bank yang
dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatanbank berdasarkan prinsip
syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak padasistem pemberian imbalan atau
jasa dari dana (Sri, 2005).
Bank perkreditan Rakyat merupakan salah satu bidang perbankan yang mulai menerapkan sistem
ekonomi syariah. Bank perkreditan rakyat Syariah (BPRS) adalah salahsatu lembaga
keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syariah
ataupun muamalah Islam. BPR Syariah didirikan sebagai langkah aktif dalam restrukturisasi
perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaankeuangan,
moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluangterhadap
kebijaksanaan Bank Konvensional dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest ).
Selanjutnya BPR Syariah secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasilatau sistem
perbankan Islam.
Oleh karena itu, pemaparan makalah ini dimaksudkan untuk mengenal lebih jauh
lagitentang BPR Syariah.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 1
2. I.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah?
2. Bagaimana dasar pemikiran beroperasinya BPRSyar’ah?
3. Apa Landasan hukum BPRS?
4. Bagaimana sejarah BPRS?
5. Apa tujuan di dirikannya BPRS?
I.3.TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian BPRS.
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran beroperasinya BPRSyar’ah.
3. Dapat Mengetahui Landasan hukum BPRS.
4. Mengetahui sejarah BPRS.
5. Dapat mengetahui tujuan di dirikannya BPRS.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 2
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Menurut (Pasal 1 ayat 3) Undang-undang (UU) Perbankan No.7 Tahun 1992, Bank
Perkereditan Syari’ah adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk
deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan
menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan menurut (pasal 1 ayat 4) No. 10 tahun 1998, disebutkan
bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian, Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah dapat didefinisikan sebagai sebuah
lembaga keuangan sebagaimana Bank Perkreditan Rakyat yang konvensional, yang operasionalnya
memakai prinsip-prinsip syariah.
B.DASAR PEMIKIRAN BEROPERASINYA BPR Syariah
Berdirinya BPR Islam di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah secara
Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga
sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, perbankan secara umum. Secara
khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijaksanaan yang membebaskan bank dalam penetapan tingkat
suku bunga (rate interest ), yang kemudian dikenal dengan bank tanpa bunga.1
C.LANDASAN HUKUM
Pada dasarnya, pendirian BPR Syariah mempunyai tujuan yang utama. Yang
pertamayaitu menghindari riba; dan yang kedua yaitu mengamalkan prinsip-prinsip syariah
dalamperbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat untuk tujuan kemaslahatan.
1
Warkum Sumitro, (2004), Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Raja GrafindoPersada,
Jakarta, hal. 129
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 3
4. Di dalam Al-Qur’an, beberapa ayat yang menyinggung tentang pelarangan riba,
diantaranya QS Ar-Rum [30]:39, QS. Al-Baqarah [2]:275, QS. Al-Baqarah [4]:130, QS. An-
Nisa[4]: 146, QS. Al-Baqarah [2]:276, dan QS. Al-Baqarah [2]:278.
Selanjutnya, banyak hadits yang terkait dengan pelarangan riba. Salah satunya yaitu:
“Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang member makan riba,
penulis dan saksi riba. Kemudian mereka bersabda: mereka semua adalah sama
(HR.Muslim)
Untuk pengamalan prinsip-prinsip syariah, hal ini merupakan kewajiban bagi
kitauntuk menuangkannya ke semua aspek kehidupan, termasuk di dalam perbankan.ketentuanini
mengacu pada kaidah fiqih, yang artinya, ”apabila hukum syara‟ dilaksanakan, maka
pastilah akan tercipta kemaslahatan.2
Bank syariah berdiri pertama kali di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan
padaUndang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil
sebagai landasan hokum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang
Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hokum
Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan maka Undang-
undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang
Nomor 10tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun1992 tentang
perbankan dan juga tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.3
Masih banyak pasal lain yang mengatur tentang perbankan syariah oleh karena
dalamundang-undang nomor 10 tahun 1998 telah dibahas bank syariah, pemerintah mencabut
duaperaturan pemerintah tersebut diatas dengan peraturan pemerintah nomor 30 tahun
1998.Sebagai peraturan pelaksanaannya Bank Indanesia mulai tahun 1999 banyak
mengeluarkanPeraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Ketentuan-ketentuan
ini yangmerupakan landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bank
UmumSyariah seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan beberapa cabang
syariah daribank konvensional, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, Bank Jabar
Syariah dsb.
