Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
laporan kimia organik - Sintesis asetanilida
1. k.wr ‘14
SINTESIS ASETANILIDA
TUJUAN
Mempelajari sintesis amida dari asam karboksilat dan amina primer menggunakan
prinsip green chemistry
Mempelajari reaksi adisi-eliminasi pada turunan senyawa karbonil
TINJAUAN PUSTAKA
Aniline merupakan anggota dari amina yang gugus aminonya terikat secara langsung
dengan cincin benzene. Rumus kimia aniline yakni C₆H₅NH₂. Aniline merupakan cairan
berminyak yang berwarna coklat, mendidih pada 184⁰C, meleleh pada -6⁰C, dan sedikit larut
dalam air. Secara komersial, aniline dihasilkan dari reduksi nitrobenzene oleh beberapa agen
pereduksi seperti besi dan HCl, diikuti dengan distilasi uap produk (Rappoport, 2007).
Asam asetat glacial (CH3COOH) atau asam asetat murni merupakan larutan tidak
berwarna dengan bau menyengat (tajam). Asam asetat glacial bersifat korosiv dengan titik didih
118⁰C dan titik beku 17⁰C. Asam ini merupakan pelarut yang baik untuk beberapa senyawa
organic karena dapat bercampur dalam air, alcohol, gliserol, eter, dan CCl₄. Asam asetat glacial
dapat dibuat dan distilasi destruktif kayu dan kemudian dikondensasi dengan uap (Ledgard,
2007).
Asetanilida dapat disintesis dari aniline dan asam asetat. Dalam skala industry, anilin
dan asam asetat direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk. Reaksi
berlangsung selama 8 jam pada suhu 150⁰C - 160⁰C dan tekanan 2,5 atm dengan yield
mencapai 98 % dan konversi mencapai 99,5%. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi
dengan menggunakan kristalizer untuk membentuk butiran (kristal) asetanilida (Faith, 1975).
Adisi artinya penambahan atau penangkapan. Dalam reaksi adisi, suatu zat ditambahkan
ke dalam suatu senyawa yang mempunyai ikatan rangkap itu berubah menjadi ikatan tunggal.
Reaksi adisi dibedakan atas reaksi adisi elektrofilik (jika gugus yang pertama menyerang
mengandung ikatan rangkap antara dua atom karbon) dan adisi nukleofilik (jika gugus yang
pertama menyerang merupakan pereaksi nukleofil) (Sumardjo, 2006).
Eliminasi artinya penghilangan atau pelepasan. Pada reaksi ini, dua atom yang terikat
pada dua buah atom karbon yang letaknya berdampingan dilepaskan oleh suatu pereaksi
sehingga menghasilkan ikatan rangkap (Sumardjo, 2006).
Secara umum, reaksi adisi-eliminasi digambarkan sebagai berikut (Sumardjo, 2006).
Refluks merupakan proses pemanasan rekatan secara kontinu, pendinginan uap air, dan
mengembalikan kembali ke labu sebagai larutan. Refluks digunakan untuk men-sintesis suatu
2. k.wr ‘14
senyawa, baik organik maupun anorganik dalam waktu lama pada temperature tertentu.
Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile.
Penggunaan batu didih atau magnetic stirrer akan menjaga pendidihan larutan dari “bumping”
(Faith, 1975).
Senyawa yang diperoleh dari sumber-sumber alam atau dari campuran reaksi hampir
selalu mengandung kotoran. Kotoran dapat mencakup beberapa kombinasi dari kotoran larut
dan berwarna. Untuk mendapatkan senyawa murni kotoran ini harus dihilangkan. Masing-
masing akan dihapus dalam langkah terpisah dalam prosedur rekristalisasi (Humphreys, 1995).
Rekristalisasi merupakan satu dari metode untuk pemurnian zat padat, didasarkan atas
perbedaan antara kelarutan zat yang diinginkan dan kotorannya. Dalam rekristalisasi, sebuah
larutan mulai mengendapkan sebuah senyawa bila larutan tersebut mencapai titik jenuhnya
terhadap senyawa tersebut. Dalam pelarutan, pelarut menyerang zat padat dan
mensolvatasinya pada tingkat partikel individual (Oxtoby, 2008).
