3. Hak Milik (HM)
•
adalah hak turun
temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas
tanah, hanya dapat
dimiliki oleh warga
negara Indonesia (WNI)
dan badan hukum
indonesia yang
ditetapkan oleh
pemerintah.
•
•
•
•
Ciri-ciri hak milik :
Sifat haknya terkuat dan
terpenuh bukan berarti
hak atas tanah tersebut
menjadi mutlak, tak
terbatas dan tidak dapat
digangu gugat.
Hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh
karena tidak dibatasi
jangka waktunya.
Hak milik dapat dibebani
hak tanggungan, dapat
teralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
4. Hak Guna Bangunan
(HGB)
• adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendri dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang 20 tahun dan apabila tanah
tersebut dipergunakan sebagaimana
mestinya sesuai dengan sifat dari haknya
dan atas persetujuan pemegang hak atau
yang berwenang, dapat diberikan lagi hak
baru sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Hak Guna Bangunan
(HGU)
•
adalah hak untuk
mengusahakan tanah
yang di kuasai langsung
oleh negara untuk
perusahaan, pertanian,
perkebunan, ataupun
peternakan dengan
jangka waktu paling lama
35 tahun dengan luas
minimal 5 hektar dan
apabila tanah tersebut
dipergunakan
sebagaimana mestinya
sesuai dengan sifat dari
haknya secara produktif
dapat diberikan lagi hak
baru sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
• dapat dibebani hak
tanggungan,
• dapat beralih dan
dialihkan kepada
pihak lain.
• Hanya dapat dimiliki
oleh warga negara
Indonesia (WNI)
• badan hokum
Indonesia (baik
swasta maupun
BUMN/BUMD).
6. CIRI-CIRI DAN SIFAT HAK
TANGGUNGAN
•
•
•
Memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada pemegangnya
yaitu krediturnya.
Selalu mengikuti obyek dalam
tangan siapapun obyek hak
tanggungan itu berada.
Memenuhi asas spesialitas dan
asas publisitas pemenuhan asas
spesialitas ini tersebut dalam
muatan wajib akta pemberian hak
tanggungan (APHT)
7. Sifat-sifat hak
tanggungan
•
•
tidak dapat dibagi-bagi (pasal 2
UUHT) bahwa hak tanggungan
membebani secara utuh obyek hak
tanggungan dan setiap bagian dari
padanya, dan sifat ini tidak berlaku
mutlak karena ada kemungkinan
untuk mengecualikan atau
menyimpang dari sifat tidak dapat
dibagi-bagi ini didasarkan dengan
roya parsial.
bersifat accesoir atau perjanjian
buntutan/ikutan, maksudnya
perjanjian jaminan utang atas hak
tanggungan tidak berdiri sendiri
karena ikut pada perjanjian pokok
yaitu perjanjian utang-piutang,
apabila perjanjian pokok hapus
atau batal, maka otomatis
perjanjian accesoir menjadi hapus
pula
8. TATA CARA PEMBEBANAN
HAK TANGGUNGAN
•
Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan akta
pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuat oleh PPAT
sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Formulirnya disediakan oleh kantor pertanahan kota semarang
atau dibeli di kantor-kantor pos.
Pemberian kuasa pada hakekatnya merupakan
suatu persetujuan dari seorang pemberi kuasa
kepada penerima kuasa guna
9. •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Mekanisme
pendaftaran hak
tanggungan di kantor
pertanahan
mendaftarkan pada loket pendaftaran.
Mengisi blanko permohonan pendaftaran.
Pemeriksaan keabsahan akta oleh kepala sub seksi
peralihan,pembebanan hak, dan PPAT.
Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 25.000,-.
Proses pengerjaan berupa pengetikan blanko sertipikat
hak tanggungan, mengisi atau membuat buku tanah yang
menjadi obyek hak tanggungan.
Salinan APHT dijilid bersama sertipikat hak tanggungan.
Diserahkan pada kepala sub seksi peralihan, pembebanan
hak dan PPAT.
Akta asli yang bermaterai menjadi arsip buku tanah hak
tanggungan.
Kemudian dikoreksi oleh kepala seksi pengukuran dan
pendaftaran tanah dan diajukan kepada kepala kantor
pertanahan untuk ditandatangani.
Setelah penandatanganan oleh kepala kantor pertanahan
diberikan ke petugas pembukuan.
Sertipikat hak tanggungan dapat di ambil.
10. syarat pendaftaran hak
tanggungan untuk hak atas tanah
yang sudah terdaftar
•
•
•
•
•
•
Surat pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2
(dua) dan memuat daftar jenis-jenis surat yang
disampaikan.
Surat permohonan pendaftaran hak tanggungan
dari penerima hak tanggungan (kreditur).
Foto copy identitas pemberi dan penerima hak
tanggungan.
Sertipikat asli hak atas tanah yang menjadi obyek
hak tanggungan.
Lembar ke-2 (dua) akta pemberian hak
tanggungan (APHT).
Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan
oleh kepala kantor pertanahan untuk pembuatan
sertipikat hak tanggungan.
11. •
•
•
•
Pedoman Pelaksanaan
pendaftaran hak
tanggungan
Undang-undang nomor 5 tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok
agrarian (UUPA).
Undang-undang nomor 4 tahun 1996
tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda- benda yang berkaitan
dengan tanah.
Undang-undang nomor 5 tahun 1996
tentang pendaftaran hak tanggungan.
Peraturan pemerintah nomor 24 tahun
1997 tentang pendaftaran tanah.
12. SERTIFIKAT HAK
TANGGUNGAN
• Dalam peraturan menteri negara
agraria/kepala badan pertanahan nasional
nomor 3 tahun 1996 ditetapkan bahwa
sertipikat hak tanggungan terdiri atas
salinan buku tanah hak tanggungan dan
salinan akta pemberian hak tanggungan
(APHT) yang bersangkutan yang dibuat
oleh kantor pertanahan, dijilid menjadi
satu dalam sampul dokumen yang
bentuknya ditetapkan dengan peraturan
tersebut. Hal-hal mengenai penerbitan
sertifikat Hak Tanggungan diatur dalam
pasal 14 dan peraturan Menteri serta
surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN .
13. HAPUSNYA HAK
TANGGUNGAN
• pasal 18 dinyatakan hapusnya Hak Tanggungan
• Hapusnya piutang yang dijamin, sebagai konsekuensi
sifat accessoir Hak Tanggungan
• Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh kreditor
pemegang Hak Tanggungan, yang dinyatakan dengan
akta, yang diberikan kepada pemberi Hak Tanggungan
• Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli
obyek hak tanggungan, jika hasil penjualan obyek
Haak Tanggungan tidak cukup untuk melunasi semua
utang debitor.jika tidak diadakan pembersihan, Hak
Tanggungan yang bersangkutan akan tetap
membebani obyek yang dibeli. Pembersihan Hak
Tanggungan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal
19.
• Hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan
14. Perubahan
• diatur dalam Keputusan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN
Nomor 16 Tahun 1997, Nomor 9
Tahun 1997 jis 15 Tahun 1997
dan 1 Tahun 1998, Nomor 2
Tahun 1998 dan Nomor 6 Tahun
1998 serta Peraturan Menteri
Nomor 5 Thun 1998,
16. PENGERTIAN EKSEKUSI
• Apabila debitor cidera janji, obyek Hak
Tanggungan oleh kreditor pemegang hak
tanggungan dijual melalui pelelangan
umum menurut cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kreditor pemegang hak
tanggungan berhak mengambil seluruh
atau sebagian dari hasilnya untuk
pelunasan piutangnya yang dijamin dengan
Hak Tanggungan tersebut, dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang
lain.
eksekusi Hak Tanggungan,
yang diatur dalam Pasal 20.
17. DASAR EKSEKUSI
•
•
Hak pemegang hak tanggungan
pertama untuk menjual obyek hak
tanggungan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6
Titel eksekutorial yang terdapat
dalam Sertifikat Hak Tanggungan,
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (2).
Disebut sebagai dasar
eksekusi dalam Pasal 20
18. PELAKSANAAN EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN
•
•
Eksekusi yang mudah
dan pasti
pelaksanaannya
Dengan
disebutkannya 2
dasar eksekusi diatas
dalam Pasal 20,
terpenuhi maksud
Pembentukan
Undang-Undang akan
menyediakan bagi
kreditor pemegangan
hak tanggungan cara
pelaksanaan eksekusi
yang mudah dan
pasti.
•
•
Parate Executie
Atas dasar ketentuan
Pasal 26, sebelum ada
peraturan perundangundangan yang
mengatur secara
khusus eksekusi HT,
peraturan mengenai
eksekusi hypotheek
yang ada pada waktu
mulai berlakunya
UUHT
19. •
•
PELAKSANAAN EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN
Acara “Parate Executie”
Dengan menunjukan
bukti, bahwa debitor
ingkar janji dalam
memenuhi
kewajibannya, diajukan
permohonan eksekusi
oleh kreditor pemegang
HT kepada Ketua
Pengadilan Negeri,
dengan menyerahkan
sertifikat HT yang
bersangkutan sebagai
dasarnya. Eksekusi
akan akan dilaksanakan
atas perintah dan
dengan pimpinan Ketua
Pengadilan Negeri
Tersebut, melalui
pelelangan umum yang
dilakukan oleh Kantor
Lelang Negara
•
•
Eksekusi Berdasarkan
Pasal 6
Pelaksanaannya lebih
mudah dari pada “parate
executie”, karena tidak
diperlukan perintah Ketua
Pengadilan Negeri untuk
melakukan penjualan
obyek HT yang
bersangkutan melalui
pelelangan umum. Hal ini
sudah dikemukakan
dalam uraian 184/1 (2).
Kreditor pemegang HT
dapat langsung
mengajukan permintaan
kepada Kepala Kantor
Lelang Negara untuk
melakukan penjualan
obyek HT yang
bersangkutan.