Dokumen tersebut membahas tentang pembangunan ekonomi daerah, termasuk definisi, proses, dan indikatornya seperti distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) antar provinsi, PDRB per kapita, pengeluaran konsumsi rumah tangga, indeks pembangunan manusia, tingkat kemiskinan, kontribusi sektoral terhadap PDRB, dan faktor penyebab ketimpangan antar daerah.
1. SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
BINA BANGSA BANTEN
Gilang Jupriono || 5V-MA || 11140081
PEREKONOMIAN INDONESIA
“Pembangunan Ekonomi Daerah”
DOSEN : Ade Fauji, SE., MM
2. PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola
sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.
3. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan
pembentukan institusi baru, pembangunan industri
industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja
yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan
pengembangan perusahaan-perusahan baru.
4. 1. Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi
Distribusi PDB Nasional menurut provinsi merupakan
indikator utama di antara indikator lain yang umum
untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil
pembangunan ekonomi di suatu negara. Jika PDRB
relatif sama antar povinsi, maka PDB nasional relatif
merata ntar provinsi, sehingga ketimpangan
pembangunan antar provinsi relatif kecil.
5. 2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi
Karena tujuan dari pembangunan ekonomi adalah
miningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ini umum
diukur dengan pendapatan rata-rata per kapita, maka
distribusi PDB Nasional menurut provinsi menjadi
indikator yang tidak berarti dalam mengukur
ketimpangan pembangunan ekonomi regional jikatidak
dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per
kapita.
6. 3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi
Pengeluran Konsumsi C Rumah Tangga (RT) per
kapita per provinsi merupakan salah satu indikator
alternatif yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat
perbedaan dalam tingkat kesejahteraan penduduk
atntar provinsi. Konsepnya adalah semakin tinggi
pendapatan per kapita suatu daerah, maka akan
semakin tinggi juga pengeluaran konsumsi per kaita di
daerah tersebut. Dalam hal ini juga terdapat 2 asumsi,
yaitu sifat menabung dari masyarakat tidak berubah (S
terhadap PDRB tidak berubah) dan pangsa kredit di
dalam RT juga konstan.
7. Penghitungan pengeluaran konsumsi rumah tangga
dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:
1). Pengeluaran konsumsi rumah tangga di pasar suatu daerah
adalah pembelian langsung di pasar tersebut baik oleh
penduduk maupun rumah tangga bukan penduduk daerah
tersebut.
2). Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi pembelian langsung di pasar
tersebut, ditambah dengan pembelian langsung penduduk daerah ini yang
dilakukan di luar negeri atau daerah lain, dikurangi dengan pembelian
langsung di pasar domestik oleh rumah tangga di luar penduduk daerah
tersebut.
8. Konsumsi Rumah Tangga Kelompok Makanan
Perkiraan konsumsi kelompok makanan menggunakan model
fungsi eksponensial. Model ini dipilih berdasarkan pada
asumsi bahwa tiap penambahan pendapatan akan
Menyebabkan pertambahan tingkat konsumsi, tetapi pada
Suatu ketika, saat keinginan konsmsi mencapai titik jenuhnya,
maka konsumsi tersebut mulai menurun, dengan membentuk
kurva seperti parabola.
9. Konsumsi Rumah Tangga Kelompok Bukan
Makanan
Perkiraan konsumsi rumah tangga untuk kelompok bukan
makanan menggunakan model regresi linier. Maksudnya
setiap kenaikan pendapatan akan cenderung selalu diikuti
oleh penambahan permintaan konsumsi kelompok bukan
makanan misalnya permintaan akan pakaian, hiburan, dan
Lain sebagainya.
10. Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini,
yaitu PDB (untuk konteks nasional) dan PDRB (untuk
konteks regional), ternyata hanya dapat melihat
pembangunan ekonomi saja. Oleh karena
itu, dibutuhkan suatu indikator yang lebih
komprehensif, sehingga tidak hanya menangkap
perkembangan perekonomian tetapi juga
perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan
manusia.
11. Pembangunan manusia memiliki banyak
dimensi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar
pembangunan manusia denganmelihat
perkembangannya. Penghitungan IPM sebagai
indikator pembangunan manusia memiliki tujuan
penting, yaitu:
Membangun indikator guna mengukur dimensi dasar
pembangunan manusia dan perluasan kebebasan
memilih.
Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran
tersebut sederhana.
12. LANJUTAN…
Membentuk satu indeks komposit dibanding
menggunakan sejumlah indeks dasar.
Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek
sosial dan ekonomi. Indeks tersebut merupakan
indeks dasar yang tersusun dari dimensi umur
panjang dan kehidupan yang sehat, dengan
indikator angka harapan hidup, pengetahuan, yang
diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi
dari angka partisipasi sekolah, dan standar hidup
yang layak, dengan indikator PDRB per kapita
(Purchasing Power Parity).
13. Tingkat Kemiskinan
Pemerintah memperkirakan angka kemiskinan nasional
pada 2009 berkisar 12-13,5 % atau lebih rendah dari 2008
yang mencapai 15,4 %. Pada 2008, pada Rapat Kerja
dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, BPS
mengeluarkan laporan tingkat kemiskinan di tanah air
mancapai 15,4 %. Dengan berbagai program 2009 dan
dana pendamping diperkirakan akan berkurang menjadi 12
hingga 13,5 % angka kemiskinan.
14. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
Bicara tentang kontribusi sektoral PDRB, kita perlu suatu
daerah untuk dijadikan contoh. Sebut saja provinsi
Bengkulu Utara. Data PDRB yang merupakan salah satu
indikator ekonomi daerah menunjukkan ternyata selama
jangka waktu analisis sejak tahun 2003 sampai dengan
tahun 2007, kontribusi masing-masing sektor ekonomi
terhadap PDRB Kabupaten Bengkulu Utara tidak
mengalami banyak perubahan.
15. Faktor Penyebab Ketimpangan
Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
Terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.
Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan
tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai
tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah.