SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
1
ASPEK PERPAJAKAN PADA KAWASAN PRIMARY MARKET DENGAN
PERUNTUKAN PERNIAGAAN DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH
UNTUK PEMBANGUNAN BAGI KEPENTINGAN UMUM
Disusun oleh : Wirasti Amrih Jayanti (00000022703)
A. Latar Belakang
Keterbatasan tanah dan banyaknya pembangunan menyebabkan pergesekan.
Manakala disatu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya,
sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah
sebagai tempat permukiman dan tempat mata pencariannya. Salah satu kebutuhan Negara
terkait dengan ketersediaan tanah salah satunya untuk kebutuhan pembangunan
infrastruktur yang mutlak diperlukan mengingat peran dan kontribusinya terhadap
pertumbuhan suatu negara baik dalam sektor ekonomi, pendidikan, pertanian, sosial,
budaya, keamanan, dan sektor-sektor lainnya serta penyediaan kebutuhan dasar bagi
kehidupan masyarakat. Peran aktif pemerintah bersama dengan swasta dan masyarakat
amat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia. Salah satu
peran pemerintah dalam memfasilitasi pertumbuhan infrastruktur adalah dengan
mengalokasikan anggaran belanja untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur,
termasuk infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat bertekad terus melakukan pengembangan infrastruktur jalan untuk mendorong
terciptanya pengembangan wilayah dan peningkatan ekonomi, salah satunya adalah
melalui pembangunan jalan tol.1 Untuk keperluan pembangunan infrastruktur tersebut,
maka yang menjadi kebutuhan utama Negara adalah ketersediaan lahan yang cukup
untuk kegiataan pembangunan infrastruktur tersebut, dan untuk memenuhi kebutuhan
lahan tersebut maka hukum yang menjadi dasar perolehan tanah oleh Negara secara
anatomis dapat dikelompokkan menjadi 3 (Tiga) pilar utama, pertama; dengan cara biasa
yakni melalui jual-beli, tukar menukar, atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah
pihak atau voluntary exchange (privatrecht), kedua ; dengan cara pengadaan tanah
1 PUSDATIN-Kementerian PUPR, Infrastruktur Binamarga,IV.11
2
(gemeens chapelijkrecht), ketiga; dengan cara luar biasa atau dengan cara paksa yaitu
dengan menggunakan lembaga pencabutan hak atas tanah (publiekrecht).2
Proses perolehan tanah untuk kepentingan umum oleh negara sering kali
menimbulkan persoalan. Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak
atas tanah selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang yaitu
kepentingan “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang
terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama
memperhatikan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut.
Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalah-masalah seperti yang selalu
diberitakan oleh media massa, di mana pihak penguasa/kerajaan dengan
“keterpaksaannya” melakukan tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak asasi
manusia dan sebagainya, sedangkan rakyat mau tidak mau melakukan apa saja untuk
menempatkan apa yang diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.3
Mengingat adanya kebutuhan Negara untuk pembangunan kepentingan umum,
dan sebagai manifestasi adanya fungsi sosial dari setiap hak atas tanah itu sendiri, maka
setiap orang yang menguasai tanah dan/atau pemilik hak atas tanah tidak terkecuali
perusahaan pengembang yang lokasinya telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum, wajib melepaskan hak atas tanahnya tersebut kepada instansi
yang memerlukan tanah tersebut.
Persoalan kemudian menjadi lebih kompleks ketika lokasi yang kemudian
ditetapkan oleh Gubernur sebagai lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan umum berdasarkan Surat Permohonan Penetapan lokasi (SP2L) yang
diajukan oleh Intansi yang memerlukan tanah adalah merupakan kawasan yang dimiliki
oleh perusahaan pengembang yang telah memperoleh ijin untuk melakukan kegiatan
usaha sebagai perusahaan properti dan telah melakukan pembangunan unit-unit property
dan telah dijual kepada para konsumennya.
2Gunanegara, Rakyat dan Negara, Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,Cetakan Pertama, Tata Nusa,
Jakarta hal 15.
3JURNAL HUKUM NO. EDISI KHUSUS VOL. 18 OKTOBER 2011: 187 - 206
3
Persoalan tersebutlah yang saat ini terjadi dalam kasus pengadaan tanah untuk
ruas tol Serpong-Cinere, dimana pada tanggal 12 Juli 2007 Bupati Tangerang juga telah
menerbitkan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) Ruas Jalan Tol
Serpong-Cinere dan Kunciran-Serpong melalui surat nomor 591/029/PL.DTRP/2007
yang kemudian diperbaharui melalui Surat Keputusan Nomor 596/Kep.272-Huk/2015
tentang Pembaharuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Ruas
Jalan Tol Cinere-Serpong yang dikeluarkan tanggal 01 Juni 2015, dimana berdasarkan
peta bidang tanah yang kemudian diumumkan diketahui bahwa trase ruas tol serpong
cinere akan melalui sebagian Kawasan Niaga City Point-Pondok Cabe yang
dikembangkan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, dimana dari total
areal ± 5 Ha yang telah terbangun 2 Ha, 1,5 Ha merupakan future development untuk
hunian vertical, dan sisanya merupakan sarana dan prasarana umum di dalam kawasan
tersebut.
Dalam kasus ini seluruh perijinan proyek Kawasan Niaga City Point-Pondok
Cabe, mulai dari ijin lokasi, ijin pemanfaatan ruang, aspek tata guna tanah, pengesahan
rencana tapak dan Ijin Mendirikan Bangunan telah dimiliki oleh PT. Cakrawala Inti
Sejatera dari dan oleh karenanya selaku pengembang PT. Cakrawala Inti Sejahtera telah
melakukan pembangunan dan pemasaran unit-unit tersebut kepada para konsumen,
dimana pada saat pembaharuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk ruas tol cinere
serpong dilakukan pada tahun 2015, unit-unit kios dan ruko yang berada di dalam
Kawasan City Point Pondok Cabe telah 90% terjual kepada para konsumennya.4
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum “Setelah
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat 1, Pihak Yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada
instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan”. Selanjutnya dalam
ketentuan Pasal 17 ayat 2 PP No. 71 Tahun 2012 diatur lebih rinci mengenai siapa saja
4Wawancara dengan Andry Prasetyo selaku Marketing Manager PT. Cakrawala Inti Sejahtera pada tanggal 1
November 2016
4
Pihak yang berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas proses pengadaan
tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, yaitu meliputi:
a. pemegang hak atas tanah;
b. pemegang pengelolaan;
c. nadzir untuk tanah wakaf;
d. pemilik tanah bekas milik adat;
e. masyarakat hukum adat;
f. pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
g. pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h. pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah
Artinya terhadap unit-unit property yang telah dibeli oleh konsumen dari Pihak
Pengembang namun belum dilakukan peralihan haknya melalui akta jual namun
kemudian lokasi tersebut telah ditetapkan sebagai lokasi untuk pengadaan tanah bagi
kepentingan umum sehingga berdasarkan ketentuan pasal 27 UU No. 2 Tahun 2012,
pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan kepada intansi yang memerlukan tanah,
maka dikarenakan belum adanya peralihan ha katas tanah dan bangunan dari pihak
pengembang kepada konsumen yang telah melunasi harga unit property tersebut, maka
secara dejure pemegang hak atas tanah atas unit property tersebut masih Pihak
Pengembang.
Dalam kasus pengadaan tanah untuk ruas tol serpong-cinere yang melalui
Kawasan City Point-Pondok Cabe yang saat ini proses peralihan hak dari PT. Carkawala
Inti Sejahtera kepada para konsumennya terhitung sejak Desember 2015 sudah tidak
dapat dilakukan tidak luput dari aspek perpajakan dari dan oleh karenanya PT. Cakrawala
Inti Sejahtera selaku pihak pengembang, konsumen, maupun instansi yang memerlukan
tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dalam hal ini Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat harus mengetahui dengan seksama aspek perpajakan dari
5
mulai proses penjualan unit property yang dilakukan oleh Pihak Pengembang kepada
konsumen sampai dengan proses pelepasan hak atas tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum terkait dengan adanya ketentuan bahwa peralihan hak atas tanah dan bangunan
tidak dapat dilakukan oleh Pihak Pengembang kepada konsumen yang telah melunasi
harga unit.
Aspek perpajakan menjadi sangat penting untuk dapat diketahui oleh para pihak
karena pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana aspek perpajakan terkait dengan unit-unit property yang telah dilunasi oleh
Pihak Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, namun proses
akta jual beli dan balik namanya tidak dapat dilakukan dikarenakan unit tersebut
termasuk kedalam lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum?
C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang:
1. aspek perpajakan terkait dengan unit-unit property yang telah dilunasi oleh Pihak
Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, namun proses akta
jual beli dan balik namanya tidak dapat dilakukan dikarenakan unit tersebut termasuk
kedalam lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum.
6
D. Aspek Hukum Perpajakan dan Pengadaan Tanah
1) Aspek Hukum Perpajakan
Dalam Proses penjualan property yang dilakukan oleh Pihak Pengembang, maka akan
terdapat beberapa aspek pajak yang terkait dengan hal tersebut yaitu antara lain :
a) Pajak Penghasilan (PPh)
1. Dasar Hukum
1) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dimana
beberapa ketentuan dalam Undang-undang tersebut telah mengalami beberapa
perubahan yaitu melalui Undang-undang dibawah ini :
a) Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459);
b) Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3567);
c) Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3985);
2) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta
Perubahannya yang berlaku terhitung sejak 8 September 2016, dimana
peraturan ini sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Peraturan
Pemerintah No. 48 Tahun 1994 yang kemudian telah mengalami beberapak
7
kali perubahan yaitu melalaui PP No. 79 tahun 1999 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, yang
kemudian diubah kembali dengan PP No. 71 Tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah
Dan/Atau Bangunan.
2. Ketentuan Perpajakan
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a. orang pribadi; b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;
2. badan;
3. bentuk usaha tetap.
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
8
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini;
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. laba usaha;
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa
pun;
d) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan
e) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan
9
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. surplus Bank Indonesia.
10
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham
dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari
transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan
tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.5
Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau
badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya lebih dari
Rp60.000.000,- (enampuluh juta rupiah). Besarnya Pajak Penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar: a. 2,5% (dua koma
lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau
Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; b. 1% (satu persen) dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau c.
0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari
5Pasal 4 ayat1 dan 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008
11
Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari
kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.6
b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun
lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada
awalnya sama dengan PBB yaitu merupakan pajak yang proses administrasinya
dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya
dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses
pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
1. Objek Pajak
Objek wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(BPHTB) adalah perolehan atas hak tanah dan/atau bangunan yang melalui
peristiwa atau perbuatan hukum yang dialami oleh perseorangan atau badan
hukum. Peristiwa hukum yang dimaksud adalah terjadinya pemindahan hak
yang sah secara hukum dan adanya pemberian hak baru oleh Negara.
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini berlaku bagi kepemilikan
dengan status Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai, Hak Milik atas Tanah Satuan dan Hak Pengelolaan.
6Pasal 2 PP No. 34 Tahun 2016
12
2. Subjek Pajak
Subjek kena pajak adalah perseorangan atau badan yang memperoleh
hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam proses jual – beli properti yang
menanggung Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
adalah pihak pembeli, tetapi pada prakteknya mengikuti yang telah disepakati
dalam akad jual – beli.
3. Tata Cara Pembayaran
Dasar penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(BPHTB) sesuai yang diatur oleh Undang –undang No. 21 Tahun 1997 adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam jual –
beli properti yang dihitung adalah nilai transaksi, sedangkan dalam kegiatan hukum
lainnya (hibah, warisan, tukar – menukar dan lain – lain) yang menjadi Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apabila Nilai
Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan pada tahun
terjadinya pemindahan hak, maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan
pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
Sebaliknya, apabila Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) lebih besar dari
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang digunakan sebagai dasar
perhitungan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Perlu diketahui
bahwa kebijakan penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bersifat regional,
artinya setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing – masing.
Tarif yang ditetapkan untuk perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB) sesuai dengan yang diatur oleh Undang –
13
undang No. 21 Tahun 1997 adalah 5 % dari Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) atau disebut sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan secara regional paling tinggi adalah Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh
Juta rupiah), sedangkan untuk perolehan secara waris atau hibah yang
diterima secara pribadi oleh perseorangan yang masih memiliki ikatan darah
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling
tinggi sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta rupiah). Secara matematis
dapat dirumuskan:
NPOPKP = NPOP – NPOPTKP
Nilai BPHTB = 5 % x NPOPKP
Wajib pajak membayarkan BPHTP terhutang tidak berdasarkan pada
Surat Ketetapan Pajak (SKP), melainkan dengan cara melakukan perhitungan
mandiri dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan (SBB). SBB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di
setiap daerah. Pembayaran BPHTP dapat dilakukan di tempat yang telah
ditunjuk, seperti Kantor Pajak, Bank atau Kantor Pos serta dapat dilakukan
