2. SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang
ke puskesmas dengan keluhan bercak
putih di wajah.
Dialami sejak 2 tahun yg lalu. Diameter bercak adalah
2,5cm. Pasien tdk mengeluhkan gatal maupun nyeri pada
bercak tersebut. Bercak putih yang sama ditemukan di
punggung dlm jumlah yang banyak. Pasien juga
mengeluhkan kurang rasa pd bercak tersebut. Pasien sering
merasakan kesemutan pada daerah wajah,lengan dan
tungkai. Istri pasien pernah berobat dgn keluhan yang sama
sekitar 1 tahun yang lalu, tetapi tdk meminum secara
teratur
3. Kesadaran:compos mentis,BB:52 kg.TB162cm.
TD:120/70 mmHg,HR:76x/menit,reguler,RR:20 x/menit.
Nadi:76 x/menit,reguler,tekanan dan volume normal.
Pd pemeriksaan fisik: status dermatologis ditemukan lesi
makula hipopigmentasi disertai anestesia diwajah dan
punggung.
Ditemukan penebalan syaraf aurikularis magnus,syaraf ulnaris
dan syaraf peroneus komunis
Pada pemeriksaan sensoris dan motoris ditemukan gangguan
sensoris pada lesi dan gangguan motoris pd tungkai bawah.
Hasil pemeriksaan laboratorium sklit skin smear dengan
indeks bakterial:4+ dan indeks morfologi 25,7%
5. 1. DEFINISI DAN
ETIOLOGI
1.Definisi
• Penyakit infeksi kronis, disebabkan
Mycobacteroium leprae
• Mula-mula mengenai SS tepi, lalu kulit &
mukosa traktus respiratorius atas, RES, mata,
otot, tulang, testis & organ lain, kecuali SSP.
• Cenderung menyebabkan cacat tangan dan
kaki
6. Etiologi
• Mycobacterium leprae atau basil Hansen
• Ditemukan th 1873 oleh G.H.A Hansen,
Norwegia
• Basil tahan asam, batang, p. 1-8 μ & l. 0,2-0,5
μ
• Berkelompok (globus) atau tersebar satu-satu,
sifat parasit obligat intraseluler (jaringan
dengan suhu dingin)
7. 2. KLASIFIKASI LEPRA
Klasifikasi Madrid (1953)
• Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta di tempatkan pada
dua kutub, satu kutub terdapat kusta tipe tuberculoid (T) dan
kutub lain tipe lepromatous (L) . Diantara kedua tipe ini ada
tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Di samping itu ada tipe
yang menjembatani yaitu disebut tipe intermediate borderline
(B).
8. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)
• Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling
membagi tipe kusta menjadi 6 kelas yaitu : intermediate (I),
tuberculoidtuberculoid (TT), borderline tuberculoid (BT),
borderlineborderline (BB), borderline lepromatous (BT) dan
lepromatous lepromatous (LL).
9. • Klassifikasi WHO/DEPKES (1981) dan (1988)
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
yg termasuk PB: kusta tipe I, TT dan sbg besar BT dgn BTA
negatif menurut klassifikasi Ridley- Jopling dan type I dan T
menurut klassifikasi Madrid.
yg tmsk MB: Kusta type LL, BL, BB dgn sebagian BT
menurut klassifikasi Ridley-jopling dan type B dan L menurut
klassifikasi Madrid dan semua type kusta dgn BTA positif
10.
11.
