SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
1
2
A. Pendahuluan
1) Indonesia (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Pasal 33 ayat (3).
2) Sang Ayu Putu Rahayu, Prinsip Hukum dalam Kontrak Kerja sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Yuridika Volume 32
No. 2, Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm. 337.
3) Indonesia (2), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi, Pasal 6 ayat (2).
4) Indonesia (3), Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 8.
5) Indonesia (4), Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Pasal 10.
6) Indonesia (5), Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 1 angka 19 juncto Pasal 6 juncto Pasal 11.
7) Indonesia (6), Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 169 huruf a. Lihat pula
Indonesia (4), op.cit., Pasal 10.
8) Don Hubert and Rob Pitman, Past the Tipping Point? Contract Disclosure within EITI, Natural Resource Governance Institute,
March 2017. hlm. 7.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara
tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam
yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara
dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran
rakyat.1
Minyak dan gas bumi (migas), serta per-
tambangan mineral dan batubara (minerba) me-
rupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang
harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat
(3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas
dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif
yang high risk, high technology, dan high cost,
maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja
sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal
kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja
sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagi-
an besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak.
Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak
digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang men-
cakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produk-
si migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2
Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba
dilaksanakan melalui sistem perizinan.
Sistem kontrak dalam pengelolaan pertambangan
migas, pertama kali diatur dalam Undang-Undang
No. 44 Prp Tahun 1960, yang disebut sebagai per-
janjian karya.3
Sedangkan dalam pengelolaan per-
tambangan minerba, Undang-Undang No. 1 Tahun
1967 menyebutnya sebagai kontrak karya,4
dan di
dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 disebut
sebagai perjanjian karya.5
Dalam pelaksanaannya,
perjanjian atau kontrak karya migas yang dikenal
di Indonesia adalah Kontrak Kerja Sama (KKS),6
yang sebagian besar merupakan Kontrak Bagi Ha-
sil (KBH)/Production Sharing Contract (PSC), baik
melalui Joint Operation Body (JOB), gross split,
maupun cost recovery. Untuk sektor minerba, di-
kenal sebagai Perjanjian Karya Pengusahaan Per-
tambangan Batubara (PKP2B).7
Saat ini, tuntutan untuk dibukanya kontrak dalam
kegiatan pertambangan migas dan minerba sema-
kin besar. Di tingkat internasional, pada tahun 2007,
International Monetary Fund (IMF) telah memulai
inisiatif keterbukaan kontrak dengan mengeluar-
kan panduan mengenai transparansi pendapatan
negara.8
Dalam laporan lain juga menyebutkan
bahwa Bank Dunia dan IMF juga bersama-sama
3
mendorong keterbukaan kontrak di sektor industri
ekstraktif.9
Kemudian tahun 2009, Revenue Watch
Institute/RWI (sekarang menjadi Natural Resource
Governance Institute/NRGI) mempublikasikan kaji-
an bertajuk Contracts Confidential: Ending Secret
Deals in the Extractive Industries, yang menelaah
mengenai berbagai tantangan dan basis pemikiran
mengenai ketertutupan kontrak.10
Kemudian tahun
2012, inisiatif keterbukaan kontrak didorong me-
lalui inisiatif global mengenai open contracting.11
Kemudian tahun 2013, keterbukaan kontrak mu-
lai didorong menjadi standar Extractive Industries
Transparency Initiative (EITI),12
meski masih ber-
sifat anjuran (encourage),13
hingga pada standar
EITI tahun 2016.14
Keterbukaan kontrak kemudian
menjadi standar wajib pada standar EITI 2019 bagi
Compliant Country mulai tahun 2021.15
Bahkan,
pada tahun 2020, Responsible Mining Index (RMI)
juga telah menempatkan keterbukaan kontrak se-
bagai salah satu indikator dari kategori Business
Conduct dalam indeks RMI tahun 2020.16
Di tingkat nasional, keterbukaan kontrak secara
hukum sudah diatur dengan tegas dalam Pasal
11 ayat (1) huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP). Sebagai tindak lanjutnya, kelompok masya-
rakat sipil yang memiliki perhatian pada isu ling-
kungan hidup dan sumberdaya alam kemudian
9) Bank Information Center and Global Witness, Assessment of International Monetary Fund and World Bank Group Extractive Indus-
tries Transparency Implementation, October 2008. hlm 7.
10) Don Hubert and Rob Pitman, op.cit., hlm. 7.
11) Ibid.
12) Ibid.
13) EITI International Secretariat (1), The EITI Standard, 1 January 2015, Requirement 3.12.
14) EITI International Secretariat (2), The EITI Standard 2016, 15 February 2016, Requirement 2.4.
15) EITI International Secretariat (3), The EITI Standard 2019, 15 October 2019, Requirement 2.4.
16) Responsible Mining Index 2020, (https://2020.responsibleminingindex.org/en/results/thematic/316). Diakses pada 29 Juni 2020.
17) EITI Indonesia Secretariat (1), EITI Indonesia Annual Progress Report, Januari-December 2017. hlm.
melakukan permintaan informasi terhadap doku-
men-dokumen kontrak yang bersifat publik, se-
perti kontrak migas, minerba, dan pengelolaan air
minum. Terhadap permintaan informasi berupa
dokumen kontrak ini, Komisi Informasi kemudian
juga memutuskan bahwa dokumen kontrak me-
rupakan dokumen terbuka dan wajib disediakan
kepada publik. Namun demikian, hingga saat ini,
badan publik belum melaksanakan putusan Komisi
Informasi dengan membuka dan menyediakan do-
kumen-dokumen kontrak tersebut kepada publik.
Kendala dalam eksekusi putusan Komisi Informa-
si tersebut juga terjadi karena adanya perbedaan
tafsir mengenai siapa badan publik yang berwe-
nang untuk membuka kontrak sebagaimana yang
diputuskan. Dalam Laporan EITI 2017, pemerintah
menyatakan bahwa belum dibukanya kontrak ka-
rena pemerintah harus menelaah informasi-infor-
masi di dalam kontrak yang boleh dibuka dan di-
kecualikan.17
Kegamangan pemerintah dalam membuka doku-
men kontrak terjadi karena pemerintah ditengarai
belum memahami secara utuh mengenai kerang-
ka hukum keterbukaan kontrak di Indonesia, serta
adanya keraguan antara memenuhi kepentingan
publik atau kepentingan investasi. Untuk itu, kaji-
an ini akan mengelaborasi mengenai tiga hal, yai-
tu: kerangka hukum keterbukaan kontrak di sektor
4
migas dan minerba, manfaat yang diperoleh de-
ngan membuka kontrak kepada publik, dan reko-
mendasi perbaikan kebijakan. Melalui kajian ini,
diharapkan pemerintah memiliki kerangka hukum
yang utuh terkait dengan keterbukaan kontrak di
sektor industri ekstraktif, sehingga pemerintah se-
18) Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 36/PUU-X/2012, hlm. 20.
19) Ibid.
20) Ibid., hlm. 21.
makin percaya diri untuk secara bertahap membu-
ka kontrak kepada publik, tidak hanya dalam rang-
ka memenuhi mandat EITI, tetapi yang lebih besar
adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan alam
Indonesia sesuai Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
B. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak
Migas dan Minerba
Pada bagian ini akan menguraikan mengenai tiga
sub-bagian: (1) kerangka hukum keterbukaan kon-
trak; (2) struktur kontrak; dan (3) pelaksanaan ke-
terbukaan kontrak sesuai UU KIP.
B.1. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyebut-
kan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang ter-
kandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di-
pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.” Esensi pasal tersebut adalah penguasaan
negara atas bumi, air, dan kekayaan alam Indone-
sia. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No-
mor 36/PUU-X/2012 memberikan tafsir dikuasai
negara sebagai:
“(sic!) Penguasaan oleh negara dalam arti luas
yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi
kedaulatan rakyat atas sumber kekayaan alam
… termasuk pula di dalamnya pengertian ke-
pemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas
sumber-sumber kekayaan dimaksud.”18
Dalam konteks tersebut, Mahkamah Konstitusi ke-
mudian menyatakan bahwa sesuai Pasal 33 ayat
(3), rakyat secara kolektif memberikan mandat
kepada negara untuk membuat kebijakan (beleid),
tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan
pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tuju-
an sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.19
Lebih
lanjut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
penguasaan negara atas sumber kekayaan alam
Indonesia harus ditujukan untuk: (a) kemanfaatan
bagi rakyat; (b) pemerataan manfaat bagi rakyat;
(c) partisipasi rakyat; (d) penghormatan hak ma-
syarakat adat; dan (e) hukum yang berkeadilan.20
Senada dengan Mahkamah Konstitusi, sebelum-
nya, Bagir Manan juga menyatakan bahwa mak-
na dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat akan menciptakan kewajib-
5
an bagi negara, yaitu: (a) pemanfaatan seluruh
kekayaan alam Indonesia harus ditujukan untuk
meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia; (b)
melindungi dan menjamin hak-hak rakyat Indo-
nesia atas seluruh kekayaan alam Indonesia; dan
(c) mencegah segala tindakan dari pihak manapun
yang akan menyebabkan rakyat kehilangan ke-
sempatan dan haknya untuk menikmati kekayaan
alam Indonesia.21
Jika merujuk tafsir Mahkamah Konstitusi dan Bagir
Manan terhadap Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun
1945, sebenarnya implisit juga kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengu-
rusan dan pengelolaan kekayaan alam Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 ten-
tang Administrasi Pemerintahan (UU No. 30/2014)
secara tegas diatur bahwa dalam penyelenggara-
an administrasi pemerintahan dan pertanggungja-
wabannya harus dilakukan berdasarkan asas le-
galitas, asas pelindungan hak asasi manusia, dan
asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUP-
B).22
AUPB ini mencakup asas-asas: kepastian
hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecer-
matan, tidak menyalahgunakan wewenang, keter-
bukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang
baik.23
Selain itu, dalam filsafat politik, pelaksanaan
kewenangan pemerintah harus dapat dipertang-
gungjawabkan kepada publik.24
Salah satu bentuk
pertanggungjawaban pemerintah adalah dengan
memberikan, menyediakan, dan mempublikasikan
21) Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta, UII Press: 2007, hlm. 17.
22) Indonesia (7), Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 5.
23) Ibid., Pasal 10 ayat (1) dan penjelasannya
24) Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta: 2016. hlm. 18.
25) Mahkamah Konstitusi, op.cit., hlm. 21.
26) Indonesia (1), op.cit., Pasal 28C ayat (2).
informasi mengenai pelaksanaan pengurusan dan
pengelolaan kekayaan alam Indonesia, dalam hal
ini termasuk membuka kontrak pengelolaan keka-
yaan alam Indonesia yang dikerjasamakan dengan
pihak ketiga.
Keterbukaan kontrak pengelolaan kekayaan alam
Indonesia ini dapat dilihat dalam beberapa per-
spektif, yaitu: pertama, sebagai bentuk pertang-
gungjawaban pemerintah dalam menjalankan man-
dat kolektif rakyat Indonesia untuk mengurus dan
mengelola kekayaan alam Indonesia yang menjadi
milik bersama seluruh rakyat Indonesia. Kedua,
sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah
Konstitusi bahwa salah satu makna pelaksanaan
kewenangan penguasaan negara atas kekayaan
alam Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 33
UUD NRI Tahun 1945 adalah dengan memberi-
kan ruang partisipasi rakyat dalam pengurusan
dan pengelolaan kekayaan alam Indonesia.25
Hal
ini juga sejalan dengan Pasal 28C UUD NRI Tahun
1945 bahwa warga negara berhak berpartisipa-
si untuk memperjuangkan haknya dalam rangka
membangun masyarakat, bangsa, dan negara.26
Untuk itu, demi memastikan partisipasi publik
yang berkualitas, pemerintah perlu menyediakan
dan membuka kontrak pengelolaan kekayaan alam
Indonesia, sehingga publik bisa turut memberikan
masukan bagi pelaksanaan kontrak, renegosiasi
kontrak, maupun monitoring dan evaluasinya. Ke-
tiga, sebagai bentuk pelaksanaan tujuan UU KIP,
6
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dalam me-
wujudkan:27
(a) jaminan hak warga negara untuk
mengetahui rencana dan proses pembuatan dan
pengambilan keputusan publik; (b) meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kepu-
tusan publik, dan (c) mewujudkan penyelengga-
raan negara yang transparan, efektif, efisien, dan
akuntabel. Keputusan publik ini mencakup kontrak
27) Indonesia (8), Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 3.
28) Indonesia (7), op.cit., Pasal 10 ayat (1) dan penjelasannya.
pengelolaan kekayaan alam Indonesia, karena
kontrak tersebut memiliki dimensi publik, sehingga
masuk dalam kategori keputusan publik. Keempat,
sebagai bentuk pelaksanaan AUPB sebagaimana
diatur dalam UU No. 30/2014, khususnya asas ke-
manfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecer-
matan, asas keterbukaan, dan asas kepentingan
umum.28
Diagram 1. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di Indonesia
Standar EITI:
Indonesia adalah anggota EITI, sehingga wajib mematuhi
standar EITI, salah satunya adalah dengan membuka kontrak
dan izin di sektor industri ekstraktif.
Keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945:
SDA milik rakyat; Negara mengurus, mengatur, mengelola
Pasal 28C & 28F UUD NRI Tahun 1945 & UU HAM:
Hak rakyat atas informasi Hak rakyat untuk ber partisipasi
(dalam mengelola SDA).
Pasal 26, 53, dan 65 UU PPLH:
Hak atas informasi, partisipasi, dan keadilan dalam perlin-
dungan pengelolaan SDA.
Pasal 2 (c), 3, 10, 87D UU Minerba:
Warga terdampak berhak mengetahui dokumen kontrak, in-
stansi pemerintah lainnya (DPR, instansi perpajakan) berhak
mengetahui kontrak untuk optimalisasi kinerja.
Pasal 11 ayat (1) huruf e UU KIP & Pasal 13 ayat (1)
huruf e Perki 1/2010:
Badan publik wajib membuka kontrak dengan pihak ketiga.
7
Keterbukaan kontrak pengelolaan kekayaan alam
Indonesia yang menjadi salah satu bentuk per-
tanggungjawaban pelaksanaan kewenangan pe-
nguasaan negara sebagaimana dimaksud Pasal
33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, sejalan dan se-
kaligus menjadi nafas dalam pelaksanaan mandat
konstitusi lainnya, terutama Pasal 28F, yang me-
nyebutkan:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembang-
kan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan in-
formasi dengan menggunakan segala jenis sa-
luran yang tersedia.”29
Pengaturan senada juga dilakukan Pasal 14 Un-
dang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.30
Dalam konteks Pasal 28F UUD
NRI Tahun 1945 dan Pasal 14 UU HAM ini, keter-
bukaan kontrak oleh pemerintah juga merupakan
upaya untuk mewujudkan hak setiap orang untuk
memperoleh informasi guna mengembangkan di-
rinya dan lingkungannya. Hal ini terutama jika di-
kaitkan dengan hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal
65 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hi-
dup (UU PPLH). Menurut Pasal 65 UU PPLH, hak
atas lingkungan hidup diwujudkan dalam jaminan
29) Indonesia (1), op.cit., Pasal 28F.
30) Indonesia (9), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14.
31) Indonesia (10), Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 65.
32) Ibid., Pasal 26 ayat (3)
33) Ibid., Pasal 26 juncto Pasal 53 juncto Pasal 65.
34) Ibid., Pasal 65 ayat (3) dan ayat (4).
hak atas informasi, pastisipasi, dan keadilan da-
lam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.31
Lebih spesifik, jaminan hak atas
informasi, pastisipasi, dan keadilan ini terutama
diberikan kepada masyarakat yang terkena dam-
pak kegiatan (i.e. eksplorasi dan eksploitasi migas,
pertambangan, dll), pemerhati lingkungan hidup,
dan semua pihak yang berpotensi terdampak dari
keputusan publik yang terkait dengan pengelolaan
lingkungan hidup dan sumberdaya alam.32
Untuk itu, UU PPLH memberikan jaminan hak atas
informasi, partisipasi, dan keadilan kepada masya-
rakat, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.33
Keterbukaan kontrak juga merupakan bagian dari
perwujudan jaminan hak atas informasi, partisipa-
si, dan keadilan bagi masyarakat sebagaimana di-
atur dalam Pasal 65 UU PPLH. Melalui keterbuka-
an kontrak tersebut, masyarakat dapat berperan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, serta memberikan usul atau masukan ter-
hadap kegiatan yang akan berdampak pada ling-
kungan dan masyarakat, sejak dari tahap perenca-
naan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya.34
Jaminan transparansi pengelolaan kekayaan alam
Indonesia juga dijamin dalam Pasal 3 Undang-
-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (UU Migas) yang secara umum menya-
takan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha mi-
8
gas dilaksanakan secara terbuka dan transparan.35
UU Migas secara tegas memerintahkan keterbu-
kaan kontrak kepada publik, khususnya kepada
pemegang hak atas tanah. Pasal 35 huruf a UU
Migas menyatakan:
Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengi-
zinkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi
di atas tanah yang bersangkutan, apabila:
a. Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahu-
lu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau
salinannya yang sah, serta memberitahukan
maksud dan tempat kegiatan yang akan dila-
kukan.36
Selain itu, UU Migas juga mengatur mengenai ke-
terbukaan kontrak dalam kaitannya dengan tata
hubungan dengan instansi pemerintah lainnya, se-
perti dengan Dewan Perwakilan Rakyat,37
badan
pelaksana dan badan pengatur,38
dan instansi per-
pajakan.39
Kemudian, dalam tata hubungan hirarki
dengan pemerintah daerah, meski tidak eksplisit
merujuk pada kontrak, tetapi Pasal 12 UU Migas
memberikan jaminan bahwa dalam penetapan
dan penawaran wilayah kerja ekplorasi dan eks-
ploitasi migas, Menteri akan berkonsultasi kepada
pemerintah daerah untuk meginformasikan dan
35) Indonesia (5), op.cit., Pasal 3.
36) Ibid., Pasal 35 huruf a.
37) Ibid., Pasal 11 ayat (2).
38) Ibid., Pasal 20 ayat (3) juncto Pasal 41 juncto Pasal 44.
39) Ibid., Pasal 31.
40) Ibid., Pasal 12 ayat (1) juncto Penjelasan Pasal 12 ayat (1).
41) Indonesia (6), op.cit., Pasal 2 huruf c.
42) Ibid., Pasal 10.
43) Indonesia (11), Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertam-
bangan Mineral dan Batubara, Pasal 87D.
sekaligus memperoleh masukan mengenai renca-
na penawaran wilayah kerja.40
Dalam upaya untuk
meningkatkan koordinasi dan peran pemerintah
daerah, salah satu yang bisa didorong adalah me-
lalui keterbukaan kontrak.
Hal senada juga diatur dalam Undang-Undang
No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mine-
ral dan Batubara (UU Minerba). Pasal 3 UU Miner-
ba mengatur bahwa pertambangan mineral dan
batubara dikelola berdasarkan asas partisipatif,
transparansi, dan akuntabilitas.41
Kemudian asas
transparansi, partisipatif, dan akuntabel juga dilak-
sanakan dalam penetapan wilayah pertambang-
an.42
Kemudian, dalam Revisi UU Minerba juga su-
dah dimandatkan secara tegas bahwa pusat data
dan informasi pertambangan wajib menyajikan
informasi pertambangan secara akurat, mutakhir,
dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh
pemegang izin dan masyarakat.43
Jaminan hak atas informasi dan partisipasi seba-
gaimana diatur dalam Pasal 28C, Pasal 28F, Pasal
14 UU HAM, Pasal 65 UU PPLH, Pasal 3 dan Pasal
12 UU Migas, Pasal 3 dan Pasal 87D UU Minerba
selaras dengan tujuan UU KIP sebagaimana dia-
tur dalam Pasal 3, yang juga mengatur mengenai
jaminan hak atas informasi dan partisipasi dalam
berbagai kegiatan atau keputusan yang berdam-
9
pak kepada publik. Dalam konteks ini, kegiatan
pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang dila-
kukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga ber-
dasarkan kontrak, juga termasuk dalam kegiatan
atau keputusan yang berdampak kepada publik.
UU KIP ini merupakan undang-undang yang secara
khusus menjamin perlindungan hak atas informasi
warga negara, termasuk juga prosedur permohon-
annya. Dalam konteks keterbukaan kontrak, Pasal
11 ayat (1) huruf e mengatur dengan tegas yang
mewajibkan pemerintah menyediakan informasi
setiap saat, yang salah satunya adalah perjanjian
badan publik dengan pihak ketiga.44
Pasal ini ke-
mudian dipertegas melalui Peraturan Komisi Infor-
masi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan
Informasi Publik (Perki SLIP), dimana Pasal 13 ayat
(1) huruf e menyatakan bahwa badan publik wajib
menyediakan informasi setiap saat, salah satunya
adalah “surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga
berikut dokumen pendukungnya.”45
Dengan demi-
kian, kontrak pengelolaan kekayaan alam Indone-
sia juga wajib dibuka berdasarkan Pasal 11 ayat (1)
huruf e juncto Pasal 13 ayat (1) huruf e Perki SLIP.
Dalam praktik, Komisi Informasi pernah beberapa
kali memutus sengketa informasi terkait dengan
kontrak. Dalam putusannya, Komisi Informasi me-
nyatakan bahwa dokumen kontrak merupakan
dokumen terbuka dan harus disediakan dan dibe-
rikan kepada pemohon informasi. Beberapa putus-
an Komisi Informasi yang menyatakan dokumen
44) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (1) huruf e.
45) Komisi Informasi, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Pasal 13 ayat (1)
huruf e.
46) Indonesia recognised as compliant with EITI transparency standard, (https://eiti.org/news/indonesia-recognised-as-compliant-
-with-eiti-transparency-standard). Diakses pada 22 Juni 2020.
kontrak sebagai informasi terbuka antara lain: (a)
Putusan No. 001/VII/KIP-PS-A/2010 antara LPAW
vs. Blora Patragas Hulu terkait dengan dokumen
perjanjian kerja antara PT Blora Patragas Hulu de-
ngan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya dalam pe-
ngelolaan 2,1% saham participating interest Blok
Cepu yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten
Blora; (b) Putusan No. 197/VI/KIP-PS-M-A/2011
antara YP2IP vs. Kementerian Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM) terkait dengan kontrak Freeport,
PT Kaltim Prima Coal, PT Newmont Mining Corpo-
ration; (c) Putusan No. 356/IX/KIP-PS-M-A/2011
antara YP2IP vs. BP Migas terkait dengan PSC
Chevron Indonesia; (d) Putusan No. 391/XII/KIP-
-PS-M-A/2011 antara KRUHA vs. PDAM Provinsi
DKI Jakarta terkait dengan kontrak PAM Jaya de-
ngan PT Palyja dan PT Aetra.
Selain kerangka hukum dan praktik keterbukaan
kontrak di tingkat nasional, Indonesia juga memiliki
komitmen di dunia internasional untuk melakukan
keterbukaan kontrak. Komitmen tersebut adalah
terkait dengan keanggotaan Indonesia dalam EITI,
yang merupakan inisiatif global mengenai trans-
paransi di sektor industri ekstraktif. Sebagaimana
diketahui, sejak tahun 2010, Indonesia telah resmi
menjadi anggota EITI. Puncaknya, dalam perte-
