Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 Pemerintah Provinsi di Indonesia
1. Laporan Kajian
Akses Informasi Publik
dan Keterbukaan Kontrak/Izin
Industri Ekstraktif
di 6 Pemerintah Provinsi
di Indonesia
Tim Penyusun
Giri Ahmad Taufik Dakelan
Fernan Oky Sjaifudin Adam
Ikhsan Fitra Dwi Arie Santo
Beni Iryan Purna
Peninjau
Maryati Abdullah, Meliana Lumbantoruan
Juni 2020
2. 2
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 Provinsi di Indonesia
Laporan Kajian
Tim Penyusun
1. Giri Ahmad Taufik, Koordinator Peneliti (PSHK, Sekolah Tinggi Hukum Jentera)
2. Fernan, Peneliti (GERAK Aceh)
3. Ikhsan Fitra, Peneliti (LPAD Riau)
4. Beni Iryan Purna, Peneliti (Perkumpulan Qbar Sumatera Barat)
5. Dakelan, Peneliti (FITRA Jawa Timur)
6. Oky Saifudin Adam, Peneliti (Pokja-30, Kalimantan Timur)
7. Dwi Ariesanto, Peneliti (SOMASI Nusa Tenggara Barat)
Peninjau
1. Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia
2. Meliana Lumbantoruan, Proram Manager PWYP Indonesia
Desain layout
Agus Wiyono
Laporan ini disusun oleh tim peneliti dan diterbitkan oleh PWYP Indonesia sebagai bentuk berkontribusi
leembaga sekretariat koalisi nasionap dalam mendorong dan mensosialisasikan mengenai keterbukaan
informasi publik, khususnya di sektor industri ekstraktif migas dan pertambangan. Isi laporan merupakan
hasil kajian ilmiah atas fakta di lapangan dan tidak mencerminkan sikap dari penyokong dana. Hasil kajian
ini dilindungi oleh hak cipta, dapat dipergunakan untuk tujuan sosial dan kepentingan publik serta non-
komersial dengan tetap mencantumkan sumber penulis dan penerbit. Publikasi ini diikutkan dalam lisensi
Creative Commons-Atribusi-NonKomersial.
Atribusi-NonKomersial
CC BY-NC
Publish What You Pay Indonesia
[Yayasan Transparasi Sumber Daya Ekstraktif]
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No.12, Tebet, 12829, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
Website: www.pwypindonesia.org
3. 3
K
eterbukaan informasi publik merupakan hak
asasi setiap warga negara yang mendukung
pengembangan diri dan kehidupan seseorang,
baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan
sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan
berbangsadanbernegarasecarabaikdanbertanggung
jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadi
prasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan
akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang
baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong
kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan
adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya
check and balances.
Implementasi Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 (yang mulai
berlaku efektif tahun 2010) kini telah memasuki usia
satu dekake. Telah banyak upaya-upaya yang
dilakukan dalam implementasi UU KIP selama satu
dekade ini, baik berupa pembentukan Komisi
Informasi, penyiapan dan penyediaan akses informasi
oleh badan publik, pembentukan PPID (pejabat
pengelola informasi dan dokumentasi), permintaan
informasi publik, hingga proses penanganan aduan
dan sengketa informasi melalui ajudikasi non-litigasi,
serta pelaksanaan putusan. Namun, dari sisi sektoral
seperti industri ekstraktif dan manajemen sumber
daya alam, keterbukaan informasi publik masih
merupakan suatu permasalahan dan tantangan yang
harus diselesaikan, guna memastikan hak atas
informasi publik ini dapat terpenuhi dengan baik.
Publish What You Pay Indonesia (Yayasan
Transparasi Sumber Daya Ekstraktif) yang merupakan
lembaga sekretariat koalisi nasional untuk tata kelola
sumber daya ekstraktif yang akuntabel dan
berkelanjutan menggagas kajian mengenai ‘akses
informasipublikdanketerbukaankontrak/izinindustri
ekstraktif di Indonesia’. Kajian yang meliputi 6 provinsi
ini merupakan sumbangsih khasanah pengetahuan
dan wujud kepedulian dalam memenuhi hak-hak
warga negara atas informasi di sektor industri
ekstraktif. Di mana informasi tersebut sangat penting
dan bersinggungan dengan kelangsungan hidup
sehari-hari warga negara, khususnya masyarakat
yang tinggal di sekitar tempatan industri ekstraktif.
Kajian ini disusun melalui berbagai tahapan studi
literatur, wawancara, FGD, dan diskusi publik yang
bertujuan unuk melakukan pengumpulan informasi,
analisa dan meminta masukan berbagai ahli dan
pemangku kepentingan. PWYP Indonesia
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
Giri, Fernan, Ikhsan, Beni, Dakelan, Oky, Aries dan
Meli, sebagai tim penyusu dan tim program yang
telah dengan gigih dan kompak merampungkan
laporan kajian ini. Tak lupa pula kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi dan mendukung kajian ini,
Bapak M. Syahyan dari Komisi Informasi, Bapak Agus
Cahyono Adi dari Kementerian ESDM, Bapak Eri
Febriyanto dari Sekretariat OGI, Bapak Zalsufran dari
Provinsi Aceh, Bapak I Gede Putu Aryadi dari Provinsi
NTB. Proses diskusi dan dialog yang hangat dan
konstruktif sangatlah baik dan terus kita jalin dan
kembangkan. Serta terima kasih dan penghargaan
kepada berbagai pihak yang tak dapat kami sebutkan
satu per satu. Akhir kata, tentunya kajian ini masih
memerlukan kritik dan jauh dari sempurna, untuk itu
kami sangat terbuka dengan masukan dan koreksi
yang membangun.
Jakarta, 27 Juli 2020
Maryati Abdullah
Koordinator Nasional, PWYP Indonesia
Kata Pengantar
4. 4
Daftar Isi
Daftar Isi............................................................................................................................................................................. 4
1. Pendahuluan............................................................................................................................................................... 5
2. Metode Kajian............................................................................................................................................................. 7
3. Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi di Indonesia.............................................................................. 9
4. Keterbukaan Informasi Sektor Industri Ekstraktif dan Disparitas Implementasinya........................... 11
5. Studi Kasus Uji Akses Keterbukaan Informasi Industri Ekstraktif di Enam Provinsi di Indonesia.... 19
A. Pemerintah Provinsi Aceh.................................................................................................................................... 19
B. Pemerintah Provinsi Riau.................................................................................................................................... 21
C. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat............................................................................................................... 23
D. Pemerintah Provinsi Jawa Timur....................................................................................................................... 25
E. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur........................................................................................................... 25
F. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat..................................................................................................... 27
6. Kesimpulan dan Rekomendasi.............................................................................................................................. 29
A. Kesimpulan............................................................................................................................................................... 29
B. Rekomendasi........................................................................................................................................................... 30
Bibliography....................................................................................................................................................................... 31
Lampiran I : Surat Penetapan Informasi Dikecualikan Pemerintah Provinsi Aceh................................. 34
Lampiran II : Surat Penetapan Informasi DIkecualikan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat............ 47
Lampiran III : Surat Keputusan Komisi Informasi Daerah Provinsi Riau..................................................... 70
Lampiran IV : Surat Penetapan Informasi Dikecualikan Jatim......................................................................... 74
Lampiran V : Surat Penetapan Informasi Dikecualikan Kaltim...................................................................... 77
5. 5
P
emberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 14
Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP), kurang lebih 12 tahun lalu,
telah memberikan landasan normatif yang kuat bagi
keterbukaan dan transparansi informasi di Indonesia.
(Butt, 2013). UU KIP ini merupakan penerjemahan
Pasal 28F UUD 1945 yang memberikan dasar
konstitusional bagi warga negara untuk memperoleh
informasi bagi pengembangan dirinya.
Pemberlakuan UU KIP ini juga merupakan bagian
penting dari strategi gerakan anti-korupsi yang
dijalankan oleh pemerintah. Pada tahun 2015,
Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi, pada point aksi No. 35 memerintahkan
evaluasi pelaksanaan UU KIP, yang dilaksanakan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pada kesimpulannya, Kominfo menyatakan bahwa
pemberlakuan keterbukaan informasi di berbagai
badan publik dinyatakan cukup, dengan rekomendasi
untukmelakukanbimbinganteknisterkaitpembuatan
laporan berkala, standar pendataan permintaan atau
sengketa informasi maupun laporan pelayanan
informasi (Kominfo, 2015). Pada laporannya di tahun
2019, Komisi Informasi (KI) Pusat melakukan evaluasi
terhadap total 460 badan publik, dari jumlah tersebut
hanya 22,16 persen badan publik yang dinilai telah
menjalankan keterbukaan informasi, sementara itu
hanya 77 persen lainnya dinilai belum menjalankan
mandat UU KIP (Komisi Informasi Pusat dalam Diskusi
PWYP Indonesia, 2019).
Kedua laporan tersebut menunjukan adanya
persoalan mendasar pada implementasi UU KIP.
Potret tersebut juga merefleksikan apa yang terjadi
pada keterbukaan informasi pada sektor-sektor
ekonomi yang strategis, seperti sektor industri
ekstraktif migas dan pertambangan. Pada tahun
2017, Natural Resource Governance Institute (NRGI)
menerbitkan laporan Resource Governance Index (RGI).
Indonesia mendapatkan indeks total keseluruhan
sebanyak 68 dari total 100. Pada komponen enabling
environment, termasuk di dalamnya keterbukaan
informasi, Indonesia mendapatkan skor 65 dari total
100. Laporan RGI juga memotret adanya kesenjangan
dalam pelaksanaan, antara peraturan tata kelola di
atas kertas dengan implementasinya di lapangan
(Implementation Gap). Di atas kertas peraturan dan
kebijakan Indonesia mendapatkan skor 80 dari 100
dan mendapatkan skor 61 dari 100 pada level praktek.
Di atas kertas, Indonesia mendapatkan skor yang
tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain,
bahkan melampaui negara seperti Australia, dalam
hal ini negara bagian Western Australia. Namun
demikian, pada level implementasi di lapangan,
Western Australia memiliki performa tinggi yang
bahkan melampaui apa yang ada di atas kertas. (NRGI,
2017)
Pendahuluan
1
6. 6
Kajian singkat ini disusun berdasarkan konteks
tersebut di atas. Tujuan dari laporan ini ialah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan pelaksanaan antara kerangka normatif
dari keterbukaan informasi, khususnya terkait dengan
sektor industri ekstraktif.1
Kajian ini memotret praktik
keterbukaan informasi di 6 (enam) provinsi di
Indonesia, yakni: Provinsi Aceh, Provinsi Riau, Provinsi
Kalimantan Timur (Kaltim), Provinsi Sumatera Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Provinsi
Jawa Timur (Jatim).
1 Industri ekstraktif dalam kajian ini dibatasi pada sektor minyak dan
gas bumi, serta pertambangan mineral dan batubara
Kajian ini mengidentifikasi celah pelaksanaan
antara kerangka normatif keterbukaan informasi
dengan pelaksaannya, terjadi dikarenakan adanya
anggapan dari beberapa badan pulik bahwa informasi
sektor industri ekstraktif sebagai informasi rahasia
dengan alasan persaingan usaha, dan keengganan
untuk mengikuti preseden putusan Komisi Informasi
dan pengadilan yang telah secara konsisten
menyatakan informasi pada sektor industri ekstraktif,
utamanya terkait kontrak dan perizinan yang
merupakan dokumen publik yang tidak dapat
diklasifikasikan sebagai dikecualikan.
7. 7
K
ajian singkat ini menggunakan analisa kualitatif
dengan menggunakan studi kasus. Data utama
yang dikumpulkan merupakan cerita
pengalaman dari pegiat organisasi masyarakat sipil di
daerah di dalam melakukan advokasi keterbukaan
informasi publik. Oleh karenanya, data dan informasi
studi kasus uji akses merupakan pengalaman
langsung dari peneliti di daerah, yang menjadi
pendamping pemohon dalam memohonkan
informasi, data dan informasi pada uji kasus juga
didapat melalui wawancara dengan pemohon, dan
studi kasus juga dilakukan dengan melakukan kajian
terhadap putusan Komisi Informasi.
Adapun peneliti yang menjadi pendamping
pemohon adalah:
1. Uji Akses informasi pertambangan yang dilakukan
oleh Alumni SAKA GeRAK Aceh, dengan pemohon
atas nama Razikin Akbar. Laporan disusun oleh
peneliti daerah Aceh, Fernan selaku Kepala Divisi
Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh.
Pendampingan dilakukan dalam rentang waktu
27 Februari 2017 – 7 Mei 2018;
2. Uji Akses Persatuan Pemuda Salibawan (PPS)
Nagari Sundata, Kabupaten Pasaman terhadap
Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Batu
Hirang. Laporan disusun oleh Beni Iryan Purna,
peneliti daerah Sumatera Barat. Beni selaku
pegiat Perkumpulan QBAR, merupakan
pendamping terhadap Kelompok PPS Nagari
Sundata. Pendampingan dilakukan dalam rentang
waktu September 2016 sampai dengan Maret
2018;
3. Uji akses Informasi Dokumen Izin Pertambangan
Kabupaten Lombok Barat, yang dilakukan oleh
Jamhur, kelompok masyarakat Community Centre
Warga Lombok Barat. Laporan ini disusun oleh
Dwi Arie Santo, pegiat Somasi NTB, yang
merupakan pendamping terhadap Community
Centre Warga Lombok Barat. Pendampingan
dilakukan dalam rentang waktu April 2019 – Mei
2019.
