2. “Men and women … are members of cultures in which a large
amount of discourse about gender is constantly circulating.
They do not only learn, and then mechanic-ally reproduce,
ways of speaking ‘approlaki-lakite’ to their own sex ; they learn
a much broader self gendered meanings that attach in rather
complex ways to different ways of speaking, and they produce
their own behavior in the light of these meanings…”
(Laki-laki dan perempuan… adalah anggota budaya di mana
sejumlah besar wacana tentang gender terus beredar. Mereka
tidak hanya belajar, dan kemudian secara mekanis
mereproduksi, cara berbicara yang 'sesuai' dengan jenis
kelamin mereka sendiri; mereka mempelajari makna gender diri
yang jauh lebih luas yang melekat dengan cara yang agak rumit
pada cara berbicara yang berbeda, dan mereka menghasilkan
perilaku mereka sendiri berdasarkan makna ini…)
3. • Komunikasi gender mengacu pada cara-cara di mana
individu berkomunikasi berdasarkan jenis kelamin
mereka. Ini mencakup perilaku, sikap, dan ekspektasi
budaya verbal dan nonverbal yang terkait dengan
gender yang dapat memengaruhi cara individu
berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi gender
dibentuk oleh berbagai faktor, termasuk norma
budaya, pengalaman sosial, identitas pribadi, terpaan
konten media, dan lain sebagainya.
• Komunikasi gender adalah salah satu bidang studi
komunikasi yang menitikberatkan pada bagaimana
manusia sebagai makhluk gender berkomunikasi. Ivy
dan Backlund mendefinisikan komunikasi gender
sebagai komunikasi tentang dan antara laki-laki dan
perempuan (Gender communication is communication
about and between men and women).
Komunikasi Gender?
4. • Banyak sekali sumber yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki pola pemikiran dan komunikasi yang berbeda. Salah satu karya
yang paling terkenal yang membahas mengenai hal ini adalah buku karya
John Gray yang berjudul “Men are from Mars, Women are from Venus”
(1992).
• Konsep “Man from Mars, Women from Venus” digunakan untuk
menggambarkan perbedaan komunikasi antara laki-laki dan perempuan
dalam hubungan asmara (khususnya). Buku ini berpendapat bahwa laki-
laki dan perempuan memiliki cara berpikir dan berkomunikasi yang
berbeda.
• Menurut Gray, laki-laki cenderung berpikir dan berkomunikasi secara
logis dan fokus pada masalah yang harus dipecahkan. Sementara
perempuan cenderung berpikir dan berkomunikasi secara emosional
dan fokus pada kebutuhan dan perasaan yang perlu dipenuhi. Oleh
karena itu, Gray menyatakan bahwa perbedaan komunikasi antara laki-
laki dan perempuan dapat menyebabkan konflik dan kesalahpahaman
dalam hubungan.
Perbedaan Komunikasi
Berdasarkan Gender
5. • Realitanya, baik laki-laki maupun perempuan
berasal dari planet yang sama. Meskipun demikian
karena dipengaruhi oleh ekspektasi gender,
pengalaman sosial, budaya, dan juga faktor-faktor
lainnya, laki-laki dan perempuan memiliki cara
berbicara, berpikir, dan berkomunikasi yang
berbeda.
• Setiap manusia pada dasarnya adalah makhluk
yang emosional. Tetapi laki-laki dan perempuan
memiliki kecenderungan yang berbeda dalam
mengungkapkan emosi tersebut.
Rasionalnya?
6. • Berbicara mengenai masalah intelegensi, laki-laki dan
perempuan memiliki otak yang berbeda. Dalam studi
yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di
Universitas Pennsylvania pada tahun 2013,
ditemukan bahwa perempuan memiliki rasio antara
white brain matter dan grey brain matter yang lebih
tinggi pada area otak yang terlibat dalam pemrosesan
informasi verbal dan semantik, sementara laki-laki
memiliki rasio yang lebih tinggi pada area otak yang
terlibat dalam pengolahan informasi visual-motorik.
• Bukan berarti laki-laki lebih pintar daripada
perempuan maupun sebaliknya, tetapi hal ini
merepresentasikan bahwa laki-laki dan perempuan
cenderung melakukan hal yang berbeda.
Rasionalnya?
8. • Baik laki-laki maupun perempuan dapat belajar banyak
mengenai satu sama lain jika mampu memahami
komunikasi antar gender dan mengerti bahwa dalam
berkomunikasi antara individu dari jenis kelamin yang
berbeda dapat mempengaruhi bagaimana sebuah pesan
dikirim, diterima dan diinterpretasikan oleh lawan bicara.
• Hambatan yang terjadi akan menghilang dengan adanya
pemahaman satu sama lain.
