Panama Papers yang mengungkap kekayaan tersembunyi pemimpin dan politisi dunia, termasuk 1.038 wajib pajak Indonesia, menunjukkan bahwa korporasi rentan digunakan untuk praktik pencucian uang. Sebagaimana pemahaman global, pelaku kejahatan menyalahgunakan korporasi untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal aser dan kebanyakan dari pelaku kejahatan tersebut disebut sebagai beneficial owner. Karenanya, pengungkapan beneficial ownership urgen untuk diterapkan di Indonesia, khususnya untuk mengungkap dan mengatasi kejahatan finansial, seperti pencucian uang dan penggelapan pajak, meningkatkan penerimaan pajak, serta mendukung iklim investasi. Indonesia telah mengumumkan sejumlah komitmen global terkait pengungkapan beneficial ownership dan advokasi bersama antara pemerintah dan organisasi non-pemerintah, termasuk masyarakat sipil, telah dilakukan untuk menjalankan komitmen tersebut.
2. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
2
Gambar 1. Komitmen Global Pemerintah Indonesia dalam Transparansi Beneficial Ownership
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (PWYP Indonesia, 2018)
Panama Papers yang mengungkap kekayaan tersem-
bunyi pemimpin dan politisi dunia, termasuk 1.038
wajib pajak Indonesia, menunjukkan bahwa korporasi
rentan digunakan untuk praktik pencucian uang. Pen-
cucian uang sendiri merupakan salah satu tindak pi-
dana terbesar dengan kerugian diestimasi mencapai
USD 2,1 triliun, sebagaiman hasil survei Hedgethink
di tahun 2016. Sementara di Indonesia, Mahkamah
Agung RI merilis total nilai 77 kasus terkait pencu-
cian uang dan pendanaan terorisme yang meng-
gunakan korporasi mencapai Rp 4,6 triliun. Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mengumumkan per September 2017 terdapat 5.146
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM)
terkait tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme yang berpotensi dilakukan oleh korporasi
dengan nilai Rp 1.602.092.297.825.990 (EY, 2017). Bu-
letin statistik PPATK juga mencatat 186 kasus tindak
pidana pencucian uang telah ditangani PPATK sejak
2003 hingga Maret 2018. Sebagaimana pemahaman
global, pelaku kejahatan menyalahgunakan korporasi
untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal aser
dan kebanyakan dari pelaku kejahatan tersebut dise-
but sebagai beneficial owner. Risiko tersebut dapat
diminimalkan melalui pengungkapan informasi pemi-
lik/pengendali/penerima manfaat sesungguhnya (be-
neficial ownership) dari sebuah korporasi. Sayangnya
lembaga penegak hukum di Indonesia masih kesulit-
an mengakses informasi tersebut.
Pengungkapan beneficial ownership dapat digunakan
untuk mengidentifikasi individu yang bertanggung
jawab atas kegiatan ekonomi yang dijalankan sebuah
korporasi beserta kewajiban keuangannya, utamanya
pajak. Sekitar Rp 1.387 triliun uang beredar di sektor
minyak dan gas bumi serta mineral dan batubara, ri-
buan pengusaha menikmati penghasilan dari menge-
ruk kekayaan di sektor pertambangan (BPS, 2014 & BI,
2014). Namun hanya sekitar Rp 96,9 triliun yang da-
pat ditarik pajaknya (DJP, 2014). Sehingga, tax ratio di
sektor ini hanya sebesar 9,4% (PWYP Indonesia, 2016).
Rendahnya tax ratio ini salah satunya disebabkan oleh
praktik penggelapan dan penghindaran pajak yang
selama ini memanfaatkan struktur kepemilikan peru-
sahaan yang kompleks dan mengaburkan beneficial
ownership.
