Pembangunan ekonomi daerah adalah proses kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengelola sumber daya lokal dan membentuk kerja sama dengan sektor swasta guna menciptakan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
2. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat
pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber
daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan
yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan,
dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses
3. 1. Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi
Distribusi PDB Nasional menurut provinsi merupakan indikator
utama di antara indikator lain yang umum untuk mengukur
derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu
negara. Jika PDRB relatif sama antar povinsi, maka PDB nasional
relatif merata ntar provinsi, sehingga ketimpangan pembangunan
antar provinsi relatif kecil.
2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi
Karena tujuan dari pembangunan ekonomi adalah miningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan ini umum diukur dengan
pendapatan rata-rata per kapita, maka distribusi PDB Nasional
menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam
mengukur ketimpangan pembangunan ekonomi regional jika tidak
dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per kapita.
3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi
Pengeluran Konsumsi C Rumah Tangga (RT) per kapita per
provinsi merupakan salah satu indikator alternatif yang dapat
dijadikan ukuran untuk melihat perbedaan dalam tingkat
kesejahteraan penduduk atntar provinsi. Konsepnya adalah
semakin tinggi pendapatan per kapita suatu daerah
4. 4. Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran pembangunan yang digunakan
selama ini, yaitu PDB (untuk konteks
nasional) dan PDRB (untuk konteks
regional), ternyata hanya dapat melihat
pembangunan ekonomi saja. Oleh karena
itu, dibutuhkan suatu indikator yang lebih
komprehensif, sehingga tidak hanya
menangkap perkembangan perekonomian
tetapi juga perkembangan aspek sosial dan
kesejahteraan manusia.
5. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan
manusia memiliki tujuan penting, yaitu:
Membangun indikator guna mengukur dimensi dasar
pembangunan manusia dan perluasan kebebasan
memilih.
Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga
ukuran tersebut sederhana.
Membentuk satu indeks komposit dibanding
menggunakan sejumlah indeks dasar.
Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek
sosial dan ekonomi. Indeks tersebut merupakan
indeks dasar yang tersusun dari dimensi umur
panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator
angka harapan hidup, pengetahuan.
6. Di Indonesia penghitungan IPM pertama kali
dilakukan atas kerjasama BPS dan UNDP
Indonesia pada tahun 1996. IPM yang
dihasilkan menunjukkan hasil bandingan
antar Provinsi di Indonesia periode tahun
1990 dan 1993. Oleh karena Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai sumber
data penghitungan IPM baru dilaksanakan
tahu 1990, maka indeks sebelum tahun
tersebut tidak dapat dilakukan.
7. Tingkat Kemiskinan
Pemerintah memperkirakan angka
kemiskinan nasional pada 2009 berkisar 12-
13,5 % atau lebih rendah dari 2008 yang
mencapai 15,4 %. Pada 2008, pada Rapat
Kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) RI, BPS mengeluarkan laporan tingkat
kemiskinan di tanah air mancapai 15,4 %.
Dengan berbagai program 2009 dan dana
pendamping diperkirakan akan berkurang
menjadi 12 hingga 13,5 % angka
kemiskinan.
8. 5. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
Bicara tentang kontribusi sektoral PDRB, kita
perlu suatu daerah untuk dijadikan contoh.
Sebut saja provinsi Bengkulu Utara. Data
PDRB yang merupakan salah satu indikator
ekonomi daerah menunjukkan ternyata
selama jangka waktu analisis sejak tahun
2003 sampai dengan tahun 2007, kontribusi
masing-masing sektor ekonomi terhadap
PDRB Kabupaten Bengkulu Utara tidak
mengalami banyak perubahan.
9. 7. Faktor Penyebab Ketimpangan
A. Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah.
Ekonomi daerah dengan konsentrasi
kegiatan ekonomi tinggi cenderung
tumbuh pesat.
10. B. Alokasi Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan pola
serupa adalah distribusi investasi (I) langsung,
baik yang bersumber dari luar negeri (PMA)
maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan
teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar,
bahwa krangnya I di suatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
masyarakat per kapita di wilayah tersebut
menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan
ekonomi yang produktif, seperti industri
manufaktur.
11. C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah
antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda
semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi
migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara
semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya
naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik
kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini dengan
sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya
lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini
tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya
lapisan ini sangat substansial, karena menopang
“ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya
12. D. Perbedaan SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah
yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan
tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA
dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan.
E. Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang
disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata,
dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya menyebabkan
pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda. Contoh kasusnya, kita
tengok ke daerah Tegal.
Penduduk Kota Tegal pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari
laki-laki 123.792 jiwa (50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %)
dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun, sedangkan jumlah penduduk usia
produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86 %)
F. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga
menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya
ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi
dan komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang
modal, input perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan
jasa. Ketidaklancaran perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan
pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan sisi penawaran (Supply).
13. 8. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
A. Teori Basis Ekonomi
Teori ini berdasarkan pada ekspor barang (komoditas).
Sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju
pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan
pendapatan. Proses pengembangan kawasan adalah
merespon permintaan luar negeri atau dalam negeri atau
di luar nodalitas serta multiplier effect ( Geltner, 2005).
Teori ini hanya mampu memprediksi jangka pendek dan
tidak mampu merespon perubahan jangka panjang. Hanya
menekankan perlunya mengembangkan sektor industri non
basis, tidak mengenal bahwa ekonomi regional adalah
mengintegrasikan seluruh aktivitas ekonomi yang saling
mendukung.