muan Dewan Internasional EITI ke-28 di Myanmar
pada 15 Oktober 2014, Indonesia dinyatakan seba-
gai EITI Compliant Country.46
Sebagai salah satu
negara dengan status compliant, Indonesia harus
melaksanakan standar EITI secara penuh. Salah
10
satu mandat dalam standar EITI adalah melakukan
keterbukaan kontrak.
Menilik perkembangan standar EITI, keterbukaan
kontrak sudah dimulai sejak 2013, tetapi masih
bersifat anjuran (encourage). Pun begitu dengan
standar EITI 2016. Namun demikian, dalam stan-
dar EITI 2019, keterbukaan kontrak menjadi ke-
harusan bagi seluruh negara anggota,47
termasuk
Indonesia. Secara rinci, Requirement 2.4 dalam
standar EITI 2019 mewajibkan keterbukaan kon-
trak yang mencakup:48
(a) kontrak-kontrak yang
disepakati mulai 1 Januari 2021. Namun demikian,
seluruh anggota dianjurkan untuk mulai membu-
ka dan mempublikasikan kontrak yang sudah ada
atau kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani
sebelum tahun 2021; (b) pengintegrasian renca-
na publikasi kontrak dan tata waktunya pelaksa-
47) EITI International Secretariat (3), Requirement 2.4.
48) Ibid.
49) Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, hlm. 67.
50) Ibid.
51) Indonesia (5), ibid., Pasal 11 ayat (3).
naannya ke dalam rencana kerja tahun 2020; (c)
pendokumentasian seluruh kebijakan pemerintah
terkait dengan publikasi kontrak di sektor indus-
tri ekstraktif; dan (d) publikasi kontrak mencakup
seluruh teks dari kontrak dan perubahannya (jika
ada), beserta lampiran kontrak. Dalam konteks
hukum internasional, standar EITI yang harus di-
ikuti oleh pemerintah Indonesia ini masuk dalam
kategori softlaw, dan bisa menjadi sumber hukum
bagi pemerintah untuk melaksanakan keterbukaan
kontrak.
Dengan demikian, berdasarkan uraian beberapa
peraturan perundang-undangan yang terkait de-
ngan keterbukaan kontrak dan komitmen peme-
rintah Indonesia sebagai anggota EITI, pemerintah
memiliki kerangka hukum yang kuat untuk melak-
sanakan keterbukaan kontrak.
B.2. Struktur Kontrak
Menurut Blinn, sebagaimana dikutip Madjedi Ha-
san, semua jenis kontrak memiliki kemiripan struk-
tur yang mencapai kurang lebih 80%,49
yang men-
cakup antara lain:
“...wilayah kerja, jangka waktu kontrak beserta
tahapan-tahapannya, kewajiban investor melak-
sanakan rencana kerja beserta biaya minimum
yang akan dibelanjakan selama masa eksplorasi,
pelepasan wilayah kerja, pelatihan dan pemanfa-
atan tenaga kerja lokal, pemanfaatan produk/jasa
dalam negeri, partisipasi pemerintah dan penyele-
saian sengketa melalui arbitrase.”50
Dalam UU Migas, struktur kontrak migas menca-
kup:51
(a) penerimaan negara; (b) wilayah kerja
dan pengembaliannya; (c) kewajiban pengeluaran
dana; (d) perpindahan kepemilikan hasil produksi
atas migas; (e) jangka waktu dan kondisi perpan-
jangan kontrak; (f) penyelesaian sengketa; (g) ke-
wajiban pemenuhan migas dalam negeri; (h) waktu
berakhirnya kontrak; (i) kewajiban pasca tambang;
11
(j) keselamatan dan kesehatan kerja; (k) perlin-
dungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (l)
pengalihan hak dan kewajiban; (m) pelaporan; (n)
rencana pengembangan lapangan; (o) penguta-
maan penggunaan barang, jasa, dan tenaga kerja
dalam negeri; (p) pengembangan masyarakat se-
kitar dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Kemudian, untuk kontrak minerba, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, dalam Laporan
EITI Indonesia 2015 menyebutkan ketentuan pokok
kontrak minerba, yang mencakup:52
(a) definisi; (b)
penunjukan dan tanggung jawab perusahaan; (c)
modus operasi; (d) wilayah kontrak karya; (e) peri-
ode penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayak-
an, konstruksi, dan operasi (f) laporan dan deposi-
to jaminan; (g) pemasaran; (h) fasilitas impor dan
re-ekspor; (i) pajak-pajak dan lain-lain kewajiban
keuangan perusahaan; (j) pelaporan, inspeksi, dan
rencana kerja; (k) pertukaran alat pembayaran; (l)
hak-hak khusus pemerintah; (m) kesempatan kerja
dan pelatihan bagi WNI; (n) promosi kepentingan
nasional; (o) kerja sama daerah dalam pengada-
52) EITI Indonesia Secretariat (2), Laporan Kontekstual: Laporan EITI Indonesia 2015, Lampiran I, hlm. 131-132.
53) EITI International Secretariat (3), op.cit., Requirement 2.4.
54) Indonesia (8), op.cit., Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8.
55) Ibid., Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16.
56) Ibid., Pasal 17.
57) Ibid., Pasal 21 dan Pasal 22.
58) Ibid., Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34.
an prasarana tambahan; (p) pengelolaan dan pe-
lindungan lingkungan hidup; (q) pengembangan
kegiatan usaha setempat; (r) ketentuan-ketentuan
kemudahan; (s) keadaan memaksa dan kelalaian;
(t) penyelesaian sengketa; (u) pengakhiran dan
pengalihan hak; (v) pembiayaan; (w) jangka waktu;
dan (x) pilihan hukum.
Jika menilik struktur kontrak sebagaimana diatur
dalam UU Migas, Laporan EITI 2015, dan Blinn ter-
lihat bahwa substansi kontrak tidak mengandung
informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 17 UU KIP. Terlebih lagi, jika menilik
standar EITI 2019, yang mengharuskan publikasi
kontrak mencakup seluruh teks dari kontrak dan
perubahannya (jika ada), beserta lampiran kon-
trak.53
Artinya, secara struktur dan substansi kon-
trak, pemerintah seharusnya percaya diri untuk
secara bertahap mempublikasikan kontrak kepada
publik, dalam rangka memenuhi kewajiban penge-
lolaan kekayaan alam Indonesia sesuai Pasal 33
UUD NRI Tahun 1945, sekaligus memenuhi mandat
sebagai anggota penuh EITI.
B.3. Pelaksanaan Keterbukaan Kontrak Berdasarkan UU KIP
UU KIP merupakan instrumen hukum spesifik yang
mengatur mengenai jaminan hak atas informasi.
Secara rinci, UU KIP mengatur mengenai: (a) hak
dan kewajiban badan publik dan pemohon infor-
masi;54
(b) informasi yang wajib dibuka;55
(c) infor-
masi yang dikecualikan;56
(d) tata cara permohon-
an informasi;57
(e) Komisi Informasi;58
(f) tata cara
mengajukan keberatan dan penyelesaian seng-
12
keta informasi, baik di Komisi Informasi maupun
di pengadilan;59
dan (g) pemidanaan.60
UU KIP ini
kemudian diikuti dengan beberapa peraturan tek-
nis untuk pelaksanaannya, antara lain: Peraturan
Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksana-
an UU KIP (PP No. 61/2010), Perki SLIP, Perki No. 1
Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Seng-
keta Informasi Publik, dan Perki No. 1 Tahun 2017
tentang Pengklasifikasian Informasi Publik (Perki
No. 1/2017). Dengan demikian, pelaksanaan keter-
bukaan informasi di Indonesia disandarkan pada
UU KIP dan peraturan-peraturan turunannya.
Khusus untuk kontrak, UU KIP mengatur secara
tegas dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e yang mewa-
jibkan pemerintah menyediakan informasi setiap
saat, yang salah satunya adalah perjanjian badan
publik dengan pihak ketiga.61
Secara umum, ke-
khawatiran dalam membuka kontrak bisnis adalah
kekhawatiran akan terganggunya perlindungan
HAKI dan persaingan usaha tidak sehat,62
dan ke-
59) Ibid., Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal
47, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50.
60) Ibid., Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57.
61) Ibid., Pasal 11 ayat (1) huruf e.
62) Ibid., Pasal 17 huruf b.
63) Ibid., Pasal 17 huruf d.
64) EITI International Secretariat (1), op.cit., hlm. 7.
65) Indonesia (8), op.cit., Pasal 2 juncto Pasal 6 juncto Pasal 17 juncto Pasal 19 jucto Pasal 20.
khawatiran akan mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia.63
Kekhawatiran seperti ini juga yang
menjadi perhatian pemerintah sebagaimana dise-
butkan dalam EITI Indonesia Annual Progress Re-
port 2017.64
Untuk itu, UU KIP memberikan panduan untuk me-
nentukan informasi mana yang terbuka dan mana
yang dikecualikan melalui mekanisme uji konseku-
ensi dan uji kepentingan publik.65
Panduan lebih
rinci dapat dilihat dalam PP No. 61/2010 dan Perki
No. 1/2017. Kemudian, yang perlu menjadi catatan
juga adalah bahwa yang dikecualikan adalah infor-
masinya, bukan dokumennya. Artinya, jika suatu
dokumen di dalamnya hanya memuat sebagian
informasi yang dikecualikan, maka yang dikecuali-
kan bukan keseluruhan dokumennya, tetapi hanya
bagian informasi yang dikecualikan saja. Namun
demikian, jika seluruh informasi dalam dokumen
dikecualikan, maka dokumen tersebut dapat dike-
cualikan.
13
C. Manfaat Keterbukaan Kontrak
66) Columbia Center for Sustainable Investment, etc., Promises are vanity, contracts are reality, transparency is sanity, tanpa tahun,
hlm. 2.
67) Ibid.
Banyak kajian menunjukkan bahwa keterbuka-
an kontrak memberikan dampak positif bagi tata
kelola industri ekstraktif. Bagian ini akan menun-
jukkan praktik-praktik baik, sekaligus dampak
positif keterbukaan kontrak yang dirangkum oleh
EITI, Columbia Center for Sustainable Investment,
NRGI, Open Contracting, dan Oxfam America.
1. Keterbukaan kontrak akan membantu pemerintah mendapatkan
kesepakatan yang lebih baik untuk sumberdaya alam mereka
Keterbukaan kontrak merupakan salah satu fak-
tor penting dalam menciptakan ruang negosiasi
yang setara antara perusahaan dan pemerintah.
Hal ini tentu saja akan memicu kompetisi antar
perusahaan untuk menunjukkan dan meningkat-
kan keunggulan kompetitif mereka dibanding ri-
val-rivalnya. Sebagai contoh, di Peru, keterbukaan
kontrak telah mendorong negosiasi kontrak yang
memberikan peningkatan royalti negara secara
signifikan, dari 5% menjadi 26%.66
Kemudian di Li-
beria, keterbukaan kontrak telah menarik investor
secara signifikan, termasuk menarik investasi dari
perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, seperti
Chevron dan ExxonMobil.67
Keterbukaan kontrak akan membantu pemerintah
mendapatkan kesekapatan yang terbaik (the best
deal) atas pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini
karena negosiasi dan kesepakatan dapat diperhi-
tungkan secara lebih baik, serta mendapat kontrol
dan dukungan kuat dari publik, terutama warga
negara sebagai penerima manfaat yang sesung-
guhnya dari pengelolaan sumberdaya alam yang
dilakukan oleh negara.
2. Keterbukaan kontrak akan mendorong perbaikan manajemen
pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam
Konflik pengelolaan sumberdaya alam dapat melu-
as ke berbagai cabang atau lembaga pemerintah,
seperti DPR, kementerian/lembaga terkait, dan in-
stansi perpajakan. Keterbukaan kontrak akan me-
ningkatkan koordinasi di dalam pemerintah dan
memungkinkan berbagai cabang pemerintahan
untuk memenuhi kewajiban hukumnya untuk me-
mastikan akuntabilitas pengelolaan sumberdaya
alam.
Terdapat praktik buruk di Afghanistan dan Togo
yang tidak melaksanakan keterbukaan kontrak
dengan baik, khususnya keterbukaan kontrak bagi
instansi perpajakan, sehingga membuat instansi
14
perpajakan tidak optimal dalam melakukan audit
dan memungut pajak dari sektor industri ekstrak-
tif.68
Sedangkan di Ghana, otoritas pengelola pen-
dapatan negara sangat mendukung pelaksanaan
keterbukaan kontrak di sektor industri ekstraktif.69
Dalam konteks Indonesia, UU Migas juga menga-
tur mengenai keterbukaan kontrak dalam kaitan-
68) EITI International Secretariat (4), Contract Transparency in Oil, Gas, and Mining: Opportunities for EITI Countries. Hlm. 10-11.
69) Ibid.
70) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (2).
71) Ibid., Pasal 20 ayat (3) juncto Pasal 41 juncto Pasal 44.
72) Ibid., Pasal 31.
73) Theodora Middleton, Stop Secret Contracts: new global campaign launched, (https://blog.okfn.org/2014/02/27/stop-secret-
-contracts-new-global-campaign-launched/). Diakses pada 29 Juni 2020.
74) Ibid.
75) Columbia Center for Sustainable Investment, etc., op.cit., hlm. 3.
nya dengan tata hubungan dengan instansi peme-
rintah lainnya, seperti dengan Dewan Perwakilan
Rakyat,70
badan pelaksana dan badan pengatur,71
dan instansi perpajakan.72
Keterbukaan kontrak
tentu akan meningkatkan koordinasi dan kinerja
masing-masing instansi dalam pelaksanaan dan
pengawasan kontrak, serta pemungutan pajak dari
kontrak yang disepakati.
3. Keterbukaan kontrak dapat mengurangi praktik korupsi
Nilai global kontrak pemerintah diperkirakan men-
capai $9,5 triliun.73
Di Afrika dan Eropa, dari kegiat-
an kontrak, diperkirakan sekitar $150 miliar hilang
setiap tahunnya akibat korupsi dan salah urus.74
Keterbukaan kontrak diharapkan dapat mencegah
terjadinya praktik korupsi dalam re-negosiasi atau
negosiasi kontrak-kontrak berikutnya. Dengan ke-
terbukaan kontrak, publik dapat mengawasi dan
memberikan penilaian akan skema-skema kese-
pakatan dalam kontrak, misalnya mengenai per-
sentase bagi hasil (split) nilai penjualan/produksi/
keuntungan bersih dari sebuah pengusahaan sum-
berdaya alam oleh pihak ketiga. Melalui keterbu-
kaan kontrak, maka perundingan/negosiasi pen-
capaian kesepakatan kontrak tidak perlu dilakukan
secara tertutup, sehingga tidak menimbulkan ke-
curigaan akan adanya peluang korupsi.
4. Keterbukaan kontrak akan meningkatkan kepercayaan publik
kepada pemerintah
Keterbukaan kontrak menjadi pijakan kepercaya-
an antara pemerintah, perusahaan, dan masyara-
kat, yang akan menghilangkan kecurigaan di an-
tara ketiganya. Terdapat praktik baik di Kamboja
yang menunjukkan kepercayaan publik terhadap
pemerintah sebagai dampak keterbukaan kontrak.
Hasil analisis masyarakat sipil Kamboja terhadap
kontrak menunjukkan bahwa pemerintah telah
menunjukkan kinerja yang baik dalam pengelolaan
kekayaan alamnya.75
Dalam konteks Indonesia, pemerintah merupakan
pemegang mandat untuk mengelola kekayaan
15
sumber daya alam Indonesia berdasarkan Pasal
33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Keterbukaan
kontrak merupakan wujud pertanggungjawaban
pemerintah untuk menunjukkan berbagai upaya-
nya dalam mewujudkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945. Ketika, pemerintah menyediakan kon-
trak untuk dapat diperoleh publik, maka keperca-
yaan publik kepada pemerintah atas pengelolaan
sumber daya alam juga akan meningkat.
Melalui keterbukaan kontrak, publik dapat turut
76) Indonesia (1), op.cit., Pasal 33 ayat (3).
me-monitoring pelaksanaan kontrak, sehingga jika
ada persoalan terkait manajemen sumber daya
alam yang menyangkut penegakan isi kontrak, mi-
salnya mengenai kewajiban pajak dan pembayar-
an penerimaan negara, pelaksanaan standar ling-
kungan dan sosial, serta aspek lain dari isi kontrak,
maka publik dapat mendorong pemerintah untuk
melakukan perbaikan manajemen pengelolaan
sumber daya alam, termasuk menegakkan isi ke-
sepakatan kontrak.
5. Keterbukaan kontrak dapat mendorong pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi melalui pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya tersebut
Pemerintah, warga negara, dan investor memi-
liki banyak keuntungan dari keterbukaan kontrak.
Pemerintah akan dapat menegosiasikan kontrak
yang lebih baik jika mereka memiliki akses ke kon-
trak selain dari kontrak mereka sendiri, begitu juga
dengan investor. Selain itu, koordinasi antar lem-
baga pemerintah dalam menegakkan dan menge-
lola kontrak akan menjadi lebih mudah. Di sisi lain,
kecurigaan warga negara terhadap atas klausula-
-klausula yang merugikan masyarakat akan se-
makin berkurang. Investor dan pelaku usaha juga
dapat mengukur dan saling berkompetisi secara
sehat dalam perekonomian dan mendukung pem-
bangunan. Dengan demikian, dalam skala yang
lebih luas, keterbukaan kontrak akan menciptakan
kontrak yang lebih stabil, baik dari sisi pemerintah,
investor, maupun masyarakat.
6. Keterbukaan kontrak meningkatkan partisipasi warga negara
dalam pengelolaan sumberdaya alamnya
Di sebagian besar negara di dunia, kekayaan alam
yang mencakup mineral, minyak, dan gas adalah
milik negara. Begitupun dengan Indonesia. Sesuai
dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun
1945, kekayaan alam Indonesia merupakan milik
seluruh rakyat Indonesia yang pengelolaannya di-
lakukan oleh negara dengan sebesar-besarnya ke-
makmuran rakyat.76
Di luar aspek-aspek kesejah-
teraan dan kemakmuran, kontrak-kontrak mungkin
juga memuat klausula-klausula lain yang bisa
secara langsung memengaruhi warga, misalnya
terkait dengan perlindungan lingkungan, bagian-
16
-bagian tentang penggunaan lahan dan hak-hak
warga negara, dan ketentuan-ketentuan yang ber-
kaitan dengan perpindahan komunitas lokal dan
hak-hak mereka. Dalam konteks tersebut, negara
wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan ke-
kayaan alam Indonesia kepada rakyat Indonesia.
Salah satu bentuk pertanggungjawaban ini adalah
melalui keterbukaan kontrak, sehingga partisipasi
masyarakat dalam memberikan masukan terhadap
proses pembahasan dan substansi kontrak dapat
ditingkatkan.
77) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (1) huruf e.
Di sisi lain, rakyat Indonesia diberikan jaminan hak
untuk mengetahui bagaimana pemerintah melak-
sanakan pengelolaan kekayaan alam Indonesia,
sehingga dengan pengetahuan ini, masyarakat
dapat berpartisipasi menyampaikan aspirasinya.
Secara spesifik, Pasal 11 ayat (1) huruf e Undang-
-Undang No. 14 Tahun 2008 telah menjamin hak
masyarakat terhadap kontrak-kontrak pemerintah
dengan pihak ketiga,77
termasuk kontrak dalam
pengelolaan sumber daya alam.
17
D. Rekomendasi Kebijakan
Dari uraian dan analisis mengenai kerangka hukum dan urgensi keterbukaan kontrak, khususnya di sektor
industri ekstraktif migas dan pertambangan yang merupakan mandat konstitusi sebagai kekayaan sum-
berdaya alam Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan harus dikelola untuk kesejahte-
raan masyarakat, berikut rekomendasi kebijakan yang kami usulkan:
Mendorong badan publik di Kementerian dan Lembaga terkait yang menguasai dan me-
miliki kewenangan terhadap pengelolaan kontrak industri ekstraktif untuk membuka kon-
trak-kontrak pertambangan migas dan minerba melalui portal informasi yang tersedia (mi-
salnya melalui website) agar dapat diakses oleh publik dengan mudah. Kementerian dan
Lembaga tersebut antara lain namun tidak terbatas pada KESDM, Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Kementerian Koordinator Bidang Pere-
konomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, serta Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) di sektor migas dan minerba seperti PT. Pertamina, PT. Bukit Asam, PT.
Aneka Tambang, PT Timah, dan sebagainya.
Mengoptimalkan pelaksanaan keterbukaan kontrak melalui inisiatif EITI maupun inisiatif
lain seperti Open Government Partnership (OGP), dengan melakukan koordinasi multi-
-pihak, membangun mekanisme pelaksanaan keterbukaan kontrak, serta mengembangkan
mekanisme publikasi dan akses publik.
Melakukan koordinasi secara intens dan efektif dengan badan-badan publik lain yang re-
levan, seperti Pemerintah Daerah, Komisi Informasi, Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Komite Pengawas Persaingan Usaha (Lembaga Anti-Monopoli), termasuk dengan
lembaga multilateral dan pembangunan global seperti Bank Dunia, IMF, G20, PBB, dan lain
sebagainya untuk mengembangkan dan mempromosikan kerja sama guna pelaksanaan ke-
terbukaan kontrak yang lebih baik.
Membangun sistem repositori yang melakukan pembukaan kontrak melalui mekanisme
yang mudah diakses oleh publik, baik kontrak-kontrak di sektor industri ekstraktif maupun
kontrak-kontrak sektor ekonomi pembangunan lainnya.
1
2
3
4
18
Referensi
Buku
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta, UII Press: 2007.
Bank Information Center and Global Witness, Assessment of International Monetary Fund and World Bank
Group Extractive Industries Transparency Implementation, October 2008.
Columbia Center for Sustainable Investment, etc., Promises are vanity, contracts are reality, transparency
is sanity, tanpa tahun.
Don Hubert and Rob Pitman, Past the Tipping Point? Contract Disclosure within EITI, Natural Resource
Governance Institute, March 2017.
EITI International Secretariat, The EITI Standard 2019, October 2019.
________, Contract Transparency in Oil, Gas, and Mining: Opportunities for EITI, June 2018.
________, The EITI Standard 2016, 15 February 2016.
________, The EITI Standard, 1 January 2015.
EITI Indonesia Secretariat, EITI Indonesia Annual Progress Report, Januari-December 2017.
________, Laporan Kontekstual: Laporan EITI Indonesia 2015.
Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta: 2016.
Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, PT Fikahati Anes-
ka, Jakarta: 2009.
Sang Ayu Putu Rahayu, Prinsip Hukum dalam Kontrak Kerja sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi, Yuridika Volume 32 No. 2, Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat.
________, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
________, Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
19
________, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
________, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
________, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
________, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
________, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
________, Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
________, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asin.
________, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi.
Komisi Informasi, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Putusan
Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 36/PUU-X/2012.
Internet
Indonesia recognised as compliant with EITI transparency standard, (https://eiti.org/news/indonesia-
-recognised-as-compliant-with-eiti-transparency-standard).
Theodora Middleton, Stop Secret Contracts: new global campaign launched, (https://blog.okfn.
org/2014/02/27/stop-secret-contracts-new-global-campaign-launched/). Diakses pada 29 Juni 2020.
Penulis:
Dessy Eko Prayitno
Peninjau:
Henry Subagyo, Maryati, Meliana Lumbantoruan
Design dan Layout:
Abdun Syakuur
Edisi Pertama, Juni 2020
20
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern pada
transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan, dan sumber daya alam.
Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan
nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Publish What
You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akuntabilitas di sepanjang
rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan operasi pertambangan (pub-
lish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari industri (publish what
you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejah-
teraan sosial (publish what you earn and how you spent).
Laporan Kajian ini disusun oleh Tim dari kantor sekretariat nasional Publish What You Pay Indone-
sia. Dicetak atas dukungan hibah tidak mengikat dari Hivos melalui Program Open Contracting. Isi
merupakan tanggung jawab Publish What You Pay Indonesia dan tidak mencerminkan pendapat
dan sikap dari Hivos.
Alamat
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, RT 001/009,
Tebet Timur, Tebet, Kota Jakarta Selatan, DKI
Jakarta 12820
Social Media
pwypindonesia — Instagram
pwyp_indonesia — Twitter
Publish What You Pay Indonesia — Facebook
Publish What You Pay Indonesia — Linkedin
Kontak
sekretariat@pwypindonesia.org — Email
www.pwypindonesia.org — Website
Publish What You Pay Indonesia
[Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif]