Keterbukaan beneficial ownership juga diyakini dapat
meningkatkan iklim investasi, dengan mengurangi
risiko finansial investor dan menciptakan iklim bisnis
yang adil. Survei EY di tahun 2016 mengungkapkan
91% pemimpin bisnis menganggap penting untuk
mengetahui informasi beneficial ownership atas en-
titas yang melakukan hubungan bisnis dengan me-
reka (EY’s 14th Global Fraud Survey 2016). Karenanya,
pengungkapan beneficial ownership urgen untuk di-
terapkan di Indonesia, khususnya untuk mengung-
kap dan mengatasi kejahatan finansial, seperti pen-
cucian uang dan penggelapan pajak, meningkatkan
penerimaan pajak, serta mendukung iklim investasi.
Indonesia telah mengumumkan sejumlah komitmen
global terkait pengungkapan beneficial ownership
dan advokasi bersama antara pemerintah dan organi-
sasi non-pemerintah, termasuk masyarakat sipil, telah
dilakukan untuk menjalankan komitmen tersebut.
Latar Belakang
3. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
3
Kerangka global beneficial ownership pertama kali di-
cetuskan oleh Organisation for Economic Cooperati-
on and Development (OECD), yakni dalam OECD Mo-
del Tax Convention (MTC) di tahun 1977. Kerangka ini
beberapa kali mengalami penyesuaian, utamanya ter-
kait definisi beneficial owner, yang mana terakhir dila-
kukan di tahun 2017. Seiring dengan perkembangan
diskursus beneficial ownership, sejumlah organisasi
dan kerjasama multilateral juga mengadopsi ketentu-
an terkait pengungkapan beneficial ownership, seper-
ti Financial Act Task Force (FATF), G20, dan Extractive
Industries Transparency Initiative (EITI).
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyepakati se-
jumlah komitmen global terkait pengungkapan bene-
ficial ownership. Sebagai anggota Asian Pacific Group
on Money Laundering (APG), Indonesia berkomitmen
untuk mengimplementasikan 40 rekomendasi FATF,
khususnya rekomendasi 24 dan 25 mengenai bene-
ficial ownership untuk korporasi dan legal arrange-
ment. Pada November 2014, Indonesia dalam G20
Anti-Corruption Working Group (G20 ACWG) berko-
mitmen untuk mengimplementasikan High Level Prin-
ciple on Beneficial Ownership and Transparency yang
menekankan pentingnya transparansi, ketersediaan
informasi beneficial ownership yang akurat dan dapat
diakses oleh lembaga yang berwenang.
Komitmen dalam transparansi beneficial ownership
juga diungkapkan dalam Anti-Corruption Summit di
London pada tahun 2016. Di tahun yang sama, peme-
rintah Indonesia dalam Global Forum on Transparency
and Exchange of Information for Tax Purposes (Global
Forum) kembali menyampaikan komitmen pelaksa-
naan Terms of Reference 2016 yang mensyaratkan
aspek ketersediaan informasi kepemilikan yang me-
liputi baik legal dan beneficiary ownership. Selain itu,
sebagai negara anggota Standar Extractive Industries
Transparency Initiative (EITI), Indonesia telah berko-
mitmen mengikuti Standar EITI 2016 untuk menyusun
peta jalan keterbukaan beneficial ownership di sektor
industri ekstraktif pada tahun 2017 dan mulai mem-
buka informasi tersebut pada Januari 2020. Di peng-
hujung tahun 2017, Indonesia menjadi tuan rumah
penyelenggaran konferensi global terkait beneficial
ownership, dimana pemerintah Indonesia kembali
mendeklarasikan komitmen pengungkapan beneficial
ownership.
Gambar 2. Peta Jalan Pengungkapan Beneficial Ownership di Industri Ekstraktif di Indonesia
Sumber: EITI Indonesia, 2016
Indonesia dan Komitmen Global Pengungkapan Beneficial Ownership
4. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
4
Pemerintah Indonesia menguatkan komitmennya dalam melaksanakan pengungkapan beneficial ownership,
khususnya terakit akses informasi, melalui inisiatif Open Government Partnership (OGP). Pemerintah memasuk-
kan satu rencana aksi terkait beneficial ownership, yakni untuk mengadopsi prinsip open data dalam pengung-
kapan beneficial ownership, dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) OGP untuk periode 2018-2020.