tanpa menunggu diterbitkannya SKP. Apabila wajib pajak tidak melakukan
pembayaran BPHTP, maka Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan
BPHTP (SKBKB) berserta perhitungan denda sebesar 2 % untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan (2 tahun), dihitung mulai saat pajak terhutang
hingga diterbitkannya SKBKB.
14
c) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang dan jasa. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pajak tidak langsung atau pajak obejektif, artinya wajib pajak tidak
harus menanggung beban pajak. Dasar hukum utama yang digunakan untuk
penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut
perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No.
18 Tahun 2000, dan Undang -Undang No. 42 Tahun 2009.
Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa akan menjadi objek
pajak. Pada proses jual-beli property, PPN akan dibebankan kepada pihak pembeli
properti dan hanya dikenakan 1x (satu kali) saat membeli properti baru baik dari
pihak developer maupun perorangan. Properti yang dikenai PPN adalah properti
dengan nilai transaksi diatas Rp. 36 juta rupiah. Apabila pembelian properti
dilakukan dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui
pihak developer. Apabila pembelian properti dilakukan dari perorangan, maka
pembayaran dilakukan sendiri oleh pihak pembeli setelah transaksi selesai
dilakukan selambat – lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan
kepada kantor pajak setempat selambat –lambatnya tanggal 20 pada bulan
berikutnya. Nilai PPN dihitung 10% dari nilai transaksi jual – beli yang terjadi.
Nilai transaksi yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
peraturan pemerintah, saat ini properti yang dikenai pajak adalah properti dengan
nilai transaksi diatas Rp. 36 juta rupiah. Jadi, apabila Anda membeli tanah atau
15
rumah dengan harga kurang dari Rp. 36 juta rupiah, maka Anda akan bebas dari
kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sedangkan properti yang dihasilkan dari kegiatan membangun sendiri diatur
dalam undang – undang, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah 40% dari jumlah
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan,
tidak termasuk harga perolehan tanah. Properti membangun sendiri yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan yang diperuntuk-kan untuk
tempat tinggal atau usaha dengan luas bangunan 400 m2 atau lebih dan bersifat
permanen.
Secara Umum rumus perhitungan Pajak Pertambahan Nilai adalah
PPN = Tarif x DPP
Dimana :
 PPN = Pajak pertambahan nilai
 Tarif = 10 % untuk harga jual umum, 0% untuk eksport. nilai ini bisa
berubah-ubah sesuai kebijakan pemerintah pada lokasi dan waktu
perhitungan PPN.
 DPP = dasar pengenaan pajak. besarnya juga bervariasi ada yang 100%
nilai harga jual, ada juga yang sekian persen dari harga penjualan.
tergantung peraturan pemerintah sebagai penarik pajak.
Dari rumus tersebut maka kita perlu memantau peraturan pemerintah sehingga
dapat menghitung PPN dengan tepat. Untuk memudahkan penjelasan ini, maka kita
16
uraikan DPP real estate dua jenis yaitu antara membangun sendiri dan membangun
untuk komersial.
Untuk beberapa jenis rumah atau bangunan ada yang dibebaskan dari Pajak
Pertambahan Nilai, yaitu jenis rumah sederhana atau rumah inti tumbuh (rumah
tinggal utama) yang dibeli dengan sistem cash maupun kredit dengan ketentuan
sebagai berikut:
– harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,-(lima puluh lima juta rupiah).
– merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai
tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak dimiliki.
Berikut ini adalah beberapa ilustrasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
a) Properti membangun sendiri
A membangun rumah tinggal dengan biaya pengeluaran sebesar Rp. 200.000.000,-.
Dasar Pengenaan Pajak yang berlaku adalah 40 %, maka perhitungan Pajak
Pertambahan Nilainya A adalah:
PPN = Tarif Pajak x DPP
DPP = 40 % x Rp. 200.000.000,-
PPN = Rp. 80.000.000,-
= 10 % x Rp 80.000.000,-
17
= Rp 8.000.000,-
Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh A sebesar Rp.
8.000.000,-
b) Properti membangun untuk kepentingan komersial
Developer X membangun perumahan sebanyak 100 unit dengan harga per rumah Rp.
500.000.000,-
Dengan Dasar Pengenaan Pajak Sebesar 100 %, maka perhitungan Pajak Pertambahan
Nilainya developer X adalah:
PPN = Tarif Pajak x DPP
DPP = 100 % x Total Harga Jual Rumah
= 100 % x (100 x Rp. 500.000.000,-)
= 100 % x Rp 50.000.000.000,-
= Rp 50.000.000.000,-
PPN = 10 % x DPP
= 10 % x Rp 50.000.000.000,-
= Rp. 5.000.000.000,-
Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh developer X
sebesar Rp. 5.000.000.000,-
18
d) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
1. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan
bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik
bagi orang atau badan yang memiliki hak kepemilikan atau mendapat manfaat atas
keberadaan tanah dan bangunan tersebut. Pajak ini ditetapkan berdasarkan Undang –
undang No. 12 tahun 1985 mengenai perpajakan dan berlaku efektif sejak bulan Januari
1986. Seiring berjalannya waktu, Undang –undang No. 12 tahun 1985 telah mengalami
beberapa perubahan. Saat ini peraturan yang menjadi dasar penetapan Undang – undang
PBB adalah Undang – undang No. 12 tahun 1994.
Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan
oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah
dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU
Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun2011 seluruh proses pengelolaan
pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
2. Objek Pajak
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah segala jenis kepemilikan atas
manfaat suatu bumi dan bangunan yang melekat diatasnya yang dapat dihitung nilai
pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini pengertian bumi yang
dimaksud adalah permukaan tanah atau air dan semua kandungan yang terdapat di dalam
tubuh bumi, seperti barang tambang. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah
suatu konstruksi teknik yang melekat secara tetap pada permukaan bumi, contohnya
19
adalah rumah, hotel, kolam renang, jalan tol, tempat pertambangan, dan bangunan
maupun fasilitas yang memiliki manfaat.
3. Subyek Pajak
Yang dimaksud dengan subjek pajak menurut Undang – undang No. 12 tahun
1985 Pasal 4 adalah badan atau perorangan yang secara nyata memiliki dan menguasai
kepemilikan atas tanah dan atau bangunan serta badan atau perorangan yang memperoleh
manfaat atas objek tersebut. Pemilik properti atau orang yang memperoleh manfaat
selanjutnya disebut sebagai wajib pajak. Jadi, orang atau badan yang sedang menyewa
property wajib dikenakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama waktu
sewa atau sesuai perjanjian sewa. Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas
siapa yang menanggung, maka yang menentukan subjek pajak adalah Direktorat Jendral
Pajak berdasarkaan bukti- bukti yang ada.
4. Tata Cara Pembayaran
Dasar perhitungan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) yang ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun
oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk beberapa daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai dengan perkembangan daerahnya. Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual
objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena
perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka
penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri
Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan self assessment.
Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahun
di bulan Maret melalui aparat desa setempat dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT). Dalam SPPT tercantum nama wajib pajak dan besar pajak yang harus
dibayarkan beserta rincian perhitungan. Waktu pembayaran PBB paling lambat dilakukan
20
6 (enam) bulan setelah SPPT diterbitkan, apabila sampai batas waktu yang ditetapkan
belum dibayar, maka akan dikenakan denda 2% per bulan hingga maksimal 24 bulan.
Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP,
yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-
rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen). Untuk
properti dengan nilai NJOP dibawah 1 Miliar, NJKP ditetapkan sebesar 20 % dari Nilai
Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP), sedangkan property dengan NJOP diatas 1
Miliar akan dikenakan NJKP sebesar 40 % dari total NJOPKP. Perhitungan NJOPKP
didapatkan dari NJOP dikurangi dengan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Besar NJOPTKP ditentukan oleh pemerintah daerah setempat, sehingga setiap lokasi bisa
berbeda NJOPTKP nya.
2) Aspek Hukum Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum
a) Pengaturan Pengadaan Tanah
Hak dasar dari setiap orang adalah adalah kepemilikan atas tanah. Jaminan
mengenai tanah ini, dipertegas dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2005, tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Sosial
and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya)7. Tanah pada dasarnya memiliki 2 arti yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Tanah sebagai
social asset adalah sebagai sarana pengikat kesatuan di kalangan lingkungan
sosial untuk kehidupan dan hidup, sedangkan tanah sebagai capital asset adalah
7Maria S.W.Sumarjono,Tanah DalamPrefektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,Bukum Kompas, Jakarta,2008,hal.
vii
21
sebagai modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi
yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi.
Tanah merupakan sumber daya alam yang stratrgis bagi bangsa, negara
dan rakyat, maka didalam konsitusi kita, yaitu dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
menjelaskan bahwa segala kekayaan alam dikuasai oleh negara. Kewenangan
negara ini diatur kembali dalam Pasal 2 UUPA yang mencangkup, antara lain:
a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa.
b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum anatara orangorang dengan
bumi, air dan ruang angkasa.
c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa.
Landasan utama pengaturan pengadaan tanah ini ada dalam Pasal 18
UUPA “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
mmberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur UndangUndang”.
Walaupun didalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA mengandung prinsip
penguasaan dan penggunaan tanah secara individu, namun hak-hak atas tanah
yang bersifat pribadi tersebut mengandung unsur kebersamaan. Sifat pribadi
hakhak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan di
pertegas dalam Pasal 6 UUPA yang mana semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Ketentuan lebih lanjut, mengenai pengadaan tanah di atur dalam
Peraturan Pemerintah. Pengertian pengadaaan tanah menurut Pasal 1 angka 3
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanh Bagi
22
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi keapada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaita
dengan tanah atau dengan pencabutran Hak atas Tanah. Selain itu, didalam
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang menurut ketentuan dalam Pasal 1
pengertian Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan yang melepaskan atau
menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan
tanah. Jika dilakukan perbandingan dari kedua peraturan presiden tersebut,
terdapat perbedaan.
Perbedaan itu tampak, dimana didalam Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 disebutkan tentang pencabutan Hak Atas Tanah, sedangkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak ada menyinggung mengenai Hak
Atas Tanah, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah untuk kepentingan umum
adalah suatu kegiatan yang diperbuat untuk mendapatkan tanah melalui pelepasan
atau penyerahan Hak Atas Tanah, bangunan, tanaman, aitau benda-benda yang
berkaotan dengan tanah dengan cara memberikan ganti rugi yang layak. Namun
setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dalam Pasal 1 butir 2
menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan pelakasanaa
pembangunan, namun dalam melaksanakannya dibutuhkan tanah, sehingga proses
dalam penyediaan tanah dalam rangka pembangunan ini yang disebut proses
23
pengadaan tanah. Dalam menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturan-
peraturan yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tantang Undang- Undang Pokok
Agraria (UUPA). Didalam undang-undang ini, pasal yang terkait dengan
pengadaan tanah ada didalam;
a) Pasal 14 ayat (1) dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3),
Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pemerintah membuat rencana
umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
1) Untuk keperluan negara;
2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai
dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
3) Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebuadayaan
dan lain-lain kesejahteraan;
4) Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, perternakan,
dan perikanan serta sejalan dengan itu;
5) Untuk keperluan memperkembangakan industri, transmigrasi dan
peertambangan.
b) Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari selurh rakyat. Hak-Hak
Atas Tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti rugi kerugian yang layak
dan menurut cara yang diatur dengan udang-undang.
24
2. Selain terkandung didalam Undang-Undang, peraturan mengenai pengadaan
tanah juga didatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, antara lain:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-
ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan
Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan
Tanah Olehh Pihak Swasta.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Cara
pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Di wilayah Kecamatan.
Namun, ketiga perakturan mentri diatas, dinyatakan tidak berlaku, lagi
dengan dikeluarkanya.
3. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaaan Tanah bagi
Pelaksanan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak
berlaku lagi dengan dikeluarkanya:
4. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah
disempurnakan oleh:
5. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 jo Nomor 36 Tahun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaaan tanah
dan tidak digunakan untuk melakakukan Hak Atas Tanah yang pada hakikatnya
merupakan subtansi undang-undang.
25
6. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BBPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Peraturan
Menteri Agraria/Kepala BPN Nomr 1 Tahun 1994 ini masih digunakan sebagai
pediman pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan
umum karena hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana dari Peraturan
Presdien Nomor 65 Tahun 2006.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas
Tanah dan Benda-Benda Ynag Ada Di Atasnya. Jika keadaan mengharuskan
dilakukannya pencabutan Hak Atas Tanah maka Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 jo Nomor 65 Tahun 2006 tida lagi dapat diterapkan dengan langkah
berikutnya adalah dengan menggunakan instrumen Undang-Unddang Nomor 20
Tahun 1961 dan peraturan Pelaksanaannya.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti
Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak
Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya.
9. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-
Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.
10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
26
12. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
b) Asas Pengadaan Tanah
Asas dalam Pengadaan tanah diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 sebagai berikut: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
dilaksanakan berdasarkan asas: a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kemanfaatan; d. kepastian;
e. keterbukaan; f. kesepakatan; g. keikutsertaan; h. kesejahteraan; i. keberlanjutan; dan j.
keselarasan.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 2, asas-asas tersebut dijelaskan maknanya sebagai
berikut:
Asas kemanusiaan adalah Pengadaan Tanah harus memberikan pelindungan serta
penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional; Asas keadilan adalah memberikan jaminan
penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah
sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih
baik.; Asas kemanfaatan adalah hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan manfaat
secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam
proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada Pihak
yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak;
Asas keterbukaan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan
dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah; Asas kesepakatan adalah bahwa
27
proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan
untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
Asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah
melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak
perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan. Asas kesejahteraan adalah bahwa
Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi
kelangsungan kehidupan Pihak yang Berhak dan masyarakat secara luas.
Asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara
terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asas
keselarasan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan
sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.
c) Tahapan Pengadaan Tanah
Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan:
A. Perencanaan
Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum didasarkan atas
Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja
Pernerintah Instansi yang bersangkutan. Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2012, disusun dalam
bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat:
a. maksud dan tujuan rencana pembangunan;
b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
28
c. letak tanah;
d. luas tanah yang dibutuhkan;
e. gambaran umum status tanah;
f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
h. perkiran nilai tanah;
i. rencana penganggaran.
B. Persiapan Pengadaan Tanah
Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan
dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan: a. pemberitahuan rencana
pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi
Publik rencana pembangunan.
C. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah; b. penilaian Ganti Kerugian; c. musyawarah penetapan Ganti
Kerugian; d. pemberian Ganti Kerugian; dan e. pelepasan tanah Instansi.
D. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah
Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang
memerlukan tanah setelah: a. pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang
Berhak dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan; dan/atau b. pemberian Ganti
Kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri dan oleh karenanya Instansi yang
29
memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah
dilakukan serah terima hasil Pengadaan Tanah tersebut.
E. Analisa Aspek Perpajakan Pada Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum Terhadap Unit Property milik Pihak Pengembang Yang Telah Terjual
Kepada Kosumen Namun Proses Balik Nama Belum Dapat Dilakukan
Dalam Kasus penjualan unit property milik Pihak Pengembang yaitu PT.
Cakrawala Inti Sejahtera yang pelunasan harga unitnya telah dibayarkan oleh Pihak
Konsumen yang kemudian dikarenakan ketentuan Pasal 27 UU No. 2 Tahun 2012 proses
akta jual beli dan pendafataran peralihan hak dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku
pengembang kepada Pihak Konsumen tidak dapat dilakukan sebagai akibat lokasi
tersebut telah ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, maka aspek perpajakan yang harus dipenuhi oleh Para Pihak yaitu :
a) Pajak Pertambahan Nilai
PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang berkewajiban untuk
melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayarkan oleh
konsumennya atas unit yang dibelinya hal ini dikarenakan komponen pajak
pertambahan nilai ini telah dimasukan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku
pengembang kedalam harga dari setiap unit properti yang dijualnya kepada konsumen.
Pajak ini timbul karena adanya nilai tambah yang telah dilakukan oleh PT.
Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang yaitu dari sebelumnya hanya areal tanah
kosong yang kemudian dilakukan pembangunan unit-unit properti diatas lahan atau
kavling yang dimilikinya tersebut. Besarnya tarif pengenaan PPN yang harus
ditanggung oleh konsumen adalah sebesar 10% dari harga Jual unit property tersebut.
30
Atas kewajiban konsumen untuk pembayaran Pajak pertambahan nilai atas unit
property yang telah dibelinya dari Pihak Pengembang, maka kewajiban PT. Cakrawala
Inti Sejahtera sebagai pengembang adalah menyetorkan kepada Negara pajak
pertambahan yang telah dibayarkan oleh Pihak Konsumen, dan atas Pajak Pertambahan
Nilai yang telah disetorkannya tersebut maka PT. Cakrawala Inti Sejahtera wajib
menerbitkan faktur pajak.
Sehubungan dalam kasus pembelian unit property yang dilakukan oleh Pihak
Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang biasanya
dilakukan melalui Cash Keras, angsuran bertahap, maupun melalui KPR Bank, dimana
apabila pembayaran harga unit tersebut dilakukan secara cash keras maka dari 10% dari
total harga unit property yang dibeli oleh Konsumen harus disetorkan PPNnya,
begitupula apabila pembayaran pembelian unit dilakukan secara bertahap maka untuk
setiap angsuran pembayaran harga unit yang telah dibayarkan Pihak konsumen maka
sudah termasuk PPN 10%, sehingga nantinya pada akhir cicilan jumlah komulatif PPN
yang telah dibayarkan oleh Pihak Konsumen adalah sebesar 10% dari harga unit yang
dibelinya. Pajak Pertambahan Nilai tersebut harus telah disetorkan oleh PT. Cakrawala
Inti Sejahtera selambat-lambatnya pada tanggal 20 dibulan berikutnya.
b) Pph (Pajak Penghasilan) atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
PT. Cakrawala Inti Sejahtera wajib membayarkan Pajak Penghasilan atas
pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukannya, dimana berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang dikeluarkan tanggal 8 Agustus 2016
dan mulai berlaku pada tanggal 8 September 2016, bahwasanya atas penghasilan yang
diterima oleh perusahaan pengembang atas usaha jual-beli unit properti, maka akan
31
dikenakan pajak penghasilan sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas, terutang pada saat diterimanya
sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas sudah harus dibayarkan oleh Pihak
Pengembang selambat-lambatnya pada tanggal 15 di bulan berikutnya dan pajak
penghasilan tersebut dihitung dari jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka,
bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli,
sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan tersebut.
Dalam kasus ini, maka terhadap unit-unit yang pembayarannya telah dilunasi
oleh Pihak Konsumen sebelum berlakunya PP No. 34 Tahun 2016, maka PT.
Cakrawala Inti Sejahtera tetap berkewajiban untuk melakukan pembayaran tarif PPh
sebesar 5% dari pendapatan yang diperolehnya atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan.
Dalam pengadaan tanah setelah memasuki tahapan pemberian ganti rugi, maka
Pihak yang berhak dalam hal ini adalah Pihak Konsumen yang berdasarkan disposisi
dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan selaku ketua pelaksana
pengadaan tanah untuk ruas tol serpong cinere dapat melakukan penandatangan akta
jual beli yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT setempat setelah terlebih dahulu
melakukan pembayaran BPHTB dan kemudian atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan bangunan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
32
, maka Konsumen wajib melakukan pembayaran PPh sebesar 2,5% dari jumlah ganti
rugi yang telah dibayarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
c) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bahwa dikarenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang
dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan
sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang memiliki hak kepemilikan
atau mendapat manfaat atas keberadaan tanah dan bangunan tersebut, maka PT.
Cakrawala Inti Sejahtera sebagai pemegang hak atas tanah dan sekaligus memanfaatkan
tanah tersebut untuk dikembangkan menjadi unit-unit properti wajib membayarkan
Pajak Bumi dan Bangunan atas lahan yang dimilikinya dan bangunan yang didirikan
diatasnya.
Dalam kasus ini antara PT. Cakrawala Inti Sejahtera dengan para konsumennya
telah terikat perjanjian pengikatan jual beli, dimana dalam perjanjian pengikatan jual
beli yang dibuat antara PT. Cakrawala Inti Sejahtera dengan Pihak Konsumen telah
diperjanjikan bahwasanya kewajiban pembayaran PBB atas unit yang telah dipesan
oleh konsumen tersebut akan menjadi tanggung jawab dari konsumen terhitung sejak
serah terima unit bangunan dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera kepada Konsumen artinya
sepanjang pembangunan belum diselesaikan dan unit belum diserah-terimakan oleh PT.
Cakrawala Inti Sejahtera kepada Pihak konsumen maka kewajiban dan tanggung jawab
PBB akan tetap berada pada pengembang, sehingga sekalipun dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli jadwal serah terima adalah Mei 2013 namun dikarenakan adanya
keterlambatan penyelesaian bangunan yang menyebabkan bangunan kios dan ruko baru
33
dapat diselesaikan dan diserah-terimakan pada Januari 2014, maka terhitung tahun 2014
PBB yang akan menjadi kewajiban dari konsumen.
d) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sehubungan dengan tidak dapat dilakukannya proses peralihan hak dari PT. Cakrawala
Inti Sejahtera kepada para konsumennya terhitung sejak Desember 2015, maka Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang seharusnya menjadi
kewajiban dan harus dibayarkan oleh konsumen serta mulai terhutang sejak ditanda
tanganinya akta jual beli dihadapan PPAT setempat sesuai dengan ketentuan Pasal 90
ayat 1 UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, bahwa saat
terutangnya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam
transaksi jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta jual beli,
namun dikarenakan ketentuan Pasal 27 ayat 1 UU No.2 Tahun 2012 bahwa peralihan
hak hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang berhak kepada intansi yang memerlukan
tanah, dan pihak yang berhak dalam undang-undang ini adalah pemegang hak atas
tanah yang namanya tertera dalam sertipikat bukti tanda hak karena secara dejure
dengan tidak dapat dilakukannya peralihan hak dari Pihak Pengembang kepada
Konsumen maka sertipikat tanda bukti hak atas unit property tersebut saat ini masih
atas nama pengembang.
Dalam kasus ini apabila Pihak Pengembang tidak beritikad baik, maka pihak konsumen
akan sangat dirugikan karena Pihak Konsumen yang telah membayar lunas atas unit
tersebut kepada Pihak Pengembang bukan hanya kehilangan dan/atau tidak lagi dapat
memiliki dan menguasai secara fisik unit properti yang telah dibelinya tersebut karena
terkena proyek pengadaan tanah untuk tol, namun pihak kosumen juga dapat
34
kehilangan haknya atas penggantian yang layak dari unit propeti yang telah dibelinya
dari Pihak Pengembang, karena panitia pengadaan tanah untuk kepentingan umum
berdasarkan buku tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan Setempat akan
mengasumsikan bahwa unit-unit property tersebut masih milik Pihak Pengembang.
Disinilah peran aktif Pihak Konsumen untuk dapat mengajukan keberatan kepada
pelaksana pengadaan tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang telah
dilakukannya dengan konsumen dan peran Satgas pengadaan tanah disni diperlukan
untuk dapat memastikan bahwa pembayaran ganti rugi yang dilakukan dalam rangka
proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum diberikan kepada Pihak Yang
Berhak, dalam artian Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan sekaligus
selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah kiranya dapat memberikan pengecualiaan
penghentian proses peralihan hak pada bidang tanah yang telah ditetapkan sebagai
lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap bidang-bidang tanah yang
telah terikat perjanjian pengikatan jual beli sebelum pembaharuan penetapan lokasi
yang telah dilakukannya, setidak-tidaknya sampai dengan proses akta jual beli karena
secara hukum beralihnya kepemilikan hak atas tanah terjadi pada saat ditanda-
tanganinya akta jual beli sedangkan proses balik nama sertipikat hanya untuk
pencatatan pada Kantor Pertanahan setempat.
F. Kesimpulan dan Saran
1) Kesimpulan
Bahwa Aspek Perpajakan yang timbul dan menjadi kewajiban Para Pihak (PT.
Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang), konsumen, serta Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait proses pengadaan tanah untuk
35
pembangunan bagi kepentingan umum pada Kawasan primary market dengan
peruntukan perniagaan yang telah terjual kepada para konsumennya antaralain Pajak
Penghasilan yang menjadi kewajiban dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera atas
penghasilan yang diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
2) Saran
Bahwa kiranya untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan dalam proses
penggantian rugi pada pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, maka
panitia pelaksana pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak serta merta
memberlakukan ketentuan Pasal 27 Undang-undang No. 2 Tahun 2012 yaitu dengan
memblokir seluruh transaksi peralihan hak yang lokasinya telah ditetapkan sebagai lokasi
pengadaan tanah untuk kepentingan umum melainkan tetap dapat memperbolehkan transaksi
peralihan hak yang dilakukan berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan jauh
sebelum penetapan lokasi pengadaan tanah dilakukan, sehingga selain menjamin kepastian
hukum terkait pihak yan berhak untuk mendapatkan ganti rugi tetapi juga dapat
memaksimalkan pendapatan pajak terkait transaksi jual beli antara Pihak Pengembang dengan
Konsumen dan transaksi pelepasan Hak antara Konsumen dengan Intansi yang membutuhkan
tanah, karena dengan begitu Negara akan memperoleh pajak dari Pihak Pengembang berupa
PPh Pasal 4 ayat 2 dan pajak-pajak terkait dengan badan, Negara akan memperoleh pajak dari
Pihak Konsumen berupa PPN yang pembayarannya melalui Pihak Pengembang BPHTB, PPh
Pasal 4 ayat 2 pada saat konsumen melepaskan haknya kepada intansi yang memerlukan tanah
dalam rangka pengadaan tanah, sedangkan instansi yang memerlukan tanah akan
membayarkan BPHTB atas perolehan tanahnya.