Pada tahun-tahun berikutnya, Bank Indonesia (BI) merevisi aturan Bank
PerkreditanRakyat Syariah (BPRS). Ketentuan baru ini dibuat untuk memberikan landasan
hukum yanglebih jelas mengenai syarat dan tata cara pendirian BPRS. Aturan baru ini
tertuang dalam
2
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hal.31
3
Lihat di http://grhoback.blogspot.com/2010/05/landasan-hukum-bank-syariah.htm
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 4
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah,yang mulai berlaku 1 Juli 2009.4
D. SEJARAH BERDIRINYA BPR SYARIAH
BPR merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit
Desa(BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembagalainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu.5
Lembaga-lembaga keuangan yang disebutkan merupakan lembaga yang berpengaruh atas
berdirinya BPR Syariah, keberadaan lembaga keuangan tersebut memunculkan pemikiran
untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 1992,namun
pada kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI sangat terbatas pada wilayah tertentu seperti
kecamatan, kabupaten, dan desa. Maka dalam hal ini diperlukan adanya BPR
untuk menangani masalah keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau oleh BMI.
Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT BPR
Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal Sejahtera di
Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-
Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal8
Oktober 1990.
E. TUJUAN DIDIRIKAN BPR SYARIAH
Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah:6
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat
lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi
arus urbanisasi.
Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.
4
Lihat http://www.bprsyariah.com/berita-utama/67-bi-revisi-aturan-bpr-syariah
5
Ibid. hal. 90
6
Warkum Sumitro, (2004), Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Raja
GrafindoPersada, Jakarta, h.129-130
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 5
6. Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu
(Djazuli,2002: 108)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat
golonganekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan
2. Meningkatkan pendapatan per kapita
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.
4. Mengurangi urbanisasi.
5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
F.STRATEGI OPERASIONAL
Untuk mencapai sebuah tujuan, diperlukan adanya strategi operasional, yaitu:7
1. BPR syariah tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan
fasilitas,melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada usaha-
usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki
prospek bisnis yang baik.
2. BPR Islam memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan
mengutamakan usaha skala kecil menengah.
3. BPR mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang
akan diberi pembiayaan.
G.PENDIRIAN BPR Syariah
1. Syarat Mendirikan BPRS
Dalam mendirikan BPRS harus mengacu pada ketentuan hukum yang telah ditetapkan
pada undang-undang perbankan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perbankan
Nomor:7 Tahun 1992, BPRS hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga Negara
Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluru pemiliknya warga Negara Indonesia,
pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya (pasal 23). Sedangkan
bentuk badan hokum pendirian BPRS dapat berupa salah satu dari: (a) perusahaan daerah; (b)
koperasi; atau (c) perseroan terbatas (pasal 21 ayat 2).
7
Ibid .h. 130
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 6
7. Sebagai tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan ketentuan terbaru mengenai
tata cara pendirian dan kegiatan usaha BPR Syariah diatur dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia No.8/25/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank
IndonesiaNo.8/17/PBI/2004 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip Syariah.8
2. Persetujuan prinsip dan izin usaha
Pemberian izin pendirian BPR Syariah dapat dilakukan melalui dua tahap:
(1)persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR
Syariah.Dan (2) izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR
syariahsetelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan (Pasal 3 ayat 2).9
3.Kepemilikan dan modal
Untuk mendirikan dan memiliki BPRS berdasarkan (pasal 4) Peraturan
Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 modal yang harus disetor adalah:
a) Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah
DaerahKhusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Tanggerang, Bogor, Depok, dan Bekasi;
b) Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah
ibukotaprovinsi di luar wilayah tersebut pada huruf di atas;
c) Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar
wilayahtersebut pada huruf a dan huruf b di atas.