12. 3. PATOFISIOLOGI
• Sumber penularan penderita MB (multi-basiler)
sebagai kontak (+) melalui:
– Kontak langsung erat dan lama lesi kulit + suhu dingin
(terutama Susceptible persons)
– Droplet infection (aerogen) dari/ melalui mukosa hidung
(infeksi melalui oral lambung & kulit utuh ditentang ahli)
– Dapat ditularkan melalui tempat tidur, pakaian, dll o.k
diyakini M.leprae dapat bertahan hidup beberapa hari di
luar tubuh
– Kemungkinan penularan melalui gigitan serangga diakui
14. 4. TANDA DAN GEJALA
GEJALA AWAL
Penderita tidak merasa terganggu, terdapat kelainan kulit berupa bercak
putih seperti panu atau bercak kemerahan
Kelainan kulit ini : - kurang / hilang rasa
- Tidak gatal
- Tidak sakit
GEJALA LANJUT
Pada gejala lanjut & tidak mendapat pengobatan yang tepat kusta
cacat pada :
- Mata
: Lagoptalmus → buta
- Tangan
:- Mati rasa pada telapak
- Jari – jari memendek & putus-putus ( mutilasi )
- Lunglai
- Kaki:- Mati rasa pd telapak
- Jari – jari memendek & putus-putus ( mutilasi )
15. • Tipe TT & LL tipe polar yang tidak
berubah
• Tipe BB
–
–
–
–
–
–
Tipe tengah
Paling tidak stabil, dapat berubah ke tipe lain
Lesi berbentuk makula infiltratif
Permukaan berkilat
Batas lesi kurang jelas & cenderung simetris
Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk
dan distribusinya
– Khas lesi punch out = makula hipopigmentasi
yang oval cekung bag tengah dengan batas
jelas dengan lesi-lesi kecil di tepinya
16.
17. • Tipe BT
– Tipe peralihan kearah TT
– Berupa makula/ plakat dengan lesi
satelit di pinggirnya
– Lesi 1 atau beberapa
– Hipopigmentasi
– Kering
– Skuama tak jelas
– Ada ggn saraf ringan biasanya
asimetris
18.
19. • Tipe BL
– Tipe peralihan kearah LL
– Awalnya beberapa makula
– Bentuk bervariasi cepat menyebar ke
seluruh tubuh disertai papel dan nodus
yang tegas dengan distribusi simetris.
– Bagian tengah sering mencekung
dibandingkan pinggir luarnya
– Ditemukan plak punch out lesion
– Tanda kerusakan saraf spt ggn
sensibilitas, kurangnya keringat,
gugurnya rambut lebih cepat muncul dari
tipe LL serta penebalan saraf yang teraba
pada tempat predileksi
20.
21.
22.
23. Perbedaan TT dan LL
Perbedaan
Jumlah lesi
Tuberkuloid
(TT)
1/ bbrp
Makula/ plakat
Asimetris
Lebih kasar
Efloresensi
Distribusi
Permukaan
Lesi
Tepi lesi
Batas jelas
Anestesi
Jelas stad dini
Kontraktur
Sering stad dini
Bakterioskopi
BTA – atau
sedikit
Lepromatosa (LL)
Banyak
Papel, nodul & infiltrat
Simetris
Lebih halus dan mengkilap
Batas tak jelas
Tak jelas, biasa stad lanjut
Terutama stad lanjut
BTA banyak
25. 5. FAKTOR RESIKO
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta
adalah yang tinggal di daerah endemik dengan
kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang
tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan
gizi yang buruk, dan adanya penyertaan
penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan
sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena
kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
26. 6. CARA MENEGAKKAN
DIAGNOSA
Anamnesa teliti (± 80%)
– Keluhan utama/ tambahan
– Riw kontak dengan penderita
– Latar belakang keluarga, asal/ sosekonomi
27. Diagnosis
2. P.f (klinis):
–
Bercak kulit: makula hipopigmentasi/
eritematosa + ggn rasa sentuh, suhu & nyeri
Penebalan saraf dan atau nyeri disertai
dengan :
–
•
•
•
Gangguan sensoris rasa nyeri sampai dengan
mati rasa
Gangguan motoris paresis & paralisis
Gangguan otonom kulit kering & retak, edema
& alopesia
28. 3. Pemeriksaan Bakteriologi
Pew Ziehl Neelsen/ Kinyoun Gabet/
Tan Thiam Hok
– Bahan dari 6 lokasi lesi kulit
(2), cuping telinga (2), kulit distal
jari telunjuk/ tengah (2)
– Bahan biopsi kulit atau saraf
29. Indeks bakteri (I.B):
Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra,
dengan melihat kepadatan BTA tanpa melihat
kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/
granular)
Indeks Bakteri (I.B)
0
BTA -
1 – 10/ 100 L.P
+1
1 – 10/ 10 L.P
+2
1 – 10/ 1 L.P
+3
10 – 100/ 1 L.P
+4
100 – 1000/ 1 L.P
+5
> 1000/ 1 L.P
+6
30. Indeks Morfologi (I.M):
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau
mati
Rumus:
Jumlah BTA solid
x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna:
•
•
•
Untuk melihat keberhasilan terapi
Untuk melihat resistensi kuman BTA
Untuk melihat infeksiositas penyakit
31. 4. Pemeriksaan histopatologik (utk
membedakan tipe TT & LL)
– Pada tipe TT ditemukan
Tuberkel (Giant cell, limfosit)
– Pada tipe LL ditemukan sel
busa (Virchow cell/ sel lepra) yi
histiosit dimana di dalamnya
BTA tidak mati, tapi
berkembang biak membentuk
gelembung. Ditemukan lini
tenang (subepidermal clear
zone)
32. 7. PENATALAKSANAAN
• Tujuan utama:
1. memutuskan mata rantai penularan. Untuk menurunkan
insiden penyakit
2. mengobati dan menyembuhkan penderita
3. mencegah timbulnya penyakit
• Utk mencapai tujuan tsb, srategi pokok yg dilakukan
didasarkan atas :
1. deteksi dini
2. pengobatan penderita
33. • Regimen pengobatan kusta disesuaikan dgn yg
• direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981).
• Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi:
1. Pausi Basiler (PB)
2. Multi Basiler (MB)
• Dgn memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug
• Treatment
41. 8. KOMPLIKASI DAN
PROGNOSA
KOMPLIKASI
Anggota gerak
Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan
tidak sensitif dan myopati. Tidak sensitif mempengarui
rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena
adalah saraf ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti
cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk mengangkat
pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba.
Infeksi lepra ke saraf medianus menyebabkan ketidak
mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam.
Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan
terjadi wrist drop atau pergelangan tangan yang jatuh.
42. Hidung
Infeksi mikrobakteri ke mukosa hidung dapat
menyebabkan pembengkakan dan perdarahan hidung yang
terus menerus. Tanpa pengobatan yang baik infeksi akan
menjalar dan merusak tulang rawan hidung dan penderita
akan kehilangan hidungnya.
Mata
Infeksi pada mata tidak hanya terjadi pada mata sendiri
yang mengakibatkan kekeruhan dari cairan mata dan
gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi
pada saraf-saraf penghlihatan mata yang mengakibatkan
penglihatan akan berkurang dan juga pada saraf otot-otot
penggerak bola mata yang menyebabkan gangguan
koordinasi penglihatan kedua mata.
43. Testis
Infeksi lepra dapat terjadi pada testis dan menyebabkan
infeksi dari saluran testis dan apabila tidak diterapi dengan
baik akan menyebabkan kerusakan permanen dari saluran
dan penghasil sperma sehingga penderita akan steril.
Abses Saraf
Pada beberapa kondisi infeksi lepra di saraf tidak saja
menyebabkan kerusakan dari sistem saraf, tetapi
menyebabkan abses (bisul) di sekitar saraf, dengan gambaran
benjolan kemerahan, panas dan terasa nyeri.
45. 9. REAKSI LEPRA (Lepra Reaction)
t.d:
1. Reaksi Lepra Tipe I (Reversal Reaction)
Sering pada tipe Pausi-basiler (TT-BB)
1.a. Reaksi Down Grading o.k. imunitas
penderita menurun, sehingga
proliferasi bakteri >>, timbul lesi-lesi
baru tipe L
46. 1.b. Reaksi Up Grading o.k. peningkatan
imunitas penderita, sehingga lesi yang
tenang meradang akut tipe T
Gejala:
Kelainan kulit bertambah dengan atau tanpa
ringan/ berat cacat a.l. Claw Hand
47. 2. Reaksi Lepra Tipe II (Eritema Nodosum
Leprosum/ ENL)
Sering timbul tipe multibasiler (BL-LL), di sini
imunitas humoral menurun, sehingga terjadi
reaksi dengan antigen yang banyak dilepas serta
mengaktifkan sistem komplemen kompleks
imun
Umumnya sedang dapat terapi DDS
(Dapsone)
48. Gejala:
Malaise, mialgia, demam sampai
menggigil
Infiltrat bertambah nodulus/ nodus
eritematosus berkelompok + nyeri
tekan terutama di muka, punggung,
dada
Iritis, neuritis, arthritis, pleuritis, nefritis,
orchitis
49. Faktor Pencetus:
Setelah terapi intensif
Stress fisik/ mental
Infeksi
Pembedahan
Imunisasi
Kehamilan & saat setelah melahirkan
50. Penatalaksanaan reaksi
kusta
• Prinsip pengobatan reaksi
1). Istirahat / imobilisasi
2). Pemberian analgesik / sedatif
3). Pemberian obat anti reaksi pada reaksi berat
4). MDT diteruskan dengan dosis tidak berubah
• Pengobatan reaksi ringan
1). Berobat jalan dan istirahat di rumah
2). Pemberian analgetik dan sedatif bila perlu
3). Reaksi kusta ringan yang tidak membaik setelah pengobatan 6
m inggu harus diobati sebagai reaksi kusta berat
51. • Pengobatan reaksi berat
1).Pemberian prednison dengan cara bertahap atau ”taffering off
” selama 12 minggu . Setiap 2 minggu pemberian prednison
harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan cacat.
2). Pemberian analgetik, bila perlu sedatif
3). Reaksi tipe II berulang diberikan prednison dan clofazimin
4).Imobilisasi lokal dan bila perlu penderita dirawat di rumah
sakit
52. • Skema pemberian prednison
1). Pada orang dewasa ( diberikan pagi hari sehabis makan ) :
Dua minggu I : 40 mg / hari
Dua minggu II : 30 mg / hari
Dua minggu III : 20 mg / hari
Dua minggu IV : 15 mg / hari
Dua minggu V : 10 mg / hari
Dua minggu VI : 5 mg / hari
53. 2). Pada anak-anak :
• Prednison untuk penderita reaksi kusta anak diberikan dengan
dosis awal maksimal 1 mg / kg BB, kemudian setiap 2 minggu
dievaluasi untuk penurunan dosis dengan lama pengobatan
minimal 2 minggu
3). Pengobatan reaksi tipe II berulang
• Pengobatan reaksi kusta tipe II berulang selain prednison,
perlu ditambahkan clofazimin dengan dosis dewasa sebagai
berikut :
Selama 2 bulan : 3 X 100 mg / hari
Selama 2 bulan : 2 X 100 mg / hari
Selama 2 bulan : 1 X 100 mg / hari
54. 10. PENCEGAHAN
• Menciptakan lingkungan sanitasi yang bersih.
• Daya tahan tubuh seseorang harus baik/ hidup sehat
• Segera memeriksakan diri jika ada bercak putih seperti panu
yang mati rasa, agar pengobatannya dapat dilakukan lebih
dini.
• Pemberian vaksin BCG (bacille Calmette Guĕrin) telah terbukti
efektif untuk mencegah lepra hingga 80%.
55. REFERENSI
• Djuanda,Adhi.2010.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi 6. FK
UI:Jakarta.
• Mandal,Wilkins,Dunbar,Mayon W.2006.Lecturer Note Penyakit
Infeksi.Edisi 6. Erlangga:Jakarta.
• Widoyono.2008.Penyakit Tropis
Epidemiologi,Penularan,Pencegahan dan
Pemberantasannya.Erlangga:Jakarta.
• Prawoto.2008.Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh
Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta (Studi Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Brebes).Magister Epidemiologi
Program PascaSarjana.UNDIP:Semarang.