Dokumen tersebut membahas tentang hukum perumahan dan permukiman dari perspektif pengembang. Terdapat ketentuan tentang dasar hukum, jenis rumah, bentuk rumah, pemanfaatan rumah, penghunian, hunian berimbang, dan pedoman pengikatan jual beli rumah.
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...Oswar Mungkasa
bahan Sosialisasi UU NOmor 1 Tahun 2011 dalam bentuk materi tayangan penjelasan UU dalam format power point. Dimaksudkan untuk memudahkan memahami isi undang-undang tersebut
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...Oswar Mungkasa
bahan Sosialisasi UU NOmor 1 Tahun 2011 dalam bentuk materi tayangan penjelasan UU dalam format power point. Dimaksudkan untuk memudahkan memahami isi undang-undang tersebut
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di IndonesiaFitri Indra Wardhono
Dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia dikenal berbagai jenis rencana menurut hirarkhinya, seperti RTRW, RTBL, RDTR, DED dan sebagainya. Di sini ditelaah bagaimana kedudukan RDTR, RTBL dan PZ dalam sistem tersebut.
Menurut Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.
ditulis oleh Oswar Mungkasa dalam Majalah HUDMagz Edisi 4 Tahun 2013. diterbitkan oleh Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Permukiman dan Perkotaan (LP P3I)/HUD Institute
RDTR, RTBL dan Peraturan Zonasi dalam sistem perencanaan tata ruang di IndonesiaFitri Indra Wardhono
Dalam sistem perencanaan tata ruang di Indonesia dikenal berbagai jenis rencana menurut hirarkhinya, seperti RTRW, RTBL, RDTR, DED dan sebagainya. Di sini ditelaah bagaimana kedudukan RDTR, RTBL dan PZ dalam sistem tersebut.
Menurut Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.
ditulis oleh Oswar Mungkasa dalam Majalah HUDMagz Edisi 4 Tahun 2013. diterbitkan oleh Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Permukiman dan Perkotaan (LP P3I)/HUD Institute
Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. - Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. jadi inilah yang dinamakan rumah susun yaaaaaaaaaaaaaaaa
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
Pendahuluan
Peraturan Menteri PU dan PR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (“Permen PPJB”) mencabut dua peraturan sebelumnya, yaitu:
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun; dan
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Di dalam ketentuan peralihan, disebutkan bahwa PPJB yang masih dalam proses penyusunan (belum ditandatangani sebelum 18 Juli 2019), harus disesuaikan dengan ketentuan Permen PPJB.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No. 1/2011 mengalami beberapa perubahan.
Perencanaan dan Perancangan Rumah
UU No.1/2011
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
UU No.11/2020
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar.
Perencanaan dan Perancangan PSU
UU No.1/2011
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
UU No.11/2020
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar.
Hunian Berimbang
UU No. 1/2011
Tidak diatur mengenai konversi Hunian Berimbang (kecuali untuk rusun umum).
UU No. 11/2020
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-X/2012Oswar Mungkasa
Keputusan MK ini membatalkan Pasal 22 Ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang membatasi luas lantai rumah tunggal dan rumah deret minimal 36 m2. Selanjutnya tidak adalagi pembatasan luas minimal rumah tunggal dan rumah deret.
Supreme Court Regulation No. 3 of 2023 on Procedure for Appointment of Arbitr...Leks&Co
In general, arbitration procedures are regulated under Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (“Arbitration Law”).
In the last quarter of 2023, the Supreme Court issued SC Regulation No. 3/2023. As part of the regulatory framework under Arbitration Law, this regulation sets out further details in arbitration procedures, among others, the court-ordered appointment of arbitrators, right to challenge, and the enforcement as well as the annulment of arbitral awards.
Key Provisions of SC Regulation No.3/2023
1. Recognition of Sharia Arbitration;
2. Appointment of Arbitrator and Right to Challenge;
3. Registration and Enforcement of Arbitral Award; and
4. Annulment of Arbitral Award;
This regulation aims to streamline arbitration processes and ensure clarity and fairness in the resolution of disputes through both conventional and Sharia arbitration mechanisms.
HUKUM PROPERTI PASCA UU CIPTA KERJA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing
Ketentuan Umum HMSRS
• UU Rusun: SHMSRS diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang HAT
• HAT adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, untuk Orang Asing yang relevan adalah Hak Pakai
Kepemilikan HMSRS oleh Orang Asing
• UU CK: HMSRS dapat diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin sesuai ketentuan per-uu-an
• PP 18/2021: Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki Orang Asing dapat berupa Rusun yang dibangun di atas bidang tanah: (i) HP atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik; atau (ii) HGB atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik
• Orang Asing dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP atau HGB. Ketentuan Orang Asing berhak memiliki Sarusun di atas HGB hanya muncul di PP 18/2021
Catatan/Tanggapan Kritis
• Ada potensi pertentangan ketentuan dalam PP 18/2021 dengan ketentuan dalam UU Rusun dan UUPA
• PP 18/2021 memperkenankan Orang Asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB, padahal dalam UU Rusun dan UUPA, Orang Asing hanya berhak memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP
• Apa beda SHMSRS Orang Asing di atas HGB dan SKBG?
• Risiko: Ketentuan PP 18/2021 diajukan uji materiil melalui Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Rusun dan UUPA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing (HGB) Tidak Meliputi Tanah Bersama
Kepemilikan Sarusun oleh Orang Asing tidak meliputi Tanah Bersama
• UU Rusun: HMSRS merupakan hak milik yang bersifat perorangan terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
• Pasal 188 (2) Permen ATR 18/2021: dalam hal Sarusun Orang Asing dibangun di atas HGB, hak bersama atas kepemilikan Sarusun dihitung berdasarkan NPP yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama
• Sebaliknya, jika dibangun di atas HP, karena Orang Asing berhak memegang HP, maka hak bersama yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi tanah bersama
Catatan/Tanggapan Kritis
• Jika Orang Asing yang memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama, bukankah seharusnya Orang Asing juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HM dengan catatan ia tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama? Mengapa dibatasi hanya di atas HGB?
• Bagaimana perhitungan NPP jika ada Orang Asing berkenaan dengan tanah bersama? 100% - NPP orang asing? Bagaimana pencatatan para pemilik hak atas tanah ketika terjadi perpanjangan hak? Tidak ada panduan tentang hal ini.
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti yang Belum Jelas
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti
• Minimal Harga
v Belum diatur di dalam Peraturan Menteri
v Sebelumnya batasan minimal harga diatur dalam Permen ATR 29/2016, namun dicabut oleh Permen ATR 18/2021
• Luas bidang tanah
v Rumah tapak: Maksimal 2.000m2 [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
• Jumlah bidang tanah atau Sarusun
v Rumah tapak: 1 bidang tanah [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak AdilLeks&Co
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil
Siapakah John Finnis?
Biografi Singkat John Finnis
• John Finnis adalah seorang pemikir hukum kodrat kontemporer;
• Cukup banyak mengacu dan dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Aquinas;
• Ia membedakan kewajiban hukum dari sudut pandang moral dan dari sudut pandang legal;
• Finnis menyelesaikan gelar sarjana-nya di Universitas Adelaide dan kemudian melanjutkan Pendidikan pada tahun 1960 di Oxford dengan beasiswa Australian Rhodes;
• Dalam membuat disertasi hukumnya yang mengangkat tema “kekuasaan yudisial”, Finnis berada di bawah pengawasan HLA Hart yang merupakan seorang profesor yurisprudensi pada Universitas Oxford dan seorang filosof hukum terkenal pada zamannya;
• Banyak pemikiran hukum dan politik yang dicapai oleh Finnis merupakan tanggapan kritis dari pemikiran Hart;
• Hart juga yang merekomendasikan Finnis untuk menulis Natural Law and Natural Rights;
• Finnis berpandangan bahwa terhadap hukum yang tidak adil, yang gugur hanya “kewajiban hukum dalam arti moral”, sedangkan, “kewajiban hukum dalam arti legal” tetap hidup dan mengikat.
Filsafat Hukum John Finnis
Finnis mengatakan, ada beberapa nilai kehidupan manusia, yaitu hidup; pengetahuan; rekreasi; pengalaman estetis; sosial (persahabatan); kemasukakalan praktis (practical reasonableness); dan agama.
Kemasukakalan Praktis
• Kemasukakalan praktis adalah suatu nilai dasar yang melibatkan kegiatan intelektual dalam pemilihan pengambilan tindakan seseorang ketika menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan gaya hidup dan juga pembentukan karakter orang tersebut.
Syarat-syarat dasar kemasukakalan praktis:
1. Rencana hidup yang koheren;
2. Tidak mengurangi nilai dasar lain secara sewenang-wenang;
3. Netral terhadap orang lain yang juga berpartisipasi dalam nilai baik manusia;
4. Pelepasan;
5. Komitmen;
6. (Keterbatasan) Relevansi terhadap konsekuensi; efisiensi yang wajar;
7. Penghargaan terhadap nilai dasar lain dalam setiap tindakan;
8. Apresiasi dan pembinaan kebaikan bersama pada komunitas; dan
9. Mengikuti suara hati.
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusLeks&Co
Sengketa Komersial
Sengketa, persoalan, dan konflik yang timbul di antara para pihak yang timbul dalam ruang lingkup niaga atau perdagangan, antara lain:
perniagaan;
perbankan;
keuangan;
penanaman modal;
industri;
konstruksi;
dll.
Situasi dalam Sengketa Komersial
Setiap pihak bersengketa memiliki perspektif, kepentingan, sumber daya, aspirasi, dan ketakutan masing-masing.
Hampir sebagian besar pihak yang bersengketa tidak menikmati pengalaman bersengketa karena menguras energi.
Sengketa memaksa pihak yang bersengketa untuk berhubungan dengan pihak lain (lawan) yang sebenarnya tidak ingin ditemuinya.
Sengketa dapat memakan waktu panjang dan biaya yang besar bagi pihak bersengketa.
Tugas Lawyer Adalah Menjaga Kepentingan Kliennya
Menjadi “part of the solution, not part of the problem”.
Memahami aspek komersial dan praktik bisnis yang menjadi sengketa;
Mencari langkah-langkah penyelesaian sengketa dengan menganalisa risiko-risiko bagi klien.
Menganalisa dan nenyampaikan risiko-risiko yang dapat terjadi terkait pelaksanaan upaya hukum kepada klien agar klien dapat mengetahui konsekuensi yang dapat terjadi ke depan.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Legal Writing – Cont’d
Mulai dengan menulis untuk kepentingan hukum (penulisan hukum)
Penting sekali untuk praktisi hukum seperti advokat, hakim, in-house lawyers, jaksa, dll
Tujuan : Untuk menginformasikan, membujuk, mencatat suatu hal penting
Untuk hakim, jika ditulis secara tidak baik atau bahkan salah maka pesan yang mau disampaikan tidak akan tercapai. Jika ini adalah suatu putusan pengadilan, maka putusan tersebut tentu berisiko dibantah lebih lanjut (upaya hukum seperti banding, kasasi, dll)
Untuk advokat, jika salah menulis bahasa hukum maka bisa kalah di suatu kasus, kehilangan klien, dokumen menjadi ambigu tidak jelas (berakibat sengketa), malpraktik, dll
Terdapat tiga tipe :
Untuk menginformasikan, misalnya surat kepada klien, surat kepada pihak ketiga, nasihat hukum dan memo. Surat termasuk komunikasi elektronik seperti surat elektronik dan WhatsApp misalnya
Untuk membujuk, misalnya gugatan, memori banding, memori kasasi
Untuk mencatat atau mendokumentasikan, misalnya akta, kontrak, wasiat, resolusi rapat umum pemegang saham, dll
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerLeks&Co
Franework
Legal basis;
Subject;
Object;
Terms and conditions;
Transfer of house and residence;
Mortgage rights of house or residence;
Termination of the ownership of house or residence;
Differences between the previous regulation and the current regulation; and
Conflicting regulations.
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Leks&Co
The establishment of P3SRS must be facilitated by the developers no later than the end of transition period.
The transition period is at the latest 1 year from the first handover of condominium unit to the owner, despite that the condition all condominium units have not been sold.
The “facilitation” must consist of at least:
providing meeting rooms along with its supporting equipment, which must consist of at least tables, chairs, whiteboards/stationaries, microphones, and information/media boards for the owners and/or tenants.
providing ownership and/or tenancy data, along with the location of condominium units based on the record conducted by the developers.
supporting the administration and providing meals (consumption).
The establishment of P3SRS consists of the (i) preparation for the establishment, and (ii) implementation of establishment, with the funding that will be borne by the developer.
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
Pembentukan P3SRS wajib difasilitasi oleh Pelaku Pembangunan paling lambat sebelum masa transisi berakhir.
Masa transisi ditetapkan paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada pemilik, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya Sarusun.
Pembentukan P3SRS terdiri atas Persiapan Pembentukan dan Pelaksanaan Pembentukan P3SRS yang pembiayaannya dibebankan kepada Pelaku Pembangunan.
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSLeks&Co
Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau OSS (Online Single Submission) adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Sistem OSS hanya merupakan sebuah platform perantara perizinan berusaha yang dikelola oleh Lembaga OSS yang bekerja sama dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota sebagai pejabat-pejabat yang berwenang menerbitkan izin.
Jenis perizinan berusaha yang diurus melalui OSS terbagi menjadi Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan
Perjanjian Sewa Menyewa Mal
1.Ketentuan Sewa Menyewa Berdasarkan KUHPerdata dan 2.Peraturan Menteri Perdagangan
3.Poin-poin Perjanjian Sewa Menyewa Mal
4.Aspek Pidana terkait Sewa Menyewa
5.Putusan Pengadilan terkait Sewa Menyewa
2. Hukum Perumahan
dan Permukiman
Dasar Hukum :
1. Undang-undang No.1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
2. Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat Republik Indonesia No.10
Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Pemukiman dengan
Hunian Berimbang
3. Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat No.7 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri
Perumahan Rakyat No.10 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan
Permukiman dengan Hunian
Berimbang
3. Perumahan dan Permukiman
Satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan, dan
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
(Pasal 1 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2011)
4. Perumahan, permukiman,lingkungan hunian,
dan kawasan permukiman diatur dengan skala
sebagai berikut :
Perumahan dengan
jumlah rumah sekurang-
kurangnya 15 sampai
dengan 1000 rumah
Permukiman dengan
jumlah rumah sekurang-
kurangnya 1000 sampai
dengan 3000 rumah
Lingkungan hunian
dengan jumlah rumah
sekurang-kurangnya
3000 sampai dengan
10.000 rumah
Kawasan permukiman
dengan jumlah rumah
lebih dari 10.000 rumah
Skala
6. Bentuk Rumah
Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau
keterikatan antar bangunan
Rumah Tunggal
Rumah Deret
Rumah Susun
7. Rumah Tunggal
Rumah yang mempunyai kaveling sendiri
dan salah satu dinding bangunan tidak
dibangun tepat pada batas kaveling
8. Rumah Deret
Beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi
bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih
bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-
masing mempunyai kaveling sendiri
9. Rumah Susun
Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
10. Bentuk Rumah – Cont’d
Pasal 22 ayat (3) UU No.1 Tahun 2011
“Luas lantai rumah tunggal dan rumah
deret memiliki ukuran paling sedikit
36 (tiga puluh enam) meter persegi”
Amar Putusan Mahkamah
Konstitusi No.14/PUU-
X/2012
11. Putusan Mahkamah Agung No.14/PUU-X/2012
Amar Putusan :
Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
12. Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah
deret, dan rumah susun, dapat
dilakukan di atas tanah:
Tanah Hak
Milik
Tanah Hak Guna
Bangunan, baik di
atas tanah negara
maupun di atas
hak pengelolaan
Tanah Hak
Pakai di atas
tanah negara
Pemilikan rumah dapat difasilitasi dengan kredit atau
pembiayaan pemilikan rumah
13. Pemanfaatan Rumah
Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian.
Pemanfaatan perumahan di lingkungan hunian meliputi:
Pemanfaatan
rumah
Pemanfaatan
prasarana dan
sarana
perumahan
Pelestarian rumah,
perumahan, serta prasarana
dan sarana perumahan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan
14. Pemanfaatan Rumah – Cont’d
Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai
kegiatan usaha secara terbatas tanpa
membahayakan dan tidak mengganggu fungsi
hunian.
Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk
fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya
perumahan dan lingkungan hunian
15. Penghunian
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni
rumah. Hak untuk menghuni rumah dapat berupa:
Orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak
sewa atau hak pakai
16. Hunian Berimbang
PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10
TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
DENGAN HUNIAN BERIMBANG
17. Hunian Berimbang
Perumahan dan kawasan permukiman yang dibangun secara
berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah
tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah
menengah dan rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun
antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau
dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun umum.
18. Badan hukum yang
melakukan
pembangunan
perumahan wajib
mewujudkan
perumahan dengan
hunian berimbang
Pembangunan
perumahan skala
besar dengan
hunian berimbang
meliputi rumah
sederhana, rumah
menengah, dan
rumah mewah
Hunian Berimbang
19. Hunian Berimbang
Dalam hal pembangunan
perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu
hamparan, pembangunan
rumah umum harus
dilaksanakan dalam satu
daerah kabupaten/kota
Pembangunan rumah
umum harus mempunyai
akses menuju pusat
pelayanan atau tempat
kerja
Pembangunan perumahan
dengan hunian berimbang
dilakukan oleh badan
hukum yang sama
20. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang harus
memenuhi persyaratan komposisi sebagai
berikut :
1. Komposisi jumlah rumah merupakan perbandingan jumlah
rumah sederhana, jumlah rumah menengah, dan jumlah rumah
mewah. Perbandingan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 3 : 2
: 1 yaitu 3 atau lebih rumah sederhana berbanding 2 rumah
menengah berbanding 1 rumah mewah.
2. Komposisi luasan lahan merupakan perbandingan luas lahan
untuk rumah sederhana, terhadap luas lahan keseluruhan.
Luasan lahan rumah sederhana tersebut, sekurang-kurangnya
25% dari luas lahan keseluruhan dengan jumlah rumah
sederhana sekurang-kurangnya sama dengan jumlah rumah
mewah ditambah jumlah rumah menengah.
21. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang harus
memenuhi persyaratan komposisi – Cont’d
3. Dalam halnya membangun rumah mewah, setiap orang wajib
membangun sekurang-kurangnya 2 rumah menengah dan rumah
sederhana 3 kali jumlah rumah mewah yang akan dibangun.
4. Dalam halnya membangun rumah menengah, setiap orang wajib
membangun rumah sederhana sekurang-kurangnya 1 ½ kali jumlah
rumah menengah yang akan dibangun.
5. Dalam hal Pengembang tidak dapat membangun rumah
sederhana, Pengembang perumahan dapat membangun Rumah
Susun Umum yang jumlahnya senilai dengan harga kewajiban
membangun rumah sederhana dalam satu hamparan yang sama.
23. Objek Pengikatan Jual Beli
Luas bangunan
rumah disertai
dengan gambar
arsitektur,
gambar denah,
dan spesifikasi
teknis
bangunan
Luas tanah,
status tanah,
serta segala
perijinan yang
berkaitan
dengan
pembangunan
rumah dan hak-
hak lainnya
Lokasi tanah
dengan
mencantumkan
nomor kapling,
rincian wilayah,
desa atau
kelurahan dan
kecamatan
Harga rumah
dan tanah,
serta tata cara
pembayarannya
24. Dasar Hukum
- Undang-undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
- Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No.9 Tahun 1995 tentang Pedoman
Pengikatan Jual Beli Rumah
• status pemilikan tanah
• hal yang diperjanjikan
• kepemilikan izin mendirikan bangunan
induk
• ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum
• keterbangunan perumahan paling sedikit
20% (Cont’d)
Pasal 42 UU No.1
Tahun 2011
Syarat PPJB
25. Hal yang diperjanjikan
“hal yang diperjanjikan”
adalah kondisi rumah yang dibangun dan
dijual kepada konsumen, yang dipasarkan
melalui media promosi, meliputi lokasi
rumah, kondisi tanah/kaveling, bentuk
rumah, spesifikasi bangunan, harga rumah,
prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan, fasilitas lain, waktu serah terima
rumah, serta penyelesaian sengketa.
26. Keterbangunan Perumahan
“keterbangunan perumahan paling
sedikit 20% (dua puluh persen)”
adalah hal telah terbangunnya rumah
paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari seluruh jumlah unit rumah serta
ketersediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum dalam suatu perumahan
yang direncanakan.
27. Kewajiban Penjual Berdasarkan Peraturan PPJB
1. Melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang telah
diperjanjikan menurut gambar arsitektur, gambar denah dan
spesifikasi teknis bangunan, yang telah disetujui dan ditanda
tangani bersama oleh kedua belah pihak dan dilampirkan.
2. Menyelesaikan pendirian bangunan dan menyerahkan tanah dan
bangunan rumah tepat waktu seperti yang diperjanjikan kepada
Pembeli, kecuali karena hal-hal yang terjadi keadaan memaksa
(Force Mayeure) yang merupakan hal di luar kemampuan
Penjual.
28. Kewajiban Penjual Berdasarkan Peraturan PPJB
– Cont’d
3. Penjual sebelum melakukan penjualan dan atau melakukan
pengikatan jual beli rumah wajib memiliki :
a. Surat ijin persetujuan prinsip rencana proyek dari Pemerintah
Daerah setempat dan surat ijin lokasi dari Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya. Khusus untuk DKI Jakarta surat ijin
Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT).
b. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya,
bahwa yang bersangkutan (Developer) telah memperoleh tanah
untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
c. Surat ijin Mendirikan Bangunan
4. Penjual wajib mengurus pendaftaran perolehan hak atas tanah dan
bangunan rumah, seketika setelah terjadinya pemindahan hak atas
tanah dan bangunan rumah atau jual beli rumah (tanah dan bangunan)
dihadapan PPAT.
29. Kewajiban Penjual Berdasarkan Peraturan PPJB
– Cont’d
5. Apabila Penjual lalai untuk menyerahkan Tanah dan Bangunan
Rumah tepat waktu seperti yang diperjanjikan kepada Pembeli,
diwajibkan membayar denda keterlambatan penyerahan tersebut
sebesar 1%o (dua perseribu) dari jumlah total harga Tanah dan
Bangunan Rumah untuk setiap hari keterlambatannya.
6. Apabila Penjual ternyata melalaikan kewajibannya untuk mengurus
pendaftaran perolehan hak atas Tanah dan Bangunan Rumah tersebut,
maka Pembeli mempunyai hak dan dianggap telah diberi kuasa untuk
mengurus dan menjalankan tindakan yang berkenaan dengan
pengurusan pendaftaran perolehan hak atas Tanah dan Bangunan
rumah tersebut kepada instansi yang berwenang.
30. Kewajiban Pembeli Berdasarkan Peraturan
PPJB
Pembeli telah menyetujui jumlah
total harga Tanah dan Bangunan
Rumah sesuai gambar arsitektur,
gambar denah, dan spesifikasi teknis
bangunan yang telah ditetapkan
bersama.
Pembeli wajib membayar jumlah
total harga Tanah dan Bangunan
Rumah, beserta segala pajak, dan
biaya-biaya lain yang timbul sebagai
akibat adanya pengikatan jual beli
rumah, dengan tata cara pembayaran
yang disepakati bersama.
Pembeli wajib membayar biaya
pembuatan akta notaris, pengikatan
jual beli rumah, biaya pendaftaran
perolehan hak atas tanah atas nama
Pembeli, sedangkan biaya
pengurusan sertifikat ditanggung
oleh penjual.
Apabila Pembeli lalai membayar angsuran
harga Tanah dan Bangunan Rumah, segala
pajak, serta denda dan biaya-biaya lain
yang terhutang selama 3 kali berturut-
turut, maka pengikatan jual beli rumah
dapat dibatalkan secara sepihak, dan
segala angsuran dibayarkan kembali
dengan dipotong biaya Administrasi oleh
Penjual.
31. Jaminan Penjual
Jaminan
Penjual
Penjual menjamin bagi kepentingan pihak
pembeli bahwa Tanah dan Bangunan Rumah yang
menjadi obyek pengikatan jual beli adalah hak
penjual sepenuhnya
Penjual menjamin serta membebaskan
Pembeli dari segala tuntutan yang
timbul dikemudian hari baik dari segi
perdata maupun pidana atas Tanah dan
Bangunan Rumah tersebut
Penjual menjamin dan
bertanggung jawab terhadap
cacat tersembunyi yang baru
diketahui dikemudian hari,
sesuai dengan ketentuan Pasal
1504 dan 1506 KUHPerdata
32. Pemeliharaan
Bangunan
Setelah serah terima
Tanah dan Bangunan
Rumah, segala tanggung
jawab untuk memelihara
dan menjaga Tanah dan
Bangunan Rumah menjadi
tanggung jawab pihak
pembeli sepenuhnya
Setelah serah terima
Tanah dan Bangunan
Rumah dilakukan Pihak
Penjual wajib untuk
memberikan masa
pemeliharaan/perbaikan
dalam jangka waktu 100
hari terhitung sejak
tanggal ditandatanganinya
Berita Acara Serah Terima
Perbaikan-perbaikan atas
bagian yang rusak
dilakukan oleh pihak
penjual berdasarkan
Gambar Denah Bangunan
dan spesifikasi teknis
33. Pemeliharaan Bangunan – Cont’d
Apabila selama berlangsungnya masa
pemeliharaan, terjadi kerusakan pada bangunan
yang disebabkan oleh Keadaan memaksa (Force
Mayeure) seperti, gempa bumi, banjir, huru-hara
perang dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh
perorangan maupun massal, atau karena adanya
perubahan bangunan rumah yang dilakukan pihak
Pembeii, maka pihak Penjual dibebaskan atas
tanggungjawab perbaikan.
34. Penggunaan Bangunan
Pembeli wajib
menggunakan
Tanah dan
Bangunan Rumah
sebagai tempat
tinggal atau sesuai
dengan tujuan dan
peruntukannya
Pembeli wajib
mentaati
"Peraturan Tata
Tertib Lingkungan”
yang diterbitkan
oleh RT dan RW
PERUBAHAN BANGUNAN
: Pembeli selama masa
pendirian bangunan
tidak diperkenankan
untuk menghubungi dan
memerintah pelaksana
bangunan yang bersifat
mengubah dan
menambah bangunan
rumah tanpa
persetujuan Penjual.
35. Pengalihan Hak
Selama belum
dilaksanakannya jual beli di
hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, tanpa
persetujuan tertulis dari
pihak Penjual, pihak
Pembeli tidak dibenarkan
untuk mengalihkan hak atas
Tanah dan Bangunan Rumah
kepada pihak ketiga.
Demikian pula sebaliknya
berlaku bagi Pihak Penjual
Penjual dapat menyetujui
secara tertulis kepada
Pembeli untuk mengalihkan
hak atas Tanah dan
Bangunan kepada pihak
ketiga, apabila Pembeli
bersedia membayar biaya
administrasi sebesar 2 ½ %
dari harga jual pada
transaksi yang berlangsung
36. Ketentuan Pembatalan Pengikatan
Pembatalan
Pengikatan
Pengikatan Jual Beli Rumah tidak
berakhir karena salah satu pihak
meninggal dunia, akan tetapi tetap
menurun dan harus ditaati oleh
para ahli waris dari pihak yang
meninggal
Pengikatan Jual Beli Rumah,
pembeli mempunyai hak
untuk menjadi batal apabila
terjadi hal-hal sebagai
berikut :
37. Ketentuan Pembatalan Pengikatan – Cont’d
Pengikatan Jual Beli Rumah, pembeli mempunyai hak untuk
menjadi batal apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Pihak Penjual tidak dapat menyerahkan Tanah dan Bangunan Rumah
beserta hak-bak yang melekat, tepat waktu yang diperjanjikan, dan
Pembeli telah selesai kewajibannya untuk membayar harga Tanah dan
Bangunan tersebut
b. Pihak Penjual menyerahkan Tanah dan Bangunan Rumah yang tidak
cocok dengan Gambar Denah, dan Spesifikasi Teknis Bangunan yang
telah ditetapkan bersama dan menjadi lampiran daiam Pengikatan Jual
beli
c. Apabila keadaan dalam butir a dan b terjadi maka perjanjian menjadi
batal, dan Penjual wajib membayar uang yang telah diterima, ditambah
dengan denda, bunga, dan biaya-biaya lainnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku menurut hukum.
38. Ketentuan Pembatalan Pengikatan – Cont’d
d. Pembeli tidak dapat memenuhi dan atau tidak sanggup meneruskan
kewajibannya untuk membayar harga Tanah dan Bangunan Rumah sesuai
dengan yang diperjanjikan
e. Pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan
kepada Bank Pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sesuai dengan syarat-
syarat Akta Perjanjian Kredit
f. Pembeli mengundurkan diri atau membatalkan transaksi jual beli Tanah
dan Bangunan Rumah karena suatu sebab atau alasan apapun juga
g. Apabila keadaan dalam butir d, e, dan f tersebut terjadi dalam hal
pembayaran atas Tanah dan Bangunan Rumah belum mencapai 10% maka
keseluruhan pembayaran tersebut menjadi hak pihak Penjual.
39. Akta Jual Beli
Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan Rumah harus ditandatangani oleh
Penjual dan Pembeli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam hal telah dipenuhi aspek-aspek sebagai berikut :
Bangunan Rumah
telah selesai
dibangun di atas
tanah dan telah
siap untuk dihuni
Pembeli
telah membayar
lunas seluruh
harga Tanah dan
Bangunan Rumah
beserta pajak dan
biaya-biaya lainnya
Proses
permohonan HGB
atas tanah sudah
selesai diproses
dan sertifikat HGB
terdaftar atas
nama Penjual
40. Akta Jual Beli – Cont’d
Pada saat melangsungkan jual beli Tanah dan Bangunan Rumah di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan atau pada waktu
melangsungkan pengikatan di hadapan Notaris. Pembeli wajib
membawa dan memperlihatkan asli surat-surat berikut kuitansi
mengenai pembayaran harga Tanah dan Bangunan Rumah beserta
biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan itu
41. Penyelesaian Sengketa
1. Jika terjadi perselisihan, perbedaan pendapat maupun sengketa yang timbul
sehubungan dengan/sebagai akibat dari pengikatan ini, maka para pihak akan
menyelesaikan secara musyawarah
2. Jika penyelesaian secara musyawarah tidak membawa hasil, maka para pihak
sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui Badan Arbitrasi
Nasional Indonesia (BANI)
3. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemeriksaan oleh Badan Arbitrasi
Nasional Indonesia (BANI) menjadi beban dan harus dibayar oleh para pihak
untuk jumlah yang sama yaitu Penjual 50 % dan Pembeli 50 %
4. Dalam hal terjadi perubahan, pengurangan, dan/atau penambahan atas isi dari
Pengikatan Jual Beli, maka para pihak akan merundingkan secara musyawarah
dan mufakat serta hasilnya akan dituangkan dalam suatu Adendum yang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Pengikatan Jual Beli ini.
43. Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian
sengketa di bidang
perumahan terlebih
dahulu diupayakan
berdasarkan
musyawarah untuk
mufakat.
Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat
tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui
pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di
luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa.
44. Gugatan atas pelanggaran dapat
dilakukan oleh:
Orang
perseorangan
Badan
Hukum
Masyarakat
Pemerintah
atau Instansi
Terkait
45. Sanksi Administratif Bagi Pihak Pengembang
a. peringatan tertulis
b. pembatasan kegiatan pembangunan
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan
d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan
perumahan
e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel)
f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu
g. pembatasan kegiatan usaha
h. pembekuan izin mendirikan bangunan
i. pencabutan izin mendirikan bangunan
j. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah
(Pasal 150 ayat 2 UU No.1 Tahun 2011)
46. Sanksi Administratif Bagi Pihak Pengembang –
Cont’d
k. perintah pembongkaran bangunan rumah
l. pembekuan izin usaha
m. pencabutan izin usaha
n. pengawasan
o. pembatalan izin
p. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu
q. pencabutan insentif
r. pengenaan denda administratif
s. penutupan lokasi.
47. Sanksi Pidana Bagi Pihak Pengembang
“Setiap orang yang
menyelenggarakan pembangunan
perumahan, yang tidak membangun
perumahan sesuai dengan kriteria,
spesifikasi, persyaratan, prasarana,
sarana, dan utilitas umum yang
diperjanjikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134, dipidana dengan
pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)”
(Pasal 151 ayat 1 UU No.1 Tahun 2011)
48. Sanksi Pidana Bagi Pihak Pengembang – Cont’d
Selain sanksi pidana pelaku dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa membangun
kembali perumahan sesuai dengan kriteria,
spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
dan utilitas umum yang diperjanjikan.
49. Sanksi Pidana Bagi Pihak Pengembang – Cont’d
Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah
tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun dengan
sengaja melakukan serah terima dan/atau menerima
pembayaran lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari
pembeli dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
50. Sanksi Pidana Bagi Pihak Pengembang – Cont’d
Dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), bagi Badan
Hukum yang:
a. Mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum diluar fungsinya
b. Menjual satuan permukiman
c. Membangun lisiba yang menjual kaveling tanah
matang tanpa rumah