Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Details ptun
1.
2. Oleh:
1. Virmansyah (14042052)
2. Rian Syufa Anggana (1307100)
3. Ari Nofrizal Kamal (55058)
Jurusan Ilmu Administrasi negara
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negri Padang
2015
3. 1. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
2. UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PTUN ADALAH LEMBAGA PERADILAN YANG MENGADILI
SENGKETA TUN, TERMASUK SENGKETA KEPEGAWAIAN
ANTARA BADAN ATAU PEJABAT TUN/ADMINISTRASI
NEGARA (PEJABAT PEMERINTAHAN) DENGAN SESEORANG
ATAU BADAN HUKUM PERDATA SEPERTI PT, YAYASAN DAN
BADAN HUKUM LAINNYA
4. TUN ADALAH ADMINISTRASI NEGARA YANG
MELAKSANAKAN FUNGSI UNTUK
MENYELENGGARAKAN URUSAN PEMERINTAHAN BAIK
DI PUSAT MAUPUN DI DAERAH.
BADAN ATAU PEJABAT TUN ADALAH BADAN ATAU
PEJABAT YANG MELAKSANAKAN URUSAN
PEMERINTAHAN BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
KEPUTUSAN TUN ADALAH SUATU PENETAPAN TERTULIS
YANG DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN
YANG BERISI TINDAKAN HUKUM TUN YANG
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERLAKU, YANG BERSIFAT KONKRET, INDIVIDUAL
DAN FINAL, YANG MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM
BAGI SESEORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA
5. TINDAKAN HUKUM TUN ADALAH PERBUATAN HUKUM BADAN
ATAU PEJABAT TUN YANG BERSUMBER PADA SUATU
KETENTUAN HUKUM TUN YANG DAPAT MENIMBULKAN HAK
DAN KEWAJIBAN PADA ORANG LAIN.
BERSIFAT KONKRET ARTINYA OBYEK YANG DIPUTUSKAN
DALAM KEPUTUSAN TUN ITU TIDAK ABSTRAK, TETAPI
BERWUJUD, TERTENTU ATAU DAPAT DITENTUKAN, MISALNYA
KEPUTUSAN MENGENAI RUMAH SI A, IZIN USAHA BAGI SI B,
PEMBERHENTIAN SI C SEBAGAI PEGAWAI NEGERI DSB.
BERSIFAT INDIVIDU ARTINYA KEPUTUSAN TUN ITU TIDAK
DITUJUKAN UNTUK UMUM, TETAPI TERTENTU BAIK ALAMAT
MAUPUN HAL YANG DITUJU. KALAU YANG DITUJU ITU LEBIH
DARI SEORANG, TIAP-TIAP NAMA ORANG YANG TERKENA
KEPUTUSAN ITU DISEBUTKAN.
BERSIFAT FINAL ARTINYA SUDAH DEFINITIF DAN KARENANYA
DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM
6. SENGKETA TUN ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM
BIDANG TUN ANTARA ORANG ATAU BADAN HUKUM
PERDATA DENGAN BADAN ATAU PEJABAT TUN, BAIK DI
PUSAT MAUPUN DI DAERAH, SEBAGAI AKIBAT
DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN TUN, TERMASUK SENGKETA
KEPEGAWAIAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG BERLAKU.
GUGATAN ADALAH PERMOHONAN YANG BERISI TUNTUTAN
TERHADAP BADAN ATAU PEJABAT TUN DAN DIAJUKAN KE
PENGADILAN UNTUK MENDAPATKAN PUTUSAN.
TERGUGAT ADALAH BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
MENGELUARKAN KEPUTUSAN BERDASARKAN WEWENANG
YANG ADA PADANYA ATAU YANG DILIMPAHKAN
KEPADANYA, YANG DIGUGAT OLEH ORANG ATAU BADAN
HUKUM PERDATA.
PENGADILAN ADALAH PENGADILAN TUN DAN/ATAU
PENGADILAN TINGGI TUN DILINGKUNGAN PERADILAN TUN.
HAKIM ADALAH HAKIM PADA PENGADILAN TUN DAN/ATAU
PENGADILAN TINGGI TUN.
7. TUJUAN
1. MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HAK-HAK YANG
BERSUMBER PADA HAK-HAK INDIVIDU.
2. MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK
MASYARAKAT YANG DIDASARKAN KEPADA KEPENTINGAN
BERSAMA DARI INDIVIDU YANG HIDUP DALAM
MASYARAKAT TERSEBUT.
FUNGSI
SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KONFLIK YANG
TIMBUL ANTARA PEMERINTAH (BADAN ATAU PEJABAT TUN)
DENGAN RAKYAT (ORANG PERORANGAN MAUPUN BADAN
HUKUM PERDATA) SEBAGAI AKIBAT DIKELUARKAN ATAU
TIDAK DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN TUN.
8. MENURUT F.J. STAHL PEMBETUKAN LEMBAGA
PERADILAN ADMINISTRASI DIMAKSUDKAN ANTARA
LAIN :
1. MENGAKUI DAN MELINDUNGI HAK-HAK ASASI
MANUSIA.
2. UNTUK MELINDUNGI HAK-HAK ASASI TERSEBUT, MAKA
NEGARA HARUS BERDASARKAN PADA TRIAS POLITIKA.
3. DALAM MENJALANKAN TUGASNYA, PEMERINTAH
BERDASARKAN ATAS UNDANG-UNDANG.
4. APABILA DALAM TUGASNYA BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG ITU PEMERINTAH MASIH
MELANGGAR HAK ASASI YAITU ADANYA CAMPUR
TANGAN PEMERINTAH DALAM KEHIDUPAN PRIBADI
SESEORANG, MAKA ADA PENGADILAN ADMINISTRASI
YANG AKAN MENYELESAIKAN.
