SlideShare a Scribd company logo
1 of 55
Filsafat Hukum John Finnis
Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil
Siapakah John
Finnis?
Biografi Singkat John Finnis
• John Finnis adalah seorang
pemikir hukum kodrat
kontemporer;
• Cukup banyak mengacu dan
dipengaruhi oleh pemikiran
Thomas Aquinas;
• Ia membedakan kewajiban hukum
dari sudut pandang moral dan dari
sudut pandang legal;
Biografi Singkat John Finnis (cont’d)
• Finnis menyelesaikan gelar sarjana-
nya di Universitas Adelaide dan
kemudian melanjutkan Pendidikan
pada tahun 1960 di Oxford dengan
beasiswa Australian Rhodes;
• Dalam membuat disertasi
hukumnya yang mengangkat tema
“kekuasaan yudisial”, Finnis berada
di bawah pengawasan HLA Hart
yang merupakan seorang profesor
yurisprudensi pada Universitas
Oxford dan seorang filosof hukum
terkenal pada zamannya;
Biografi Singkat John Finnis (cont’d)
• Banyak pemikiran hukum dan politik
yang dicapai oleh Finnis merupakan
tanggapan kritis dari pemikiran Hart;
• Hart juga yang merekomendasikan
Finnis untuk menulis Natural Law and
Natural Rights;
• Finnis berpandangan bahwa terhadap
hukum yang tidak adil, yang gugur
hanya “kewajiban hukum dalam arti
moral”, sedangkan, “kewajiban hukum
dalam arti legal” tetap hidup dan
mengikat.
Filsafat Hukum John
Finnis
Filsafat Hukum John Finnis
• Finnis mengatakan, ada beberapa nilai kehidupan manusia, yaitu
hidup; pengetahuan; rekreasi; pengalaman estetis; sosial
(persahabatan); kemasukakalan praktis (practical
reasonableness); dan agama.
Kemasukakalan Praktis
• Kemasukakalan praktis adalah suatu nilai dasar yang melibatkan
kegiatan intelektual dalam pemilihan pengambilan tindakan
seseorang ketika menghadapi berbagai permasalahan yang ada
dan gaya hidup dan juga pembentukan karakter orang tersebut.
Kemasukakalan Praktis (cont’d)
Syarat-syarat dasar kemasukakalan praktis:
1. Rencana hidup yang koheren;
2. Tidak mengurangi nilai dasar lain secara sewenang-wenang;
3. Netral terhadap orang lain yang juga berpartisipasi dalam nilai
baik manusia;
4. Pelepasan;
5. Komitmen;
6. (Keterbatasan) Relevansi terhadap konsekuensi; efisiensi yang
wajar;
7. Penghargaan terhadap nilai dasar lain dalam setiap tindakan;
8. Apresiasi dan pembinaan kebaikan bersama pada komunitas;
dan
9. Mengikuti suara hati.
Komunitas
• Manusia tidak hanya hidup sendirian tetapi bersama orang
lain dalam suatu komunitas;
• Komunitas lengkap adalah komunitas yang menuju kepada
suatu kebaikan bersama.
Kebaikan Bersama
Kebaikan bersama adalah kumpulan faktor yang membantu
setiap individu untuk mencapai proyek-proyeknya dan tujuan-
tujuannya dengan memperhatikan juga pencapaian dan
keberhasilan orang lain untuk mencapai proyek dan tujuan-
tujuan mereka.
Keadilan
• Keadilan penting karena merupakan salah satu syarat dari
kemasukakalan praktis yaitu untuk mengapresiasi dan
membina kebaikan bersama;
• Keadilan adalah implikasi konkret dari keperluan untuk
mengapresiasi dan membina kebaikan bersama, dimana
kebaikan bersama adalah tujuan dari keadilan
Hak
• Bagi Finnis, hak merujuk pada hak kodrati, hak asasi
manusia, atau hak moral;
• HAM dan hak kodrati bersifat sinonim;
• HAM berkaitan erat dengan kebaikan bersama karena nilai-
nilai dasar yang diatur dalam HAM adalah garis besar dari
kebaikan bersama itu sendiri, yaitu berbagai aspek
kesejahteraan individu di dalam suatu komunitas di mana
otoritas harus menjaga dan membina nilai-nilai dasar
tersebut karena nilai-nilai dasar tersebut adalah kebaikan
bersama suatu komunitas.
Otoritas
• Komunitas membutuhkan otoritas;
• Sesuatu dianggap bersifat otoritatif jika seseorang
menganggap hal tersebut cukup memberinya alasan untuk
diyakini atau dijalankan sebagaimana ditetapkan meski ia
tidak bisa melihat alasan baik lain untuk mempercayainya
atau melakukannya;
• Otoritas diperlukan karena begitu banyak pilihan atau cara
untuk mencapai tujuan manusia;
• Dibutuhkan kesatuan atau otoritas untuk mengarahkan
berbagai pilihan atau tujuan yang ada.
Hukum
• Hukum adalah suatu aturan yang dibuat berdasarkan aturan
pembuatannya oleh otoritas yang diberikan kewenangan untuk itu
untuk kepentingan komunitas yang lengkap didukung dengan
sanksi berdasarkan penetapan aturan pembuatannya oleh institusi-
institusi;
• Kumpulan aturan dan institusi ini diarahkan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan koordinasi pada suatu komunitas
untuk kebaikan bersama komunitas itu, sesuai dengan cara dan
bentuk yang telah diadaptasi dengan kebaikan bersama;
• Pelaksanaan kewenangan penguasa (otoritas) akan bergantung
pada keadilan atau setidaknya sejauh mana hukum
mempertahankan keadilan;
• Hukum adalah tatanan memaksa dan menciptakan dirinya sendiri.
Kewajiban Hukum dan
Hukum Tidak Adil
Kewajiban Hukum dan Hukum Tidak Adil
Dampak terhadap kewajiban hukum jika berhadapan dengan
hukum tidak adil
Kewajiban hukum menurut Finnis
Kewajiban Hukum
Menurut John Finnis
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis
Kewajiban Hukum dalam arti Legal
Kewajiban Hukum dalam arti Moral
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Kewajiban Hukum Dalam Arti Legal
• Kewajiban hukum dalam arti legal adalah kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang timbul dari
hukum atau norma hukum yang ada tanpa menggunakan
kemasukakalan praktis untuk menilai benar salahnya, baik
buruknya, suatu hukum atau norma hukum.
• Kewajiban hukum dalam arti legal bersifat tetap, tidak berubah.
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Kewajiban Hukum Dalam Arti Moral
• Kewajiban hukum dalam arti moral adalah kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan hukum
atau norma hukum yang ada dengan menggunakan
kemasukakalan praktis untuk menilai benar salahnya, baik
buruknya suatu hukum atau norma hukum.
• Singkatnya: kewajiban untuk mematuhi hukum;
• Kewajiban hukum dalam arti moral bersifat variatif, dapat
berubah sesuai kandungan ketidakadilan pada hukum atau
norma hukum.
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Relevansi Kewajiban dan Kemasukakalan Praktis
• Semua ide dan frase terkait kewajiban berhubungan dengan apa
yang dituntut oleh suara hati, yaitu tuntutan terhadap komitmen,
keputusan, dan tindakan seseorang.
• Semua ungkapan dan ide mengenai ”kewajiban” berkaitan
dengan bentuk keperluan rasional, sebagai turunan dari syarat-
syarat kemasukakalan praktis.
1
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Kewajiban yang Timbul dari Suatu Janji
Finnis mengatakan bahwa ada tiga tingkat janji, yaitu yang berasal
dari:
2
Praktik
Interaksi Manusia
Pemenuhan kewajiban
untuk menghindari sanksi
sosial
Janji yang dilakukan demi kebaikan
bersama dalam suatu komunitas
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Kekuatan-Mewajibkan Variatif dan Tetap
• Suatu janji dipahami oleh para pihak yang membuatnya sebagai
variatif dari janji satu terhadap janji yang lain, dilihat dari level
bahasa, sikap formal, dan praktik kekuatan suatu janji;
• Kewajiban dari transaksi yang diatur oleh hukum dipahami oleh
para praktisi hukum mempunyai kekuatan yang sama dalam
segala keadaan;
• Menurut Finnis tidak ada level dalam kewajiban hukum
sebagaimana tidak ada level dalam validasi hukum.
3
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Finnis mengatakan:
“Konstannya kekuatan formal ini dalam setiap kewajiban hukum
memiliki mitra metodologinya suatu proposisi hukum (diakui
berdasarkan pemikiran moral ‘yang bersifat legal’) bahwa tidak ada
tugas hukum yang tumpang tindih dan konflik; karena tumpang
tindih tersebut akan mewajibkan advokat untuk menimbang satu
kewajiban terhadap yang lain dan untuk menetapkan kewajiban
yang lebih berat yang akan lebih mengikat.”
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Finnis mengatakan:
• Konstannya (invariant) suatu hukum itu berakar pada kekuatan
terhadap panduan-tindakan pada ketentuan yang mengandung
suatu kewajiban;
• Namun, hukum tetap mengenal aspek-aspek yang bersifat
ekstra (di luar) dari hukum itu sendiri, yang bersinggungan
dengan kebaikan bersama;
• Meski begitu, hukum tidak mengizinkan aspek ekstra mengatur
begitu saja tanpa batasan apa yang telah diatur dalam sistem
hukum kecuali melalui institusi-insitusi hukum yang telah
diatur secara jelas oleh hukum itu sendiri;
• Sistem hukum mendukung dan memberi pengaruh praktis
bahwa kewajiban hukum itu mempunyai kekuatan hukum yang
tidak berubah (invariant).
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Wajib secara Hukum: Arti Hukum dan Moral
Pada bagian ini terdapat 2 masalah utama, yaitu:
1. Bagaimana suatu hukum yang menetapkan-kewajiban
menyediakan alasan untuk bertindak (reason for action) yang
keberadaannya tidak terpisah dari hukum dan bahkan
sesungguhnya disediakan oleh “hukum” atau sistem hukum itu
sendiri; dan
2. Mengapa dari sisi pemikiran hukum, kewajiban terhadap
hukum tersebut mempunyai sifat kualitas yang hitam-putih?
4
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Formula Finnis dalam menjawab 2 masalah utama sebelumnya:
“Jika p, q, r maka XOø.”
p, q, r : keadaan yang menimbulkan kewajiban hukum.
X : subjek.
O : modal yang diartikan sebagai tindakan yang dilakukan
adalah ”wajib” bukan suatu pilihan atau diskresi.
ø : tindakan yang diwajibkan.
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
Tiga langkah yang dibuat Finnis untuk menjawab kedua masalah
utama:
Langkah A Kita perlu, demi kebaikan bersama,
tunduk pada hukum.
Langkah B
Ketika ø ditetapkan sebagai wajib, satu-
satunya cara untuk tunduk pada hukum
adalah dengan bertindak ø.
Langkah C
Karena itu (adalah wajib bagi kita),
untuk melakukan ø ketika ø ditetapkan
sebagai suatu kewajiban.
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
• Langkah A bisa variatif dan tidak variatif. Bersifat variatif
ketika ada unsur-unsur lain yang memengaruhinya tanpa
batasan;
• Kapan bersifat tidak variatif? Dari Langkah B, diambil
bersama-sama dengan penafsiran Langkah A sebagai proposisi
yang tidak disangkal, diasingkan dari pemikiran hukum dari
arus umum penalaran praktis;
• Jika orang ingin dikenal sebagai orang yang taat hukum, orang
itu wajib melakukan tindakan-tindakan yang bersifat wajib
kapan pun dan dalam semua hal;
Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d)
• Hukum melarang tanggapan apa pun kepada Langkah B dari
nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang dapat memberi
Langkah A kekuatan variatif, kecuali melalui proses,
mekanisme, dan insitusi-institusi yang telah diatur oleh hukum
yang ada;
• Langkah A yang dianggap sebagai dalil tidak terbantahkan
sehingga bersifat tidak variatif ini, bisa juga direlokasi ke aliran
umum penalaran praktis yang menjadikannya sebagai premis
yang berkekuatan moral.
Kewajiban Menurut
Thomas Aquinas
Kewajiban Hukum Menurut Aquinas (cont’d)
• Kewajiban hukum adalah kewajiban yang timbul atas dasar
hukum atau norma hukum;
• Kewajiban moral adalah kewajiban yang timbul atas dasar
moral;
• Aquinas tidak melihat kewajiban hukum mempunyai dua sisi,
seperti pemikiran Finnis;
• Pemikiran Finnis lebih canggih dibandingkan pemikiran
Aquinas;
• Aquinas tidak membahas ”kewajiban” secara khusus. Aquinas
lebih membahas mengenai hukum manusia dan keterikatan
suara hati manusia terhadap hukum yang melanggar kebaikan
manusia
Hukum Tidak Adil
Menurut John Finnis
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis
• Pada buku NLNR, Finnis
mengatakan bahwa studinya
“menghasilkan pengertian
sangat berbeda” dengan apa
yang disebut sebagai hukum
kodrat;
• Menurut Finnis, maksim
“hukum tidak adil adalah
bukan hukum” tidak lebih
dari teori yang subordinat
dan tidak ditegaskan oleh
teori hukum kodrat.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis
• Perhatian utama teori hukum kodrat adalah untuk
mengekplorasi syarat-syarat kemasukakalan praktis
sehubungan dengan kebaikan manusia yang – karena hidup
dalam komunitas satu dengan yang lain – berhadapan dengan
masalah-masalah keadilan dan hak, otoritas, hukum, dan
kewajiban;
• Perhatian utama filsafat hukum teori hukum kodrat adalah
untuk mengetahui prinsip-prinsip dan batasan-batasan dari
supremasi hukum dan untuk melacak cara-cara hukum yang
logis dalam segala kepositifan dan kemampuannya untuk
berubah, diturunkan dari prinsip-prinsip yang tidak berubah
– prinsip-prinsip yang memperoleh kekuatannya dari
kemasukakalan, bukan dari tindakan-tindakan atau keadaan-
keadaan.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Tujuan
Kewenangan
Penguasa
Bentuk Substansi
2
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum
Finnis membagi 4 bentuk ketidakadilan dalam hukum dari segi:
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d)
1. Dari segi tujuan
• Otoritas yang bersumber dari kebutuhan kebaikan bersama,
maka penggunaan otoritas akan menjadi cacat jika digunakan
bukan untuk kepentingan kebaikan bersama melainkan untuk
kepentingannya sendiri, kelompoknya, kelompok tertentu atau
dengan maksud jahat terhadap beberapa orang atau kelompok.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d)
2. Dari segi kewenangan penguasa
• Keberadaan otoritas diatur dalam aturan tertentu mengenai
pembagian kewenangan dan yurisdiksi di antara pejabat dan
penguasa;
• Jika penguasa menerbitkan kebijakan atau keputusan di luar