Peneliti daerah yang melakukan wawancara
adalah:
1. Uji akses informasi dokumen pertambangan PT
Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo
Subsidiary PT Merdeka Copper Gold Jatim, yang
dilakukan oleh Walhi Jatim. Laporan ini disusun
oleh Dakelan, pegiat Fitra Jatim yang melakukan
wawancara pada Hari Rabu, 10 Juni 2020 kepada
Wahyu Eka Setyawan, pegiat Walhi Jatim; dan
Metode Kajian
2
8. 8
2. Uji akses informasi Dinas Penaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP)
terhadap informasi-informasi pertambangan di
Kaltim yang dilakukan oleh Yayasan Bumi.
Laporan ini disusun oleh Oky Sjaifudin Adam,
pegiat Pokja 30 Kaltim yang melakukan
wawancara pada Hari Senin, 8 Juni 2020 Kepada
Erna Wulandari, pegiat Yayasan Bumi.
Peneliti yang melakukan studi kasus dengan
melalui berkas putusan, adalah:
• Uji akses Kontrak minyak dan gas bumi (migas) di
Satuan Kerja Khusus Migas Kantor Perwakilan
Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), dengan
menganalisa putusan Komisi Informasi Nomor
020/KIP-R/PS-A-M-A/IX/2018 dengan Pe-
mohon Novrizon Burman dan Termohon SKK
Migas Sumbagut.
Adapun data-data yang dikumpulkan berfokus
pada beberapa informasi, sebagai berikut:
• Situasi umum dari keterbukaan informasi di
daerah, meliputi ketersediaan infrastruktur
pendukung keterbukaan informasi berdasarkan
Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun
2010 Tentang Standar Pelayanan Informasi;
• Inovasi kebijakan daerah yang bersifat
mendukung keterbukaan informasi ataupun
involusikebijakanyangmenghambatketerbukaan
informasi di daerah;
• Identifikasi aktor beserta motivasinya/alasannya
dalam mendukung atau menghambat
keterbukaan informasi di daerah, khususnya pada
sektor industri ekstraktif.
Selain menggunakan metode studi kasus, kajian ini
juga melihat peraturan perundang-undangan untuk
melihatkerangkanormatifterkaitdenganketerbukaan
informasi sebagai parameter (benchmark) dalam
menilai pelaksanaan keterbukaan informasi di 6
daerah kajian.
Badan publik yang menjadi obyek kajian ini adalah
pemerintah provinsi. Pemilihan pemerintah provinsi
sebagai obyek kajian dikarenakan sejak tahun 2014
berdasaran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda),
kewenangan pemerintah provinsi dalam mengatur
industri ekstraktif di level provinsi sangatlah besar.
Pemilihan terhadap keenam daerah tersebut
didasarkan pada alasan bahwa keenam daerah kajian
tersebut merupakan 10 (sepuluh) besar daerah
produksi migas dan pertambangan mineral dan
batubara secara nasional.
9. 9
INFORMASI
P
engaturan keterbukaan informasi di Indonesia
di atur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan. Pertama, Pasal 28F UUD 1945
memberikan landasan konstitusional bagi publik
untuk melakukan akses terhadap informasi, yang
berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan dengan segala jenis saluran yang
tersedia”
Landasan konstitusional ini kemudian
diimplementasikan oleh UU KIP. UU KIP memiliki
beberapa peraturan pelaksana, diantaranya adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (PP KIP), dan
beberapa peraturan tingkat komisi, diantaranya yang
relevan dengan kajian ini adalah Peraturan Komisi
Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar
Layanan Informasi Publik (Perki 1/2010); Peraturan
Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
(Perki 2/2010) dan Peraturan Komisi Informasi
Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian
Informasi Publik (Perki 1/2017).
Selain peraturan-peraturan tersebut, terdapat pula
beberapa putusan-putusan sengketa informasi yang
memiliki nilai yurisprudensi, yakni putusan kasus
terhadap satu isu spesifik dalam sengketa informasi,
yang kemudian dijadikan acuan oleh Komisi Informasi
ataupun pengadilan di dalam memutus sengketa
informasi. Beberapa putusan relevan terkait dengan
kajianiniterdapatpadaputusanForestWatchIndonesia
v BPN 2014; dan Madura Corruption Watch v Pemkot
Surabaya 2015.
Untuk keterbukaan Informasi pada industri
ekstraktif, terdapat beberapa inisiatif untuk
melakukan mendorong keterbukaan informasi pada
sektor industri ekstraktif,2
seperti disebutkan di atas
sejak tahun 2010 Indonesia telah turut berpartisipasi
danberkomitmenterhadapEITIdenganmengeluarkan
Perpres EITI No.26/2010.
Seperti pada rezim hukum lainnya, pada dasarnya
rezim keterbukaan informasi menyangkut dua aspek,
yakni aspek substansi keterbukaan informasi dan
aspek prosedural keterbukaan informasi. Aspek
substansi keterbukaan informasi menyangkut hak-
hak pemohon informasi, beserta pengaturan terkait
2 Peraturan pusat misalnya, Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Sumber Daya Minyak
dan Gas Bumi, kemudian inisiatif lokal diantaranya Kabupaten
Bojonegoro dengan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012
tentang Transparansi Tatakelola Pendapatan, Lingkungan dan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan Pada Kegiatan Usaha
Minyak dan Gas Bumi
Kerangka Normatif
Keterbukaan Informasi
di Indonesia
3
10. 10
dengan informasi apa saja yang dapat dibuka atau
informasi yang dapat dikecualikan. Pada aspek
prosedural menyangkut tentang tata cara teknis
peraturan tersebut dibuka, dan bagaimana cara
menyelesaikan jika terdapat sengketa informasi.
Pengaturan Hak Atas Informasi Publik
Padaaspeksubstansikerangkahukumketerbukaan
informasi di Indonesia mengatur tiga hal pokok, yakni
hak dan kewajiban warga negara untuk mendapatkan
informasi publik, hak dan kewajiban badan publik
melakukan keterbukaan informasi, dan klasifikasi
informasi. Salah satu isu relevan pada kajian ini adalah
terkait dengan klasifikasi informasi, terkait dengan
apakah informasi-informasi yang ditegaskan dalam
standar EITI termasuk informasi yang dikecualikan ?.
PadadasarnyaseluruhinformasipublikdiIndonesia
adalah bersifat terbuka, kecuali informasi yang
dikecualikan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 2
(1) dan (2) UU KIP. Berdasarkan Pasal 17 UU KIP,
terdapat 10 jenis informasi dan 19 sub jenis informasi,
yang dikecualikan, antara lain informasi terkait
dengan penegakan hukum, informasi yang
mengganggu kepentingan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual, dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat; informasi publik yang
membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
informasi yang dapat mengungkap kekayaan alam
Indonesia;informasiyangdapatmerugikanketahanan
ekonomi nasional; informasi yang merugikan
kepentingan hubungan luar negeri; mengungkap isi
akta otentik yang bersifat pribadi dan wasiat;
informasi pribadi; memorandum atau surat-surat
yang menurut sifatnya dirahasiakan; informasi yang
tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-
undang.
Pada aspek prosedural, Bab III PP KIP memberikan
proses pengecualian informasi tersebut. Badan publik
diwajibkan untuk melakukan penetapan klasifikasi
informasi badan publik, yang dilakukan oleh Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) atas
persetujuan atasan badan publik yang bersangkutan.
Pada bab tersebut juga digariskan perlunya uji
konsekuensi, dan pembatasan jangka waktu
pengecualian informasi publik tersebut. Penetapan
tersebut dilakukan dalam bentuk surat penetapan
klasifikasi.
11. 11
Kenapa Celah Pelaksanaan Terjadi ?
Celah pelaksanaan antara kerangka normatif dan
implementasi tidak hanya dialami oleh Indonesia,
namun juga negara-negara lain, dengan derajat dan
intensitas yang berbeda. Beberapa literatur
mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan
disparitas terjadi: (i) optimisme yang berlebih dalam
proses perumusan peraturan/kebijakan; (ii)
implementasi dilakukan oleh berbagai macam
lembaga publik; (iii) tidak cukupnya proses kolaborasi/
partisipasi di dalam proses perumusan kebijakan/
peraturan; dan (iv) siklus politik (pelaksanaan pemilu),
dimana politisi terdorong untuk memotong jalur
untuk memberikan hasil. (Bod Hudson, et.al, 2013).
Fokus kajian ini adalah melihat faktor kedua, yakni
celahpelaksanaanyangdisebabkanolehimplementasi
yang dilakukan oleh berbagai macam lembaga publik.
Implementasi oleh berbagai macam lembaga publik
ini menyebabkan apa yang disebut dengan
‘universalitas lokal’ (local universality). Universilatas
lokal ini merujuk pada situasi dimana pada akhirnya
kesuksesan atau kegagalan suatu kebijakan/
peraturan sangat bergantung pada pejabat-pejabat di
tingkat pelaksana. Pejabat-pejabat pelaksana ini
terkadang membuat diskresi ataupun kebijakan yang
dapat menentukan apakah suatu kebijakan atau
peraturan tersebut dapat berjalan dengan sukses
atau tidak sukses sebagaimana dimaksud dalam
tujuan awal perumusan kebijakan dan peraturan
tersebut. (Bob Hudson, et,al, 2013).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
celah pelaksanaan suatu kebijakan. Salah satu yang
utama adalah perbedaan interpretasi oleh berbagai
macam lembaga pemerintahan di dalam
melaksanakan peraturan/kebijakan tersebut. Salah
satu hal bentuk penyimpangan yang lazim ditemukan
padatingkatpelaksanaanadalahadanyapenambahan
syarat yang tidak disebutkan dalam peraturan, terkait
dengan pelaksanaan suatu peraturan perundang-
undangan atau kebijakan (Tarik Sahovic, et.al, 2015).
Namun demikian, dalam banyak kasus, perbedaan
penafsiran hanya merupakan modus belaka yang
menyimpan motif yang lebih dalam lagi dari hanya
sekedar persoalan penafsiran hukum. Motif sangat
terkait dengan relasi kepentingan politik dan ekonomi
dari aparatur pemerintah, seperti, motivasi korupsi
atau dukungan politik.
Standar Informasi Apa yang Diperlukan dalam
Keterbukaan Informasi Industri Ekstraktif ?
Keterbukaan informasi di industri ekstraktif
memiliki peran penting dalam mendukung
pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan.
Data menunjukan 70 persen orang miskin di dunia
Keterbukaan Informasi
Sektor Industri
Ekstraktif dan Disparitas
Implementasinya
4
12. 12
tinggal di negara-negara kaya akan sumberdaya
alam, dan hampir 80 persen negara-negara yang
ekonominya berdasarkan sumberdaya alam memiliki
pendapatan per kapita yang rendah dibandingkan
dengan rata-rata pendapatan per kapita global
(Mofatt, dan Haralampieva, 2014). Penyebab dari hal
ini adalah lemahnya institusi dari negara-negara
tersebut dalam mengelola kekayaan alamnya.
Lemahnya institusi ini disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah tidak berfungsinya fungsi
pengawasan kepada lembaga yang diamanahi
mengelola sumberdaya alam yang ada. Lembaga-
lembaga ini beroperasi tanpa akuntabilitas dan minim
keterbukaan, yang pada akhirnya menyebabkan
korupsi dan mis-alokasi kekayaan publik hasil dari
pemanfaatan sumberdaya alam negara tersebut.
(Paivi Lujala, 2018; Siri Aas Rustad, et.al, 2017).
Pada tahun 2002, Pemerintah Inggris, atas inisatif
Tony Blair, Perdana Menteri Inggris, menginisiasi
sebuahgagasanuntukmembuatstandartransparansi
bagi sektor industri ekstraktif. Gagasan ini beliau
usulkan di puncak pertemuan pimpinan dunia tentang
pembangunan keberlanjutan di Johannesburg, Afrika
Selatan. Inisiatif ini kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan konferensi di London pada tahun 2003,
yang dihadiri 140 delegasi dengan melibatkan 29
negara, 17 perusahaan ekstraktif, 4 asosiasi
professional ekstraktif, 4 lembaga keuangan
internasional multilateral, 4 lembaga keuangan
investasi swasta, dan 10 lembaga masyarakat sipil.
Konferensi ini menelurkan Standar EITI (Extractive
Industries Transparency Initiative), yang versi terakhir
dari standar ini disahkan pada tahun 2019. Standar ini
telah diadopsi lebih dari 52 negara, termasuk
diantaranya Indonesia melalui Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 26 Tahun 2010 mengenai
implementasi EITI di Indonesia, yang juga merupakan
Perpres pertama yang menjadikan UU Nomor 14
Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) sebagai konsideran mengingat. (Benjamin K.
Sovacool, et.al, 2016; EITI Progress Report, 2019).
Pelaksanaan EITI tidak hanya bertumpu pada
negara, namun juga memerlukan peran sentral dari
kelompok masyarakat sipil dalam mencapai tujuan
dari EITI. Peran kelompok masyarakat sipil
didefinisikan melalui prinsip Nomor 4 EITI, dimana
padaprinsiptersebutdinyatakanbahwa“pemahaman
publik terkait dengan pendapatan dan belanja
pemerintah dari waktu ke waktu dapat mendorong
diskursus publik dan memberikan informasi terkait
dengan pilihan yang tepat dan realistis dalam
mendorong pembangunan yang berkelanjutan’. Peran
kelompok masyarakat sipil ini kemudian lebih lanjut
diatur di dalam Civil Society Participation Protocols.
Beberapa kelompok masyarakat sipil yang terlibat
aktif diantaranya, Publish What You Pay, Natural
Resource Governance Institute, dan Transparency
International. (David L. Goldwyn, 2008; EITI Standard
2019)
Standar EITI 2019 mensyaratkan beberapa hal
yang perlu dibuka kepada publik, yang terbagi ke
dalam 4 kluster besar, yakni:
• Keterbukaan Informasi Kerangka Hukum, Kontrak
dan Perizinan
• Keterbukaan Informasi Pada Eksplorasi and
Produksi
• Pendapatan dan pajak; dan
• Belanja-Belanja Sosial dan Ekonomi yang
dilakukan oleh perusahaan.
Mengingat luasnya informasi yang diprasyaratkan
oleh standar EITI, kajian ini memfokuskan diri hanya
padainformasisektorekstraktifdibawahkewenangan
pemerintahan provinsi terkait dengan keterbukaan
informasi di sektor industri ekstraktif.
Adapun jenis-jenis informasi publik di sektor
industri ekstraktif yang harus dibuka , adalah sebagai
berikut:
1. Informasi yang perlu tersedia setiap saat, secara
pro-aktif diumumkan ke publik (terdapat di website
atau tempat publik lainnya):
• Ringkasan peraturan terkait jenis-jenis
pungutan dan retribusi atau pendapatan
lainnya yang didapat oleh pemerintah di level
provinsi;
• Ringkasan mengenai tata cara pemberian izin
dan peraturan mengenai hal-hal terkait
dengan pemindahtanganan perizinan, atau
perubahan izin;
• Ringkasan peran dan tanggungjawab dinas/
unit di dalam pemerintahan daerah terkait
dengan pertambangan.
13. 13
• Ringkasan keseluruhan kegiatan-kegiatan
eksplorasi dan produksi yang sedang aktif
beroperasi dan yang telah berakhir.
• Ringkasan data-data produksi per-tahun
bahan tambang dan mineral, yang memuat
informasi volume, dan nilai berdasarkan
komoditas di tingkat provinsi, kabupaten dan/
atau wilayah kerja;
• Ringkasan keseluruhan jumlah permohonan
izin pertambangan, pemberian izin
pertambangan; dan
• Informasi lengkap terkait dengan hak-hak
ekonomi pemerintah daerah, seperti dana
bagi hasil (DBH) dari penerimaan industri
ekstraktif, penyertaan modal daerah operasi
pertambangan (participating interest), dana
Corporate Social Responsibility (CSR) bagi
masyarakat sekitar, serta kerjasama dengan
pihaklain(termasukketentuan-ketentuannya).
2. Informasi yang perlu tersedia setiap saat, secara
pasif (berdasarkan permintaan), dilakukan pada
level perusahaan :
• Informasi identitas perusahaan/konsorsium
pemegang izin dan atau pihak terafiliasi
lainnya (nama, kepengurusan, kepemilikan
dan pemegang saham, dan alamat);
• Informasi mengenai data produksi (volume
dan jenis bahan tambang) per perusahaan;
• Informasi mengenai pembayaran pungutan-
pungutan atau pembayaran lainnya kepada
pemerintah oleh perusahaan.
Bagaimana Kualitas Penyajian Informasi Publik
Seharusnya ?
Kualitas penyajian informasi publik dapat dilihat
dari tiga aspek, yakni aksesibilitas, kemudahan bagi
publik untuk memahami, dan kemutakhiran informasi
yang disajikan.
Aksesibilitas informasi diukur melalui kriteria
apakah data dan informasi tersebut disajikan di
tempat-tempat yang mudah untuk diakses oleh
publik, i.e., website, tempat publik, kemudian juga
terkait dengan lokasi penempatan tidak terpencar,
dan sudah terkonsolidasi/tersusun berdasarkan
kategori yang mudah untuk dipahami.
Kemudahan Memahami, aspek ini terdiri dari dua
hal. Pertama, pengorganisasian informasi, dimana
informasi sejenis yang ada sudah terkonsolidasi,
tersusun dan tidak tersebar ke dalam banyak file atau
tempat. Kedua, penyajian yang mudah dipahami.
Misalnya, Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak
diberikan dalam format aslinya, namun penyajian
dalam bentuk infografis, brosur, flyer dan bagan alur
sederhana, atau peraturan perundang-undangan
tidak dibentuk dalam format aslinya, namun dalam
bentuk rangkuman yang mudah dipahami oleh publik.
Kemutakhiran Informasi, Informasi dan data yang
disajikan dapat terlihat secara kronologis, lengkap
dan mutakhir, dengan demikian pencari informasi
dapat melakukan perbandingan data dari waktu ke
waktu (time series).
Standar proses permintaan informasi dan
penyelesaian sengketa yang seharusnya.
Salah satu aspek penting lainnya dari kajian singkat
ini adalah menilai bagaimana uji akses terhadap
informasi dilakukan, berikut dengan mekanisme
penyelesaiannya. Aspek-aspek kunci penilaian ini
adalah dengan melihat:
• kesesuaian penyelesaian dengan mekanisme
yang ditentukan peraturan perundang-undangan;
• penyelesaian permintaan informasi dilakukan
secara singkat dan tepat waktu (timely); dan
• melalui proses yang adil terhadap semua pihak,
seperti tidak ada tekanan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan atau memberikan beban
yang berat pada salah satu pihak, sebagai contoh,
mengenakan biaya-biaya yang tidak diperlukan
kepada pemohon informasi.
Temuan-1: Informasi sektor industri ekstraktif
termasuk informasi yang dikecualikan dalam
klasifikasi informasi oleh pemerintah provinsi.
Salah satu persoalan mendasar dari keterbukaan
informasi pada sektor industri ekstraktif adalah
pengklasifikasian informasi-informasi yang
seharusnya menjadi informasi publik, sebagaimana
digariskan dalam Standar EITI, terutama terkait
dengan informasi pada level perusahaan, seperti,
identitas perusahaan, lokasi koordinat wilayah kerja,
dan data produksi. Tabel 1 menggambarkan
bagaimana peraturan mengenai daftar informasi
publik di keenam provinsi kajian.
14. 14
Pada Provinsi Aceh, Sumatera Barat dan
Kalimantan Timur, informasi sektor ekstraktif
dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan.
Pada argumentasi uji konsekuensi baik pada Provinsi
Aceh, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur,
dinyatakan bahwa informasi sektor ekstraktif
dikecualikanselaludidasarkanpadaalasanpersaingan
usaha yang tidak sehat. Pada uji akses yang dilakukan
oleh Perkumpulan Qbar Sumatera Barat, permintaan
ini tetap dapat diakses namun dengan proses yang
panjangdaribadanpublik.Permintaanbaruditanggapi
setelah masuk pada fase mediasi di Komisi Informasi
Daerah. Salah satu alasan yang diberikan oleh PPID
Tabel 1. Industri Ekstraktif dalam Peraturan mengenai Informasi yang Dikecualikan
di 6 Provinsi Kajian
Nama Provinsi Peraturan
Informasi Sektor
Ekstraktif
Alasan Pengecualian
Aceh Keputusan Gubernur Nomor
065/1025/2020 tentang
Penetapan Informasi Publik
Yang Dikecualikan di Lingkungan
Pemerintahan Aceh
Informasi Sektor Industri
Ekstraktif Dikecualikan
Menghindari persaingan
tidak sehat; Melindungi
Hak Kepemiilikan;
dan Mengamankan
pengelolaan/manajemen
Sumber Daya Alam
Riau Tidak Tersedia Informasinya Tidak Tersedia
Informasinya
-
Sumatera Barat Keputusan Gubernur Sumatera
Barat Nomor : 480-673-2018
tentang Perubahan Atas Keputusan
Gubernur Nomor 480-595-2017
Tentang Daftar Informasi Publik
Yang Dikecualikan Di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat3
Informasi Sektor Industri
Ekstraktif Dikecualikan
Melindungi persaingan
usaha yang tidak sehat.
Jatim Keputusan Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika
Provinsi Jatim Nomor :
188/05/114.2/2018 tentang
Penetapan Daftar Informasi Yang
Dikecualikan PPID Jatim
Informasi Sektor
Industri Ekstraktif Tidak
Dikecualikan
-
Kaltim Penetapan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kaltim Nomor 04 Tahun 2019
tentang Klasifikasi Informasi Yang
Dikecualikan4
Informasi Sektor Industri
Ekstraktif Dikecualikan
Terbukanya Kekayaan
Indonesia;
Rencana Investasi Asing;
dan Rahasia Pribadi
NTB Tidak Tersedia Informasinya Tidak Tersedia
Informasinya
-
3 Data tersedia dalam arsip peneliti.
4 Data tersedia dalam arsip peneliti.
15. 15
terkait dengan waktu yang lama ini adalah adalah
lemahnya koordinasi antara PPID Utama pada level
provinsi dengan PPID Pembantu pada level dinas.
Selain hal tersebut, alasan lainnya adalah data yang
diminta tidak dikuasai oleh pemerintah provinsi,
namun dikuasi oleh pemerintah kabupaten/kota.
Dokumen-dokumen tersebut, menurut PPID tidak
diserahkan bersamaan dengan penyerahan
kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 404
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Pada Provinsi Riau, tidak ditemukan peraturan
resmi yang spesifik mengatur pengecualian informasi
di sektor industri ekstraktif, atau penetapan informasi
dikecualikan pada sektor lainnya. Tampaknya
Pemerintah Provinsi Riau belum menerbitkan surat
penetapan informasi yang dikecualikan sebagaimana
diamanatkan pada Pasal 4 ayat (1) PP KIP. Secara
hukum, selama informasi tidak secara tegas dan
spesifik dinyatakan sebagai informasi yang
dikecualikan pada Pasal 17 UU KIP, misal informasi
pada point a terkait dengan penegakan hukum, maka
seluruh informasi lainnya bersifat terbuka. Informasi
pada sektor industri ekstraktif tidak ditegaskan
secara spesifik dalam ketentuan pada Pasal 17 UU
KIPtersebut.Olehkarenanya,informasiiniseharusnya
bukan merupakan informasi yang terklasifikasi
sebagai informasi yang dikecualikan, sebelum adanya
penetapan dan uji konsekuensi.
Selain hal tersebut di atas, hal yang menarik dari
situasi di Provinsi Riau adalah inisiatif yang dilakukan
oleh Komisi Informasi Daerah Provinsi Riau untuk
mendukung keterbukaan informasi pada sektor
industri ekstraktif. Pada Bulan Maret 2019, Komisi
Informasi Provinsi Riau menetapkan Keputusan
Nomor 004/KPTS/KIP-R/III/2019 tentang Kewajiban
BadanPublikUntukMenyediakandanMengumumkan
Informasi Publik Terkait Izin Usaha Pertambangan di
Provinsi Riau, di mana salah satu poin pertimbangan
dari keputusan ini adalah Keputusan Komisi Informasi
Provinsi Kaltim No. 00014/REG/PSI/X/2017 tentang
Sengketa Informasi Yayasan Bumi Terhadap Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pemerintah Provinsi Kaltim, yang memutuskan
bahwa informasi izin pertambangan umum sifatnya
terbuka, yang meliputi:
a. Surat Keterangan Terdaftar (SKT);
b. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP);
c. Izin Eksplorasi (Batubara, Mineral bukan Logam,
Batuan, Mineral);
d. Izin Produksi (Batubara, Mineral bukan Logam,
Batuan, dan Mineral);
e. Izin penempatan jaminan reklamasi;
f. Izin penempatan jaminan pasca tambang;
g. Izin pencampuran batubara;
h. Izin pengolahan dan pemurnian (smelter); dan
i. Izin Pengangkutan dan penjualan
Putusan mengenai pemberian izin pada level
perusahaan juga dikuatkan oleh beberapa putusan
lainnya, bahkan sudah dikuatkan oleh Mahkamah
Agung. Tercatat beberapa yurisprudensi terkait
dengan pembukaan informasi pada level izin, yakni
kasus Forest Watch Indonesia (FWI) versus Badan
Pertanahan Nasional (BPN), dan Madura Corruption
Watch versus Pemerintah Kota Surabaya. Kasus antara
FWI versus BPN pada tahun 2015, yang membatalkan
hasil Pengujian Konsekuensi Informasi Publik Nomor:
04/BA-100/VI/2016. Pada hasil pengujian
konsekuensi tersebut, BPN mengklasifikasikan
informasi Hak Guna Usaha (HGU) sebagai informasi
yang dikecualikan. Adapun argumentasi BPN
didasarkan pada ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf b
dan c UU KIP, yang menyatakan bahwa badan publik,
tidakdapatmemberikan informasi dikarenakan alasan
informasi tersebut berkaitan dengan kepentingan
perlindungan usaha dari persaingan usaha yang tidak
sehat, dan informasi yang berkaitan dengan hak-hak
pribadi. Kedua alasan ini juga merupakan alasan yang
disampaikan dalam uji konsekuensi dalam keputusan
pengecualian informasi oleh Pemerintah Provinsi
Aceh, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (FCW
v BPN Komisi Informasi: 18, 2015).
Pada kasus MCW versus Pemkot Surabaya, MCW
mengajukan permohonan pembukaan informasi
terkait dengan data pemilik diskotik, data ijin diskotik,
data retribusi yang didapat Pemkot Surabaya dari
tempat hiburan malam; jenis minuman yang
diperjualbelikan di diskotik dan karaoke di Surabaya,
serta beberapa pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan operasional diskotik dan tempat hiburan
malam. Pada putusannya Komisi Informasi
16. 16
memerintahkan untuk membuka data dan informasi
yang diminta oleh pemohon, yang berada di bawah
penguasaan termohon, termasuk data-data perizinan
dan retribusi dari kegiatan diskotik dan hiburan
malam. Putusan Komisi Informasi Provinsi Jatim ini
kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara Nomor 76/KIP/2016/PTUN.SBY, yang
dikuatkan kembali oleh Mahkamah Agung melalui
Putusan Nomor 505 K/TUN/2016 (MCW v Pemkot
SBY, 2016).
Temuan-2: Telah terdapat perangkat pelaksana
keterbukaan informasi publik di level provinsi (PPID
utama, PPID Pembantu, website khusus mengenai
keterbukaan informasi publik).
Keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi
Salah satu elemen penting dalam kerangka hukum
keterbukaan informasi adalah keberadaan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Keberadaan PPID diamanatkan dalam Pasal 13 UU
KIP, Pasal 12 s.d Pasal 15 PP KIP, dan Pasal 6 s.d Pasal
10 Perki 1/2010. Tugas dan fungsi pokok dari PPID
adalah untuk melakukan proses penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan
informasi publik.
Pada prakteknya, badan publik pada level provinsi
membentuk satu PPID Utama dan PPID pembantu
pada level unit kerja eselon I (seketariat daerah) dan
eselon II (dinas). Pada umumnya PPID dijabat secara
ex-officio oleh kepala dinas yang membidangi bidang
informasi dan hubungan masyarakat. Dari 6 provinsi
yang menjadi obyek kajian ini, keseluruhannya telah
memiliki kelengkapan PPID utama dan PPID
Pembantu. Selain telah terbentuknya perangkat
pelaksana keterbukaan informasi, di seluruh daerah
kajian, juga telah membentuk website khusus terkait
dengan keterbukaan informasi.
Tabel 2. Dasar Pembentukan PPID di 6 Provinsi Kajian
Provinsi Dasar Pembentukan PPID Website
Aceh Keputusan Gubernur Aceh Nomor 480/489/2019 tentang
Perubahan Kedua Atas Keputusan Gubernur Aceh Nomor
480/173/2019 tentang Penetapan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Aceh
https://ppid.acehprov.go.id/
Riau Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kptsn.307/IV/2018 tentang
Penetapan Pengelola Layanan Informasi dan Dokumentasi
Provinsi Riau
https://ppid.riau.go.id/
Sumatera
Barat
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 48 – 46
– 2014 tentang Penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi dan Pejabat Pengelola Informasi dan Komunikasi
Pembantu di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
https://ppid.sumbarprov.go.id/
Jatim Keputusan Gubernur Jatim Nomor: 188/40/KPTS/013/2020
Tentang Pengelolaan Layanan Informasi dan Dokumentasi
Provinsi Jatim
http://jatimprov.go.id/ppid/
Kaltim Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 480.15/K.68.2018 Tentang
Pembentukan Pejabat Pengelola Pelayanan Informasi dan
Dokumentasi Pemerintahan Provinsi Kalimanta Timur
https://ppid.kaltimprov.go.id
NTB Keputusan Gubernur NTB Nomor: 550/714 Tahun 2018
Tentang Perubahan Kedua Keputusan Gubernur Nomor 550-
559 Tahun 2016 Tentang Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Provinsi NTB Masa Bakti 2016 – 2020
https://ppid.ntbprov.go.id
17. 17
Relasi antara PPID Utama dan Pembantu sangat
penting di dalam melaksanakan fungsi penyediaan
informasi. Kegagalan dalam koordinasi dapat
menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak
masyarakat pencari informasi. Sebagai contoh,
pelaksanaan permintaan informasi di Provinsi
Sumatera Barat mengalami keterlambatan
dikarenakan persoalan koordinasi antara PPID Utama
dan PPID Pembantu terkait dengan permintaan
informasi pertambangan, sebagaimana akan
didiskusikan pada bagian studi kasus nantinya.
Temuan-3: Telah terdapat SOP mengenai
pelaksanaan penyelesaian sengketa informasi
publik, dan penanganan informasi publik
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Proses penyelesaian sengketa informasi publik
secara teknis diatur dalam Perki Nomor 2/2010, yang
merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 1
angka 4, Pasal 23, Pasal 26 (1) huruf a, Pasal 26 ayat
(2) huruf a dan b, dan Pasal 26 ayat (3) UU KIP.
Akses informasi publik terbagi menjadi 2 (dua) cara,
yakni secara proaktif oleh pemerintah (melalui outlet
publikasi, salah satunya website PPID), atau melalui
permintaan. Permintaan atas informasi ditujukan
kepada PPID. Mekanisme permintaan informasi ini
diatur dalam SOP oleh badan publik masing-masing,
dengan memperhatikan Perki No. 1/2010.
Dari 6 provinsi yang dijadikan objek kajian, seluruh
provinsi tersebut telah memiliki SOP terkait dengan
pelaksanaan penyelesaian sengketa informasi publik,
dan penanganan informasi publik. Beberapa provinsi
telah mencantumkan secara rinci terkait dengan
informasi publik yang ada, berikut dengan bagan
informasi dalam bentuk yang mudah untuk diakses
dan3
dipahami.4
3
4
Tabel 3: SOP Keterbukaan Informasi di 6 Provinsi Kajian
Provinsi Regulasi
Bagan/Alur Proses
Permohonan Informasi
Aceh Peraturan Gubernur Aceh Darusalam Nomor
57 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan
Pelayanan Informasi dan Dokumentasi
Pemerintahan Aceh
Tersedia dalam Bentuk Narasi
Tulisan dan Naskah Asli
Riau Keputusan Gubernur Riau Nomor : Kptsn 426/
VI/2018 tentang Standar Pelayanan Permohonan
Informasi Publik di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Riau
Tersedia dalam Bentuk Alur
proses; dan Naskah Asli
Sumatera Barat Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi
di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
Tersedia dalam bentuk Alur
Proses; dan Naskah Asli.
Jawa Timur Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan
Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Jatim
Tersedia dalam bentuk alur
proses dan Naskah Asli
Kalimantan Timur SOP Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi
Kaltim
Tersedia dalam bentuk narasi
tulisan dan Naskah Asli
Nusa Tenggara Barat NTB Nomor 188.33/8/2013 tentang SOP
Pelayanan Informasi Publik Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi Di Lingkungan
Pemerintah Provinsi NTB
Tidak Tersedia dalam bentuk
narasi tulisan ataupun bagan
alur proses.
Terdapat Naskah Asli SOP
18. 18
Permohonan sengketa informasi publik diajukan
kepada Komisi Informasi, apabila pemohon tidak puas
terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan
oleh atasan PPID atau pemohon tidak mendapatkan
tanggapan atas keberatan yang diajukan kepada
atasan PPID dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja.
Penyelesaian sengketa informasi publik
dilaksanakan melalui mediasi dan/atau adjudikasi.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan
terhadap sengketa-sengketa informasi yang
didasarkan pada alasan-alasan permohonan
sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 ayat (3)
Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 tahun 2010
tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik (Perki 2/2010). Pada proses adjudikasi
diselesaikan melalui penyelesaian sengketa yang
dilakukan karena 2 (dua) alasan: penolakan atas
permohonan informasi berdasarkan pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU KIP; dan
kegagalan dalam proses mediasi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 3 (3) Perki 2/2010. Jangka
waktu penyelesaian sengketa informasi di Komisi
Informasi adalah selama 102 hari jika melalui proses
mediasi dan ajudikasi, dan ajudikasi tanpa mediasi
selama 85 hari.
Tabel 4: Lama Waktu Proses Penyelesaian Sengketa di Komisi Informasi
Berdasarkan Perki Nomor 2/20205
:
Agenda Acara Jangka Waktu Mediasi dan
Ajudikasi
Jangka Waktu Langsung
Ajudikasi
Ketentuan
Hukum
Registrasi 7 hari kerja 7 hari kerja Pasal 14 ayat (1)
Pemeriksaan Pendahuluan 14 hari kerja 14 hari kerja Pasal 19 ayat (3)
Waktu tunggu antara
Penetapan Pemeriksaan
Pendahuluan dan
Pemeriksaan Perkara
21 hari kerja 21 hari kerja Pasal 23 ayat (3)
Pelaksanaan Mediasi 14 hari kerja Pasal 31
Pemberitahuan Mediasi
Gagal
3 hari kerja Pasal 40 ayat
(4)
Sidang Ajudikasi 40 hari kerja 40 hari kerja Pasal 44
Pemberian Salinan
Putusan
3 hari kerja 3 hari kerja Pasal 61 ayat
(2)
Total Lama Waktu 102 hari kerja 85 hari kerja
5 Lama waktu dihitung berdasarkan waktu maksimal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. 19
P
ada bagian ini akan memaparkan studi kasus
uji akses keterbukaan informasi di enam
provinsi kajian, terkait dengan permintaan
informasi dalam industri ekstraktif. Umumnya, studi
kasus uji akses informasi ini merupakan pengalaman
langsung dari peneliti daerah pada kajian ini, baik
sebagai pemohon langsung, ataupun sebagai
pendamping pemohon informasi.
Situasi umum di daerah terkait dengan uji akses
keterbukaan informasi pada data industri ekstraktif
relatif sedikit, dibandingkan dengan sektor lain,
seperti akuntabilitas pemerintahan, keuangan,
perkebunan dan lingkungan hidup. Umumnya
permohonan informasi didominasi oleh organisasi
masyarakat sipil, dengan tujuan melakukan kerja-
kerja advokasi kebijakan publik, dan pembelaan
terhadap hak-hak masyarakat tempatan, misalnya
berkaitan dengan hak atas tanah, lahan dan
lingkungan hidup, maupun hak-hak sosial ekonomi
seperti keberlangsungan mata pencaharian sehari-
hari masyarakat. Selain organisasi masyarakat sipil,
mahasiswa/akademisi juga menempati posisi
dominan untuk keperluan kerja penelitian, seperti
untuk keperluan studi akhir maupun studi keilmuwan.
Berikut adalah pemaparan terkait dengan studi kasus
uji akses keterbukaan informasi industri ekstraktif di
masing-masing daerah
A. Pemerintah Provinsi Aceh
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi
utama di Indonesia yang memiliki kekayaan alam
yang signifikan sebagai sumber dari kegiatan industri
ekstraktif. Potensi terbesar dari provinsi Aceh terletak
pada cadangan migas, di mana terdapat 12 wilayah
kerja migas yang beroperasi di Aceh, di mana hampir
keseluruhan wilayah kerja tersebut berada pada lepas
pantai (offshore).
Pada triwulan IV 2019, industri ekstraktif di Aceh,
yang terkategorikan dalam sektor pertambangan dan
penggalian, tercatat memiliki kontribusi ekonomi
ketiga terbesar setelah sektor Pertanian, Kehutanan,
Perikanan, dan konstruksi sebesar 1,55 trilliun (Bank
Indonesia, 2020). Pada tahun anggaran 2019, DBH
pusat ke daerah pada sektor Industri ekstraktif secara
kumulatif adalah sebesar Rp527 Milliar (LKPP
Kementerian Keuangan, 2019).
Terkait dengan keterbukaan informasi, saat ini
informasi yang tersedia pada laman publikasi di
Studi Kasus Uji Akses
Keterbukaan Informasi Industri Ekstraktif
di Enam Provinsi di Indonesia
5
20. 20
website PPID Aceh ada sebanyak 3420 jenis informasi
publik. Akses terhadap informasi pada website
tersebut telah diunduh sebanyak 170.855 informasi
publik pemohon informasi. Tidak terdapat data
informasi industri ekstraktif yang tersedia di dalam
laman PPID utama ataupun pada laman Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral Provinsi Aceh. Pada tahun
2020, PPID Aceh telah memproses sebanyak 316
permohonan dengan jumlah keberatan sebanyak 49
kasus dan jumlah permohonan yang selesai dilayani
sebanyak 189 permohonan (PPID Aceh, 2020).
Secara kumulatif sejak tahun 2014 sampai dengan
2020, jumlah sengketa yang diselesaikan oleh Komisi
InformasiProvinsiAcehsebanyak350kasussengketa
informasi, dari jumlah tersebut sengketa informasi
yang diselesaikan dengan mediasi adalah sebanyak
331 kasus, dimana 37 kasus diantaranya terkait
dengan obyek sengketa informasi industri ekstraktif
(GeRAK Aceh, 2020).
Uji Akses Informasi Alumni SAKA GeRAK Aceh
Pada tahun 2014, GeRAK (Gerakan Anti Korupsi)
Aceh - sebuah organisasi masyarakat sipil yang
bergerak dalam aktivitas anti korupsi di Aceh,
menginisiasi Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) di
sektor Pertambangan. Sekolah ini diikuti oleh
masyarakat dan mahasiswa pada umumnya yang
ingin mengetahui seluk beluk tata kelola
pertambangan dan industri ekstraktif.
Pada tanggal 27 Februari 2017, mahasiswa yang
berasal dari Aceh Tengah meminta informasi publik
yang ditujukan ke PPID Utama dan diterima dengan
tanda terima bernomor: 037/ PPID-A/PI/II/2017.
Pemohon meminta enam informasi di sektor industri
ekstraktif, terkait dengan tujuh aktivitas perusahaan
tambang yang beroperasi di Provinsi Aceh. Informasi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP);
2. Dokumen Rencana Reklamasi dan Laporan Tim
Penelitian Reklamasi;
3. Dokumen AMDAL;
4. Izin Lingkungan; dan
5. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
Perusahaan Pertambangan.
Adapun tujuh perusahaan pertambangan yang
dimintakan dokumen-dokumen operasinya adalah:
1. PT Nanggroe Kuchi Peuga I;
2. PT Nanggroe Kuchi Peuga II;
3. KSU Nikmat Sepakat;
4. KSU Tiga Manggis;
5. PT Fajar Putra Manggala;
6. PT Pinang Sejati Wati; dan
7. PT Beri Mineral Utama.
Pemohonkemudianmengajukankeberatankepada
atasan PPID Utama, hal ini dikarenakan setelah
sepuluh hari kerja, permohonan pemohon tidak
direspon oleh PPID Utama, dan setelah tiga puluh hari
kerja menunggu, pemohon tidak juga mendapatkan
jawaban dari atasan PPID Utama.
Pada tanggal 15 Mei 2017, pemohon membawa
persoalan ini ke Komisi Informasi Provinsi Aceh.
KomisiInformasiProvinsiAcehkemudianmengadakan
sidang perdana, kurang lebih satu bulan kemudian.
Proses penyelesaian sengketa dimulai dengan cara
mediasi. Pada tahapan ini PPID utama tetap
mempertahankan argumennya bahwa informasi
tersebut merupakan informasi yang dikecualikan.
Proses mediasi berakhir dengan deadlock, untuk
kemudian pada tanggal 27 Juli 2017, dilanjutkan
dengan proses ajudikasi, proses dilakukan sampai
dengan 4 bulan. Pada tanggal 30 Oktober 2017,
proses ajudikasi ditutup dengan kesimpulan para
pihak. Namun demikian, pembacaan keputusan baru
dilakukan dua bulan setelah pembacaan kesimpulan,
yakni pada bulan Januari 2018. Melalui putusan
Nomor 018/I/KIA-A/2018, Komisi Informasi Provinsi
Aceh menyatakan bahwa informasi yang diminta
merupakan informasi publik yang tidak dapat
dikecualikan.
Dari proses tersebut di atas dapat digarisbawahi
dua hal. Pertama, PPID utama mendasarkan diri pada
Surat Penetapan Pengecualin yang dilakukan oleh
Gubernur. Secara formal, tindakan PPID dapat
dibenarkan, namun, problem muncul ketika Komisi
Informasi Provinsi Aceh telah mengeluarkan
keputusan yang memerintahkan pembukaan
informasi. Setelah Komisi Informasi Provinsi Aceh
memerintahkan pembukaan informasi, PPID Utama
tidak juga menindaklanjuti keputusan tersebut,
21. 21
sehingga pemohon harus melakukan proses hukum
lanjutan dengan mengirimkan somasi kepada PPID
Utama. Proses hukum ini membuahkan hasil dengan
diresponnya permintaan oleh Dinas ESDM Provinsi
Aceh pada tanggal 7 Mei 2018. Kedua, lama proses
waktu yang ditempuh dalam meminta informasi
mencapai waktu 1 tahun. Hal ini menjadikan proses
permintaan informasi menjadi melelahkan bagi
pemohon.
B. Pemerintah Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan penyumpang terbesar
produksi migas nasional Indonesia. Pada tahun 2019,
dari total produksi nasional sebesar 775 ribu barel per
hari, Riau menyumbangkan sekitar 222.330 barel per
hari, atau sekitar 30 persen produksi migas nasional,
dangan lapangan wilayah kerja migas terbesar yakni
Blok Rokan yang dikelola oleh PT Chevron Pacific
Indonesia (Fakhur Rozi, 2019). Selain produksi migas,
Provinsi Riau juga memiliki puluhan wilayah kerja
pertambangan, dengan komoditas tambang seperti
pasir dan non logam lainnya, batubara dan mineral
logam. Tercatat data per tahun 2015, saat ini terdapat
kurang lebih 79 IUP, dengan perincian non-Logam
sebanyak 20 IUP, logam 14 IUP, dan batubara
sebanyak 45 IUP. Adapun luas total cakupan dari IUP
tersebut seluas 309.129.31 hektar (Gubernur Riau,
2015).
Terkait dengan situasi keterbukaan informasi
secara umum di provinsi Riau, sampai dengan bulan
Juni 2020 jumlah total permohonan informasi yang
dimohonkan berjumlah 60 permohonan informasi,
sedangkan jumlah permohonan informasi yang
selesai hanya berjumlah 27 permohonan informasi
(PPID Riau Utama, 2020).
Pada studi kasus di Riau, uji akses yang dipilih
dilakukan kepada SKK Migas Perwakilan Sumbagut.
SKK Migas Perwakilan Sumbagut merupakan kantor
perwakilan SK Migas untuk wilayah sumatra bagian
utara, dimana SKK Migas ini bukan merupakan bagian
dari badan yang berada di bawah Provinsi Riau.
Pemilihan SKK Migas ini dikarenakan masih sedikit uji
akses informasi terhadap sektor industri ekstraktif
yang secara langsung memiliki wilayah operasi di
Provinsi Riau.
UjiAksesKontrakMigasdiSKKMigasKantorPerwakilan
Sumbagut
Pada tanggal 16 Juli 2018, Novrizon Burman yang
berprofesi sebagai wartawan mangajukan
permohonan akses informasi kepada PPID SKK Migas
Sumbagut yang diajukan secara tertulis, adapun
informasi yang diminta oleh pemohon adalah:
1. Daftar nama, alamat, dan profil perusahaan
migas di bawah naungan SKK Migas Sumatera
Utara di wilayah kerja Provinsi Riau;
2. Dana CSR seluruh perusahaan migas di bawah
SKK Migas Sumbagut di wilayah kerja Provinsi
Riau tiga tahun terakhir yakni, 2016, 2017, dan
2018;
3. Kontrak Karya (Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi
Hasil Migas) antara SKK Migas dan seluruh
perusahaan migas di wilayah kerja Provinsi Riau
tiga tahun terakhir yakni 2016, 2017 dan 2018;
4. Cost recovery semua perusahaan migas di bawah
SKK Migas Sumbagut di wilayah kerja Provinsi
Riau tiga tahun terakhir yakni 2016, 2017, dan
2018;
5. Produksi/lifting semua perusahaan migas di
bawah SKK Migas Sumbagut di wilayah kerja
Provinsi Riau tiga tahun terakhir, yakni, 2016,
2017, dan 2018;
6. Data produksi minyak semua perusahaan migas
di bawah naungan SKK Migas Sumbagut di
wilayah kerja Provinsi Riau tiga tahun terakhir,
yakni, 2016, 2017 dan 2018.
Setelah lebih dari 10 hari, dan 7 hari dengan
perpanjangan dengan alasan tertulis, sebagaimana
diatur oleh UU KIP, PPID SKK Migas tidak memberikan
tanggapan terhadap permintaan pemohon. Pada
tanggal 1 Agustus 2018, pemohon mengajukan
keberatan kepada Kepala SKK Migas Sumbagut,
selaku atasan PPID SKK Migas Sumbagut, namun
hingga batas waktu yang diamanatkan UU KIP, SKK
Migas selaku badan publik, belum juga menanggapi
permohonan pemohon informasi.
Pemohon pada tanggal 19 September 2018,
melakukan pendaftaran sengketa informasi kepada
Komisi Informasi Provinsi Riau dengan register
sengketa Nomor Registrasi: Reg.020/PSI/KIP-R/
IX/2018. Pada tanggal 31 Oktober 2018, mediasi
22. 22
terjadi antara pemohon dan termohon yang
dilaksanakan di kantor Komisi Informasi Provinsi Riau.
Sayangnya mediasi yang dilakukan mengalami
deadlock.
Terdapat beberapa alasan yang dikemukakan pihak
termohon terkait dengan penolakan permohonan
informasi, antara lain:
1. Pihak termohon bersikeras bahwa SKK Migas
Sumbagut bukan badan publik. Padahal kuasa
hukum pemohon mengakui bahwa anggaran
operasional SKK Migas berasal dari APBN dan
mereka mengakui bahwa SKK Migas merupakan
penyelenggara bisnis negara.
2. Pihak termohon menyatakan bahwa data yang
diminta merupakan data tertutup dan rahasia
negara, yang pembukaan data tersebut harus
disetujui oleh Menteri yang diatur dalam Pasal 17
PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Migas jo Pasal 2 ayat (2) Peraturan
Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Data yang
diperoleh dari Survei Umum Eksplorasi dan
Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi; dan;
3. Pihak termohon menyatakan bahwa perjanjian/
kontrak SKK Migas tidak dapat diberikan karena
merupakan rahasia antara SKK Migas dengan
perusahan migas, sehingga perlu mendapatkan
persetujuan dari pihak lainnya, yakni, perusahaan
migas sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 27 Tahun 2006.
Hasil akhir dari putusan ini adalah Komisi Informasi
Provinsi Riau menolak keseluruhan argumen dari
termohon, dan menyatakan bahwa SKK Migas
Sumbagut merupakan Badan Publik karena fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara yang dananya bersumber
dari APBN. Dengan demikian, SKK Migas sebagai
badan publik juga harus menyediakan informasi
publik, dan informasi yang dimintakan pemohon
kepada SKK Migas adalah informasi yang bersifat
terbuka. Lebih lanjut Amar Putusan Komisi Informasi
Provinsi Riau memerintahkan kepada SKK Migas
Sumbagut untuk menindaklanjuti permohonan
pemohon ke SKK Migas Pusat.
Proses sengketa ini berlanjut hingga tahapan
banding dan kasasi. Termohon, yakni SKK Migas
Sumbagut melakukan banding melalui Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, dan teregistrasi dengan
Nomor Perkara 109/Pdt.Sus-KIP/2019/PN/Jkt.Sel.
Pada pokoknya, pengadilan negeri memutuskan
bahwa sebagian informasi yang diminta, seperti
company profile perusahaan migas; dana CSR, data
produksi minyak semua perusahaan Migas di bawah
naungan SKK Migas Sumbagut di wilayah kerja
Provinsi Riau tiga tahun terakhir yakni 2016, 2017,
2018 menurut Majelis Hakim adalah informasi yang
harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan
tidak termasuk sebagai informasi yang dikecualikan
sebagaimana Pasal 17 Undang Undang Nomor 14
Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
sehingga termasuk informasi terbuka. Sedangkan,
informasi terkait kontrak SKK Migas dengan seluruh
perusahaan minyak di wilayah kerja Provinsi Riau
merupakan perjanjian yang mengandung kerahasiaan
begitu juga dengan informasi lainnya seperti data
cost recovery, lifting migas merupakan informasi yang
tidak wajib diberikan (Novrizon Burman v SKK Migas PN,
2019).
Tidak puas dengan putusan pengadilan negeri,
termohon kemudian mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung (MA), dan teregistrasi dengan
perkara Nomor 211 K/Pdt.Sus-KIP/2020, yang pada
pokok putusannya menyatakan putusan Komisi
Informasi Provinsi Riau dan Putusan PN Jaksel yang
mengabulkan sebagian permohonan informasi
dinyatakan batal.6
Putusan MA tersebut didasari oleh
pertimbangan: (1) Bahwa data dan informasi yang
diterima oleh Pemohon/Tergugat mengenai Kontrak
Kerja Sama SKK Migas dengan seluruh perusahaan
Migas di wilayah kerja Provinsi Riau bukan merupakan
informasi publik yang bersifat terbuka dan wajib
diberikan; (2) Bahwa PN Jakarta Selatan telah salah
menerapkan hukum karena tidak mengadili/
memeriksa putusan Komisi Informasi Publik, maka
putusan PN Jaksel harus dibatalkan; dan (3) Bahwa
permohonan pemohon adalah kabur, karena tidak
menguraikan apa yang dituntutnya, sehingga gugatan
menjadi tidak sempurna dan harus dinyatakan tidak
dapat diterima.
6 Novrizon Burman v SKK Migas K-MA, 2019
23. 23
Pada kasus ini dapat disimpulkan beberapa hal.
Pertama, bahwa paradigma kerahasiaan terhadap
data kontrak migas masih kuat terpaku di dalam
regulasi dan cara berpikir pejabat badan publik.
Namun demikian, pada tahun 2019 peraturan yang
dirujuk untuk menolak akses informasi tersebut,
yakni Permen ESDM 27/2006 telah dicabut oleh
Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas
Bumi. Permen 7 Tahun 2019 memberikan kerangka
hukum bagi keterbukaan informasi pada sektor
migas. Terdapat beberapa konsep kunci dari Permen
7 tahun 2019 terkait dengan klasifikasi data dan
informasi migas di Indonesia. Berdasarkan sifat data,
Permen 7/2019 ini mengklasifikasikan data migas
terbagi menjadi beberapa klasifikasi, klasifikasi
berdasarkan sifatnya, klasifikasi berdasarkan
kepemilikan dan klasifikasi akses data. Untuk kajian
ini, klasifikasi yang relevan adalah klasifikasi
berdasarkan sifatnya, yakni, data migas yang bersifat
terbuka dan data migas yang bersifat rahasia.
Adapun data yang tidak bersifat rahasia adalah
data yang di bawah penguasaan pemerintah, yang
meliputi data: kegiatan survei umum; studi bersama,
data kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
Kontrak Kerja Sama, dan data kontraktor dan/atau
afiliasinya yang melakukan kegiatan pengalihan
komitmen kerja pasti di wilayah terbuka, yang
pengaturan keterbukaannya diatur lebih lanjut dalam
permen tersebut.7
Namun demikian, penyampaian data-data tersebut
terikat oleh ketentuan-ketentuan pembatasan dari
Permen tersebut, yang pada umumnya memberikan
batasan-batasan yang berpotensi justru bukan untuk
membuka namun menghambat akses informasi
tersebut, utamanya bagi publik. Oleh karenanya, kajian
lebih lanjut terkait dengan pembatasan-pembatasan
pada Permen ESDM 7/2019 ini perlu dilakukan.
C. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
Industri pertambangan di Provinsi Sumatera Barat
merupakan salah satu sektor ekonomi yang
berkontribusi besar bagi perekonomian Sumatera
Barat. Dari data yang diperoleh saat ini terdapat
7 Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permen ESDM 7/2019
sekitar 71 IUP Eksplorasi/Operasi Produksi di
Sumatera Barat. Sektor ini berkontribusi kepada
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat pada tahun
2010 – 2015, sebesar 5,51 persen dan mengalami
peningkatan setiap tahunnya (BPS Sumatera Barat,
2015)
Terkait dengan situasi praktek keterbukaan
informasi di Provinsi Sumatera Barat, permohonan
informasi pada kurun waktu sejak 2015 – 2017
menangani 33 permohonan penyelesaian sengketa,
dengan permohon informasi terkait dengan industri
ekstraktif sebanyak lima sengketa informasi yang
dilakukan oleh tiga pemohon kelompok masyarakat
sipil, yakni permohonan informasi oleh Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Padang pada tahun 2017
terkait permohonan informasi IUP dan perizinan
lainnya di Sumatera Barat; permohonan informasi
oleh Walhi Sumatera Barat terkait dengan IUP PT
Atos Nusantara Mining, dan PT Prima Perkasa Abadi,
dan PT RBBE; dan permohonan informasi oleh
kelompok masyarakat Persatuan Pemuda Salibawan
(PPS) Nagari Sundata, Kabupaten Pasaman terkait
dengan IUP PT Anugrah Batu Hirang. Keseluruhan
proses ini menghasilkan keputusan yang mewajibkan
PPID menyerahkan informasi yang diminta. Pada
kajian ini akan dilaporkan uji akses IUP PT Anugrah
Batu Hirang yang dilakukan oleh masyarakat PPS
Nagari Sundata, Kabupaten Pasaman, Provinsi
Sumatera Barat.
Uji Akses IUP PT Anugrah Batu Hirang
Pada pertengahan 2016 Persatuan Pemuda
Salibawan (PPS) Nagari Sundata, Kabupaten
Pasaman, Sumatera Barat melakukan uji akses
informasi terkait dengan informasi izin usaha PT
Anugrah Batu Hirang seluas 4.040,78 hektar, yang
memiliki potensi bahan tambang emas. Permohonan
informasi ditujukan untuk meminta data IUP terkait
dengan keberadaan dan rencana peningkatan
perizinan operasi produksi perusahaan tersebut.
Adapun motivasi dari permohonan ini adalah karena
kekhawatiran akan dampak yang akan timbul dari
aktivitas operasi perusahaan tambang tersebut, serta
masyarakat juga merasa tidak dilibatkan di dalam
proses pemberian izin perusahaan sehingga
masyarakat tidak memiliki informasi apapun terkait
24. 24
dengan rencana operasi dari perusahaan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas, PPS melakukan uji
akses kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
untuk mendapatkan informasi terkait IUP PT Anugrah
Batu Hirang.
PPS mengajukan surat permohonan informasi
terkait dengan IUP PT Anugrah Batu Hirang pada 19
September 2016 kepada PPID Utama Provinsi
Sumatera Barat. Pada kesempatan pertama ini surat
permohonan tidak ditanggapi oleh PPID Sumatera
Barat. Hal ini mendorong rencana pengajuaan
sengketa ke Komisi Informasi Provinsi Sumatera
Barat, namun rencana ini kemudian ditunda karena
persoalan legal standing dari kelompok PPS yang
merupakan kelompok informal masyarakat. Namun
demikian, hal ini tidak menyurutkan langkah PPS. PPS
memutuskan untuk mengajukan sekali lagi atas nama
persorangan atau gabungan perorangan.
Padatanggal4Oktober2016gabunganperorangan
ini kemudian menyurati PPID Utama Sumatera Barat
untuk meminta informasi kembali, namun setelah 17
hari batas waktu tanggapan sebagaimana ditentukan
dalam SOP pelayanan informasi tidak juga diberikan
respon oleh PPID Utama Sumatera Barat. Pada 14
November 2016, pemohon kemudian mengajukan
surat keberatan kepada Sekretaris Daerah (Sekda)
Provinsi Sumatera Barat sebagai atasan PPID Utama,
namunjugatidakdirespon.Padatanggal25November
2016, dilakukan pertemuan dengan Dinas ESDM,
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat dan
Pemda Kabupaten Pasaman. Dalam pertemuan ini,
informasi yang dimintakan masyarakat tetap tidak
diberikan. Pihak pemerintah mempertanyakan motif
dari masyarakat yang dianggap bekerja untuk
keperluan lawan usaha PT Anugrah Batu Hirang.
Pada 16 Januari 2017, pemohon mengajukan
permohonan sengketa informasi kepada Komisi
Informasi Provinsi Sumatera Barat. Pada prosesnya,
sidang di Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat
ini sempat terhenti karena adanya perubahan
regulasi8
, ketiadaan anggaran, dan belum ditunjuknya
8 Terbitnya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah yang menganti Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mempengaruhi
Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di lingkup
pemerintahan daerah termasuk kelembagaan Komisi Informasi
panitera pengganti oleh Gubernur9
. Penghentian ini
berlarut-larut sampai dengan 10 bulan lamanya,
sehingga pada tanggal 5 Oktober 2017, pemohon
kemudian melaporkan Komisi Informasi kepada
Ombudsman karena adanya indikasi penundaan
berlarut-larut dan menimbulkan mal-administrasi
pelayanan publik. Ombudsman kemudian
berkesimpulan bahwa telah terjadi mal-daministrasi
yang disebabkan oleh perubahan regulasi.
Setelah kurang lebih tertunda selama 10 bulan,
pada tanggal 9 Oktober 2017 sengketa informasi
dimulai dan pada tanggal 28 Maret 2018 dalam
proses mediasi disepakati Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat memberikan data yang diminta.
Namun, data yang berhasil dihimpun hanya sebagian,
karena Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
beralasanbahwadatayangdiminta,yaknipeningkatan
izin operasi produksi tidak pernah diperpanjang,
dengan demikian data tersebut tidak terdapat dalam
penguasaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Dari kasus tersebut di atas dapat disimpulkan
beberapa hal. Pertama, adanya proses pembelajaran
dari masyarakat terkait dengan strategi advokasi uji
akses, hal ini dapat dilihat dengan mengganti
pemohon yang tadinya dilakukan secara kolektif
melalui organisasi PPS, untuk kemudian mengubah
pemohon dengan status hukum yang diakui. Kedua,
terdapat keterlambatan yang signifikan dan tidak
perlu (undue delay) terkait dengan penyelesaian
sengketa, terutama pada strategi delay oleh PPID,
dan adanya ketidaksiapaan infrastruktur dari Komisi
Informasi Provinsi Sumatera Barat. Terhitung sejak uji
akses dilakukan pertama kali pada September 2016
sampai dengan Maret 2018, waktu penyelesaian
memakan waktu kurang lebih 18 bulan. Hal ini
berpotensi menyebabkan terhalanganya akses
informasi, terutama bagi masyarakat yang
membutuhkan informasi dalam hambatan waktu
tertentu.
9 Surat Komisi Informasi Sumbar No. 19/KI-PSB/VII/2017
perihal tanggapan Konfirmasi Kepastian Sengketa Informasi
yang diajukan kelompok Masyarakat Jorong IV Salibawan
dan Surat Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat No. 0450/
SRT/0316.2017/pdg-012/XII/2017Tentang penyampaian tindak
lanjut laporan Dugaan maladministrasi penundaan berlarut
yang dilakukan oleh Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat
dalam Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
25. 25
D. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Secara umum Provinsi Jatim memiliki sumberdaya
alam yang besar. Tercatat hampir seluruh jenis
komoditas ekstraktif yang memiliki nilai ekonomi
terdapat di Provinsi Jatim. Tercatat per tahun 2015,
terdapat 337 IUP yang beroperasi di Provinsi Jatim,
yang didominasi oleh izin pertambangan jenis batuan.
(Dinas ESDM Provinsi Jatim, 2016)
Provinsi Jatim memiliki permintaan informasi yang
relatif setara dan dinamis dalam sisi jumlah
dibandingkan dengan provinsi lainnya. Jumlah
permohonan informasi dari tahun 2017 sampai
dengan 2019 adalah sebanyak 36 permohonan,
dimana pada tahun 2018, Malang Corruption Watch
melakukan permintaan informasi terkait dengan IUP
(PPID Utama Prov Jatim, 2017, 2018 dan 2019).
Pada periode 2017 - 2019, Komisi Informasi
Provinsi Jatim melakukan proses sengketa rata-rata
per tahun sebanyak 164 sengketa informasi. Perlu
digarisbawahi data ini merupakan data akumulasi
dari seluruh badan publik yang berada di Provinsi
Jatim, khusus untuk badan publik Pemerintah Provinsi
Jatim permohonan informasi yang sebanyak 33
sengketa informasi (Komisi Informasi Provinsi Jatim,
2017, 2018).
Uji Akses Informasi Dokumen Pertambangan PT Bumi
Suksesindo dan PT Damai Suksesindo Subsidiary PT
Merdeka Copper Gold
Pada tanggal 26 Agustus 2019, Walhi Jatim melalui
surat permohonan informasi bernomor 134/ED/
WALHI.JATIM/VIII/2019, meminta kepada Kepala
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jatim, yakni
informasi terkait dengan beberapa dokumen operasi
kegiatan pertambangan atas nama PT Bumi
Suksesindo dan PT Damai Suksesindo Subsidiary PT
Merdeka Copper Gold. Adapun dokumen-dokumen
yang dimintaa adalah sebagai berikut:
1. Dokumen-dokumen mengenai bentuk evaluasi
dan pengawasan salah satu proyek yang berada
di kawasan rawan bencana yang dilakukan oleh
PT Merdeka Cooper Gold melalui entitas anak
perusahaan pertambangan di bawah PT Bumi
Suksesindo dan PT Damai Suksesindo di
Kecamatan Pesanggaran, Pesisir Selatan,
Kabupaten Banyuwangi;
2. Dokumen-dokumen lingkungan (AMDL, UKL/
UPL, Izin Lingkungan) atas nama kedua
perusahaan tersebut; dan
3. Dokumen IUP atas nama kedua perusahaan
tersebut.
Sampai dengan berakhirnya masa tenggat respon
berdasarkan undang-undang, yakni 10 hari kerja
ditambah 7 hari untuk perpanjangan dengan
memberikan alasan secara tertulis, Pemerintah
Provinsi Jatim cq Kepala Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Jatim tidak memberikan respon terhadap
permohonan tersebut. Kemudian, pada tanggal 18
September 2019 Walhi Jatim kemudian mengirimkan
Surat Keberatan Permohonan Informasi Nomor 136/
ED/WALHI/JATIM/IX/2019 kepada Gubernur Jatim
selaku atasan PPID. Keberatan ini juga tidak
diacuhkan, sampai dengan batas waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan
permohonan informasi secara tertulis berdasarkan
Pasal 36 UU KIP.
Pada tanggal 1 November 2019 WALHI Jatim
kemudian mengajukan sengketa informasi publik
kepada Komisi Informasi Provinsi Jatim. Selama tiga
kali proses persidangan berjalan, pihak termohon
tidak hadir dipersidangan. Memasuki persidangan
keempat pihak termohon hadir tapi tidak siap dalam
hal jawaban atas sengketa informasi yang
dimohonkan oleh Walhi Jatim. Sampai dengan laporan
ini dituliskan, Komisi Informasi belum menyidangkan
sengketa ini.
Berdasarkan uraian kasus tersebut di atas, tampak
bahwa seperti daerah-daerah lainnya, strategi
menunda-nunda proses pemberian informasi
merupakan strategi umum dari badan publik, yang
berpotensi memberikan kerugian bagi pemohon dan
tampaknya bermaksud untuk memberikan efek
psikologis melelahkan dan menghabiskan sumber
daya bagi pemohon, untuk kemudian meninggalkan
permohonan yang diajukan.
E. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kaltim merupakan salah satu provinsi
industri ekstraktif utama di Indonesia. Secara
keseluruhan luas wilayah kerja pertambangan dan
penggalian di Kaltim per tahun 2018 mencapai
26. 26
11.415.709,35 hektar dengan perincian
pertambangan batubara sebesar 1.023.723 hektar,
pertambangan migas sebesar 9.571.843 hektar, dan
pertambangan batuan mineral bukan logam sebesar
820.143. Adapun total produksi minyak bumi pada
tahun 2019 adalah sebesar 26.250.000 barel, dan
gas bumi sebesar 379.500.000 MMBTU. Sementara
itu, total produksi batubara adalah sebesar
167.537.626,56 Ton (Sisdata Kaltim, 2019). Sektor ini
merupakan penyumbang Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB) terbesar bagi Kaltim, dan
menyumbang 46 persen dari PDRB. (Statistik BPS
Kaltim, 2019)
Secara kumulatif sejak berdirinya pada tahun 2012,
Komisi Informasi Provinsi Kaltim telah menyelesaikan
sebanyak 196 sengketa informasi, dan memutus 161
sengketa (KI Provinsi Kaltim, 2020). Pada Provinsi
Kaltim,kasusujiaksesyangdiambiladalahpermintaan
akses oleh Yayasan Bumi kepada Dinas Penanaman
Modal dan Perizinan Terpadu (DPMPTSP) Kaltim pada
tahun 2017 terkait dengan informasi operasi
perusahaan tambang.
Uji Akses DPMPTSP Provinsi Kalimantan Timur
Pada tahun 2017, Yayasan Bumi, organisasi non-
pemerintah yang bergerak pada isu lingkungan hidup
di Kaltim, mengajukan permohonan informasi pada
DPMPTSP. Adapun informasi yang dimohonkan
adalah dokumen sebagai berikut:
1. Surat Keterangan Terdaftar (SKT);
2. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP);
3. Izin Ekplorasi;
4. Izin Produksi;
5. Izin penempatan jaminan reklamasi;
6. Izin penempatan jaminan pasca tambang;
7. Izin pencampuran batubara;
8. Izin pengolahan dan pemurnian (smelter);
9. Izin pengangkutan dan penjualan.
Terhadap surat permohonan tersebut, DPMPTSP
memberikan respon dengan menyatakan bahwa
seluruh informasi yang dimohonkan masuk ke dalam
kualifikasi informasi yang dikecualikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, utamanya Pasal 6
ayat (3) jo Pasal 17 huruf (b), (d) dan (e) UU KIP.
Yayasan Bumi kemudian mengajukan keberatan
kepada DPMPTSP Kaltim, melalui surat keberatan
terhadap pengecualian pemberian informasi yang
dimohonkan tersebut, dengan menyebutkan
beberapa alasan sebagai berikut:
1. Penetapan tersebut tidak mempertimbangkan
ketentuan mengenai kualifikasi informasi yang
dikecualikan, yang telah diatur dalam Undang-
Undang nomor 14 tahun 2008, juga dengan
memperhatikan pasal 11 ayat (2) UU KIP
disebutkan “informasi publik yang telah
dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan
mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai
informasi publik yang dapat diakses oleh
pengguna informasi Publik”, hal tersebut karena
mengingat sebagian informasi yang dimohonkan
oleh Yayasan Bumi sudah pernah menjadi objek
sengketa di Komisi Informasi Kaltim dan telah
dinyatakan sebagai informasi yang terbuka bagi
publik oleh Putusan KIP Kaltim Nomor 0003/
REG-PSI/2014. Hal ini dikuatkan oleh Putusan
Mahkamah Agung Nomor 614K/TUN/2015,
dalam putusan tersebut hakim Mahkamah Agung
telah memperluas makna kualifikasi informasi
terhadap dokumen perizinan, Mahkamah Agung
mendefiniskan bahwa dokumen pengelolaan
sumberdaya alam (dokumen perizinan)
merupakan informasi yang berkaitan dengan
pelestarian lingkungan hidup dengan mengacu
pada Pasal 65 dan Pasal 67 Undang-Undang 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 48 tahun
2015 tentang penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 10
tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Gubernur Kaltim Nomor 48 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
memerintahkan Keterbukaan Informasi untuk
memberikan informasi atau data perizinan dan
non-perizinan yang relevan sesuai aturan atau
ketentuan perundang-undangan kepada
masyarakat secara berkala melalui website, media
elektronik dan alat peraga visual lainnya dan atau
27. 27
tertulis atas permintaan masyarakat serta
lembaga pemerintahan, pendidikan, swasta,
swadaya masyarakat dan kelembagaan lainnya.
Atasan termohon, dalam hal ini Kepala Dinas
DPMPTSP Kaltim mengabaikan surat keberatan
tersebut, sampai dengan batas waktu respon yang
ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan, yakni, 30 hari sejak keberatan diajukan.
Pada tanggal 4 Oktober 2017, Yayasan Bumi
kemudian mengajukan sengketa informasi kepada
Komisi Informasi Provinsi Kaltim yang diterima dan
diregistrasi oleh panitera Komisi Informasi Provinsi
Kaltim.
Komisi Informasi Provinsi Kaltim kemudian
melakukan proses pemeriksaan. Salah satu isu yang
mengemuka adalah tentang dasar hukum informasi
yang dikecualikan, termasuk bukti yang menyatakan
bahwa DPMPTSP telah melakukan uji konsekuensi.
Pada pemeriksaan persidangan ditemukan bahwa
DPMPTSP tidak memiliki SOP untuk penyusunan
daftar informasi publik berdasarkan Permendagri
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan
Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Pada kasus
ini kemudian Komisi Informasi Provinsi Kaltim
memberikan Putusan Nomor 0014/REG-PSI/X/2017,
yang pada dasarnya memerintahkan pembukaan
informasi, dan memerintahkan DPMPTSP
menyerahkan sebagian informasi yang diminta oleh
pemohon dan mengecualikan sebagian informasi
lainnya. DPMPTSP kemudian mengajukan banding ke
Pengadilan Tata Usaha Negara, pada tanggal 15
Agustus 2018, majelis hakim kemudian menguatkan
putusan Komisi Informasi Provinsi Kaltim tersebut.
Sama seperti kasus lainnya, pada kasus ini terdapat
indikasi kuat strategi memperlambat proses
pemberian informasi. Padahal sebagaimana telah
disampaikan oleh Yayasan Bumi, pada surat
keberatannya, informasi yang diminta bukanlah
merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan
putusankomisiinformasimaupunputusanpengadilan
terdahulu. Ketidakhormatan pemerintah terhadap
preseden yang terbentuk perlu dianggap sebagai
celah dalam pelaksanaan UU KIP yang perlu untuk
ditutup dan diselesaikan masalahnya.
F. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pada tahun 2018, kontribusi industri ekstraktif
pada ekonomi Provinsi NTB (NTB) menempati posisi
kedua setelah sektor konstruksi (Nur Islamy, 2019).
Per 2019, jumlah IUP di NTB mencapai 261 IUP,
dengan perincian 27 IUP mineral logam dan 234 IUP
Batuan. Luas wilayah pertambangan dan penggalian
di NTB mencapai lebih dari 190.000 hektar yang
tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di NTB. Tercatat
beberapa perusahaan besar beroperasi di NTB,
seperti PT Amman Mineral yang dimiliki oleh grup
Medco yang mengoperasikan tambang tembaga Batu
Hijau, yang sebelumnya dikelola oleh Newmont
(PWYP, 2019).
Per tahun 2018, jumlah pengguna yang masuk ke
situs PPID Provinsi NTB sebanyak 42.589 kali, dengan
jumlah download sebanyak 42.307 kali, sedangkan
jumlah permohonan informasi sebanyak 23
permohonan informasi, dengan pemberian informasi
sepenuhnya sebanyak 15 permohonan diterima, dan
1 permohonan diterima sebagian, dan 7 permohonan
ditolak (PPID NTB, 2018). Terkait dengan sengketa
informasi, sejak 2016 sampai dengan 2020 tercatat
46 sengketa informasi sudah diselesaikan oleh Komisi
Informasi Provinsi NTB (Komisi Informasi NTB, 2016,
2017, 2018, 2019, 2020).
Uji Akses IUP di Kabupaten Lombok Barat
Pada tanggal 23 April 2019, seorang warga
bernama Jamhur, yang merupakan warga yang tinggal
di wilayah lingkar tambang di wilayah Sekotong
Kabupaten Lombok Barat, mewakili beberapa warga
lainnya yang tergabung dalam community centre
warga yang resah dengan kegiatan pertambangan.
Untuk itu, warga berinisiatif melakukan permohonan
informasi kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral Provinsi NTB. Adapun permohonan
informasi dan dokumen yang dimaksud terkait
dengan:
1. Daftar perusahaan tambang/IUP yang beroperasi
di Kabupaten Lombok Barat;
2. Dokumen IUP seluruh perusahaan yang
beroperasi di Wilayah Kabupaten Lombok Barat;
3. Dokumen AMDAL/UKL-UPL perusahaan tambang
yang beroperasi di Kabupaten Lombok Barat; dan
4. Penerimaan royalti dari sektor pertambangan
28. 28
yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lombok
Barat.
Adapun alasan yang diajukan oleh Jamhur untuk
melakukan akses tersebut adalah peran serta
masyarakat untuk melakukan pemantauan
pertambangan yang dilindungi oleh undang-undang.
Data dan informasi dimintakan dalam bentuk soft
copy atau hard copy.
Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB tidak
menghiraukan permohonan tersebut, sampai dengan
waktu 10 hari untuk merespon permintaan informasi,
sebagaimana digariskan dalam SOP Pelayanan
Informasi Angka IV huruf D tentang Jangka Waktu
Pemberian Informasi. Pada tanggal 13 Mei 2019,
pemohon kemudian mengajukan keberatan kepada
Kepala Dinas DPMPTSP Provinsi NTB dan Dinas
ESDM Provinsi NTB sebagai atasan PPID.
Keberatan yang diajukan oleh Jamhur berbuah
hasil, Dinas ESDM Provinsi NTB kemudian mengutus
salah satu stafnya untuk memberikan sebagian
informasi tersebut, terutama terkait dengan daftar
IUP per bulan Desember 2018 dan saudara Jamhur
langsung mengambilnya ke Dinas ESDM Provinsi
NTB. Namun data yang diberikan hanya berupa daftar
izin dan nama perusahaan, sedangkan data lainnya
yangdimintatidakdiberikanolehDinasESDMProvinsi
NTB. Terkait dengan ini staf dinas beralasan bahwa
data-data tersebut masih dipegang oleh pemerintah
kabupaten, karena kewenangan terkait dengan
perizinan pertambangan baru saja dialihkan, dan
dinas provinsi sendiri mengalami kesulitan untuk
mengambil data dan informasi tersebut dari
pemerintah kabupaten.
Kasus NTB ini memiliki kesamaan persoalan
dengan kasus-kasus lainnya, tampak badan publik
melakukan strategi penundaan. Seperti halnya pada
Kaltim dan Sumatera Barat, peralihan kewenangan
dari kabupaten/kota kepada provinsi terkait dengan
pertambangan tidak berjalan sebagaimana mestinya,
hal ini ditandai dengan tidak beralihnya dokumen
perizinan dari kabupaten/kota ke provinsi.
29. 29
D
ari kajian dan analisis, serta studi kasus kondisi
keterbukaan informasi di sektor industri
ekstraktif yang dihadirkan dari 6 (enam)
provinsi di atas, dapat ditarik kesimpulan dan
rekomendasi sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat
beberapa kesimpulan yang dapat ditarik terkait
dengan celah pelaksanaan UU KIP, khususnya akses
informasi data pertambangan, yakni:
Kerangka Normatif Keterbukaan Informasi Publik Sektor
Industri Ekstraktif
1. Pada umumnya kerangka normatif dari
keterbukaan informasi dari 6 daerah kajian telah
memadai dan berkesesuaian dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
ditandai dengan keberadaan PPID, dan website
PPID sebagai outlet informasi sekaligus platform
bagi permohonan informasi oleh masyarakat;
2. Secara umum, informasi yang tersedia pada
website tersebut masih didominasi oleh jenis
informasi yang bersifat statis, seperti peraturan
perundang-undangan, struktur organisasi, dan
profil organisasi. Hanya terdapat beberapa
informasi dinamis. Informasi yang sifatnya
dinamisinipunterbataspadainformasi-informasi
perencanaan, jumlah kunjungan dan berita-berita
terkaitdenganaktivitaspemerintahan,sedangkan
informasi yang bersifat substantif, masih sangat
terbatas dan tidak dilakukan pembaharuan secara
berkala;
3. Salah satu hal yang digarisbawahi dari temuan
kerangka normatif ini adalah terdapat beberapa
inovasi yang bersifat involutif (mundur) dari
pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi
terkait dengan sektor pertambangan dan industri
ekstraktif. Dari 6 daerah kajian, 3 di antaranya
menyatakan data dan informasi terkait izin
pertambangan sebagai informasi yang
dikecualikan, melalui surat keputusan ataupun
surat penetapan informasi dikecualikan, seperti
Sumatera Barat, Aceh, dan Kaltim, yang tidak
mengecualikan hanya Provinsi Jatim, sedangkan
Provinsi NTB dan Riau tidak ditemukan dokumen
terkait dengan surat penetapan informasi
dikecualikan. Alasan yang dikemukakan untuk
mengecualikan informasi ini, di dalam uji
konsekuensi adalah alasan persaingan usaha dan
perlindungan data pribadi. Namun demikian,
terdapat satu inovasi hukum terkait dengan
keterbukaan informasi dilakukan oleh Komisi
Informasi Provinsi Riau. Komisi Informasi Provinsi
Riau mengeluarkan Keputusan Nomor 004/
KPTS/KIP-R/III/2019 tentang Kewajiban Badan
Kesimpulan dan
Rekomendasi
6
30. 30
Publik Untuk Menyediakan dan Mengumumkan
Informasi Publik Terkait Izin Usaha Pertambangan
di Provinsi Riau.
4. Pada kerangka normatif juga ditemukan bahwa
baik Komisi Informasi dan Pengadilan telah
secara konsisten mengklasifikasi bahwa
informasi sektor ekstraktif adalah informasi
publik yang dapat dimintakan aksesnya oleh
masyarakat. Adapun beberapa informasi yang
bersifat pribadi, seperti di dalam Putusan Komisi
Informasi Kaltim terkait nomor rekening bank
diberikan tanda strip hitam.
Studi Kasus Keterbukaan Informasi Sektor Industri
Ekstraktif
1. Salah satu temuan utama dari studi kasus adalah
terdapat penyangkalan terhadap hak informasi
yang dilakukan oleh badan publik. Salah satu pola
umum yang digunakan oleh badan publik dalam
melakukan penyangkalan terhadap hak informasi
di sektor pertambangan ialah dengan melakukan
pelambatan dalam memberikan layanan dan
akses informasi yang diminta. Padahal seperti
yang dikemukakan pada temuan kerangka
normatif di atas, baik Komisi Informasi dan
Pengadilan telah secara konsisten menyatakan
bahwa informasi sektor ekstraktif adalah bagian
dari informasi publik yang terbuka, sehingga
badan publik tidak dibenarkan untuk
mengklasifikasikan informasi sektor industri
ekstraktif sebagai informasi yang dikecualikan
atau memperlambat pemberian informasi
tersebut kepada publik.
2. Pada sektor pertambangan, perpindahan
kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi
memiliki dampak terhadap ketersediaan data/
informasi pertambangan. Pada kajian ini
ditemukan tidak selesainya perpindahan
dokumen sebagaimana yang diamanatkan oleh
UU Pemda 2014. Hal ini telah berdampak
terhadap akses informasi terkait dengan sektor
industri ekstraktif, khususnya pertambangan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat
ditarik beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Mendorong Komisi Informasi untuk menerbitkan
panduan dan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan uji konsekuensi dalam
rangka menyusun penetapan klasifikasi informasi
yangdikecualikan,khususnyapadasektorindustri
ekstraktif. Hal paling penting dari panduan dan
kegiatan monitoring dan evaluasi adalah
memberikan kejelasan terkait dengan alasan
persaingan usaha sebagai alasan pengecualian
informasi;
2. Melakukan kajian lebih lanjut terkait dengan
yurisprudensi dari Putusan Komisi Informasi dan
pengadilan terkait dengan informasi sektor
industri ekstraktif, serta melakukan diseminasi
aktif terkait yurisprudensi tersebut kepada
pejabat badan publik, utamanya PPID. Hal ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk merevisi
klasifikasi informasi sektor industri ekstraktif
sebagai informasi yang bersifat dikecualikan; dan
3. Melakukan dorongan kepada publik, utamanya,
organisasi masyarakat sipil dan komunitas
akademik terkait dengan industri ekstraktif di
dalam mengakses data dan informasi
pertambangan melalui diseminasi yang memuat
pengenalan terhadap standar EITI dan cara
melakukan akses terhadap informasi
pertambangan.
31. 31
Bibliography
Buku, & Artikel Jurnal
Benjamin K. Sovacool, Gotz Walter, Thijs Van De Graaf, and Nathan Andrews, Energy Governance,
Transnational Rules, and the Resourcce Curse : Exploring the Effectiveness of the Extractive Industry
Transparency Initiative (EITI), World Development, Vol. 83, 2016.
Bob Hudson, David Hunter, & Stephen Peckham, Policy Failure and the Policy Implementation Gap : Can
Policy Support Programs Help?, Policy Design and Practice, Vol 2, 2019
David L.Goldwyn, Drilling Down The Civil Society Guide to Extractive Industry Revenues and the EITI, Revenuw
Watch Indonesia, 2008.
Nur Islamy, Analsisi Sektor Potensial, Dapatkan Pariwisata Menjadi Lokomotif Baru Ekonomi NTB ?, Journal of
Indonesian Tourism Hospitality and Recreation, 2019.
Simon Butt, Freedom of Information Law and Its Application in Indonesia : A Preliminary Assessment, Asian
Journal of Comparative Law, Vol : 8, 2013.
Tarik Sahovic, Victoria Tetyora, & Imeldin Radaslic, Case Study : Closing the Licensing/Permit Regulatory
Implementation Gap at the Sub-National Level in Bosnia and Herzegovina, International Finance
Cooperation, 2015.
Siri Aas Rustad, Philippe Le Billon, and Pavi Lujala, Has the Extractive Industries Transparency Inituative been
a success? Identifiying and Evaluating EITI Goals, Resource Policy, Vol : 51, (2017).
Pavi Lujala, An Analysis of the Extractive Industry Transparency Initiative Implementation Process, World
Development, 2018.
Laporan dan Standard
BPS Provinsi Kaltim, Provinsi Kaltim Dalam Angka 2019.
Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Laporan
Perekonomian Provinsi Aceh Februari 2020,
Extractive Industry Transperancy Initiative, The EITI Standard 2019. < https://eiti.org/files/documents/
eiti_standard2019_a4_en.pdf>
Extractive Industry Transperancy Initiative, Progress Report 2019, EITI Publication, 2019, <https://eiti.org/
document/eiti-progress-report-2019>, diakses pada 12 Juni 2020
----------------------------------------------------------, EITI Standard 2019, < https://eiti.org/
document/eiti-standard-2019> diakses pada 20 Juni 2020
Kementerian Informasi dan Telekomunikasi, Hasil Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik : Implementasi Inpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi, <https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/Hasil%20Evaluasi%20
UU%20KIP%20Tahun%202015.pdf>, diakses pada 22 Juni 2020
Komisi Informasi Provinsi Jatim, Laporan Tahunan 2017.
--------------------------------------------------, Laporan Tahunan 2018.
Komisi Informasi NTB, Laporan Tahunan 2016
----------------------------------------------------, Laporan Tahunan 2017
----------------------------------------------------, Laporan Tahunan 2018
----------------------------------------------------, Laporan Tahunan 2019
----------------------------------------------------, Laporan Tahunan 2020
Dinas ESDM Provinsi Jatim, Energi dan Sumber Daya Mineral Dalam Angka 2016.
PPID Utama Provinsi Jatim, Laporan Akses Informasi Publik Provinsi Jatim 2017.
----------------------------------------------, Laporan Akses Informasi Publik Provinsi Jatim 2018.
32. 32
-----------------------------------------------, Laporan Akses Informasi Publik Provinsi Jatim 2019.
Publish What You Pay, Ringkasan Eksekutif Laporan Kaji Cepat : Peluang Implementasi Keterbukaan Perizinan
Pertambangan di Provinsi NTB,<file:///C:/Users/girit/Downloads/Peluang%20Implementasi%20
Keterbukaan%20Perizinan%20Pertambangan%20di%20Provinsi%20Nusa%20Tenggara%20Barat%20
(2).pdf>, diakses pada 21 June 2020
Gubernur Riau, Presentasi Pengelolaan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Provinsi Riau, Rapat
Monev Korsup KPK tanggal 24 – 25 Maret 2015 di Medan.
Natural Resource Governance Institute, 2017 Resource Governance Index, NRGI 2017.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Keterbukaan Informasi
Publik
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Data yang diperoleh dari Survey Umum Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sumber Daya Minyak dan Gas Bumi (mencabut Permen 27/2006)
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik
Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2017 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik
FWI a v BPN (KI), Putusan Komisi Informasi Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015.
---------------------------------------- (PTUN), Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 2/G/
KI/2016/PTUN-JKT.
----------------------------------------- (MA), Putusan Mahkamah Agung Nomor 111 PK/TUN/2017.
MCW v Pemkot Surabaya (KI), Putusan Komisi Informasi Nomor 60/IV/KI-Prov.Jatim.PS-A-M-A/2016;
-------------------------------------------------(PTUN), Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 76/
KIP/2016/PTUN.SBY;
--------------------------------------------------(MA), Putusan Mahkamah Agung Nomor 505 K/
TUN/2016.
Novrizon Burman v SKK Migas (KI), Putusan Komisi Informasi Nomor 020/KIP-RPS-A-M-A/IX/2018.
---------------------------------------- (PN), Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 109/
Pdt.Sus-KIP/2019/PN.Jkt.Sel.
------------------------------------------(MA), Putusan Mahkamah Agung Nomor 211 K/Pdt.Sus-
KIP/2020
Sumber Lainnya
Fakhrur Rozi, ‘Riau Sumbang 30 Persen Produksi Minyak Nasional di Janauri 2019, https://www.riauonline.
co.id/bisnis/read/2019/02/25/riau-sumbang-30-persen-produksi-minyak-nasional-di-
januari-2019, diakses pada 19 Juni 2020
Sistem Informasi Data Kaltim, https://sidata.kaltimprov.go.id/index.php/home, diakses pada 20 Juni 2020
34. 34
Lampiran I : Surat Penetapan Informasi Dikecualikan Pemerintah Provinsi Aceh
Keputusan Gubernur Aceh Nomor 065/1025/2020 tentang Penetapan Informasi Publik
yang Dikecualikan di Lingkungan Pemerintah Aceh
47. 47
Lampiran II : Surat Penetapan Informasi DIkecualikan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor : 480-673-2018 tentang Perubahan Atas Keputusan
Gubernur Nomor 480-595-2017 Tentang Daftar Informasi Publik Yang Dikecualikan Di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
70. 70
KEPUTUSAN KOMISI INFORMASI PROVINSI RIAU
Nomor: 004/KPTS/KIP-R/III/2019
TENTANG
KEWAJIBAN BADAN PUBLIK UNTUK MENYEDIAKAN DAN MENGUMUMKAN
INFORMASI PUBLIK TERKAIT IZIN USAHA PERTAMBANGAN DI PROVINSI RIAU
KETUA KOMISI INFORMASI PROVINSI RIAU
Menimbang : 1. Banyaknya tumpang tindih penguasaan lahan akibat
minimnya keterbukaan informasi terkait dengan
pertambangan, sehingga menimbulkan konflik;
2. Banyaknya pengelolaan wilayah pertambangan tanpa izin
berpotensi menyebabkan kerugian Negara dan kerugian
masyarakat;
3. Penerbitan perizinan yang transparan agar kegiatan usaha
pertambangan mineral dilaksanakan secara lebih sehat
dan bermanfaat bagi masyarakat.
Mengingat : 1. Pasal 7 ayat (1), (2), dan (6) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP) yang pada pokoknya menyatakan bahwa Badan
Publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau
menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, dan
tidak menyesatkan yang berada di bawah kewenangannya
kepada publik dengan memanfaatkan sarana dan/atau
media elektronik dan non-elektronik;
2. Pasal 9 UU KIP yang pada pokoknya menyatakan bahwa
Badan Publik wajib menyediakan dan mengumumkan
informasi publik secara berkala, dengan cara yang mudah
dijangkau masyarakat dan dalam bahasa yang mudah
dipahami;
3. Pasal 11 UU KIP yang pada pokoknya menyatakan bahwa
Badan Publik wajib menyediakan informasi setiap saat;
4. Pasal 11 dan 13 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1
Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik
yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban
Badan Publik untuk menyediakan dan mengumumkan
informasi secara berkala dan tersedia setiap saat;
5. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara pada pokoknya
mengatur bahwa pengelolaan pertambangan dikelola
Lampiran III : Surat Keputusan Komisi Informasi Daerah Provinsi Riau
Keputusan Komisi Informasi Provinsi Riau Nomor 004/KPTS/KIP-R/III/2019 tentang Kewajiban
Badan Publik Untuk Menyediakan dan Mengumkan Informasi Publik Terkait Izin Usaha Pertambangan
di Provinsi Riau
71. 71
berdasarkan asas Partisipatif, Transparan dan Akuntabel;
6. Pasal 39 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada
pokoknya mengatur mengenai dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan Izin Usaha Pertambangan Ekplorasi dan
Operasi Produksi;
7. Putusan Komisi informasi Kalimantan Timur No
0014/REG/PSI/X/2017 tentang Sengketa Informasi
Yayasan Bumi Terhadap Dinas Penanaman Modal
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur.
Memperhatikan : Rapat Pleno Komisi Informasi Provinsi Riau tanggal 22 Maret
2019 mengenai Pengesahan Keputusan tentang Kewajiban
Badan Publik Untuk Menyediakan Informasi Publik Terkait
Izin Usaha Pertambangan di Provinsi Riau.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KOMISI INFORMASI PROVINSI RIAU TENTANG
KEWAJIBAN BADAN PUBLIK UNTUK MENYEDIAKAN DAN
MENGUMUMKAN INFORMASI PUBLIK TERKAIT IZIN USAHA
PERTAMBANGAN DI PROVINSI RIAU.
PERTAMA : Informasi-informasi terkait Izin Usaha Pertambangan adalah
informasi publik, dan Badan Publik terkait wajib
menyediakan dan mengumumkannya;
KEDUA : Informasi-informasi terkait izin usaha Pertambangan,
sekurang-kurangnya dan tidak terbatas pada :
1. Peta Lokasi Izin Usaha Pertambangan yang telah
ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan di
Provinsi Riau dilengkapi dengan titik koordinat;
2. Daftar Perusahaan Pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP) baik IUP Ekplorasi dan /atau IUP Operasi Produksi
di Wilayah Kabupaten, antar kabupaten se Provinsi Riau;
3. Dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi yang
memuat dokumen-dokumen pendukungnya sebagaimana
disebutkan dalam pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor
4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, sekurang-sekurangnya memuat :
a. Nama Perusahaan;
b. Lokasi dan Luas Wilayah;
c. Recana Umum Tata Ruang;
d. Jaminan Kesungguhan;
e. Modal Investasi;
f. Perpanjangan waktu Kegiatan;
g. Hak dan Kewajiban Pemegang IUP;