1. MAKALAH RESUME MATERI 9-14
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi
Dosen: Ade Fauji, SE.,MM
Dibuat Oleh:
Siti Patonah
11150346
7-N MSDM
JURUSAN MANAJEMEN
KONSENTRASI SUMBER DAYA MANUSIA
PROGRAM PENDIDIKAN STRATA -1 (S-1)
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2019
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Serang, 1 Februari 2019
Penyusun
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 4
1.1 PENILAIAN PRESTASI KERJA......................................................................................... 4
1.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja .......................................................................................... 4
1.1.3 Elemen Penilaian Kinerja .............................................................................................. 6
2.2 KONSEP DASAR KOMPENSASI ...................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Kompensasi.................................................................................................7
2.1.2 Jenis-jenis kompensasi ..................................................................................................8
2.1.3 tujuan pemberian kompensasi ........................................................................................ 8
2.1.4 Kriteria Keberhasilan Sistem Kompensasi ......................................................................8
3.1 LANGKAH-LANGKAH MERUMUSKAN KEBIJAKAN DANMEMBUAT SISTEM
KOMPENSASI...................................................................................................................... 10
3.1.1 Sistem Kompensasi..................................................................................................... 10
3.1.2 Asas-Asas dalam Kompensasi...................................................................................... 10
3.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi ............................................................ 13
4.1 SURVEY BENCHMARKINGKOMPENSASI .................................................................. 15
4.1.1 Metode Benchmarking ................................................................................................ 15
4.1.2 Manfaat Benchmark.................................................................................................... 16
4.1.3 Dasar Pemikiran Perlunya Benchmarking ..................................................................... 19
4.1.4 Evalusi konsep benchmarking...................................................................................... 20
4.1.5 Jenis-jenis benchmarking............................................................................................. 21
4.1.6 Proses Benchmarking .................................................................................................. 22
4.1.7 Persyaratan Benchmarking .......................................................................................... 24
4.1.8 Kendala- Kendala BenchMarking................................................................................. 24
5.1 KOMPENSASI FINANSIAL LANGSUNG........................................................................ 25
6.1 TUNJANGAN NON FINANSIAL..................................................................................... 28
4. BAB I
PEMBAHASAN
1.1 PENILAIAN PRESTASI KERJA
1.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W. adalah proses untuk
mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara
membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu
standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat
dibuat baik secara kualitatif maupun Penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394)
merupakan suatu sistem formal yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja
individu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223)
mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
1. Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap
kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukandengan mengacu pada hasil analisa
jabatan.
2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak
manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk.
Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar
atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak
manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di
organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan
pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat
benang merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja
merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung
kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian
dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap standar yang telah ditetapkan
atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
5. 1.1.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan
pegawai yang dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk
mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan
siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3. Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan
potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja
kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di
bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber
daya manusia.
8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak
diskriminatif.
9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya
faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-
faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya
manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai
itu sendiri.
6. 1.1.3 Elemen Penilaian Kinerja
Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau
patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan
dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan
adanya penilaian kinerja ini.
Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan
fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas
(sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum
(legal appropriateness).
Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan
mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346).
Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan
kinerja sebenarnya yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif.
Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang
melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif
berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang
melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.
Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang
diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei langsung,
atau meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan
dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja aktual.
7. Bias dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian
yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis
pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan
masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,
promosi/demosi, dan penempatan pegawai.
2.2 KONSEP DASAR KOMPENSASI
2.1.1 Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:54). Kompensasi berbentuk uang, artinya gaji
dibayar dengan sejumlah uang kartal kepada karyawan yang bersangkutan. Kompensasi
berbentuk barang, artinya gaji dibayar dengan barang. Misalnya gaji dibayar 10% dari
produksi yang dihasilkan. Di Jawa Barat penunai padi upahnya 10% dari hasil padi yang
ditunai.
Kompensasi merupakan istilah yang berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial
(financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka
dengan sebuah organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi berupa finansial karena
pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi bisa langsung diberikan
kepada karyawan, ataupun tidak langsung, dimana karyawan menerima kompensasi dalam
bentuk-bentuk non moneter.
Beberapa terminologi dalam kompensasi :
Upah/gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji perjam (semakin
lama kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis bayaran yang
kerap digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Sedangkan gaji
(salary) umumnya berlaku untuk tarif mingguan, bulanan atau tahunan.