Kerangka Regulasi Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia
Pelaksanaan pengungkapan beneficial ownership di
Indonesia pertama kali diatur melalui dalam konteks
perpajakan melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jen-
deral Pajak No. SE-04/PJ.34/2005 tentang Petunjuk
Penerapan Beneficial Ownership sebagaimana tercan-
tum dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) antara Indonesia dengan negara lain. Prinsip ini
kemudian diadopsi dalam Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Adapun
SE di atas telah direvisi sebanyak tiga kali pada tahun
2008, 2009, dan 2010. Pada SE terbaru, yakni SE-25/
PJ/2010, mendefinisikan beneficial ownership sebagai
pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa di-
viden, bunga, dana atau royalti, baik Wajib Pajak Per-
orangan maupun Wajib Pajak Badan, yang berhak se-
penuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat
penghasilan-penghasilan tersebut (PWYP Indonesia,
2016).
Selain dalam kerangka perpajakan, sejumlah pera-
turan di Indonesia telah mengatur definisi beneficial
ownership. Sebut saja Bank Indonesia (BI) dan Oto-
ritas Jasa Keuangan (OJK) terkait perbankan, hingga
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait
pendaftaran korporasi maupun organisasi. Sayang-
nya, tiap peraturan memiliki skop yang berbeda, se-
suai dengan kepentingan penerbit regulasi. Karena-
nya, dibutuhkan payung hukum mengenai beneficial
ownership yang mewajibkan entitas korporasi untuk
melaporkan dan melakukan pembaruan informasi be-
neficial owner mereka dan pihak yang berwenang un-
tuk mengembangkan sistem administrasi yang terpu-
sat, serta mengatur penggunaan informasi beneficial
ownership untuk penegakan hukum dan perpajakan
serta kepentingan ekonomi lainnya.
6. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
6
Payung hukum pengungkapan beneficial ownership di Indonesia akhirnya diterbitkan pada Maret 2018, yakni
melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Man-
faat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme. Perpres ini mengatur definisi beneficial ownership, tugas dan wewenang para
pihak dalam implementasi pengungkapan beneficial ownership hingga pengembangan sistem data dan infor-
masi beneficial ownership. Keberadaan Perpres ini diyakini mampu mengakselerasi pelaksanaan pengungkapan
beneficial ownership di Indonesia.
Gambar 4. Cakupan Peraturan Presiden 13/2018
Sumber: Dirangkum dari Peraturan Presiden 13/2018 (PWYP Indonesia, 2018)
Payung hukum pengungkapan beneficial ownership
baru saja disahkan pada Maret 2018, namun kerang-
ka beneficial ownership telah digunakan dalam pe-
nanganan kasus korupsi di Indonesia. Salah satunya
dalam kasus pencucian uang oleh Muhammad Naza-
ruddin, mantan anggota DPR RI. Nazaruddin didakwa
melakukan pencucian uang melalui pembelian saham
di berbagai perusahaan dengan menggunakan uang
hasil korupsi. Pembelian saham dilakukan dengan
menggunakan perusahaan yang tergabung dalam
Grup Permai. Adapun sumber penerimaan Grup Per-
mai berasal dari fee dari pihak lain atas jasa meng-
upayakan sejumlah proyek yang didanai pemerintah.
Nazaruddin memang tidak tercatat langsung sebagai
pemimpin atau pengurus di perusahaan tersebut na-
mun ia bisa mengendalikan perusahaan dan menda-
patkan keuntungan yang paling besar dengan menya-
markan serta menyembunyikan asal-usul aset yang
diperoleh dari praktik korupsi. Dalam persidangan,
terungkap setidaknya terdapat 42 rekening yang di-
gunakan Nazaruddin sebagai tempat persembunyi-
an uangnya. Hakim memutuskan bahwa Nazaruddin
secara hukum bersalah karena melanggar Pasal 378
KUHP dalam Pasal 55(1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 ayat
1 huruf a dan c UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, diubah dengan UU No. 25 Ta-
hun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Untuk itu, di
tahun 2016 Nazaruddin selaku beneficial owner Grup
Permai mendapatkan (tambahan) vonis hukuman se-
lama enam tahun, di samping vonis hukuman atas ka-
sus korupsi wisma atlet selama tujuh tahun.
Penggunaan Kerangka Beneficial Ownership dalam Penangangan Kasus
Korupsi di Indonesia
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018
7. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
7
Di samping itu, kerangka beneficial ownership juga di-
terapkan dalam penanganan kasus korupsi pengada-
an Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Setya Novanto (SN), didakwa menerima USD 7,3 juta
dan jam tangan Richard Mille senilai USD 135 ribu
dari anggota konsorsium proyek e-KTP. Penerimaan
uang fee yang berasal dari Johanes Marliem dilakukan
oleh SN melalui Made Oka Masagung, keponakan SN
sekaligus mantan direktur PT. Mukarabi Sejahtera, sa-
lah satu perusahaan peserta lelang e-KTP, dan Irvan-
to Hendra Pambudi, pemilik OEM Investment Pte.Ltd
dan Delta Energy Pte.Lte.
Terungkap dalam persidangan Maret 2018 bahwa
sejumlah anggota keluarga Setya Novanto tmemiliki
saham di PT. Murakabi Sejahtera. Bahkan keponakan
Setya Novanto sendiri merupakan mantan direktur
pada perusahaan tersebut. Sementara mayoritas sa-
ham PT. Murakabi Sejahtera dimiliki oleh PT Mondia-
lindo Graha Perdana, yang mana keduanya berkantor
di kantor milik Setya Novanto. Meski uang fee tidak
secara langsung diterima oleh terdakwa, saksi ahli
dalam persidangan berpendapat bahwa SN bisa di-
tetapkan sebagai beneficial owner PT Mukarabi Sejah-
tera, mengingat Setya Novanto dapat mengendalikan
perusahaan dan mendapatkan keuntungan dari peru-
sahaan tersebut, meski yang tercatat sebagai peme-
gang saham adalah anggota keluarganya.
SN dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 12
UU Tipikor jo Pasal 55 paragraf 1 dan divonis 15 tahun
penjara. Namun, mengingat adanya indikasi tindak
pencucian uang, lembaga yang berwenang berupaya
untuk mengembangkan kasus ke tindak pidana pen-
cucian uang.
Kedua kasus menunjukkan mekanisme penanganan
kasus korupsi yang mengadopsi kerangka beneficial
ownership, dimana lembaga yang berwenang berupa-
ya mengungkap penerima manfaat sebenarnya dari
korproasi yang terkait dengan tindak korupsi, tidak
sebatas pemilik secara hukum, yang namanya tercatat
di dokumen legal.
Sebelum diskursus beneficial ownership mendapatkan
sorotan publik, sejumlah organisasi masyarakat sipil,
termasuk Publish What You Pay (PWYP) Indonesia te-
lah melakukan kajian mengenai kepemilikan korpora-
si dan politically exposed person (PEP) di sektor per-
tambangan di Indonesia. Kajian ini bermaksud untuk
melihat relasi antara pemilik konsesi pertambangan
dengan aparatur sipil negara, anggota partai politik
serta anggota parlemen dan melihat bagaimana relasi
tersebut digunakan untuk mempengaruhi kebijakan.