More Related Content

What's hot

Sewa bmn kepada badan usaha
Sewa bmn kepada badan usahaSewa bmn kepada badan usaha
Sewa bmn kepada badan usahaDimas Purnomo
 
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaHukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
 
Hukum Rumah Susun
Hukum Rumah SusunHukum Rumah Susun
Hukum Rumah SusunLeks&Co
 
Undang-undang Rumah Susun Terbaru
Undang-undang Rumah Susun TerbaruUndang-undang Rumah Susun Terbaru
Undang-undang Rumah Susun TerbaruLeks&Co
 
Surat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSurat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSuhendri desaign
 
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta rumah-pekanbaru
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta  rumah-pekanbaruPaparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta  rumah-pekanbaru
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta rumah-pekanbarunovri ilham
 
Strata title dan SHM Sarusun
Strata title dan SHM SarusunStrata title dan SHM Sarusun
Strata title dan SHM SarusunIwanSukirman
 
Surat perjanjian kerjasama
Surat perjanjian kerjasamaSurat perjanjian kerjasama
Surat perjanjian kerjasamaMembangun city
 
aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1Sukman Sukman
 
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014hastapurnama
 
Naskah dinas-218165 29072021 (1)
Naskah dinas-218165 29072021 (1)Naskah dinas-218165 29072021 (1)
Naskah dinas-218165 29072021 (1)CIkumparan
 
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton YogyakartaHak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton YogyakartaBilawal Alhariri Anwar
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakariaPindai Media
 
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | Kewarganegaraan
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | KewarganegaraanGeopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | Kewarganegaraan
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | KewarganegaraanNovya Ulfa
 
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012Oswar Mungkasa
 
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/DaerahPengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/DaerahOswar Mungkasa
 
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsd
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsdPresentasi pengaturan bmn 060609 rvsd
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsdPoetro Prakoso
 
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerah
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerahPermen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerah
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerahUlfah Hanum
 

What's hot (20)

Sewa bmn kepada badan usaha
Sewa bmn kepada badan usahaSewa bmn kepada badan usaha
Sewa bmn kepada badan usaha
 
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaHukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
 
Hukum Rumah Susun
Hukum Rumah SusunHukum Rumah Susun
Hukum Rumah Susun
 
Undang-undang Rumah Susun Terbaru
Undang-undang Rumah Susun TerbaruUndang-undang Rumah Susun Terbaru
Undang-undang Rumah Susun Terbaru
 