Insentif, (incentive) merupakan tambahan-tambahan gaji diatas atau diluar gaji atau
upah yang diberikan oleh organisasi. Program-program insentif disesuaikan dengan
memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan, keuntungan-
keuntungan atau upaya-upaya pemangkasan biaya.
8. Tunjangan (Benefit). Contoh-contoh tunjangan seperti asuransi kesehatan, asuransi
jiwa, liburan-liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan-
tunjangan lainnya yang berhubungan dengan kepegawaian.
Fasilitas (Facility) adalah kenikmatan/fasilitas seperti mobil perusahaan, keanggotaan
klub, tempat parkir khusus.
2.1.2 Jenis-jenis kompensasi
Komponen-komponen dari keseluruhan program gaji secara umum dikelompokkan
kedalam kompensasi finansial langsung, tak langsung dan non finansial.
kompensasi finansial secara langsung berupa; bayaran pokok (gaji dan upah), bayaran
prestasi, bayaran insentif (bonus, komisi, pembagian laba/keuntungan dan opsi
saham) dan bayaran tertangguh (program tabungan dan anuitas pembelian saham)
kompensasi finansial tidak langsung berupa; program-program proteksi (asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja), bayaran diluar jam kerja
(liburan, hari besar, cuti tahunan dan cuti hamil) dan fasilitas-fasilitas seperti
kendaran,ruang kantor dan tempat parkir.
kompensasi non financial, berupa pekerjaan (tugas-tugas yang menarik, tantangan,
tanggung jawab, pengakuan dan rasa pencapaian). lingkungan kerja (kebijakan-
kebijakan yang sehat, supervise yang kompoten, kerabat yang menyenangkan,
lingkungan kerja yang nyaman).
2.1.3 tujuan pemberian kompensasi
menurut notoatmodjo (1998:67), tujuan dari kebijakan pemberian kompensasi
meliputi :
- menghargai prestasi karyawan.
- menjamin keadilan gaji karyawan.
- mempertahankan karyawan atau mengurangi turnover karyawan
- memperoleh karyawan yang bermutu.
- pengendalian biaya.
- memenuhi peraturan-peraturan..
2.1.4 Kriteria Keberhasilan Sistem Kompensasi
Menurut irianto (2001:103) dalam mengukur keberhasilan implementasi sistem
kompensasi, terdapat satu pertanyaan esensial yang harus dijawab, yaitu : “apa yang
9. seharusnya dapat dicapai organisasi dengan menerapkan sebuah sistim kompensasi
tertentu?”. pertanyaan tersebut mendasari organisasi dalam menilai keberhasilan suatu sistim
dengan kreteria-kreteria sebagai berikut:
- mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi
- sesuai dengan dan mendukung strategi dan struktur organisasi.
- menarik dan dapat mempertahankan individu yang berkompeten sesuai dengan
standar keahlian yang ditetapkan.
- menetapkan spektrum yang lebih luas atas perilaku tugas (task behavior) yang
diinginkan dari seluruh anggota organisasi.
- merefleksikan ekuitas (persamaan-keadilan) bagi seluruh anggota organisasi.
- sejalan dengan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam suatu wilayah
yuriisdiksi tertentu dimana organisasi berada.
10. 3.1 LANGKAH-LANGKAH MERUMUSKAN KEBIJAKAN DAN MEMBUAT
SISTEM KOMPENSASI
3.1.1 Sistem Kompensasi
1. sistem waktu adalah kompensasi di tetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam,
minggu, atau bulan.
- kebaikan : mudah & besarnya tetap.
- kelemahan : perkerja males juga dibayar sama .
2. sistem hasil (output) adalah kompensasi ditetapkan berdasarkan unit yang dihasilkan
perkerja seperti per potong, liter kilogram.
- Kebaikan : motivasi karyawan, adil.
- Kelemahan : kualitas barang sering diabaykan.
3. Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa
didasarkan atas volume perkerjaan dan lama mengerjakannya.
- Besar/kecil kompensasi tergantung pada kecematan kalkulasi yang dilakukan.
3.1.2 Asas-Asas dalam Kompensasi
Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap Karyawan harus disesuaikan dengan
prestasi kerja, jenis pekerjaan,risiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan
memenuhi persyaratan internal konsistensi
Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas
adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan dan pemberian hadiah atau hukuman bagi
setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja yang baik, semangat kerja,
disiplin, loyalitas dan stabilisasi karyawan akan lebih baik.