Sedangkan berdasarkan (pasal 5), BPRS hanya dapat dididirikan dan dimiliki oleh:
(a)warga Negara Indonesia; (b) badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga
Negara Indonesia; (c) Pemerintah Daerah. Peraturan Bank Indonesia tentang hak pendirian
dan kepemilikan BPRS ini merupakan tindak lanjut dari (pasal 23) Undang-Undang Nomor:
7Tahun 1992 tentang perbankan.10
8
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, .182-183
9
Ibid. hal 183
10
Ibid . hal 189-190
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 7
8. 4. Kepengurusan
Kepengurusan BPRS terdiri dari direksi dan dewan komisaris. Untuk menjalankan fungsi
pengawasan dalam pelaksanaan prinsip syariah, BPRS diwajibkan membentuk dan memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berkedudukan di kantor pusat.11
H. KEGIATAN USAHA BPRS
Berdasarkan UU Perbankan No. 10 tahun 1998, kegiatan usaha BPRS melingkupi:12
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka,tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
sesuaidengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Pembatasan usaha BPRS syariah secara tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK DirekturBI
No. 32/36.KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR syariah
adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
a) Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.
b) Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
c) Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
2. Melakukan penyaluran dana melalui:
a) Transaksi jual-beli berdasarkan prinsip:
Mudharabah
Istishna
Ijarah
Salam
Jual beli lainnya.
b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:
Mudharabah
11
Ibid. hal 192
12
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, h.197-198
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 8
9. Musyarakah
Bagi hasil lainnya
c) Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:
Rahn
Qardh
3. Melakukkan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh
Dewan Syariah Nasional.
Keterangan lebih lanjut tentang kegiatan usaha BPRS diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004. Namun pada dasarnya, kegiatan operasional BPRS lebih
terbatas jika dibanding dengan bank umum syariah. Hal ini dapat dilihat dalam SK
DirekturBI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Sedangkan kegiatan yang dilarang, berdasarkan pasal
14 UUNo.17 tahun 1992, yaitu:
1. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3. Melakukan penyertaan modal
4. Melakukan usaha perasuransian
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan
usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS
I.PRODUK-PRODUK BPR SYARIAH
Pada dasarnya, konsep dasar operasional BPR Islam, sama dengan konsep dasaroperasional pada
Bank Muamalat Indonesia, yaitu: 1) Sistem Simpanan murni (al-wadiah), 2)Sistem bagi hasil
3) sistem jual beli dan marjin keuntungan, 4) sistem sewa, dan 5) sistemupah (fee).13
Untuk produk-produk 14 yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar, yaitu:
1.Mobilisasi Dana Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima
simpanan wadi‟ ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini
dapatdigunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.
13
Warkum Sumitro, (2004), Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Raja GrafindoPersada,
Jakarta, h.129-130
14
Ada perbedaan pendapat dalam memberikan definisi. Bagi Warkum Sumitro, produk-produk BPR
Syariahadalah Kegiatan-kegitan, sedangkan menurut Heri Sunandar adalah Usaha-Usaha BPR Syariah.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 9
10. Simpanan amanah
Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan
penerimaan titipan ini adalah wadi‟ ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko.
Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui pembiayaan
kepada nasabah.
Tabungan wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas.Akad
penerimaan yang digunakan sama yakni wadi‟ ah. Bank akan memberikan kadar
profitkepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.
Deposito wadi’ah/ deposito mudharabah
Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad
penerimaannya wadi‟ ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang
digunakansebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12
bulan, dst. Deposanyang menggunakan akad wadi‟ ah mendapat nisbah bagi hasil
keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan
nasabah setiap bulan.
2. Penyaluran Dana
Pembiayaan mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang
keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami
kerugianmaka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayananmateriil
dan kehilangan imbalan kerja.
Pembiayaan musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan
untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai
kesepakatan awal.
Pembiayaan bai bitsaman ajil
Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian
suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan
keuntungan yang disepakati bersama.
Pembiayaan murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan
baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar
harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 10
11. Pembiayaan qardhul hasan
Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan,dimana
nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan
barangkebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya
kepadanasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu
sertamekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan
nasabah.
Pembiayaan Al-Hiwalah
Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo
olehBPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnyadigunakan
untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambilalihan hutang,
dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yangbesar dan cara
pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
3.Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar
pembayaranberupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon,
angsuran KPR,dll.
Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang
berdasarkanpembiayaan
bai salam.
J. STRATEGI PENGEMBANGAN
Adapun strategi pengembangan BPR Syariah yang perlu diperhatikan, yaitu:15
Sosialisasi BPR Syariah, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang
digunakan.Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media masa.
Selain itu,BPR juga bisa bersosialisasi melalui bekerjasama dengan lembaga
pendidikan atau non-pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi
BPRS.
15
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia,
2008.Hlm. 100
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 11
12. Mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud
meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan
lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan syariah
atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.
Pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu
puladapat dilihat kesinambungan kerja di antara BPRS, demikian juga kesinambungan
kerja BPR syariah dengan bank syariah dan BMT.
Mengadakan kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran
masyarakat akan peran Islam dalam bidang ekonomi. hal ini pun dapat membantu
dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada.
K. BADAN-BADAN PENGEMBANG BPR Syariah
Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang
adadalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan
danmembentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan
memberikanpelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan
tumbuh.
Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta
dalampengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain :
1. IESD (institute for syariah economic development)
Dalam hal ini secara berkesinambungan IESD akan terus melakanakan program
pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah
potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi
pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia.
2. Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan danpengembangan
bank syariah (YPBS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan
ICMI.Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan
BPRsyariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain :
pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi,
maupunintermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun
pengalaman di sectorperbankan.
Membantu proses pendirian.
Memberikan technical assistance.
Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakanuntuk
meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan denganpendidikan yakni berupa
pengembangan inkubasi bisnis (INBIS).
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 12
13. 3. Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)
Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS
melibatkanperguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju
Entrepreneurial university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara :
a. Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.
b. Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga
dapatmenumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.
c. Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang
bernilaikomersial.
d. Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan
pelayanankonsultasi terpadu.
e. Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit
usahasebagai sumber pendapatan (income generating unit ) di perguruan tinggi dalam
mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.
Dan Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara
lainKementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi
(BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.
L. KENDALA PERKEMBANGAN BPR SYARIAH
1. kiprah BPR Syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah.
Bahkan masih ada anggapan bahwa BPR Syariah itu sama saja dengan BPR konvensional.
2. Sulitnya meningkatkan profesionalitas karena terhalang oleh sumber daya yang
ada.Sehingga mengakibatkan lambatnya respon terhadap permasalahan ekonomi
yangmuncul.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR Syariah, demikian juga dengan bank syariah dan
BMT.
4. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan menyebabkan tidak tersedianya waktu
untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar islam. Padahal syiar islam – selain
dibidang keuangan- sangat penting bagi kehidupan masyarakat secara umum.
5. Nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah, masih menyisakan kesan sistem BPR Syariah
menggunakan sistem BPRS konvensional.16
16
Ibid. Hal. 99-100
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 13
14. M. ANALISIS SWOT (KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DANTANTANGAN)
1. Kekuatan
a. Beberapa produk-produk BPR Syariah diminati oleh nasabah, seperti qardhul hasan,
murabahah, ba‟ I bithaman ajil , dan mudharabah.
Qardhul hasan adalah sebuah produk yang memiliki biaya yang sangat kecil jika dilihat
dari sudut pandang nasabah. Nasabah hanya mengeluarkan biaya administrasi tanpa
ada kewajiban untuk menyetorkan hasil ( profit ) kepada BPR Syariah. Pengusaha kecil,
dalam hal ini, hanya memiliki kewajiban untuk mengembalikan jumlah pokok
pinjaman.
Murabahah adalah produk jual beli dengan harga awal ditambah dengan margin
keuntungan yang telah disepakati. Produk ini memudahkan nasabah
untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan biaya yang relatif lebih murah,
yaitu dengan margin keuntungan yang telah disepakati antara BPR Syariah dengan
nasabah.
Bai‟ i Bithaman Ajil , yaitu menjual dengan harga asal ditambah dengan margin
keuntungan yang telah disepakati bersama, dan pembayaran dilakukan secara kredit.
Mudharabah adalah sebuah bentuk pembiayaan, dimana pemilik modal (BPRS
syariah) bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha
setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai
denganperjanjian.
b. Kredit mudah untuk memperoleh, yaitu dengan prosedur yang sederhana dan
tidak berbelit-belit. Ada dua hal yang penting, yaitu ketepatan waktu dan ketepatan
jumlahpinjaman.
c. Landasan operasinya yang berdasarkan pada Etika Syariah.Dalam artian, semua produk dan
operasionalnya tidak akan bertentangan dengan syariah.
d.Adanya sistem bagi hasil yang bersifat lebih adil daripada sistem bunga.18
2. Kelemahan
a. Manajemen bank yang kurang profesional. Dari hasil penelitian (Center for Business
and Islamic Economic Studies 1999) menunjukkan bahwa 58,8% nasabah BPR Syariah
sendiri menilai manajemen Syariah kurang profesional. Sedangkan nasabah
bank konvensional yang mengatakan manajemen BPR Syariah kurang profesional
adalahsebesar 32,6%.
b. Mempunyai resiko yang lebih besar dan tinggi dibandingkan dengan BPR
konvensional.dari hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies 1999)
menunjukkan bahwa 17,7% nasabah BPR syariah mengatakan bahwa bagi hasilbank syariah
adalah tidak pasti dan bagi hasil yang diberikan bisa lebih rendah bila dibanding dengan sistem
bunga. Sedangkan nasabah bank konvensional yang berpendapat sama seperti di atas adalah sebesar
27,9%.
c.Jaringan operasi yang terbatas, khususnya transaksi sesama bank syariah.
Terbatasnya jumlah BPR Syariah ini sangat menghambat pengembangannya.19
18
Muhammad. Bank Syariah, Analisis kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman.
Yogyakarta, Ekonosia:2006. Hal 121-123
19
Ibid. hal. 124-125
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 14
15. 3. Peluang
a. Berdasarkan pada Undang-Undang No.10/1998 tentang Perubaha Undang-Undang
No.7/1992 tentang Perbankan, maka Bank Syariah diberikan peluang dan dukungan
yangsangat kuat bagi beroperasinya Bank syariah serta membuka peluang bagi
bank konvensional untuk melakukan konversi ke bank syariah secara keseluruhan atau parsial
(dengan cabang syariah).
b. Semakin maraknya lembaga keuangan “informal” untuk sector riil informal yang beroperasi
dengan prinsip syariah, yaitu BMT. Keberadaan BMT sangat membantu dalam memperluas jaringan
kerja BPR Syariah.
c.Terbukannya kesempatan bagi bank Syariah untuk mengembangkan jaringan kerjanya
kedunia internasional.
d.Dengan prinsip syariah yang menjalankan sistem bagi hasil, maka banyak lahir produk-
produk baru perbankan yang berbeda dengan produk konvensional. Ini berarti membuka pasar baru atau
memperkaya produk-produk perbankan.
e. Komitmen Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan Bank Syariah.
f. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam. Hal ini merupakan “captive market”
yang menguntungkan bagi pengambangan BPR Syariah.20
4. Tantangan
a. Pemahaman masyarakat yang masih sangat rendah terhadap operasi bank syariah. Aspek yang lain,
yaitu pemahaman salah yang telah mengakar kuat tentang bunga bank.