Green chemistry merupakan desain produk kimia dan suatu proses yang mengurangi
penggunaan zat berbahaya. Hal ini merupakan pencegahan polusi di tingkat yang paling
mendasar dari atom dan molekul. Green chemistry mencampurkan suatu inovasi dalam kimia
dengan ekonomi serta pemanfaatan lingkungan, menawarkan pendekatan berbasis ilmu
pengetahuan untuk memecahkan beberapa masalah di lingkungan kita (Kirchhoff, 2001).
Metode dalam green chemistry yakni dengan menggunakan bahan yang ramah
lingkungan. Pemilihan senyawa awal, di mana umumnya sintesis menggunakan petrokimia (dari
petrolueum) yang tidak terbarukan, sehingga digunakan bahan alternative yang berasal dari
biomassa. Perlu juga pemilihan reagen dan katalis yang ramah lingkungan dan tidak
mengandung racun. Pemilihan pelarut juga penting, karena umumnya pelarut yang digunakan
(benzene, CFC, dll) menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Alternative pelarut green chemistry
yakni CO2 dalam bentuk cair (supercritical CO2) (Ahluwalia, 2004).
METODE PERCOBAAN
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang dibutuhkan pada percobaan ini meliputi labu leher tiga, pendingin
refluks, gelas beker, gelas Erlenmeyer, corong gelas, corong Buchner, penangas es,
pengaduk gelas, gelas ukur, pipet tetes, gelas arloji, pengaduk magnet, dan kertas
saring.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi aniline,
asam asetat glacial, abu zink (zinc dust), akuades, es batu, dan garam.
3. k.wr ‘14
Gambar Alat Utama
CARA KERJA
Aniline sebanyak 5 ml dan asam asetat glacial sebanyak 15 ml dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan abu zink 0,6 gram. Larutan lalu dimasukkan
ke dalam labu leher tiga dan direfluks selama 45 menit sambil diaduk dengan pengaduk
magnet.
Larutan yang telah direfluks kemudian dituangkan ke dalam gelas beker yang
telah diisi 100 ml akuades dalam penangas es sambil diaduk hingga terbentuk Kristal.
Kemudian larutan disaring menggunakan penyaring Buchner, sehingga diperoleh filtrate
berupa kristal.
Filtrate lalu direkristalisasi menggunakan akuades, di mana 100 ml akuades
dipanaskan dan filtrate dimasukkan serta ditambahkan norit secukupnya. Larutan
disaring menggunakan corong gelas dan filtrate ditampung pada Erlenmeyer dalam
penangas es. Larutan yang ditampung akan membentuk Kristal yang kemudian disaring
menggunakan penyaring Buchner dan dicuci dengan akuades, sehingga diperoleh
padatan Kristal. Padatan Kristal lalu dioven selama satu malam, baru kemudian diukur
massa dan titik lelehnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
Bentuk: padatan Kristal berkilau
Warna : putih agak merah muda
Bau :
Berat : 4,34 gram
Titik lebur : 111,8⁰C – 113,5⁰C
Rendemen :
4. k.wr ‘14
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini akan disintesis asetanilida dari amina primer yakni aniline
dengan suatu asam karboksilat yakni asam asetat glacial, di mana satu atom hydrogen
pada aniline digantikan dengan satu gugus asetil yang berasal dari asam asetat glasial.
Proses reaksi yang terjadi merupakan reaksi asilasi amina, di mana suatu amina (aniline)
digunakan untuk mensintesis amina lain (asetanilida) dengan pengubahan menjadi
amida yang diikuti dengan reduksi air (H2O).
Proses reaksi antara aniline dengan asam asetat glasial dilakukan dengan refluks
karena campuran tersebut berupa campuran senyawa organik di mana pada umumnya
reaksi-reaksi senyawa organik terjadi begitu lambat pada suhu ruang, sehingga agar
campuran tersebut bereaksi lebih cepat maka dilakukan pemanasan pada suhu tinggi
(eksotermis). Selain itu, anilin dan asam asetat glasial bersifat volatil, sehingga jika
menggunakan pemanasan biasa dapat menyebabkan pembentukan uap yang akan
mengurangi hasil kuantitatif dari suatu reaksi. Oleh karena itu pemanasan
digunakan refluks. Refluks digunakan untuk mempercepat reaksi dengan jalan
pemanasan tetapi tidak mengurangi jumlah zat yang ada. Selain itu, penggunaan refluks
juga untuk menyempurnakan reaksi yang terjadi.
Anilin dalam proses sintesis asetanilida berfungsi sebagai nukleofil, di mana
gugus karbonil pada anilin akan menyerang gugus karbonil pada asam asetat untuk
membentuk suatu amida. Asam setat glasial akan menjadikan larutan bersuasana asam.
Larutan yang bersifat asam akan mengakibatkan gugus karbonil pada asam asetat akan
lebih positif, sehingga penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil akan lebih mudah
terjadi. Asam setat juga berfungsi untuk menetralkan muatan oksida sehingga
asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Sementara
itu, adanya abu zink berfungsi sebagai katalis positif yang dapat menurunkan
energi aktivasi, sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Selain itu, abu
zink juga berfungsi mencegah terjadinya oksidasi dan juga untuk mengikat kotoran.
Campuran larutan membentuk warna kuning kecoklatan yang kemudian
direaksikan dengan cara direfluks. Saat proses refluks, larutan diaduk menggunakan
pengaduk magnet. Selain untuk menjadikan larutan homogen, pengaduk magnet juga
digunakan untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh
bagian larutan. Panas larutan yang tidak merata dapat menyebabkan superheated pada
bagian tertentu yang berdampak ledakan (bumping).
Persamaan reaksi yang terjadi pada proses refluks adalah sebagai berikut.
5. k.wr ‘14
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Aniline berfungsi sebagai nukleofil. Pada tahap pertama, asam asetat glasial
mengalami delokalisasi/resonansi di mana atom O memiliki muatan negative,
sedangkan atom C bermuatan positif. Sementara itu, pasangan elektron bebas dari
atom N pada anilin tidak suka untuk melakukan delokalisasi/resonansi di sekitar cincin
aromatis.
Aniline yang bersifat nukleofil memiliki pasangan electron bebas yang
kemudian menyerang karbokation dari asam asetat glacial yang bersifat
elektrofil. Peristiwa itu menyebabkan perpindahan muatan dari atom C ke atom N yang
kemudian menjadikan atom N memiliki muatan positif. Elektron bebas dari O
membentuk ikatan rangkap dengan atom C bersamaan dengan atom C melepas
sepasang molekul OH-
, sehingga ion OH-
lepas. Ion OH-
kemudian menyerang satu atom
H pada N untuk mereduksi H2O. sehingga, akhirnya terbentuk asetanilida dan H2O.
Penggunaan gelas beker dalam penangas es untuk menampung larutan yang
telah direfluks untuk mempercepat proses pembentukan kristal asetanilida sebagai hasil
reaksi dari anilin dengan asam asetat glacial. Adanya akuades dalam gelas beker
berfungsi untuk pelarut yang akan menghidrolisis sisa asam asetat glacial yang masih
tersisa di dalam larutan. Penyaringan dengan penyaring Buchner akan didapatkan Kristal
asetanilida yang berwarna kuning kecoklatan. Kristal ini masih banyak mengandung
pengotor yang berasal dari sisa reaktan maupun hasil samping reaksi lainnya. Sehingga,
kristal yang diperoleh perlu dimurnikan dari segala pengotornya dengan cara
rekristalisasi agar dapat diperoleh kristal asetanilida yang murni.
