Dokumen tersebut membahas mengenai hukum profesi dalam pelayanan kebidanan di Indonesia, mencakup undang-undang terkait seperti UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, standar profesi bidan, peraturan tentang izin praktik bidan, serta undang-undang lainnya seperti Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
2. UU KESEHATAN
• Uu no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai landasan hokum utama bagi
penyelenggaraan kesehatan di Indonesia
• UU no 36 tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan
• Bertujuan untuk
1) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan
2) Mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3) Memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan
upaya kesehatan
4) Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan
5) Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan
3. (1)Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
• a. tenaga medis;
• b. tenaga psikologi klinis;
• c. tenaga keperawatan;
• d. tenaga kebidanan;
• e. tenaga kefarmasian;
• f. tenaga kesehatan masyarakat;
• g. tenaga kesehatan lingkungan;
• h. tenaga gizi;
• i. tenaga keterapian fisik;
• j. tenaga keteknisian medis;
• k. tenaga teknik biomedika;
• l. tenaga kesehatan tradisional; dan
• m. tenaga kesehatan lain.
4. • (2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan dokter gigi spesialis.
• (3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikologi klinis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah psikologi klinis.
• (4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas berbagai jenis perawat.
• (5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufd adalah bidan.
• (6) dst….
5. KEMENKES RI NOMOR 369 TAHUN 2007
TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN
• 1. Pengetahuan umum, keterampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan kesehatan professional
• Pernyataan kompetensi 1: Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan
dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan
yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya
• 2. Pra konsepsi, KB dan ginekologi
• Pernyataan Kompetensi ke-2: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam
rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan
kesiapan menjadi orangtua
6. 3. ASUHAN KONSELING SELAMA
KEHAMILAN
• Pernyataan Kompetensi ke-3: Bidan memberi asuhan antenatal
bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama
kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan.
Berdasarkan pernyataan kompetensi 3 maka dapat dirumuskan
pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap
bidan
7. 4. ASUHAN SELAMA PERSALINAN
DAN KELAHIRAN
• Pernyataan Kompetensi ke-4: Bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama
persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir
8. 5.ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN
MENYUSUI
• Pernyataan Kompetensi ke-5: Bidan memberikan asuhan
pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
9. 6. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
• Pernyataan Kompetensi ke-6: Bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir
sehat sampai dengan 1 bulan.
10. 7. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
• Pernyataan Kompetensi ke-7: Bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita
sehat (1 bulan – 5 tahun).
11. 8.KEBIDANAN KOMUNITAS
• Pernyataan Kompetensi ke-8: Bidan merupakan asuhan yang
bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
12. 9. ASUHAN PADA IBU / WANITA
DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
• Pernyataan Kompetensi ke-9: Melaksanakan asuhan
kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem
reproduksi.
13. PERMENKES RI NO 149 TAHUN 2010
• Tentang penyelenggaraan izin praktik bidan
• Perizinan
• STR
• SIPB
• Pelayanan kebidanan yang diberikan
• Kewajiban Dan Hak
• Dst…
14. • PERMENKES NO 1464 TAHUN 2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan
• Acuan dalam izin dan penyelenggaraan praktik bidan fasilitas pelayanan kesehatan
• PERMENKES NO 28 TAHUN 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan-
IBI
15. RUU RI TENTANG KEBIDANAN
• Pendidikan Bidan
• Registrasi dan Izin Praktik
• Bidan WNI lulusan Luar Negeri
• Bidan WNA
• Praktik Kebidanan
• Hak dan kewajiban
• OP
• Konsil kebidanan
• Pembinaan dan pengawasan
• dst
16. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
• Pasal 9 (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakat.
• (1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
• (2) Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a), Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
•
17. • Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
• a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
• b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
• c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
• d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
• e. pelibatan dalam peperangan; dan
• f. kejahatan seksual.
18. • Pasal 23 (1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan,
pemeliharaan, dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban
Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
Anak.
• (2) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan
Perlindungan Anak.
19. • (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
• a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
• b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
• c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
• d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
• Dst……
20. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2004
TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
• Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
• 1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk
mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah
tangga.
4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang
dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya
baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. 5. Perlindungan Sementara adalah perlindungan
yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
6. Perintah Perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk memberikan
perlindungan kepada korban.
7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawab�nya di bidang pemberdayaan
perempuan.
21. PASAL 2
• (1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota
keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan.
22. PASAL 3
• Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
a. penghormatan hak asasi manusia;
b. keadilan dan kesetaraan gender;
c. nondiskriminasi; dan
d. perlindungan korban.
23. PASAL 4
• Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan:
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
24. PASAL 5
• Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
25. PASAL 10
• Korban berhak mendapatkan:
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani.
26. PASAL 12
• Pasal 12
• (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pemerintah:
a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga;
c. menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam
rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri.
(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
27. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52
TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN
DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
• Pasal 19
• (1) Pengendalian kuantitas penduduk berhubungan dengan penetapan perkiraan:
• a. jumlah, struktur, dan komposisi penduduk;
• b. pertumbuhan penduduk; dan
• c. persebaran penduduk.
• (2) Pengendalian kuantitas penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan melalui:
• a. pengendalian kelahiran;
• b. penurunan angka kematian; dan
• c. pengarahan mobilitas penduduk.
• (3) Pengendalian kuantitas penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tingkat
nasional dan daerah secara berkelanjutan.
• (4) Tata cara penetapan pengendalian kuantitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
28. • Keluarga Berencana
• Pasal 20
• Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan
program keluarga berencana.
29. • Pasal 21
• (1) Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilaksanakan untuk membantu calon atau
pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang:
• a. usia ideal perkawinan;
• b. usia ideal untuk melahirkan;
• c. jumlah ideal anak;
• d. jarak ideal kelahiran anak; dan
• e. penyuluhan kesehatan reproduksi.
• (2) Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
• a. mengatur kehamilan yang diinginkan;
• b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak;
• c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi;
• d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana; dan
• e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan.
• (3) Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung pengertian bahwa dengan alasan
apapun promosi aborsi sebagai pengaturan kehamilan dilarang.
• Dst……………………
30. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Hak dan kewajiban
• Hak konsumen adalah:
• a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
• b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
• c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
• d. hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
• e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
• f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
• g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
• h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
• i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
31. • Kewajiban konsumen adalah:
• a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
• b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
• c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
• d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.