Asas Layak dan Wajar
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat
normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi
didasarkan atas batas upah minimum pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
11. Kompensasi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan motivasi serta menciptakan
keinginan dan semangat karyawan dalam bekerja. Notoadmojo dalam Tohardi, (2002:414)
Tujuan dari kompensasi yang perlu diperhatikan yaitu:
Menghargai prestasi kerja
Dengan penghargaan organisasi terdapap prestasi kerja para karyawan, dengan
selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau performa karyawan sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh organisasi atau perusahaan misalnya produktivitas yang tinggi.
Menjamin keadilan
Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara
karyawan dan organisasi. Masing-masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai
dengan tujuan, fungsi, jabatan, dan prestasi kerja.
Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik para karyawan akan lebih betah bekerja pada
organisasi itu, ini berarti mencegah keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari
pekerjaan yang lebih menguntungkan.
Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon karyawan, dengan
banyaknya pelamar atau calon karyawan akan lebih banyak pula peluang memilih karyawan
yang lebih baik.
Pengendalian biaya
Dengan sistem kompensasi yang baik akan mengurangi seringnya melakukan rekruitmen,
sebagai akibat semakin seringnya karyawan yang keluar mencari pekerjaan yang lebih
menguntungkan ditempat lain. Hal ini berarti menghematkan biaya untul rekruitmen dan
seleksi calon karyawan baru.
12. Selanjutnya menurut Hasibuan, (2003:121) Tujuan kompensasi adalah:
Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan
dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati.
Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status
sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
Pengadaan efektif
Jika kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang Qualified untuk
perusahaan akan lebih mudah.
Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi
bawahannya.
Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang
kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn over relatif kecil.
Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin besar.
Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan
karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
Pengaruh pemerintah
13. Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti
batas upah minimum) maka intervensi pemerintahan dapat dihindarkan.
Selanjutnya menurut Gomes, (1997:131) menyatakan bahwa:
Tujuan kompensasi terbagi dari beberapa tingkat bagian yaitu:
1. Bagi para pejabat
Para pejabat terpilih ingin secara jelas menerapkan gaji sehingga mempermudah
pembuatan proyeksi anggaran.
2. Bagi para manager
Para manager instansi ingin sistem kompensasi dan tunjangan yang memungkinkan
mereka untuk merekrut mempertahankan pegawai dengan cukup baik guna mencapai tujuan-
tujuan program.
3. Bagi para pekerja
Para pekerja ingin mengajikan yang mencerminkan nilai keadilan dibandingkan dengan
pegawai lain dan berdasarkan sifat dari kerjanya.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan kompensasi adalah untuk
menghargai prestasi kerja, hendaknya memberikan kepuasan kepada semua pihak, karyawan
dapat memenuhi kebutuhannya, pengusaha mendapat laba, peraturan pemerintah harus
ditaati, serta untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, maka dengan pemberian
kompensasi ini karyawan dan perusahaan dapat memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku,
sehingga pemberian kompensasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
3.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemberian kompensasi,
perlu kiranya dikemukakan pendapat Malayu S.P. Hasibuan yang diungkapkan dalam
bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan (1994 : 144),
sebagai berikut :
“Penawaran dan permintaan tenaga kerja, kemampuan dan kesediaan perusahaan, serikat
buruh/organisasi karyawan, produktivitas kerja karyawan, undang-undang dan keppres, biaya
14. hidup, posisi jabatan karyawan, pendidikan dan pengalaman kerja, kondisi perekonomian
nasional, serta jenis dan sifat pekerjaan”.
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit
dibanding lowongan yang ada maka akan relatif besar.
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik tingkat
kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya jika kemampuan dan kesediaan perusahaan
kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin
besar. Jika yang terjadi sebaliknya maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi semakin besar
dan sebaliknya bila produktivitasnya buruk maka kompensasinya kecil.
5. Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas
upah/balas jasa minimum. Penetapan ini sangat penting agar pengusaha tidak sewenang-
wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan.
6. Biaya Hidup (Cost Of Living)
Bila biaya hidup didasrah tersebut tinggi maka tingkat kompensasi atau upah semakin
besar. Tetapi sebaliknya jika tingkat biaya hidup di daerah tersebut rendah maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
15. 7. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang memiliki posisi jabatan lebih tinggi maka akan menerima gaji/upah
lebih besar. Sebaliknya karyawan dengan jabatan lebih rendah akan memperoleh gaji
/kompensasi lebih kecil.
8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/balas jasanya
umumnya akan lebih besar dan sebaliknya.
9. Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat gaji/kompensasi akan
semakin besar. Sebaliknya jika kondisi perekonomian depresi maka tingkat gaji/kompensasi
rendah karena terdapat pengangguran.
4.1 SURVEY BENCHMARKING KOMPENSASI
4.1.1 Metode Benchmarking
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling
terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh
Robert Camp, dalam bukunya The search for industry best practices that lead to superior
performance. Productivity Press 1989.Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar
mudah, metode 12 tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses, fungsi,
output dsb.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa. Sebagai
contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di
perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover
karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda bisa
melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana
industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan.Anda
bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan
informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal.
16. 5. Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha.
Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan
membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya. Setelah
mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara
pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi
untuk implementasinya.
4.1.2 Manfaat Benchmark
Beberapa manfaat benchmark adalah:
memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis
memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan
menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik
mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah
membandingkan.
menjadi lebih berdaya saing.
memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan pembelajaran
Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan menjadi
(Ross, 1994 pp.239-240) :
Perubahan Budaya, Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru
yang realisitis berperan menyakinkan setiap orang dalam organisasi dan kredibilitas
target.
Perbaikan Kinerja Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam
kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki.
Peningkatan kemampuan sumber daya manusia memberikan dasar bagi pelatihan
Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan dengan apa yang
dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Keterlibatan karyawan dalam
memecahkan permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan kemampuan
dan keterampilan
17. Untuk dapat melakukan benchmarking yang berhasil, manajemen hendaknya
memahami terlebih dahulu proses-proses yang dimiliki. Beberapa hal yang penting
diperhatikan adalah:
manajemen melakukan pemetaan proses untuk mendefinisikan proses yang ada,
termasuk top-down flowcharts, wall maps, product process maps atau value-added
flow analysis,
mengidentifikasi harapan pelanggan terhadap proses yang dimiliki dengan cara
mereviu pengukuran kinerja proses yang ada dibandingkan dengan harapan
pelanggan,
menggunakan teknik analisis tertentu untuk memahami sebab-sebab inefisiensi dalam
proses (beberapa teknik seperti cause-effect diagram, Pareto diagram, dan control
charts,
mengidentifikasi target benchmark berbasis analisis kinerja pesaing, dan harapan
pelanggan.
David Kearns (CEO dari Xerox) menyatakan bahwa benchmarking adalah suatu proses
pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara kita terhadap pesaing kita yang
terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik.
Goetsch dan Davis mendefinisikannya sebagai proses pembanding dan pengukuran
operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik
dari dalam maupun dari luar industri (Tjiptono & Diana, 2003: 232-233; Yamit, 2002: 134).
Berbagai pengertian diatas jika dicermati memiliki banyak persamaan, yakni bahwa
tujuan utama patok duga adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses dan kemudian
mengadaptasi dan memperbaikinya agar dapat diterapkan pada perusahan yang melaksanakan
patok duga tersebut. Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara
sistematis, terus menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang
dilakukan secara diam-diam, kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan tidak
melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan
secara langsung dan mentah-mentah. Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru
dari paling hebat untuk membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini
dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar
informasi dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan.
18. Dari berbagai definisi diatas menurut Tjiptono (2003: 234) juga dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagaimana dan mengapa
suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-
tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan
lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar
kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dan lain-lain.
3. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll.
4. Kegiatan patok duga perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis. Dalam melakukan patok
duga, terdapat empat cara yang biasa digunakan, yakni:
Riset in-house. Cara ini dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadapat
informasi perusahan sendiri maupun informasi yang ada di publik. Perusahaan
hanya mencari informasi mengenai hasil kinerja perusahaan lain baik fungsi
maupun prosesnya.
Riset pihak ketiga. Cara yang ditempuh adalah dengan membiayai kegiatan patok
duga yang akan dilakukan perusahaan surveyor. Biasaya pihak ketiga ini
melakukan patok duga untuk informasi yang sulit di dapat dari pesaing bisnis.
Selain itu dapat pula diselenggarakan forum diskusi panel untuk memeperoleh
masukan yang luas dan banyak misalnya tentang keinginan pelanggan.
Pertukaran langsung. Pertukaran ini dilakukan untuk mengawali kunjungan
langsung, dan hal tersebut dilaksanakan melalui kuesioner, survey melalui
telepon, dan lainnya.
Kunjungan langsung. Cara keempat berupa kunjungan ke lokasi mitra patok duga.
Cara yang dianggap paling efektif ini, dilakukan dengan wawancara dan tukar
informasi (Tjiptono & Diana, 2003: 234).
19. 4.1.3 Dasar Pemikiran Perlunya Benchmarking
Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus
menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan secara
diam-diam, kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum.
Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan
mentah-mentah. Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat
untuk membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh
kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan
pengalaman yang sama-sama dibutuhkan Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat
yang menuntut kesiapan “fisik” dan “mental” pelakunya. Secara “fisik” , karena dibutuhkan
kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking
secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus
bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan
kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merjer
atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah mengemukakan
konsep benchmarking dalam bentuk “sederhana”. Konsep yang diajukan dengan bahasa Jawa
itu, adalah 3N, yaitu:
1. Niteni ‘memperhatikan dengan seksama
2. Niru ‘mencontoh/memanfaatkan
3. Nambahi ‘mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan
sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai
dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan acuan
pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan, pengelolaan dan meningkatkan
standar mutu Dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu institusi perlu
menetapkan standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan benchmarking sebagai
inspirasi atau cita-cita. Ada dua jenis benchmarking, yaitu benchmarking internal dan
benchmarking eksternal. Benchmarking internal upaya pembandingan standar antar
bagian/jurusan/fakultas/atau unit institusi. Benchmarking eksternal adalah upaya
pembandingan standar internal institusi terhadap standar eksternal institusi lain. Selain itu,
diperlukan masukan dari hasil monitoring, evaluasi diri, temuan audit mutu akademik
20. internal, permintaan tindakan koreksi (PTK), dan program peningkatan mutu sebagai cermin
kemampuan diri. Monitoring dilaksanakan untuk mengamati pelaksanaan standar. Hasil
monitoring menginformasikan tentang pelaksanaan standar, yang mencakup waktu, substansi,
dan tahap pelaksanaannya. Monitoring bermanfaat untuk meluruskan sesegera mungkin bila
terjadi ketidakpatuhan pelaksanaan terhadap rencana atau standar serta mengingatkan bila ada
kelalaian.
Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah proses. Evaluasi
diri harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya (reliability). Di atas dua
prinsip di atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas
(objectivity) dan kejujuran (honesty). Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif
sebuah institusi (perusahan/PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta
peningkatannya pada masa berikutnya. Selain benchmarking dan masukan internal,
diperlukan juga masukan dari stakeholders agar ada relevansi produk dengan stakeholders.
Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh faktor kepuasan
stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan seseorang/pengguna setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat stakeholders mengetahui dan
meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan pelanggan pun semakin
lama semakin meningkat. Kegiatan benchmarking pun juga harus dilaksanakan secara
berkelanjutan sehingga akan tercapai continuous quality improvement (CQI).
4.1.4 Evalusi konsep benchmarking
Menurut Watson, konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya lima
generasi, yaitu :
1. Reverse Engineering
Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan
kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing. Tahap ini tidak melibatkan proses patok
duga untuk bisnis, dan cenderung berorientasi teknis, dengan pendekatan rekayasa
produk termasuk membedah karateristik produk
2. Competitive Benchmarking
21. Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga melakukan patok
duga terhadap proses yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah produk
unggul. Generasi kedua ini berlangsung sekitar tahun 1976-1986.
3. Process Benchmarking
Konsep ini tidak hanya membatasi lingkupnya pada proses bisnis pesaing, tetapi
memiliki cakupan yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa beberapa proses
bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan
yang akan melakukan benchmarking.
4. Strategic Benchmarking
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif, implementasi
strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi
yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam
aliansi bisnis. Dalam konsep ini dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan arah
strategis jangka panjang.
5. Global Benchmarking
Generasi ini mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan bahwa
cakupan geografisnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra
global maupun pesaing global. Pengklasifikasian menjadi lima generasi tersebut
menurut
Tjiptono (2003: 237) tidak berarti bahwa generasi-generasi terdahulu sudah tidak
berlaku lagi. Pada praktiknya, kelima konsep tersebut masih berlaku hingga saat ini.
4.1.5 Jenis-jenis benchmarking
jenis-jenis Patok Duga yang dikenal adalah:
1. Benchmarking Internal
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasi suatu bagian dengan
bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, seperti kinerja setiap departemen,
divisi, dan cabang.
2. Benchmarking kompetitif
Patok duga kompetitif dilakukan dengan mengadakan perbandingan dengan berbagai
pesaing. Faktor yang dibandigkan dapat berupa karakteristik produk, kinerja, dan
fungsi dari produk yang sama yang dihasilkan pesaing dalam pasar yang sama.
22. 3. Benchmarking Fungsional
Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan fungsi atau proses dari
perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai industri.
4. Benchmarking Generik
Patok duga generik merupakan perbandingan pada proses bisnis fundamental yang
cenderung sama di setiap industri atau perusahaan, seperti penerimaan pesanan, dan
pengembangan strategi. Dalam hal-hal tersebut dapat diadakan patok duga meskipun
perusahaan itu berada di bidang industry yang berbeda.
Keempat jenis patok duga tersebut tidak meniadakan jenis khusus lain, seperti patok
duga strategik, patok duga operasional, dan patok duga global.
4.1.6 Proses Benchmarking
Proses benchmarking di dalam bisnis harus didasarkan pada konsep 5W2H yang
dikembangkan oleh Alan Robinson. Konsep ini ditujukan untuk menjawab 7 pertanyaa. Lima
pertanyaan ini diawali dengan huruf w, yaitu who, what, when, where dan why) dan sisa
kedua pertanyaan diawali dengan huruf h, yaitu how dan how much. Konsep 5W2H
merupakan langkah awal yang baik karena memfokuskan para partisipan dalam proses
benchmarking agar menjadi “mur dan baut” atau pengintegrasi utama dalam pelaksanaannya.
Jika perusahaan inisiator mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
5W2H tersebut pada akhir proses benchmarking, maka informasi akan membantu
perusahaan, misalnya, memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya terhadap kepuasaan
konsumen. Dr. Armand V. Feigenbaum dalam Harington dan Harington (1995)
memfokuskan perhatian pada 10 benchmarks yang langsung merupakan upaya perbaikan
(improvement effort).
10 benchmarks untuk keberhasilan kualitas (quality success), adalah :
- Kualitas adalah suatu company-wide process.
- Kualitas adalah apa yang dikatakan oleh pelanggan.
- Kualitas dan biaya adalah suatu penjumlahan, bukan suatu perbedaan.
- Kualitas membutuhkan antusiasme bersama individu dan tim kerja.
- Kualitas adalah suatu way of management.
- Kualitas dan inovasi saling tergantung secara mutual (timbal balik).
- Kualitas adalah suatu etika.
23. - Kualitas membutuhkan perbaikan terus menerus (continous improvement).
- Kualitas adalah paling efektif, least capital intencive route to produktivity.
- Kualitas diimplementasikan dengan suatu sistem total yang dikaitkan dengan
pelanggan (custumers) dan pemasok (suppliers).
Filosofi manajemen perbaikan total (total improvement management) melalui upaya
perbaikan 10 benchmarks yang diajukan oleh Dr. Armand Feigenbaum yang merupakan
Bapak Pengendalian Kualitas Terpadu (father of total quality control), didukung oleh Dr.
Joseph M. Juran, pakar kualitas yang lain, percaya bahwa suatu usaha perbaikan dikendalikan
melalui many small, step by step improvements, di mana masing-masing memberikan
penghematan kepada perusahaan.
Dr. Joseph M. Juran menggunakan analisis pareto untuk mendefinisikan beberapa
masalah kritis dan menugaskan tim kerja untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada
dalam perusahaan. Juran mengemukakan apa yang disebut sebagai the spiral of progress in
quality, apa yang dikemukakan Joseph M. Juran adalah serupa dengan yang dikemukakan
oleh Dr. Edward Deming yang terkenal dengan Roda Deming (Demings Wheel)
Kemudian oleh Goetsch dan Davis (1994, pp.416-423) diperinci menjadi 14 langkah, yaitu :
1. Komiten manajemen
2. Basis pada proses perusahaan itu sendiri
3. Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses perusahaan
4. Pemilihan proses yang akan di benchmarking
5. Pembentukan tim benchmarking
6. Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya (best-in-class)
7. Pemilihan calon mitra benchmarking best-in-class
8. Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking
9. Pengumpulan data
10. Analisis data dan penentuan gap
11. Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesejangan yang ada atau bahkan
mengunggulinya
12. Implementasi perubahan
13. Pemantauan
14. Meperbarui benchmarking; melanjutkan siklus tersebut.
24. 4.1.7 Persyaratan Benchmarking
- Kemauan dan Komitmen
- Keterkaitan Tujuan Strategik
- Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan
- Keterbukaan Terhadap Ide-Ide
- Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada
4.1.8 Kendala- Kendala BenchMarking
Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu
(time consuming) ,maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah
kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai
mengenai cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas
(sumberdaya ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang
mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik.
Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang
berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
- Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri,
sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang masing-masing
unit.
- Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan disbanding
budaya membagi keahlian.
- Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu organisasi.
- Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan
knowledge sharing atau keterampilan
Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
- Kurangnya kepercayaan
- Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
- Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ide-
ide yang menunjang produktivitas
- Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark.
- Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
- Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark, atau
sindrom “bukan hasil karya unit kami”
25. - Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan
5.1 KOMPENSASI FINANSIAL LANGSUNG
Guna lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang
menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para
karyawan organisasi. Berikut ini beberapa pendapat yang diungkapkan para ahli mengenai
kompensasi finansial, yaitu sebagai berikut :
a) Gaji
Berikut ini beberapa pendapat yang diungkapkan para ahli mengenai gaji, yaitu sebagai
berikut:
1. Stone (Moekijat, 1992:2) mengatakan bahwa :
“An employee paid on a monthly, semi monthly, or weekly basis receive a salary ”
(Seorang pegawai yang dibayar tiap bulan, tengah bulan atau tiap minggu menerima gaji)
2. Sikula (Moekijat 1992:3) mengatakan :
“A salary is a recompense or consideration paid, or stipulated to be paid, to a person at
regular intervals for performed services ”.
(Gaji adalah imbalan jasa atau uang yang dibayarkan atau yang ditentukan untuk membayar
kepada seseorang pada jarak waktu yang teratur untuk jasa-jasa yang diberikan.)
3. Menurut Yoder (Moekijat, 1992:3 ) bahwa :
“Salaries are payments to supervisory, clerical and managerial employees”.
(gaji adalah pembayaran kepada pegawai-pegawai administrasi dan manajerial).
4. Leap and Crino (Moekijat, 1992:3) mengatakan :
“The term salary generally applies to a fixed weekly, monthly or annual rate of pay (
regardless of the number of hours worked )”.
(istilah gaji pada umumnya berlaku untuk tarip pembayaran mingguan, bulanan atau tahunan
yang tetap ( tidak pandang lamanya jam bekerja ).
5. Menurut Beach (Moekijat, 1992:3) bahwa :
26. “The word salary applies to compensation that is uniform from one pay period to the next and
does not depend upon the number of hours worked“.
(Kata gaji berlaku untuk kompensasi yang sama dari suatu periode pembayaran ke periode
pembayaran berikutnya dan tidak tergantung kepada lamanya jam bekerja ).
Dari kutipan-kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaji adalah imbalan jasa berupa
uang yang dibayarkan tiap minggu, tiap bulan atau tiap tahun.
b) Upah
Sedangkan pengertian upah menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Stone (Moekijat, 1992:4) mengatakan bahwa :
“Wages refer to direct compensation received by an employee paid according to hourly rates
“.
(Upah menunjukan kompensasi langsung yang diterima oleh seorang pegawai yang dibayar
menurut jam kerjanya).
2. Yoder (Moekijat, 1992:4) mengatakan bahwa :
“In most popular usage, wages are the method of payment for hourly rates“.
(Dalam penggunaan yang paling lazim, upah adalah metode pembayaran untuk karyawan
jam-jaman atau karyawan yang dibayar menurut hasil ).
3. Menurut Beach (Moekijat, 1992:4) mengatakan bahwa :
“The term wages is commonly used for those employee whose pay is calculated according to
the number of hours worked “.
(Istilah upah biasanya digunakan untuk pegawai yang pembayarannya dihitung menurut
lamanya jam bekerja ).
4. Sikula (Moekijat, 1992:4 ) mengatakan bahwa :
“In general, a wage is anything given as a recompense or requital; however, more
specifically, wages are money paid for the use of something. The concept of wages usually is
associated with the process of paying hourly workers “.
27. (Pada umumnya, upah adalah sesuatu yang diberikan sebagai imbalan jasa atau balas jasa;
akan tetapi, lebih khusus, upah adalah uang yang dibayarkan untuk penggunaan sesuatu.
Pengertian upah biasanya dihubungkan dengan proses pembayaran kepada karyawan jam-
jaman ).
5. Yoder dan Staudohar (Moekijat, 1992:4) mengatakan bahwa :
“Wages is a general term referring to direct monetary compensation. It is also used
specifically to refer to payments to hourly rated production and service worker. In the latter
sense wages are distinguishes from salaries, which are generally paid to administrative,
professional and managerial employee“.
(Upah adalah suatu istilah umum yamg menunjukan kompensasi langsung berupa uang. Upah
juga digunakan secara khusus untuk menunjukan pembayaran kepada karyawan-karyawan
yang memberikan hasil dan jasa dan dibayar menurut tarif perjam. Dalam arti yang
belakangan, upah dibedakan dengan gaji yang pada umumnya dibayarkan kepada pegawai-
pegawai administrasi, professional dan manajerial ).
Dari kutipan diatas definisi-definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
upah mempunyai dua pengertian, yakni upah dalam arti luas dan upah dalam arti sempit.
Upah dalam arti luas meliputi semua pembauran. Upah dalam arti sempit adalah pembayaran
yang diberikan kepada karyawan berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.
c) Bonus
Berikut pendapat yang diungkapkan para ahli mengenai bonus, yaitu sebagai berikut;
1. Gary Dessler mengatakan bahwa:
“Upah yang diperoleh berdasarkan atas hasil yang dicapai perusahaan tanpa
memperhitungkan upaya aktual seseorang “.
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa:
“Bonus adalah upah tambahan diluar gaji atau upah sebagai perangsang atau hadiah; gaji atau
upah ekstra yang diberikan kepada karyawan”.
28. 3. Sondang P. Siagian mengatakan bahwa:
“Insentif yang diberikan pada karyawan yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga
tingkat produksi yang baku dapat terlampaui”.
d) Komisi
Terdapat beberapa pengertian mengenai komisi yang dikemukakan para ahli yaitu:
1. Menurut Gary Dassler:
“Imbalan yang diterima dalam proporsi langsung dari hasil penjualan dan semata-mata dari
hasil yang dicapai dalam penjualan”.
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu:
“Komisi adalah imbalan berupa uang atau persentase tertentu yang dibayarkan karena jasa
yang diberikan dalam jual beli dan sebagainya”.
e) Hadiah
Berikut pendapat mengenai hadiah, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
“Pemberian, ganjaran atau tanda kenang-kenangan dari orang lain yang berupa penghargaan,
penghormatan atau cinderamata dan lain-lain “.
6.1 TUNJANGAN NON FINANSIAL
Bagi kebanyakan orang, suatu sistem imbalan berarti penghasilan berupa kompensasi
finansial yaitu gaji, upah, bonus, komisi dan hadiah. Diluar itu apapun yang diberikan oleh
pemakai tenaga kerja kepada para karyawannya dipandang sebagai tambahan atau
sampingan.
Berikut ini pendapat para ahli mengenai kompensasi non finansial, yaitu sebagai berikut:
a) Tunjangan Hari Raya
Pemberian uang atau barang yang diberikan perusahaan atau organisasi kepada
karyawannya menjelang hari raya atau hari besar keagamaan.
29. b) Perumahan
Penyediaan rumah dinas, mess, atau asrama perumahan akan sangat membantu para
karyawan, terutama bagi mereka yang baru pindah dari lokasi lain, sehingga mereka dapat
bekerja dengan konsentrasi lebih besar.
c) Kafetaria
Perusahaan menyediakan kafetaria untuk memberikan pelayanan makan dan minum bagi
karyawan, atau hanya sekedar menyediakan ruang tempat duduk untuk makan dan minum
yang dibawa oleh karyawan sendiri.
d) Sarana olah raga
Peningkatan kesehatan karyawan yang selanjutnya secara tidak langsung diikuti dengan
kenaikan produktivitas, perbaikan semangat korps dan terutama membuat perusahaan
dipandang sebagai “Tempat yang baik untuk bekerja”.
e) Darmawisata
Perjalanan atau kunjungan singkat dengan tujuan bersenang-senang sambil mengenal baik
objek wisata dan lingkungannya.