Ekstraksi logam kobalt dan nikel dengan ditizon dalam kloroform dilakukan untuk memisahkan ion logam tersebut. Ion logam terbentuk kompleks dengan ditizon pada pH tertentu sehingga dapat diekstraksi ke fasa organik. Kurva kalibrasi dan pengukuran absorbansi fasa air menggunakan AAS digunakan untuk menentukan persentase ekstraksi pada berbagai pH. Hasil menunjukkan ekstraksi optimal pada pH 7,18 untuk kobalt dan
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Ekstraksi Logam Ditizon
1. k. wr ‘14
EKSTRAKSI KOBALT DAN NIKEL DENGAN DITIZON DALAM PELARUT KLOROFORM
TUJUAN
Memahami konsep dasar ekstraksi sebagai metode pemisahan
Menguasai teknik ekstraksi
Memahami metode analisis dengan AAS untuk ion logam
Menguasai teknik analisis dengan AAS
LANDASAN TEORI
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik di mana dalam suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik),
yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut yang kedua. Banyak kompleks
logam berwarna dalam larutan bila diekstraksi dengan pelarut organic dapat dipakai
langsung untuk menetapkan konsentrasi logam dengan teknik spektrofotometri (Basset,
1991).
Distribusi logam dalam suatu system merupakan fungsi dari pH. Beberapa kurva
ekstraksi teoritis untuk logam-logam divalen memperlihatkan tentang kedudukan kurva
bergantung pada besarnya K. Sehingga, perubahan sepuluh kali lipat dalam konsentrasi
reagensia tepat diimbangi dengan perubahan sepuluh kali lipat dalam konsentrasi ion H+
.
Persentasi zat terlarut yang diekstrasi, E diberikan oleh (Besset, 1991):
Ditizon adalah zat padat yang hitam-violet, yang tak dapat larut dalam air, dapat
larut dalam amonia encer, dan juga dapat larut dalam kloroform dengan menghasilkan
larutan hijau. Ditizon merupakan reagensia selektif yang penting untuk penetapan logam:
analisis spektrofotometri, didasarkan pada warna hijau dalam pelarut organic (Basset,
1991).
Ditizon disebut pula difeniltiokarbazon, C13H12N2S, diperoleh sebagai zat padat biru
hitam, yang mengurai pada 432 – 442 K. Ditizon merupakan zat pengompleks yang banyak
digunakan sebagai perekasi dalam penentuan beberapa ion logam (Pudjaatmaka, 1999).
AAS adalah suatu metode analisis untuk menentukan konsentrasi suatu unsur dalam
suatu cuplikan yang didasarkan pada proses penyerapan radiasi sumber oleh atom yang
berada pada tingkat energi dasar. Proses penyerapan energi terjadi pada panjang
gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan tersebut
menyebabkan atom tereksitasi, dimana elektron dari kulit atom meloncat ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap sebanding dengan jumlah atom
yang berada pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan
mengukur tingkat absorbansi atau transmitansi, maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan
dapat ditentukan (Alvian, 2007).
2. k. wr ‘14
Hukum Lambert-Beer adalah hukum dasar yang menghubungkan derajat adsorpsi
larutan pada masing-masing konsentrasi. Hukum ini menyatakan semakin tinggi konsentrasi,
absorbansinya juga semakin tinggi. Secara teoritis, kurva akan linear. Tapi, dalam praktiknya
tidak. Terkadang kurva akan linear pada konsentrasi rendah, tapi akan menyimpang pada
konsentrasi sangat tinggi. Absorpsi oleh AAS mengikuti hukum Beer dapat dinyatakan
sebagai berikut (Robinson, 1996).
Di mana:
Io = intensitas sumber sinar
It = intensitas sinar yang diteruskan
ɛ = absorptivitas molar
b = panjang medium
C = konsentrasi
A = absorbansi
Skema alat AAS dalah sebagai berikut (Watson, 2005).
Salah satu metode kuantitatif AAS yakni dengan kurva kalibrasi, di mana metode ini
disiapkan larutan yang diketahui konsentrasinya. Larutan standar dilarutkan dari larutan
stok dengan konsentrasi bervariasi dan diukur absorbansinya, serta dibuat kurva absorbansi
vs konsentrasi yang berupa garis linear. Sementara itu, sampel diukur absorbansinya dalam
kondisi yang sama dengan saat pengukuran kalibrasi standar. Kalibrasi standar biasanya
diukur dahulu dan larutan sampel diukur mengikuti kalibrasi (Robinson, 2005).
ALAT DAN BAHAN
ALAT
Alat-alat yang dibutuhkan pada percobaan ini meliputi gelas beker, pengaduk
magnet, corong pisah, pipet tetes, pipet ukur, pipet pump, wadah sampel, shaker,
pH meter TOA DK HM-30R, dan spektrofotometer serapan atom PERKIN ELMER
3110.
Gambar 3.1. Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) Gambar 3.2. pH-meter
3. k. wr ‘14
BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi larutan stok Ni 100
ppm, larutan stok Co 100 ppm, larutan ditizon 0,01 M dalam kloroform, larutan HCl
1:1, larutan NaOH pekat, dan akuades.
PROSEDUR KERJA
Larutan Co2+
10 ppm dibuat dari larutan stok Co2+
100 ppm yang diambil 10 ml dan
diencerkan hingga 100 ml. Kemudian disediakan enam gelas beker yang tiap gelas beker diisi
dengan 10 ml larutan Co2+
10 ppm. Pada setiap larutan diatur pH-nya menggunakan PH-
meter untuk diperoleh pH 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 dengan cara ditambahkan beberapa tetes
larutan HCl dan NaOH sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Larutan yang pH-nya sudah
sesuai dengan yang diinginkan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan
ditambahkan 10 ml larutan ditizon 0,01 M dalam kloroform, serta ditambahkan akuades
hingga tanda batas. Larutan lalu dituangkan ke wadah sampel dan digojog selama 30 menit
menggunakan shaker. Larutan lalu dimasukkan ke dalam corong pisah dan dipisahkan antara
fasa air dan organiknya. Fasa air pada larutan diambil sebagian untuk diukur pH-nya kembali
dan yang sisanya diukur absorbansinya menggunakan AAS. Kegiatan yang sama juga
dilakukan untuk larutan nikel (II).
Untuk pembuatan kurva kalibrasi, larutan Co2+
dibuat konsentrasi 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan
10 ppm dengan cara diambil 0 ml, 2,5 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 25 ml larutan Co2+
10 ppm dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml serta larutan diencerkan dengan
akuades hingga tanda batas. Larutan standar Co2+
dengan variasi konsentrasi tersebut lalu
diukur absorbansinya menggunakan AAS. Kegiatan yang sama juga dilakukan untuk larutan
nikel (II).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
a. Ekstraksi Co2+
Kurva kalibrasi
Tabel 5.1. Kurva Kalibrasi Co2+
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
4
6
8
10
0,001
0,017
0,034
0,065
0,094
0,123
0,144
4. k. wr ‘14
Persamaan garis y = 0,014x + 0,004
R2
= 0,996
Ekstraksi Co2+
pada berbagai variasi pH
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan
pH Ekstraksi Absrobansi D %E pH Akhir
1,81
3,93
6,05
7,88
10,1
11,8
0,097
0,059
0,026
0
0,003
0,003
-2,446
-0,157
0,511
-
-
-
0,357%
41,071%
76,429%
104,28%
101,07%
101,07%
2,38
5,8
6,8
7,18
7,89
11,22
Kex = 0,036
n = 0,456
daerah optimum ekstraksi = pada pH 7,18
b. Ekstraksi Ni2+
Kurva Kalibrasi
Tabel 5.3. Kurva Kalibrasi Ni2+
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
4
6
8
10
0,002
0,016
0,025
0,046
0,072
0,09
0,111
Persamaan garis y = 0,0108x + 0,0036
R2
= 0,998
Ekstraksi Ni2+
pada berbagai variasi pH
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan
pH Ekstraksi Absrobansi D %E pH Akhir
2,03
4,23
6,05
8,25
9,81
11,93
0,079
0,074
0,054
0,054
0,005
0,006
-
-1,643
-0,368
-0,368
1,703
1,462
-4,72%
2,22%
30%
30%
98,06%
96,67%
2,36
4,23
6,9
8,99
8,94
11,6
Kex = 1,808 x 10-3
n = 0,429
daerah optimum ekstraksi = pada pH 8,94
5. k. wr ‘14
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan suatu ion logam dalam suatu
larutan dengan menggunakan ditizon dalam kloroform. Ion logam yang akan
dipisahkan yakni logam kobalt dan nikel. Teknik yang digunakan untuk memisahkan
kedua jenis logam ini yakni dengan ekstraksi pelarut, di mana zat terlarut (ion logam)
akan terdistribusi ke dalam dua fasa yakni fasa air dan fasa organic.