Namun pemilik konsesi di sini masih sebatas kepe-
milikan legal sebagaimana tercatat dalam dokumen
perusahaan (legal owner). Kajian (tidak dipublikasikan,
2015) memiliki temuan yang terbatas, karena infor-
masi legal owner belum mecukupi untuk menentukan
penerima manfaat sebenarnya yang memegang ken-
dali utama suatu korporasi.
Di sisi yang lain, kajian di atas mengungkap tantang-
an kritikal dalam mewujudkan keterbukaan beneficial
ownership di Indonesia, utamanya terkait akses infor-
masi. Informasi mengenai legal owner tidak tersedia
untuk publik di Indonesia. Publik harus membayar
hingga Rp 500.000,00 untuk mendapatkan informa-
si kepemilikan suatu korporasi, dari pendirian hing-
ga perubahan terakhir. Sinkronisasi data juga masih
menjadi problema. Data perubahan kepemilikan per-
usahaan yang dilaporkan ke lembaga tertentu tidak
otomatis diterima oleh lembaga lain.
Dengan adanya pengendalan Standar EITI 2016, PWYP
Indonesia bersama dengan organisasi masyarakat si-
pil lain yang fokus pada pelaksanaan EITI di Indonesia
menekankan pentingnya beneficial ownership dari su-
dut pandang perpajakan. Mereka secara aktif melibat-
kan pemangku kepentingan dalam EITI untuk meme-
nuhi standar EITI tersebut, khususnya ketentuan 2.5
mengenai penyusunan peta jalan beneficial ownership
pada Januari 2017. Indonesia mempublikasikan peta
jalan beneficial ownership sesuai dengan standar EITI
pada Desember 2016. Adapun peta jalan tersebut
berisi rencana aksi dalam pelaksanaan transparan-
si beneficial ownership dengan tujuan utama untuk
membuka informasi beneficial ownership pada Janu-
ari 2020. Bersamaan dengan itu, kelompok organisa-
si masyarakat sipil yang fokus pada isu transparansi,
Transparansi Internasional (TI), melakukan penilaian
komitmen negara anggota G20, termasuk Indonesia,
dalam pelaksanaan High Level Principle on Beneficial
Ownership Transparency.
Masyarakat Sipil dalam Upaya Keterbukaan Beneficial Ownership di
Indonesia
8. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
8
Gambar 5. Struktur Kepemilikan ADARO Group
PT Bumi Kaliman
Sejahtera
PT Saratoga
Investama Sedaya
PT Millenium Capital
Investment
PT Alam Tri
Abadi
PT Trinugraha
Thohir
PT Pandu Alam
Persada
PT Adaro Strategic
Capital
PT Adaro Strategic
Lestari
PT Adaro Strategic
Investment
PT Khazana Bumi
Kaliman
PT Telen Eco
Coal
PT Bukit Enim
Energi
PT Bumi Alam
Sejahtera
PT Triputra
Utama Selaras
PT United
Tractors
PT Astra
International Tbk
PT Bukti Bara
Alampersada
99.99% PT Bumi Murau
Coal
PT Birawa
Pandu Selaras
PT Tri Panuntun
Persada
95% 5%
PT Wahau
Sukses Sejahtera
Sonax Offshore
Inc
PT Prakarsa
Anugerah Sejahtera
0.1%
SB
TI
SRH
SH
AW
18%
15%
18%
18%
31%
PT Arya Citra
International
0.01%
5%
5%
PT Persada
Multi Bara
0.01%
0.01%
PT Bhakti Energi
Persada
95%
95%
99.99%
99.99%
1.5%
RK
JM
98%
2%
1.28%
ALKS
7.23%
1.82%
PT Bara Murau Coal
ARO
8.2%
8.2%
ANO
PT Persada Capital
Investama
30.79%
PT Triputra
Investndo Arya
IA
RHWR
PT Tri Nur Cakrawala
ASS AWS AKS
MS S
17.94%
17.94%
26%
26%
10%10%10% 20% 50%
10% 10% 10%
20% 50%
25%
74.93%
30.79%
LRI CAR
99.99%
0.01%
25%
ET
HV
ET
MTT
GT
30%
10%
10%
10%
40%
10.22%
PT Unitras
Pertama
ES
25%
SSU
Public
31.5%
29.2%
29.2%
10.2%
25.07% 25.28%
29.78%
25%
44.94%
PT Adaro Energy Tbk
43.91%
10%
61.04%
GT
5.04%
TP
50%
50%
AE
IE
EA
EE
20%
20%
40%
20%
13.92%
PT Pamapersada
Nusantara
20%
100%
100%
PT Mutiara Indah
Permai
75%
PT Bukit Baramas
Lestari
25%
SS
HS
CS
PT Paramitha Cipta
Sarana
PT Laskar Semesta
Alam
RT
Far East Investments
Ltd.
5.6%0.22%
94.1%
75%
SP
Public
59.5%
40.44%
0.06%
PT Semesta
Centramas
75.2%
75%
0.4%
24.6%
24.6%
0.4%
0.4%
24.4%
GT
ES
SSU
TPR
S
CAH
Public
PT Adaro Indonesia
100%
40.94%
0.03%
1.36%
2.26%
2%
3.29%
6.21%
99.9%95% 5%
Sumber: PWYP Indonesia, 2016
9. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
9
Gambar 6. Komitmen Negara G20 dalam Pelaksanaan High Level Principle on Beneficial Ownership Transparency
Sumber: Transparansi Internasional, 2017
Masyarakat sipil yang fokus pada isu beneficial ownership telah berkembang di Indonesia. Koalisi Anti Mafia
Hutan melakukan kajian untuk menilai hubungan antara perusahaan pemasok Asia Pulp and Paper (APP) yang
diklaim sebagai mitra ‘independen’, termasuk dua perusahaan di Sumatera yang mengalami kebakaran parah
pada tahun 2015, dengan manajemen APP dan/atau Grup Sinar Mas, perusahaan induk APP. Temuan kajian
mengindikasikan 24 dari 27 perusahaan pemasok ‘independen’ APP berhubungan dengan Grup Sinar Mas.
Kepemilikan saham mayoritas dan minoritas 24 perusahaan pemasok mengalir melalui 22 perusahaan induk
ke delapan individu, yang tujuh diantaranya merupakan pegawai atau eks-pegawai entitas yang dikontrol oleh
Grup Sinar Mas sebagaimana diindikasikan dengan titik merah dalam gambar 7.
Gambar 7. Struktur Kepemilikan Pemasok APP yang Terhubung dengan Grup Sinar Mas
Sumber: Koalisi Anti Mafia Hutan, 2018
10. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
10
Pengungkapan Beneficial Ownership
sebagai Program Prioritas Nasional
Upaya mempercepat pelaksanaan pengungkapan
beneficial ownership di Indonesia dilakukan dengan
memprioritaskan inisiatif ini ke dalam Rencana Ker-
ja Pemerintah (RKP) 2019. Setiap tahun pemerintah
menyusun RKP dan menetapkan sejumlah program
sebagai prioritas nasional untuk menghindari pe-
motongan anggaran. Proses ini dipimpin oleh Ke-
menterian Perencanaan Pembangunan Nasional (Ke-
menterian PPN). Pengungkapan beneficial ownership
ditetapkan sebagai program prioritas nasional dalam
agenda reformasi birokrasi dan anti-korupsi di RKP
2019. Hal ini dapat menjamin pelaksanaan pengung-
kapan beneficial ownership sebagaimana diatur dalam
Perpres 13/2018 yang melibatkan sejumlah kemente-
rian/lembaga.
Pengungkapan Beneficial Ownership
dalam Mekanisme Pemberian Izin
Pengungkapan beneficial ownership kini
diarusutamakan dalam mekanisme perizinan yang
diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1796K/30/
MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan
Permohonan Evaluasi serta Penerbitan Perizinan di
Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal
ini dikarenakan lemahnya proses uji tuntas dalam
pemberian izin, khususnya di level provinsi, yang
berdampak pada munculnya ribuan izin bermasalah
yang berstatus non-clean and clear, seperti tumpang
tindih izin, rendahnya kepatuhan pemegang izin dalam
memenuhi kewajiban finansial, sosial, dan lingkungan.
Pengungkapan beneficial ownership diharapkan dapat
mengurangi tindak kecurangan (fraud) dan monopoli
bisnis, serta membantu pemerintah dalam mengawasi
dan menerapkan sanksi bagi perusahaan yang tidak
patuh. Sementara di sektor minyak dan gas, SKK
Migas mewajibkan kontraktor untuk mengungkap
beneficial owner dari rantai pemasok bisnis mereka.
Payung hukum pengungkapan beneficial ownership
telah disusun. Peta jalan transparansi beneficial ow-
nership khususnya di sektor insutri ekstraktif juga
telah dikembangan. Tantangannya kemudian adalah
untuk menjamin pelaksanaan keduanya secara kom-
prehensif dan tepat waktu. Indonesia secara khusus
memiliki problem dalam pelaksanaan regulasi seba-
gaimana terungkap dalam Resource Governance In-
dex di tahun 2017. Pelaksanaan Perpres juga melibat-
kan sejumlah kementerian dan lembaga yang lintas
sektor. Dalam hal ini, fungsi koordinasi memiliki pe-
ranan yang kritikal.
Pengungkapan beneficial ownership bergantung
pada mekanisme pelaporan diri (self-reporting), yang
mana korporasi harus mengidentifikasi dan menyedi-
akan informasi penerima manfaat (beneficial owner)
mereka. Tantangan dalam situasi ini adalah untuk
memastikan kepatuhan yang efektif dari korporasi.
Sanksi perlu ditegakkan bagi korproasi yang tidak
menyediakan informasi beneficial ownership mereka
yang akurat, namun Perpres belum mengatur akan hal
ini. Juga berkaca dari pelaksanaan inisiatif serupa di
negara lain, utamanya Inggris, banyak korporasi yang
menyediakan informasi beneficial ownership yang ti-
dak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai
Pengungkapan Beneficial Ownership dalam Rencana Aksi OGP
Sebagai bagian dari ko-kreasi dalam OGP, pengung-
kapan beneficial ownership telah dimasukkan dalam
Rencana Aksi OGP untuk periode 2018-2020, yang
mana prosesnya dipimpin oleh Kantor Staf Presiden
(KSP). Sementara Kementerian PPN mengkoordinasi-
kan implementasinya yang melibatkan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pembe-
rantasan Korupsi (KPK), Sekretariat EITI Indoneisa-
-Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan
sejumlah masyarakat sipil yang meliputi PWYP Indo-
nesia, Transparansi Internasional, AURIGA, ICEL dan
mitra strategis lainnya.
Semangat yang diusung oleh inisiatif pengungkap-
an beneficial ownership sejalan dengan prinsip uta-
ma OGP, khususnya transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi publik. Pengungkapan informasi beneficial
ownership akan mendorong partisipasi publik dalam
mengawasi dan menjamin pengelolaan sumber daya
publik yang bebas dari praktik korupsi. Informasi be-
neficial ownership merupakan amunisi yang tepat bagi
publik untuk menjaga akuntabilitas pemerintah yang
dapat berdampak pada tata kelola yang lebih baik.
Hal ini diharapkan mampu mengakselerasi pelaksana-
an pengungkapan beneficial ownership di Indonesia,
termasuk meningkatkan kesadaran public, menyusun
panduan pelaksanaan, dan mengawasi proses pelak-
sanaan Perpres maupun inisiatif EITI.
Tantangan Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia
11. Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia:
Menutup Celah untuk Perbaikan Tata Kelola
11
Penulis & Kontributor
Brief ini disiapkan oleh Rizky Ananda Wulan Sapta Rini, Program Manager PWYP Indonesia;
Ditinjau and dikontribusikan oleh Maryati Abdullah (Koordinator Nasional PWYP Indonesia), Fithriadi Muslim
(Direktur Hukum PPATK), Yunus Husein (Mantan Kepala PPATK, Staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan),
dan Diani Sadiawati (Staf Ahli Kementerian PPN).
Design & Layout: ‘Abdun Syakuur
Edisi Pertama, 2018
Referensi:
EITI Indonesia (2016). Final Report A Roadmap of Beneficiary Ownership Transparency in the Extractive Industries in Indo-
nesia
Ernst & Young (2018). Analisis Kesenjangan antara Ketentuan Kepemilikan Manfaat Korproasi/Perikatan Lainnya di Indo-
nesia dengan Standar Internasional
Gabrillin, Abba (2018). Beneficial Owner Setya Novanto, Ahli Pakai Contoh Nazaruddin, diakses dari https://nasional.kom-
pas.com/read/2018/03/13/09485451/beneficial-owner-setya-novanto-ahli-pakai-contoh-nazaruddin pada 13 Juli 2018
Koalisi Anti Mafia Hutan et al. (2018). Tapi, Buku Dulu Topengmu: Analisis Struktur Kepemilikan dan Kepengurusan Peru-
sahaan Pemasok Kayu Asia Pulp & Paper (APP) di Indonesia. 30 Mei. Jakarta, Indonesia.
Transparency International (2017). Just for Show? Reviewing G20 Promises on Beneficial Ownership. Transparency Inter-
national.
Open Ownership and Global Witness (2017). Learning the Lessons from the UK’s Public Beneficial Ownership Register
Publish What You Pay Indonesia (2016). Transparansi Beneficial Ownership, Penerimaan Negara, dan EITI.
Peratruan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam
Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Taylor, Gloria Safira (2016). Nazaruddin Divonis Enam Tahun Kasus Pencucian Uang, diakses dari https://www.cnnindo-
nesia.com/nasional/20160615195824-12-138428/nazaruddin-divonis-enam-tahun-kasus-pencucian-uang pada 13 Juli
2018
contoh, perusahaan yang berlokasi di surga pajak se-
bagai penerima manfaat (Open Ownership & Global
Witness, 2017). Mekanisme verifikasi data yang kuat
dibutuhkan untuk mengatasi masalah di atas.
Salah satu tujuan gerakan pengungkapan beneficial
ownership adalah untuk meletakkan informasi be-
neficial ownership di area publik. Perpres 13/2018
mengadopsi prinsip UU Nomor 14 Tahun 2008 ten-
tang Keterbukaan Informasi Publik yang mana, publik
dapat mengajukan permohonan informasi beneficial
ownership kepada institusi yang berwenang. Semen-
tara informasi legal owner hingga kini masih dibebani
biaya yang masuk penerimaan negara bukan pajak
(PNBP). Publik perlu membayar ke pemerintah untuk
mendapatkan informasi. Karenanya, banyak yang ha-
rus dilakukan untuk benar-benar menyediakan infor-
masi beneficial ownership bagi publik secara proaktif.
Meski demikian, hal ini telah disadari oleh pemerintah
dan masuk dalam area perbaikan ke depannya.
Pengungkapan beneficial ownership pada hakikatnya
hanyalah instrument untuk memberantas korupsi,
pencucian uang dan tindak penyelewengan lainnya.
Melalui sebuah upaya sistemik, pengungkapan be-
neficial ownership dapat menutup celah untuk per-
baikan tata kelola. Melangkah lebih jauh dari peng-
ungkapan beneficial ownership dan menggunakan
informasi beneficial ownership untuk meningkatkan
penerimaan pajak akan menjadi tantangan yang lebih
berat bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.