9. 1. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 :
PASAL 24
(1) KEKUASAAN KEHAKIMAN MERUPAKAN KEKUASAAN
YANG MERDEKA UNTUK MENYELENGARAKAN PERADILAN
GUNA MENEGAKKAN HUKUM DAN KEADILAN.
(2) KEKUASAAN KEHAKIMAN DILAKUKAN OLEH SEBUAH
MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG
BERADA DIBAWAHNYA DALAM LINGKUNGAN PERADILAN
UMUM, LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA, LINGKUNGAN
PERADILAN MILITER, LINGKUNGAN PERADILAN TATA USAHA
NEGARA DAN OLEH SEBUAH MAHKAMAH KONSTITUSI
10. 2. TAP MPR RI NOMOR IV/MPR/1978 DIHUBUNGKAN
DENGAN TAP MPR RI NOMOR II/MPR/1983 TENTANG
GBHN
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1970
TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN
KEHAKIMAN.
4. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN
5. UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
6. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14
TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
11. 1. AZAS PRADUGA RECHTMATIG,
MENGANDUNG MAKNA BAHWA SETIAP
TINDAKAN PENGUASA SELALU HARUS
DIANGGAP BENAR (RECHTMATIG) SAMPAI
ADA PEMBATALANNYA. DENGAN AZAS INI
GUGATAN TIDAK MENUNDA PELAKSANAAN
KEPUTUSAN TUN YANG DIGUGAT.
2. AZAS PEMBUKTIAN BEBAS, MAKSUDNYA
HAKIM YANG MENETAPKAN BEBAN
PEMBUKTIAN.
12. 3. AZAS KEAKTIFAN HAKIM (DOMINUS LITIS) KEAKTIFAN HAKIM
DIMAKSUDKAN UNTUK MENGIMBANGI KEDUDUKAN PARA
PIHAK YANG TIDAK SEIMBANG. PIHAK TERGUGAT ADALAH
BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG MENGUASAI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN
KEWENANGAN DAN/ATAU DASAR DIKELUARKANNYA
KEPUTUSAN YANG DIGUGAT, SEDANGKAN PIHAK PENGGUGAT
ADALAH ORANG PERORANGAN ATAU BADAN HUKUM
PERDATA YANG DALAM POSISI LEMAH, KARENA BELUM TENTU
MEREKA MENGETAHUI BETUL PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG DIJADIKAN SUMBER UNTUK
DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN YANG DIGUGAT.
4. AZAS PUTUSAN PENGADILAN YANG MEMPUNYAI KEKUATAN
MENGIKAT (ERGA OMNES), SENGKETA TUN ADALAH SENGKETA
DALAM RANAH HUKUM PUBLIK, DIMANA AKIBAT HUKUM YANG
TIMBUL DARI PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPUNYAI
KEKUATAN HUKUM TETAP AKAN MENGIKAT TIDAK HANYA PARA
PIHAK YANG BERSENGKETA, NAMUN BERDASARKAN AZAS INI
PUTUSAN TERSEBUT AKAN MENGIKAT SIAPA SAJA.
13. SUATU KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DAPAT
DIGUGAT MELALUI PERADILAN TUN :
1. KEPUTUSAN TUN YANG BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
2. PEJABAT TUN PADA WAKTU MENGELUARKAN KEPUTUSAN
TUN TELAH MENGGUNAKAN WEWENANGNYA UNTUK
TUJUAN LAIN DARI MAKSUD DIBERIKANNYA WEWENANG
TERSEBUT.
3. PEJABAT TUN PADA WAKTU MENGELUARKAN ATAU TIDAK
MENGELUARKAN KEPUTUSAN TUN SETELAH
MEMPERTIMBANGKAN SEMUA KEPENTINGAN YANG
TERSANGKUT DENGAN KEPUTUSAN ITU.
14. SUATU KEPUTUSAN TUN DAPAT DINILAI
BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG BERLAKU, APABILA KEPUTUSAN
YANG BERSANGKUTAN ITU:
1. BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN
DALAM PERETURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERSIFAT PROSEDURAL/FORMAL (BIASANYA
MENYANGKUT MENGENAI PERSIAPAN, TERJADINYA,
SUSUNAN ATAU PENGUMUMAN KEPUTUSAN YANG
BERSANGKUTAN.
2. BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERSIFAT MATERIIL/SUBSTANSIAL ( CACAT MENGENAI
ISINYA MISALNYA KPTSN IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN YANG BERTENTANGAN DENGAN
RENCANA YANG TELAH DITENTUKAN)
3. DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN
YANG TIDAK BERWENANG (CACAT KEWENANGAN)
15. CACAT KEWENANGAN TERDIRI ATAS :
A. APABILA SUATU KEPUTUSAN TUN TIDAK ADA
DASARNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN ATAU APABILA KEPUTUSAN ITU
DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
TIDAK BERWENANG UNTUK MENGELUARKANNYA.
B. BADAN ATAU PEJABAT TUN BELUM BERWENANG
ATAU TIDAK BERWENANG LAGI MENGELUARKAN
KEPUTUSAN TUN, MISALNYA KARENA JANGKA
WAKTUNYA SUDAH LAMPAU ATAU MENERAPKAN
PERATURAN LAIN SEMENTARA ITU SUDAH BERLAKU
PERATURAN BARU
C. KEPUTUSAN YANG DIAMBIL OLEH BADAN ATAU
PEJABAT TUN TERSEBUT MENYANGKUT HAL YANG
BERADA DILUAR BATAS WILAYAHNYA.
16. UNTUK BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG PADA
WAKTU MENGELUARKAN KEPUTUSAN TELAH
MENGGUNAKAN KEWENANGANNYA UNTUK TUJUAN
LAIN DARI MAKSUD DIBERIKANNYA KEWENANGAN
TERSEBUT SERING DISEBUT JUGA DENGAN
PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN ( DETOURNEMENT
DE POUVOIR).