wewenangnya maka itu adalah tindakan ultra vires,
penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan bagi yang
mengalami kebijakan tersebut.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d)
3. Dari segi bentuk
• Pelaksanaan kewenangan hukum yang tidak selaras dengan
supremasi hukum (dalam hal ini untuk kebaikan bersama) yaitu
pelaksanaan kewenangan hukum yang keluar dari cara dan
bentuk yang telah disyaratkan.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d)
4. Dari segi substansi
• Secara substantif (tanpa melihat formalitas tujuan, bentuk,
pencipta) suatu ketidakadilan bisa tidak adil secara distributif
atau komutatif.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d)
4. Dari segi substansi (cont’d)
• Tidak adil secara distributif jika ada stok bersama yang
diberikan kepada kelas tertentu saja tetapi mengesampingkan
kelas warga lain.
• Tidak adil secara komutatif jika ada penyangkalan hak asasi
manusia mutlak terhadap satu, beberapa, semua orang, atau
terhadap hak asasi manusia lain yang sebetulnya dapat
dilaksanakan, selaras dengan syarat wajar ketertiban umum,
kesehatan umum, dan selaras dengan pelaksanaan hak asasi
manusia lain dan hak asasi manusia yang sama oleh orang lain.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
3
Akibat-Akibat Ketidakadilan pada Kewajiban
Empat kategori untuk menjawab pertanyaan bagaimana
ketidakadilan memengaruhi kewajiban dalam mematuhi hukum?
1. Tanggung jawab empiris melalui pemberian sanksi karena
tidak mematuhi hukum yang berlaku;
2. Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis;
3. Kewajiban hukum dalam arti moral; dan
4. Kewajiban moral yang berasal bukan dari legalitasnya tetapi
dari sumber lain.
Tanggung jawab empiris melalui pemberian sanksi karena
tidak mematuhi hukum yang berlaku
• Jika seseorang bertanya bagaimana ketidakadilan berdampak
pada kewajiban seseorang untuk mematuhi hukum, orang
tersebut tidak mungkin bertanya: “apakah saya mungkin atau
tidak mungkin digantung karena tidak patuh dalam hukum?”
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
a
Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis
• Ini terkesan kosong, untuk apa dipertanyakan bagaimana status
kewajiban hukum dalam arti legal;
• Namun, ia tegaskan bahwa sistem hukum tetap mengakomodasi
prinsip-prinsip kemasukakalan praktis yang kemudian bisa
membuat hukum sah tersebut menjadi tidak sah atau batal;
• Hanya ada sedikit peluang untuk mengajukan secara
“intrasistemis” melalui peradilan hukum, suatu pertanyaan
apakah kewajiban hukum yang tidak dapat disangsikan lagi,
sesungguhnya bukanlah kewajiban (secara hukum) karena
kewajibannya tersebut tidak adil;
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
b
Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis
(cont’d)
• Adalah tidak kondusif terhadap pemikiran wajar untuk
menodasi kepositifan hukum dengan menyangkal kewajiban
hukum dalam arti legal atas suatu aturan yang baru-baru ini
ditegaskan sebagai sah secara hukum dan bersifat wajib oleh
institusi tertinggi suatu ’sistem hukum’;
• tidak bermanfaat untuk terus mempertanyakan dari segi kategori
kedua ini setelah peradilan tertinggi menetapkan melalui
putusannya bahwa hukum yang dipersengketakan bukan hukum
yang tidak adil, atau jika pun tidak adil, hukum tersebut tetaplah
hukum, mengikat secara hukum dan dapat dilaksanakan secara
yudisial.
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Kewajiban hukum dalam arti moral
• Jika kewajiban hukum dianggap mensyaratkan kewajiban moral dan
sistem hukum adalah secara garis besar adil, apakah hukum tidak adil
tertentu membebani saya suatu kewajiban moral untuk mematuhinya?
• Orang berhak untuk mengabaikan hukum-hukum yang tidak adil
dengan segala cara;
• Hukum tidak adil adalah bukan hukum dan tidak mempunyai
kekuatan mengikat meski:
• Hukum tidak adil tersebut berasal dari sumber hukum yang sah;
• Akan dilaksanakan secara faktual oleh pengadilan atau penguasa;
• Disebut sebagai hukum seperti aturan hukum lainnya.
c
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Kewajiban Moral yang berasal bukan dari legalitasnya
• Pada kategori keempat ini Finnis menyatakan bahwa apabila
saya tidak patuh pada hukum karena kehilangan otoritas moral,
maka itu dapat memengaruhi kekuatan hukum atau sistem
hukum yang ada?
• Bukankah fakta yang muncul dari dampak ketidakpatuhan
tersebut menimbulkan kewajiban moral?
• Kepatuhan orang terhadap hukum yang tidak adil bukan karena
seseorang ingin menjadi warga negara yang taat pada hukum
tetapi karena ada keinginan untuk tidak mengganggu
efektivitas dari bagian hukum yang adil dalam suatu sistem
hukum.
d
Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
Menurut Finnis,
keempat kategori
tersebut belum bisa
menjawab berbagai
permasalahan lain
dalam komunitas,
yang mana jawaban-
jawaban dari
permasalahan
tersebut bisa
beraneka ragam
tetapi pasti berkaitan
dengan aspek sosial,
politis, dan budaya.
Hukum Tidak Adil
Menurut Thomas
Aquinas
Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas
• Aquinas juga mempunyai empat bentuk ketidakadilan, yaitu
dari segi tujuan, kewenangan, bentuk, dan substansi. Perbedaan
antara Aquinas dan Finnis berbeda pada segi substansinya
terhadap ketidakadilan dalam hukum.
Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d)
Ketika hukum
bertentangan dengan
kebaikan manusia
(human good)
Ketika hukum
berlawanan dengan
kebaikan ilahi
(divine good)
Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum disebut tidak adil
dalam dua cara, yaitu:
Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d)
Hukum yang Melanggar Kebaikan Manusia
• hukum ditetapkan tidak untuk kebaikan bersama melainkan
untuk kepentingan pribadi pembuat hukum tersebut  tidak
mengikat suara hati
• hukum-hukum yang dibuat atau ditetapkan dengan melanggar
kewenangan pembuat hukum itu sendiri (ultra vires)  tidak
mengikat suara hati
• hukum yang menetapkan beban-beban yang tidak setara bagi
setiap orang, meski dengan pandangan untuk kebaikan bersama
 tidak mengikat suara hati
• hukum yang melanggar hak-hak kodrati manusia, maka hukum
tersebut tidak adil  tidak mempunyai kekuatan mengikat
Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d)
Hukum Melanggar Kebaikan Ilahi
• Hukum tiran yang mendorong pemujaan berhala dan apapun
yang bertentangan dengan kebaikan ilahi, seperti penyangkalan
10 Perintah Allah  tidak boleh dipatuhi tanpa pengecualian
Terima Kasih
Menara Palma 10th Floor Suite 10-03
JL. H.R. Rasuna Said Blok X-2 Kav.6
Jakarta Selatan 12950, Indonesia
Ph: +62 21 5795 7550
F: +62 215795 7551