Surat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSurat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendri
 
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta rumah-pekanbaru
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta  rumah-pekanbaruPaparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta  rumah-pekanbaru
Paparan sosialisasi uu nomor 20 tahun 2011 prog sejuta rumah-pekanbaru
 
Strata title dan SHM Sarusun
Strata title dan SHM SarusunStrata title dan SHM Sarusun
Strata title dan SHM Sarusun
 
Surat perjanjian kerjasama
Surat perjanjian kerjasamaSurat perjanjian kerjasama
Surat perjanjian kerjasama
 
aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1aspek hukum hak tanggung1
aspek hukum hak tanggung1
 
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014
Kedaulatan Rakyat 17 Februari 2014
 
Naskah dinas-218165 29072021 (1)
Naskah dinas-218165 29072021 (1)Naskah dinas-218165 29072021 (1)
Naskah dinas-218165 29072021 (1)
 
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton YogyakartaHak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta
Hak Pinjam Pakai Tanah Magersari Keraton Yogyakarta
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
 
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | Kewarganegaraan
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | KewarganegaraanGeopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | Kewarganegaraan
Geopolitik Indonesia dan Contoh Kasus PT Freeport Indonesia | Kewarganegaraan
 
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012
INFORUM. Media Komunikasi Komunitas Perumahan. Edisi Khusus Tahun 2012
 
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/DaerahPengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
 
Kajian undang
Kajian  undangKajian  undang
Kajian undang
 
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsd
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsdPresentasi pengaturan bmn 060609 rvsd
Presentasi pengaturan bmn 060609 rvsd
 
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerah
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerahPermen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerah
Permen no.19 th_2016 ttg pedoman pengelolaan barang milik daerah
 
Buma news up to january 2017
Buma news up to january 2017Buma news up to january 2017
Buma news up to january 2017
 

Similar to Aspek perpajakan pada kawasan primary market dengan peruntukan perniagaan dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum (recovered)

Bab v kelembagaan larap tol
Bab v kelembagaan larap tolBab v kelembagaan larap tol
Bab v kelembagaan larap tolKotjo Negoro
 
Tahapan pengadaan tanah
Tahapan pengadaan tanahTahapan pengadaan tanah
Tahapan pengadaan tanahtfknrhm
 
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Leks&Co
 
Penataan lahan dan Konsolidasi Lahan
Penataan lahan dan Konsolidasi LahanPenataan lahan dan Konsolidasi Lahan
Penataan lahan dan Konsolidasi Lahangophil
 
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Leks&Co
 
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_ok
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_okBab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_ok
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_okKotjo Negoro
 
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...digitalisasipsbisaef
 
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umumUu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umumDeki Zulkarnain
 
Bab iii rencana larap tol_rev
Bab iii rencana  larap tol_revBab iii rencana  larap tol_rev
Bab iii rencana larap tol_revKotjo Negoro
 
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptxDimasNugraha53
 
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan yang Mendorong In...
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan  yang Mendorong In...Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan  yang Mendorong In...
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan yang Mendorong In...Fajar Rian Wulandari
 
Hukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaHukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaTaufik Rahman
 
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdfPP Nomor 19 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdfFaizRivaldy1
 
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaKebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaOswar Mungkasa
 
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Government Institution
 
Materi pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahMateri pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahAkram Naufal
 

Similar to Aspek perpajakan pada kawasan primary market dengan peruntukan perniagaan dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum (recovered) (20)

Bab v kelembagaan larap tol
Bab v kelembagaan larap tolBab v kelembagaan larap tol
Bab v kelembagaan larap tol
 
Tahapan pengadaan tanah
Tahapan pengadaan tanahTahapan pengadaan tanah
Tahapan pengadaan tanah
 
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
Permasalahan Hukum di Sektor Perumahan/Properti di Indonesia dan Upaya Pengua...
 
Penataan lahan dan Konsolidasi Lahan
Penataan lahan dan Konsolidasi LahanPenataan lahan dan Konsolidasi Lahan
Penataan lahan dan Konsolidasi Lahan
 
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
Poin-Poin Penting Dalam UU Cipta Kerja
 
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_ok
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_okBab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_ok
Bab vii jadwal dan pembiayaan larap tol_ok
 
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...
Perlindungan Hukum dalam pelaksanaan tugas & fungsi pengadaan tanah bagi pemb...
 
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umumUu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Uu nomor 2 tahun 2012 tt pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
 
Bab iii rencana larap tol_rev
Bab iii rencana  larap tol_revBab iii rencana  larap tol_rev
Bab iii rencana larap tol_rev
 
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx
5a37e_PENGADAAN_TANAH_MK_-_Nana_Sudiana_Balai_Jogja.pptx
 
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan yang Mendorong In...
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan  yang Mendorong In...Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan  yang Mendorong In...
Analisis Perbandingan Tingkat Keefektifan Sistem Kebijakan yang Mendorong In...
 
Hukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesiaHukum pertanahan indonesia
Hukum pertanahan indonesia
 
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdfPP Nomor 19 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 19 Tahun 2021.pdf
 
BANK TANAH.pptx
BANK TANAH.pptxBANK TANAH.pptx
BANK TANAH.pptx
 
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di IndonesiaKebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
Kebijakan Umum Pengadaan Tanah di Indonesia
 
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012
 
Materi pengadaan tanah
Materi pengadaan tanahMateri pengadaan tanah
Materi pengadaan tanah
 
KKL
KKLKKL
KKL
 
Paring tela'ah peta korupsi pelayanan sektor pertanahan
Paring tela'ah peta korupsi pelayanan sektor pertanahanParing tela'ah peta korupsi pelayanan sektor pertanahan
Paring tela'ah peta korupsi pelayanan sektor pertanahan
 

Recently uploaded

Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxkhairunnizamRahman1
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptxahmadrievzqy
 

Recently uploaded (6)

Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
 

Aspek perpajakan pada kawasan primary market dengan peruntukan perniagaan dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum (recovered)

  • 1. 1 ASPEK PERPAJAKAN PADA KAWASAN PRIMARY MARKET DENGAN PERUNTUKAN PERNIAGAAN DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN BAGI KEPENTINGAN UMUM Disusun oleh : Wirasti Amrih Jayanti (00000022703) A. Latar Belakang Keterbatasan tanah dan banyaknya pembangunan menyebabkan pergesekan. Manakala disatu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat permukiman dan tempat mata pencariannya. Salah satu kebutuhan Negara terkait dengan ketersediaan tanah salah satunya untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur yang mutlak diperlukan mengingat peran dan kontribusinya terhadap pertumbuhan suatu negara baik dalam sektor ekonomi, pendidikan, pertanian, sosial, budaya, keamanan, dan sektor-sektor lainnya serta penyediaan kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat. Peran aktif pemerintah bersama dengan swasta dan masyarakat amat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia. Salah satu peran pemerintah dalam memfasilitasi pertumbuhan infrastruktur adalah dengan mengalokasikan anggaran belanja untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, termasuk infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bertekad terus melakukan pengembangan infrastruktur jalan untuk mendorong terciptanya pengembangan wilayah dan peningkatan ekonomi, salah satunya adalah melalui pembangunan jalan tol.1 Untuk keperluan pembangunan infrastruktur tersebut, maka yang menjadi kebutuhan utama Negara adalah ketersediaan lahan yang cukup untuk kegiataan pembangunan infrastruktur tersebut, dan untuk memenuhi kebutuhan lahan tersebut maka hukum yang menjadi dasar perolehan tanah oleh Negara secara anatomis dapat dikelompokkan menjadi 3 (Tiga) pilar utama, pertama; dengan cara biasa yakni melalui jual-beli, tukar menukar, atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak atau voluntary exchange (privatrecht), kedua ; dengan cara pengadaan tanah 1 PUSDATIN-Kementerian PUPR, Infrastruktur Binamarga,IV.11
  • 2. 2 (gemeens chapelijkrecht), ketiga; dengan cara luar biasa atau dengan cara paksa yaitu dengan menggunakan lembaga pencabutan hak atas tanah (publiekrecht).2 Proses perolehan tanah untuk kepentingan umum oleh negara sering kali menimbulkan persoalan. Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang yaitu kepentingan “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama memperhatikan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalah-masalah seperti yang selalu diberitakan oleh media massa, di mana pihak penguasa/kerajaan dengan “keterpaksaannya” melakukan tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia dan sebagainya, sedangkan rakyat mau tidak mau melakukan apa saja untuk menempatkan apa yang diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.3 Mengingat adanya kebutuhan Negara untuk pembangunan kepentingan umum, dan sebagai manifestasi adanya fungsi sosial dari setiap hak atas tanah itu sendiri, maka setiap orang yang menguasai tanah dan/atau pemilik hak atas tanah tidak terkecuali perusahaan pengembang yang lokasinya telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, wajib melepaskan hak atas tanahnya tersebut kepada instansi yang memerlukan tanah tersebut. Persoalan kemudian menjadi lebih kompleks ketika lokasi yang kemudian ditetapkan oleh Gubernur sebagai lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan umum berdasarkan Surat Permohonan Penetapan lokasi (SP2L) yang diajukan oleh Intansi yang memerlukan tanah adalah merupakan kawasan yang dimiliki oleh perusahaan pengembang yang telah memperoleh ijin untuk melakukan kegiatan usaha sebagai perusahaan properti dan telah melakukan pembangunan unit-unit property dan telah dijual kepada para konsumennya. 2Gunanegara, Rakyat dan Negara, Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,Cetakan Pertama, Tata Nusa, Jakarta hal 15. 3JURNAL HUKUM NO. EDISI KHUSUS VOL. 18 OKTOBER 2011: 187 - 206
  • 3. 3 Persoalan tersebutlah yang saat ini terjadi dalam kasus pengadaan tanah untuk ruas tol Serpong-Cinere, dimana pada tanggal 12 Juli 2007 Bupati Tangerang juga telah menerbitkan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) Ruas Jalan Tol Serpong-Cinere dan Kunciran-Serpong melalui surat nomor 591/029/PL.DTRP/2007 yang kemudian diperbaharui melalui Surat Keputusan Nomor 596/Kep.272-Huk/2015 tentang Pembaharuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Ruas Jalan Tol Cinere-Serpong yang dikeluarkan tanggal 01 Juni 2015, dimana berdasarkan peta bidang tanah yang kemudian diumumkan diketahui bahwa trase ruas tol serpong cinere akan melalui sebagian Kawasan Niaga City Point-Pondok Cabe yang dikembangkan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, dimana dari total areal ± 5 Ha yang telah terbangun 2 Ha, 1,5 Ha merupakan future development untuk hunian vertical, dan sisanya merupakan sarana dan prasarana umum di dalam kawasan tersebut. Dalam kasus ini seluruh perijinan proyek Kawasan Niaga City Point-Pondok Cabe, mulai dari ijin lokasi, ijin pemanfaatan ruang, aspek tata guna tanah, pengesahan rencana tapak dan Ijin Mendirikan Bangunan telah dimiliki oleh PT. Cakrawala Inti Sejatera dari dan oleh karenanya selaku pengembang PT. Cakrawala Inti Sejahtera telah melakukan pembangunan dan pemasaran unit-unit tersebut kepada para konsumen, dimana pada saat pembaharuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk ruas tol cinere serpong dilakukan pada tahun 2015, unit-unit kios dan ruko yang berada di dalam Kawasan City Point Pondok Cabe telah 90% terjual kepada para konsumennya.4 Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum “Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1, Pihak Yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan”. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 17 ayat 2 PP No. 71 Tahun 2012 diatur lebih rinci mengenai siapa saja 4Wawancara dengan Andry Prasetyo selaku Marketing Manager PT. Cakrawala Inti Sejahtera pada tanggal 1 November 2016
  • 4. 4 Pihak yang berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas proses pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, yaitu meliputi: a. pemegang hak atas tanah; b. pemegang pengelolaan; c. nadzir untuk tanah wakaf; d. pemilik tanah bekas milik adat; e. masyarakat hukum adat; f. pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik; g. pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau h. pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah Artinya terhadap unit-unit property yang telah dibeli oleh konsumen dari Pihak Pengembang namun belum dilakukan peralihan haknya melalui akta jual namun kemudian lokasi tersebut telah ditetapkan sebagai lokasi untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum sehingga berdasarkan ketentuan pasal 27 UU No. 2 Tahun 2012, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan kepada intansi yang memerlukan tanah, maka dikarenakan belum adanya peralihan ha katas tanah dan bangunan dari pihak pengembang kepada konsumen yang telah melunasi harga unit property tersebut, maka secara dejure pemegang hak atas tanah atas unit property tersebut masih Pihak Pengembang. Dalam kasus pengadaan tanah untuk ruas tol serpong-cinere yang melalui Kawasan City Point-Pondok Cabe yang saat ini proses peralihan hak dari PT. Carkawala Inti Sejahtera kepada para konsumennya terhitung sejak Desember 2015 sudah tidak dapat dilakukan tidak luput dari aspek perpajakan dari dan oleh karenanya PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pihak pengembang, konsumen, maupun instansi yang memerlukan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat harus mengetahui dengan seksama aspek perpajakan dari
  • 5. 5 mulai proses penjualan unit property yang dilakukan oleh Pihak Pengembang kepada konsumen sampai dengan proses pelepasan hak atas tanah kepada instansi yang memerlukan tanah terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum terkait dengan adanya ketentuan bahwa peralihan hak atas tanah dan bangunan tidak dapat dilakukan oleh Pihak Pengembang kepada konsumen yang telah melunasi harga unit. Aspek perpajakan menjadi sangat penting untuk dapat diketahui oleh para pihak karena pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. B. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana aspek perpajakan terkait dengan unit-unit property yang telah dilunasi oleh Pihak Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, namun proses akta jual beli dan balik namanya tidak dapat dilakukan dikarenakan unit tersebut termasuk kedalam lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum? C. Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang: 1. aspek perpajakan terkait dengan unit-unit property yang telah dilunasi oleh Pihak Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku Pengembang, namun proses akta jual beli dan balik namanya tidak dapat dilakukan dikarenakan unit tersebut termasuk kedalam lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
  • 6. 6 D. Aspek Hukum Perpajakan dan Pengadaan Tanah 1) Aspek Hukum Perpajakan Dalam Proses penjualan property yang dilakukan oleh Pihak Pengembang, maka akan terdapat beberapa aspek pajak yang terkait dengan hal tersebut yaitu antara lain : a) Pajak Penghasilan (PPh) 1. Dasar Hukum 1) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dimana beberapa ketentuan dalam Undang-undang tersebut telah mengalami beberapa perubahan yaitu melalui Undang-undang dibawah ini : a) Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459); b) Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3567); c) Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985); 2) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya yang berlaku terhitung sejak 8 September 2016, dimana peraturan ini sekaligus mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 yang kemudian telah mengalami beberapak
  • 7. 7 kali perubahan yaitu melalaui PP No. 79 tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, yang kemudian diubah kembali dengan PP No. 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. 2. Ketentuan Perpajakan Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah : 1. a. orang pribadi; b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 2. badan; 3. bentuk usaha tetap. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: 1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
  • 8. 8 gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; 2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha; 4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; c) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan e) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
  • 9. 9 5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. premi asuransi; 15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19. surplus Bank Indonesia.
  • 10. 10 Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.5 Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya lebih dari Rp60.000.000,- (enampuluh juta rupiah). Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar: a. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; b. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau c. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari 5Pasal 4 ayat1 dan 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008
  • 11. 11 Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.6 b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. 1. Objek Pajak Objek wajib Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) adalah perolehan atas hak tanah dan/atau bangunan yang melalui peristiwa atau perbuatan hukum yang dialami oleh perseorangan atau badan hukum. Peristiwa hukum yang dimaksud adalah terjadinya pemindahan hak yang sah secara hukum dan adanya pemberian hak baru oleh Negara. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini berlaku bagi kepemilikan dengan status Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik atas Tanah Satuan dan Hak Pengelolaan. 6Pasal 2 PP No. 34 Tahun 2016
  • 12. 12 2. Subjek Pajak Subjek kena pajak adalah perseorangan atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam proses jual – beli properti yang menanggung Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) adalah pihak pembeli, tetapi pada prakteknya mengikuti yang telah disepakati dalam akad jual – beli. 3. Tata Cara Pembayaran Dasar penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) sesuai yang diatur oleh Undang –undang No. 21 Tahun 1997 adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam jual – beli properti yang dihitung adalah nilai transaksi, sedangkan dalam kegiatan hukum lainnya (hibah, warisan, tukar – menukar dan lain – lain) yang menjadi Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan pada tahun terjadinya pemindahan hak, maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Sebaliknya, apabila Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) lebih besar dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Perlu diketahui bahwa kebijakan penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bersifat regional, artinya setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing – masing. Tarif yang ditetapkan untuk perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) sesuai dengan yang diatur oleh Undang –
  • 13. 13 undang No. 21 Tahun 1997 adalah 5 % dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) atau disebut sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling tinggi adalah Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh Juta rupiah), sedangkan untuk perolehan secara waris atau hibah yang diterima secara pribadi oleh perseorangan yang masih memiliki ikatan darah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling tinggi sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta rupiah). Secara matematis dapat dirumuskan: NPOPKP = NPOP – NPOPTKP Nilai BPHTB = 5 % x NPOPKP Wajib pajak membayarkan BPHTP terhutang tidak berdasarkan pada Surat Ketetapan Pajak (SKP), melainkan dengan cara melakukan perhitungan mandiri dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (SBB). SBB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di setiap daerah. Pembayaran BPHTP dapat dilakukan di tempat yang telah ditunjuk, seperti Kantor Pajak, Bank atau Kantor Pos serta dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya SKP. Apabila wajib pajak tidak melakukan pembayaran BPHTP, maka Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan BPHTP (SKBKB) berserta perhitungan denda sebesar 2 % untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (2 tahun), dihitung mulai saat pajak terhutang hingga diterbitkannya SKBKB.
