mata kuliah ini secara umum membahas sistem administrasi negara, khususnya di indonesia, pendekatan sistemik, konstruksi nilai, landasan sistem penyelenggaraan negara, serta mapu memahami konsep organisasi negara, kebijakan public, public budgeting, public personel administration, good governance, public enterprise dan public service
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
mata kuliah ini secara umum membahas sistem administrasi negara, khususnya di indonesia, pendekatan sistemik, konstruksi nilai, landasan sistem penyelenggaraan negara, serta mapu memahami konsep organisasi negara, kebijakan public, public budgeting, public personel administration, good governance, public enterprise dan public service
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Disampaikan pada Bimbingan Teknis DPRD Kota Balikpapan
Bandung, 9 Maret 2017
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara
LAN-RI Jl. Veteran No. 10 Jakarta
http://inovasi.lan.go.id
TEHNIK PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH YANG BERSIFAT PENETAPAN (KEPUTUSAN)Ahmad Medapri
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENCAKUP TAHAPAN PERENCANAAN, PENYUSUNAN, PEMBAHASAN, PENGESAHAN ATAU PENETAPAN, DAN PENGUNDANGAN
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptxEgi Fahroji
Dalam proses pembentukan undang-undang, terdapat transformasi visi, misi dan nilai yang diinginkan oleh lembaga pembentuk undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk aturan hukum. Proses pembentukan undang-undang diatur dalam Pasal 162 – 173 UU MD3 beserta perubahannya. Dalam hal ini proses pembentukan peraturan undang-undang memiliki beberapa proses yang harus dilewati sebelum disahkan menjadi sebuah peraturan undang-undang yang utuh, dan untuk itu kita harus mengetahui bagaimana proses tersebut terjadi.
Kelas Legislatif GmnI FISIP Undip: Studi Parlemen, Peran Lembaga Perwakilan D...DPK GmnI FISIP Undip
Kelas Legislative merupakan wadah aktualisasi dalam rangka menambahkan kepekaan dan wawasan kita terhadap parlemen.
Agenda Kelas GmnI FISIP Undip, merupakan agenda yang dikemas melalui mekanisme seminar (webinar). Tema kelas legislatif pertama mengusung judul Peran Lembaga Perwakilan Dalam Ketatanegaraan Indonesia yang diadakan pada Rabu, 17 Maret 2021.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, disingkat KUH Acara Pidana atau KUHAP (bahasa Belanda: Herziene Inlandsche Reglement atau HIR)) adalah peraturan perundang-undangan Indonesia Hukum di Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan formal dari hukum pidana.
KUHAP adalah dasar hukum bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Pengadilan Agama untuk melaksanakan wewenangnya. Kitab ini mengatur tentang penyidikan, penyelidikan, penahanan, penangkapan, dan hal-hal lain yang menjadi prosedur dari tindak pidana yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelum berlakunya UU No. 8 Tahun 1981, hukum acara pidana di Indonesia diatur oleh Herziene Inlandsche Reglement, produk hukum warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berlaku lewat Staatsblad No. 44 Tahun 1941. HIR tetap berlaku sampai tiga dekade pertama kemerdekaan Republik Indonesia sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang Hukum yang mengamanatkan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum, salah satunya pada hukum pidana.
Selepas Sejarah Indonesia (1998–sekarang) dan munculnya institusi Mahkamah Konstitusi, KUHAP menjadi salah satu undang-undang yang terbanyak dimohonkan Permohonan Pengujian Perundang-undangan (PPU) dengan 63 kali permohonan; sebanyak 12 permohonan dikabulkan atau dikabulkan sebagian.[1] KUHAP pada masa Reformasi juga telah dilengkapi pelaksanaannya dengan undang-undang lain, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia. Oleh karena itu, beberapa pihak telah menggesa agar KUHAP tidak dapat diubah.[2]
Hakekat laporan polisi tentang tindak pidana
Mengenai “laporan”, pada butir 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 , yang isinya sama dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana pada Ketentuan Umum butir 2, dan yang sama juga dengan Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut KUHAP), dinyatakan : “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
Dengan demikian, maka hakekat laporan adalah merupakan suatu peristiwa yang telah dilaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang suatu tindak pidana, untuk dapat segera ditindaklanjuti oleh pejabat yang bersangkutan, yang dalam hal ini segera memasuki proses penyelidikan dan penyidikan.
Di samping pengertian tentang laporan tersebut, juga terdapat istilah “laporan polisi” sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Konsep dasar tentang negara adalah organisasi
tertinggi diantara satu kelompok
masyarakat yang mempunyai cita-
cita untuk bersatu hidup didalam
daerah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.
Similar to Penguatan Kapasitas Legislasi Anggota DPRD (20)
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan XVI, LAN RI
Jakarta, 6 Juni 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada Webinar Kebijakan Publik Series #4, Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI)
Jakarta, 16 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan pada Lokakarya Persiapan IKK 2024 dan Penganugerahan Hasil Pengukuran IKK Kemenkes Tahun 2023
Jakarta, 30 April 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan pada “Evaluasi Dampak Diklat”, diselenggarakan
oleh BPSDM Provinsi Jawa Timur
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH., MA
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara RI
Surabaya, 7 Maret 2024
Disampaikan pada “Rapat Koordinasi BPSDM se Kalimantan Utara
Tarakan, 29 Februari 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH., MA
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara RI
Materi Drum-up Kelas Inovasi, diperuntukkan bagi Tim Adhiganapraya LAN
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Kementerian Hukum dan HAM dengan tema “Mewujudkan Kebijakan yang Berkualitas untuk Kinerja Kemenkumham yang Berdampak”
Jakarta, 22 Februari 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Keynote Speech Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Jakarta, 15 November 2023
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada Temu Inovator (Innovation Summit) Kabupaten Bogor
30 Januari 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada Webinar Seri 2 ASN Belajar BPSDM Jawa Timur
18 Januari 2024
Belajar Bersama Widyaiswara LAN
Diselenggarakan oleh Pusbangkom TSK LAN
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
1. PENINGKATAN KAPASITAS LEGISLASI
ANGGOTA DPRD
Disampaikan dalam Diklat Peningkatan Kapasitas
Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi
Jakarta, 16 Nopember 2010
Tri Widodo W. Utomo
2. Sistematika Materi
Kondisi Kapasitas Legislasi
Fenomena Empirik
Faktor Penyebab Rendahnya Kapasitas Legislasi
Pemahaman Umum Peraturan Per-UU-an
Reformasi Per-UU-an di Daerah
PERDA dan Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah)
Jenis & Bentuk Produk Hukum Daerah (Permendagri No.
15/2006)
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah (Permendagri No.
16/2006)
Pengujian Peraturan Per-UU-an & Evaluasi Perda
Partisipasi Masyarakat
5. Bgmn Kapasitas Legislasi Parlemen?
Periode 2003-2009, MK telah menerima 247
permohonan Uji Materi thd UU, dan 58
diantaranya dinyatakan bertentangan dg UUD.
2009: 78 permohonan, 14 dikabulkan.
Mahfud MD: “Banyaknya ketentuan
perundangan yang dinyatakan inkonstitusional
menunjukkan kemampuan legislasi anggota
DPR rendah”.
Sumber: Refleksi Kinerja MK, 29/12/2009
6. Bgmn Kapasitas Legislasi DPRD?
Banyaknya PERDA bermasalah:
Diskoneksi Tujuan dan Isi (Konsistensi Pasal): 3,1%.
Ketidakjelasan Obyek dan Subyek: 7,9%.
Ketidakjelasan Hak dan Kewajiban Wajib Pungut: 7,9%.
Ketidakjelasan Standar Waktu, Biaya, Prosedur & Struktur
Tarif: 22,7%.
Kelengkapan Yuridis: 5,6%.
Relevansi Yuridis: 2,9%.
Acuan Yuridis tidak uptodate: 15,7%
Ketidaktepatan Filosofi dan Prinsip Pungutan: 4,5%
Menimbulkan Dampak Ekonomi Negatif: 9,2%.
Sumber: PKKOD (2003)
7. Fenomena Empirik
2001-2008, Kementerian Keuangan telah mengevaluasi 1.121
Raperda, dan 67% di antaranya dibatalkan (Kompas,
12/12/2008).
Perda yg dibatalkan sebagian besar soal pungutan. Dari 11.401
perda, 15% di antaranya di sektor perhubungan, 13% pertanian,
13% industri & perdagangan, dan 11% kehutanan (Kompas,
12/12/2008).
Di salah satu Kabupaten di Kalsel: Perda No. 12 Tahun 2003
tentang Pajak Kendaraan di Atas Air, namun isinya mengatur
tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air.
8. Dalam aspek atau materi yang sama, dibentuk / dikeluarkan dua
peraturan daerah.
Misal : pembentukan Dinas Pariwisata Jabar (Perda No. 5 tahun
1983) dan SOTK Dinas Pariwisata Jabar (Perda No. 5 tahun
1981).
SOTK dinas / lembaga tertentu diatur lebih dahulu dibanding
Perda pembentukan dinas / lembaga yang bersangkutan.
Contoh : SOTK dan Pembentukan Dinas Pariwisata Jabar.
Tata penomoran Perda tidak konsisten / tidak konsekuen.
Contoh : Perda Nomor 4 tahun 1974, dengan Perda Nomor 5
Dp.040/PD/ 1978.
Fenomena Empirik
11. Mahfud MD: 1) pemahaman thd legal drafting dan
aturan ketatanegaraan rendah; 2) UU/Perda yg
disusun adalah produk permainan politik; 3)
UU/Perda tdk mampu mengikuti perkembangan
masyarakat.
Kurangnya pengetahuan dan minat anggota legislatif
dalam tugasnya (Jan Michiel Otto dkk, Using
Legislative Theory to Improve Law and Development
Projects, 2004).
Mengapa Kapasitas Legislasi Rendah?
12. Kualitas rata-rata anggota DPR belum bisa diharapkan
menghasilkan UU yang baik;
DPR belum sepenuhnya memiliki sistem yang baik
dalam menyerap aspirasi masyarakat dan belum
memberikan informasi thd perkembangan
pembahasan sebuah RUU;
DPR tidak mendapatkan dukungan teknis yang
memadai, terutama dukungan tim ahli, akses data
dan informasi serta dukungan teknis lainnya;
(Lukman Hakim Saifuddin, 2007)
Mengapa Kapasitas Legislasi Rendah?
13. Pemahaman Umum:
Teori Stufenbau Hans Kelsen
Grundnorm adalah dasar berlaku dari semua kaedah yg berasal dari
sistem tata hukum.
Psl 3 UU 10/2004: UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan.
Grundnorm
Individual Norm
Norma
Individu
Norma
Umum
Norma Dasar
Peraturan Perundang-Undangan
14. Lex Superiori derogat legi Inferiori
Lex Posteriori derogat legi Anteriori
Lex Specialis derogat legi Generalis
Inferior
Superior
Lama Baru
Generalis Specialis
Pemahaman Umum:
Prinsip Umum Peraturan Per-UU-an
15. LAMA BARU
UU 5/1974 Sebagai unsur Pemda, DPRD
memegang kekuasaan mengatur
(reglementaire pouvoir) dan kekuasaan
melaksanakan (executive pouvoir)
UU 22/1999 dan UU 32/2004 DPRD
hanya memiliki kekuasaan pengaturan
(regulatory / reglementaire pouvoir)
Perda dibentuk untuk menerjemahkan amanat
peraturan yang lebih tinggi (lex inferiori), atau
membuat hukum yang telah ada
pengaturannya secara umum (lex specialis)
Perda tidak hanya berfungsi sebagai
penerjemah peraturan yang lebih tinggi atau
sebagai lex specialis, tetapi juga untuk
menciptakan hukum baru (law making)
Perda tidak masuk dalam Tata Urutan
Peraturan Per-UU-an (Tap MPRS XX/1966)
Perda diakui sebagai salah satu Tata Urutan
Peraturan Per-UU-an (Tap MPR III/2000
dan UU No. 10/2004)
Daerah hanya memiliki 2 bentuk peraturan
perundangan di tingkat top managerial (Perda
dan Keputusan Kepala Daerah)
Selain Perda dan Keputusan KDH, Daerah
juga memiliki produk hukum berupa
Peraturan KDH, shg Beschikking dan
Regeling dapat dipisahkan secara tegas.
Belum adanya kriteria baku dan konkrit dalam
penyusunan peraturan perundangan di daerah
Telah lahir Permendagri No. 15 dan 16
Tahun 2006.
16. PERDA & Otonomi Daerah
PERDA adalah Peraturan Per-UU-an yang dibentuk oleh
DPRD dengan persetujuan Kepala Daerah.
UU No. 32/2004 Pasal 136 menyebutkan:
(1) PERDA ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat
persetujuan bersama DPRD.
(2) PERDA dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah provinsi/kabupaten/kota.
(3) PERDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan per-UU-an yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
(4) PERDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan /atau peraturan
per-UU-an yang lebih tinggi.
17. Kapan materi tertentu diatur dlm
Perda, Per. KDH, atau Kep. KDH?
Mengikat masyarakat umum, membebankan kewajiban
tertentu kepada penduduk, mengurangi kebebasan warga
negara, atau memuat keharusan & larangan tertentu.
Ada penyebutan secara limitatif dari peraturan perundangan
yg lebih tinggi (UU, PP, Kepres) bahwa suatu aspek tertentu
harus / dapat diatur dengan Perda.
Untuk melaksanakan pasal-pasal atau ketentuan dalam
peraturan perundangan yg lebih tinggi yg tidak disebutkan
secara limitatif, namun dipandang memiliki bobot kepentingan
yg luas untuk daerah ybs dan masyarakatnya.
Melaksanakan peraturan perundangan dalam bidang legislatif
(UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susduk MPR/DPR/DPRD, dsb).
18. Melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perda yg disebutkan
secara limitatif-enunsiatif.
Melaksanakan pasal-pasal atau ketentuan dalam Perda yg tidak
disebutkan secara limitatif, namun dipandang memiliki bobot
kepentingan yg umum dan luas untuk daerah ybs.
Melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perda yg disebutkan
secara limitatif.
Melaksanakan pasal-pasal atau ketentuan dalam Perda yg tidak
disebutkan secara limitatif, namun dipandang memiliki bobot
kepentingan yg konkrit dan spesifik untuk daerah ybs.
Menjalankan fungsi sebagai kepala pemerintahan di daerah
(executive pouvoir).
Menjalankan tugas-tugas pembantuan yg dibebankan oleh
pemerintah tingkat atasnya.
19. Kejelasan tujuan;
Kelembagaan atau organ pembentuk yg tepat;
Kesesuaian antara jenis & materi muatan;
Dapat dilaksanakan;
Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
Kejelasan rumusan; dan
Keterbukaan (Ps. 137 UU No. 32/2004).
20. Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan
biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau
sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan
perundangan.
Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling
lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda
selain yg dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yg
diatur dalam peraturan perundangan lainnya.
(Pasal 143)
21. Pengesahan PERDA (Pasal 144)
Rancangan Perda yg telah disetujui bersama oleh DPRD dan
KDH disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada KDH untuk
ditetapkan sebagai Perda.
Penyampaian rancangan Perda tsb dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.
Rancangan Perda ditetapkan oleh KDH paling lama 30 hari sejak
rancangan tersebut disetujui bersama.
Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan KDH dalam waktu
yg ditentukan, rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda
dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam LD.
Rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini
dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.
Kalimat pengesahan tsb harus dibubuhkan pada halaman
terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam
LD.
22. Legal Problem
Ancaman Judicial Review;
Political will KDH untuk melaksanakan
amanat Perda tersebut menjadi rendah;
Persfektif HAN tidak dibenarkan, karena
disini akan muncul Kop KEPALA DAERAH
(Gubernur / Bupati / Walikota).
23. Penyampaian & Pembatalan PERDA
(Pasal 145)
Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 hari setelah
ditetapkan.
Perda yg bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi dapat dibatalkan
oleh Pemerintah.
Keputusan pembatalan tsb ditetapkan dengan Peraturan
Presiden paling lama 60 hari sejak diterimanya Perda.
Paling lama 7 hari setelah keputusan pembatalan, KDH harus
memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD
bersama KDH mencabut Perda dimaksud.
Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima
keputusan pembatalan dengan alasan yg dapat dibenarkan, KDH
dapat mengajukan keberatan kepada MA.
Apabila keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan
MA tsb menyatakan Perpres menjadi batal dan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
24. Evaluasi Raperda APBD (Ps 185)
Raperda APBD Prov. yg telah disetujui bersama, sebelum
ditetapkan oleh Gubernur, paling lambat 3 hari disampaikan kpd
Mendagri untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi disampaikan Mendagri kpd Gubernur paling
lambat 15 hari terhitung sejak diterimanya rancangan tsb.