More Related Content

What's hot

Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negaranurul khaiva
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 
hubungan hukum pidana dengan ilmu lain
hubungan hukum pidana dengan ilmu lainhubungan hukum pidana dengan ilmu lain
hubungan hukum pidana dengan ilmu lainRatri nia
 
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggrisPerbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggrisYaqub Wiranata
 
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukum
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukumPresentation konsultasi dan penyuluhan hukum
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukumNatalia Hera Setiyawati
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanayudikrismen1
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaRizqi Maulana
 
Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber   sumber hukumPengantar ilmu hukum sumber   sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukumSeptiani Dwi Rahayu
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanayudikrismen1
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana hanggardatu
 

What's hot (20)

Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
 
1 kriminologi copy
1 kriminologi   copy1 kriminologi   copy
1 kriminologi copy
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
hubungan hukum pidana dengan ilmu lain
hubungan hukum pidana dengan ilmu lainhubungan hukum pidana dengan ilmu lain
hubungan hukum pidana dengan ilmu lain
 
Ppt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrakPpt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrak
 
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggrisPerbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris
Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris
 
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukum
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukumPresentation konsultasi dan penyuluhan hukum
Presentation konsultasi dan penyuluhan hukum
 
Hukum Perdata
Hukum Perdata Hukum Perdata
Hukum Perdata
 
Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesia
 
Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber   sumber hukumPengantar ilmu hukum sumber   sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukum
 
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANAPROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
 
Analisis kasus hukum
Analisis kasus hukumAnalisis kasus hukum
Analisis kasus hukum
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Asas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum PidanaAsas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum Pidana
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidana
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
 

Similar to Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil

Similar to Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil (20)

Kesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukumKesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukum
 
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
 
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptxPengantar Hukum Indonesia.pptx
Pengantar Hukum Indonesia.pptx
 
Teori teori hukum konstitusi
Teori teori hukum konstitusiTeori teori hukum konstitusi
Teori teori hukum konstitusi
 
SISTEM HUMUN INDONESIA
SISTEM HUMUN INDONESIASISTEM HUMUN INDONESIA
SISTEM HUMUN INDONESIA
 
Keadilan bangsa indonesia
Keadilan bangsa indonesiaKeadilan bangsa indonesia
Keadilan bangsa indonesia
 
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdfMORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
MORALITAS_ETIKA_DAN_HUKUM_S2_GUSAGIS.pdf
 
SISTEM HUKUM KELAS X 2013
SISTEM HUKUM KELAS X 2013SISTEM HUKUM KELAS X 2013
SISTEM HUKUM KELAS X 2013
 
Nur Sania Dasopang
Nur Sania DasopangNur Sania Dasopang
Nur Sania Dasopang
 
XIV. Pelaksanaan dan Penegakan Hukum.pptx
XIV. Pelaksanaan dan Penegakan Hukum.pptxXIV. Pelaksanaan dan Penegakan Hukum.pptx
XIV. Pelaksanaan dan Penegakan Hukum.pptx
 
08 sumber hukum
08 sumber hukum08 sumber hukum
08 sumber hukum
 
Hukum non doktrinal
Hukum non doktrinalHukum non doktrinal
Hukum non doktrinal
 
Tugas merangkum ilmu hukum
Tugas merangkum ilmu hukumTugas merangkum ilmu hukum
Tugas merangkum ilmu hukum
 
07 asas asas hukum
07 asas asas hukum07 asas asas hukum
07 asas asas hukum
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukum
 
Legislations sahril
Legislations sahrilLegislations sahril
Legislations sahril
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
IV. Tujuan, Ciri dan Sifat Hukum.pptx
IV. Tujuan, Ciri dan Sifat Hukum.pptxIV. Tujuan, Ciri dan Sifat Hukum.pptx
IV. Tujuan, Ciri dan Sifat Hukum.pptx
 
Filsafat hukum
Filsafat hukumFilsafat hukum
Filsafat hukum
 

More from Leks&Co

Hukum Properti pasca UU Cipta Kerja
Hukum Properti pasca UU Cipta KerjaHukum Properti pasca UU Cipta Kerja
Hukum Properti pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
 
Hukum Rusun dan Hukum Perumahan
Hukum Rusun dan Hukum PerumahanHukum Rusun dan Hukum Perumahan
Hukum Rusun dan Hukum PerumahanLeks&Co
 
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaHukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
 
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaHukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
 
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh Kasus
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusPenyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh Kasus
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusLeks&Co
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
 
Legal Drafting
Legal DraftingLegal Drafting
Legal DraftingLeks&Co
 
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Leks&Co
 
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahSistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
 
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by Foreigner
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerUpdated and revised edition: The Ownership of House and Resident by Foreigner
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerLeks&Co
 
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Leks&Co
 
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunPerhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
 
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSS
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSPerizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSS
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSLeks&Co
 
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTI
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTISYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTI
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTILeks&Co
 
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunPerhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiLeks&Co
 
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Leks&Co
 
Mall lease agreement
Mall lease agreementMall lease agreement
Mall lease agreementLeks&Co
 
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan TerbatasPenyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan TerbatasLeks&Co
 
Presentation for Quo Vadis RUU Pertanahan
Presentation for Quo Vadis RUU PertanahanPresentation for Quo Vadis RUU Pertanahan
Presentation for Quo Vadis RUU PertanahanLeks&Co
 

More from Leks&Co (20)

Hukum Properti pasca UU Cipta Kerja
Hukum Properti pasca UU Cipta KerjaHukum Properti pasca UU Cipta Kerja
Hukum Properti pasca UU Cipta Kerja
 
Hukum Rusun dan Hukum Perumahan
Hukum Rusun dan Hukum PerumahanHukum Rusun dan Hukum Perumahan
Hukum Rusun dan Hukum Perumahan
 
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaHukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
 
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaHukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
 
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh Kasus
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusPenyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh Kasus
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh Kasus
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
 
Legal Drafting
Legal DraftingLegal Drafting
Legal Drafting
 
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
 
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahSistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah
 
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by Foreigner
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerUpdated and revised edition: The Ownership of House and Resident by Foreigner
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by Foreigner
 
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)
 
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunPerhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
 
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSS
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSPerizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSS
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSS
 
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTI
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTISYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTI
SYARAT DAN KETENTUAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PROPERTI
 
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunPerhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun
 
Pengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker propertiPengetahuan hukum bagi broker properti
Pengetahuan hukum bagi broker properti
 
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
 
Mall lease agreement
Mall lease agreementMall lease agreement
Mall lease agreement
 
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan TerbatasPenyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas
 
Presentation for Quo Vadis RUU Pertanahan
Presentation for Quo Vadis RUU PertanahanPresentation for Quo Vadis RUU Pertanahan
Presentation for Quo Vadis RUU Pertanahan
 

Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil

  • 1. Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil
  • 3. Biografi Singkat John Finnis • John Finnis adalah seorang pemikir hukum kodrat kontemporer; • Cukup banyak mengacu dan dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Aquinas; • Ia membedakan kewajiban hukum dari sudut pandang moral dan dari sudut pandang legal;
  • 4. Biografi Singkat John Finnis (cont’d) • Finnis menyelesaikan gelar sarjana- nya di Universitas Adelaide dan kemudian melanjutkan Pendidikan pada tahun 1960 di Oxford dengan beasiswa Australian Rhodes; • Dalam membuat disertasi hukumnya yang mengangkat tema “kekuasaan yudisial”, Finnis berada di bawah pengawasan HLA Hart yang merupakan seorang profesor yurisprudensi pada Universitas Oxford dan seorang filosof hukum terkenal pada zamannya;
  • 5. Biografi Singkat John Finnis (cont’d) • Banyak pemikiran hukum dan politik yang dicapai oleh Finnis merupakan tanggapan kritis dari pemikiran Hart; • Hart juga yang merekomendasikan Finnis untuk menulis Natural Law and Natural Rights; • Finnis berpandangan bahwa terhadap hukum yang tidak adil, yang gugur hanya “kewajiban hukum dalam arti moral”, sedangkan, “kewajiban hukum dalam arti legal” tetap hidup dan mengikat.
  • 7. Filsafat Hukum John Finnis • Finnis mengatakan, ada beberapa nilai kehidupan manusia, yaitu hidup; pengetahuan; rekreasi; pengalaman estetis; sosial (persahabatan); kemasukakalan praktis (practical reasonableness); dan agama.
  • 8. Kemasukakalan Praktis • Kemasukakalan praktis adalah suatu nilai dasar yang melibatkan kegiatan intelektual dalam pemilihan pengambilan tindakan seseorang ketika menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan gaya hidup dan juga pembentukan karakter orang tersebut.
  • 9. Kemasukakalan Praktis (cont’d) Syarat-syarat dasar kemasukakalan praktis: 1. Rencana hidup yang koheren; 2. Tidak mengurangi nilai dasar lain secara sewenang-wenang; 3. Netral terhadap orang lain yang juga berpartisipasi dalam nilai baik manusia; 4. Pelepasan; 5. Komitmen; 6. (Keterbatasan) Relevansi terhadap konsekuensi; efisiensi yang wajar; 7. Penghargaan terhadap nilai dasar lain dalam setiap tindakan; 8. Apresiasi dan pembinaan kebaikan bersama pada komunitas; dan 9. Mengikuti suara hati.
  • 10. Komunitas • Manusia tidak hanya hidup sendirian tetapi bersama orang lain dalam suatu komunitas; • Komunitas lengkap adalah komunitas yang menuju kepada suatu kebaikan bersama.
  • 11. Kebaikan Bersama Kebaikan bersama adalah kumpulan faktor yang membantu setiap individu untuk mencapai proyek-proyeknya dan tujuan- tujuannya dengan memperhatikan juga pencapaian dan keberhasilan orang lain untuk mencapai proyek dan tujuan- tujuan mereka.
  • 12. Keadilan • Keadilan penting karena merupakan salah satu syarat dari kemasukakalan praktis yaitu untuk mengapresiasi dan membina kebaikan bersama; • Keadilan adalah implikasi konkret dari keperluan untuk mengapresiasi dan membina kebaikan bersama, dimana kebaikan bersama adalah tujuan dari keadilan
  • 13. Hak • Bagi Finnis, hak merujuk pada hak kodrati, hak asasi manusia, atau hak moral; • HAM dan hak kodrati bersifat sinonim; • HAM berkaitan erat dengan kebaikan bersama karena nilai- nilai dasar yang diatur dalam HAM adalah garis besar dari kebaikan bersama itu sendiri, yaitu berbagai aspek kesejahteraan individu di dalam suatu komunitas di mana otoritas harus menjaga dan membina nilai-nilai dasar tersebut karena nilai-nilai dasar tersebut adalah kebaikan bersama suatu komunitas.
  • 14. Otoritas • Komunitas membutuhkan otoritas; • Sesuatu dianggap bersifat otoritatif jika seseorang menganggap hal tersebut cukup memberinya alasan untuk diyakini atau dijalankan sebagaimana ditetapkan meski ia tidak bisa melihat alasan baik lain untuk mempercayainya atau melakukannya; • Otoritas diperlukan karena begitu banyak pilihan atau cara untuk mencapai tujuan manusia; • Dibutuhkan kesatuan atau otoritas untuk mengarahkan berbagai pilihan atau tujuan yang ada.
  • 15. Hukum • Hukum adalah suatu aturan yang dibuat berdasarkan aturan pembuatannya oleh otoritas yang diberikan kewenangan untuk itu untuk kepentingan komunitas yang lengkap didukung dengan sanksi berdasarkan penetapan aturan pembuatannya oleh institusi- institusi; • Kumpulan aturan dan institusi ini diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan koordinasi pada suatu komunitas untuk kebaikan bersama komunitas itu, sesuai dengan cara dan bentuk yang telah diadaptasi dengan kebaikan bersama; • Pelaksanaan kewenangan penguasa (otoritas) akan bergantung pada keadilan atau setidaknya sejauh mana hukum mempertahankan keadilan; • Hukum adalah tatanan memaksa dan menciptakan dirinya sendiri.
  • 17. Kewajiban Hukum dan Hukum Tidak Adil Dampak terhadap kewajiban hukum jika berhadapan dengan hukum tidak adil Kewajiban hukum menurut Finnis
  • 19. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis Kewajiban Hukum dalam arti Legal Kewajiban Hukum dalam arti Moral
  • 20. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Kewajiban Hukum Dalam Arti Legal • Kewajiban hukum dalam arti legal adalah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang timbul dari hukum atau norma hukum yang ada tanpa menggunakan kemasukakalan praktis untuk menilai benar salahnya, baik buruknya, suatu hukum atau norma hukum. • Kewajiban hukum dalam arti legal bersifat tetap, tidak berubah.
  • 21. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Kewajiban Hukum Dalam Arti Moral • Kewajiban hukum dalam arti moral adalah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan hukum atau norma hukum yang ada dengan menggunakan kemasukakalan praktis untuk menilai benar salahnya, baik buruknya suatu hukum atau norma hukum. • Singkatnya: kewajiban untuk mematuhi hukum; • Kewajiban hukum dalam arti moral bersifat variatif, dapat berubah sesuai kandungan ketidakadilan pada hukum atau norma hukum.
  • 22. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Relevansi Kewajiban dan Kemasukakalan Praktis • Semua ide dan frase terkait kewajiban berhubungan dengan apa yang dituntut oleh suara hati, yaitu tuntutan terhadap komitmen, keputusan, dan tindakan seseorang. • Semua ungkapan dan ide mengenai ”kewajiban” berkaitan dengan bentuk keperluan rasional, sebagai turunan dari syarat- syarat kemasukakalan praktis. 1
  • 23. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Kewajiban yang Timbul dari Suatu Janji Finnis mengatakan bahwa ada tiga tingkat janji, yaitu yang berasal dari: 2 Praktik Interaksi Manusia Pemenuhan kewajiban untuk menghindari sanksi sosial Janji yang dilakukan demi kebaikan bersama dalam suatu komunitas
  • 24. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Kekuatan-Mewajibkan Variatif dan Tetap • Suatu janji dipahami oleh para pihak yang membuatnya sebagai variatif dari janji satu terhadap janji yang lain, dilihat dari level bahasa, sikap formal, dan praktik kekuatan suatu janji; • Kewajiban dari transaksi yang diatur oleh hukum dipahami oleh para praktisi hukum mempunyai kekuatan yang sama dalam segala keadaan; • Menurut Finnis tidak ada level dalam kewajiban hukum sebagaimana tidak ada level dalam validasi hukum. 3
  • 25. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Finnis mengatakan: “Konstannya kekuatan formal ini dalam setiap kewajiban hukum memiliki mitra metodologinya suatu proposisi hukum (diakui berdasarkan pemikiran moral ‘yang bersifat legal’) bahwa tidak ada tugas hukum yang tumpang tindih dan konflik; karena tumpang tindih tersebut akan mewajibkan advokat untuk menimbang satu kewajiban terhadap yang lain dan untuk menetapkan kewajiban yang lebih berat yang akan lebih mengikat.”
  • 26. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Finnis mengatakan: • Konstannya (invariant) suatu hukum itu berakar pada kekuatan terhadap panduan-tindakan pada ketentuan yang mengandung suatu kewajiban; • Namun, hukum tetap mengenal aspek-aspek yang bersifat ekstra (di luar) dari hukum itu sendiri, yang bersinggungan dengan kebaikan bersama; • Meski begitu, hukum tidak mengizinkan aspek ekstra mengatur begitu saja tanpa batasan apa yang telah diatur dalam sistem hukum kecuali melalui institusi-insitusi hukum yang telah diatur secara jelas oleh hukum itu sendiri; • Sistem hukum mendukung dan memberi pengaruh praktis bahwa kewajiban hukum itu mempunyai kekuatan hukum yang tidak berubah (invariant).
  • 27. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Wajib secara Hukum: Arti Hukum dan Moral Pada bagian ini terdapat 2 masalah utama, yaitu: 1. Bagaimana suatu hukum yang menetapkan-kewajiban menyediakan alasan untuk bertindak (reason for action) yang keberadaannya tidak terpisah dari hukum dan bahkan sesungguhnya disediakan oleh “hukum” atau sistem hukum itu sendiri; dan 2. Mengapa dari sisi pemikiran hukum, kewajiban terhadap hukum tersebut mempunyai sifat kualitas yang hitam-putih? 4
  • 28. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Formula Finnis dalam menjawab 2 masalah utama sebelumnya: “Jika p, q, r maka XOø.” p, q, r : keadaan yang menimbulkan kewajiban hukum. X : subjek. O : modal yang diartikan sebagai tindakan yang dilakukan adalah ”wajib” bukan suatu pilihan atau diskresi. ø : tindakan yang diwajibkan.
  • 29. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) Tiga langkah yang dibuat Finnis untuk menjawab kedua masalah utama: Langkah A Kita perlu, demi kebaikan bersama, tunduk pada hukum. Langkah B Ketika ø ditetapkan sebagai wajib, satu- satunya cara untuk tunduk pada hukum adalah dengan bertindak ø. Langkah C Karena itu (adalah wajib bagi kita), untuk melakukan ø ketika ø ditetapkan sebagai suatu kewajiban.
  • 30. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) • Langkah A bisa variatif dan tidak variatif. Bersifat variatif ketika ada unsur-unsur lain yang memengaruhinya tanpa batasan; • Kapan bersifat tidak variatif? Dari Langkah B, diambil bersama-sama dengan penafsiran Langkah A sebagai proposisi yang tidak disangkal, diasingkan dari pemikiran hukum dari arus umum penalaran praktis; • Jika orang ingin dikenal sebagai orang yang taat hukum, orang itu wajib melakukan tindakan-tindakan yang bersifat wajib kapan pun dan dalam semua hal;
  • 31. Kewajiban Hukum Menurut John Finnis (cont’d) • Hukum melarang tanggapan apa pun kepada Langkah B dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang dapat memberi Langkah A kekuatan variatif, kecuali melalui proses, mekanisme, dan insitusi-institusi yang telah diatur oleh hukum yang ada; • Langkah A yang dianggap sebagai dalil tidak terbantahkan sehingga bersifat tidak variatif ini, bisa juga direlokasi ke aliran umum penalaran praktis yang menjadikannya sebagai premis yang berkekuatan moral.
  • 33. Kewajiban Hukum Menurut Aquinas (cont’d) • Kewajiban hukum adalah kewajiban yang timbul atas dasar hukum atau norma hukum; • Kewajiban moral adalah kewajiban yang timbul atas dasar moral; • Aquinas tidak melihat kewajiban hukum mempunyai dua sisi, seperti pemikiran Finnis; • Pemikiran Finnis lebih canggih dibandingkan pemikiran Aquinas; • Aquinas tidak membahas ”kewajiban” secara khusus. Aquinas lebih membahas mengenai hukum manusia dan keterikatan suara hati manusia terhadap hukum yang melanggar kebaikan manusia
  • 35. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis • Pada buku NLNR, Finnis mengatakan bahwa studinya “menghasilkan pengertian sangat berbeda” dengan apa yang disebut sebagai hukum kodrat; • Menurut Finnis, maksim “hukum tidak adil adalah bukan hukum” tidak lebih dari teori yang subordinat dan tidak ditegaskan oleh teori hukum kodrat.
  • 36. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis • Perhatian utama teori hukum kodrat adalah untuk mengekplorasi syarat-syarat kemasukakalan praktis sehubungan dengan kebaikan manusia yang – karena hidup dalam komunitas satu dengan yang lain – berhadapan dengan masalah-masalah keadilan dan hak, otoritas, hukum, dan kewajiban; • Perhatian utama filsafat hukum teori hukum kodrat adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip dan batasan-batasan dari supremasi hukum dan untuk melacak cara-cara hukum yang logis dalam segala kepositifan dan kemampuannya untuk berubah, diturunkan dari prinsip-prinsip yang tidak berubah – prinsip-prinsip yang memperoleh kekuatannya dari kemasukakalan, bukan dari tindakan-tindakan atau keadaan- keadaan.
  • 37. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Tujuan Kewenangan Penguasa Bentuk Substansi 2 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum Finnis membagi 4 bentuk ketidakadilan dalam hukum dari segi:
  • 38. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d) 1. Dari segi tujuan • Otoritas yang bersumber dari kebutuhan kebaikan bersama, maka penggunaan otoritas akan menjadi cacat jika digunakan bukan untuk kepentingan kebaikan bersama melainkan untuk kepentingannya sendiri, kelompoknya, kelompok tertentu atau dengan maksud jahat terhadap beberapa orang atau kelompok.
  • 39. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d) 2. Dari segi kewenangan penguasa • Keberadaan otoritas diatur dalam aturan tertentu mengenai pembagian kewenangan dan yurisdiksi di antara pejabat dan penguasa; • Jika penguasa menerbitkan kebijakan atau keputusan di luar wewenangnya maka itu adalah tindakan ultra vires, penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan bagi yang mengalami kebijakan tersebut.
  • 40. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d) 3. Dari segi bentuk • Pelaksanaan kewenangan hukum yang tidak selaras dengan supremasi hukum (dalam hal ini untuk kebaikan bersama) yaitu pelaksanaan kewenangan hukum yang keluar dari cara dan bentuk yang telah disyaratkan.
  • 41. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d) 4. Dari segi substansi • Secara substantif (tanpa melihat formalitas tujuan, bentuk, pencipta) suatu ketidakadilan bisa tidak adil secara distributif atau komutatif.
  • 42. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Bentuk-Bentuk Ketidakadilan dalam Hukum (cont’d) 4. Dari segi substansi (cont’d) • Tidak adil secara distributif jika ada stok bersama yang diberikan kepada kelas tertentu saja tetapi mengesampingkan kelas warga lain. • Tidak adil secara komutatif jika ada penyangkalan hak asasi manusia mutlak terhadap satu, beberapa, semua orang, atau terhadap hak asasi manusia lain yang sebetulnya dapat dilaksanakan, selaras dengan syarat wajar ketertiban umum, kesehatan umum, dan selaras dengan pelaksanaan hak asasi manusia lain dan hak asasi manusia yang sama oleh orang lain.
  • 43. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) 3 Akibat-Akibat Ketidakadilan pada Kewajiban Empat kategori untuk menjawab pertanyaan bagaimana ketidakadilan memengaruhi kewajiban dalam mematuhi hukum? 1. Tanggung jawab empiris melalui pemberian sanksi karena tidak mematuhi hukum yang berlaku; 2. Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis; 3. Kewajiban hukum dalam arti moral; dan 4. Kewajiban moral yang berasal bukan dari legalitasnya tetapi dari sumber lain.
  • 44. Tanggung jawab empiris melalui pemberian sanksi karena tidak mematuhi hukum yang berlaku • Jika seseorang bertanya bagaimana ketidakadilan berdampak pada kewajiban seseorang untuk mematuhi hukum, orang tersebut tidak mungkin bertanya: “apakah saya mungkin atau tidak mungkin digantung karena tidak patuh dalam hukum?” Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) a
  • 45. Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis • Ini terkesan kosong, untuk apa dipertanyakan bagaimana status kewajiban hukum dalam arti legal; • Namun, ia tegaskan bahwa sistem hukum tetap mengakomodasi prinsip-prinsip kemasukakalan praktis yang kemudian bisa membuat hukum sah tersebut menjadi tidak sah atau batal; • Hanya ada sedikit peluang untuk mengajukan secara “intrasistemis” melalui peradilan hukum, suatu pertanyaan apakah kewajiban hukum yang tidak dapat disangsikan lagi, sesungguhnya bukanlah kewajiban (secara hukum) karena kewajibannya tersebut tidak adil; Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) b
  • 46. Kewajiban hukum dalam arti legal yang disebut intrasistemis (cont’d) • Adalah tidak kondusif terhadap pemikiran wajar untuk menodasi kepositifan hukum dengan menyangkal kewajiban hukum dalam arti legal atas suatu aturan yang baru-baru ini ditegaskan sebagai sah secara hukum dan bersifat wajib oleh institusi tertinggi suatu ’sistem hukum’; • tidak bermanfaat untuk terus mempertanyakan dari segi kategori kedua ini setelah peradilan tertinggi menetapkan melalui putusannya bahwa hukum yang dipersengketakan bukan hukum yang tidak adil, atau jika pun tidak adil, hukum tersebut tetaplah hukum, mengikat secara hukum dan dapat dilaksanakan secara yudisial. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d)
  • 47. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Kewajiban hukum dalam arti moral • Jika kewajiban hukum dianggap mensyaratkan kewajiban moral dan sistem hukum adalah secara garis besar adil, apakah hukum tidak adil tertentu membebani saya suatu kewajiban moral untuk mematuhinya? • Orang berhak untuk mengabaikan hukum-hukum yang tidak adil dengan segala cara; • Hukum tidak adil adalah bukan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat meski: • Hukum tidak adil tersebut berasal dari sumber hukum yang sah; • Akan dilaksanakan secara faktual oleh pengadilan atau penguasa; • Disebut sebagai hukum seperti aturan hukum lainnya. c
  • 48. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Kewajiban Moral yang berasal bukan dari legalitasnya • Pada kategori keempat ini Finnis menyatakan bahwa apabila saya tidak patuh pada hukum karena kehilangan otoritas moral, maka itu dapat memengaruhi kekuatan hukum atau sistem hukum yang ada? • Bukankah fakta yang muncul dari dampak ketidakpatuhan tersebut menimbulkan kewajiban moral? • Kepatuhan orang terhadap hukum yang tidak adil bukan karena seseorang ingin menjadi warga negara yang taat pada hukum tetapi karena ada keinginan untuk tidak mengganggu efektivitas dari bagian hukum yang adil dalam suatu sistem hukum. d
  • 49. Hukum Tidak Adil Menurut Finnis (cont’d) Menurut Finnis, keempat kategori tersebut belum bisa menjawab berbagai permasalahan lain dalam komunitas, yang mana jawaban- jawaban dari permasalahan tersebut bisa beraneka ragam tetapi pasti berkaitan dengan aspek sosial, politis, dan budaya.
  • 50. Hukum Tidak Adil Menurut Thomas Aquinas
  • 51. Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas • Aquinas juga mempunyai empat bentuk ketidakadilan, yaitu dari segi tujuan, kewenangan, bentuk, dan substansi. Perbedaan antara Aquinas dan Finnis berbeda pada segi substansinya terhadap ketidakadilan dalam hukum.
  • 52. Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d) Ketika hukum bertentangan dengan kebaikan manusia (human good) Ketika hukum berlawanan dengan kebaikan ilahi (divine good) Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum disebut tidak adil dalam dua cara, yaitu:
  • 53. Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d) Hukum yang Melanggar Kebaikan Manusia • hukum ditetapkan tidak untuk kebaikan bersama melainkan untuk kepentingan pribadi pembuat hukum tersebut  tidak mengikat suara hati • hukum-hukum yang dibuat atau ditetapkan dengan melanggar kewenangan pembuat hukum itu sendiri (ultra vires)  tidak mengikat suara hati • hukum yang menetapkan beban-beban yang tidak setara bagi setiap orang, meski dengan pandangan untuk kebaikan bersama  tidak mengikat suara hati • hukum yang melanggar hak-hak kodrati manusia, maka hukum tersebut tidak adil  tidak mempunyai kekuatan mengikat
  • 54. Hukum Tidak Adil Menurut Aquinas (cont’d) Hukum Melanggar Kebaikan Ilahi • Hukum tiran yang mendorong pemujaan berhala dan apapun yang bertentangan dengan kebaikan ilahi, seperti penyangkalan 10 Perintah Allah  tidak boleh dipatuhi tanpa pengecualian
  • 55. Terima Kasih Menara Palma 10th Floor Suite 10-03 JL. H.R. Rasuna Said Blok X-2 Kav.6 Jakarta Selatan 12950, Indonesia Ph: +62 21 5795 7550 F: +62 215795 7551