SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
ARTIKEL 
EFIKASI DAN KEAMANAN DIHIDROARTEMISININ-PIPERAKUIN 
PADA PENDERITA PLASMODIUM VIVAX 
DI KALIMANTAN DAN SULAWESI 
Armedy Ronny Hasugian,* Yenni Risniati,* Emiliana Tjitra,* Hadjar Siswantoro,* 
Rossa Avrina,* Delima* 
*Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan Pengembangan 
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI; Email: medy_hsg@yahoo.com 
EFFICACY AND SAFETY OF DIHYDROARTEMISININ PIPERAQUINE FOR SUBJECT WITH 
PLASMODIUM VIVAX IN KALIMANTAN AND SULAWESI 
Abstract 
This study is part of the study with title "Monitoring drug resistance in subjects with P. falciparum and 
P.vivax malaria in Kalimantan and Sulawesi, Indonesia" which the objective to assess the efficacy and 
safety of Dihydroartemisinin - Piperaquine (DHP) in patients with malaria vivax in Kalimantan and 
Sulawesi. The design of study was a cross-sectional study and prospective evaluation of 87 subjects the 
subject with P. vivax. Efficacy and safety of DHP assessed by WHO criteria. The analysis showed that 
the efficacy of DHP by Intention To Treat (ITT) on Day 28 (D28) after DHP treatment was 94.3% (95% 
CI: 87.2 - 97.5) and D42 was 92% (95% CI: 87.2 - 97.5). DHP efficacy in Per Protocol (PP) in D28 
was 100% and D42 was 97.6% (95% CI: 91.5 - 99.3). Parasitemia Clearance 100% was reached on 
Day 2. 100% free of Gametocytes clearance 100% occured on D7. Fever clearance 100% occurred on 
D7. Clinical clearance never reach 100% post-DHP treatment. The incidence of adverse event were 
sweating, anorexia and diarrhea, but mild and tolerable. Based on the study results that DHP efficacy 
and safety in accordance with WHO criteria and can be recommended for widespread use. 
Key Word: Malaria, Efficacy, dihydroartemisinin, piperaquine, Kalimantan, Sulawesi 
Abstrak 
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Monitoring drug resistance in subject with 
P.falciparum and P.vivax malaria in Kalimantan and Sulawesi, Indonesia” yang bertujuan untuk 
menilai efikasi dan keamanan Dihydroartemisinin – Piperaquine (DHP) pada penderita malaria vivaks 
di Kalimantan dan Sulawesi. Disain penelitian adalah potong lintang dengan prospektif evaluasi 
terhadap 87 subyek penderita P. vivax. Efikasi dan keamanan DHP dinilai berdasarkan kriteria WHO. 
Hasil analisis menunjukkan bahwa efikasi DHP secara Intention To Treat (ITT) pada Hari 28 (H28) 
setelah pengobatan DHP adalah 94,3% (95%CI: 87,2 – 97,5) dan H42 adalah 92% (95%CI: 87,2 – 
97,5). Efikasi DHP secara Per Protokol (PP) pada H28 adalah 100% dan H42 adalah 97,6% 
(95%CI:91,5 – 99,3). Bebas parasit 100% terjadi pada H2. Bebas gametosit 100% terjadi pada H7. 
Bebas demam 100% terjadi pada H7. Bebas gejala klinis tidak pernah mencapai 100% pasca pengobatan 
DHP. Kejadian sampingan yang ditemukan adalah berkeringat, tidak nafsu makan dan diare, tetapi 
ringan dan dapat ditolerir. Oleh karena itu dapat disimpulkan efikasi dan keamanan DHP sesuai dengan 
kriteria WHO dan dapat direkomendasikan untuk penggunaan secara luas. 