• Salah satu teori yang dapat dipelajari untuk memahami hal
ini adalah teori Genderlect.
Pentingnya Memahami
Komunikasi Gender
9. • “Male–female conversation is cross-cultural communication.”
Pernyataan sederhana ini adalah premis dasar dari You Just
Don't Understand karya Deborah Tannen, sebuah buku yang
berusaha menjelaskan mengapa laki-laki dan perempuan
memiliki gaya yang berbeda dalam berkomunikasi.
• Teori genderlect adalah konsep komunikasi yang menyatakan
bahwa laki-laki dan perempuan memiliki gaya bahasa atau
bahasa yang berbeda, yang terbentuk karena perbedaan
budaya, sosialisasi, dan pola pikir yang berbeda antara kedua
jenis kelamin.
• Teori ini diusulkan oleh Deborah Tannen, seorang ahli
linguistik, pada tahun 1990. Menurut Tannen, laki-laki
cenderung menggunakan bahasa yang lebih dominan dan
otoritatif, sementara perempuan cenderung menggunakan
bahasa yang lebih kooperatif dan berfokus pada interaksi
sosial.
Genderlect Theory
10. • Tannen berpendapat bahwa kesalahpahaman dalam
komunikasi antara laki-laki dan perempuan sering terjadi
karena perbedaan dalam gaya bahasa, sehingga perlu ada
upaya untuk memahami dan menghargai gaya bahasa yang
berbeda tersebut agar dapat terjadi komunikasi yang efektif.
• Teori genderlect juga memberikan pemahaman yang lebih
luas tentang konsep gender dalam komunikasi dan
memungkinkan individu untuk lebih memahami perbedaan
dan keunikan komunikasi antara laki-laki dan perempuan.
Genderlect Theory
11. 1. Women’s Desire For Connection Vs. Men’s Desire For
Status
Tannen mengatakan bahwa perempuan mencari hubungan
(connection), sedangkan laki-laki lebih mementingkan status.
Sementara perempuan fokus untuk menumbuhkan rasa bahwa
mereka sedang berhubungan, laki-laki bekerja keras untuk
mempertahankan kemandirian mereka saat mereka berebut
posisi pada hierarki pencapaian kompetitif.
Bukti empiris untuk pernyataan Tannen muncul kembali pada
tahun 1979 dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di
Buletin Psikologis, salah satu jurnal psikologi paling bergengsi.
Adelaide Haas, menemukan bahwa laki-laki menggunakan
lebih banyak ucapan direktif, berbicara tentang olahraga, uang,
dan bisnis, sedangkan perempuan seringkali lebih suportif,
sopan, dan ekspresif, berbicara tentang rumah dan keluarga
dan menggunakan lebih banyak kata yang menyiratkan
perasaan (guna membangun koneksi).
Komponen-Komponen
12. Komponen-Komponen
Girls and women feel it is crucial that they be liked by their peers,
a form of involvement that focuses on symmetrical connection.
Boys and men feel it is crucial that they be respected by their
peers, a form of involvement that focuses on asymmetrical
status.
13. 2. Rapport Talk vs Report Talk
Rapport talk mengacu pada gaya komunikasi yang
mengutamakan membangun hubungan, membangun
kesamaan, dan mengungkapkan empati. Jenis pembicaraan ini
sering diasosiasikan dengan perempuan dan ditandai dengan
penggunaan pertanyaan, ungkapan persetujuan, dan berbagi
pengalaman pribadi.
Report talk, sebaliknya, adalah komunikasi yang
mengutamakan penyampaian informasi, penegasan dominasi,
dan penetapan status. Jenis pembicaraan ini sering
diasosiasikan dengan laki-laki dan dicirikan oleh
keterusterangan, ketegasan, dan penggunaan fakta dan opini
untuk mendukung suatu posisi.
Komponen-Komponen
15. a. Private Speaking vs Public Speaking
• Tannen menyatakan bahwa dalam budaya Barat, laki-laki sering
dipandang lebih terampil dalam situasi publik dan formal, seperti
pidato dan presentasi, sementara perempuan lebih terampil dalam
situasi pribadi dan informal, seperti percakapan sehari-hari dengan
keluarga dan teman-teman.
• Hal ini menurut Tannen karena laki-laki lebih sering didorong untuk
menonjolkan diri dan memimpin dalam situasi publik, sementara
perempuan lebih sering didorong untuk bersikap kooperatif dan
empatik dalam situasi pribadi.
• Namun, Tannen menekankan bahwa perbedaan ini tidak bersifat
absolut dan tidak harus dijadikan sebagai patokan untuk menilai
kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. Setiap individu memiliki
keunikan dan kecenderungan masing-masing dalam berkomunikasi,
dan penting untuk menghargai dan memperhatikan preferensi
komunikasi orang lain saat berinteraksi.
Komponen-Komponen
16. b. Telling a Story
• Tannen mencatat bahwa laki-laki bercerita lebih banyak daripada
perempuan—terutama lelucon (jokes). Menceritakan lelucon adalah
cara maskulin untuk menegosiasikan status. Cerita lucu yang
diutarakan laki-laki memiliki tujuan untuk menarik perhatian dan
mengangkat statusnya sebagai “storyteller” dibandingkan dengan
audiens lainnya. Ketika laki-laki tidak mencoba untuk melucu, mereka
bercerita di mana mereka adalah seorang pahlawan, sering kali
bertindak sendiri untuk mengatasi hambatan besar.
• Di sisi lain, perempuan cenderung mengungkapkan keinginan mereka
untuk berkomunitas dengan bercerita tentang orang lain. Pada
kesempatan langka ketika seorang perempuan adalah karakter dalam
narasinya sendiri, dia biasanya menggambarkan dirinya melakukan
sesuatu yang bodoh daripada bertindak dengan cara yang cerdas.
Meremehkan diri ini menempatkannya pada level yang sama dengan
para pendengarnya, sehingga memperkuat jaringan dukungannya.
Komponen-Komponen
17. c. Listening
• Seorang perempuan mendengarkan cerita atau penjelasan cenderung
melakukan kontak mata, menawarkan anggukan kepala, dan bereaksi
dengan ya, uh-huh, mmm, benar, atau tanggapan lain yang
menunjukkan saya sedang mendengarkan Anda.
• Bagi seorang laki-laki yang peduli dengan status, gaya mendengarkan
aktif yang terbuka itu bisa berarti menandakan bahwa dia setuju
dengan argumen yang ada, jadi dia menghindari menempatkan dirinya
dalam posisi tunduk, atau rendah hati.
d. Asking Questions
• Perempuan mengajukan pertanyaan untuk menjalin hubungan dengan
orang lain. Tannen mencatat bahwa ketika perempuan menyatakan
pendapat seperti "Itu film yang bagus, bukan begitu?" Hal ini
melunakkan potensi ketidaksepakatan yang mungkin membuat orang
berselisih. Dengan begini, lawan bicara juga diundang untuk
berpartisipasi dalam dialog yang terbuka dan bersahabat. Tapi bagi
laki-laki, hal ini membuatnya tampak plin-plan.
Komponen-Komponen
18. e. Conflict
Karena laki-laki melihat hidup sebagai kontes, banyak laki-laki lebih
nyaman dengan konflik dan karena itu cenderung tidak menahan diri.
Sedangkan bagi sebagian besar perempuan, konflik merupakan ancaman
terhadap hubungan—yang harus dihindari dengan cara apa pun.
Komponen-Komponen
19. Meskipun teori ini telah diterima secara luas dan telah menjadi dasar
untuk penelitian tentang perbedaan gender dalam komunikasi, namun
beberapa kritik telah diajukan terhadap Genderlect Theory, di antaranya:
1. Generalisasi yang Berlebihan
Kritik terhadap Genderlect Theory adalah bahwa teori ini cenderung
mengeneralisasi perbedaan gender dalam komunikasi dan membuat
klaim umum yang tidak dapat diterapkan pada individu secara spesifik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dalam gaya
komunikasi dapat terjadi dalam kelompok gender yang sama, sehingga
membuat teori ini terlalu menyederhanakan kompleksitas komunikasi
manusia.
2. Reduksi Kompleksitas
Genderlect Theory cenderung menyederhanakan perbedaan gender
menjadi dua kategori yang berlawanan (laki-laki vs. perempuan), tanpa
mempertimbangkan variasi dalam kelompok gender tersebut. Teori ini
juga cenderung mengabaikan faktor-faktor lain seperti agama, etnis, dan
latar belakang sosial yang dapat memengaruhi gaya komunikasi
seseorang.
Kritik pada Genderlect Theory
20. 3. Kesalahan Interpretasi
Kesalahan Interpretasi: Teori ini seringkali disalahartikan atau
digunakan untuk membenarkan stereotip gender. Beberapa orang
menggunakan teori ini untuk mengklaim bahwa perempuan lebih
"lemah lembut" dan cenderung berbicara lebih banyak daripada
laki-laki, sementara laki-laki lebih "tertutup" dan cenderung
bersikap lebih agresif. Padahal, stereotip seperti ini tidak selalu
berlaku dan dapat menyebabkan kesalahpahaman dan
ketidakadilan dalam komunikasi dan interaksi sosial.
Kritik pada Genderlect Theory