b. Jaringan kerja bank syariah yang masih sangat terbatas (seperti yang telah diuraikan
diatas). Keterbatasan ini sangat menyulitkan bank syariah untuk berkembang dengan baik dan
cepat.
c. Keberadaan bank konvesional yang lebih berpengalaman dalam dunia perbankan.
d. Kejujuran dalam pembagian laba.21
N. PERBEDAAN BPR SYARIAH DENGAN BPR KONVENSIONAL
Pada dasarnya aktivitas Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak jauh berbeda
dengan BPR pada umumnya, perbedaannya terletak pada konsep dasar operasionalnya yang
berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Islam. Hal pokok yang menjadi faktor pembeda
BPRSyariah dengan BPR konvensional yaitu adanya insentif bunga pada BPR Konvensional dan insentif
bagi hasil pada BPR Syariah.
Selain itu, penyaluran dana pada BPR Konvensional ke masyarakat disebut dengan
“kredit” serta dalam menentukan harga atau cara penentuan keuntungan yang akan diperoleh
manajemen bank menggunakan prinsip bunga. Sedangkan pada BPR Syariah, penyaluran
dana ke masyarakat disebut dengan “pembiayaan” serta menggunakan prinsip-prinsip yang
sesuai dengan ajaran agama islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip bagi hasil(
mudharabah ). Prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas
barangyang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
20
Ibid. hal. 126-127
21
Ibid. hal. 128-129
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 15
16. O. PENGARUH BPR SYARIAH TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Pendirian sebuah bank yang beroperasi berdasarkan syariah di Indonesia,
sesungguhnya, tidak saja sebagai wadah pemenuhan keinginan yang telah lama tersimpan
dihati ummat, tetapi juga merupakan sebuah alternatif lain yang dirasakan sangat strategis
dalam mengikut sertakan lembaga keuangan. Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam, diharapkan ikut terlibat aktif di dalam orkestra besar pembangunan ekonomi Negara
dan bangsa ini. Karena itulah, maka pemerintah era reformasi mengeluarkan Undang-undang
Perbankan No.10 tahun 1998 yang memperkenankan bank umum konvensional berubah
sistem menjadi bank syariah. Kini setidaknya ada delapan bank sistem riba yang
berubahmenjadi sistem mudharabah yang Islami.Kita sekarang sedang berada dalam era
pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta
untuk melakukan investasi dan penghimpunan dana masyarakat, untuk pembangunan nasional yang
kini sedang berjalan. Kehadiran lembaga keuangan syariah, khususnya BPR Syariah dan Baitul
Mal wat Tanwil, sangat sejalan dengan program pemerintah reformasi yakni pemberdayaan
ekonomi kerakyatan. Dengan demikian, BPRS-BPRS dan BMT-BMT sesuai dengan
skalanya akandapat membantu masyarakat golongan kecil yang selama ini nyaris tidak
terjangkau oleh perbankan syariah. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kehadiran Bank-Bank syariahsebetulnya dapat membantu mengatasi kendala yang kini
tengah dihadapi oleh perekonomian nasional. Misalnya, membendung laju inflasi melalui
kebijakan uang yang ketat, karena bank-bank syariah sejak awal menerapkan secara selektif
penyaluran kreditnya, bahkan disertai dengan bimbingan kepada nasabah peminjam. Sistem
bagi hasil. Lebih meringankan nasabah dari tuntutan bayaran bunga yang memberatkan.