SEDANGKAN UNTUK BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
PADA WAKTU MENGELUARKAN ATAU TIDAK
MENGELUARKAN KEPUTUSAN SETELAH
MEMPERTIMBANGKAN SEMUA KEPENTINGAN YANG
TERSANGKUT DENGAN KEPUTUSAN ITU SEHARUSNYA
TIDAK SAMPAI PADA PENGAMBILAN ATAU TIDAK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERSEBUT, SERING JUGA
DISEBUT DENGAN BERBUAT SEWENANG-WENANG
(WILLEKEUR)
17. DENGAN DEMIKIAN YANG DAPAT DIJADIKAN
OBYEK PERADILAN TUN SEMATA-MATA
TERBATAS PADA PENETAPAN (KEPUTUSAN)
TERTULIS YANG DIKELUARKAN OLEH BADAN
ATAU PEJABAT TUN YANG MEMENUHI UNSUR-
UNSUR BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU,
BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
MENGELUARKAN KEPUTUSAN TERSEBUT TELAH
MENYALAHGUNAKAN WEWENANGNYA DAN
BADAN ATAU PEJABAT TUN TERSEBUT TELAH
BERBUAT SEWENANG-WENANG.
18. GUGATAN SENGKETA TUN DIAJUKAN KEPADA PENGADILAN
YANG BERWENANG YANG DAERAH HUKUMNYA MELIPUTI
TEMPAT KEDUDUKUAN TERGUGAT.
DALAM HAL TEMPAT KEDUDUKAN TERGUGAT TIDAK
BERADA DALAM DAERAH HUKUM PENGADILAN TEMPAT
KEDIAMAN PENGGUGAT, MAKA GUGATAN DAPAT
DIAJUKAN KE PENGADILAN YANG DAERAH HUKUMNYA
MELIPUTI TEMPAT KEDIAMAN PENGGUGAT UNTUK
SELANJUTNYA DITERUSKAN KEPADA PENGADILAN YANG
BERSANGKUTAN.
GUGATAN DAPAT DIAJUKAN HANYA DALAM TENGGANG
WAKTU 90 HARI TERHITUNG SEJAK SAAT DITERIMANYA ATAU
DIUMUMKANNYA KEPUTUSAN BADAN ATAU PEJABAT TUN
19. GUGATAN HARUS MEMUAT :
1. NAMA, KEWARGANEGARAAN, TEMPAT TINGGAL
DAN PEKERJAAN PENGGUGAT ATAU
KUASAHUKUMNYA.
2. NAMA, JABATAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN
TERGUGAT.
3. DASAR GUGATAN DAN HAL YANG DIMINTA UNTUK
DIPUTUSKAN OLEH PENGADILAN
APABILA GUGATAN DIBUAT DAN DITANDATANGAI
OLEH SEORANG KUASA PENGGUGAT, MAKA
GUGATAN HARUS DISERTAI SURAT KUASA YANG SAH.
GUGATAN SEDAPAT MUNGKIN JUGA DISERTAI
KEPUTUSAN TUN YANG DISENGKETAKAN OLEH
PENGGUGAT.
20. AGAR SESEORANG DAPAT BERTINDAK SEBAGAI WAKIL ATAU
KUASA HUKUM DARI PARA PIHAK, MAKA IA HARUS MEMENUHI
SYARAT-SYARAT :
A. MEMPUNYAI SURAT KUASA KHUSUS.
B. DITUNJUK SECARA LISAN DIPERSIDANGAN OLEH PARA
PIHAK.
C. SURAT KUASA YANG DIBUAT DILUAR NEGERI BENTUKNYA
HARUS MEMENUHI PERSYARATAN DI NEGARA YANG
BERSANGKUTAN DAN DIKETAHUI OLEH PERWAKILAN RI DI
NEGARA TERSEBUT, SERTA KEMUDIAN DITERJEMAHKAN DALAM
BAHASA INDONESIA OLEH PENTERJEMAH RESMI.
KENDATIPUN PARA PIHAK TELAH MENGGUNAKAN KUASA
HUKUM ATAU WAKIL, NAMUN APABILA DIPANDANG PERLU
HAKIM DAPAT MDEMERINTAHKAN PARA PIHAK UNTUK DATANG
MENGHADAP SENDIRI.
21. BIAYA PERKARA
PADA PRINSIPNYA UNTUK BERPERKARA DIPERLUKAN BIAYA. UANG
MUKA BIAYA PERKARA ADALAH BIAYA YANG HARUS DIBAYAR LEBIH
DAHULU SEBAGAI UANG PANJAR OLEH PENGGUGAT .
YANG TERMASUK BIAYA PERKARA ADAALAH BIAYA-BIAYA
KEPANITERAAN, MATERAI, SAKSI-SAKSI, AHLI, ALIH BAHASA,
PEMERIKSAAN DILUAR SIDANG DAN BIAYA-BIAYA LAIN YANG
DIPERLUKAN UNTUK KEPENTINGAN PEMUTUSAN SENGKETA ATAS
PERINTAH HAKIM.
SETELAH PEMERIKSAAN PERKARA ITU SELESAI, MAKA UANG MUKA
BIAYA PERKARA ITU AKAN DIPERHITUNGKAN KEMBALI DENGAN
KESELURUHAN BIAYA PERKARA. APABILA PENGGUGAT DIKALAHKAN
DAN MASIH ADA KELEBIHAN UANG MUKA BIAYA PERKARA, MAKA
UANG KELEBIHAN TERSEBUT DIKEMBALIKAN KEPADA PENGGUGAT.
DAN APABILA KURANG MAKA IA DIWAJIBKAN UNTUK MEMBAYAR
KEKURANGANNYA. SEBALIKNYA APABILA PENGGUGAT MENANG,
MAKA UANG MUKA TERSEBUT AKAN DIKEMBALIKAN SELURUHNYA
KEPADA PENGGUGAT DAN BIAYA PERKARA DIBEBANKANKEPADA
TERGUGAT.
22. DENGAN PRINSIP DIATAS TIDAK MENUTUP
KEMUNGKINAN UNTUK BERPERKARA TANPA BIAYA.
DALAM BERPERKARA TANPA BIAYA INI, PENGGUGAT
DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPADA KETUA
PENGADILAN UNTUK BERPERKARA SECARA CUMA-
CUMA DENGAN DISERTAI SURAT KETERANGAN TIDAK
MAMPU DARI KEPALA DESA ATAU LURAH TEMPAT
KEDIAMANNYA.
PERMOHONAN INI HARUS DIPERIKSA DAN DITETAPKAN
SEBELUM POKOK SENGKETA DIPERIKSA.
PENETAPAN DIAMBIL DI TINGKAT PERTAMA DAN
TERAKHIR, ARTINYA APABILA PEMOHONAN
DIKABULKAN, BERPERKARA SECARA CUMA CUMA INI
BERLAKU JUGA DITINGKAT BANDING DAN KASASI.
23. PENCATATAN PERKARA
BAGI MEREKA YANG BERPERKARA
SECARA CUMA-CUMA, GUGATAN
BARU DICATAT DALAM DAFTAR
PERKARA SETELAH
ADANYAPENETAPAN TENTANG
PENGABULAN BERPERKARA SECARA
CUMA-CUMA.
24. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara (HAPTUN/HATUN) adalah
Peraturan Hukum yg mengatur proses
penyelesaian perkara TUN melalui
pengadilan (hakim), sejak pengajuan
gugatan sampai keluarnya putusan
pengadilan (hakim).
HAPTUN/HATUN disebut juga hukum
formal yang berfungsi mempertahankan
berlakunya HTUN (HAN) sebagai hukum
material.
25. Diatur bersama dg hkm materialnya. ketentuan
mengenai prosedur berperkara diatur bersama dg
hkm materialnya/ dg susunan, kompetensi badan
peradilan dlm bentuk UU/Peraturan lain.
HAPTUN sbg pelaksana Pasal 12 UU No. 14 Tahun 1970
diatur bersama hkm materialnya, yang selanjutnya
dirubah dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan kehakiman.
Prosedur berperkara diatur tersendiri dalam bentuk
UU/Peraturan lainnya.
UU No. 5/1986 tentang PTUN
UU No.9/2004 tentang PTUN
UU No. 51/2009 tentang PTUN
26. Salah 1 unsur PTUN adlh pihak2 dan
slh 1 pihak itu adlh Badan atau
Pejabat TUN dlm kedudukanya dan
bertindak berdasarkan wewenang
yang diberikan oleh HTUN (HAN) dlm
menjalankan tugas pelayanan umum.
Dimuka PTUN para pihak yg
berperkara mempunyai kedudukan
yg sama. Hakim harus
memperlakukan kedua belah pihak
dg sama adil.
27. Badan atau Pejabat TUN dlm menjalankan
fungsinya mempunyai kewenangan
berdasarkan ketentuan per-uu-an baik secara
langsung (atribusi) maupun pelimpahan
(delegasi) serta mandat dan kebebasan
bertindak yang dalam ilmu hkm dikenal dg
istilah freis Ermessen.
Dlm menjalankan tgsnya, tdk jarang terjadi
bahwa tindakan badan atau Pejabat TUN
melanggar batas, shgga menimbulkan
kerugian bagi yg terkena. Hal demikian disebut
perbuatan melanggar hkm oleh penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad).
28. No Pembeda HAPTUN Acara Perdata
1 Subjek/Pihak badan/Pejabat TUN
lawan warga
masyarakat
Warga masy. Lawan
warga masyarakat
2 Pangkal sengketa Ketetapan tertulis
pejabat
Kepentingan perdata
warga masyarakat
3 Tindakan Perbuatan melawan
hukum penguasa
Perbuatan melawan
hukum masy.
wanprestasi
4 Peran hakim Hakim aktif Hakim pasif
5 Rekonvensi Tidak dikenal Dikenal, diatur
30. Subjek PTUN
1.pihak penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat
dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara adalah setiap subjek hukum, orang
maupun badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan dengan
dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah
(Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 UU no. 5
tahun 1986)
31. .Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun 1986).
Yang dimaksud wewenang tersebut adalah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku oleh SF.MARBUN dikemukakan bahwa:menurut
hokum administrasi,pengertian kewenangan adalah
kekuasaan yang diformalkan,baik dalam suatu bidang
pemerintahan yang berasal dari kekuasaan legislative
atau dari kekuasaan pemerintah,sedangkan
pengertian wewenang hanya onderdil tertentu atau
bidang tertentu.dengan demikian wewenang adalah
kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang
yang berlaku untuk melakukan hubungan hokum
tersebut
32. Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang
berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang
sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun
atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam sengketa
Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak
yang membela haknya; atau peserta yang
bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa (pasal 83)
Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta
atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan
sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut
berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada
Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada
tingkat pertama (pasal 118 ayat 1)
33. Objek PTUN
1. Keputusan Tata Usaha Negara
“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara
berdasarkan Peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual
dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau Badan Hukum Perdata.” (Pasal
1 angka 3 UU no. 5 tahun 1986).
2. yang dipersamakan dengan Keputusan Tata
Usaha Negara yang dimaksud diatas adalah
sebagaimana yang disebut dalam ketentuan
Pasal 3 Uu no. 5 tahun 1986.
34. 1) apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi
kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan
jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Peraruran
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut
dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang
dimaksud.
3) dalam hal Peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : “maka setelah
lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya
permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan
Keputusan Penolakan.”