  • 14. 14 c) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang dan jasa. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung atau pajak obejektif, artinya wajib pajak tidak harus menanggung beban pajak. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang -Undang No. 42 Tahun 2009. Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa akan menjadi objek pajak. Pada proses jual-beli property, PPN akan dibebankan kepada pihak pembeli properti dan hanya dikenakan 1x (satu kali) saat membeli properti baru baik dari pihak developer maupun perorangan. Properti yang dikenai PPN adalah properti dengan nilai transaksi diatas Rp. 36 juta rupiah. Apabila pembelian properti dilakukan dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui pihak developer. Apabila pembelian properti dilakukan dari perorangan, maka pembayaran dilakukan sendiri oleh pihak pembeli setelah transaksi selesai dilakukan selambat – lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan kepada kantor pajak setempat selambat –lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya. Nilai PPN dihitung 10% dari nilai transaksi jual – beli yang terjadi. Nilai transaksi yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan pemerintah, saat ini properti yang dikenai pajak adalah properti dengan nilai transaksi diatas Rp. 36 juta rupiah. Jadi, apabila Anda membeli tanah atau
  • 15. 15 rumah dengan harga kurang dari Rp. 36 juta rupiah, maka Anda akan bebas dari kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan properti yang dihasilkan dari kegiatan membangun sendiri diatur dalam undang – undang, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Properti membangun sendiri yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan yang diperuntuk-kan untuk tempat tinggal atau usaha dengan luas bangunan 400 m2 atau lebih dan bersifat permanen. Secara Umum rumus perhitungan Pajak Pertambahan Nilai adalah PPN = Tarif x DPP Dimana :  PPN = Pajak pertambahan nilai  Tarif = 10 % untuk harga jual umum, 0% untuk eksport. nilai ini bisa berubah-ubah sesuai kebijakan pemerintah pada lokasi dan waktu perhitungan PPN.  DPP = dasar pengenaan pajak. besarnya juga bervariasi ada yang 100% nilai harga jual, ada juga yang sekian persen dari harga penjualan. tergantung peraturan pemerintah sebagai penarik pajak. Dari rumus tersebut maka kita perlu memantau peraturan pemerintah sehingga dapat menghitung PPN dengan tepat. Untuk memudahkan penjelasan ini, maka kita
  • 16. 16 uraikan DPP real estate dua jenis yaitu antara membangun sendiri dan membangun untuk komersial. Untuk beberapa jenis rumah atau bangunan ada yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu jenis rumah sederhana atau rumah inti tumbuh (rumah tinggal utama) yang dibeli dengan sistem cash maupun kredit dengan ketentuan sebagai berikut: – harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,-(lima puluh lima juta rupiah). – merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki. Berikut ini adalah beberapa ilustrasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai a) Properti membangun sendiri A membangun rumah tinggal dengan biaya pengeluaran sebesar Rp. 200.000.000,-. Dasar Pengenaan Pajak yang berlaku adalah 40 %, maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya A adalah: PPN = Tarif Pajak x DPP DPP = 40 % x Rp. 200.000.000,- PPN = Rp. 80.000.000,- = 10 % x Rp 80.000.000,-
  • 17. 17 = Rp 8.000.000,- Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh A sebesar Rp. 8.000.000,- b) Properti membangun untuk kepentingan komersial Developer X membangun perumahan sebanyak 100 unit dengan harga per rumah Rp. 500.000.000,- Dengan Dasar Pengenaan Pajak Sebesar 100 %, maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilainya developer X adalah: PPN = Tarif Pajak x DPP DPP = 100 % x Total Harga Jual Rumah = 100 % x (100 x Rp. 500.000.000,-) = 100 % x Rp 50.000.000.000,- = Rp 50.000.000.000,- PPN = 10 % x DPP = 10 % x Rp 50.000.000.000,- = Rp. 5.000.000.000,- Jadi, Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh developer X sebesar Rp. 5.000.000.000,-
  • 18. 18 d) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang memiliki hak kepemilikan atau mendapat manfaat atas keberadaan tanah dan bangunan tersebut. Pajak ini ditetapkan berdasarkan Undang – undang No. 12 tahun 1985 mengenai perpajakan dan berlaku efektif sejak bulan Januari 1986. Seiring berjalannya waktu, Undang –undang No. 12 tahun 1985 telah mengalami beberapa perubahan. Saat ini peraturan yang menjadi dasar penetapan Undang – undang PBB adalah Undang – undang No. 12 tahun 1994. Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. 2. Objek Pajak Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah segala jenis kepemilikan atas manfaat suatu bumi dan bangunan yang melekat diatasnya yang dapat dihitung nilai pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini pengertian bumi yang dimaksud adalah permukaan tanah atau air dan semua kandungan yang terdapat di dalam tubuh bumi, seperti barang tambang. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah suatu konstruksi teknik yang melekat secara tetap pada permukaan bumi, contohnya
  • 19. 19 adalah rumah, hotel, kolam renang, jalan tol, tempat pertambangan, dan bangunan maupun fasilitas yang memiliki manfaat. 3. Subyek Pajak Yang dimaksud dengan subjek pajak menurut Undang – undang No. 12 tahun 1985 Pasal 4 adalah badan atau perorangan yang secara nyata memiliki dan menguasai kepemilikan atas tanah dan atau bangunan serta badan atau perorangan yang memperoleh manfaat atas objek tersebut. Pemilik properti atau orang yang memperoleh manfaat selanjutnya disebut sebagai wajib pajak. Jadi, orang atau badan yang sedang menyewa property wajib dikenakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama waktu sewa atau sesuai perjanjian sewa. Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang menanggung, maka yang menentukan subjek pajak adalah Direktorat Jendral Pajak berdasarkaan bukti- bukti yang ada. 4. Tata Cara Pembayaran Dasar perhitungan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk beberapa daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan self assessment. Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahun di bulan Maret melalui aparat desa setempat dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Dalam SPPT tercantum nama wajib pajak dan besar pajak yang harus dibayarkan beserta rincian perhitungan. Waktu pembayaran PBB paling lambat dilakukan
  • 20. 20 6 (enam) bulan setelah SPPT diterbitkan, apabila sampai batas waktu yang ditetapkan belum dibayar, maka akan dikenakan denda 2% per bulan hingga maksimal 24 bulan. Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah- rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen). Untuk properti dengan nilai NJOP dibawah 1 Miliar, NJKP ditetapkan sebesar 20 % dari Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP), sedangkan property dengan NJOP diatas 1 Miliar akan dikenakan NJKP sebesar 40 % dari total NJOPKP. Perhitungan NJOPKP didapatkan dari NJOP dikurangi dengan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Besar NJOPTKP ditentukan oleh pemerintah daerah setempat, sehingga setiap lokasi bisa berbeda NJOPTKP nya. 2) Aspek Hukum Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum a) Pengaturan Pengadaan Tanah Hak dasar dari setiap orang adalah adalah kepemilikan atas tanah. Jaminan mengenai tanah ini, dipertegas dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Sosial and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)7. Tanah pada dasarnya memiliki 2 arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Tanah sebagai social asset adalah sebagai sarana pengikat kesatuan di kalangan lingkungan sosial untuk kehidupan dan hidup, sedangkan tanah sebagai capital asset adalah 7Maria S.W.Sumarjono,Tanah DalamPrefektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,Bukum Kompas, Jakarta,2008,hal. vii
  • 21. 21 sebagai modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi. Tanah merupakan sumber daya alam yang stratrgis bagi bangsa, negara dan rakyat, maka didalam konsitusi kita, yaitu dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa segala kekayaan alam dikuasai oleh negara. Kewenangan negara ini diatur kembali dalam Pasal 2 UUPA yang mencangkup, antara lain: a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa. b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum anatara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa. Landasan utama pengaturan pengadaan tanah ini ada dalam Pasal 18 UUPA “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan mmberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur UndangUndang”. Walaupun didalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA mengandung prinsip penguasaan dan penggunaan tanah secara individu, namun hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi tersebut mengandung unsur kebersamaan. Sifat pribadi hakhak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan di pertegas dalam Pasal 6 UUPA yang mana semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan lebih lanjut, mengenai pengadaan tanah di atur dalam Peraturan Pemerintah. Pengertian pengadaaan tanah menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanh Bagi
  • 22. 22 Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi keapada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaita dengan tanah atau dengan pencabutran Hak atas Tanah. Selain itu, didalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang menurut ketentuan dalam Pasal 1 pengertian Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jika dilakukan perbandingan dari kedua peraturan presiden tersebut, terdapat perbedaan. Perbedaan itu tampak, dimana didalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan tentang pencabutan Hak Atas Tanah, sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak ada menyinggung mengenai Hak Atas Tanah, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah untuk kepentingan umum adalah suatu kegiatan yang diperbuat untuk mendapatkan tanah melalui pelepasan atau penyerahan Hak Atas Tanah, bangunan, tanaman, aitau benda-benda yang berkaotan dengan tanah dengan cara memberikan ganti rugi yang layak. Namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dalam Pasal 1 butir 2 menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan pelakasanaa pembangunan, namun dalam melaksanakannya dibutuhkan tanah, sehingga proses dalam penyediaan tanah dalam rangka pembangunan ini yang disebut proses
  • 23. 23 pengadaan tanah. Dalam menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturan- peraturan yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tantang Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA). Didalam undang-undang ini, pasal yang terkait dengan pengadaan tanah ada didalam; a) Pasal 14 ayat (1) dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pemerintah membuat rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 1) Untuk keperluan negara; 2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; 3) Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebuadayaan dan lain-lain kesejahteraan; 4) Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, perternakan, dan perikanan serta sejalan dengan itu; 5) Untuk keperluan memperkembangakan industri, transmigrasi dan peertambangan. b) Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari selurh rakyat. Hak-Hak Atas Tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti rugi kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan udang-undang.
  • 24. 24 2. Selain terkandung didalam Undang-Undang, peraturan mengenai pengadaan tanah juga didatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, antara lain: a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan- ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Olehh Pihak Swasta. c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Cara pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Di wilayah Kecamatan. Namun, ketiga perakturan mentri diatas, dinyatakan tidak berlaku, lagi dengan dikeluarkanya. 3. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya: 4. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah disempurnakan oleh: 5. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 36 Tahun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaaan tanah dan tidak digunakan untuk melakakukan Hak Atas Tanah yang pada hakikatnya merupakan subtansi undang-undang.
  • 25. 25 6. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BBPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomr 1 Tahun 1994 ini masih digunakan sebagai pediman pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum karena hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana dari Peraturan Presdien Nomor 65 Tahun 2006. 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Ynag Ada Di Atasnya. Jika keadaan mengharuskan dilakukannya pencabutan Hak Atas Tanah maka Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 65 Tahun 2006 tida lagi dapat diterapkan dengan langkah berikutnya adalah dengan menggunakan instrumen Undang-Unddang Nomor 20 Tahun 1961 dan peraturan Pelaksanaannya. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. 9. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak- Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya. 10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