Kata Kunci: Malaria, Efikasi, dihidroartemisinin, piperaquine, Kalimantan, Sulawesi 
Submit: 4 Juli 2011, Review 1: 6 Juli 2011, Review 2: 6 Juli 2011, Eligible article: 9 September 2012 
78 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
Pendahuluan 
esistensi obat antimalaria standar seperti 
Klorokuin, Kina, dan Sulfadoxin-Pyri-metamin 
terhadap infeksi P. falciparum 
R 
dan P.vivax telah banyak dilaporkan.1 Badan 
Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasi-kan 
penggunaan obat Artemisinine Combination 
Therapy (ACT) untuk pengobatan infeksi malaria 
terkini.2 Indonesia dengan 70% wilayah endemis 
malaria dan angka kesakitannya 22,9 permil telah 
menggunakan kombinasi artesunat-amodiaquine 
(AAQ) untuk P. falciparum sejak tahun 2004 dan 
digunakan secara luas untuk seluruh spesies malaria 
sejak tahun 2006.3,4,5 Kombinasi ACT 
dihidroartemisinin-piperaquin (DHP) telah 
digunakan di Papua sejak tahun 2008 dalam lingkup 
penelitian. Pemakaian tersebut didasarkan hasil 
penelitian di Timika yang mendapatkan kombinasi 
DHP terhadap P. falciparum dan P. vivax 
dilaporkan lebih efektif dan aman dibandingkan 
AAQ.6 
Infeksi P. vivaks dihubungkan dengan 
malaria tanpa komplikasi. Hal yang membeda-kannya 
dengan P. falciparum adalah pada infeksi P. 
vivax dapat terjadi relaps, hanya menyerang eritrosit 
muda, densitas parasitemia yang lebih rendah dan 
tidak menyebabkan malaria berat. Pada 
perkembangannya telah dilaporkan kasus malaria 
berat akibat P. vivax.7,8 Penelitian lain secara in 
vitro mendapatkan kejadian sitoadherens juga 
ditemukan pada P. vivax.9 Hal diatas menambah 
permasalahan pada pengobatan P.vivax yang 
dihubungkan dengan meningkatnya resistensi obat 
standar yaitu klorokuin.6,10 Dampak kegagalan 
pengobatan akibat menurunnya efikasi obat yang 
telah dipergunakan dapat meningkatkan kasus 
malaria berat P. vivax. Hal ini mendukung 
pengobatan dengan menggunakan ACT sebagai 
obat antimalaria secara luas. Dengan efektifitas dan 
keamanan obat AAQ yang menurun maka peralihan 
pengunaan DHP secara luas dapat segera 
dilaksanakan. Berdasarkan penelitian di Papua yang 
menunjukkan DHP lebih efektif dan aman DHP 
pada P. Vivax, rekomendasi WHO, serta kewajiban 
untuk memberikan pilihan obat terbaik untuk 
penderita malaria maka penggunaan DHP di luar 
Papua segera dapat dilakukan.2,6,11 
Berdasarkan variasi parasitemia, host yang 
berbeda dan membuktikan efektifitas dan keamanan 
pemakaian DHP di luar Papua, maka monitoring 
terhadap pemakaiannya perlu dilakukan dan 
menjadi salah satu dasar informasi dalam upaya 
penggunaan DHP secara luas. Oleh karena itu 
monitoring ini bertujuan untuk menilai efikasi dan 
keamanan DHP di Kalimantan dan Sulawesi. 
Metode Penelitian 
Desain dan Jenis Penelitian 
Penelitian ini merupakan bagian dari 
penelitian “Monitoring drug resistance in subject 
with P.falciparum and P.vivax malaria in 
Kalimantan and Sulawesi, Indonesia”. Desain 
penelitian mengikuti metode penelitian utama yaitu 
potong lintang dan evaluasi secara prospektif 
terhadap pemberian kombinasi DHP pada P. vivax. 
Efikasi dan keamanan kombinasi DHP dievaluasi 
selama 42 hari. 
Waktu dan Tempat Penelitian 
Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Juni 
2010 - Januari 2011. Lokasi penelitian dilaksanakan 
di Puskesmas Toho dan Anjongan di Kabupaten 
Pontianak provinsi Kalimantan Barat, Puskesmas 
Kasongan dan Tumbang Samba di Kabupaten 
Katingan Provinsi Kalimantan Tengah, Puskesmas 
Touluaan dan Tambelang di Kabupaten Minahasa 
Tenggara di Sulawesi Utara, dan Puskesmas 
Banpres dan Baluase di Kabupaten Sigi Provinsi 
Sulawesi Tengah. Penentuan lokasi penelitian di 
Kalimantan dan Sulawesi disesuaikan dengan 
indikator daerah “merah” (AMI>5‰) berdasarkan 
data sekunder dari Subdit Malaria, P2PL, 
Kementerian Kesehatan RI, serta verifikasi ke 
lokasi peneilitian terpilih dan kemampuan Badan 
Litbangkes untuk mengelola pelaksanaan penelitian 
di lokasi terpilih. 
Subjek Penelitian 
Subyek penelitian adalah pasien yang datang 
ke puskesmas terpilih dan positif terinfeksi P. vivax 
dengan konfirmasi mikroskopis serta memenuhi 
kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Subyek yang 
direkrut berumur ≥ 6 bulan dengan riwayat panas 
48 jam terakhir atau suhu aksila ≥ 37,5oC, 
parasitemia P.vivax ≥ 250/μl. Subyek dapat minum 
obat secara oral, serta mengikuti pemeriksaan 
lanjutan sampai hari ke-42 dan dengan sukarela 
menandatangani lembar persetujuan setelah 
mendapatkan penjelasan penelitian. Subyek dengan 
malaria berat/komplikasi, atau terinfeksi P. 
falciparum dan campuran, atau muntah-muntah 
berat atau tidak bisa minum obat atau diare cair 
berat (>3x/hari), atau sedang menderita penyakit-penyakit 
berat lainnya, atau anemia berat (Hb<8 
g/dl), atau demam disebabkan oleh penyakit lain 
Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 79
selain malaria, atau mempunyai riwayat alergi 
ACT, atau wanita hamil atau wanita menyusui tidak 
direkrut menjadi subyek penelitian. Kriteria tersebut 
diatas merujuk pada protokol WHO 2003 yang telah 
dilengkapi pada tahun 2009.12,13 
Besar Sampel 
Monitoring ACT DHP baru pertama kali 
dilakukan dan diperkirakan (probability) angka 
kegagalan pengobatan DHP maksimal adalah 15%. 
Berdasarkan penelitian utama dengan mengikuti 
tabel sampel minimum dari WHO maka dengan 
tingkat kemaknaan (confidence level)/Cl 95% dan 
ketepatan (percision) 10%, besaran sampel minimal 
adalah 50 untuk subyek vivaks tanpa komplikasi. 13 
Cara kerja 
Setelah penapisan dan dikonfirmasi sesuai 
kriteria penelitian, subyek minum DHP pada Hari 0 
(H0), H1, H2. Anamnese, pemeriksaan fisik, dan 
tanda vital diperiksa setiap hari (H0,H1,H2) 
termasuk pada hari kunjungan ulang yaitu H3, H7, 
H14, H21, H28, H35, dan H42. Data dicatat pada 
lembar formulir (Case Report Form) penelitian. 
Sampel darah subyek yang diambil yaitu sampel 
darah tepi untuk pemeriksaan mikroskopis, 
pemeriksaan kadar hemoglobin (hb sahli) yang 
diperiksa pada H0, H14, H28, dan H42. Semua 
aktivitas penelitian dilakukan oleh tim peneliti yang 
telah dilatih sesuai dengan prinsip uji klinis. 
Pengobatan 
Pada studi ini obat yang diberikan adalah 
DHP (Arterakin®: No Reg.N0 VNA-3701-05, 
Batch No. 010909 Exp date 01-09-2012). Satu 
tablet berisi 40 mg dihydro-artemisinin plus 320 mg 
piperaquine. Dosis dihydroartemisinin 2-4 mg per 
kg berat badan perhari dan dosis piperaquine 16-32 
mg per kg berat badan per hari untuk 3 hari. Obat 
diberikan pada H0,H1 dan H2. Pada balita, obat 
DHP dipuyer terlebih dahulu. Primakuin diberikan 
pada subyek penelitian pada hari terakhir penelitian 
(H42) atau pada saat kambuh. Dosis yang diberikan 
adalah dosis 0,5mg/kg/hari untuk 14 hari tanpa 
supervisi. Obat simptomatik diberikan berdasarkan 
keluhan klinis. Pada subyek gagal/kambuh kembali 
infeksi malaria diberikan pengobatan AAQ dengan 
dosis 10 mg amodiakuin per kg berat badan dan 
dosis 4 mg artesunat per kg berat badan dan dosis 
0,5 mg/kg berat badan/ hari selama 14 hari 
ditambah doksisiklin untuk umur > 8 tahun dengan 
dosis dua kali per hari selama 7 hari. Pemberian 
obat gagal dilakukan setelah ditemukan parasitemia 
pada hari kunjungan ulang ke Puskesmas dan 
diberikan oleh dokter peneliti. 
Analisis data 
Analisis studi in-vivo meliputi efikasi dan 
keamanan DHP. Klasifikasi efikasi dinilai 
berdasarkan protokol WHO 2003 dan WHO 2009 
yang dievaluasi secara Intention To Treat (ITT) 
dan Per Protocol (PP).12,13 Evaluasi PP dinilai pada 
seluruh subyek yang mengalami kejadian Early 
Treatment Failure (ETF), Late Clinical Failure 
(LCF), Late Parasitological Failure (LPF) dan 
Adequate Clinical dan Parasitological Failure 
(ACPR). Evaluasi ITT dinilai pada seluruh subyek 
minum obat DHP penelitian. Parameter evaluasi 
lain yang dianalisis adalah 1) bebas parasitemia 
yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya 
parasitemia setelah pengobatan, 2) bebas gametosit 
yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya gametosit 
setelah pengobatan, 3) bebas demam yaitu proporsi 
100% tidak ditemukannya demam setelah 
pengobatan, 4) bebas gejala klinis yaitu proporsi 
100% tidak ditemukannya berbagai gejala klinis 
setelah pengobatan dan 5) hemoglobine recorvery 
yaitu peningkatan kadar hemoglobin pada H14, 
H28 dan H42 lebih tinggi dibandingkan pada H0 . 
Klasifikasi keamanan dhp meliputi kejadian 
sampingan yaitu kejadian yang tidak ditemukan 
pada H0 muncul setelah mendapatkan pengobatan 
DHP. 
Etik 
Penelitian telah mendapatkan persetujuan 
etik dari komisi etik Badan Litbangkes, No. 
LB.03.03/KE/3058/2010 tertanggal 20 April 2010. 
Persetujuan melakukan penelitian di daerah sentinel 
telah mendapatkan izin dari Kementerian Dalam 
Negeri. 
Hasil Penelitian 
Jumlah subyek malaria vivaks yang direkrut 
adalah 88 orang, hasil tersebut berdasarkan 
pemeriksaan mikroskopis dan konfirmasi spesiasi 
berdasarkan pemeriksaan PCR. Satu subyek anak 
laki–laki dikeluarkan dari analisis karena tidak 
dapat minum obat penelitian sehingga total subyek 
yang dianalisis 87 orang. Proporsi subyek anak 
yang terinfeksi P. vivax adalah 68.9% (umur<15 
tahun). Karakteristik subyek malaria vivaks lainnya 
tertera pada tabel 1. Efikasi hari ke 28 pengobatan 
DHP tertera pada tabel 2. Kegagalan pengobatan 
(LCF dan LPF) tidak ditemukan pada hari ke 28 
80 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
pasca pengobatan. Satu subyek penyimpangan protokol karena terinfeksi. 
Tabel.1. Karakteristik Subyek Malaria vivaks 
Karakteristik P. vivax 
Subyek Penelitian 87 
Umur (median) tahun (N=87) 7 (8 bulan - 60 tahun) 
<=5 tahun N (%) 33 (37.9%) 
5-14 tahun N (%) 27 (31.0%) 
>=15 tahun N (%) 27 (31.0%) 
Jenis Kelamin (N=87) 
Laki - laki N (%) 45 (51.7%) 
Densitas Parasit aseksual (N=84) 
Rerata geometrik 
3184 (2503 - 4051) 
(parasit/ul) (95%CI) 
Temperatur (oC) (N=87) 
Median (kisaran) 36.8 (34.9 - 40.2) 
Demam N (%) 31 (35,6%) 
Hemoglobin (N=86) 
Median (g/dl) (kisaran) 10.0 (7.5 -19.0) 
Anemia (Hb<11 g/dl) N (%) 57 (65.5%) 
Gametosit (N=85) 
Median (parasit/ul) (Kisaran) 30 (0-245) 
Gametositemia N (%) 77 (88,5%) 
Tabel.2 Efikasi Pengobatan DHP Subyek Malaria vivaks 
Parameter Hari 28 Hari 42 
N n 95% CI N n 95%CI 
Withdrawn consent 87 1 1,1( 0,2-6,2) 87 1 1,1( 0,2-6,2) 
Protocol Violation 87 1 1,1( 0,2-6,2) 87 1 1,1( 0,2-6,2) 
Lost To follow Up 87 3 3,4(1,2-9,7) 87 3 3,4(1,2-9,7) 
Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 81
Lanjutan Tabel 2. 
