Dokumen tersebut membahas tentang multikulturalisme di Indonesia. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan tentang keberagaman budaya dalam masyarakat. Indonesia memiliki keragaman suku, agama, bahasa dan budaya karena terdiri dari pulau-pulau. Dokumen tersebut juga membahas pengertian, jenis-jenis, sejarah dan contoh multikulturalisme di Indonesia.
1. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara dengan status negara berkembang,
Indonesia juga merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4
setelah Cina, Amerika, dan India. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki jumlah
pulau yang sangat banyak, lebih dari 15.000 pulau kecil dan 5 pulau besar yang
terhampar dari sabang sampai merauke. Dengan jumlah penduduk yang besar dan
juga jumlah pulau yang sangat banyak, memungkinkan terjadinya perbedaan
diberbagai bidang, mulai dari agama, suku, ras, dan bahasa.Hal tersebut dianggap
wajar, karena setiap golongan memiliki pendapat dan juga pandangan yang berbeda-
beda. Dampak dari perbedaan tersebut beragam, mulai dari yang positif hingga
dampak negatif yang berakibat pada tejadinya konflik. Konflik yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan perpecahan dan juga disintegrasi bangsa yang
berbuntut pada dendam turun-temurun tanpa pernah ada solusinya. Selain konflik,
permasalahan-permasalahan yang terjadi diIndonesia juga semakin beragam dan
semakin berkembang disetiap tahunnya, hingga menjadi pusat perhatian dari semua
kalangan.
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan
berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Dalam arti ini keberagaman bukan sekedar keberagaman suku, ras, ataupun agama,
melainkan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan, termasuk di dalamnya adalah
kelompok-kelompok subkultur.
2. 2
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia memiliki
Pancasila sebagai sebuah pegangan dalam bertindak untuk menyikapi perbedaan-
perbedaan yang ada dalam multikulturalisme.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Multikulturalisme ?
2. Apa saja jenis-jenis Multikulturalisme itu ?
3. Bagaimanakah sejarah dari Multikulturalisme ?
4. Bagaimana hubungan Multikulturalisme dengan Demokrasi dan HAM ?
5. Apa saja kasus-kasus Multikulturalisme di Indonesia ?
6. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah multikulturalisme ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini sebagai berikut :
1. memberikan pemahaman kepada Pembaca mengenai pemahaman akan
pengertian multikulturalisme;
2. memberikan pemahaman kepada Pembaca mengenai bagaimana cara
menyikapi perbedaan – perbedaan yang sering kali menjadi pemicu
konflik;
3. memberikan pemahaman kepada Pembaca mengenai bagaimana cara
mengatasi konflik – konflik dalam multikulturalisme;
4. memberikan pemahaman kepada Pembaca agar terus menjaga persatuan
dan kesatuan ditengah keberagaman.
3. 3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme Berasal dari kata multi (plural) dan kultural (tentang
budaya), Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan
berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Adapun pengertian menurut para ahli :
1Multikulturalisme adalah pandangan hidup yang mengedepankan
kebersamaan atas asas berbedaan, baik perbedaan agama, politik, sampai
dengan perbedaan suku bangsa.
2Multikulturalisme meliputi pemahaman, apresiasi dan penilaian budaya
seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang
lain.
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan. Multikulturalisme lahir dari benih-benih konsep yang sama dengan
demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip etika dan
moral egaliter sosial-politik. Lahirnya paham multikulturalisme berlatarbelakang
kebutuhan akan pengakuan (the need of recognition) terhadap kemajemukan
budaya, yang menjadi realitas sehari-hari banyak bangsa, termasuk Indonesia.
1Azyumardi Azra, Pengertian Multikulturalisme, (2007).
2 Lawrence Blum, Pengertian Multikulturalisme, (2007).
4. 4
Pengertian masyarakat multikultural :
3Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih
komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terfragmentasi dan
memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain.
4Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa jenis
kumunitas budaya dengan semua manfaat, dengan sedikit perbedaan dalam
konsepsi dunia, sistem makna, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat
istiadat dan kebiasaan.
2.2 Jenis-Jenis Multikulturalisme
1) Multikulturalisme Isolasionis
Multikulturalisme isolasionis mengacu kepada masyarakat dimana berbagai
kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam
interaksi satu sama lain. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat
yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari
masyarakat lain umumnya.
Contoh :
Masyarakat yang ada pada sistem "millet" di Turki Usmani.
Masyarakat Amish di USA.
Masyarakat Baduy di Banten.
Suku Mascho Piro yang hidup di Taman Nasional Manu, tenggara Peru.
Suku Korowai, mereka tinggal di Papua New Guinea dan budaya
mereka masih tetap terisolasi dari peradaban modern.
3J.S Furnival, Pengertian Mayarakat Multikulturalisme, (2002).
4Parekh, Pengertian Mayarakat Multikultural, (1997).
5. 5
2) Multikulturalisme Akomodatif
Multikulturalisme akomodatif yakni masyarakat plural yang memiliki kultur
atau budaya dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi
tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat kaum
multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang,
hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kutural dan memberikan
kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan mereka; sebaliknya kaum minoritas tidak
menantang kultur dominan. Tipe masyarakat multikulturalisme akomodatif ini
dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa negara eropa lainnya.
Contoh :
Di negara Inggris membantu integrasi para imigran dan kaum minoritas,
menghilangkan berbagai halangan terhadap keikutsertaan mereka dalam
kehidupan bernegara.
Perancis menerapkan izin waktu bagi para umat Muslim untuk shalat dan
beribadah di saat waktu kerja.
Banyaknya negara – negara di Eropa sudah menerapkan label “Halal”
pada makanan yang mereka jual, sehingga membantu masyarakat umat
Muslim dalam memilih makanan.
Di negara Indonesia yang masyarakatnya mayoritas umat bergama Islam,
tapi dalam membentuk undang – undang sesuai atau tidak menganggu
hak dan kewajiban dari pemeluk agama lain.
Di negara – negara Eropa, pemerintahnya sudah mulai menerapkan
kurikulum pendidikan agama Islam ke setiap sekolah yang membutuhkan.
Serta mengizinkan pendirian sekolah – sekolah Islam.
3) Multikulturalisme Otonomis
Multukulturalisme otonomis yakni masyarakat plural dimana kelompok-
kelompk kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik
6. 6
yang secara kolektif bisa diterima. Fokus pokok kelompok ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan
berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis
sebagai mitra yang sejajar.
Contoh :
Kaum zionis Yahudi yang menolak keberadaan kamu palestina.
Negara Indonesia yang kaum mayoritasnya menginginkan negara dengan
tegaknya syariat Islam.
Negara Belanda melarang pembangunan menara – menara masjid.
Di Swiss pemerintah melarang penggunaan Hijab dan Cadar bagi
masyarakatnya.
Negara Indonesia di sebagian besar wilayahnya, masing – masing
pemerintah melarang penjualan dan bukanya rumah makan selama bulan
puasa. Padahal banyak juga masyarakat yang tidak menjalankan puasa.
4) Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif
Multikulturalisme kritikal atau interaktif yakni masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok kultural tidak terlalu fokus dengan kehidupan kultural
otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan
dan menegaskan perspektif mereka.
Contoh :
Nelson Mandela salah satu tokoh yang menolak politik kulit hitam atau
“APARTHEID” yang membuat orang kulit hitam menjadi warga kelas
bawah.
Gus Dur mantan presiden Indonesia yang memperjuangkan hak warga
kaum Tioghoa untuk merayakan hari raya Imlek.
Pendeta Martin Luther King, Jr., Ph.D. M enentang diskriminasi terhadap
orang-orang kulit hitam.
7. 7
Hj. Rangkayo Rasuna Said, ia memperjuangkan adanya persamaan hak
antara pria dan wanita.
Prof. Dr. Nurcholish Madjid biasa dipanggil Cak Nur mendukung konsep
kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep Cak Nur tersebut
dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang
disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih.
5) Multikulturalisme Kosmopolitan
Multikulturalisme kosmopolitan yakni dimana masyarakat plural berusaha
menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terkait pada budaya tertentu, dan
sebaliknya secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural
dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Sebagian
besar pendukung multikulturalisme jenis ini ialah kelompok liberal yang
memiliki kecenderungan postmodern, memandang seluruh budaya sebagai
resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.
Contoh :
Masyarakat yang ada di negara Amerika Serikat, sebagian besar
masyarakatnya yang terdiri berbagai macam suku bangsa sudah mulai
meninggalkan budaya ke-sukuan. Justru timbul budaya multicultural
baru yaitu, : Haloween, Thanksgiving dan lain – lain.
Di negara Singapura yang mayoritas penduduknya dari pendatang,
memunculkan budaya oriental dalam kehidupan masyarakatnya.
Di negara Perancis, ada sebuah kawasan pantai dimana para
pengunjungnya diperbolehkan bebas untuk telanjang atau tidak
mengenakan pakaian.
Di negara Amerika Serikat dan Eropa sudah banyak masyarakatnya dapat
tinggal satu rumah pria dan wanita walaupun belum terikat status
pernikahan yang sah.
8. 8
2.3 Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi
yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal
abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara
normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan
homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu,
asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih
kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga
tercipta sebuah kebudayaan baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan
resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di
Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar
anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara
elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Inggris
dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan
multikulturalisme.
Latar belakang terbentuknya masyarakat multikultural:
1. Bentuk wilayah : negara kepulauan
Terjadi isolasi geografis yang menyebabkan terjadinya kemajemukan
suku bangsa atau kemajemukan budaya.
2. Keadaan geografis
Letak yang strategis di antara dua samudra dan dua benua. Orang asing
masuk ke Indonesia, dengan penjajahan dan perdagangan, terjadi
kemajemukan agama.
3. Perbedaan cuaca dan struktur tanah
Perbedaan cuaca dan struktur tanah menyebabkan terjadinya
kemajemukan mata pencaharian.
9. 9
Pengaruh terbentuknya masyarakat multikultural terhadap Kehidupan
masyarakat :
1. Konflik
Kondisi kemajemukan berpengaruh terhadap munculnya potensi konflik
horizontal. Begitu banyak konflik yang terjadi akibat kemajemukan di
masyarakat.
2. Munculnya sikap primordialisme
Yaitu paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak lahir,
baik mengenai tradisi, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di
dalam lingkungan pertamanya.
3. Munculnya sikap etnosentrisme.
Yaitu sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang
meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain.
4. Munculnya sikap fanatik dan ekstrem.
Sikap yang sangat kuat meyakini ajaran atau mendukung suatu
kelompok. Sementara ekstrem adalah sikap fanatik, sangat keras dan
teguh. Seorang ekstremis menganggap bahwa hanya pendapat kelompok
sendirilah yang benar dan menolak pendapat dari luar kelompoknya.
5. Politik Aliran
Ideologi nonformal yang dianut oleh anggota organisasi politik dalam
suatu negara. Contohnya adalah partai Islam dan partai Kristen
10. 10
2.4 Multikulturalisme, Demokrasi, dan HAM
Cita-cita mewujudkan demokrasi hampir selalu menyinggung agama dan
keragaman budaya, karena demokrasi tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa
menempatkan agama secara benar dan memberikan apresiasi terhadap keragaman
budaya. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain
secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik,
jender, bahasa, ataupun agama.
Ada tiga istilah yang kerap digunakan secara bergantian untuk
menggambarkan masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa, dan budaya yang
berbeda, yakni pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural
(multicultural). Ketiga ekspresi itu sesungguhnya tidak merepresentasikan hal yang
sama, walaupun semuanya mengacu kepada adanya “ketidaktunggalan”. Konsep
pluralitas mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih dari satu” (many); keragaman
menunjukkan bahwa keberadaan yang “lebih dari satu” itu berbeda-beda, heterogen,
dan bahkan tak dapat disamakan. Pada abad ke-20, kemajemukan menjadi syarat
demokrasi. Serba tunggal, misalnya, satu ideologi, satu partai politik, satu calon
pemimpin, dianggap sebagai bentuk pemaksaan dari negara.
Dibandingkan dua konsep terdahulu, multikulturalisme sebenarnya relatif
baru. Menurut Bhikhu Parekh (Gurpreet Mahajan, Democracy, Difference and
Justice, 1998), baru sekitar 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di
Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya.
Secara konseptual terdapat perbedaan signifikan antara pluralitas, keragaman, dan
multikultural. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan
(yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan
segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.
Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman.
Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup;
sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas komunitas itu diperlakukan sama.
11. 11
Di sinilah konsep multikulturalisme memberikan kontribusi nyata terhadap
agenda demokratisasi dan nondiskriminasi. Perhatian yang besar terhadap equalitas
(persamaan) dan nondiskriminasi kaum minoritas telah menghubungkan
multikulturalisme dengan demokrasi. Kita tahu, secara historis, demokratisasi
terjadi melalui perjuangan berbagai unsur masyarakat melawan sumber-sumber
diskriminasi sosial. Manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang sama.
Tidak ada diskriminasi yang didasarkan pada kelas, jender, ras, atau minoritas
agama dalam domain publik. Sebaliknya, setiap individu harus diperlakukan sebagai
warga dengan hak-hak dan kewenangan yang sama. Sebagai alternatif atas
penolakan terhadap diskriminasi, multikulturalisme memberikan nilai positif
terhadap keragaman kultural. Konsekuensi lebih lanjut adalah kesediaan untuk
memberikan apresiasi konstruktif terhadap segala bentuk tradisi budaya, termasuk
agama.
2.5 HAM dan Multikulturalisme
Prinsip-prinsip HAM telah secara jelas mengukuhkan nilai-nilai inklusi, baik
terkait dengan klas sosial, golongan, warna kulit, kepercayaan dan agama, tradisi,
dan sebagainya. Prinsip-prinsip HAM dengan demikian secara normatif mendorong
umat manusia di muka bumi untuk mengakui kemajemukan atau pluralitas. Prinsip
inalienable, universalitas, non diskriminasi, kesederajatan, martabat manusia
dengan sendirinya mengakui dan mengakomodir keberagaman. Sementara itu,
prinsip tanggungg jawab negara menegaskan pentingnya negara pihak (state
parties) menjamin bahwa pluralisme menjadi prinsip nilai yang memungkinkan
kemajemukan atau pluralitas itu dapat hidup subur tanpa harus terjadi pelanggaran-
pelanggaran hak asasi manusia. Di sinilah relevansi antara HAM dengan pluralisme
dan multikulturalisme. Selalu ada ancaman terjadinya pelanggaran HAM, jika
kemajemukan atau realitas multikultur sebagai realitas sosiologis-politik tidak
diikuti dengan pluralisme dan multikulturalisme sebagai prinsip moral etis yang
(harus) tumbuh dan berkembang di masyarakat.
12. 12
Akibat dari berkembangnya kekuasaan yang bersifat multipolar di
Indonesia, kepatuhan kepada konsensus nasional akan terus merosot dan potensi
konflik horisontal bisa berkembang menjadi konflik aktual mengikuti
perkembangan faktor pemicu yang bersifat lokal, dan kadang-kadang bersifat
sepele. Jika situasinya sudah demikian, konflik dan kekerasan yang terjadi bisa
meluas. Pelanggaran HAM akan marak dimana-mana.
Untuk mencegah situasi berkembang ke arah konflik dan kekerasan,
pemerintah sebenarnya telah diberi mandat/kewajiban oleh undang-undang.
Undang-undang No. 39/1999 mengenai HAM. menyebutkan :
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-
undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional
tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”
(Pasal 71).
Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain. (Pasal
72)
Sayangnya, sampai sejauh ini, pemerintah nampak melakukan pembiaran
dan tak melakukan pencegahan atas maraknya berbagai pusat kekuasaan politik
di masyarakat yang berbasis etno nasionalisme maupun primordialisme,
khususnya agama.
2.6 Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat
keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai
keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita
13. 13
mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir
tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton),
maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki
makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat
mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan
akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau di mana setiap pulau
tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari
masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu
sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat
banyak dan beraneka ragam.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
a) Faktor geografis dan kondisi iklim
Faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan suatu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis
dan iklim yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam
masyarakat (multikultural).
b) Pengaruh budaya asing
Mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural,
karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing
kemungkinan akan terpengaruh mindset mereka.
14. 14
c) Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan
budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah
keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan berkembang di
berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa
jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter,
adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain.
d) Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra
dan dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi
munculnya keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung
oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi
sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah
terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak
interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam
bentuk pengaruh agama dan kebudayaan. Selain melakukan aktivitas
perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan
menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah bangsa Barat juga
masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan
berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda.
Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua
orang, karena tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan.
e) Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak
bangsa luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia.
15. 15
Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-
lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal usulnya.
Ciri-ciri masyarakat multikultural :
a) Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-
macam suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya
pemisah itu adalah suatu konsep yang disebut primordial. Contohnya, di
Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari
daerah dalam negeri maupun luar negeri, dalam kenyataannya mereka
memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
b) Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya
adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami
kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena
kurang lengkapnya persatuan yang terpisah oleh segmen-segmen
tertentu.
c) Konsensus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya
perlu adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan
kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam
suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam pengambilan keputusan.
d) Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya
terdiri dari berbagai macam suku adat dan kebiasaan masing-masing.
Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat,
kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi.
e) Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya
jelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali
terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara
16. 16
paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan
lama.
f) Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam
masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada
ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu
kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan
kepentingan suku atau rasnya.
Jenis-jenis konflik yang timbul dalam keberagaman :
1) Konflik antar-suku, yaitu pertentangan antara suku yang satu dengan
suku yang lain.
Contoh : konflik antara suku Dayak dan suku Madura yang terjadi di
Sampit, konflik antara suku-suku kecil di Papua.
2) Konflik antar-agama, yaitu pertentangan antara kelompok yang
memiliki keyakinan atau agama berbeda
Contoh : konflik masyarakat Ambon pemeluk Islam dengan masyarakat
Ambon pemeluk Kristen.
3) Konflik antar-ras, yaitu pertentangan antara ras yang satu dengan ras
yang lain.
4) Konflik antar-golongan, yaitu pertentangan antara kelompok atau
golongan dalam masyarakat.
Contoh : konflik antar pendukung partai Demokrat dengan simpatisan
PDIP.
17. 17
Contoh penyebab masalah keberagaman di Indonesia :
1) Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat
dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam
konteks kemajemukan.
2) Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya
agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau
menghargai, mengakui dan menerima keberadaan serta kebenaran
agama dan umat beragama yang lain.
3) Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam
konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada
dasarnya kurang memahami makna dan fungsi secara benar.
Solusi akan masalah keberagaman di Indonesia :
Pancasila merupakan solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut
karena Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah
rasionalitas kita sebagai bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa, multi
budaya, dan multi ras, yang bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan
Indonesia harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah
kebhinekaan yang bermartabat. Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai yang
digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta motivasi atas segala perbuatan
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai
tersebut selalu dapat memberikan solusi atas masalah yang terjadi dalam negara
Indonesia khususnya masalah kemajemukan, seperti saling menghormati, saling
menghargai martabat setiap manusia, mengutamakan sikap persatuan dan kesatuan,
selalu bersikap toleransi, saling menghargai pendapat satu dengan yang lainnya,
mengutamakan kebersamaan untuk persatuan.
18. 18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan
multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu
keharusan agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, ditingkatkan lagi
menjadi apresiasi secara positif. Pemahaman ini yang disebut sebagai
multikulturalisme. Multikulturalisme (multiculturalisme)-meskipun berkaitan dan
sering disamakan-adalah kecenderungan yang berbeda dengan pluralisme.
Multikulturalisme adalah sebuah relasi pluralitas yang di dalamnya terdapat
problem minoritas vs mayoritas, yang di dalamnya ada perjuangan eksistensial bagi
pengakuan, persamaan, kesetaraan, dan keadilan.
Multikulturalisme ini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia untung
tetap bersatu di tengah keberagaman. Masyarakat dituntut untuk saling menghargai
dan harus mampu bekerjasama dengan baik agar persatuan dan kesatuan pun tetap
terjalin.
3.2 Saran
Adapun tujuan disusunnya makalah ini sebagai berikut :
Bagi masyarakat Indonesia, yang harus selalu bersikap toleransi demi
berlangsungnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.
Penulis menganggap bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
mendidik dan memotivasi sangat Penulis harapkan demi perbaikan
masalah selanjutnya.
19. 19
DAFTAR PUSTAKA
M.S, Bambang Budiono. 2012. Hak Asasi dan Multikulturalisme. http://bambud_fisip-
fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64127-makalah%20umum
hak%20asasi%20manusia%20dan%20multikulturalisme.html. Diakses pada tanggal 8 April
2017 pada pukul 21:57.
Sirry, Mun’im Agama, Demokrasi, dan Multikulturalisme.
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=1792&coid=4&caid=9&gid=1
Diakses pada tanggal 8 April 2017 pada pukul 22:30.
Multikulturalisme. https://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme
Diakses pada tanggal 8 April 2017 pada pukul 22:17.
Sejarah Multikulturalisme. https://artypribadi.wordpress.com/2013/09/13/sejarah-
multikulturalisme/
Diakses pada tanggal 8 April 2017 pada pukul 22:26.
Ajeeng, Nuraini. 2013. Multikulturalisme.
https://nurainiajeeng.wordpress.com/2013/01/06/multikulturalisme/
Diakses pada tanggal 21 Mei 2017 pada pukul 19:26.