  • 26. 26 12. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. b) Asas Pengadaan Tanah Asas dalam Pengadaan tanah diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 sebagai berikut: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas: a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kemanfaatan; d. kepastian; e. keterbukaan; f. kesepakatan; g. keikutsertaan; h. kesejahteraan; i. keberlanjutan; dan j. keselarasan. Berdasarkan Penjelasan Pasal 2, asas-asas tersebut dijelaskan maknanya sebagai berikut: Asas kemanusiaan adalah Pengadaan Tanah harus memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional; Asas keadilan adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.; Asas kemanfaatan adalah hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Asas kepastian adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak; Asas keterbukaan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah; Asas kesepakatan adalah bahwa
  • 27. 27 proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Asas keikutsertaan adalah dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan. Asas kesejahteraan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang Berhak dan masyarakat secara luas. Asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Asas keselarasan adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara. c) Tahapan Pengadaan Tanah Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan: A. Perencanaan Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pernerintah Instansi yang bersangkutan. Rencana Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2012, disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
  • 28. 28 c. letak tanah; d. luas tanah yang dibutuhkan; e. gambaran umum status tanah; f. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. perkiran nilai tanah; i. rencana penganggaran. B. Persiapan Pengadaan Tanah Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan: a. pemberitahuan rencana pembangunan; b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan c. Konsultasi Publik rencana pembangunan. C. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; b. penilaian Ganti Kerugian; c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian; d. pemberian Ganti Kerugian; dan e. pelepasan tanah Instansi. D. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah setelah: a. pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan; dan/atau b. pemberian Ganti Kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri dan oleh karenanya Instansi yang
  • 29. 29 memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil Pengadaan Tanah tersebut. E. Analisa Aspek Perpajakan Pada Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Terhadap Unit Property milik Pihak Pengembang Yang Telah Terjual Kepada Kosumen Namun Proses Balik Nama Belum Dapat Dilakukan Dalam Kasus penjualan unit property milik Pihak Pengembang yaitu PT. Cakrawala Inti Sejahtera yang pelunasan harga unitnya telah dibayarkan oleh Pihak Konsumen yang kemudian dikarenakan ketentuan Pasal 27 UU No. 2 Tahun 2012 proses akta jual beli dan pendafataran peralihan hak dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang kepada Pihak Konsumen tidak dapat dilakukan sebagai akibat lokasi tersebut telah ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka aspek perpajakan yang harus dipenuhi oleh Para Pihak yaitu : a) Pajak Pertambahan Nilai PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang berkewajiban untuk melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayarkan oleh konsumennya atas unit yang dibelinya hal ini dikarenakan komponen pajak pertambahan nilai ini telah dimasukan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang kedalam harga dari setiap unit properti yang dijualnya kepada konsumen. Pajak ini timbul karena adanya nilai tambah yang telah dilakukan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang yaitu dari sebelumnya hanya areal tanah kosong yang kemudian dilakukan pembangunan unit-unit properti diatas lahan atau kavling yang dimilikinya tersebut. Besarnya tarif pengenaan PPN yang harus ditanggung oleh konsumen adalah sebesar 10% dari harga Jual unit property tersebut.
  • 30. 30 Atas kewajiban konsumen untuk pembayaran Pajak pertambahan nilai atas unit property yang telah dibelinya dari Pihak Pengembang, maka kewajiban PT. Cakrawala Inti Sejahtera sebagai pengembang adalah menyetorkan kepada Negara pajak pertambahan yang telah dibayarkan oleh Pihak Konsumen, dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetorkannya tersebut maka PT. Cakrawala Inti Sejahtera wajib menerbitkan faktur pajak. Sehubungan dalam kasus pembelian unit property yang dilakukan oleh Pihak Konsumen kepada PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang biasanya dilakukan melalui Cash Keras, angsuran bertahap, maupun melalui KPR Bank, dimana apabila pembayaran harga unit tersebut dilakukan secara cash keras maka dari 10% dari total harga unit property yang dibeli oleh Konsumen harus disetorkan PPNnya, begitupula apabila pembayaran pembelian unit dilakukan secara bertahap maka untuk setiap angsuran pembayaran harga unit yang telah dibayarkan Pihak konsumen maka sudah termasuk PPN 10%, sehingga nantinya pada akhir cicilan jumlah komulatif PPN yang telah dibayarkan oleh Pihak Konsumen adalah sebesar 10% dari harga unit yang dibelinya. Pajak Pertambahan Nilai tersebut harus telah disetorkan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera selambat-lambatnya pada tanggal 20 dibulan berikutnya. b) Pph (Pajak Penghasilan) atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan PT. Cakrawala Inti Sejahtera wajib membayarkan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukannya, dimana berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang dikeluarkan tanggal 8 Agustus 2016 dan mulai berlaku pada tanggal 8 September 2016, bahwasanya atas penghasilan yang diterima oleh perusahaan pengembang atas usaha jual-beli unit properti, maka akan
  • 31. 31 dikenakan pajak penghasilan sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas, terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas sudah harus dibayarkan oleh Pihak Pengembang selambat-lambatnya pada tanggal 15 di bulan berikutnya dan pajak penghasilan tersebut dihitung dari jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan tersebut. Dalam kasus ini, maka terhadap unit-unit yang pembayarannya telah dilunasi oleh Pihak Konsumen sebelum berlakunya PP No. 34 Tahun 2016, maka PT. Cakrawala Inti Sejahtera tetap berkewajiban untuk melakukan pembayaran tarif PPh sebesar 5% dari pendapatan yang diperolehnya atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Dalam pengadaan tanah setelah memasuki tahapan pemberian ganti rugi, maka Pihak yang berhak dalam hal ini adalah Pihak Konsumen yang berdasarkan disposisi dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan selaku ketua pelaksana pengadaan tanah untuk ruas tol serpong cinere dapat melakukan penandatangan akta jual beli yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT setempat setelah terlebih dahulu melakukan pembayaran BPHTB dan kemudian atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
  • 32. 32 , maka Konsumen wajib melakukan pembayaran PPh sebesar 2,5% dari jumlah ganti rugi yang telah dibayarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. c) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bahwa dikarenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang memiliki hak kepemilikan atau mendapat manfaat atas keberadaan tanah dan bangunan tersebut, maka PT. Cakrawala Inti Sejahtera sebagai pemegang hak atas tanah dan sekaligus memanfaatkan tanah tersebut untuk dikembangkan menjadi unit-unit properti wajib membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan atas lahan yang dimilikinya dan bangunan yang didirikan diatasnya. Dalam kasus ini antara PT. Cakrawala Inti Sejahtera dengan para konsumennya telah terikat perjanjian pengikatan jual beli, dimana dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat antara PT. Cakrawala Inti Sejahtera dengan Pihak Konsumen telah diperjanjikan bahwasanya kewajiban pembayaran PBB atas unit yang telah dipesan oleh konsumen tersebut akan menjadi tanggung jawab dari konsumen terhitung sejak serah terima unit bangunan dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera kepada Konsumen artinya sepanjang pembangunan belum diselesaikan dan unit belum diserah-terimakan oleh PT. Cakrawala Inti Sejahtera kepada Pihak konsumen maka kewajiban dan tanggung jawab PBB akan tetap berada pada pengembang, sehingga sekalipun dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli jadwal serah terima adalah Mei 2013 namun dikarenakan adanya keterlambatan penyelesaian bangunan yang menyebabkan bangunan kios dan ruko baru
  • 33. 33 dapat diselesaikan dan diserah-terimakan pada Januari 2014, maka terhitung tahun 2014 PBB yang akan menjadi kewajiban dari konsumen. d) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Sehubungan dengan tidak dapat dilakukannya proses peralihan hak dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera kepada para konsumennya terhitung sejak Desember 2015, maka Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang seharusnya menjadi kewajiban dan harus dibayarkan oleh konsumen serta mulai terhutang sejak ditanda tanganinya akta jual beli dihadapan PPAT setempat sesuai dengan ketentuan Pasal 90 ayat 1 UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, bahwa saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam transaksi jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta jual beli, namun dikarenakan ketentuan Pasal 27 ayat 1 UU No.2 Tahun 2012 bahwa peralihan hak hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang berhak kepada intansi yang memerlukan tanah, dan pihak yang berhak dalam undang-undang ini adalah pemegang hak atas tanah yang namanya tertera dalam sertipikat bukti tanda hak karena secara dejure dengan tidak dapat dilakukannya peralihan hak dari Pihak Pengembang kepada Konsumen maka sertipikat tanda bukti hak atas unit property tersebut saat ini masih atas nama pengembang. Dalam kasus ini apabila Pihak Pengembang tidak beritikad baik, maka pihak konsumen akan sangat dirugikan karena Pihak Konsumen yang telah membayar lunas atas unit tersebut kepada Pihak Pengembang bukan hanya kehilangan dan/atau tidak lagi dapat memiliki dan menguasai secara fisik unit properti yang telah dibelinya tersebut karena terkena proyek pengadaan tanah untuk tol, namun pihak kosumen juga dapat
  • 34. 34 kehilangan haknya atas penggantian yang layak dari unit propeti yang telah dibelinya dari Pihak Pengembang, karena panitia pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan buku tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan Setempat akan mengasumsikan bahwa unit-unit property tersebut masih milik Pihak Pengembang. Disinilah peran aktif Pihak Konsumen untuk dapat mengajukan keberatan kepada pelaksana pengadaan tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang telah dilakukannya dengan konsumen dan peran Satgas pengadaan tanah disni diperlukan untuk dapat memastikan bahwa pembayaran ganti rugi yang dilakukan dalam rangka proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum diberikan kepada Pihak Yang Berhak, dalam artian Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan sekaligus selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah kiranya dapat memberikan pengecualiaan penghentian proses peralihan hak pada bidang tanah yang telah ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap bidang-bidang tanah yang telah terikat perjanjian pengikatan jual beli sebelum pembaharuan penetapan lokasi yang telah dilakukannya, setidak-tidaknya sampai dengan proses akta jual beli karena secara hukum beralihnya kepemilikan hak atas tanah terjadi pada saat ditanda- tanganinya akta jual beli sedangkan proses balik nama sertipikat hanya untuk pencatatan pada Kantor Pertanahan setempat. F. Kesimpulan dan Saran 1) Kesimpulan Bahwa Aspek Perpajakan yang timbul dan menjadi kewajiban Para Pihak (PT. Cakrawala Inti Sejahtera selaku pengembang), konsumen, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait proses pengadaan tanah untuk
  • 35. 35 pembangunan bagi kepentingan umum pada Kawasan primary market dengan peruntukan perniagaan yang telah terjual kepada para konsumennya antaralain Pajak Penghasilan yang menjadi kewajiban dari PT. Cakrawala Inti Sejahtera atas penghasilan yang diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan. 2) Saran Bahwa kiranya untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan dalam proses penggantian rugi pada pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, maka panitia pelaksana pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak serta merta memberlakukan ketentuan Pasal 27 Undang-undang No. 2 Tahun 2012 yaitu dengan memblokir seluruh transaksi peralihan hak yang lokasinya telah ditetapkan sebagai lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum melainkan tetap dapat memperbolehkan transaksi peralihan hak yang dilakukan berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan jauh sebelum penetapan lokasi pengadaan tanah dilakukan, sehingga selain menjamin kepastian hukum terkait pihak yan berhak untuk mendapatkan ganti rugi tetapi juga dapat memaksimalkan pendapatan pajak terkait transaksi jual beli antara Pihak Pengembang dengan Konsumen dan transaksi pelepasan Hak antara Konsumen dengan Intansi yang membutuhkan tanah, karena dengan begitu Negara akan memperoleh pajak dari Pihak Pengembang berupa PPh Pasal 4 ayat 2 dan pajak-pajak terkait dengan badan, Negara akan memperoleh pajak dari Pihak Konsumen berupa PPN yang pembayarannya melalui Pihak Pengembang BPHTB, PPh Pasal 4 ayat 2 pada saat konsumen melepaskan haknya kepada intansi yang memerlukan tanah dalam rangka pengadaan tanah, sedangkan instansi yang memerlukan tanah akan membayarkan BPHTB atas perolehan tanahnya.