More Related Content

What's hot

2 sejarah hukum tata negara
2 sejarah hukum tata negara2 sejarah hukum tata negara
2 sejarah hukum tata negara
Nuelnuel11
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasionalHubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasional
ayu larissa
 

What's hot (20)

3 sistem ekonomi indonesia
3 sistem ekonomi indonesia3 sistem ekonomi indonesia
3 sistem ekonomi indonesia
 
Keabsahan Kebijakan Kartu Sakti
Keabsahan Kebijakan Kartu SaktiKeabsahan Kebijakan Kartu Sakti
Keabsahan Kebijakan Kartu Sakti
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
2 sejarah hukum tata negara
2 sejarah hukum tata negara2 sejarah hukum tata negara
2 sejarah hukum tata negara
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Hukum Lingkungan - 1
Hukum Lingkungan - 1Hukum Lingkungan - 1
Hukum Lingkungan - 1
 
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan AngkasaAir & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
 
Hukum perjanjian kuliah 2
Hukum perjanjian kuliah 2Hukum perjanjian kuliah 2
Hukum perjanjian kuliah 2
 
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
 
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan IndustrialCut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
HUKUM PERUSAHAAN
HUKUM PERUSAHAANHUKUM PERUSAHAAN
HUKUM PERUSAHAAN
 
Hubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasionalHubungan internasional dan organisasi internasional
Hubungan internasional dan organisasi internasional
 
Bab iii hukum organisasi perusahaan
Bab iii hukum organisasi perusahaanBab iii hukum organisasi perusahaan
Bab iii hukum organisasi perusahaan
 
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan KehakimanPengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
Pengelolaan Keuangan Negara dan Kekuasaan Kehakiman
 
Pengertian hukum internasional
Pengertian hukum internasionalPengertian hukum internasional
Pengertian hukum internasional
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum Internasional
 
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negaraPeranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
 
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATANSTUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
 
Sejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesiaSejarah sistem pemerintahan indonesia
Sejarah sistem pemerintahan indonesia
 

Similar to Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia

Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif IndonesiaTransparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesiaPelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
Yuca Siahaan
 

Similar to Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia (20)

Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITISurat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
 
Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif IndonesiaTransparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
Transparansi Kontrak dalam Industri Ekstaktif Indonesia
 
TUGAS Tutorial Online 1 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 1 Hukum Agraria HKUM4211.pdfTUGAS Tutorial Online 1 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
TUGAS Tutorial Online 1 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
 
haki.pdf
haki.pdfhaki.pdf
haki.pdf
 
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesiaPelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
Pelaksanaan trip’s dan haki pada dunia bisnis di indonesia
 
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITIPeluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
 
Share Holder Agreement.pdf
Share Holder Agreement.pdfShare Holder Agreement.pdf
Share Holder Agreement.pdf
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
 
Jalan panjang perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruang
Jalan panjang  perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruangJalan panjang  perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruang
Jalan panjang perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruang
 
Rekomendasi RAPAT UMUM ANGGOTA yang Pertama
Rekomendasi RAPAT UMUM ANGGOTA yang PertamaRekomendasi RAPAT UMUM ANGGOTA yang Pertama
Rekomendasi RAPAT UMUM ANGGOTA yang Pertama
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
Be&gg, basrizal, hapzi ali, shareholders and the markets for corporate co...
Be&gg, basrizal, hapzi ali, shareholders and the markets for corporate co...Be&gg, basrizal, hapzi ali, shareholders and the markets for corporate co...
Be&gg, basrizal, hapzi ali, shareholders and the markets for corporate co...
 
Contoh Perjanjian Kerjasama Konsorsium Riset Proyek Terbaru (Beli Perjanjian,...
Contoh Perjanjian Kerjasama Konsorsium Riset Proyek Terbaru (Beli Perjanjian,...Contoh Perjanjian Kerjasama Konsorsium Riset Proyek Terbaru (Beli Perjanjian,...
Contoh Perjanjian Kerjasama Konsorsium Riset Proyek Terbaru (Beli Perjanjian,...
 
Pencegahan_dan_Penanganan_Sengketa_Tana.ppt
Pencegahan_dan_Penanganan_Sengketa_Tana.pptPencegahan_dan_Penanganan_Sengketa_Tana.ppt
Pencegahan_dan_Penanganan_Sengketa_Tana.ppt
 
Jurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatJurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adat
 
Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor PertambanganOmnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
 
PRESENTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG HAK MILIK DI INDONESIA.pdf
PRESENTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG HAK MILIK DI INDONESIA.pdfPRESENTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG HAK MILIK DI INDONESIA.pdf
PRESENTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG HAK MILIK DI INDONESIA.pdf
 
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (versi Present...
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia

Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)

Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English VersionNewsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English VersionNewsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020
 
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in IndonesiaRevenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
 
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
 
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
 
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
 
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
 
Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020
 
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
 
Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020
 
Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
 
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership TransparencyContract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
 
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 
Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020Newletter - Open Contracting - April 2020
Newletter - Open Contracting - April 2020
 
Oil and Gas Industry & The Challenges of Corruption Prevention in Indonesia
Oil and Gas Industry & The Challenges  of Corruption Prevention in IndonesiaOil and Gas Industry & The Challenges  of Corruption Prevention in Indonesia
Oil and Gas Industry & The Challenges of Corruption Prevention in Indonesia
 

Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia

  • 1. 1
  • 2. 2 A. Pendahuluan 1) Indonesia (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat, Pasal 33 ayat (3). 2) Sang Ayu Putu Rahayu, Prinsip Hukum dalam Kontrak Kerja sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Yuridika Volume 32 No. 2, Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm. 337. 3) Indonesia (2), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pasal 6 ayat (2). 4) Indonesia (3), Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 8. 5) Indonesia (4), Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Pasal 10. 6) Indonesia (5), Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 1 angka 19 juncto Pasal 6 juncto Pasal 11. 7) Indonesia (6), Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 169 huruf a. Lihat pula Indonesia (4), op.cit., Pasal 10. 8) Don Hubert and Rob Pitman, Past the Tipping Point? Contract Disclosure within EITI, Natural Resource Governance Institute, March 2017. hlm. 7. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta per- tambangan mineral dan batubara (minerba) me- rupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagi- an besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang men- cakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produk- si migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan. Sistem kontrak dalam pengelolaan pertambangan migas, pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960, yang disebut sebagai per- janjian karya.3 Sedangkan dalam pengelolaan per- tambangan minerba, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 menyebutnya sebagai kontrak karya,4 dan di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 disebut sebagai perjanjian karya.5 Dalam pelaksanaannya, perjanjian atau kontrak karya migas yang dikenal di Indonesia adalah Kontrak Kerja Sama (KKS),6 yang sebagian besar merupakan Kontrak Bagi Ha- sil (KBH)/Production Sharing Contract (PSC), baik melalui Joint Operation Body (JOB), gross split, maupun cost recovery. Untuk sektor minerba, di- kenal sebagai Perjanjian Karya Pengusahaan Per- tambangan Batubara (PKP2B).7 Saat ini, tuntutan untuk dibukanya kontrak dalam kegiatan pertambangan migas dan minerba sema- kin besar. Di tingkat internasional, pada tahun 2007, International Monetary Fund (IMF) telah memulai inisiatif keterbukaan kontrak dengan mengeluar- kan panduan mengenai transparansi pendapatan negara.8 Dalam laporan lain juga menyebutkan bahwa Bank Dunia dan IMF juga bersama-sama
  • 3. 3 mendorong keterbukaan kontrak di sektor industri ekstraktif.9 Kemudian tahun 2009, Revenue Watch Institute/RWI (sekarang menjadi Natural Resource Governance Institute/NRGI) mempublikasikan kaji- an bertajuk Contracts Confidential: Ending Secret Deals in the Extractive Industries, yang menelaah mengenai berbagai tantangan dan basis pemikiran mengenai ketertutupan kontrak.10 Kemudian tahun 2012, inisiatif keterbukaan kontrak didorong me- lalui inisiatif global mengenai open contracting.11 Kemudian tahun 2013, keterbukaan kontrak mu- lai didorong menjadi standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI),12 meski masih ber- sifat anjuran (encourage),13 hingga pada standar EITI tahun 2016.14 Keterbukaan kontrak kemudian menjadi standar wajib pada standar EITI 2019 bagi Compliant Country mulai tahun 2021.15 Bahkan, pada tahun 2020, Responsible Mining Index (RMI) juga telah menempatkan keterbukaan kontrak se- bagai salah satu indikator dari kategori Business Conduct dalam indeks RMI tahun 2020.16 Di tingkat nasional, keterbukaan kontrak secara hukum sudah diatur dengan tegas dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Sebagai tindak lanjutnya, kelompok masya- rakat sipil yang memiliki perhatian pada isu ling- kungan hidup dan sumberdaya alam kemudian 9) Bank Information Center and Global Witness, Assessment of International Monetary Fund and World Bank Group Extractive Indus- tries Transparency Implementation, October 2008. hlm 7. 10) Don Hubert and Rob Pitman, op.cit., hlm. 7. 11) Ibid. 12) Ibid. 13) EITI International Secretariat (1), The EITI Standard, 1 January 2015, Requirement 3.12. 14) EITI International Secretariat (2), The EITI Standard 2016, 15 February 2016, Requirement 2.4. 15) EITI International Secretariat (3), The EITI Standard 2019, 15 October 2019, Requirement 2.4. 16) Responsible Mining Index 2020, (https://2020.responsibleminingindex.org/en/results/thematic/316). Diakses pada 29 Juni 2020. 17) EITI Indonesia Secretariat (1), EITI Indonesia Annual Progress Report, Januari-December 2017. hlm. melakukan permintaan informasi terhadap doku- men-dokumen kontrak yang bersifat publik, se- perti kontrak migas, minerba, dan pengelolaan air minum. Terhadap permintaan informasi berupa dokumen kontrak ini, Komisi Informasi kemudian juga memutuskan bahwa dokumen kontrak me- rupakan dokumen terbuka dan wajib disediakan kepada publik. Namun demikian, hingga saat ini, badan publik belum melaksanakan putusan Komisi Informasi dengan membuka dan menyediakan do- kumen-dokumen kontrak tersebut kepada publik. Kendala dalam eksekusi putusan Komisi Informa- si tersebut juga terjadi karena adanya perbedaan tafsir mengenai siapa badan publik yang berwe- nang untuk membuka kontrak sebagaimana yang diputuskan. Dalam Laporan EITI 2017, pemerintah menyatakan bahwa belum dibukanya kontrak ka- rena pemerintah harus menelaah informasi-infor- masi di dalam kontrak yang boleh dibuka dan di- kecualikan.17 Kegamangan pemerintah dalam membuka doku- men kontrak terjadi karena pemerintah ditengarai belum memahami secara utuh mengenai kerang- ka hukum keterbukaan kontrak di Indonesia, serta adanya keraguan antara memenuhi kepentingan publik atau kepentingan investasi. Untuk itu, kaji- an ini akan mengelaborasi mengenai tiga hal, yai- tu: kerangka hukum keterbukaan kontrak di sektor
  • 4. 4 migas dan minerba, manfaat yang diperoleh de- ngan membuka kontrak kepada publik, dan reko- mendasi perbaikan kebijakan. Melalui kajian ini, diharapkan pemerintah memiliki kerangka hukum yang utuh terkait dengan keterbukaan kontrak di sektor industri ekstraktif, sehingga pemerintah se- 18) Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 36/PUU-X/2012, hlm. 20. 19) Ibid. 20) Ibid., hlm. 21. makin percaya diri untuk secara bertahap membu- ka kontrak kepada publik, tidak hanya dalam rang- ka memenuhi mandat EITI, tetapi yang lebih besar adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan alam Indonesia sesuai Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. B. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba Pada bagian ini akan menguraikan mengenai tiga sub-bagian: (1) kerangka hukum keterbukaan kon- trak; (2) struktur kontrak; dan (3) pelaksanaan ke- terbukaan kontrak sesuai UU KIP. B.1. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyebut- kan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang ter- kandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di- pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Esensi pasal tersebut adalah penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam Indone- sia. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No- mor 36/PUU-X/2012 memberikan tafsir dikuasai negara sebagai: “(sic!) Penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat atas sumber kekayaan alam … termasuk pula di dalamnya pengertian ke- pemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.”18 Dalam konteks tersebut, Mahkamah Konstitusi ke- mudian menyatakan bahwa sesuai Pasal 33 ayat (3), rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk membuat kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tuju- an sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.19 Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penguasaan negara atas sumber kekayaan alam Indonesia harus ditujukan untuk: (a) kemanfaatan bagi rakyat; (b) pemerataan manfaat bagi rakyat; (c) partisipasi rakyat; (d) penghormatan hak ma- syarakat adat; dan (e) hukum yang berkeadilan.20 Senada dengan Mahkamah Konstitusi, sebelum- nya, Bagir Manan juga menyatakan bahwa mak- na dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan menciptakan kewajib-
  • 5. 5 an bagi negara, yaitu: (a) pemanfaatan seluruh kekayaan alam Indonesia harus ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia; (b) melindungi dan menjamin hak-hak rakyat Indo- nesia atas seluruh kekayaan alam Indonesia; dan (c) mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat kehilangan ke- sempatan dan haknya untuk menikmati kekayaan alam Indonesia.21 Jika merujuk tafsir Mahkamah Konstitusi dan Bagir Manan terhadap Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, sebenarnya implisit juga kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengu- rusan dan pengelolaan kekayaan alam Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 ten- tang Administrasi Pemerintahan (UU No. 30/2014) secara tegas diatur bahwa dalam penyelenggara- an administrasi pemerintahan dan pertanggungja- wabannya harus dilakukan berdasarkan asas le- galitas, asas pelindungan hak asasi manusia, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUP- B).22 AUPB ini mencakup asas-asas: kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecer- matan, tidak menyalahgunakan wewenang, keter- bukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.23 Selain itu, dalam filsafat politik, pelaksanaan kewenangan pemerintah harus dapat dipertang- gungjawabkan kepada publik.24 Salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah adalah dengan memberikan, menyediakan, dan mempublikasikan 21) Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta, UII Press: 2007, hlm. 17. 22) Indonesia (7), Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 5. 23) Ibid., Pasal 10 ayat (1) dan penjelasannya 24) Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta: 2016. hlm. 18. 25) Mahkamah Konstitusi, op.cit., hlm. 21. 26) Indonesia (1), op.cit., Pasal 28C ayat (2). informasi mengenai pelaksanaan pengurusan dan pengelolaan kekayaan alam Indonesia, dalam hal ini termasuk membuka kontrak pengelolaan keka- yaan alam Indonesia yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Keterbukaan kontrak pengelolaan kekayaan alam Indonesia ini dapat dilihat dalam beberapa per- spektif, yaitu: pertama, sebagai bentuk pertang- gungjawaban pemerintah dalam menjalankan man- dat kolektif rakyat Indonesia untuk mengurus dan mengelola kekayaan alam Indonesia yang menjadi milik bersama seluruh rakyat Indonesia. Kedua, sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa salah satu makna pelaksanaan kewenangan penguasaan negara atas kekayaan alam Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 adalah dengan memberi- kan ruang partisipasi rakyat dalam pengurusan dan pengelolaan kekayaan alam Indonesia.25 Hal ini juga sejalan dengan Pasal 28C UUD NRI Tahun 1945 bahwa warga negara berhak berpartisipa- si untuk memperjuangkan haknya dalam rangka membangun masyarakat, bangsa, dan negara.26 Untuk itu, demi memastikan partisipasi publik yang berkualitas, pemerintah perlu menyediakan dan membuka kontrak pengelolaan kekayaan alam Indonesia, sehingga publik bisa turut memberikan masukan bagi pelaksanaan kontrak, renegosiasi kontrak, maupun monitoring dan evaluasinya. Ke- tiga, sebagai bentuk pelaksanaan tujuan UU KIP,
  • 6. 6 sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dalam me- wujudkan:27 (a) jaminan hak warga negara untuk mengetahui rencana dan proses pembuatan dan pengambilan keputusan publik; (b) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kepu- tusan publik, dan (c) mewujudkan penyelengga- raan negara yang transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Keputusan publik ini mencakup kontrak 27) Indonesia (8), Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 3. 28) Indonesia (7), op.cit., Pasal 10 ayat (1) dan penjelasannya. pengelolaan kekayaan alam Indonesia, karena kontrak tersebut memiliki dimensi publik, sehingga masuk dalam kategori keputusan publik. Keempat, sebagai bentuk pelaksanaan AUPB sebagaimana diatur dalam UU No. 30/2014, khususnya asas ke- manfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecer- matan, asas keterbukaan, dan asas kepentingan umum.28 Diagram 1. Kerangka Hukum Keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di Indonesia Standar EITI: Indonesia adalah anggota EITI, sehingga wajib mematuhi standar EITI, salah satunya adalah dengan membuka kontrak dan izin di sektor industri ekstraktif. Keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945: SDA milik rakyat; Negara mengurus, mengatur, mengelola Pasal 28C & 28F UUD NRI Tahun 1945 & UU HAM: Hak rakyat atas informasi Hak rakyat untuk ber partisipasi (dalam mengelola SDA). Pasal 26, 53, dan 65 UU PPLH: Hak atas informasi, partisipasi, dan keadilan dalam perlin- dungan pengelolaan SDA. Pasal 2 (c), 3, 10, 87D UU Minerba: Warga terdampak berhak mengetahui dokumen kontrak, in- stansi pemerintah lainnya (DPR, instansi perpajakan) berhak mengetahui kontrak untuk optimalisasi kinerja. Pasal 11 ayat (1) huruf e UU KIP & Pasal 13 ayat (1) huruf e Perki 1/2010: Badan publik wajib membuka kontrak dengan pihak ketiga.
  • 7. 7 Keterbukaan kontrak pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang menjadi salah satu bentuk per- tanggungjawaban pelaksanaan kewenangan pe- nguasaan negara sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, sejalan dan se- kaligus menjadi nafas dalam pelaksanaan mandat konstitusi lainnya, terutama Pasal 28F, yang me- nyebutkan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembang- kan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan in- formasi dengan menggunakan segala jenis sa- luran yang tersedia.”29 Pengaturan senada juga dilakukan Pasal 14 Un- dang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.30 Dalam konteks Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 14 UU HAM ini, keter- bukaan kontrak oleh pemerintah juga merupakan upaya untuk mewujudkan hak setiap orang untuk memperoleh informasi guna mengembangkan di- rinya dan lingkungannya. Hal ini terutama jika di- kaitkan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hi- dup (UU PPLH). Menurut Pasal 65 UU PPLH, hak atas lingkungan hidup diwujudkan dalam jaminan 29) Indonesia (1), op.cit., Pasal 28F. 30) Indonesia (9), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14. 31) Indonesia (10), Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 65. 32) Ibid., Pasal 26 ayat (3) 33) Ibid., Pasal 26 juncto Pasal 53 juncto Pasal 65. 34) Ibid., Pasal 65 ayat (3) dan ayat (4). hak atas informasi, pastisipasi, dan keadilan da- lam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.31 Lebih spesifik, jaminan hak atas informasi, pastisipasi, dan keadilan ini terutama diberikan kepada masyarakat yang terkena dam- pak kegiatan (i.e. eksplorasi dan eksploitasi migas, pertambangan, dll), pemerhati lingkungan hidup, dan semua pihak yang berpotensi terdampak dari keputusan publik yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam.32 Untuk itu, UU PPLH memberikan jaminan hak atas informasi, partisipasi, dan keadilan kepada masya- rakat, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.33 Keterbukaan kontrak juga merupakan bagian dari perwujudan jaminan hak atas informasi, partisipa- si, dan keadilan bagi masyarakat sebagaimana di- atur dalam Pasal 65 UU PPLH. Melalui keterbuka- an kontrak tersebut, masyarakat dapat berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memberikan usul atau masukan ter- hadap kegiatan yang akan berdampak pada ling- kungan dan masyarakat, sejak dari tahap perenca- naan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya.34 Jaminan transparansi pengelolaan kekayaan alam Indonesia juga dijamin dalam Pasal 3 Undang- -Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang secara umum menya- takan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha mi-
  • 8. 8 gas dilaksanakan secara terbuka dan transparan.35 UU Migas secara tegas memerintahkan keterbu- kaan kontrak kepada publik, khususnya kepada pemegang hak atas tanah. Pasal 35 huruf a UU Migas menyatakan: Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengi- zinkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan, apabila: a. Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahu- lu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinannya yang sah, serta memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang akan dila- kukan.36 Selain itu, UU Migas juga mengatur mengenai ke- terbukaan kontrak dalam kaitannya dengan tata hubungan dengan instansi pemerintah lainnya, se- perti dengan Dewan Perwakilan Rakyat,37 badan pelaksana dan badan pengatur,38 dan instansi per- pajakan.39 Kemudian, dalam tata hubungan hirarki dengan pemerintah daerah, meski tidak eksplisit merujuk pada kontrak, tetapi Pasal 12 UU Migas memberikan jaminan bahwa dalam penetapan dan penawaran wilayah kerja ekplorasi dan eks- ploitasi migas, Menteri akan berkonsultasi kepada pemerintah daerah untuk meginformasikan dan 35) Indonesia (5), op.cit., Pasal 3. 36) Ibid., Pasal 35 huruf a. 37) Ibid., Pasal 11 ayat (2). 38) Ibid., Pasal 20 ayat (3) juncto Pasal 41 juncto Pasal 44. 39) Ibid., Pasal 31. 40) Ibid., Pasal 12 ayat (1) juncto Penjelasan Pasal 12 ayat (1). 41) Indonesia (6), op.cit., Pasal 2 huruf c. 42) Ibid., Pasal 10. 43) Indonesia (11), Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertam- bangan Mineral dan Batubara, Pasal 87D. sekaligus memperoleh masukan mengenai renca- na penawaran wilayah kerja.40 Dalam upaya untuk meningkatkan koordinasi dan peran pemerintah daerah, salah satu yang bisa didorong adalah me- lalui keterbukaan kontrak. Hal senada juga diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mine- ral dan Batubara (UU Minerba). Pasal 3 UU Miner- ba mengatur bahwa pertambangan mineral dan batubara dikelola berdasarkan asas partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas.41 Kemudian asas transparansi, partisipatif, dan akuntabel juga dilak- sanakan dalam penetapan wilayah pertambang- an.42 Kemudian, dalam Revisi UU Minerba juga su- dah dimandatkan secara tegas bahwa pusat data dan informasi pertambangan wajib menyajikan informasi pertambangan secara akurat, mutakhir, dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pemegang izin dan masyarakat.43 Jaminan hak atas informasi dan partisipasi seba- gaimana diatur dalam Pasal 28C, Pasal 28F, Pasal 14 UU HAM, Pasal 65 UU PPLH, Pasal 3 dan Pasal 12 UU Migas, Pasal 3 dan Pasal 87D UU Minerba selaras dengan tujuan UU KIP sebagaimana dia- tur dalam Pasal 3, yang juga mengatur mengenai jaminan hak atas informasi dan partisipasi dalam berbagai kegiatan atau keputusan yang berdam-
  • 9. 9 pak kepada publik. Dalam konteks ini, kegiatan pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang dila- kukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga ber- dasarkan kontrak, juga termasuk dalam kegiatan atau keputusan yang berdampak kepada publik. UU KIP ini merupakan undang-undang yang secara khusus menjamin perlindungan hak atas informasi warga negara, termasuk juga prosedur permohon- annya. Dalam konteks keterbukaan kontrak, Pasal 11 ayat (1) huruf e mengatur dengan tegas yang mewajibkan pemerintah menyediakan informasi setiap saat, yang salah satunya adalah perjanjian badan publik dengan pihak ketiga.44 Pasal ini ke- mudian dipertegas melalui Peraturan Komisi Infor- masi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP), dimana Pasal 13 ayat (1) huruf e menyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi setiap saat, salah satunya adalah “surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya.”45 Dengan demi- kian, kontrak pengelolaan kekayaan alam Indone- sia juga wajib dibuka berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf e juncto Pasal 13 ayat (1) huruf e Perki SLIP. Dalam praktik, Komisi Informasi pernah beberapa kali memutus sengketa informasi terkait dengan kontrak. Dalam putusannya, Komisi Informasi me- nyatakan bahwa dokumen kontrak merupakan dokumen terbuka dan harus disediakan dan dibe- rikan kepada pemohon informasi. Beberapa putus- an Komisi Informasi yang menyatakan dokumen 44) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (1) huruf e. 45) Komisi Informasi, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Pasal 13 ayat (1) huruf e. 46) Indonesia recognised as compliant with EITI transparency standard, (https://eiti.org/news/indonesia-recognised-as-compliant- -with-eiti-transparency-standard). Diakses pada 22 Juni 2020. kontrak sebagai informasi terbuka antara lain: (a) Putusan No. 001/VII/KIP-PS-A/2010 antara LPAW vs. Blora Patragas Hulu terkait dengan dokumen perjanjian kerja antara PT Blora Patragas Hulu de- ngan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya dalam pe- ngelolaan 2,1% saham participating interest Blok Cepu yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Blora; (b) Putusan No. 197/VI/KIP-PS-M-A/2011 antara YP2IP vs. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan kontrak Freeport, PT Kaltim Prima Coal, PT Newmont Mining Corpo- ration; (c) Putusan No. 356/IX/KIP-PS-M-A/2011 antara YP2IP vs. BP Migas terkait dengan PSC Chevron Indonesia; (d) Putusan No. 391/XII/KIP- -PS-M-A/2011 antara KRUHA vs. PDAM Provinsi DKI Jakarta terkait dengan kontrak PAM Jaya de- ngan PT Palyja dan PT Aetra. Selain kerangka hukum dan praktik keterbukaan kontrak di tingkat nasional, Indonesia juga memiliki komitmen di dunia internasional untuk melakukan keterbukaan kontrak. Komitmen tersebut adalah terkait dengan keanggotaan Indonesia dalam EITI, yang merupakan inisiatif global mengenai trans- paransi di sektor industri ekstraktif. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2010, Indonesia telah resmi menjadi anggota EITI. Puncaknya, dalam perte- muan Dewan Internasional EITI ke-28 di Myanmar pada 15 Oktober 2014, Indonesia dinyatakan seba- gai EITI Compliant Country.46 Sebagai salah satu negara dengan status compliant, Indonesia harus melaksanakan standar EITI secara penuh. Salah
  • 10. 10 satu mandat dalam standar EITI adalah melakukan keterbukaan kontrak. Menilik perkembangan standar EITI, keterbukaan kontrak sudah dimulai sejak 2013, tetapi masih bersifat anjuran (encourage). Pun begitu dengan standar EITI 2016. Namun demikian, dalam stan- dar EITI 2019, keterbukaan kontrak menjadi ke- harusan bagi seluruh negara anggota,47 termasuk Indonesia. Secara rinci, Requirement 2.4 dalam standar EITI 2019 mewajibkan keterbukaan kon- trak yang mencakup:48 (a) kontrak-kontrak yang disepakati mulai 1 Januari 2021. Namun demikian, seluruh anggota dianjurkan untuk mulai membu- ka dan mempublikasikan kontrak yang sudah ada atau kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani sebelum tahun 2021; (b) pengintegrasian renca- na publikasi kontrak dan tata waktunya pelaksa- 47) EITI International Secretariat (3), Requirement 2.4. 48) Ibid. 49) Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, hlm. 67. 50) Ibid. 51) Indonesia (5), ibid., Pasal 11 ayat (3). naannya ke dalam rencana kerja tahun 2020; (c) pendokumentasian seluruh kebijakan pemerintah terkait dengan publikasi kontrak di sektor indus- tri ekstraktif; dan (d) publikasi kontrak mencakup seluruh teks dari kontrak dan perubahannya (jika ada), beserta lampiran kontrak. Dalam konteks hukum internasional, standar EITI yang harus di- ikuti oleh pemerintah Indonesia ini masuk dalam kategori softlaw, dan bisa menjadi sumber hukum bagi pemerintah untuk melaksanakan keterbukaan kontrak. Dengan demikian, berdasarkan uraian beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait de- ngan keterbukaan kontrak dan komitmen peme- rintah Indonesia sebagai anggota EITI, pemerintah memiliki kerangka hukum yang kuat untuk melak- sanakan keterbukaan kontrak. B.2. Struktur Kontrak Menurut Blinn, sebagaimana dikutip Madjedi Ha- san, semua jenis kontrak memiliki kemiripan struk- tur yang mencapai kurang lebih 80%,49 yang men- cakup antara lain: “...wilayah kerja, jangka waktu kontrak beserta tahapan-tahapannya, kewajiban investor melak- sanakan rencana kerja beserta biaya minimum yang akan dibelanjakan selama masa eksplorasi, pelepasan wilayah kerja, pelatihan dan pemanfa- atan tenaga kerja lokal, pemanfaatan produk/jasa dalam negeri, partisipasi pemerintah dan penyele- saian sengketa melalui arbitrase.”50 Dalam UU Migas, struktur kontrak migas menca- kup:51 (a) penerimaan negara; (b) wilayah kerja dan pengembaliannya; (c) kewajiban pengeluaran dana; (d) perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas; (e) jangka waktu dan kondisi perpan- jangan kontrak; (f) penyelesaian sengketa; (g) ke- wajiban pemenuhan migas dalam negeri; (h) waktu berakhirnya kontrak; (i) kewajiban pasca tambang;
  • 11. 11 (j) keselamatan dan kesehatan kerja; (k) perlin- dungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (l) pengalihan hak dan kewajiban; (m) pelaporan; (n) rencana pengembangan lapangan; (o) penguta- maan penggunaan barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri; (p) pengembangan masyarakat se- kitar dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kemudian, untuk kontrak minerba, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam Laporan EITI Indonesia 2015 menyebutkan ketentuan pokok kontrak minerba, yang mencakup:52 (a) definisi; (b) penunjukan dan tanggung jawab perusahaan; (c) modus operasi; (d) wilayah kontrak karya; (e) peri- ode penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayak- an, konstruksi, dan operasi (f) laporan dan deposi- to jaminan; (g) pemasaran; (h) fasilitas impor dan re-ekspor; (i) pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan perusahaan; (j) pelaporan, inspeksi, dan rencana kerja; (k) pertukaran alat pembayaran; (l) hak-hak khusus pemerintah; (m) kesempatan kerja dan pelatihan bagi WNI; (n) promosi kepentingan nasional; (o) kerja sama daerah dalam pengada- 52) EITI Indonesia Secretariat (2), Laporan Kontekstual: Laporan EITI Indonesia 2015, Lampiran I, hlm. 131-132. 53) EITI International Secretariat (3), op.cit., Requirement 2.4. 54) Indonesia (8), op.cit., Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8. 55) Ibid., Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16. 56) Ibid., Pasal 17. 57) Ibid., Pasal 21 dan Pasal 22. 58) Ibid., Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34. an prasarana tambahan; (p) pengelolaan dan pe- lindungan lingkungan hidup; (q) pengembangan kegiatan usaha setempat; (r) ketentuan-ketentuan kemudahan; (s) keadaan memaksa dan kelalaian; (t) penyelesaian sengketa; (u) pengakhiran dan pengalihan hak; (v) pembiayaan; (w) jangka waktu; dan (x) pilihan hukum. Jika menilik struktur kontrak sebagaimana diatur dalam UU Migas, Laporan EITI 2015, dan Blinn ter- lihat bahwa substansi kontrak tidak mengandung informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Terlebih lagi, jika menilik standar EITI 2019, yang mengharuskan publikasi kontrak mencakup seluruh teks dari kontrak dan perubahannya (jika ada), beserta lampiran kon- trak.53 Artinya, secara struktur dan substansi kon- trak, pemerintah seharusnya percaya diri untuk secara bertahap mempublikasikan kontrak kepada publik, dalam rangka memenuhi kewajiban penge- lolaan kekayaan alam Indonesia sesuai Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, sekaligus memenuhi mandat sebagai anggota penuh EITI. B.3. Pelaksanaan Keterbukaan Kontrak Berdasarkan UU KIP UU KIP merupakan instrumen hukum spesifik yang mengatur mengenai jaminan hak atas informasi. Secara rinci, UU KIP mengatur mengenai: (a) hak dan kewajiban badan publik dan pemohon infor- masi;54 (b) informasi yang wajib dibuka;55 (c) infor- masi yang dikecualikan;56 (d) tata cara permohon- an informasi;57 (e) Komisi Informasi;58 (f) tata cara mengajukan keberatan dan penyelesaian seng-
  • 12. 12 keta informasi, baik di Komisi Informasi maupun di pengadilan;59 dan (g) pemidanaan.60 UU KIP ini kemudian diikuti dengan beberapa peraturan tek- nis untuk pelaksanaannya, antara lain: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksana- an UU KIP (PP No. 61/2010), Perki SLIP, Perki No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Seng- keta Informasi Publik, dan Perki No. 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi Publik (Perki No. 1/2017). Dengan demikian, pelaksanaan keter- bukaan informasi di Indonesia disandarkan pada UU KIP dan peraturan-peraturan turunannya. Khusus untuk kontrak, UU KIP mengatur secara tegas dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e yang mewa- jibkan pemerintah menyediakan informasi setiap saat, yang salah satunya adalah perjanjian badan publik dengan pihak ketiga.61 Secara umum, ke- khawatiran dalam membuka kontrak bisnis adalah kekhawatiran akan terganggunya perlindungan HAKI dan persaingan usaha tidak sehat,62 dan ke- 59) Ibid., Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50. 60) Ibid., Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57. 61) Ibid., Pasal 11 ayat (1) huruf e. 62) Ibid., Pasal 17 huruf b. 63) Ibid., Pasal 17 huruf d. 64) EITI International Secretariat (1), op.cit., hlm. 7. 65) Indonesia (8), op.cit., Pasal 2 juncto Pasal 6 juncto Pasal 17 juncto Pasal 19 jucto Pasal 20. khawatiran akan mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.63 Kekhawatiran seperti ini juga yang menjadi perhatian pemerintah sebagaimana dise- butkan dalam EITI Indonesia Annual Progress Re- port 2017.64 Untuk itu, UU KIP memberikan panduan untuk me- nentukan informasi mana yang terbuka dan mana yang dikecualikan melalui mekanisme uji konseku- ensi dan uji kepentingan publik.65 Panduan lebih rinci dapat dilihat dalam PP No. 61/2010 dan Perki No. 1/2017. Kemudian, yang perlu menjadi catatan juga adalah bahwa yang dikecualikan adalah infor- masinya, bukan dokumennya. Artinya, jika suatu dokumen di dalamnya hanya memuat sebagian informasi yang dikecualikan, maka yang dikecuali- kan bukan keseluruhan dokumennya, tetapi hanya bagian informasi yang dikecualikan saja. Namun demikian, jika seluruh informasi dalam dokumen dikecualikan, maka dokumen tersebut dapat dike- cualikan.
  • 13. 13 C. Manfaat Keterbukaan Kontrak 66) Columbia Center for Sustainable Investment, etc., Promises are vanity, contracts are reality, transparency is sanity, tanpa tahun, hlm. 2. 67) Ibid. Banyak kajian menunjukkan bahwa keterbuka- an kontrak memberikan dampak positif bagi tata kelola industri ekstraktif. Bagian ini akan menun- jukkan praktik-praktik baik, sekaligus dampak positif keterbukaan kontrak yang dirangkum oleh EITI, Columbia Center for Sustainable Investment, NRGI, Open Contracting, dan Oxfam America. 1. Keterbukaan kontrak akan membantu pemerintah mendapatkan kesepakatan yang lebih baik untuk sumberdaya alam mereka Keterbukaan kontrak merupakan salah satu fak- tor penting dalam menciptakan ruang negosiasi yang setara antara perusahaan dan pemerintah. Hal ini tentu saja akan memicu kompetisi antar perusahaan untuk menunjukkan dan meningkat- kan keunggulan kompetitif mereka dibanding ri- val-rivalnya. Sebagai contoh, di Peru, keterbukaan kontrak telah mendorong negosiasi kontrak yang memberikan peningkatan royalti negara secara signifikan, dari 5% menjadi 26%.66 Kemudian di Li- beria, keterbukaan kontrak telah menarik investor secara signifikan, termasuk menarik investasi dari perusahaan-perusahaan terbesar di dunia, seperti Chevron dan ExxonMobil.67 Keterbukaan kontrak akan membantu pemerintah mendapatkan kesekapatan yang terbaik (the best deal) atas pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini karena negosiasi dan kesepakatan dapat diperhi- tungkan secara lebih baik, serta mendapat kontrol dan dukungan kuat dari publik, terutama warga negara sebagai penerima manfaat yang sesung- guhnya dari pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh negara. 2. Keterbukaan kontrak akan mendorong perbaikan manajemen pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam Konflik pengelolaan sumberdaya alam dapat melu- as ke berbagai cabang atau lembaga pemerintah, seperti DPR, kementerian/lembaga terkait, dan in- stansi perpajakan. Keterbukaan kontrak akan me- ningkatkan koordinasi di dalam pemerintah dan memungkinkan berbagai cabang pemerintahan untuk memenuhi kewajiban hukumnya untuk me- mastikan akuntabilitas pengelolaan sumberdaya alam. Terdapat praktik buruk di Afghanistan dan Togo yang tidak melaksanakan keterbukaan kontrak dengan baik, khususnya keterbukaan kontrak bagi instansi perpajakan, sehingga membuat instansi
  • 14. 14 perpajakan tidak optimal dalam melakukan audit dan memungut pajak dari sektor industri ekstrak- tif.68 Sedangkan di Ghana, otoritas pengelola pen- dapatan negara sangat mendukung pelaksanaan keterbukaan kontrak di sektor industri ekstraktif.69 Dalam konteks Indonesia, UU Migas juga menga- tur mengenai keterbukaan kontrak dalam kaitan- 68) EITI International Secretariat (4), Contract Transparency in Oil, Gas, and Mining: Opportunities for EITI Countries. Hlm. 10-11. 69) Ibid. 70) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (2). 71) Ibid., Pasal 20 ayat (3) juncto Pasal 41 juncto Pasal 44. 72) Ibid., Pasal 31. 73) Theodora Middleton, Stop Secret Contracts: new global campaign launched, (https://blog.okfn.org/2014/02/27/stop-secret- -contracts-new-global-campaign-launched/). Diakses pada 29 Juni 2020. 74) Ibid. 75) Columbia Center for Sustainable Investment, etc., op.cit., hlm. 3. nya dengan tata hubungan dengan instansi peme- rintah lainnya, seperti dengan Dewan Perwakilan Rakyat,70 badan pelaksana dan badan pengatur,71 dan instansi perpajakan.72 Keterbukaan kontrak tentu akan meningkatkan koordinasi dan kinerja masing-masing instansi dalam pelaksanaan dan pengawasan kontrak, serta pemungutan pajak dari kontrak yang disepakati. 3. Keterbukaan kontrak dapat mengurangi praktik korupsi Nilai global kontrak pemerintah diperkirakan men- capai $9,5 triliun.73 Di Afrika dan Eropa, dari kegiat- an kontrak, diperkirakan sekitar $150 miliar hilang setiap tahunnya akibat korupsi dan salah urus.74 Keterbukaan kontrak diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik korupsi dalam re-negosiasi atau negosiasi kontrak-kontrak berikutnya. Dengan ke- terbukaan kontrak, publik dapat mengawasi dan memberikan penilaian akan skema-skema kese- pakatan dalam kontrak, misalnya mengenai per- sentase bagi hasil (split) nilai penjualan/produksi/ keuntungan bersih dari sebuah pengusahaan sum- berdaya alam oleh pihak ketiga. Melalui keterbu- kaan kontrak, maka perundingan/negosiasi pen- capaian kesepakatan kontrak tidak perlu dilakukan secara tertutup, sehingga tidak menimbulkan ke- curigaan akan adanya peluang korupsi. 4. Keterbukaan kontrak akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah Keterbukaan kontrak menjadi pijakan kepercaya- an antara pemerintah, perusahaan, dan masyara- kat, yang akan menghilangkan kecurigaan di an- tara ketiganya. Terdapat praktik baik di Kamboja yang menunjukkan kepercayaan publik terhadap pemerintah sebagai dampak keterbukaan kontrak. Hasil analisis masyarakat sipil Kamboja terhadap kontrak menunjukkan bahwa pemerintah telah menunjukkan kinerja yang baik dalam pengelolaan kekayaan alamnya.75 Dalam konteks Indonesia, pemerintah merupakan pemegang mandat untuk mengelola kekayaan
  • 15. 15 sumber daya alam Indonesia berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Keterbukaan kontrak merupakan wujud pertanggungjawaban pemerintah untuk menunjukkan berbagai upaya- nya dalam mewujudkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Ketika, pemerintah menyediakan kon- trak untuk dapat diperoleh publik, maka keperca- yaan publik kepada pemerintah atas pengelolaan sumber daya alam juga akan meningkat. Melalui keterbukaan kontrak, publik dapat turut 76) Indonesia (1), op.cit., Pasal 33 ayat (3). me-monitoring pelaksanaan kontrak, sehingga jika ada persoalan terkait manajemen sumber daya alam yang menyangkut penegakan isi kontrak, mi- salnya mengenai kewajiban pajak dan pembayar- an penerimaan negara, pelaksanaan standar ling- kungan dan sosial, serta aspek lain dari isi kontrak, maka publik dapat mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan manajemen pengelolaan sumber daya alam, termasuk menegakkan isi ke- sepakatan kontrak. 5. Keterbukaan kontrak dapat mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya tersebut Pemerintah, warga negara, dan investor memi- liki banyak keuntungan dari keterbukaan kontrak. Pemerintah akan dapat menegosiasikan kontrak yang lebih baik jika mereka memiliki akses ke kon- trak selain dari kontrak mereka sendiri, begitu juga dengan investor. Selain itu, koordinasi antar lem- baga pemerintah dalam menegakkan dan menge- lola kontrak akan menjadi lebih mudah. Di sisi lain, kecurigaan warga negara terhadap atas klausula- -klausula yang merugikan masyarakat akan se- makin berkurang. Investor dan pelaku usaha juga dapat mengukur dan saling berkompetisi secara sehat dalam perekonomian dan mendukung pem- bangunan. Dengan demikian, dalam skala yang lebih luas, keterbukaan kontrak akan menciptakan kontrak yang lebih stabil, baik dari sisi pemerintah, investor, maupun masyarakat. 6. Keterbukaan kontrak meningkatkan partisipasi warga negara dalam pengelolaan sumberdaya alamnya Di sebagian besar negara di dunia, kekayaan alam yang mencakup mineral, minyak, dan gas adalah milik negara. Begitupun dengan Indonesia. Sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, kekayaan alam Indonesia merupakan milik seluruh rakyat Indonesia yang pengelolaannya di- lakukan oleh negara dengan sebesar-besarnya ke- makmuran rakyat.76 Di luar aspek-aspek kesejah- teraan dan kemakmuran, kontrak-kontrak mungkin juga memuat klausula-klausula lain yang bisa secara langsung memengaruhi warga, misalnya terkait dengan perlindungan lingkungan, bagian-
  • 16. 16 -bagian tentang penggunaan lahan dan hak-hak warga negara, dan ketentuan-ketentuan yang ber- kaitan dengan perpindahan komunitas lokal dan hak-hak mereka. Dalam konteks tersebut, negara wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan ke- kayaan alam Indonesia kepada rakyat Indonesia. Salah satu bentuk pertanggungjawaban ini adalah melalui keterbukaan kontrak, sehingga partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan terhadap proses pembahasan dan substansi kontrak dapat ditingkatkan. 77) Indonesia (8), op.cit., Pasal 11 ayat (1) huruf e. Di sisi lain, rakyat Indonesia diberikan jaminan hak untuk mengetahui bagaimana pemerintah melak- sanakan pengelolaan kekayaan alam Indonesia, sehingga dengan pengetahuan ini, masyarakat dapat berpartisipasi menyampaikan aspirasinya. Secara spesifik, Pasal 11 ayat (1) huruf e Undang- -Undang No. 14 Tahun 2008 telah menjamin hak masyarakat terhadap kontrak-kontrak pemerintah dengan pihak ketiga,77 termasuk kontrak dalam pengelolaan sumber daya alam.
  • 17. 17 D. Rekomendasi Kebijakan Dari uraian dan analisis mengenai kerangka hukum dan urgensi keterbukaan kontrak, khususnya di sektor industri ekstraktif migas dan pertambangan yang merupakan mandat konstitusi sebagai kekayaan sum- berdaya alam Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan harus dikelola untuk kesejahte- raan masyarakat, berikut rekomendasi kebijakan yang kami usulkan: Mendorong badan publik di Kementerian dan Lembaga terkait yang menguasai dan me- miliki kewenangan terhadap pengelolaan kontrak industri ekstraktif untuk membuka kon- trak-kontrak pertambangan migas dan minerba melalui portal informasi yang tersedia (mi- salnya melalui website) agar dapat diakses oleh publik dengan mudah. Kementerian dan Lembaga tersebut antara lain namun tidak terbatas pada KESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Kementerian Koordinator Bidang Pere- konomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor migas dan minerba seperti PT. Pertamina, PT. Bukit Asam, PT. Aneka Tambang, PT Timah, dan sebagainya. Mengoptimalkan pelaksanaan keterbukaan kontrak melalui inisiatif EITI maupun inisiatif lain seperti Open Government Partnership (OGP), dengan melakukan koordinasi multi- -pihak, membangun mekanisme pelaksanaan keterbukaan kontrak, serta mengembangkan mekanisme publikasi dan akses publik. Melakukan koordinasi secara intens dan efektif dengan badan-badan publik lain yang re- levan, seperti Pemerintah Daerah, Komisi Informasi, Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komite Pengawas Persaingan Usaha (Lembaga Anti-Monopoli), termasuk dengan lembaga multilateral dan pembangunan global seperti Bank Dunia, IMF, G20, PBB, dan lain sebagainya untuk mengembangkan dan mempromosikan kerja sama guna pelaksanaan ke- terbukaan kontrak yang lebih baik. Membangun sistem repositori yang melakukan pembukaan kontrak melalui mekanisme yang mudah diakses oleh publik, baik kontrak-kontrak di sektor industri ekstraktif maupun kontrak-kontrak sektor ekonomi pembangunan lainnya. 1 2 3 4
  • 18. 18 Referensi Buku Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta, UII Press: 2007. Bank Information Center and Global Witness, Assessment of International Monetary Fund and World Bank Group Extractive Industries Transparency Implementation, October 2008. Columbia Center for Sustainable Investment, etc., Promises are vanity, contracts are reality, transparency is sanity, tanpa tahun. Don Hubert and Rob Pitman, Past the Tipping Point? Contract Disclosure within EITI, Natural Resource Governance Institute, March 2017. EITI International Secretariat, The EITI Standard 2019, October 2019. ________, Contract Transparency in Oil, Gas, and Mining: Opportunities for EITI, June 2018. ________, The EITI Standard 2016, 15 February 2016. ________, The EITI Standard, 1 January 2015. EITI Indonesia Secretariat, EITI Indonesia Annual Progress Report, Januari-December 2017. ________, Laporan Kontekstual: Laporan EITI Indonesia 2015. Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta: 2016. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, PT Fikahati Anes- ka, Jakarta: 2009. Sang Ayu Putu Rahayu, Prinsip Hukum dalam Kontrak Kerja sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Yuridika Volume 32 No. 2, Mei 2017, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat. ________, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. ________, Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
  • 19. 19 ________, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. ________, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. ________, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. ________, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. ________, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ________, Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. ________, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asin. ________, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Komisi Informasi, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 36/PUU-X/2012. Internet Indonesia recognised as compliant with EITI transparency standard, (https://eiti.org/news/indonesia- -recognised-as-compliant-with-eiti-transparency-standard). Theodora Middleton, Stop Secret Contracts: new global campaign launched, (https://blog.okfn. org/2014/02/27/stop-secret-contracts-new-global-campaign-launched/). Diakses pada 29 Juni 2020. Penulis: Dessy Eko Prayitno Peninjau: Henry Subagyo, Maryati, Meliana Lumbantoruan Design dan Layout: Abdun Syakuur Edisi Pertama, Juni 2020
  • 20. 20 Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan, dan sumber daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akuntabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan operasi pertambangan (pub- lish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejah- teraan sosial (publish what you earn and how you spent). Laporan Kajian ini disusun oleh Tim dari kantor sekretariat nasional Publish What You Pay Indone- sia. Dicetak atas dukungan hibah tidak mengikat dari Hivos melalui Program Open Contracting. Isi merupakan tanggung jawab Publish What You Pay Indonesia dan tidak mencerminkan pendapat dan sikap dari Hivos. Alamat Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, RT 001/009, Tebet Timur, Tebet, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12820 Social Media pwypindonesia — Instagram pwyp_indonesia — Twitter Publish What You Pay Indonesia — Facebook Publish What You Pay Indonesia — Linkedin Kontak sekretariat@pwypindonesia.org — Email www.pwypindonesia.org — Website Publish What You Pay Indonesia [Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif]