Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
Pendahuluan
Peraturan Menteri PU dan PR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (“Permen PPJB”) mencabut dua peraturan sebelumnya, yaitu:
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun; dan
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Di dalam ketentuan peralihan, disebutkan bahwa PPJB yang masih dalam proses penyusunan (belum ditandatangani sebelum 18 Juli 2019), harus disesuaikan dengan ketentuan Permen PPJB.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusLeks&Co
Sengketa Komersial
Sengketa, persoalan, dan konflik yang timbul di antara para pihak yang timbul dalam ruang lingkup niaga atau perdagangan, antara lain:
perniagaan;
perbankan;
keuangan;
penanaman modal;
industri;
konstruksi;
dll.
Situasi dalam Sengketa Komersial
Setiap pihak bersengketa memiliki perspektif, kepentingan, sumber daya, aspirasi, dan ketakutan masing-masing.
Hampir sebagian besar pihak yang bersengketa tidak menikmati pengalaman bersengketa karena menguras energi.
Sengketa memaksa pihak yang bersengketa untuk berhubungan dengan pihak lain (lawan) yang sebenarnya tidak ingin ditemuinya.
Sengketa dapat memakan waktu panjang dan biaya yang besar bagi pihak bersengketa.
Tugas Lawyer Adalah Menjaga Kepentingan Kliennya
Menjadi “part of the solution, not part of the problem”.
Memahami aspek komersial dan praktik bisnis yang menjadi sengketa;
Mencari langkah-langkah penyelesaian sengketa dengan menganalisa risiko-risiko bagi klien.
Menganalisa dan nenyampaikan risiko-risiko yang dapat terjadi terkait pelaksanaan upaya hukum kepada klien agar klien dapat mengetahui konsekuensi yang dapat terjadi ke depan.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
Pendahuluan
Peraturan Menteri PU dan PR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (“Permen PPJB”) mencabut dua peraturan sebelumnya, yaitu:
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun; dan
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Di dalam ketentuan peralihan, disebutkan bahwa PPJB yang masih dalam proses penyusunan (belum ditandatangani sebelum 18 Juli 2019), harus disesuaikan dengan ketentuan Permen PPJB.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusLeks&Co
Sengketa Komersial
Sengketa, persoalan, dan konflik yang timbul di antara para pihak yang timbul dalam ruang lingkup niaga atau perdagangan, antara lain:
perniagaan;
perbankan;
keuangan;
penanaman modal;
industri;
konstruksi;
dll.
Situasi dalam Sengketa Komersial
Setiap pihak bersengketa memiliki perspektif, kepentingan, sumber daya, aspirasi, dan ketakutan masing-masing.
Hampir sebagian besar pihak yang bersengketa tidak menikmati pengalaman bersengketa karena menguras energi.
Sengketa memaksa pihak yang bersengketa untuk berhubungan dengan pihak lain (lawan) yang sebenarnya tidak ingin ditemuinya.
Sengketa dapat memakan waktu panjang dan biaya yang besar bagi pihak bersengketa.
Tugas Lawyer Adalah Menjaga Kepentingan Kliennya
Menjadi “part of the solution, not part of the problem”.
Memahami aspek komersial dan praktik bisnis yang menjadi sengketa;
Mencari langkah-langkah penyelesaian sengketa dengan menganalisa risiko-risiko bagi klien.
Menganalisa dan nenyampaikan risiko-risiko yang dapat terjadi terkait pelaksanaan upaya hukum kepada klien agar klien dapat mengetahui konsekuensi yang dapat terjadi ke depan.
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Disampaikan oleh perwakilan Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu pada Sosialisasi Hukum dan Perundangan terkait Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Acara diselenggarakan oleh Pokja AMPL bersama Ditjen PMD Kemendagri, Bali 6-8 September 2007
HUKUM PROPERTI PASCA UU CIPTA KERJA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing
Ketentuan Umum HMSRS
• UU Rusun: SHMSRS diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang HAT
• HAT adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, untuk Orang Asing yang relevan adalah Hak Pakai
Kepemilikan HMSRS oleh Orang Asing
• UU CK: HMSRS dapat diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin sesuai ketentuan per-uu-an
• PP 18/2021: Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki Orang Asing dapat berupa Rusun yang dibangun di atas bidang tanah: (i) HP atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik; atau (ii) HGB atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik
• Orang Asing dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP atau HGB. Ketentuan Orang Asing berhak memiliki Sarusun di atas HGB hanya muncul di PP 18/2021
Catatan/Tanggapan Kritis
• Ada potensi pertentangan ketentuan dalam PP 18/2021 dengan ketentuan dalam UU Rusun dan UUPA
• PP 18/2021 memperkenankan Orang Asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB, padahal dalam UU Rusun dan UUPA, Orang Asing hanya berhak memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP
• Apa beda SHMSRS Orang Asing di atas HGB dan SKBG?
• Risiko: Ketentuan PP 18/2021 diajukan uji materiil melalui Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Rusun dan UUPA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing (HGB) Tidak Meliputi Tanah Bersama
Kepemilikan Sarusun oleh Orang Asing tidak meliputi Tanah Bersama
• UU Rusun: HMSRS merupakan hak milik yang bersifat perorangan terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
• Pasal 188 (2) Permen ATR 18/2021: dalam hal Sarusun Orang Asing dibangun di atas HGB, hak bersama atas kepemilikan Sarusun dihitung berdasarkan NPP yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama
• Sebaliknya, jika dibangun di atas HP, karena Orang Asing berhak memegang HP, maka hak bersama yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi tanah bersama
Catatan/Tanggapan Kritis
• Jika Orang Asing yang memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama, bukankah seharusnya Orang Asing juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HM dengan catatan ia tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama? Mengapa dibatasi hanya di atas HGB?
• Bagaimana perhitungan NPP jika ada Orang Asing berkenaan dengan tanah bersama? 100% - NPP orang asing? Bagaimana pencatatan para pemilik hak atas tanah ketika terjadi perpanjangan hak? Tidak ada panduan tentang hal ini.
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti yang Belum Jelas
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti
• Minimal Harga
v Belum diatur di dalam Peraturan Menteri
v Sebelumnya batasan minimal harga diatur dalam Permen ATR 29/2016, namun dicabut oleh Permen ATR 18/2021
• Luas bidang tanah
v Rumah tapak: Maksimal 2.000m2 [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
• Jumlah bidang tanah atau Sarusun
v Rumah tapak: 1 bidang tanah [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Disampaikan oleh perwakilan Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu pada Sosialisasi Hukum dan Perundangan terkait Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Acara diselenggarakan oleh Pokja AMPL bersama Ditjen PMD Kemendagri, Bali 6-8 September 2007
HUKUM PROPERTI PASCA UU CIPTA KERJA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing
Ketentuan Umum HMSRS
• UU Rusun: SHMSRS diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang HAT
• HAT adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, untuk Orang Asing yang relevan adalah Hak Pakai
Kepemilikan HMSRS oleh Orang Asing
• UU CK: HMSRS dapat diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin sesuai ketentuan per-uu-an
• PP 18/2021: Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki Orang Asing dapat berupa Rusun yang dibangun di atas bidang tanah: (i) HP atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik; atau (ii) HGB atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik
• Orang Asing dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP atau HGB. Ketentuan Orang Asing berhak memiliki Sarusun di atas HGB hanya muncul di PP 18/2021
Catatan/Tanggapan Kritis
• Ada potensi pertentangan ketentuan dalam PP 18/2021 dengan ketentuan dalam UU Rusun dan UUPA
• PP 18/2021 memperkenankan Orang Asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB, padahal dalam UU Rusun dan UUPA, Orang Asing hanya berhak memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP
• Apa beda SHMSRS Orang Asing di atas HGB dan SKBG?
• Risiko: Ketentuan PP 18/2021 diajukan uji materiil melalui Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Rusun dan UUPA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing (HGB) Tidak Meliputi Tanah Bersama
Kepemilikan Sarusun oleh Orang Asing tidak meliputi Tanah Bersama
• UU Rusun: HMSRS merupakan hak milik yang bersifat perorangan terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
• Pasal 188 (2) Permen ATR 18/2021: dalam hal Sarusun Orang Asing dibangun di atas HGB, hak bersama atas kepemilikan Sarusun dihitung berdasarkan NPP yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama
• Sebaliknya, jika dibangun di atas HP, karena Orang Asing berhak memegang HP, maka hak bersama yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi tanah bersama
Catatan/Tanggapan Kritis
• Jika Orang Asing yang memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama, bukankah seharusnya Orang Asing juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HM dengan catatan ia tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama? Mengapa dibatasi hanya di atas HGB?
• Bagaimana perhitungan NPP jika ada Orang Asing berkenaan dengan tanah bersama? 100% - NPP orang asing? Bagaimana pencatatan para pemilik hak atas tanah ketika terjadi perpanjangan hak? Tidak ada panduan tentang hal ini.
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti yang Belum Jelas
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti
• Minimal Harga
v Belum diatur di dalam Peraturan Menteri
v Sebelumnya batasan minimal harga diatur dalam Permen ATR 29/2016, namun dicabut oleh Permen ATR 18/2021
• Luas bidang tanah
v Rumah tapak: Maksimal 2.000m2 [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
• Jumlah bidang tanah atau Sarusun
v Rumah tapak: 1 bidang tanah [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
Supreme Court Regulation No. 3 of 2023 on Procedure for Appointment of Arbitr...Leks&Co
In general, arbitration procedures are regulated under Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (“Arbitration Law”).
In the last quarter of 2023, the Supreme Court issued SC Regulation No. 3/2023. As part of the regulatory framework under Arbitration Law, this regulation sets out further details in arbitration procedures, among others, the court-ordered appointment of arbitrators, right to challenge, and the enforcement as well as the annulment of arbitral awards.
Key Provisions of SC Regulation No.3/2023
1. Recognition of Sharia Arbitration;
2. Appointment of Arbitrator and Right to Challenge;
3. Registration and Enforcement of Arbitral Award; and
4. Annulment of Arbitral Award;
This regulation aims to streamline arbitration processes and ensure clarity and fairness in the resolution of disputes through both conventional and Sharia arbitration mechanisms.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No. 1/2011 mengalami beberapa perubahan.
Perencanaan dan Perancangan Rumah
UU No.1/2011
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
UU No.11/2020
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar.
Perencanaan dan Perancangan PSU
UU No.1/2011
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
UU No.11/2020
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar.
Hunian Berimbang
UU No. 1/2011
Tidak diatur mengenai konversi Hunian Berimbang (kecuali untuk rusun umum).
UU No. 11/2020
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak AdilLeks&Co
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil
Siapakah John Finnis?
Biografi Singkat John Finnis
• John Finnis adalah seorang pemikir hukum kodrat kontemporer;
• Cukup banyak mengacu dan dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Aquinas;
• Ia membedakan kewajiban hukum dari sudut pandang moral dan dari sudut pandang legal;
• Finnis menyelesaikan gelar sarjana-nya di Universitas Adelaide dan kemudian melanjutkan Pendidikan pada tahun 1960 di Oxford dengan beasiswa Australian Rhodes;
• Dalam membuat disertasi hukumnya yang mengangkat tema “kekuasaan yudisial”, Finnis berada di bawah pengawasan HLA Hart yang merupakan seorang profesor yurisprudensi pada Universitas Oxford dan seorang filosof hukum terkenal pada zamannya;
• Banyak pemikiran hukum dan politik yang dicapai oleh Finnis merupakan tanggapan kritis dari pemikiran Hart;
• Hart juga yang merekomendasikan Finnis untuk menulis Natural Law and Natural Rights;
• Finnis berpandangan bahwa terhadap hukum yang tidak adil, yang gugur hanya “kewajiban hukum dalam arti moral”, sedangkan, “kewajiban hukum dalam arti legal” tetap hidup dan mengikat.
Filsafat Hukum John Finnis
Finnis mengatakan, ada beberapa nilai kehidupan manusia, yaitu hidup; pengetahuan; rekreasi; pengalaman estetis; sosial (persahabatan); kemasukakalan praktis (practical reasonableness); dan agama.
Kemasukakalan Praktis
• Kemasukakalan praktis adalah suatu nilai dasar yang melibatkan kegiatan intelektual dalam pemilihan pengambilan tindakan seseorang ketika menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan gaya hidup dan juga pembentukan karakter orang tersebut.
Syarat-syarat dasar kemasukakalan praktis:
1. Rencana hidup yang koheren;
2. Tidak mengurangi nilai dasar lain secara sewenang-wenang;
3. Netral terhadap orang lain yang juga berpartisipasi dalam nilai baik manusia;
4. Pelepasan;
5. Komitmen;
6. (Keterbatasan) Relevansi terhadap konsekuensi; efisiensi yang wajar;
7. Penghargaan terhadap nilai dasar lain dalam setiap tindakan;
8. Apresiasi dan pembinaan kebaikan bersama pada komunitas; dan
9. Mengikuti suara hati.
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Legal Writing – Cont’d
Mulai dengan menulis untuk kepentingan hukum (penulisan hukum)
Penting sekali untuk praktisi hukum seperti advokat, hakim, in-house lawyers, jaksa, dll
Tujuan : Untuk menginformasikan, membujuk, mencatat suatu hal penting
Untuk hakim, jika ditulis secara tidak baik atau bahkan salah maka pesan yang mau disampaikan tidak akan tercapai. Jika ini adalah suatu putusan pengadilan, maka putusan tersebut tentu berisiko dibantah lebih lanjut (upaya hukum seperti banding, kasasi, dll)
Untuk advokat, jika salah menulis bahasa hukum maka bisa kalah di suatu kasus, kehilangan klien, dokumen menjadi ambigu tidak jelas (berakibat sengketa), malpraktik, dll
Terdapat tiga tipe :
Untuk menginformasikan, misalnya surat kepada klien, surat kepada pihak ketiga, nasihat hukum dan memo. Surat termasuk komunikasi elektronik seperti surat elektronik dan WhatsApp misalnya
Untuk membujuk, misalnya gugatan, memori banding, memori kasasi
Untuk mencatat atau mendokumentasikan, misalnya akta, kontrak, wasiat, resolusi rapat umum pemegang saham, dll
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerLeks&Co
Franework
Legal basis;
Subject;
Object;
Terms and conditions;
Transfer of house and residence;
Mortgage rights of house or residence;
Termination of the ownership of house or residence;
Differences between the previous regulation and the current regulation; and
Conflicting regulations.
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Leks&Co
The establishment of P3SRS must be facilitated by the developers no later than the end of transition period.
The transition period is at the latest 1 year from the first handover of condominium unit to the owner, despite that the condition all condominium units have not been sold.
The “facilitation” must consist of at least:
providing meeting rooms along with its supporting equipment, which must consist of at least tables, chairs, whiteboards/stationaries, microphones, and information/media boards for the owners and/or tenants.
providing ownership and/or tenancy data, along with the location of condominium units based on the record conducted by the developers.
supporting the administration and providing meals (consumption).
The establishment of P3SRS consists of the (i) preparation for the establishment, and (ii) implementation of establishment, with the funding that will be borne by the developer.
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
Pembentukan P3SRS wajib difasilitasi oleh Pelaku Pembangunan paling lambat sebelum masa transisi berakhir.
Masa transisi ditetapkan paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada pemilik, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya Sarusun.
Pembentukan P3SRS terdiri atas Persiapan Pembentukan dan Pelaksanaan Pembentukan P3SRS yang pembiayaannya dibebankan kepada Pelaku Pembangunan.
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSLeks&Co
Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau OSS (Online Single Submission) adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Sistem OSS hanya merupakan sebuah platform perantara perizinan berusaha yang dikelola oleh Lembaga OSS yang bekerja sama dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota sebagai pejabat-pejabat yang berwenang menerbitkan izin.
Jenis perizinan berusaha yang diurus melalui OSS terbagi menjadi Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan
Perjanjian Sewa Menyewa Mal
1.Ketentuan Sewa Menyewa Berdasarkan KUHPerdata dan 2.Peraturan Menteri Perdagangan
3.Poin-poin Perjanjian Sewa Menyewa Mal
4.Aspek Pidana terkait Sewa Menyewa
5.Putusan Pengadilan terkait Sewa Menyewa
2. Outline
Pendahuluan
Aspek Pertanahan
Pengadaan Tanah
Bank Tanah
Penguatan Hak Pengelolaan
Ruang Atas dan Ruang Bawah Tanah
Dokumen Pertanahan
Penelantaran Tanah, Izin, dan Konsesi
Aspek Pengembangan Properti
Penataan Ruang Kepariwisataan
Persetujuan Lingkungan Perindustrian
Bangunan Gedung
Pusat Perbelanjaan
Penyederhanaan Perizinan Berusaha
Aspek Perumahan dan Kawasan Permukiman & Rumah Susun
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Rumah Susun
Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan
4. Pendahuluan – Kebijakan Strategis Cipta Kerja
Kebijakan Strategis Cipta Kerja, meliputi:
a. Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
b. Ketenagakerjaan;
c. Kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMK-M;
d. Kemudahan berusaha;
e. Dukungan riset dan invoasi;
f. Pengadaan tanah;
g. Kawasan ekonomi;
h. Investasi Pempus dan percepatan proyek strategis nasional;
i. Pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
j. Pengenaan sanksi.
5. Pendahuluan – Peningkatan Ekosistem dan Kegiatan Berusaha
Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, meliputi:
a. Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor; dan
d. Penyederhanaan persyaratan investasi.
6. Pendahuluan – Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan
Berusaha
Penyederhanaan
Persyaratan Dasar
Perizinan Berusaha
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(KKPR)
Persetujuan Lingkungan
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
7. Pendahuluan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
KKPR adalah kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam
bentuk digital dan sesuai standar, serta diakses mudah oleh masyarakat
Pemerintah Pusat (Pempus) mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital dalam
sistem Perizinan Berusaha secara elektronik
Permohonan KKPR diajukan Pelaku Usaha secara elektronik melalui sistem
Perizinan Berusaha Secara Elektronik
Konfirmasi KKPR
• Jika rencana lokasi kegiatan usaha telah sesuai dengan RDTR, Pelaku Usaha
mengajukan permohonan KKPR melalui sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh
konfirmasi KKPR
• Setelah memperoleh Konfirmasi KKPR, Pelaku Usaha mengajukan permohonan
Perizinan Berusaha
8. Pendahuluan
Persetujuan KKPR
• Jika Pemda belum menyusun RDTR, Pelaku Usaha mengajukan permohonan
persetujuan KKPR kepada Pempus melalui sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik
• Persetujuan KKPR diberikan atas dasar kesesuaian rencana kegiatan dengan
Rencana Tata Ruang (i) nasional / (ii) pulau/kepulauan / (iii) kawasan strategis
nasional / (iv) provinsi / (v) Kabupaten/Kota
Rekomendasi KKPR
• Jika terjadi perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis tetapi belum
dimuat dalam RTRW, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan setelah
mendapat rekomendasi KKPR dari Pempus
11. Chapter I – Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Objek Pengadaan Tanah
UU Cipta Kerja menambahkan jenis kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum
yaitu:
• Kawasan Industri Hulu dan Hilir Migas;
• Kawasan Ekonomi Eksklusif;
• Kawasan Industri;
• Kawasan Pariwisata;
• Kawasan Pertahanan Pangan;
• Kawasan Pengembangan Teknologi,
yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pempus/Pemda/BUMN/BUMD
12. Chapter I – Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
Penyelesaian Status Tanah
Jika rencana Pengadaan Tanah terdapat Objek Pengadaan Tanah yang masuk dalam
kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat/tanah adat, dan/atau tanah aset
Pempus, Pemda, BUMN atau BUMD, penyelesaian status tanahnya harus dilakukan
sampai dengan Penetapan Lokasi (“Penlok”)
Catatan: Penyelesaian ini dilakukan sampai Penlok diterbitkan. Jika perubahan status
dan izin pelepasan belum terpenuhi, maka Penlok berfungsi sebagai izin
pelepasan/pinjam pakai
Pengadaan Tanah Skala Kecil
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 Ha dapat
secara langsung oleh Instansi dengan Pihak yang berhak, Penlok ditetapkan oleh
Bupati/Walikota
13. Chapter I – Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
Penerbitan Penlok
Setelah Penlok pengadaan tanah dilakukan, tidak diperlukan lagi persyaratan (i) KKPR; (ii)
pertimbangan teknis (iii) di luar kawasan hutan dan pertambangan, (iv) di luar kawasan
gambut/sempadan pantai; dan (v) Amdal
Jangka Waktu Penlok
Penlok pembangunan untuk Kepentingan Umum diberikan untuk jangka waktu 3 tahun dan dapat
diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu 1 tahun. Catatan: ketentuan sebelumnya adalah 2 tahun
dan dapat diperpanjang paling lama 1 tahun.
Ganti Kerugian
Nilai ganti kerugian yaitu nilai pada saat pengumuman Penlok. Besarnya ganti kerugian bersifat
final dan mengikat serta merupakan dasar menetapkan bentuk ganti kerugian
Apabila Pihak yang Berhak menolak bentuk/nilai ganti kerugian, tidak diketahui keberadaannya,
atau Objek Pengadaan Tanah sedang berada dalam sengketa/dijaminkan, maka Pengadilan
Negeri paling lama 14 hari wajib menerima penitipan ganti kerugian
14. Chapter I – Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha
Jika pengadaan tanah belum dapat dilaksanakan oleh Pempus atau Pemda sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Pempus, pengadaan tanah
untuk proyek strategis nasional dapat dilakukan oleh badan usaha
16. Chapter II – Badan Bank Tanah
Pembentukkan Bank Tanah
Badan Bank Tanah dibentuk oleh Pempus, yaitu badan khusus yang mengelola tanah.
Bank Tanah berfungsi untuk melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan,
pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah
Jaminan Ketersediaan Tanah
Badan Bank Tanah menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan
untuk:
• Kepentingan umum
• Kepentingan sosial
• Kepentingan pembangunan nasional
• Pemerataan ekonomi
• Konsolidasi tanah
• Reforma agraria: Ketersediaan tanah untuk reforma agraria paling sedikit 30% dari
tanah negara yang diperuntukkan untuk Bank Tanah
17. Chapter II – Bank Tanah
Hak atas Tanah yang dikelola Bank Tanah
Tanah yang dikelola badan bank tanah diberikan Hak Pengelolaan (HPL)
Hak atas tanah di atas HPL dapat diberi HGU, HGB, dan Hak Pakai
Jangka waktu HGB di atas HPL dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak
apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai tujuan pemberian haknya
Pemegang HPL badan bank tanah berwenang untuk melakukan penyusunan rencana
induk, membantu memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/persetujuan,
melakukan pengadaan tanah, dan menentukan tarif pelayanan.
19. Chapter III – Penguatan HPL
Pemberian HPL
HPL dapat diberikan kepada:
• Instansi Pempus
• Pemda
• Badan Bank Tanah
• BUMN/BUMD
• Badan hukum milik negara/daerah
• Badan hukum yang ditunjuk Pempus
Pengertian HPL
HPL merupakan hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang haknya.
20. Chapter IIII – Penguatan HPL
Kewenangan Pemegang HPL
menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata
ruang
menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah HPL untuk kepentingan sendiri
atau kerja sama dengan pihak ketiga
menentukan tarif dan menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan dari
pihak ketiga sesuai dengan perjanjian
Pemanfaatan HPL
Penyerahan pemanfaatan bagian tanah HPL kepada pihak ketiga dilakukan dengan perjanjian
pemanfaatan tanah
Di atas HPL yang diserahkan kepada pihak ketiga, baik sebagian atau seluruhnya dapat
diberikan HGU, HGB, dan/atau Hak Pakai
Jangka waktu HGB di atas HPL dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak apabila
sudah digunakan/dimanfaatkan sesuai tujuan pemberian haknya.
Berdasarkan RPP, jangka waktu HGU dan HGB juga dapat diperpanjang/diberikan pembaharuan
21. Chapter IIII – Penguatan HPL
Hapusnya HPL Karena Pemberian Hak Milik
Jika bagian bidang tanah HPL diberikan dengan hak milik, bagian bidang tanah HPL
tersebut hapus dengan sendirinya. Hak milik hanya diberikan untuk keperluan rumah
umum dan transmigrasi
23. Chapter IV – Hak Atas Tanah pada Ruang Atas/Bawah Tanah
Pemberian Hak
Tanah atau ruang yang terbentuk pada ruang atas dan/atau bawah tanah dan digunakan
untuk kegiatan tertentu dapat diberikan HGB, HP, atau HPL
Batas Kepemilikan Tanah pada Ruang Atas/Bawah Tanah
Batas kepemilikan tanah pada ruang atas tanah oleh pemegang hak atas tanah
diberikan sesuai dengan KDB, KLB, dan rencana tata ruang yang ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan
Batas kepemilikan tanah pada ruang bawah tanah oleh pemegang hak atas tanah
diberikan sesuai dengan batas kedalaman pemanfaatan yang diatur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
24. Chapter IV – Hak Atas Tanah pada Ruang Atas/Bawah Tanah
Penggunaan dan Pemanfaatan Ruang Atas/Bawah Tanah
Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada ruang atas dan/atau bawah tanah oleh
pemegang hak yang berbeda dapat diberikan HGB, Hak Pakai, atau HPL
26. Chapter V – Dokumen Pertanahan
Dokumen Elektronik
Tanda bukti hak atas tanah, HMSRS, HPL, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan
hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk
elektronik
28. Chapter VI – Penelantaran Tanah/Konsesi
Jangka Waktu Penelantaran Tanah/Konsesi
Hak, izin, atau konsesi atas tanah dan/atau kawasan yang dengan sengaja tidak
diusahakan atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak diberikan
dicabut dan dikembalikan kepada negara
Pelaksanaan Pengembalian Tanah/Konsesi Terlantar kepada Negara
Dalam rangka pengembalian Tanah Terlantar kepada Negara, Pempus dapat menetapkan
hak, izin, atau konsesi sebagai aset Bank Tanah
30. Chapter I – Penataan Ruang
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
Terminologi “Izin Pemanfaatan Ruang” diganti menjadi “Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang”
Penyusunan RTRW Provinsi
RTRW provinsi ditetapkan paling lama 2 bulan sejak persetujuan substansi dari Pempus
Jika Perda tentang RTRW belum ditetapkan, maka Gubernur menetapkan RTRW provinsi paling
lama 3 bulan sejak persetujuan substansi Pempus
Jika Gubernur belum menetapkan RTRW provinsi dalam jangka waktu tersebut, RTRW provinsi
ditetapkan Pempus sejak persetujuan substansi Pempus
31. Chapter I – Penataan Ruang
Penyusunan RDTR
Penetapan RDTR terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan substansi dari Pempus
Rancangan Perda tentang RDTR wajib ditetapkan Bupati/Walikota paling lama 1 bulan
setelah persetujuan substansi Pempus
Apabila Bupati/Walikota tidak menetapkan RDTR dalam 1 bulan setelah persetujuan
substansi Pempus, RDTR ditetapkan oleh Pempus
Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota
Perda Kabupaten wajib ditetapkan paling lama 2 bulan setelah persetujuan substansi dari
Pempus
Bupati menetapkan RTRW kabupaten paling lama 3 bulan setelah persetujuan substansi dari
Pempus
Jika belum ditetapkan oleh Bupati, RTRW Kabupaten ditetapkan oleh Pempus paling lama 4
bulan setelah persetujuan substansi dari Pempus
32. Chapter I – Penataan Ruang
Konfirmasi KKPR
Konfirmasi KKPR diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dengan
RDTR
Jika rencana lokasi kegiatan telah sesuai dengan RDTR, Pelaku Usaha mengajukan
permohonan KKPR melalui Sistem Perizinan Berusaha Secara Elektronik dengan
mengisi koordinat lokasi untuk memperoleh konfirmasi KKPR
Setelah memperoleh KKPR, Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan
Berusaha
33. Chapter I – Penataan Ruang
Persetujuan KKPR
Jika Pemda belum menyusun RDTR, Pelaku Usaha mengajukan permohonan
Persetujuan KKPR kepada Pempus melalui sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik
Persetujuan KKPR diberikan atas dasar kesesuaian rencana kegiatan dengan Rencana
Tata Ruang (i) nasional / (ii) pulau/kepulauan / (iii) kawasan strategis nasional / (iv)
provinsi / (v) Kabupaten/Kota
Penerbitan Persetujuan KKPR dilakukan oleh Pempus
Catatan:
Berdasarkan RPP Penataan Ruang, Persetujuan KPPR diterbitkan dalam 40 hari kerja
oleh Pempus. Dalam hal tidak diterbitkan, maka Persetujuan KKPR diterbitkan
Lembaga OSS
34. Chapter I – Penataan Ruang
Rekomendasi KKPR
Jika terjadi perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis tapi belum dimuat
dalam RTRW, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan setelah mendapat
rekomendasi KKPR dari Pempus
Catatan:
Berdasarkan RPP Penataan Ruang, Rekomendasi KKPR diberikan dalam 40 hari kerja
sejak permohonan oleh Pempus. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ada
persetujuan/penolakan permohonan, maka Rekomendasi KKPR dianggap dikabulkan
secara hukum
35. Chapter I – Penataan Ruang
Sanksi Administratif
Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang dikenakan sanksi administratif
Bentuk Sanksi Administratif
• Peringatan tertulis;
• Penghentian sementara layanan;
• Penghentian sementara pelayanan umum;
• Penutupan lokasi;
• Pencabutan KKPR;
• Pembatalan KKPR;
• Pembongkaran bangunan;
• Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
• Denda administratif
36. Chapter I – Penataan Ruang
Sanksi Pidana
Setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau kegiatannya memanfaatkan
ruang yang telah ditetapkan tanpa memiliki KKPR yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan denda 1 M
Apabila mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang,
dipidana penjara 4 tahun dan denda 2.5 M
Apabila mengakibatkan kematian orang, dipidana penjara 15 tahun dan denda 8
M
37. Chapter I – Penataan Ruang
Sanksi Pidana
Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dari pejabat yang berwenang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang
dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan denda 1 M
Apabila mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang,
dipidana penjara 4 tahun dan denda 2.5 M
Apabila mengakibatkan kematian orang, dipidana penjara 15 tahun dan denda 8
M
38. Chapter I – Penataan Ruang
Sanksi Pidana
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
KKPR yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,-
Catatan: “persyaratan KKPR” adalah syarat dan ketentuan yang diatur ketika
KKPR diterbitkan. Jika merujuk pada aturan terdahulu, maka syarat dan
ketentuan di dalam IPPT yang diterbitkan oleh Pemda. Namun pelanggaran
persyaratan saja tidak memenuhi unsur pidana kecuali terjadi perubahan fungsi
ruang sebagai akibat pelanggaran persyaratan tersebut.
UU CK menghapuskan sanksi pidana kepada setiap orang yang tidak
memberikan akses terhadap kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum
Catatan: Dalam UU CK, pelanggaran ketentuan ini dikenakan sanksi
administratif
40. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Persetujuan Lingkungan
Ketentuan tentang izin lingkungan dihapus dan digantikan dengan terminologi
Persetujuan Lingkungan
41. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha
dan/atau kegiatan
Uji kelayakan lingkungan hidup dilakukan oleh tim uji kelayakan lingkungan hidup yang
dibentuk oleh lembaga uji kelayakan lingkungan hidup Pempus
Pempus/Pemda menetapkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (KKLH)
berdasarkan hasil uji kelayakan lingkungan hidup
KKLH merupakan persyaratan penerbitan (i) Perizinan Berusaha atau (ii) Persetujuan
Pempus/Pemda
Catatan: KKLH merupakan bentuk Persetujuan Lingkungan
42. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL
Pemenuhan standar UKL-UPL dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH)
Berdasarkan PKPLH, Pempus atau Pemda menerbitkan (i) Perizinan Berusaha atau
(ii) Persetujuan Pempus/Pemda
Pempus menetapkan jenis usaha / kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL
Catatan:
Pengesahan PKPLH merupakan bentuk Persetujuan Lingkungan
43. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) yang
diintegrasikan ke dalam NIB
Penetapan usaha/kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL dilakukan terhadap
kegiatan yang termasuk kategori berisiko rendah
Pembatalan Perizinan Berusaha
Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila diterbitkan tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam KKLH atau PKPLH atau kewajiban yang ditetapkan
dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak dilaksanakan
44. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Dana Penjaminan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup
Pemegang Persetujuan Lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi
lingkungan hidup
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Pempus
Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup
dengan menggunakan dana penjaminan
Catatan:
Sebelumnya Pemda juga berwenang untuk menetapkan ini, tapi sekarang diambil alih oleh Pempus
Pengelolaan Limbah B3
Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3. Pengelolaan
Limbah B3 wajib mendapat (i) Perizinan Berusaha, atau (ii) Persetujuan Pempus/Pemda
Dumping
Dumping hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari Pempus
45. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Sanksi Administratif
Setiap orang yang melakukan usaha dengan Perizinan Berusaha yang tidak sesuai dengan
kewajiban dalam Perizinan Berusaha, dan/atau melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang lingkungan hidup dikenakan Sanksi Administratif
Bentuk Sanksi Administratif:
• Teguran tertulis
• Paksaan pemerintah
• Denda administratif
• Pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau
• Pencabutan Perizinan Berusaha
Tanggung Jawab Mutlak
Setiap orang yang usaha/kegiatannya menggunakan, menghasilkan, mengelola Limbah B3, dan/atau
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab secara mutlak atas
kerugian yang terjadi
46. Chapter II – Persetujuan Lingkungan
Sanksi Pidana
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Perizinan
Berusaha, yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan,
keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana paling lama 3 tahun dengan denda
Rp1.000.000.000,- sampai Rp3.000.000.000,-
Catatan: sebelumnya hanya ditulis izin lingkungan
Sanksi Pidana
UU CK menghapus ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan pengelolaan
limbah B3 tanpa izin
48. Chapter III – Bangunan Gedung
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Persetujuan Bangunan Gedung
Istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG)
Fungsi Bangunan Gedung
Fungsi Bangunan Gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur RDTR dan
dicantumkan dalam PBG. Perubahan fungsi Bangunan Gedung harus mendapatkan
persetujuan kembali dari Pempus
49. Chapter III – Bangunan Gedung
Standar Teknis Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan sesuai dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
Dalam UU BG sebelumnya diatur mengenai kewajiban Bangunan Gedung untuk
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
Catatan:
Dalam RPP, Standar Teknis Bangunan Gedung meliputi:
• Standar Perencanaan dan Perancangan
• Standar Pelaksanaan dan Pengawasan Konstruksi
• Standar Pemanfaatan
• Standar Pelestarian
• Standar Pembongkaran
• Standar Bangunan Gedung Fungsi Khusus
• Ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara
• Standar Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau
• Ketentuan Dokumen; dan
• Ketentuan pelaku Penyelenggaraan Bangunan Gedung
50. Chapter III – Bangunan Gedung
Penilik Bangunan Gedung
UU CK memperkenalkan pihak baru dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung yaitu
Penilik Bangunan Gedung (Penilik)
Penilik adalah orang perserorangan yang memiliki kompetensi, yang diberi tugas oleh
Pempus atau Pemda sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan inspeksi
terhadap penyelenggaraan Bangunan Gedung
51. Chapter III – Bangunan Gedung
Perencanaan Bangunan Gedung
Penyedia Jasa Perencana Konstruksi harus merencanakan Bangunan Gedung dengan
acuan Standar Teknis Bangunan Gedung
Jika Bangunan Gedung direncanakan tidak sesuai dengan Standar Teknis, Bangunan
Gedung harus dilengkapi dengan hasil pengujian untuk mendapatkan persetujuan
rencana teknis dari Pempus
Hasil perencanaan harus dikonsultasikan dengan Pempus dan Pemda sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang
ditetapkan oleh Pempus untuk mendapatkan pernyataan pemenuhan standar teknis
Bangunan Gedung
Jika perencanaan Bangunan Gedung menggunakan prototipe yang ditetapkan
Pempus, perencanaan Bangunan Gedung tidak memerlukan kewajiban konsultasi dan
tidak memerlukan pemeriksaan pemenuhan standar
52. Chapter III – Bangunan Gedung
Pelaksanaan Bangunan Gedung
Pelaksanaan Bangunan Gedung dilakukan oleh Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi dan
diawasi oleh Penyedia Jasa Pengawasan atau Manajemen Konstruksi
Penyedia jasa pengawasan atau manajemen konstruksi melakukan kegiatan pengawasan
dan bertanggung jawab untuk melaporkan setiap tahapan pekerjaan
Pempus/Pemda sesuai kewenangannya berdasarkan NSPK melakukan inspeksi pada setiap
tahap sebagai pengawasan yang dapat menyatakan lanjut atau tidaknya pekerjaan
konstruksi ke tahap berikutnya
Tahapan pelaksanaan konstruksi meliputi pekerjaan struktur bawah, pekerjaan basemen,
pekerjaan struktur atas, pekerjaan mekanikal elektrikal dan perpipaan, dan pengujian
Jika dalam pelaksanaan ada perubahan rencana teknis, penyedia jasa wajib melaporkan
kepada Pempus atau Pemda untuk mendapat persetujuan sebelum pelaksanaan perubahan
dilanjutkan
53. Chapter III – Bangunan Gedung