Lanjutan maksud yg dipersamakan dgn KTUN: ……
35. Jenis upaya hkm:
a. Upaya hkm biasa yg berupa
pengadilan tingkat banding dan
peradilan tingkat kasasi.
b. Upaya hkm luar biasa, yaitu
perlawanan phk ketiga dan
peninjauan kembali.
37. Hal yg berbeda dengan peradilan
lainnya, kekhususan dari PTUN
adalah mengenal tahapan
pemeriksaan pendahuluan;
Pemeriksaan pendahuluan terdiri
dari:
a.Rapat permusyawaratan (pasal
62)
b.Pemeriksaan persiapan (pasal 63)
37
38. Disebut jg sebagai dismissel process
(tahap penyaringan). Tujuannya
adalah memeriksa gugatan yg
masuk, apakah memenuhi syarat yg
ditentukan atau melihat kompetensi
peradilan TUN yg mengadili.
Jika suatu gugatan dilanjutkan
tanpa adanya dismissal process
maka dikhawatirkan akan
membuang waktu & biaya.
38
39. Dalam dismissal process, Ketua berhak
memutuskan penetapan bahwa gugatan tdk
dapat diterima/ tdk berdasar, apabila:
1)Pokok gugatan tidak masuk kewenangan
TUN;
2)Syarat gugatan sbgmn pasal 56 tidak
terpenuhi;
3)Gugatan didasarkan pada alasan tidak layak;
4)Gugatan sudah dipenuhi dalam KTUN yg
digugat;
5)Gugatan diajukan sebelum/telah lewat
waktu.
39
40. Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
mengenai hal ini diucapkan dalam rapat
permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan
dengan memanggil kedua belah pihak untuk
mendengarkannya. Pemanggilan kedua belah pihak
dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera atas
perintah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan. Terhadap penetapan ketua pengadilan
tersebut diajukan perlawanan kepada Pengadilan Tata
Usaha Negara yang bersangkutan dalam tenggang waktu
14 hari sesudah diucapakan. Perlawanan tersebut diajukan
harus dengan memenuhi syarat-syarat seperti yang
gugatan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 56
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Perlawanan
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
denga acara cepat, maka penetapan Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara yang yang diambil dalam rapat
permusyawaratan tesebut dinyatakan gugur demi hukum
dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan
diselesaikan menurut acara biasa
40
41. Diatur lebih lanjut dalam Pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986 yang
berbunyi :
1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib
mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi
gugatan yang kurang jelas
2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), hakim :
1. Wajib member nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki
gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan
dalam jangka waktu 30 hari
2. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan
3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf a, penggugat belum menyempurnakan
gugatannya, maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa
gugatannya tidak dapat diterima;
4) Terhadap putusan sebagaimana diatur dalam ayat (3) tidak
dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan41
42. Dilakukan dengan dua cara:
1.Acara cepat;
2.Acara biasa.
Selama pemeriksaan berlangsung,
pihak yg berkepentingan dapat
mengajukan diri sebagai para
pihak atau keikutsertaan pihak
ketiga.
42
43. Keikutsertaan pihak ketiga dalam
pemeriksaan tgkt pertama dpt dalam
bentuk:
a.Tussenkomst: pihak ketiga yg ikut serta
dalam pemeriksaan PTUN dgn kemauan
sendiri, tujuannya mempertahankan
kepentingannya, agar tidak dirugikan
baik KTUN yg diperiksa maupun akibat
putusan TUN. Jika gugatan pihak ketiga
dikabulkan maka disebut sebagai
penggugat intervensi (intervenient)
43
44. Yaitu keikutsertaan pihak ketiga
dalam pemeriksaan tingkat
pertama PTUN atas permintaan
para pihat baik penggugat
maupun tergugat. Tujuan
voeging ini adalah memperkuat
kedudukan salah satu pihak, baik
penggugat maupun tergugat.
44
45. Intervensi khusus terjadi dalam
pemeriksaan tingkat pertama atas
permintaan sendiri dari hakim yang
mengadili sengketa TUN. Kedudukan
pihak ketiga tersebut yaitu sebagai
tergugat II intervensi.
Pemanggilan tergugat II intervensi
tersebut, dilakukan oleh hakim TUN
lewat putusan sela.
45
46.
47. • Eksepsi adalah tangkisan hal-hal di luar pokok perkara,
sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
a) Eksepsi dalam perkara Tata Usaha Negara diatur dalam
Pasal 77 UU.No. 5/1986 terdiri dari:
a. Eksepsi Absolut :
- Kopetensi Absolut.
Yakni eksepsi tentang kompetensi absolut pengadilan dapat
diajukan setiap waktu selama pemeriksaan berjalan. Bahwa
meskipun tidak diajukan, Pengadilan wajib untuk
memeriksanya dan menyatakan tidak berwenang mengadili
perkara.
- Kopetensi Relatif.
Eksepsi diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok
perkara. Eksepsi ini harus diputus sebelum pokok perkara
diperiksa. Jadi untuk itu pengadilan terlebih dahulu harus
menetapkan putusan sela.
EKSEPSI
48. b. Eksepsi Relatif :
Eksepsi Relatif adalah tangkisan mengenai
hal-hal kekurangan/kesalahan mengenai
pembuatan gugatan.
Misalnya : Penggugat tidak berkualitas
sebagai Penggugat, Objek gugatan bukan
objek TUN, identitas para pihak tidak
lengkap, gugatan kabur, gugatan telah
daluwarsa, gugatan nebis in idem dll.
Eksepsi relatif ini tidak terbatas, asal itu
merupakan kelemahan dari gugatan
diajukan sebagai eksepsi relatif.
49. Setelah mengemukakan eksepsi (tangkisan), selanjutnya
disampaikan jawaban terhadap pokok perkara (Pasal 74 ayat 1
UU.No. 5/1986). Suatu jawaban biasanya berisikan :
1. Bantahan
Bantahan yang dimaksud adalah suatu pengingkaran terhadap
apa yang dikemukakan penggugat dalam dalil-dalil gugatannya.