Proses rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan menggunakan pelarut akuades
yang telah dipanaskan, di mana pelarut akuades digunakan karena akuades tidak
melarutkan asetanilida (hanya melarutkan pengotornya). Rekristalisasinya juga dibantu
dengan penambahan norit ke dalam larutan yang sedang dipanaskan. Penambahan norit
dapat menghilangkan pengotor yang terdapat pada asetanilida dengan cara
mengadsorp pengotornya.
Larutan lalu disaring untuk memisahkan dari noritnya dan filtrate ditampung
pada Erlenmeyer dalam penangas es. Proses penyaringan harus berlangsung dalam
6. k.wr ‘14
kondisi panas karena jika larutan sudah mendingin, maka asetanilida dan pengotornya
akan kembali menjadi kristal, sehingga pengotor akan tercampur lagi dengan setanilida.
Penangas es berfungsi untuk mempercepat pembentukan kristal asetanilida yang
berasal dari hasil proses penyaringan. Filtrate kemudian disaring menggunakan
penyaring Buchner untuk memperoleh kristal asetanilidanya. Kristal asetanilida yang
diperoleh adalah hasil rekristalisasi, di mana kristal dioven agar kering (menguapkan sisa
air yang masih terkandung).
Proses sintesis asetanilida pada percobaan ini menggunakan prinsip green
chemistry. Green chemistry digunakan untuk mengurangi penghasilan limbah kimia
terutama limbah yang berbahaya. Penggunaan metode ini diwujudkan dengan
penggunaan asam asetat glacial sebagai pelarut dalam proses sintesis, di mana dengan
menggunakan asam asetat glacial, maka hanya akan dihasilkan hasil samping berupa
H2O yang tidak berbahaya. Hal ini jelas berbeda jika digunakan asam asetat anhidrat, di
mana pada hasil akhirnya akan dihasilkan garam anilinium asetat yang kemudian akan
menjadi limbah kimia. Selain itu, juga digunakan pelarut akuades dan norit dalam proses
rekristalisasinya, sehingga selain lebih aman juga tidak menimbulkan limbah yang
berbahaya.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh asetanilida yang berbentuk Kristal
berkilau berwarna putih agak merah muda dengan massa asetanilida yakni 4,34 gram
dan nilai rendemen 58,48%. Sementara itu, nilai titik leleh asetanilida hasil sintesis
diperoleh 111,8⁰C – 113,5⁰C. Berdasarkan literature, bentuk fisik asetanilida yakni
Kristal berkilau berwarna putih dengan titik leleh 114,3⁰C. Sehingga, berdasarkan
bentuk fisik, asetanilida hasil sintesis masih belum sesuai karena asetanilida yang
dihasilkan berrwarna putih agak merah muda. Sementara itu, untuk titik lelehnya sudah
hampir mendekati murni. Namun, rendemen yang hanya separuhnya (58,48%)
kemungkinan pada proses rekristalisasi tidak semua kristal larut, sehingga saat disaring
ada kristal yang ikut tersaring dan menyebabkan berkurangnya hasil sintesisnya.
KESIMPULAN
... (cari sendiri ya :D ) ^^
DAFTAR PUSTAKA
Ahluwalia, dkk., 2004, New Trends in Green Chemistry, Kluwer Academic Publisher, New Delhi.
Faith, dkk., 1975. Industrial Chemicals, Fourth Edition, John Wiley and Sons Inc., New York.
Humphreys, 1995, Recrystallization and Related Annealing Phenomena, Edisi Kedua, The
Boulevard Langford Line, Oxford.
7. k.wr ‘14
Kirchhoff, M. M., 2001, Topics In Green Chemistry, J. Chem. Educ., Vol 78, No 12, Hal 1577.
Ledgard, J. B., 2007, A Laboratory History of Narcotics Volume 1: Amphetamines and
Derivatives, Belmont, USA.
Oxtoby, dkk., 2008, Principles of Modern Chemistry, Seventh Edition, Cengage Learning, USA.
Sumardjo, D., 2006, Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksata, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.