1. Dokumen menjelaskan saat terutangnya pajak PPN menurut UU PPN dan peraturan terkait, termasuk pada saat penyerahan barang atau jasa, impor, ekspor, dan situasi khusus lainnya.
2. Prinsip dasar adalah pajak terutang pada saat penyerahan barang atau jasa, meskipun pembayaran belum diterima.
3. Terdapat pengecualian untuk situasi seperti pembayaran diterima dimuka,
Makalah Auditing 2-Audit Atas Siklus Penjualan dan Penagihan Kas. Materi Audit Atas Siklus Penjualan dan Penagihan Kas diambil dari buku Auditing Arens.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahDeddi Nordiawan
Modul tentang Pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan SAP berbasis akrual. Modul ini disusun berdasarkan Permendagri 64 tahun 2013 tentang Penerapan SAP Akrual di Pemerintah Daerah
Makalah Auditing 2-Audit Atas Siklus Penjualan dan Penagihan Kas. Materi Audit Atas Siklus Penjualan dan Penagihan Kas diambil dari buku Auditing Arens.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahDeddi Nordiawan
Modul tentang Pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan SAP berbasis akrual. Modul ini disusun berdasarkan Permendagri 64 tahun 2013 tentang Penerapan SAP Akrual di Pemerintah Daerah
Penagihan Pajak
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian tersebut termuat di dalam Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009.
Kepastian hukum merupakan salah satu kunci keberhasilan pengenaan dan pemungutan pajak daerah. Hal ini diwujudkan dalam upaya paksa fiskus untuk melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya tepat waktu . Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 secara tegas mengatur masalah penagihan pajak untuk mmeberikan landasan hukum bagi fiskus melaksanakan tugas dan kewenangannya terhadap wajib pajak.
Apabila pajak yang terutang tidak dilunasi setelah jatuh tempo pembayaran pajak maka kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SPPT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan utang pajak bertambah. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggng pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, meaksanakan penegihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksnakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.
Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Surat lain yang sejenis adalah surat yang dipersamakan dengan surat teguran atau surat peringatan. Penyampaian surat teguran dilakukan sebelum jatuh tempo pembayaran pajak. Surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis, sekurang-kurangnya memuat.
1.Nama daerah wajib pajak, atau nama wajib pajak atau penanggung jawab ;
2.Besarnya utang pajak;
3.Perintah untuk membayar; dan
4.Saat pelunasan utang pajak, yaitu tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis.
Surat teguran atau surat peringatan dikeluarkan tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran pajak, dan dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh gubernur/ bupati/ walikota. Dalam jangka waktu tujuh hari sejak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima, wajib pajak harus melunasi pakal yang terutang. Surat teguran ini harus dipatuhi oleh wajib pajak. Jika tidak dipatuhi fiskus akan melakukan tindakah penagihan pajak lebih lanjut, yaitu penagihan pajak dengan surat Paksa.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
2. Saat pajak terutang diartikan sebagai saat mulai
timbulnya utang pajak kepada negara, sehingga
bukan merupakan batas akhir pembayaran
pajak ke kas negara
Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11 UU PPN
3. Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11 ayat (1) UU PPN
Terutangnya Pajak
Terjadi Pada Saat :
penyerahan Barang Kena Pajak;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
4. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah menganut prinsip
akrual,
artinya terutangnya pajak terjadi pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan
tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya
diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak.
Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan
melalui electronic commerce tunduk pada ketentuan ini
Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11 ayat (2) UUPPN
5. Dalam hal pembayaran diterima sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau
dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean,
saat terutangnya pajak adalah pada saat
pembayaran.
Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11 UU PPN
6. Barang Kena Pajak Berwujud Berupa
Barang Bergerak
Terutangnya Pajak
Atas BKP Berwujud
Barang Bergerak
Terjadi Pada Saat :
Barang Kena Pajak tersebut
diserahkan secara
langsung kepada pembeli
atau pihak ketiga untuk dan atas
nama pembeli, atau.
pada saat Barang Kena Pajak
tersebut diserahkan kepada
juru kirim atau Pengusaha jasa
angkutan.
7. Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak
berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang tidak bergerak, terjadi pada saat
penyerahan hak untuk menggunakan atau
menguasai Barang Kena Pajak tersebut,
• baik secara hukum atau
• secara nyata,
kepada pihak pembeli.
Barang Kena Pajak Berwujud
Barang Tidak Bergerak
8. Dalam penentuan atau penyerahan barang tidak
bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut
pendirian bahwa penyerahan hanya dapat
dilakukan bila barang tersebut secara fisik telah
ada.
Oleh karena itu pajak terutang pada saat
penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan,
yaitu pada saat surat atau akte perjanjian yang
mengakibatkan perpindahan hak atas barang
tersebut ditandatangani oleh pihak yang
bersangkutan.
Barang Kena Pajak Berwujud
Barang Tidak Bergerak
9. Contoh
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal
1 Mei 2014.
Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau
menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani
tanggal 1 September 2014.
Saat pajak terutang adalah tanggal 1 September
2014.
Bila sebelum surat atau akte tersebut dibuat atau
ditandatangani barang tidak bergerak telah diserahkan
atau berada dalam penguasaan pembeli atau
penerimanya, maka pajak terutang pada saat barang
tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam
penguasaan pembeli atau penerima barang.
Barang Kena Pajak Berwujud
Barang Tidak Bergerak
10. Contoh :
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata
tanggal 1 Agustus 2014.
Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September
2014.
Saat pajak terutang adalah tanggal 1 Agustus 2014.
Penyerahan barang tidak bergerak yang dilakukan
dengan suatu perjanjian akan menyerahkan barang
tersebut dalam masa tertentu tidak dapat digunakan
untuk menentukan saat pajak terutang
Barang Kena Pajak Berwujud
Barang Tidak Bergerak
11. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat
lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal
saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi
perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan
ketidakadilan.
Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11 ayat (4) UU PPN
12. Saat Terutang
Barang Kena Pajak Tidak berwujud
Terutangnya Pajak
Atas BKP
Tidak Berwujud
Terjadi Pada Saat :
1. Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh
Pengusaha Kena Pajak;
Mana Lebih Dahulu
2. Saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak
berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak;
3. Saat saat harga penyerahan Barang Kena Pajak
tidak berwujud diterima pembayarannya, baik
sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena
Pajak; atau
4. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian
oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
dengan huruf c tidak diketahui.
13. Terutangnya Pajak atas
penyerahan Jasa Kena Pajak,
terjadi pada saat
mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara
nyata, baik sebagian atau
seluruhnya.
Jasa Kena Pajak
14. Umumnya pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan
barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu
masa tertentu.
Dan sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap
untuk diserahkan telah diterima pembayaran di muka
sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau
pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa
sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian
pekerjaan.
Dalam hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-undang PPN,
pajak terutang pada saat pembayaran tersebut
diterima oleh Pemborong atau Kontraktor.
Jasa Pemborong Bangunan Atau
Barang Tidak Bergerak
15. Selanjutnya setelah bangunan atau barang tidak
bergerak tersebut selesai dikerjakan, maka jasa
pemborongan seluruhnya diserahkan kepada
penerima jasa.
Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1)
Undang-undang PPN, pajak terutang pada saat
penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan,
meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan
tersebut belum diterima oleh Pemborong atau
Kontraktor.
Jasa Pemborong Bangunan Atau
Barang Tidak Bergerak
16. Contoh:
1. Tanggal 1 April 2001, perjanjian pemborongan ditandatangani
dan diterima uang muka sebesar 20%.
2. Tanggal 1 Mei 2001, pekerjaan selesai 20%, diterima
pembayaran tahap ke-1.
3. Tanggal 1 Juni 2001, pekerjaan selesai 50%, diterima
pembayaran tahap ke-2.
4. Tanggal 20 Juni 2001, pekerjaan selesai 80%, diterima
pembayaran tahap ke-3.
5. Tanggal 25 Agustus 2001, pekerjaan selesai 100%, bangunan
atau barang tidak bergerak diserahkan.
6. Tanggal 1 September 2001, diterima pembayaran tahap akhir
(ke-4) sebesar 95% dari harga borongan.
7. Tanggal 1 Maret 2002, diterima pembayaran pelunasan seluruh
jasa pemborongan.
Jasa Pemborong Bangunan Atau
Barang Tidak Bergerak
17. Pada angka 1 sampai dengan angka 4 pajak
terutang pada tanggal diterimanya pembayaran
(tahap), sedang angka 5 sampai dengan angka
7 pajak terutang pada tanggal 25 Agustus 2001
atau saat jasa pemborongan (bangunan atau
barang tak bergerak) selesai dilakukan dan
diserahkan kepada pemiliknya.
Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka
6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan, karena
tidak termasuk saat yang menentukan
terutangnya pajak sesuai dengan dasar akrual
yang dianut dalam Undang-undang PPN.
Jasa Pemborong Bangunan Atau
Barang Tidak Bergerak
18. Cara penghitungan tersebut juga berlaku dalam hal
penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
dilakukan dengan pembayaran uang muka, sedangkan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak tersebut dilakukan kemudian.
Jasa Pemborong Bangunan Atau
Barang Tidak Bergerak
19. a. tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai, baik
sebagian atau seluruhnya;
b. dilakukan penagihan pembangunan atau penggantian;
atau
c. pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan.
Jasa Kena Pajak Selain
Pemborong Bangunan
20. Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean,
terutangnya pajak terjadi pada saat orang pribadi atau badan
tersebut mulai memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di dalam Daerah
Pabean.
Hal itu dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak tersebut di luar Daerah Pabean sehingga tidak dapat
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Oleh karena itu, saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan
saat penyerahan, tetapi dikaitkan dengan saat pemanfaatan.
Saat Terutangnya Pajak
Pasal 11
21. Saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKPdari
luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari
peristiwa-peristiwa di bawah ini:
◦ saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
◦ saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau
Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya;
◦ saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau
penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang
menyerahkannya; atau
◦ saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau
Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya
oleh pihak yang memanfaatkannya;
Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak
diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah
tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Dan Atau JKP
Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean
22. Terutangnya Pajak atas impor Barang Kena Pajak,
terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean
Impor BKP
23. Terutangnya Pajak atas ekspor Barang Kena Pajak,
terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari
Daerah Pabean
Ekspor BKP
24. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas
Ekspor Jasa Kena Pajak adalah pada saat
Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut
dicatat atau diakui sebagai penghasilan.
Ekspor JKP
25. Terutangnya Pajak atas aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan dan/atau persediaan
Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat
terjadi lebih dahulu diantara saat:
a. ditandatanganinya akte pembubaran oleh Notaris;
b. berakhirnya jangka waktu berdirinya perseroan yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
c. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan
perseroan dibubarkan; atau
d. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata
sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah
dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada.
Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan Dan/Atau
Persediaan BKP Yang Masih Tersisa Pada Saat Pembubaran Perusahaan
26. Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak
dalam rangka perubahan bentuk usaha, penggabungan
usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh
aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak
yang berhak atas Barang Kena Pajak tersebut, terjadi
pada saat yang disepakati atau ditetapkan sesuai hasil
Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam
perjanjian perubahan bentuk usaha, penggabungan
usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh
aktiva perusahaan tersebut.
Perubahan Bentuk Usaha, Penggabungan Usaha,
Pemekaran Usaha
27. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a,
huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h
terutang pajak di
tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan atau
tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan
yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
28. Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di
tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha
Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
29. Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai
satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar
tempat tinggal atau tempat kedudukannya,
◦ setiap tempat tersebut merupakan tempat
terutangnya pajak dan
◦ Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
30. Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari
satu tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja
1 (satu) Kantor Direktorat Jenderal Pajak,
untuk seluruh tempat terutang tersebut, Pengusaha
Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan
usaha sebagai tempat pajak terutang yang
bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan
usahanya,
kecuali apabila Pengusaha Kena Pajak tersebut
menghendaki lebih dari 1 (satu) tempat pajak
terutang, Pengusaha Kena Pajak wajib
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
31. Dalam hal-hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai
tempat pajak terutang.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
32. Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di
Cibinong. Apabila di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A hanya wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab tempat terutangnya pajak
bagi orang pribadi A adalah di Cibinong.
Sebaliknya, apabila penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dilakukan oleh orang pribadi A hanya di tempat tinggalnya saja, orang
pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bogor.
Namun, apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat kegiatan usahanya
orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong
karena tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan wajib
mendaftarkan diri baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan
usaha karena bagi Pengusaha Kena Pajak badan di kedua tempat tersebut
dianggap melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
33. PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha, yaitu di kota
Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang ketiganya berada di bawah
pelayanan 1 (satu) kantor pelayanan pajak, yaitu Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha
tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak dan melakukan administrasi penjualan dan administrasi
keuangan sehingga PT A terutang pajak di ketiga tempat atau kota
itu.
Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu tempat
kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di
Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini
bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha yang
dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu
dan Bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk
seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib memberitahukan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
34. Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha
Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan
1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
Apabila Pengusaha Kena Pajak terutang pajak pada
lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha, Pengusaha
Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya dapat menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat
terutangnya pajak
Pemusatan Tempat Pajak
Terutang Pasal 12
35. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat
Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
36. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf d dan huruf e terutang pajak di tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
Orang pribadi atau badan baik sebagai Pengusaha Kena Pajak
maupun bukan Pengusaha Kena Pajak yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean dan/atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tetap terutang
pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha orang
pribadi atau di tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha badan tersebut
Tempat Pajak Terutang
Pasal 12
37. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan atau Jasa Kena Pajak dari luar
DaerahPabean adalah di tempat tinggal orang
pribadi atau tempat kedudukan badan
dalam hal orang pribadi atau badan tersebut
bukan sebagai Wajib Pajak atau di tempat orang
pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai
Wajib Pajak;
BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Pabean
38. Kegiatan membangun sendiri oleh Pengusaha Kena
Pajak yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya atau oleh bukan Pengusaha Kena Pajak,
adalah di tempat bangunan tersebut didirikan
Kegiatan Membangun Sendiri