2. Pengakuan/pembenaran
Di dalam Jawaban ada kemungkinan Tergugat mengakui
kebenaraan dalil-dalil gugatan Penggugat. Untuk menghidarkan
agar jangan sampai ada pengakuan yang tidak memerlukan
pembuktian lagi biasanya dipergunakan kata-kata “
seandanyapun itu benar” atau “qwodnoon. Maksudnya tidak
membantah secara tegas, tetapi juga tidak mengakui secara
tegas, tetapi juga tidak mengakui secara pasti.
3. Fakta-fakta lain
Di dalam jawaban itu Tergugat ada kemungkinan juga
mengemukakan fakta-fakta baru untuk membenarkan
kedudukannya.
50. Hal : Jawaban Perkara Tata Usaha Negara
No. : ....../G/..../PTUN......
Dengan Hormat,
Tergugat dengan ini menyampaikan Eksepsi dan Jawaban sebagai berikut :
I. TENTANG EKSEPSI
A. Eksepsi Absolut (kalau ada)
1. Kopentensi Absolut (uraikan)
2. Kopetensi Relatif (uraikan)
B. Eksepsi relatif
1. Daluwarsa (uraikan)
2. Gugatan Nebis in idem (uraikan)
3. dll (uraikan)
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas mohon PTUN menyatakan diri tidak berwenang mengadili perkara ini
(kalau menyangkut eksepsi absolut) dan karenanya/atau menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
II. TENTANG POKOK PERKARA
- Bahwa Tergugat dengan ini membantah seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali atas hal-hal yang
secara tegas diakui oleh Tergugat dalam jawaban ini ;
- Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam eksepsi, secara mutatismutandis juga masuk kedalam
jawaban terhadap pokok perkara, sehingga tidak perlu diulagi lagi ;
- Bahwa ............... (dan seterusnya) merupakan bantahan terhadap dailil-dalil gugatan Penggugat poin demi
poin.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas mohon Majelis hakim yang memeriksa perkara ini menolak gugatan
Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima.
Terima Kasih
........ (domisili), tanggal .....
Hormat Tergugat
Kuasa Hukumnya
(........................)
51. Replik yaitu bantahan penggugat atas keterangan /
jawaban tergugat.
Atas jawaban Tergugat, selanjutnya kepada Penggugat
diberikan kesempatan untuk membantah, menguatkan
alasan-alasan gugatan yang diajukan (Pasal 75 (1) UU.
No. 51/1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004).
Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan
untuk menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat.
Penggugat dalam replik ini dapat niengemukakan
sumber-sumber kepustaaan, pendapat para ahli, doktrin,
kebiasaan, dan sébagainya.
Perananan Yurisprudensi sangat penting dalam Replik,
mengingat kedudukannya sebagai salah sam sumber
hukum.
Dalam rnenyusun replik biasanya cukup dengan
mengikuti poin-poin jawaban Tergugat. Dalam replik
Penggugat dapat mengajukan hal-hal baru untuk
menguatkan dalil gugatanya.
52. Duplik yaitu jawaban tergugat atas bantahan
penggugat
Terhadap Replik Peggugat, maka kepada Tergugat
diberi kesempatan untuk menyampaikan Duplik,
yang isinya berupa dalil-dalil bantahan atas Replik
Penggugat atau dalil-dalil utuk menguatkan
jawaban Tergugat (Pasal 75 ayat (2) UU.No. 5/1986
Jo. VU No. 9 Tahun 2004). Penyusunan duplik
biasanya berdasarkan poin-poin replik Penggugat.
Pada Duplik Tergugat masih dapat mengemukakan
dalil-dalil baru tentang bantahannya terhadap
gugatan, atau sekedar untuk rnenguatkan dalil-dalil
jawabannya. Dengan adanya jawab-menjawab ini
menjadi jelas permasalahan perkara.
53. Hal : REPLIK dalam Perkara No. …/…../2014/PTUN ….
Kepada Yang Terhormat,
Ketua Majelis Hakim Perkara No. …/…../2014/PTUN ...
Pengadilan Tata Usaha Negara ……..
Di
…………
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Penggugat dengan ini mengajukan REPLIK atas JAWABAN TERGUGAT, yang telah diuraikan
tertanggal ………….
2014, sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA
Penggugat tetap pada dalil-dalil sebagaimana terurai dalam surat Gugatan aquo, dan selanjutnya membantah
seluruh dalil-dalil Tergugal sebagaimana diuraikan dalam Jawabannya, dengan uraian seperti dibawah ini.
1. Bahwa …….
2. Bahwa …….
3. Bahwa ……..
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Penggugat tetap pada tuntutan semula dan mohon Majelis Hakim dapat
memutuskan sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya;
2. Memutuskan ………………………………………. ;
3. Mengadili perkara ini dengan seadil-adilnya
Hormat Kami,
Penggugat/Kuasa Penggugat,
(Penggugat/kuasa hukum).
54. Banda Aceh, ………. 2014
Hal : Duplik atas Replik Penggugat
Kepada
Yth. Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara No. …. /…../2014/PTUN.Bna
Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
di –
Banda Aceh
Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama klien kami Tergugat (nama tergugat) dalam Perkara No. …/
…../2014/PTUN.Bna, Pada Pengadilan Tata Usaha Negara di Banda Aceh dengan ini
menyampaikan Duplik atas Replik Penggugat.
Adapun Duplik atas Replik Penggugat adalah sebagai berikut :
Dalam Eksepsi:
1. Bahwa …………
2. Bahwa ………….
3. Bahwa …………
Dalam Pokok Perkara:
1. Bahwa …………
2. Bahwa ………..
3. Bahwa ………..
55. Dalam rekonpensi:
1. Bahwa ….
2. Bahwa ….
3. Bahwa ….
Berdasarkan alasan tersebut diatas Penggugat Rekonpensi/Tergugat Konpensi
mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara, agar berkenan memutus
perkara sebagai berikut :
Dalam Eksepsi
PRIMER:
1. Menerima dan mengabulkan eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.
2. Menolak atau setidak-tidaknya tidak menerima gugatan Penggugat untuk
seluruhnya.
3. Menghukum Penggugat) untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat
adanya perkara ini.
Dalam Pokok Perkara :
Dalam Konpensi :
PRIMER :
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menolak …………………
3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat
adanya perkara
56. Dalam Rekonpensi :
PRIMER :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Rekonpensi Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menetapkan dan menyatakan bahwa, …..
3. Menghukum Tergugat Rekonpensi/Penggugat Konpensi untuk membayar seluruh biaya
yang timbul akibat adanya perkara ini.
Dalam Eksepsi, Konpensi, dan Rekonpensi.
Subsider :
Mohon Putusan seadil-adilnya.
Demikian Eksepsi, Jawaban serta gugatan balik kami, atas perkenan Yang Terhormat
Hakim Pemeriksa Perkara, diucapkan Terima Kasih.
Hormat Kami
Kuasa Hukum Tergugat
Konsepsi/Penggugat
Rekonsepsi.
(Nama Kuasa Hukum)
57. Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoording
atau legal mandatory (legal representative). Artinya, undang-
undang menetapkan bahwa seseorang atau badan hukum dengan
sendirinya menurut hukum berhak bertindak mewakili orang atau
badan hukum tersebut tanpa memerlukan surat kuasa.
Pengertian kuasa merujuk pada wewenang, jadi pemberian kuasa
berarti pemberian/pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa, untuk mewakili kepentingannya.
Kuasa hukum yaitu pihak yang diberikan kewenangan untuk
melaksanakan proses hukum di muka pengadilan.
Pengacara atau advokat atau kuasa hukum adalah kata benda,
subyek. Dalam praktik dikenal juga dengan istilah Konsultan
Hukum. Dapat berarti seseorang yang melakukan atau
memberikan nasihat (advis) dan pembelaan “mewakili” bagi orang
lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus
hukum
58. 1. Kuasa Umum
Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, dimana kuasa umum
bertujuan untuk memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus
kepentingan pemberi kuasa mengenai pengurusan , yang disebut berharder
untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Dengan demikian , dari segi
hukum , surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan
untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 123
HIR, untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa,
Penerima Kuasa haruslah mendapat surat kuasa khusus.
2. Kuasa Khusus
Adapun pengaturan mengenai surat kuasa khusus diatur dalam pasal 1975
BW yaitu mengenai pemberian kuasa mengenai satu kepentingan tertentu
atau lebih. Agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai
surat kuasa khusus di depan pengadilan , kuasa tersebut harus
disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebutkan
dalam pasal 123 HIR.
3. Kuasa Istimewa
Kuasa Istimewa diatur dalam pasal 1796 BW dikaitkan dengan Pasal 157 HIR
atau Pasal 184 RBG.
59. • Menurut SEMA No.2 Tahun 1959, digariskan
syarat khusus antara lain;
1. menyebutkan kompetensi relatif, di PN
mana kuasa itu dipergunakan mewakili
kepentingan pemberi kuasa;
2. menyebutkan identitas dan kedudukan
para pihak (sebagai penggugat dan
tergugat);
3. menyebutkan secara ringkas dan konkret
pokok dan objek sengketa yang
diperkarakan antara pihak yang
berperkara.
60. KANTOR HUKUM ADVOKAT/PENGACARA & KONSULTAN HUKUM
(NAMA KANTOR)
Alamat kantor
Yang bertanda tangan di bawah ini :
o Nama : …..
o Umur : ……
o Pekerjaan : …….
o Kewarganegaraan : Indonesia
o Alamat : ……
Selanjutnya disebut PEMBERI KUASA.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini,
menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
1. ……..
2. ……..
3. ……..
adalah Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum
Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum “……………”, beralamat di …………………..,
untuk selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA.
------------------------------------------------------- KHUSUS
---------------------------------------------------
61. Untuk dan atas nama pemberi kuasa, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama mengurus kepentingan pemberi kuasa untuk mengurus
perkara : “Atas diterbitkannya Surat Keputusan Tata Usaha Negara No. … /
…/…./…./2014 tertanggal …………. 2014, Tentang ……………… atas nama
…………………. oleh …………………. (LEMBAGA PEMERINTAH).
Untuk itu penerima kuasa dikuasakan untuk melakukan perbuatan hukum
untuk ………………………….. (uraian-uraian terkait hal yg dapat dilakukan
oleh kuasa hukum)
Demikian surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain
dengan hak substitusi dan seterusnya menurut hukum, seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1812 KUH Perdata dan menurut syarat-syarat lainya
ditetapkan dalam Undang-undang.
Langsa, ……….. 2014
PENERIMA KUASA PEMBERI KUASA
(PENGACARA/KUASA HUKUM) (Nama Pemberi Kuasa)
62.
63.
64. 1. Tempat Mengajukan Gugatan
Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh
Penggugat atau Kuasanya, kemudian didaftarkan di
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang
sesuai dengan ketentuan Pasal 54.
Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara diajukan
kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat
Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam
satu faerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak
berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman
Pengugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
65. Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat
sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan
dapat diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Penggugat
Ayat (5) Apabila Penggugat dan Tergugat
berkedudukan atau berada di luar negeri, Gugatan
diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam
negeri dan Penggugat di luar negeri, Gugatan
diajukan kepada Pengadilan ditempat kedudukan
Tergugat.
66. Panitera menaksir biaya panjer ongkos
perkara yang harus dibayar oleh
Penggugat atau Kuasanya yang
diwujudkan dalam bentuk SKUM (Surat
Kuasa Untuk Membayar) atau antara lain:
Biaya Kepaniteraan
Biaya Materai
Biaya Saksi
Biaya Saksi Ahli
Biaya Alih Bahasa
Biaya Pemeriksaan Setempat
Biaya lain untuk Penebusan Perkara
67. Gugatan yang telah dilampiri SKUM
tersebut kemudian diteruskan ke Sub
bagian Kepaniteraan Muda Perkara untuk
penyelesaian perkara lebih lanjut.
Atas dasar SKUM tersebut kemudian
Penggugat atau kuasanya dapat
membayar di kasir (dibagian Kepaniteraan
Muda Perkara) dan atas pembayaran
tersebut kemudian dikeluarkan, kwitansi
pembayarannya. Gugatan yang telah
dibayar panjer biaya perkara tersebut
kemudian didaftarkan didalam buku
register perkara dan mendapat nomor
register perkara.
68. Gugatan yang sudah didaftarkan dan
mendapat nomor register tersebut kemudian
dilengkapi dengan formulir-formulir yang
diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan
kembali kepada Panitera dengan buku
ekspedisi penyerahan berkas.
Selanjutnya berkas perkara gugatan tersebut
oleh Panitera diteruskan / diserahkan kepada
Ketua Pengadilan untuk dilakukan Penelitian
terhadap Gugatan tersebut, yaitu dalam
proses dismissal ataupun apakah ada
permohonan penundaan pelaksanaan
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat,
beracara cepat maupun ber-acara Cuma-
Cuma.
69. Terdapat dua syarat yg harus dipenuhi, yaitu
syarat formal dan syarat materiil.
1. Syarat Formal
Pasal 56 (1) UU no 5 tahun 1986 Jo uu no 9
tahun 2004 menentukan bahwa suatu gugatan
harus memuat :
a.Identitas Penggugat
1. Nama lengkap Penggugat
2. Kewarganegaraan Penggugat
3. Tempat Tinggal penggugat
4. Pekerjaaan penggugat
70. b. Identitas Tergugat
1) Nama., Jabatan, Misalnya : Kepala Dinas…, Bupati….,
Gubenur…., Menteri…, Camat…, Lurah….dan
sebgainya
2) Tempat kedudukan tergugat
c. Tenggang waktu mengajukan gugatan
Gugatan terhadap suatu Keputusan/Penetapan
tertulis atau yang disamakan dengan itu, hanya
dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 hari
terhitung sejak keputusan itu:
1) Setelah diterima atau dikeluarkan SK.
2) Setelah 4 bulan dilakukan permintaan dikeluarkan SK.
3) Setelah banding administratif
71. d. Diberi Tanggal; Suatu gugatan
biasanya diberi tanggal, hal ini
berkaitan dengan tenggang waktu
untuk mengajukan gugatan.
e. Ditandatangani; Suatu surat
gugatan haruslah ditanda tangani
oleh Penggugat atau oleh kuasanya
yang sah untuk itu. Surat gugatan
tidak perlu diberi materai, karena
biaya materai tersebut telah dihitung
dalam biaya perkara (SEMA No. 2
Tahun 1991).
72. a. Objek gugatan (misal Perkara Tata
Usaha Negara No. 01/G/l 994/PTUN-
MDN, tanggal 14 November 1994, objek
gugatanya adalah Sertifikat Tanah Hak
Guna Bangunan (HGB) No. 22
tertanggal 7 Januari 1982 atas nama
M.KADIRAN)
b. Posita gugatan: Posita atau dasar-dasar
gugatan, benisikan dalil Penggugat
untuk mengajukan gugatan. yang
diuraikan secara ringkas dan sederhana
73. Fakta Hukum Fakta Hukum berisi fakta-fakta secara
kronologis tentang adanya hubungan hukum antara
Penggugat dengan Tergugat maupun dengan
objek.gugatan.
Kualifikasi Perbuatan Tergugat, Dalam gugatan harus
diuraikan secara ringkas dan tegas serta jelas
tentang kualifikasi kesalahan dari tergugat.
Uraikan Kerugian Penggugat: Seandainya akibat
perbuatan tergugat menerbitkan keputusan yang
disengketakan itu telah menimbulkan kerugian bagi
penggugat, maka hal itu dapat digugat dalam
Gugatan Tata Usaha Negara sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1991
74. Petitum adalah kesimpulan gugatan
yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh
penggugat untuk diputuskan oleh hakim.
Petitum (apa yang menjadi tuntutan/
yang diminta) Ada beberapa alternatif :
1)Pembatalan atau menyatakan tidak sah
SK yang dikeluarkan Tergugat.
2)Ganti rugi
3)Rehabilitasi
4)Bisa mengajukan penangguhan
pelaksanaan SK
75. Petitum itu umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut
:
Mengabulkan/ menerima gugatan Penggugat
seluruhnya
Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan
yang sewenang-wenang atau perbuatan yang
bertentangan dengan Undang- Undang
Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan
No…. Tanggal …… yang dikeluarkan oleh tergugat:
Menghukum tergugat untuk membayar ganti
kerugian sebesar Rp……………. Kepada Penggugat
(Jika ada)
Menghukum Tergugat untuk membayar segala
biaya yang timbul dalam perkara ini untuk semua
tingkatan
76. Dalam hal ada gugatan privisi maka hal
tersebut harus diuraikan terlebih dahulu
setelah identitas para pihak dan objek
gugatan diuraikan. Gugaatn provisi itu dapat
menyangkut tindakan tertentu yaitu: menunda
pelaksanaan keputusan Usaha Negara yang
disengketakan sampai ada putusan
Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Atau untuk megizinkan penggugat berperkara
secara prodeo atau Cuma-Cuma.atau
mungkin juga untuk meminta suatu perkara
diperiksa dengan acara cepat, Untuk itu harus
dikemukakan alasan-alasanya dalam gugatan
provisi tersebut