3. I. DD
a. Indeterminate : P. Alba, hipopigmentasi, post inflamasi
b. Lesi papul dan nodul : limfoma, dermatofibroma, sarcoidosis
c. Nodul berulang : ENL, eritema nodosum, eritema induratum, vaskulitis
d. Plak : mikosis fungioides, psoriasis
II. Penegakan Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis(BTA), dan histopatologis
Cardinal sign lepra: Setidak-tidaknya, 2 dari 3 pertama harus ada untuk diagnosis
1. Anestesi
2. Pembesaran saraf dan abnormalitas saraf perifer
3. Lesi kulit
4. BTA dari smear kulit pada lepromatosa dan lesi borderline
Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)
PB MB
Lesi kulit (makula datar, papul
yang meninggi, nodus
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Anestesia jelas
> 5 lesi
Distribusi lebih simetris
Anestesia kurang jelas
Kerusakan saraf (menyebabkan
anestesia/kelemahan otot)
Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
a. Anamnesis
1. Anestesi
2. Pembesaran saraf dan abnormalitas saraf perifer
3. Adanya lesi kulit
4. Kesemutan/baal
5. Sosialekonomi
6. Kebersihan lingkungan
Reaksi lepra
1. Reaksi tipe 1 (reaksi reversal)
Terjadi pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti), bisa terjadi spontan, cepat dan mendadak karena
peningkatan sistem imun selular yang mendadak
Biasanya terjadi pada pengobatan 6 bulan pertama
Neuritis dan/atau lesi kulit
Neuritis ; nyeri saraf dengan hilangnya fungsi sensorik dan motorik
Lesi kulit ; lesi bertambah aktif atau timbul lesi baru. Hipopigmentasi menjadi eritem,
eritem menjadi makin eritematous, makula menjadi infiltrat, infiltrat jadi makin infiltratif, dan
lesi lama menjadi makin luas.
2. Reaksi tipe 2 (ENL=eritema nodosum leprosum)
timbul pada tipe LL ( lepromatosa polar) dan dapat pula BL
Secara imunopatologis, ENL termasuk respons imun humoral, berpa fenomena kompleks imun akibat
reaksi antara antigen M. Leprae + antibodi (IgM, IgG) + komplemen KOMPLEKS IMUN
Terjadi spontan atau setelah pengobatan (pengobatan pada tahun kedua karena banyak basil leprae
yang mati, sehingga banyak antigen yang bereaksi dengan antibodi serta mengaktifkan komplemen)
Timbul nodus eritema dan nyeri pada kulit, tempat predileksi di lengan dan tungkai
Mengenai organ lain: iridosiklitis, neuritis akut, linfadenitis, arthritis, orkitis, dan nefritis akut.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa untuk
mengetahui fungsi saraf wajah.
4. 2. Inspeksi dan perhatikan semua kelainan / lesi kulit diseluruh tubuh seperti adanya makula,
nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambuh tubuh (
alopesia dan madarosis)
3. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas ( rasa raba), jarum pentul
yang tajam dan tumpul ( rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi( rasa suhu).
4. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya, dilakukan pada n.auricularis, n ulnaris, n. radialis,
n.medianus, n.peroneus, dan n.tibialis posterior.
5. Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu memeriksa ada tidakny kekeringan pada lesi akibat
tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta ( uji Gunawan)
6. Iritis
PEMERIKSAAN FISIK UNTUK TANDA-TANDA KELUMPUHAN SARAF
1. Gejala-gejala kerusakan saraf:
N. Ulnaris
Anestesi ujung jari anterior kelingking dan jari manis
Clawing kelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial
N. Medianus
Anestesia pada ujung jari anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N. Radialis
Anestesi dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
Tangan gantung (wrist drop)
Tidak mampu ekstensi jari-jari atan pergelangan tangan
N. Poplitea lateralis
Anestesi tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
Kaki gantung (doot drop)
Kelemahan otot peroneus
N. Tibialis posterior
Anestesi telapak kaki
Claws toes
Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
N. Fasialis
Cabang temporal dan zigomatikus menyebabkan lagolftalmus
Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan
mengatupkan bibir.
N. Trigeminus
Anestesi kulit wajah, kornea dan konjungtiva
Penatalaksanaan
7. Berdasarkan WHO MDT (multidrug treatment):
a. Pausibasiler
Dapsone 100 mg/hari
Rifampisin 600 mg/bulan
selama 6 bulan
b. Multibasiler
Bulanan: rifampisin 600 mg/bulan
Diawasi: clofazimin 100 mg/hari
Harian: dapsone 100 mg, clofazimin 50mg
selama 12 bulan/ 1 tahun
c. Pausibasiler dengan lesi tunggal
ROM Rifampisin 600 mg, Ofloxacin 400 mg, Minocyclin 100 mg