Sertifikat Laik Fungsi
SLF diterbitkan oleh Pempus/Pemda sesuai kewenangannya
SLF diterbitkan berdasarkan Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi yang diajukan oleh
Penyedia Jasa Pengawasan atau Manajemen Konstruksi kepada Pempus/Pemda
melalui sistem elektronik yang diselenggarakan Pempus berdasarkan NSPK
Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi diterbitkan setelah inspeksi tahapan terakhir yang
menyatakan Bangunan Gedung memenuhi Standar Teknis Bangunan Gedung
Penerbitan SLF dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat Bukti Kepemilikan
Bangunan Gedung (SKBG)
54. Chapter III – Bangunan Gedung
Sanksi Administratif
Setiap Pemilik, Penyedia Jasa Konstruksi, Profesi Ahli, Penilik, Pengkaji Teknis,
dan/atau Pengguna Bangunan Gedung yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan
fungsi, persyaratan, dan/atau penyelenggaraan Bangunan Gedung dikenakan sanksi
administratif
Bentuk Sanksi Administratif:
• Peringatan tertulis
• Pembatasan kegiatan pembangunan
• Penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan pembangunan
• Pembekuan/pencabutan PBG
• Pembekuan/pencabutan SLF
• Perintah pembongkaran Bangunan Gedung
55. Chapter III – Bangunan Gedung
Sanksi Pidana
Setiap pemilik dan/atau pengguna Bangunan Gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam UU Bangunan Gedung, yang:
Mengakibatkan kerugian harta benda orang lain: dipidana penjara 3 tahun, atau
denda 10% dari nilai bangunan gedung
Mengakibatkan kecelakaan yang menyebabkan cacat seumur hidup: dipidana
penjara 4 tahun, atau denda 15% dari nilai bangunan gedung
Mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain: dipidana penjara 5 tahun dan
denda 20% dari nilai bangunan gedung
Catatan: yang dimaksud dengan “nilai bangunan gedung” adalah (i) nilai keseluruhan
suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang dalam proses
pelaksanaan konstruksi; atau (ii) nilai keseluruhan bangunan gedung yang ditetapkan
pada saat sanksi dikenakan bagi bangunan gedung yang telah berdiri
56. Chapter III – Bangunan Gedung
Prototipe
Pempus menetapkan prototipe Bangunan Gedung sesuai kebutuhan yang diutamakan
untuk Bangunan Gedung sederhana yang umum digunakan oleh masyarakat
Prototipe Bangunan Gedung ditetapkan paling lama 6 bulan sejak UU CK
diundangkan
58. Chapter IV – Pusat Perbelanjaan
Pusat Perbelanjaan
Pempus melakukan pengaturan tentang pengembangan, penataan, dan pembinaan
yang setara dan berkeadilan terhadap pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan,
dan perkulakan yang dilakukan melalui pengaturan Perizinan Berusaha, tata ruang,
zonasi dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian, kemitraan, dan kerja sama
usaha
Catatan:
Dalam ketentuan UU Perdagangan sebelumnya, pengaturan tentang pengembangan,
penataan, dan pembinaan dapat juga dilakukan oleh Pemda
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan
60. Chapter V – Penyederhanaan Perizinan Berusaha
Analisis Mengenai Dampak Lalu Lintas (“Andalalin”)
Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur
yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan Andalalin
Andalalin terintegerasi dengan Amdal/UKL-UPL
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
62. Chapter VI – Kepariwisataan
Perizinan Berusaha Sektor Kepariwisataan
Pengusaha pariwisata wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pempus/Pemda sesuai
kewenangannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Pempus
Catatan: Pengaturan sebelumnya mewajibkan pelaku usaha untuk mendaftarkan
usahanya
Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha yang
dilakukan dengan memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha
Catatan: Pengaturan sebelumnya mengatur mengenai standar usaha yang dilakukan
melalui sertifikasi usaha
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
64. Chapter VII – Perindustrian
Perizinan Berusaha Sektor Perindustrian
Setiap kegiatan berusaha Kawasan Industri wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pempus dan memenuhi standar Kawasan Industri
Setiap perusahaan Kawasan Industri yang melakukan perluasan wajib memiliki
Perizinan Berusaha dari Pempus
Catatan:
Ketentuan pemberian izin dalam UU Perindustrian sebelumnya dapat dilimpahkan
sebagian kepada Gubernur, Bupati/Walikota
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian
66. Chapter I – Perumahan dan Kawasan Permukiman
Standar Perencanaan dan Perancangan
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar
Standar terdiri dari ketentuan umum dan standar teknis. Ketentuan umum terdiri dari
(i) aspek keselamatan bangunan; (ii) kebutuhan minimum ruang; dan (iii) aspek
kesehatan bangunan. Sedangkan standar teknis terdiri dari (i) pemilihan lokasi, (ii)
ketentuan luas dan dimensi kaveling, dan (iii) perancangan rumah
Catatan:
Dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman sebelumnya mengatur mengenai
kesesuaian hasil perencanaan dan perancangan rumah sesuai syarat teknis,
administratif, tata ruang, dan ekologis
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman
67. Chapter I – Perumahan dan Kawasan Permukiman
Standar Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (“PSU”)
Perencanaan PSU harus memenuhi Standar
Standar PSU terdiri dari ketentuan umum dan standar teknis PSU
Ketentuan umum penyediaan PSU paling sedikit memenuhi (i) kebutuhan daya tampung
perumahan; (ii) kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat; (iii)
mitigasi tingkat resiko bencana dan keselamatan; dan (iv) terhubung dengan jaringan
perkotaan
Standar teknis PSU, yaitu (i) penyediaan Prasarana meliputi jaringan jalan, drainase,
penyediaan air minum, sanitasi, dan TPS. (ii) penyediaan Sarana meliputi RTH dan sarana
umum. (iii) penyediaan Utilitas meliputi tersedianya jaringan listrik
Catatan:
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman sebelumnya mengatur mengenai syarat teknis,
administratif, tata ruang, dan ekologis
68. Chapter I – Perumahan dan Kawasan Permukiman
Konversi Kewajiban Pembangunan Rumah Sederhana
Jika rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah
deret, dapat dikonversi dalam:
Bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama;
atau
Bentuk dana untuk pembangunan rumah umum
Pengelolaan dana dari konversi dilaksanakan oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan
Perumahan (“BP3”)
69. Chapter I – Perumahan dan Kawasan Permukiman
Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang digunakan untuk pembangunan
rumah, perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak
atas tanah kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan,
dan kawasan permukiman
Pemberian hak atas tanah didasarkan pada penetapan lokasi atau persetujuan KKPR
Catatan:
Berdasarkan pengaturan sebelumnya dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman,
dasar pemberian hak atas tanah didasarkan pada Izin Lokasi
Jika terdapat garapan masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku
pembangunan menyelesaikan ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan
kesepakatan
70. Chapter I – Perumahan dan Kawasan Permukiman
Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peralihan atau pelepasan hak atas tanah dilakukan setelah badan hukum memperoleh
persetujuan KKPR
Catatan:
Berdasarkan pengaturan sebelumnya dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, dasar
pelepasan hak atas tanah didasarkan pada Izin Lokasi
Sanksi
Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan tidak sesuai dengan kriteria,
spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan yang
mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau
lingkungan dipidana denda paling banyak 5M
Setiap orang yang menyelenggarakan lingkungan hunian atau kawasan siap bangun yang tidak
memisahkan lingkungan hunian atau kawasan siap bangun menjadi satuan lingkungan
perumahan atau lingkungan siap bangun dikenakan sanksi administratif. Catatan: Ketentuan
sebelumnya membebankan sanksi pidana denda sebesar 5M
72. Chapter II – Rumah Susun
Konversi Kewajiban Penyediaan Rumah Susun Umum
Kewajiban pelaku pembangunan rusun komersial untuk menyediakan rusun umum dapat
dikonversi dalam bentuk dana untuk pembangunan rusun umum. Dana tersebut dikelola
oleh BP3
Gambar dan Uraian
Gambar dan uraian dalam bentuk akta pemisahan yang disahkan oleh
bupati/walikota/gubernur (DKI) dilakukan sesuai dengan NSPK yang ditetapkan oleh
Pempus
UU CK mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
73. Chapter II – Rumah Susun
Rencana Fungsi dan Pemanfaatan
Rencana fungsi dan pemanfaatan harus mendapatkan Perizinan Berusaha dari
bupati/walikota/gubernur (DKI) sesuai NSPK yang ditetapkan oleh Pempus
Kewajiban Pengesahan Pertelaan
Kewajiban pelaku pembangunan untuk meminta pengesahan pertelaan dari Pemda
setelah mendapatkan izin untuk rencana fungsi dan pemanfaatan dihapuskan
Pengubahan Rencana Fungsi dan Pemanfaatan
Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rusun harus memenuhi Perizinan Berusaha
dari bupati/walikota/gubernur sesuai dengan NSPK yang ditetapkan oleh Pempus
74. Chapter II – Rumah Susun
Sertifikat Laik Fungsi
Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan SLF kepada
bupati/walikota/gubernur setelah meyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan
rusun sepanjang tidak bertentangan dengan PBG sesuai dengan NSPK yang ditetapkan
oleh Pempus
75. Chapter II – Rumah Susun
Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing
Hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada:
• WNI
• Badan hukum Indonesia
• WNA yang mempunyai izin tinggal di Indonesia
• Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
• Lembaga internasional yang mempunyai perwakilan di Indonesia
Rumah Susun dapat dibangun di atas tanah (i) hak milik, (ii) HGB atau Hak Pakai di
atas tanah negara, atau (iii) HGB atau Hak Pakai di atas HPL
• Pemberian HGB di atas tanah negara dapat diberikan sekaligus dengan
perpanjangan haknya setelah mendapatkan SLF
• Pemberian HGB di atas HPL dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan
hak apabila sudah mendapat SLF
76. Chapter II – Rumah Susun
Sanksi
UU CK menghapus sanksi pidana bagi pelaku pembangunan yang membuat PPJB (i)
tidak sesuai dengan apa yang dipasarkan; atau (ii) belum memenuhi syarat
kepemilikan tanah, PBG, PSU, keterbangunan 20%, dan hal-hal yang diperjanjikan.
Catatan: Dalam UU Rumah Susun sebelumnya, dikenakan sanksi pidana 4 tahun dan
denda Rp4.000.000.000,-. Namun di dalam UU CK, pelanggaran ini dikenakan sanksi
administratif
UU CK menghapus sanksi pidana bagi pelaku pembangunan yang membangun rusun
di luar lokasi yang ditetapkan
Catatan: Dalam UU Rumah Susun sebelumnya, dikenakan sanksi pidana 2 tahun dan
denda Rp2.000.000.000,-. Namun di dalam UU CK, pelanggaran ketentuan ini
dikenakan sanksi administratif.
77. Chapter II – Rumah Susun
Sanksi
Setiap orang yang (i) mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang ditetapkan; atau
(ii) mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun, yang menimbulkan korban
manusia atau kerusakan barang dipidana penjara 1 tahun dan denda Rp250.000.000,-
Catatan: Dalam UU CK, pelanggaran ketentuan ini yang tidak menimbulkan korban
manusia atau kerusakan barang dikenakan sanksi administratif
78. Aspek Perumahan dan
Kawasan Permukiman &
Rumah Susun
Chapter III: Badan
Percepatan
Penyelenggaraan
Perumahan
79. Chapter III – Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan
Pembentukkan BP3
Pempus membentuk BP3 untuk mewujudkan penyediaan rumah umum dan terjangkau
bagi MBR
Tugas BP3
• melakukan upaya percepatan pembangunan perumahan
• melaksanaan pengelolaan dana konversi dan pembangunan rumah sederhana serta
rusun umum
• koordinasi proses perizinan dan kelayakan hunian
• penyediaan tanah bagi perumahan
• mengelola rusun umum dan rusun khusus
• melaksanakan pengalihan kepemilikan rumah umum dengan kemudahan Pemerintah
• koordinasi antar sektor, termasuk penyediaan PSU
• pengembangan hubungan kerja sama dengan instansi-instansi
81. Pemerintahan Daerah
Perda dan Perkada
Perda dan Perkada dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan
NSPK
NSPK ditetapkan oleh Pempus dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
konkuren untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah.
NSPK berbentuk ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pempus
Peraturan pelaksana NSPK dapat didelegasikan Pempus kepada Pemda melalui Perda
Penetapan NSPK paling lama 2 tahun sejak PP mengenai urusan pemerintahan
konkuren diundangkan
82. Pemerintahan Daerah
Perda dan Perkada
Penyusunan Perda dan Perkada berkoordinasi dengan Kementerian yang membidangi
urusan pemerintahan dalam negeri dan melibatkan ahli dan/atau instansi vertikal di
daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan
perundang-undangan
Sanksi
Sanksi Administratif berupa tidak dibayarkannya hak keuangan 3 bulan kepada Kepala
Daerah diberikan dalam hal Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota memberlakukan peraturan
yang tidak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi
83. Pemerintahan Daerah
Pelayanan Publik
Daerah dapat menyederhanakan jenis dan prosedur pelayanan publik sesuai dengan
NSPK, penyederhanaan mana ditetapkan melalui Perda
Kepala Daerah wajib memberikan pelayanan Perizinan Berusaha melalui sistem
elektronik yang dikelola Pempus
Pelayanan Perizinan Berusaha dilakukan dengan membentuk PTSP
Kepala Daerah yang tidak memberikan layanan Perizinan Berusaha dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis. Jika setelah 2 kali ditegur berturut-turut
pelayanan Perizinan Berusaha tetap tidak dilaksanakan, maka Menteri mengambil
alih apa yang menjadi kewenangan Gubernur dan Gubernur mengambil alih apa yang
menjadi kewenangan Bupati/Walikota
84. Pencabutan Undang-Undang
UU Gangguan
UU CK mencabut Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun 1940
Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie)
UU WDP
UU CK mencabut Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan