Evaluasi kinerja dan kompensasi merupakan hal penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Evaluasi kinerja digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan aspek-aspek tertentu seperti kemampuan teknis, konseptual, dan interpersonal. Tujuan evaluasi kinerja antara lain untuk meningkatkan kinerja, memberikan motivasi, dan menentukan kompensasi. Evaluasi kinerja bermanfaat untuk pengambilan keputusan se
1. i
H ALAMAN SAMPUL
TUGAS MAKALAH 1
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
RANGKUMAN MATERI MATA KULIAH EVALUASI KINERJA DAN
KOMPENSASI
NAMA : DAENURI
KELAS : 70- MSDM
NIK : 11150068
Dosen Mata Kuliah :
Bp. Ade Fauji, S.E.,M.M.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
BINA BANGSA BNTEN
2019
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah rangkuman dari mata kuliah Evaluasi Kinerja &
Kompensasi. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhamad SAW yang telah menunjukan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar
bagi seluruh alam semesta.
Kami berterimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun para pembaca. saya mengharapkan kritik
dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat saya perbaiki. Karena saya
sadar, bahwanya makalah yang saya buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.
3. iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
5.1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
5.1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
5.1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 3
5.1.4 Manfaat........................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN EVALUASI KINERJA .................................................. 5
2.1 DEFENISI EVALUASIKINERJA.............................................................................. 5
2.2 ASPEK YANG DI NILAI DALAMEVALUASI KINERJA................................................ 5
2.3 TUJUAN EVALUASI KINERJA............................................................................... 6
2.4 KEGUNAAN EVALUASI KINERJA.......................................................................... 8
2.5 METODE EVALUASI KINERJA.............................................................................11
2.5.1 JENIS / ELEMEN PENILAIAN KINERJA.................................................................13
BAB III KOMPENSASI, MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA, HR
SCORECARD, MENGELOLA POTENSI KECERDASAN EMOSIONAL,
MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI, KONSEP AUDIT &
PELAKSANAAN AUDIT KINERJA..................................................................... 22
3.1 DEFENISI KOMPENASI......................................................................................22
13.1 TUJUAN KOMPENSASI......................................................................................23
13.2 JENIS-JENIS KOMPENSASI YANG DI BERIKAN PADA KARYAWAN..........................25
13.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENASI ...................................................28
4.1 Pengertian Motuvasi dan Kepuasan kerja..........................................................31
5.2 Human Resources Scorecard............................................................................39
5.3 Manfaat Human Resources Scorecard...............................................................43
5.4 KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA .............................46
5.4.1 Definisi audit kerja...........................................................................................46
5.4.2 manfaat audit kerja.........................................................................................46
5.4.3 Tujuan audit kerja............................................................................................47
5.4.4 Proses audit....................................................................................................48
5.5 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL ......................................49
4. iv
5.6 Membangun SDMKapabilitas dan Kompetensi..................................................50
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 53
6.1 Simpulan.........................................................................................................53
6.2 Saran..............................................................................................................54
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
5.1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan sangat penting dalam pengelolaan sumber daya
manusia (dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam
organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan pemberian kompensasi.
Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada
pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan
juga sikap karyawan, karyawan akan merasakan tidak puas dengan
kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja
pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari
pekerjaan lain yang dapat memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau
membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena akan dapat
membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.
Kompensasi juga dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk
melamar sebuah pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih
produktif. Jika dikelola secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan
mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternatif. Dan
kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah
alasan yang mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan
dilaksanakan dengan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme para
karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya.
Penilaian kinerja yang dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis
perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Dan Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan
6. 2
sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta atau negeri yang
melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi
atau kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak kepada pemberian
kompensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya
menurun dan juga pada akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi
yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti ini bagi instans i
pemerintahan, atau perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna sekali
untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para aparatur
serta melakukan pengawasan dan juga perbaikan. Dan Kinerja aparatur yang
optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga
kelangsungan hidup. Setiap instansi tidak pernah luput dari hal pemberian
balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam
menciptakan motivasi kerja aparatur, maka karena untuk meningkatkan
segala kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi guna mendukung
motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan
dapat membuahkan hasil dan kinerja yang baik dan sekaligus berkualitas dari
pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, rumusan masalah
makalah adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud evaluasi kinerja dan kompensasi?
2. Aspek-aspek apa saja yang di nilai dalam evaluasi kinerja?
3. Apakah tujuan dari evaluasi kinerja dan kompensasi?
4. Apakah kegunaan evaluasi kinerja?
7. 3
5. Apa saja metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja?
6. Bagaimana jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja?
7. Apa macam - macam / jenis - jenis Kompensasi yang diberikan pada
pegawai?
8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi?
9. Apa hubungan antara Evaluasi kinerja dan kompensasi?
5.1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi kinerja dan kompensasi
2. Untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja
3. Untuk mengetahui tujuan dan kegunaan evaluasi kinerja dan kompensasi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dan elemen penilaian kinerja
5. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja.
6. Untuk mengetahui Jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja.
7. Untuk mengetahui macam-macam/jenis kompensasi yang diberikan pada
pegawai atau karyawan.
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
9. Untuk mngetahui hubungan Evaluasi kinerja dengan kompensasi.
5.1.4 Manfaat
Dari hasil kajian yang sudah di laksanakan oleh penulis, maka penulis
berharap untuk memberikan manfaat bagi proses evaluasi kinerja, penetapan,
fungsi dan tujuan adanya kompensi bagi pegawai/karyawan.
9. 5
BAB II
PEMBAHASAN EVALUASI KINERJA
2.1 DEFENISI EVALUASI KINERJA
GT. Milkovich dan juga Bourdreau mengungkapkan bahwanya evaluasi/penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dilakukan untuk rangka menilai kinerja pegawai,
sedangkan kinerja pegawai sendiri diartikan sebagai suatu tingkatan dimana
karyawan memenuh atau mencapai persyaratan kerja yang ditentukan. Definisi yang
tidak jauh berbeda dikemukakan juga oleh Payaman Simanjuntak (2005:105) yang
menyatakan evaluasi kinerja ialah penilaian pelaksanaan tugas (performance)
seseorang ataupun sekelompok orang ataupun juga unit kerja organisasi atau
perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem
dan cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai atau karyawan, unit kerja
maupun organisasi yang secara keseluruhan.
2.2 ASPEK YANG DI NILAI DALAM EVALUASI KINERJA
Aspek-aspek yang di nilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai
berikut :
1. Kemampuan Teknis
10. 6
Adalah kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.
2. Kemampuan Konseptual
Yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan
juga penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya
adalah individual tersebut memahami tugas, fungsi dan tanggung
jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal
Yaitu antara lain guna bekerja sama dengan orang lain, memotivasi
karyawan atau rekan, melakukan negosiasi dan lain-lain.
2.3 TUJUAN EVALUASI KINERJA
Suatu perusahaan atau organisasi melakukan penilaian kinerja
didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu :
1. Manajer memerlukan evaluasi yang obyektif kepada kinerja
karyawan pada masa lalu yang digunakan guna membuat keputusan di
bidang SDM dimasa yang akan datang
2. Manajer memerlukan alat yang bisa memungkinan untuk membantu
karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan,
mengembangkan kemampuan dan juga ketrampilan untuk
11. 7
perkembangan karir atau memperkuat hubungan antara manajer yang
bersangkutan dengan karyawannya.
Tujuannya evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah
untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian diantara para karyawan tentang
persyaratan kinerja
2. Mencatat dan juga mengakui hasil kerja seorang karyawan,
sehingga mereka merasa termotivasi untuk berbuat yang lebih
baik, atau juga sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan
prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang terhadap karyawan untuk mendiskusikan
keinginan atau aspirasinya dan meningkatkan kepedulian
terhadap karir ataupun terhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang
4. Mendefinisikan dan merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan atau pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan
kemudian menyetujui rencana itu jikalau tidak ada hal-hal yang
ingin diubah.
12. 8
Dalam cakupan yang lebih umumnya, Payaman Simanjuntak (2005:106)
menyatakan bahwanya tujuan dari evaluasi kinerja ialah untuk menjamin pencapaian
sasaran atau tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan dan penyimpangan.
Bila terjadi kelambatan, harus cepat-cepat dicari penyebabnya di
upayakan mengatasinya dan dilakukan percepatan. Demikian juga bila terjadi
penyimpangan harus segera dicari penyebabnya untuk bisa di atasi dan di luruskan
dan diperbaiki sehingga dapat menjadi sasaran atau tujuan sebagaimana sudah
direncanakan semula.
2.4 KEGUNAAN EVALUASI KINERJA
Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM ini menurut Mangkunegara
(2005:11) adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian atau besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana kah seorang karyawan dapat
menyelesaikan pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan- kegiatan
dalam perusahaan
4. Sebagai dasar guna mengevaluasi program latihan atau keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan juga pengawasan
5. Sebagai indikator guna menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan-karyawan yang ada di dalam organisasi
13. 9
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, atau penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki dan mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian tugas
(job description). Dan Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005)
menyatakan bahwa nya manfaat evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai
berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukan kinerja
seseorang rendah ataupun dibawah standar yang telah ditetapkan,
maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera
membuat segala upaya guna meningkatkan kinerja tersebut,
semisal dengan bekerja lebih keras atau tekun. Untuk itu, setiap
pekerja perlu menyadari dan juga memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar guna mengembangkan diri
lebih lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar atau meningkatkan kemampuan
kerja.
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan juga etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk bisa berhasil.
6. Pengembangan SDM ,Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi
kekuatan atau kelemahan setiap individu, serta potensi yang
dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan individu dimaksud
bisa mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan atau potensi
individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi
14. 10
kelemahan - kelemahannya melalui program pelatihan.
Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan maupun organisasi, ataupun dalam rangka
pengembangan karier mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, bisa di
ketahui siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian
hasil akhir organisasi ataupun perusahaan. Pemberian imbalan
maupun kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja
dan kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang
menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberikan
kompensasi, antara lain berupa yaitu: pemberian penghargaan atau
uang, pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain,
atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui nya
kinerja masing-masing individu, kekuatan atau kelemahan masing-
masing serta potensi yang mereka miliki manajemen bisa
menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat
guna menyusun program-program kepegawaian, termasuk
promosi, rotasi atau mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat
menghindari perlakuan diskriminasi atau kolusi, karena di setiap
15. 11
tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif,
yaitu hasil dari evaluasi kinerja.
2.5 METODE EVALUASI KINERJA
Seperti yang dinyatakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S.
Panggabean (2004, h. 68), yaitu metode evaluasi kinerja terdiri dari :
a. Skala Peringkat atau (rating scale)
b. Insiden Kritis atau (critical inscidents)
c. Esai atau(essay)
d. Standar Kerja atau (works Standard)
e. Peringkat atau (ranking)
f. Distribusi yang Dipaksakan atau (forced distribution)
g. Pilihan yang Dipaksakan dan Laporan Kinerja Tertimbang atau
(forced-choiced and weighted checklist performance report)
h. Skala Jangkar Perilaku atau (behaviorally anchored scale)
i. Pendekatan Manajemen melalui Sasaran atau (management by
objectives).
Evaluasi kinerja organisasi pada umumnya dilakukan bersifat
tahunan sehingga bisa memperoleh gambaran kinerja organisasi
selama setahun. Penilaian kinerja organisasi sebenarnya bisa di
lakukan setiap saat di pandang perlu, berdasarkan waktu secara
periodik seperti bulanan, triwulan, dan juga tengah tahunan. Tetapi,
penilaian tersebut di namakan evaluasi apabila di lakukan di akhir
16. 12
tahun sehingga bisa diperoleh gambaran menyeluruh kinerja
organisasi.
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) menyatakan
beberapa metode yang bisa dipergunakan tentang mengevaluasi
kinerja karyawan. Teknik yang bisa dipergunakan dalam evaluasi
individu adalah:
a. Written Essays
Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan
apa yang menjadi penilaian kepada kinerja individu, tim ataupun
organisasi.
b. Critical Incidents
Teknik ini mengevaluasi perilaku yang bisa menjadi kunci dalam
membuat perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif
atau dengan tidak efektif.
c. Graphic Rating Scales
Teknik ini adalah metode evaluasi dimana evaluator memperingkat
faktor kinerja dalam skala inkermental.
d. Behaviorally Anchored Rating Scales
Teknik ini adalah pendekatan skala yang mengkombinasi elemen
utama dari critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai
memeringkat pegawai berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum,
17. 13
tetapi titiknya adalah contoh prilaku aktual pada pekerjaan tertentu
dari pada deskripsi umum atau sifat.
e. Group Order Ranking
Teknik ini adalah metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari
terbaik ke terburuk.
f. Individual Ranking
Teknik ini adalah metode evaluasi yang menyusun atau rank-order
pekerja dari terbaik ke terburuk.
g. Paired Comparison
Teknik ini adalah metode evaluasi yang membandingkan masing-
masing pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat
yang berdasarkan pada jumlah nilai supervisor yang di capai
pekerja.
2.5.1 JENIS / ELEMEN PENILAIAN KINERJA
Penilaian kinerja yang baik ialah yang mampu untuk menciptakan
gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang di nilai. Penilaian tidak hanya
di tujukan untuk menilai atau memperbaiki kinerja yang buruk, tetapi juga untuk
mendorong para pegawai untuk bisa bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini,
maka penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa
data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen
utama dalam sistem penilaian kinerjamenurut Werther dan Davis (1996:344) ialah:
18. 14
1. Performance Standard
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan juga benar yaitu
a) Validity ialah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini ialah
standar tersebut memang benar-benar sesuai ataupun relevan
dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
b) Agreement ataupun persetujuan, yaitu standar penilaian
tersebut di setujui dan diterima oleh semua karyawan yang
akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity
di atas.
c) Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis,
bisa dicapai oleh para pegawai atau sesuai dengan
kemampuan pegawai.
d) Objectivity ialah berarti standar tersebut bersifat obyektif,
yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya
tanpa menambah maupun mengurangi kenyataan atau sulit
untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.
2. Kriteria Manajemen Kinerja
Kriteria penilaian kinerja bisa dilihat melalui beberapa dimensi,
yaitu
19. 15
a) Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial,
karena hasil penilaian kinerja bisa digunakan untuk
melakukan seleksi, kompensasi, dan juga pengembangan
pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil,
dan berguna sehingga bisa diterima oleh pengambil
keputusan.
b) b) Valid (validity) ataupun mengukur apa yang
sebenarnya hendak di ukur dari penilaian kinerja tersebut.
c) Bersifat empiris (empirical base), bukan hanya
berdasarkan perasaan semata.
d) Sensitivitas kriteria. Kriteria ini menunjukkan hasil yang
relevan saja, ialah kinerja, bukan hal-hal lainnya yang
tidak berhubungan dengan kinerja.
e) Sistematika kriteria (systematic development),. Hal ini
tergantung dari kebutuhan organisasi dan juga lingkungan
organisasi. Kriteria yang sistematis ini tidak selalu baik.
Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat
berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria
yang kurang sistematis guna cepat menyesuaikan diri dan
begitu juga sebaliknya.
f) Kelayakan hukum (legal appropriateness) ialah kriteria
itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
3. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
20. 16
Pengukuran kinerja bisa di lakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah
digunakan sesuai dengan yang akan di ukur, atau mencerminkan hal-
hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346).
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif ataupun obyektif . Jenis-
jenis penilaian ialah sebagai berikut :
1) Penilaian hanya oleh atasan
a. cepat dan juga langsung
b. dapat mengarah ke distorsi karna pertimbangan-
pertimbangan pribadi.
2) Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan juga atasannya lagi
bersama – sama membahas kinerja dari bawahannya yang
dinilai.
a. obyektifitas lebih -lebih akurat di bandingkan kalau
hanya oleh atasan sendiri.
b. Individu yang di nilai tinggi bisa mendominasi
penilaian.
3) Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu ataupun
lebih individu guna bermusyawarah dengannya; atasan
langsung yang membuat keputusan akhir.
4) Penilaian melalui keputusan komite : sama dengan seperti
pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang
21. 17
bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir;
hasil di dasarkan pada pilihan mayoritas.
5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama seperti
kelompok staf , tetapi melibatkan wakil dari pimpinan
pengembangan ataupun departemen SDM yang bertindak
sebagai peninjau independen
6) Penilaian yang dil akukan oleh bawahan dan sejawat.
4. Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun
bentuknya atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak
manajemen harus adil, realistis, valid, dan juga relevan dengan jenis
pekerjaan yang akan di nilai karena penilaian kinerja ini tidak semata
hanya berkaitan dengan masalah prestasi, tetapi juga menyangkut
masalah gaji, hubungan kerja, promosi atau demosi, dan uga
penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut
Werther dan Davis (1996:348) ialah :
a) Hallo Effect, Bisa terjadi karena penilai menyukai atau tidak
menyukai sifat pegawai yang di nilainya. Oleh karena itu,
karyawan atau pegawai yang disukai oleh penilai cenderung
akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian,
dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai atau karyawan
22. 18
yang tidak di sukai akan mendapatkan nilai negatif pada
semua aspek penilaian;
b) Liniency and Severity Effect. Liniency effect adalah penilai
cenderung beranggapan bahwanya mereka harus berlaku baik
terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberikan
nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan
severity effect adalah penilai cenderung mempunyai falsafah
dan juga pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai
sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c) Central tendency, ialah penilai tidak ingin menilai terlalu
tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya
(selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang
sangat berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung
memberi penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d) Assimilation and differential effect. Assimilation effect, ialah
penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-
ciri ataupun sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan
nilai yang lebih baik di bandingkan dengan pegawai yang
tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya.
Sedangkan differential effect,ialah penilai cenderung
menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang
tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
23. 19
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih
baik di banding yang lainnya;
e) First impression error,ialah penilai yang mengambil
kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama
mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam
penilaian nya hingga jangka waktu yang lama;
f) Recency effect, ialah penilai cenderung memberikan nilai atas
dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan juga
melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu
tertentu.
5. Pelaku Evaluasi Kinerja
Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya ialah atasan
langsung. Evaluasi kinerja unit ataupun bagian organisasi adalah kepala
unit itu sendiri. Alasan langsung pada umumnya mempunyai
kesempatan dan juga akses yang luas untuk mengamati dan menilai
prestasi kerja bawahannya. Tetapi, penilaian oleh atasan langsung
sering dianggap kurang objektif.
Setiap pegawai atau karyawan pada dasarnya merupakan orang
yang paling mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh karena
itu, masing-masing individu dapat diminta mengevaluasi kinerjanya
sendiri, baik secara tidak langsung melalui laporan, ataupun secara
24. 20
langsung melalui permintaan dan petunjuk. Setiap individu melaporkan
hasil yang di capai dan mengemukakan alasan-alasan bila tidak mampu
mencapai hasil yang ditargetkan. Untuk lebih menjamin objektifitas
penilaian, perusahaan ataupun organisasi dapat pula membentuk tim
evaluasi kinerja yang dianggap bisa objektif baik untuk mengevaluasi
kinerja individu maupun mengevaluasi kinerja kelompok , unit atau
bagian organisasi.
5. Waktu Pelaksanaan Evaluasi kinerja
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan ataupun menurut kondisi
pekerjaan dan kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang
bersifat sementara atau harus diselesaikan dalam waktu yang relative
pendek, evaluasi kinerja di lakukan menjelang atau segera setelah
pekerjaan itu di selesaikan. Yang Kedua, untuk pekerjaan dalam
jangka lama, seperti unit-unit dalam perusahaan maupun organisasi,
evaluasi kinerja dilakukan secara rutin periodik. Evaluasi tersebut bisa
dilakukan setiap akhir minggu, setiap akhir kuartal, setiap akhir
semester ataupun setiap akhir tahun. Ketiga, evaluasi kinerja dapat
dilakukan secara khusus pada saat tertentu bilamana dirasakan timbul
masalah atau penyimpangan sehingga perlu melakukan tindakan
korektif. Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk ataupun dalam
rangka program organisasi dan kepegawaian, seperti identifikasi
kebutuhan latihan, perencanaan karir, pemberian penghargaan, rotasi
atau promosi, penyusunan skala upah, analisi jabatan, dll.
26. 22
BAB III
KOMPENSASI, MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA, HR SCORECARD,
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN EMOSIONAL, MEMBANGUN
KAPABILITAS DAN KOMPETENSI, KONSEP AUDIT & PELAKSANAAN
AUDIT KINERJA
3.1 DEFENISI KOMPENASI
4 Menurut Gary Dessler (1997,h.85), kompensasi karyawan adalah setiap bentuk
pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari
dipekerjakannya karyawan itu.
5 Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi ialah merupakan salah
satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis
pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas
keorganisasian.
6 Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan
dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini. Perusahaan dalam memberikan
kompensasi kepada para pegawai terlebih dahulu melakukan penghitungan
kinerja dengan cara membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Sistem tersebut
umumnya berisi kriteria penilaian disetiap pegawai yang ada misalnya mulai dari
jumlah pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan
pekerja lain, perilaku, pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebagainya.
27. 23
7 Para karyawan mungkin akan menghitung-hitung kinerja dan pengorbanan
dirinya dengan kompensasi yang diterima. Apabila pegawai merasa tidak puas
dengan kompensasi yang didapat, maka dia bisa mencoba mencari pekerjaan lain
yang memberi kompensasi lebih baik. Hal itu sangat berbahaya bagi perusahaan
apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas
tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.
8 Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif kepada organisasi
maupunperusahaan sebagai berikut di bawah ini:
9 a. Mendapatkan karyawan/pegawai berkualitas baik.
10 b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan juga meraih prestasi gemilang.
11 c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang sudah ada.
12 d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi atupun aspek hukumnya.
13 e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing atau kompetitor.
13.1 TUJUAN KOMPENSASI
Secara umum tujuan kompensasi ialah untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan juga menjamin terciptanya keadilan
internal maupun ekternal. Keadilan eksternal menjamin bahwanya pekerjaan-
pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang
sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini dapat menimbulkan konflik satu sama
dengan lainnya, dan trade- offs harus terjadi. Semisalnya, untuk mempertahankan
28. 24
pegawai dan menjamin keadilan, hasil analisis upah dan juga gaji merekomendasikan
pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Dan akan
tetapi, perekrut pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah tidak
seperti biasanya, yaitu upah yang tinggi guna menarik pekerja yang berkualitas.
Maka dari itu terjadilah trade-offs antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan
dari manajemen kompensasi. Tujuan manajemen kompensasi yang efektif, meliputi:
a. Memperoleh SDM yang Berkualitas Kompensasi yang cukup tinggi
sangat di butuhkan guna memberi daya tarik kepada para pelamar.
Tingkat pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan juga
permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi untuk
mendapatkan karyawan yang di harapkan.
b. Mempertahankan Karyawan yang sudah Ada Para karyawan dapat keluar
jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan juga akibatnya akan
menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
c. Menjamin Keadilan Manajemen kompensasi selalu berupaya supaya
keadilan internal dan juga eksternal dapat terwujud. Keadilan internal
mensyaratkan bahwa pembayaran di kaitkan dengan nilai relatif sebuah
pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama di bayar dengan besaran yang
sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerjaan
merupakan yang bisa di bandingkan dengan perusahaan lain di pasar
kerja.
d. Penghargaan terhadap Perilaku yang Di inginkan Pembayaran hendaknya
memperkuat perilaku yang di inginkan dan juga bertindak sebagai insentif
29. 25
untuk memperbaiki perilaku dimasa depan, rencana kompensasi efektif,
menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan juga
perilaku-perilaku lainnya.
e. e. Mengendalikan Biaya Sistem kompensasi yang rasional bisa membantu
perusahaan memperoleh atau mempertahankan para karyawan dengan
biaya yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa jadi
pekerja di bayar di bawah ataupun di atas standar.
f. Mengikuti aturan Hukum Sistem gaji atau upah yang sehat
mempertimbangkan faktor-faktor legal yang di keluarkan pemerintah dan
menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
g. Memfasilitasi Pengertian Sistem manajemen kompensasi seharusnya
dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan juga
para karyawan.
h. Meningkatkan Efisiensi Administrasi Program pengupahan atau
penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien,
membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya
bisa sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan
lain.
13.2 JENIS-JENIS KOMPENSASI YANG DI BERIKAN PADA
KARYAWAN
Macam-Macam Kompensasi Yang di berikan kepada Karyawan
a) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang yaitu misalnya : ·
30. 26
Gaji : kompensasi dalam bentuk uang yang di bayarkan atas
pelepasan tanggungjawab atas pekerjaan ·
Upah : kompensasi dalam bentuk uang di bayarkan atas waktu
yang sudah dipergunakan ·
Honor : Imbalan jasa yang diberikan terhadap seseorang. ·
Bonus : Upah tambahan diluar gaji ataupun sebagai hadiah atas
hasil kerja seseorang. ·
Komisi
Insentif : merupakan imbalan langsung yang dibayarkan terhadap
karyawan karena kinerjanya yang melebihi standar yang sudah
ditentukan. Insentif mialah bentuk lain dari upah langsung diluar
upah atau gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang dapat
disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance
plan) · upah, dll
b) Imbalan ektrinsik yaitu yang bentuknya sebagai benefit /
tunjangan pelengkap contohnya ialah seperti : ·
uang cuti ·
uang makan ·
uang transportasi atau antar jemput ·
asuransi · jamsostek atau jaminan sosial tenaga kerja ·
uang pensiun ·
31. 27
rekreasi ·
beasiswa melanjutkan kuliah, dsb
c) Imbalan Intrinsik ialah Imbalan dalam bentuk intrinsik yang
tidak berbentuk fisik dan hanya bisa dirasakan berupa
kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi
lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.
Menurut Wibowo (2007, h 134) di lihat dari cara
pemberiannya, kompensasi bisa merupakan kompensasi
langsung ataupun kompensasi tidak langsung. Kompensasi
langsung merupakan kompensasi manajemen seperti halnya upah
dan gaji atau pay for performance, seperti insentif atau gain
sharing. Sementara itu, kompensasi tidak langsung bisa berupa
tunjangan ataupun jaminan keamanan dan juga kesehatan.
Pemberian kompensasi bisa terjadi tanpa ada kaitannya dengan
prestasi, seperti upah dan gaji.
Namun, kompensasi bisa pula diberikan dalam bentuk
insentif, yang merupakan kontra prestasi di luar upah ataupun
gaji, dan mempunyai hubungan dengan prestasi sehingga
digunakan pula sebagai pay for performance ataupun
pembayaran atas prestasi. Apabila upah atau gaji diberikan
sebagai kontra prestasi atas kinerja standar pekerja, dalam
insentif merupakan tambahan kompensasi atas kinerja di atas
standar yang ditentukan. Adanya insentif di harapkan menjadi
32. 28
faktor pendorong guna meningkatkan prestasi kerja di atas
standar.
Di samping upah dan juga insentif, kepada pekerja bisa
diberikan rangsangan lain berupa penghargaan ataupun reward.
Perbedaan antara insentif dan reward adalah insentif bersifat
memberi motivasi supaya pekerja lebih meningkatkan
prestasinya, pada reward, atasan memberikan penghargaan
tambahan lain terhadap pekerja.Bentuk kompensaasi berupa
tunjangan, yang pada umumnya tidak dikaitkan dengan prestasi
kerja. Tunjangan lebih banyak di kaitkan dengan pemberian
kesejahteraan dan juga penciptaan kondisi kerja sehingga pekerja
menjadi lebih merasa nyaman dan merasa mendapat perhatian
atasan.
.
13.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENASI
Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan (2005) faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya kompensasi, antara lain yaitu:
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja;
b. Kemampuan yang dan kesediaan perusahaan;
c. Serikat buruh/organisai karyawan;
33. 29
d. Produktivitas kerja karyawan
e. Pemerintah dengan undang-undang dan kepresnya;
f. Biaya hidup/cost of living,
g. Posisi jabatan karyawan;
h. Pendidikan dan pengalaman karyawan;
i. Kondisi perekonomian nasonal;
j. Jenis dan sifat pekerjaan;
Dari-uraian di atas bisa diketahui bahwanya penawaran dan permintaan
akan tenaga kerja mempengaruhi program kompensasi, di mana jika penawaran
jumlah tenaga kerja langka gaji cenderung tinggi, sebaliknya jika permintaan tenaga
kerja yang berkurang atau kesempatan kerja menjadi langka, gaji cenderung rendah.
I. HUBUNGAN EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang
bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya,
evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar guna mengalokasi reward.
Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan upah, kompensasi
atau reward lain yang sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.
Melalui evaluasi kinerja individu, bisa diketahui siapa yang
memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi
34. 30
maupun perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil
haruslah di dasarkan terhadap kinerja atau kontribusi setiap orang kepada
perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut
di beri kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan atau uang
; pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan percepatan
kenaikan pangkat dan gaji.
Kompensasi sangat penting bagi karyawan, hal ini di karena
kompensasi merupakan sumber penghasilan bagi mereka dan juga
keluarganya. Dan Kompensasi juga menjadi suatu gambaran status sosial
seorang pegawai. Kompensasi yang sesuai juga akan menentukan apakah
karyawan akan tetap bertahan bekerja atau keluar dari tempatnya bekerja.
Pemberian kompensasi di maksudkan supaya pegawai bisa bekerja secara
maksimal sehingga menghasilkan kinerja yang optimal.
35. 31
4.1 Pengertian Motuvasi dan Kepuasan kerja
MOTIVASI KERJA
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, yaitu artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang di mulai dengan adanya
kekurangan psikologis dan kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini bisa
dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan atau insentif (tujuan).
Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang bisa menimbulkan semangat dan
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut dengan pendorong semangat kerja. Kuat dan juga lemahnya motivasi
seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Dan Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja ialah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan
peluang.
Bilamana kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya
ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang bisa bersifat proaktif
atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif à seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya dan akan
berusaha untuk mencari, menemukan ataupun menciptakan peluang dimana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk bisa berprestasi tinggi. Sebaliknya
motivasi yang bersifat reaktif à cenderung menunggu upaya atau tawaran dari
lingkunganya
Dan Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja ialah suatu yang menimbulkan
dorongan dan semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi
ialah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
ataupun kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan sebagai
36. 32
faktor pendorong perilaku seseorang. Motivasi dan juga dorongan kepada karyawan
untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua
macam yaitu :
1. Motivasi Finansial à dorongan yang di lakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada pegawai.
2. Motivasi nonfinansial à dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial atau uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti halnya penghargaan,
pendekatan manusia dan lain – lain.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya ialah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan yang mengarahkan terhadap pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan maupun mengurai ketidak seimbangan.
KEPUASAN KERJA
Dinyatakan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja ialah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan maupun pekerjaan mereka (Winardi,1992).
Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum
menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan juga kecenderungan perilaku
seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan
kebijakan promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan
pengharapan mereka.
37. 33
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang
baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama
pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam
Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan
individual yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh
keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga
kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000).
Oleh karena itu fungsi personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung, selain itu juga berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak
pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan
maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasi yang pada akhirnya memenuhi
kepuasan kerja anggota organisasi.
2.2. Teori – teori tentang Motivasi Kerja
Adapun ulasan teorinya ialah sebagai berikut :
TEORI DISPOSISIONAL MOTIVASI KERJA
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus di penuhi sebelum
memotivasi perilaku berikutnya dalam situasi kerja, ini berarti bahwanya orang-
orang mengerahkan usaha guna mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
38. 34
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) suatu kebutuhan yang
sangat mendasar. misalnya: kita memerlukan makan, air, dan udara
untuk hidup. Kebutuhan ini ialah merupakan kebutuhan yang sangat
primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir. Jika sampai
kebutuhan ini tidak di penuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) kebutuhan untuk merasa aman baik
secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini di
terapkan dalam dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan
jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) Manusia pada dasarnya
adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan
sosial juga
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) Penghargaan meliputi faktor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, atau
prestasi; dan faktor eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri
bisa terungkap dalam keinginan untuk dipuji atau keinginan untuk
diakui prestasi kerjanya.
5) Self Actualization Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk juga
kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan
mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini, misalnya karyawan
cenderung untuk selalu mengembangkan diri atau berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang.Itu ialah penelitian
yang cukup menarik minat pada saat itu, tetapi ketertarikan ini hampir seluruhnya
mati beberapa tahun lalu disebabkan adanya non support untuk proposisi dasar.Di
antara praktisi manajer, mahasiswa, dan juga banyak konsultan manajemen,
bagaimanapun, "segitiga Maslow" telah sangat influental.
39. 35
b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja di dasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow, tetapi
menggabungkan perubahan penting, di usulkan oleh Alderfer. Teori ERG telah
mengadakan hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke paling
konkret (dasar).
Existence (E)
merupakan kebutuhan akan substansi material, seperti halnya keinginan untuk
memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan juga mobil.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan juga rasa aman dari
Maslow.
Relatedness (R)
Ini merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan antar pribadi yang
penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan
orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan juga
mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan
kerja.
Growth (G)
Ini merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk
mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan
aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan akan harga diri
Maslow.
Menurut ERG Theory, jika upaya guna memenuhi kebutuhan pada satu level itu
secara terus menerus mengalami frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran
(jatuh dan jatuh lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih konkret.
40. 36
c. Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori
tersebut ialah:
1) Serangkaian kondisi ekstrinsik àkondisi kerja ekstrinsik seperti
upah dan juga kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan
sefti halnya: jaminan status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi atau
mutu hubungan antara pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan
bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik àkondisi kerja intrinsik seperti halnya
tantangan pekerjaan ataupun rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang
baik, terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian
kondisi intrinsik dsebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi
(achivement), pengakuan (recognation), tanggungjawab (responsibility),
kemajuan (advencement), dan kemungkinan berkembang (the possibility
of growth).
d. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif
atau pun kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk bisa berprestasi, untuk
mencapai sukses.
2) The need for power (nPow), kebutuhan untuk bisa memerintah orang lain.
3) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan teman atau kawan, hubungan
akrab antar pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan
untuk berprestasi daripada imbalannya. Perilaku di arahkan ke tujuan dengan
kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat
41. 37
kompetisi lebih pada jabatan daripada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang
apabila di beri jabatan yang bisa memerintah orang lain. Sedangkan pada pegawai
yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih senang berkawan,
koperatif dan hubungan antar personal yang akrab.
TEORI KOGNITIF MOTIVASI KERJA
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat
bahwanya maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber
utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuannya memberitahukan karyawan apa yang
perlu dikerjakan dan juga betapa banyak upaya akan dihabiskan
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu:
(1) tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan)
(2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi
(3) karyawan harus menerima tujuan itu
(4) karyawan harus menerima umpan balik tentang kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan tersebut
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik daripada tujuan yang
di tentukan begitu saja.
b. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah bisa memotivasi.
Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain.
Apabila terdapat ketidak wajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk
bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam
42. 38
pekerjaan yang bisa menyebabkan mereka merasa di bayar wajar atau tidak wajar.
Perasaan ketidak adilan mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam,
bahwanya keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi guna melakukan
sesuatu dalam mengoreksinya.
2.3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah ialah sebagai berikut :
a. para Pekerja itu sendiri( Work It Self)à setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
b. Atasan (Supervisor)à atasan yang baik berarti mau menghargai atas
pekerjaan bawahannya
c. Teman sekerja (Workers)àfaktor yang menghubungkan pegawai dengan
pegawai dengan atasannya, baik yang sama maupun yang beda
pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) àfaktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan guna memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e. Gaji atau upah (Pay) à aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang di
anggap layak atau tidak
43. 39
5.2 Human Resources Scorecard
Human Resources Scorecard adalah suatu alat guna mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai
untuk mencapai sebuah strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii) human
resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan juga menerapkan sistem
pengukuran SDM yang strategis dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang
penting” yang di gunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi
SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur
keefektifan dan juga efisiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku
karyawan yang di butuhkan untuk mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard adalah suatu alat untuk
mengukur dan juga mengelola kontribusi strategic dari peran human resources
dalam menciptakan nilai guna mencapai strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti (2009,p5) human
resource scorecard adalah pendekatan yang di gunakan dengan sedikit
memodifikasi dari model balance scorecard awal yang saat ini paling umum di
gunakan pada tingkat korporasi yang di fokuskan pada strategi jangka panjang dan
koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1) human resource
scorecard adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai – nilai
44. 40
(value creation) dalam suatu organisasi yang sangat didominasi oleh “human capital”
dan juga modal intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource scorecard adalah secara
khusus di rancang guna menanamkan sistem sumber daya manusia dalam strategi
keseluruhan perusahaan dan juga mengelola SDM arsitektur sebagai aset
strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak bisa menggantikan balanced
scorecard tradisional tetapi melengkapi.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced scorecard
adalah bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa tangible
assets sedangkan dengan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber
daya manusia perusahaan yang berupa intangible assets.
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia
yang mengaitkan orang – strategi – kinerja guna menghasilkan perusahaan yang
unggul. Human resources scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi
human resources yang bisa diukur kontribusinya. Human resources scorecard
menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud atau intangible (leading atau sebab)
menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat). Human resources scorecard ialah
merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan
strategi dan juga kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan
kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia,
sehingga investasi tersebut bisa di lakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain
itu, human resources scorecard bisa menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya
manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia
mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan di atas pengertian HR Scorecard ialah suatu sistem
pengukuran terhadap kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset
untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
45. 41
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja sdm
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber daya
manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan guna mencapai tujuan
strategis perusahaan sehingga bisa membantu menunjukan bagaimana sumber daya
manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi
perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human
resources scorecard di ibaratkan sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa
yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Dan Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia sendiri
yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan
oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan juga
perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
1. HR Scorecard Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia ialah mengelola
infrastruktur untuk memahami dan juga mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia di harapkan bisa mengarahkan
usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya
manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang
tradisional ataupun kegiatan manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik.
Kompetensi yang perlu di kembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa
depan atau memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi
ialahkompetensi manajemen sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
46. 42
Sistem sumber daya manusia ialah unsur utama yang berpengaruh dalam sumber
daya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut juga sebagai High
performance work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The
HR Functin sumber daya manusia di rancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas
human capital melalui organisasi. Guna membangun dan memelihara persediaan
human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan juga promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan juga dukungan yang
efektif untuk ketermpilan yang di tuntut oleh implementasi strategi organisasi.
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan juga manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan atau memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas ialah merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan
peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja
organisasi berkualitas. supaya sumber daya manusia mampu menciptakan value,
organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya
manusia dengan cara menekankan, atau mendukung HPWS.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada produktivitas
perilaku pegawai dalam organisasi. Perilaku stratejik ialah perilaku produktif yang
secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari 2
kategori umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour) ialah alur yang langsung berasal dari kompetensi
inti perilaku yang didefinisikan organisasi atau perusahaan. Perilaku tersebut
sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi maupun perusahaan.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai keypoint dalam
organisasi ataupun rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada
47. 43
perilaku kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan juga mengukur
kontribusi sumber daya manusia kepada organisasi merupakan suatu tantangan
5.3 Manfaat Human Resources Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran
dan juga kontribusi sumber daya manusia terhadap pencapaian visi perusahaan
secara jelas dan juga terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu
dalam mengendalikan biaya yang di keluarkan dan nilai yang dikontribusikan
dan juga memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan
E.Becker (2009,p80-82)ialah sebagai berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan juga HR deliverable
Sistem pengukuran sumber daya manusia harus membedakan secara
jelas antara deliverable, yang mempengaruhi implementasi strategi,
dan do able yang tidak. Sebagai contohnya, implementasi kebijakan
bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku pegawai yang
mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara terus menerus mendorong professional SDM guna
berfikir secara strategis serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan juga menciptakan nilai
Sumber daya Manusia selalu diharapkan mengendalikan biaya bagi
perusahaan. Pada saat yang sama, memainkan peran strategis berarti
sumber daya manusia harus pula menciptakan nilai. HR Scorecard
membantu para manajemen sumber daya manusia guna
menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan
saja mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat,
akan tetapi juga membantu mereka mempertahankan “investasi”
dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
48. 44
3. HR Scorecard mengukur leading indicatorsModel kontribusi strategis
SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan dan juga sistem
SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengaruhi
pendorong kinerja kunci dalam implementasi perusahaan.
Sebagaimana terdapat leading atau lagging indicator dalam sistem
pengukuran kinerja seimbang keseluruhan perusahaan, didalam rantai
nilai SDM terdapat pendorong (deliver) danjuga hasil (outcome). Hal
ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-
keputusan SDM atau unsur-unsur sistem yang mendorong HR
deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan balik
mengenai kemajuan SDM menuju deliverable tersebut dan juga
meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM. HR Scorecard menilai
kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan juga pada akhirnya
kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun
harus memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya
tersebut, “apa kontribusi SDM kepada kinerja perusahaan?” efek
kumulatif ukuran HR deliverable pada scorecard harus memberikan
jawaban itu. Para manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang
sangat ringkas, kredibel dan juga jelas, untuk semua ukuran
deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu juga pada ukuran itu tidak
ada. Pada manajer lini harus menemukan ukuran deliverable ini
sekredibel seperti yang di lakukan manajer SDM, sebab matrik-
matriks itu merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis,
bukan persoalan SDM.
4. memungkinkan professional SDM mngelola secara efektif tanggung
jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong SDM untuk fokus
secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi
keberhasilan implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami
menyoroti pentingnya “fokus strategis pegawai” bagi keseluruhan
49. 45
perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat focus strategis para
manajer SDM dan dikarnakan para professional SDM dapat mencapai
pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi
perspektif sistemik daripada dengan cara memainkan kebijakan
individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir
secara sistematis mengenai strategi Sumber daya manusia.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan juga perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja adalah sistem
ini menjadi terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan.
Strategi - strategi tumbuh, organisasi perlu bergerak dalam arah yang
berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja yang sudah tertinggal
menyebabkan manajer dan juga karyawan ingin memelihara status
quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan
pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam
mencapai angka-angka yang di isyaratkan dalam sistem nama atau
mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas atau
perubahan, sebab ia fokus pada implementasi strategi perusahaan,
yang akan secara konstan menuntut perubahan. Dengan pendekatan
ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru. Mereka hanya
menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima
oleh para manajer sebagai hal absah. Dengan kata lain, ini bukanlah
sekedar bahwa di waktu yang lalu orang mengejar sejumlah angka
tertentu; mereka dulu juga memikirkan tentang kontribusi mereka
terhadap implementasi strategi perushaan. Mereka melihat gambar
besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang lebih besar memudahkan
para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti halnya organisasi
“tradisional”, dalam organisasi yang berfokus pada strategi, orang
memandang ukuran - ukuran sebagai alat untuk mencapai tujuan, dari
pada sebagai tujuan itu sendiri.
50. 46
5.4 KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELAKSANAAN AUDIT
KINERJA
5.4.1 Definisi audit kerja
Secara etimologi, audit kinerja ialah terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan “kinerja”.
Audit menurut arens ialah kegiatan mengumpulkan dan juga mengevaluasi terhadap
bukti-bukti yang di lakukan oleh yang kompeten dan independen guna menentukan
dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang di temukan dan kriteria yang
ditetapkan. Sedangkan menurut stephen p robbins, kinerja merupakan hasil evaluasi
kepada pekerjaan yang telah di lakukan di bandingkan dengan kriteria yang telah
ditetapkan bersama. Di pihak lain. Ayuha mengemukakan, “perfomance is the way
of job or task is done by an individual, a group of organization”. Dari kedua definisi
tersebut, terlihat bahwa nya istilah kinerja mengarah pada dua hal yaitu proses dan
juga hasil yang dicapai.
5.4.2 manfaat audit kerja
1. Peningkatan kinerja
A. Mengidentifikasi masalah dan juga sebgai alternatif penyelesaiannya auditor
sebagai pihak independen bisa memberi pandangan kepada manajemen guna melihat
permasalahan secara lebih detail dari sisi operasional. Sehubungan dengan itu,
auditor bisa melakukan diskusi dengan orang-orang yang bergelut dalam operasional
dan menginformasikan hal tersebut kepada manajemen.
51. 47
B. Mengidentifikasi sebab-sebab aktual dari suatu masalah yang bisa dihadapi oleh
kebijaksanaan manajemen ataupun tindakan lainnya. Auditor harus bisa menetapkan
masalah yang aktual dan juga solusi untuk mengatasinya. Auditor sebaiknya tidak
memberi rekomendasi ataupun usulan bila ia tidak bisa membantu proses
rekomendasi tersebut.
C. Mengidentifikasi peluang dan kemungkinan untuk mengatasi keborosan atau
ketidakefisienan. Pengurangan biaya merupakan hal yang sangat penting dalam
audit kinerja. Tetapi, penghematan biaya bisa menjadi suatu hal yang besar dalam
jangka waktu yang panjang. Biaya harus berada pada tingkat yang tepat dan juga jika
perlu melakukan pemotongan. Keputusan mengurangi biaya seharusnya
mempertimbangankan dampaknya bagi kegiatan operasional.
D. Mengidentifikasi kriteria untuk menilai pencapaian tujuan organisasi pada situasi
tertentu, kriteria tidak ada. Oleh sebab itu, auditor bisa membantu manajemen dalam
membangun kriteria itu.
E. Melakukan evaluasi atas sistem pengendalian internal auditor harus menentukan
apakah mekanisme sudah menyediakan informasi tentang efektivan operasional,
yaitu:
(1). Apakah ada perbedaan tingkat kedalaman ataupun detail laporan;
(2). Apakah ada informasi yang belum di sajikan dalam laporan;
(3). Apakah indikator kerja sudah dipertimbangkan dalam penyusunan laporan.
5.4.3 Tujuan audit kerja
Standar pemeriksaan keuangan negara (spkn) menyatakan bahwanya audit kinerja
mencakup tujuan yang luas dan juga bervariasi, termasuk tujuan yang berkaitan
dengan penilaian hasil dan efektivitas program, ekonomi dan juga efisiensi,
pengendalian internal, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta bagaimana cara untuk meningkatkan efektivitas. Jadi, bisa
52. 48
disimpulkan bahwa nya tujuan dasar dari audit kinerja adalah menilai suatu kinerja
suatu organisasi, program, ataupun kegiatan yang meliputi audit atas aspek ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas. Audit kinerja (performance audit) ialah merupakan
perluasan atas audit laporan keuangan atas prosedur dan tujuan.
5.4.4 Proses audit
Secara umum, proses audit kinerja memiliki sistematika yaitu:
A. Struktur audit kinerja
B. Tahapan audit kinerja
C. Kriteria dan indikator yang menjadi tolok ukur audit kinerja.
1. Struktur audit kinerja
Pada dasarya, struktur audit ialah sama, hal yang membedakannya ialah spesific
tasks pada setiap tahap audit yang menggambarkan kebutuhan dari masing-masing
audit.
Secara umum, struktur audit kinerja terdiri dari:
A. Tahap-tahapan audit
B. Elemen masing-masing tahapan audit
C. Tujuan umum masing-masing elemen
D. Tugas-tugas yang di perlukan untuk mencapai setiap tujuan
2. Tahapan audit kinerja
Audit kinerja adalah merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan
juga prosedurya. Berdasarkan kerangka umum struktur audit di atas, bisa
dikembangkan struktur audit kinerja yang terdiri dari:
1. Tahap pengenalan dan juga perencanaan (familiarization and planning phase)
2. Tahap pengauditan (audit phase)
3. Tahap pelaporan (reporting phase)
4. Tahap penindak lanjutan (follow-up phase)
53. 49
5.5 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL
Menurut Charles Handy ada tujuh (7) potensi kecerdasan yang dimiliki yang bisa
dikembangkan oleh manusia, yakni :
Kecerdasan logika, kecerdasan ini sangat terkait dengan kemampuan Manusi dalam
menalar dan menghitung.
Kecerdasan verbal, kecerdasan atau kemampuan manusia dalam menjalin hubungan
dengan Orang lain.
Kecerdasan praktik, kecerdasan atau kemempuan manusia untuk mempraktikkan ide
yang ada dalam pikirannya.
Kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana
seseorang bisa merasakan nada dan rama.
Kecerdasan intrapersonal, kecerdasan atau kemampuan ini berkaitan erat dengan
Kemempuan seseorang untuk bisa memahami segala sesuatu yang terkait dengan diri
pribadi.
Kecerdasan interpersonal, kecerdasan atau kemampuan ini berkaitan erat dengan
kemampuan seseorang dalam memahami atau menjalin hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan spasial,kecerdasan atau kemampuan seseorang dalam mengenali ruang
ataupun dimensi,
termasuk di dalamnya bagaimana mengenali warna, bentuk, maupun garis.
Secara garis besarnya adalah, kecerdasan atau kemampuan yang dimiliki manusia
ada tiga macam, yaitu :
1). Kecerdasan intelektual(IQ),
2). Kecerdasan emosional (EQ),
3). Kecerdasan spiritual(SQ).
54. 50
5.6 Membangun SDM Kapabilitas dan Kompetensi
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum
suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif
berkelanjutan sebagai berikut:
(1) ialah merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga
(valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
mengeksploitasi kesempatan dan ataupun menetralisasi ancaman dari
lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk bisa dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk bisa ditiru atau diimitasi.
(4)tidak bisa dengan mudah di gantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya ialah bagaimana “menterjemahkan” berbagai
strategi, kebijakan dan juga praktik MSDM menjadi keunggulan
kompetitif berkelanjutan.
55. 51
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan juga Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut
mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan juga keahlian untuk mencapai
hasil- hasil yang sudah di sepakati, kemampuan untuk memikirkan
persoalan atau mencari alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk bisa melihat gambar
besar, guna menguji berbagai pengandaian atau pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : atau saling ketergantungan kemampuan
secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
mendengar, berkomunikasi, dan mendapat alternatif ketiga.
Membangun SDM Kapabilitas dan Kompetensi
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu
sumber daya bisa disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan
sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi
kesempatan dan ataupun menetralisasi ancaman dari lingkungan
perusahaan.
(2) relative sulit untuk bisa dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk bisa ditiru atau diimitasi.
56. 52
(4) tidak bisa dengan mudah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya ialah bagaimana “menterjemahkan” berbagai
strategi, kebijakan dan raktikA MSDM menjadi keunggulan kompetitif
57. 53
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Penilaian kinerja memang bisa di gunakan sebagai bahan
pertimbangan pemberian imbalan atau kompensasi. Penilaian kinerja bisa
merupakan umpan balik ataupun masukan bagi organisasi untuk
menentukan langkah selanjutnya, semisalnya memberitahukan kepada
karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja mereka.
Penilaian kinerja bisa di gunakan untuk mendeteksi kebutuhan
pelatihan karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya di butuhkan
oleh karyawan supaya kinerja organisasi bisa optimal. Penilaian kinerja
juga bisa digunakan untuk menilai apakah pelatihan yang pernah di
adakan efektif atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja bisa membantu
manajer untuk mengambil keputusan siapa yang layak di promosikan, di
pertahankan, atau bahkan harus di keluarkan dari organisasi. Penilaian
kinerja bisa digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk
dimana, dengan tingkat gaji berapa. Di luar dari pada itu, perusahaan
melaksanakan evaluasi/penilaian kinerja kadang juga bertujuan untuk
melaksanakan riset saja. Kompensasi ialah seluruh imbalan yang diterima
karyawan atas hasil kerja pegawai tersebut pada organisasi. Pemberian
58. 54
kompensasi merupakan salah satu dari pelaksanaan fungsi MSDM yang
berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual
sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi
merupakan biaya yang utama atas keahlian atau pekerjaan dan atas
kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini.
Secara umum tujuan kompensasi ialah untuk membantu perusahaan
mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan juga menjamin
terciptanya keadilan internal dan juga ekternal. Keadilan eksternal ialah
menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil
dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-
kadang tujuan ini dapat menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan
trade-offs harus terjadi. SeMisalnya, untuk mempertahankan karyawan
dan menjamin keadilan, hasil analisis upah atau gaji merekomendasikan
pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
6.2 Saran
Di dalam suatu perusahaan ataupun organisasi perlu di adakan
evaluasi kinerja yang optimal supaya tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian kompensasi kepada pegawai ataupun karyawan. diKarenakan
apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara langsung
berdampak terhadap pemberian kompensasi akan membuat karyawan
merasa tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja pegawai, pada
akhirnya perusahaan maupun organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM
59. 55
sangat diperlukan di dalam suatu perusahan maupun organisasi, termasuk
juga di dalamnya ialah evaluasi kinerja dan pemberian kompensasi.