Apabila Mendagri menyatakan hasil evaluasi Raperda APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundangan yg lebih tinggi, Gubernur menetapkan menjadi
Perda.
Apabila sebaliknya, Gubernur bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 hari terhitung sejak diterimanya
hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan
DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan Raperda APBD menjadi
Perda, Mendagri membatalkan Perda dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
25. Proses penetapan Raperda yg
berkaitan dengan pajak daerah,
retribusi daerah, dan tata ruang
daerah menjadi Perda, berlaku Pasal
185 & Pasal 186, BUKAN pasal 145 !!
Pasal 189
26. Siapa yg berwenang membatalkan
PERDA?
Pasal 145 UU No. 32/2004 Peraturan Presiden.
Pasal 185 UU No. 32/2004 Kepmendagri untuk
Perda APBD, PDRD dan Tata Ruang Prov.
Pasal 186 UU No. 32/2004 Kep. Gubernur
untuk Perda APBD, PDRD dan Tata Ruang
Kab/Kota.
PP No. 79/2005 Peraturan Presiden atau
Peraturan Menteri.
27. Potensi konflik Daerah (KDH + DPRD) dengan
Pemerintah Pembatalan oleh Pemerintah atau
Depdagri (APBD, PDRD).
Potensi konflik di Daerah (antara KDH dengan DPRD)
Peraturan KDH tentang APBD (ps 187). apakah
tdk bertentangan dg prinsip “representasi”?
Apakah Mendagri dianggap memiliki “kewenangan
atribusi (delegasi legislatif)“ untuk membatalkan
Perda?
28. Permendagri No. 15/2006 ttg
Jenis & Bentuk Produk Hukum Daerah
Jenis Produk Hukum Daerah terdiri atas:
Peraturan Daerah;
Peraturan Kepala Daerah;
Peraturan Bersama Kepala Daerah;
Keputusan Kepala Daerah; dan
Instruksi Kepala Daerah.
1-3 bersifat Pengaturan; 4-5 bersifat Penetapan.
29. Permendagri No. 16/2006 ttg
Dur Sun Produk Hukum Daerah
Penyusunan produk hukum daerah yg bersifat pengaturan
dilakukan berdasarkan Prolegda, yakni instrumen perencanaan
pembentukan produk hukum daerah yg disusun secara
terencana, terpadu & sistematis.
Penyusunan rancangan produk hukum daerah dilakukan oleh
SKPD, dan dapat didelegasikan kpd Biro / Bagian Hukum.
Dibentuk Tim Antar SKPD diketuai oleh Pimpinan SKPD
pemrakarsa atau pejabat yg ditunjuk oleh KDH dan Kepala Biro /
Bagian Hukum sbg sekretaris.
Pembahasan rancangan produk hukum daerah dititik-beratkan
pada permasalahan yg bersifat prinsip mengenai: objek yg
diatur, jangkauan, dan arah pengaturan.
30. Pasal 8 -13
Rancangan produk hukum daerah yg telah dibahas harus
mendapatkan paraf koordinasi Kepala Biro / Bagian Hukum dan
pimpinan SKPD ybs. Selanjutnya rancangan tsb diajukan kpd
KDH via Sekda.
Sekda dapat melakukan perubahan / penyempurnaan thd
rancangan tsb & mengembalikan kpd pimpinan SKPD terkait.
Hasil penyempurnaannya, diajukan kembali kpd Sekda dengan
memberikan paraf koordinasi.
Produk hukum daerah yg berupa rancangan Perda atas
prakarsa KDH disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan
pembahasan. Untuk itu dibentuk Tim Asistensi yg diketuai oleh
Sekda atau pejabat yang ditunjuk oleh KDH. Sekretariat Tim ini
adalah Biro / Bagian Hukum.
Pembahasan rancangan Perda atas inisiatif DPRD
dikoordinasikan oleh Sekda atau Pimpinan SKPD terkait.
31. Pasal 14 -16
Penyusunan produk hukum daerah yg bersifat penetapan
dilakukan oleh Pimpinan SKPD berdasarkan Tupoksinya.
Produk hukum tsb diajukan kpd Sekda setelah mendapat
paraf koordinasi dari Kepala Biro / Bagian Hukum.
Produk hukum daerah yg bersifat penetapan
ditandatangani oleh KDH, atau dapat didelegasikan kepada
Sekda.
Penomoran produk hukum daerah yg bersifat pengaturan
menggunakan nomor bulat.
Penomoran produk hukum daerah yg bersifat penetapan
mengggunakan nomor kode klasifikasi.
32. Pengujian Peraturan Per-UU-an
Sejak lama kita menganut prinsip hukum sipil Romawi
(Roman civil law) bahwa “undang-undang tidak dapat
diganggu-gugat” (onschendbaarheid van de wet).
Baru thn 2003 dibentuk Mahkamah Konstitusi yg
memiliki tugas / wewenang untuk menguji UU thd UUD
1945 (UU No. 24/2003).
Ada 2 tingkatan Judicial review:
Tingkat UU kompetensi MK
Tingkatan dibawah UU kompetensi MA
Bagaimana dengan Executive Review dan Legislative
Review?
33. Kategori Mahkamah Agung Pemerintah
Jenis Review Judicial review Executive Review
Bentuk Review Permohonan Keberatan 1. Pengawasan preventif terhadap
Raperda bermuatan APBD,
pajak dan retribusi daerah serta
tata ruang
2. Pengawasan represif terhadap
semua Perda yang dihasilkan
daerah
Lembaga yang
melakukan review
Mahkamah Agung Depdagri dibantu dengan:
Departemen Keuangan
Departemen PU
Depkumham
Sifat kewenangan
lembaga yg mereview
Pasif, menunggu datangnya
permohonan
Aktif melakukan pengawasan,
evaluasi terhadap seluruh Perda
Kapasitas Lembaga Menyelesaikan sengketa peraturan
perundangan yg timbul dibawah
undang-undang terhadap undang-
undang (konflik norma)
Dalam rangka pengawasan dan
pembinaan terhadap pemerintah
daerah
Standar pengujian 1. Bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi
2. Pembentukannya tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
1.Bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi
2.Bertentangan dengan kepentingan
umum
34. Evaluasi PERDA
Dimensi Formal (bentuk dan jenis Per-UU-an lih.
Permendagri 15/2006). Penyimpangan thd dimensi
formal akan berdampak pada status “nietig”. jo.
“wetmatigheid”
Dimensi Material (substansi / isi, dampak content
analysis). Penyimpangan thd dimensi material akan
berdampak pada status “vernietig baar”. jo.
“rechtmatigheid”
Dimensi Keterkaitan / Harmonisasi duplikasi?,
bertentangan?
35. Mekanisme Evaluasi PERDA
Top-down
o Pemerintah thd Daerah
o Mendagri thd Provinsi (cq. APBN, PDRD, TR)
o Gubernur thd Kab/Kota
Self-Assessment
o Perlu obyektivitas ttg kriteria, indikator, dan
pembobotan.
o Perlu pedoman teknis ttg prosedur, akibat hukum
jika ya/tidak, dll.
36. PERDA dan
Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melanggar hukum (onrechmatige
overheidsdaad),
Perbuatan menyalahgunakan / melampaui
wewenang (detournement de pouvoir),
Perbuatan sewenang-wenang (abus de
droit).
37. Partisipasi Masyarakat
Pembentukan Perda harus mengikutsertakan stakeholders melalui
mekanisme partisipasi masyarakat Psl 53 UU 10/2004 & Psl 139
UU 32/2004 menyatakan: “Masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan atau tertulis, baik dalam tahap penyiapan
maupun pembahasan RUU dan Ranperda”.
Partisipasi dapat dibangun melalui “Forum Warga” dan “Jaring
Asmara” antara Perguruan Tinggi-Ormas-Profesi-LSM; Konsultasi
Publik, dsb.
Bentuk2
partisipasi masyarakat dapat diekspresikan melalui:
o Prakarsa untuk mengatur sesuatu.
o Prakarsa dalam proses penyusunan.
o Prakarsa dalam memberikan pendapat.
o Prakarsa dalam memberikan penilaian.
o Prakarsa dalam memberikan kontrol.
38. Partisipasi Publik di Afrika Selatan
Working draft pertama 5 juta , 11 bahasa.
Working draft kedua 7 juta , 11 bahasa.
Rekaman kaset & Braille buat tuna netra.
1 juta komik HAM + Guidance untuk guru.
National Constitution Week.
Hasilnya:
o 73%, 18,5 juta terjaring proses kampanye
Constitutional Assembly.
o 84% perduli & ingin membaca konstitusi.