Sekaligus sistem bagi hasil akan menekan inflasi. Jadi, BPR Syariah amat berperan dalam
memperdayakan ekonomiummat dengan mengembangkan ekonomi golongan lemah.22
Selain itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia
(Asbisindo),Wahyu Dwi Agung, tingkat bagi hasil deposito per bulan di BPRS dapat
mencapai angka 15 hingga 16 persen. Sedangkan di bank konvensional dalam satu bulan hanya mencapai
sekitar12 hingga 13 persen. BPRS bisa memberikan bagi hasil yang lebih tinggi karena BPRS
melempar dananya ke sektor mikro. Karena marginnya besar, sehingga bagi hasilnya juga
cukup besar. Banyak kelebihan yang dimiliki BPRS bila dibandingkan dengan bank umum,
khususnya dalam pendekatan kepada nasabah. Pendekatan kepada nasabah yang diterapkan sangat
personal. Menyederhanakan prosedur bagi nasabah yang hendak melakukan atau
menggunakan jasa. Seperti misalnya, dalam memberikan pinjaman atau pembiayaan.23
22
Agustianto(2008), Lihat http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1644-peranan-lembaga-keuangan-
syariah-di-zaman-krisis-ekonomi-.html
23
M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta Selatan: 2003. Hal. 73-74
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 16
17. P. HARAPAN PENGEMBANGAN USAHA BPRS DIMASA MENDATANG
1. Peningkatan Kegiatan Sosialisasi Produk dan Jasa Perbankan Syariah ke
seluruh Lapisan Masyarakat
Sosialisasi produk perbankan syariah masih dirasakan sangat kurang. Merujuk
hasilpenelitian kinerja industry BPRS di Indonesia yang diselenggarakan oleh biro
perbankansyariah Bank Indonesia tahun 2002, diperoleh gambaran bahwa pemahaman
masyarakatterhadap kegiatan operasional bank syariah khususnya dan konsep keuamgam
syariah pada umumnya masih perlu ditingkatkan.
Media promosi produk dan kegiatan operasional perbankan syariah pada umumnya
baru sebatas penyediaan brosur, melalui pelayanan dan pemasaran langsung petugas
bank dengan pelayanan jemput bola, dan memanfaatkan peran alim ulama serta tokoh
masyarakat dalam memasarkan produk perbankan syariah. Penggunaan medis cetak dan
elektronik tampaknya belum menjadi alternative promosi bagi BPRS. Dana promosi yang
terbatas yang dialokasikan dalam anggaran belanja BPRS terkait dengan masih kecilnya skala
operasional BPRS itu sendiri. Perlu kiranya dipikirkan kegiatan promosi bersana yang
diselenggarakan atas partisipasi segenap unsure perbankan syariah, industry keuangan
syariah, lembaga penunjang lainnyadan semua pihak agar perbankan syariah dan kegiatan
investasi sesuai syariah lainnya dikenalluas oleh masyarakat.
2. Terciptanya Altenatif Sumber Pendanaan dan Peningkatan
KemampuanPermodalan BPRS
Pada tahun 1988, Bank Indonesia menyediakan fasilitas pembiayaan likuiditas bagi
BPRS dalam bentuk pembiayaan Modal Kerja (PMK-BPRS) dan pembiayaan bagi Pengusa
Kecil dan Mikro (PPMK) dengan plafon sebesar maksimal satu kali jumlah modal disetor
BPRS untuk kategori BPRS yang berturut-turut sehat selama dua tahun terakhir.
Tetapidengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999, maka Bank Indonesia tidak
diperkenankan menyalurkan pembiayaan likuiditas kepada perbankan, dan mengalihkannya
kepada lembagalain yang dirujuk oleh pemerintah dan Bank Indonesia.
Fasilitas pembiayaan modal kerja bagi perkembangan BRPS dan fasilitas pembiayaan
likuiditas Bank Indonesia tersebut betul-betul dirasakan manfaatnya bagi BPRS, terutama
untuk memenuhi permintaan pembiayaan mudal kerja dari nasabah pengusaha kecil danmikro,
sesuai arah dan sasaran yang hendak dicapai untuk pengembangan usaha ekonoi produktif yang
dikembangkan pengusaha kecil dan mikro di pedesaan.
Sejak dialihkannya penyediaan fasilitas pembiayaan tesebut dari Bank Indonesia
kepada lembaga lain, akses BPRS untuk memperoleh sumber pendanaan selain dari
penghimpunan dana dari masyarakat lebih banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan
dengan bank umum syariah untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPRS
lemahnya sumber pendanaan BPRS juga karena kesulitan BPRS itu sendiri untuk mengakses
sumber pendanaan dari lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membatasi
penempatan investasinya hanya di bank umum atau bank pemerintah lainnya.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 17
18. Sementara itu kemampuan para pemegang saham dalam meningkatkan
strukturpermodalan bank terutama dalam rangka mengimbangi peningkatan dan
perkembagan usahabank juga masih belum diharapkan. Keadaan ini mungkin sejalan dengan
keadaanperekonomian nasional secara makro pada saat ini yang belum pulih sesuai yang
diharapkan.Kesulitan sumber pendanaan bagi BPRS ini dapat dibantu dengan melonggarkan
kewajibaninvestasi dari badan usaha milik pemerintah dan swasta dan memberikan peluang
berinvestasid BPRS, dengan tetap memperhatikan prinsp-prisip dan kaidah investasi yang
aman danmenguntungkan.
Kebijakan penyaluran pembiayaan usaha kecilm sdari penyisihan 5% dari laba
BadanUsaha Milik Negara (BUMN) kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi dalam
rangkapengembangan usahanya, kiranya dapat disalurkan melalui BPRS sebagai dana
bergulir.Dengan demikian efektivitas penyaluran pembiayaan tersebut diharapkan lebih
meningkat.
3. Peningkatan Kehandalan Bankir BPRS dalam Memahami Prinsip Syariah
Keterbatasan banker syariah yang handal dan menguasai operasional perbankansyariah serta
menjalankan secra konsukeun prinsip-prisip syariah merupakan masalah yang mendasar bagi
perbaikan BPRS dan pengembangan di masa mendatang.
Lembaga pendidikan non formal yang khusus memberikan pelatihan (training)
tentang produk dan ajsa perbankan syariah masih terbatas. Maka diharapkan akan tumbuh
lembaga-lembaga baru sebagai pendukung pengembangan BPRS, termasuk antaranya
lembaga/konsultan perbankan syariah.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 18
19. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah dapat didefinisikan sebagai sebuah lembaga
keuangan sebagaimana Bank Perkreditan Rakyat yang konvensional, yang operasionalnya memakai
prinsip-prinsip syariah.
Sejak tahun 1992, yaitu pada saat diluncurkannya UU Perbankan No. 7/1992, operasi Perbankan di
Indonesia diperkaya dengan bentuk oeperasi yang berdasarkan pada Syariah Islam, yaitu
sistem bagi-hasil ( profit-sharing system). UU perbankan yang baru No. 10/1998 semakin
kondusif tumbuhnya bank syariah dengan diperkenankannya bank konvensional beroperasi
dengan dua system, yaitu sistem konvensional dan sistem bagi-hasil. Namun demikian,
sebagai bank yang relatif baru dalam menggunakan sistem bagi-hasil, BPR Syariah
menghadapi banyak tantangan dan memiliki beberapa kelemahan di samping kesempatan dan
kekuatan yang dimilikinya, oleh karena itu manajemen yang profesional dan amanah
sangatdiperlukan dalam mengoperasikannya.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 19
20. DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press,
Yogyakarta.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan
Ilustrasi,Yogyakarta: Ekonisia, 2008.
M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing,
JakartaSelatan: 2003.
Muhammad. Bank Syariah, Analisis kekuatan, Peluang, Kelemahan dan
Ancaman.Yogyakarta, Ekonosia: 2006.
Warkum Sumitro, (2004), Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait ,Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004.
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang, Tantangan, dan
Prospek ,AlvaBet, Jakarta: 2000.
http://grhoback.blogspot.com/2010/05/landasan-hukum-bank-syariah.html
http://www.bprsyariah.com/berita-utama/67-bi-revisi-aturan-bpr-syariah
http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1644-peranan-lembaga-keuangan-
syariah-di-zaman-krisis-ekonomi-.html
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 20