Penggunaan larutan ditizon dalam percobaan ini dimaksudkan karena ditizon
merupakan reagen yang baik dan sesuai digunakan untuk mengekstraksi suatu ion
logam seperti Co2+
dan Ni2+
. Larutan ditizon ini akan membentuk kompleks dengan
ion logam yang akan dipisahkan dengan membentuk kompleks hijau kebiruan.
Metode analisis kuantitatif yang digunakan yakni dengan spektrofotometer
serapan atom (AAS). Penggunaan AAS ini dikarenakan pada percobaan ini, zat
terlarut yang akan dianalisis yakni berupa logam, yakni logam kobalt dan nikel.
Sehingga, untuk penghitungan yang lebih akurat akan lebih baik jika menggunakan
AAS, di mana AAS ini hanya dapat digunakan untuk senyawa logam saja.
Larutan Co dan Ni yang akan digunakan perlu diencerkan terlebih dahulu dari
larutan stoknya 100 ppm agar larutan yang digunakan untuk analisis tidak terlalu
kental (konsentrasinya tinggi) mengingat pengukuran pada percobaan ini
menggunakan AAS. Hal ini dikarenakan larutan yang konsentrasinya terlalu tinggi
justru akan menyebabkan penyimpangan nilai absorbansinya. Kurva antara
absorbansi vs konsentrasi yang seharusnya linear akan menyimpang (tidak linear
lagi), karena ada interaksi antara analit tersebut sehingga mengurangi absorpsi
radiasi.
Kegiatan yang dilakukan pada percobaan ini terbagi menjadi dua bagian,
yakni pembuatan kurva kalibrasi dan ekstraksi logam dalam ditizon. Pada penentuan
kurva kalibrasi, setiap larutan baik Co maupun Ni dibuat dalam konsentrasi yang
bervariasi dan diukur absorbansinya menggunakan AAS. Hasil pengukuran
absorbansi kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan
absorbansinya, di mana membentuk garis linear.
Gambar 5.1. Kurva Kalibrasi pada ion Co
6. k. wr ‘14
Gambar 5.1. Kurva Kalibrasi pada ion Ni
Gambar 5.1 dan 5.2 menunjukkan gambar kurva kalibrasi pada ion logam Co
dan Ni. Berdasarkan kurva tersebut, pada logam Co diperoleh persamaan garis y =
0,014x + 0,004 dengan nilai regresi 0,996. Sementara itu, pada kurva kalibrasi untuk
logam Ni diperoleh persamaan garis y = 0,0108x + 0,0036 dengan nilai regresi 0,998.
Pada proses ekstraksi ion logam kombalt dan nikel dilakukan perlakuan yang
sama, di mana pada setiap larutan sampel diatur keasamannya pada pH tertentu
(pada sekitar pH 2, 4, 6, 8, 10, dan 12). Pada pengaturan pH larutan digunakan pH
meter, di mana dilakukan penambahan sedikit demi sedikit larutan HCl dan NaOH
untuk mencapai pH yang diinginkan. Larutan bersifat sangat sensitive, sehingga
dalam penambahan NaOH dan HCl harus hati-hati karena penambahan sedikit saja
dapat langsung mengubah pH larutan secara drastis.
Ion logam yang digunakan merupakan logam yang bermuatan, yakni Co2+
dan
Ni2+
. Ion logam tersebut larut dalam pelarut polar (air). Oleh karena itu, agar dapat
diekstrak dala pelarut organiknya, maka perlu diubah menjadi senyawa yang netral.
Penambahan larutan ditizon ke dalam larutan ion logam yang telah disesuaikan pH
nya bertujuan untuk proses pembentukan senyawa kompleks antara senyawa ion
logam dengan ditizon. Senyawa kompleks yang terbentuk bermuatan netral,
sehingga memungkinkan untuk terekstrak ke dalam fasa organic pada proses
ekstraksi pelarut. Pelarut organic yang digunakan yakni kloroform, di mana ditizon ini
dapat larut dalam kloroform.
Ion logam yang telah membentuk kompleks dengan ditizon dalam kloroform
akan terdistribusi dalam dua fasa yakni pada fasa air dan fasa organic. Kedua fasa
tersebut dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Dikarenakan massa jenis
kloroform lebih besar dibandingkan air, maka fasa organic berada di lapisan bagian
bawah, sedangkan fasa air berada di lapisan bagian atas. Larutan yang diambil
adalah fasa airnya. Pengambilan fasa air sebaiknya hati-hati agar tidak ada larutan
pada fasa organic yang ikut terbawa karena dapat mempengaruhi nilai
absorbansinya. Fasa air yang diperoleh tersebut yang diukur nilai absorbansinya
7. k. wr ‘14
dengan menggunakan AAS. Absorbansi yang terukur pada fasa air dinyatakan
sebagai nilai absorbansi ion logam yang tidak terekstrak ke fasa organiknya.
Reaksi kesetimbangan yang terjadi dalam proses ekstraksi pada ion logam
Co2+
dengan ditizon (HQ) adalah sebagai berikut.
Pada percobaan ini, digunakan variasi pH dikarenakan untuk mengetahui
tentang pengaruh pH terhadap distribusi zat terlarut dalam dua fasa. Berdasarkan
hasil percobaan diketahui bahwa apabila larutan fasa air diukur kembali pH-nya,
maka akan diperoleh perubahan pH dari keadaan awal sebelum diekstraksi. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa pH larutan setelah mengalami ekstraksi akan
meningkat untuk pH awal yang rendah. Namun, pH larutan akan turun setelah
ekstraksi pada pH awal yang tinggi. hal ini dikarenakan setelah terjadi proses
ekstraksi, maka akan terjadi proses pendistribusian zat terlarut diantara dua fasa
yang menyebabkan perubahan pH larutan.
Pada pH larutan yang rendah, maka kompleks kompleks ditizon dan ion
logam yang terbentuk akan lebih terdistribusi ke fase air. Sedangkan pada pH larutan
yang tinggi kompleks kompleks ditizon dan ion logam yang terbentuk akan lebih
terdistribusi ke fase organiknya. Hal itu dapat dibuktikan dengan nilai absorbansi
yang diberikan sampel, di mana pada sampel dengan pH rendah cenderung memiliki
absorbansi tinggi karena dalam larutan fasa air mengandung banyak ion logam,
demikian sebaliknya.
Pendistribusian zat terlarut dalam dua fasa menyebabkan terjadi pembagian
solut dengan dengan perbandingan tertentu. Perbandingan konsentrasi solut di
dalam kedua pelarut adalah tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau
koefisien ekstraksi (Kex). Sehingga, dengan diketahui nilai Kex maka dapat diketahui
perbandingan antara solute pada dua fasa.
Nilai Kex dapat diperoleh dengan pembuatan kurva pH vs log D, di mana
persamaan garis yang terbentuk mengartikan log D = log Kex + n log [HRn
] + n pH.
Slope menunjukkan nilai n, sedangkan intersep menunjukkan log Kex + n log [HRn
].
Sehingga, dapat diperoleh nilai n dan Kex dari persamaan tersebut.
8. k. wr ‘14
Gambar 5.2. Kurva log D vs pH pada ion Co2+
Pada kurva di atas, persamaan garis yang terbentuk yakni y = 0,456 – 2,124.
Sehingga, dapat diperoleh nilai n yakni 0,456 dan Kex diperoleh 0,0316. Hasil tersebut
dapat diartikan bahwa 1 mol Co2+
bereaksi dengan 0,456 mol ditizon dan
menghasilkan keseimbangan Kex sebesar 0,0316. Pada kurva di atas, data untuk pH
8, 10, dan 12 tidak dimasukkan karena log D tidak bernilai (D bernilai negative).
Gambar 5.4. Kurva log D vs pH pada ion Ni2+
Pada kurva di atas, persamaan garis yang terbentuk yakni y = 0,429 – 3,295.
Sehingga, dapat diperoleh nilai n yakni 0,429 dan Kex diperoleh 0,001807. Hasil
tersebut dapat diartikan bahwa 1 mol Co2+
bereaksi dengan 0,429 mol ditizon dan
menghasilkan keseimbangan Kex sebesar 0,001807. Pada kurva di atas, data untuk
pH 2 tidak dimasukkan karena log D tidak bernilai (D bernilai negative).
Dalam membentuk kompleks dengan ion logam, ditizon memiliki kondisi
tertentu di mana dapat memberikan efisiensi tertinggi, di mana pada kondisi
tersebut proses ekstraksi berlangsung sangat efisien. Kondisi tersebut dinyatakan
sebagai kondisi pH larutan. Sehingga, pada pH larutan tertentu, ditizon akan
memberikan efisiensi tertinggi. Penentuan daerah optimum untuk melakukan
ekstraksi dapat diketahui dengan membuat kurva %E vs pH.
Gambar 5.5. Kurva %E vs pH pada ion Co2+
9. k. wr ‘14
Gambar 5.6. Kurva %E vs pH pada ion Ni2+
Gambar 5.5. dan 5.6. menunujukkan kurva antara %E vs pH untuk setiap
ekstraksi ion logam. Pada ekstraksi ion Co2+
akan menunjukkan efisiensi tertinggi jika
dilakukan pada kondisi pH 7,18. Sementara itu, pada ekstraksi ion Ni2+
akan
menunjukkan efisiensi tertinggi jika dilakukan pada kondisi pH 8,94.
Berdasrakan data hasil percobaan, diperoleh nilai absorbansi yang terlalu
kecil pada ion logam Ni dan Co menyebabkan nilai D diperoleh negative, sehingga log
D menjadi tidak dapat ditentukan. Nilai absorbansi yang terlalu kecil menunjukkan
bahwa jumlah kandungan ion logam dalam fasa air sangat keci, berarti hampir
semua ion logam terekstrak ke fasa organic.
KESIMPULAN
Ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi
solute antara dua pelarut yang tidak bercampur.
Pada ekstraksi ion Co diperoleh nilai n yakni 0,456 dan Kex yakni 0,0316, sedangkan
pada ekstraksi ion Ni diperoleh nilai n yakni 0,429 dan Kex yakni 0,001807.
Nilai Kex Co2+
lebih tinggi dibandingkan dengan Ni2+
, sehingga ditizon lebih selektif
untuk ektraksi pada ion logam Co2+
.
Daerah optimum untuk ekstraksi Co2+
yakni pada pH 7,18, sedangkan pada ion Ni2+
yakni pada pH 8,94.
DAFTAR PUSTAKA
Alvian, Z., 2007, Pengaruh pH dan Penambahan Asam Terhadap Penentuan Kadar Unsur
Krom dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom, Jurnal Sains Kimia,
Vol 11, Hal 37-41.
10. k. wr ‘14
Basset, J. dkk., 1991, Vogel's Textbook Of Quantitative Inorganic Analysis Including
Elementary Instrumental Analysis, (diterjemahkan oleh: Handyana, A. dan Setiono L.),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Pudjaatmaka, A. H., 1999, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta.
Robinson, J. W., 1996, Atomic Spectroscopy, Second Edition, Marcel Dekker Inc., New York.
Robinson, J. W. dkk., 2005, Undergraduate Instrumental Analysis, Sixth Edition, Marcel
Dekker, Inc., New York.
Watson, D., 2005, Pharmaceutical Analysis, Elsevier Limited, Oxford.