Parameter 
Hari 28 Hari 42 
N n 95% CI N n 95%CI 
Treatment Failure 87 0 0 87 2 2,3(0,6-8,0) 
LCF 87 0 0 87 1 1,1( 0,2-6,2) 
LPF 87 0 0 87 1 1,1( 0,2-6,2) 
ACPR 
ITT 87 82 94,3 (87,2-97,5) 87 80 92 (87,2 – 97,5) 
PP 82 82 100 82 80 97,6(91,5-99,3) 
Keterangan: LCF=Late Clinical Failure; LPF=Late Parasitological Failure; ITT=Intention To Treat; PP=Per Protocol;ACPR= 
Adequat Clinical and Parasitological Response; N=Jumlah sampel ;n= Jumlah sampel yang mengalami kejadian 
P. Falciparum pada hari 21. Satu subyek 
withdrawal of consent pada anak berumur 3 tahun 
karena terinfeksi S. Typhii dan dirawat di rumah 
sakit. Efikasi hari ke 42 pengobatan DHP di atas 
90%. Kegagalan pengobatan ditemukan pada dua 
subyek anak (8 bulan dan 6 tahun) yang didiagnosa 
sebagai infeksi P. vivax di hari ke-35 dan 42. Bebas 
parasitemia P. vivax terjadi pada H2. Pada H21 
sampai dengan H42 ditemukan kembali parasitemia 
(Gambar 1). Gametosit malaria vivaks ditemukan 
pada 81 subyek di H0. Bebas gametosit terjadi pada 
H7. Gametosit ditemukan kembali pada H35 
(Gambar 1). Subyek yang mengalami demam 
terjadi hingga H3, dan bebas demam terjadi pada 
H7, tetapi kejadian demam masih ditemukan 
bervariasi pada jadwal kunjungan ulang subyek 
penelitian P. vivax (Gambar 2). Demam yang 
merupakan manifestasi klinis juga diikutsertakan 
pada penilaian bebas gejala klinis. Hasil analisis 
menunjukkan terjadi peningkatan bebas gejala 
klinis pada jadwal kunjungan ulang subyek 
penelitian, tetapi tidak pernah mencapai proporsi 
bebas gejala klinis 100%. Kejadian sampingan 
(adverse event) yang terjadi pasca pengobatan DHP 
tertera pada Gambar 3. Adverse Event diare muncul 
pada 2 subyek anak di H1 dan H42, sementara 
adverse event tidak nafsu makan terjadi pada 2 
subyek anak di H1 setelah pemberian obat H0 dan 
adverse event berkeringat terjadi pada subyek anak 
di H1. Gambar 4 menunjukkan terjadi hemoglobin 
recorvery pada subyek malaria vivaks pada pasca 
pengobatan DHP di H14, H28 dan H42. 
Gambar. 1. Proporsi Bebas Parasit dan Gametosit Subyek Malaria vivaks 
82 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
Gambar.2. Proporsi Bebas Demam dan Gejala Klinis 
Gambar.3. Proporsi Kejadian Sampingan (Adverse Event) subyek malaria vivax 
Gambar 4. Proporsi Hemoglobin Recorvery Subyek Malaria vivax 
Diskusi 
Karakteristik penelitian menunjukkan anak 
menjadi kelompok yang paling sering terinfeksi P. 
vivax. Hal ini menunjukkan daerah penelitian 
merupakan endemis malaria. Densitas parasitemia 
P. vivax pada penelitian telah memenuhi kriteria 
inklusi penelitian. Pada penelitian utama diketahui 
densitas P. falciparum lebih tinggi dibandingkan P. 
Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 83
vivax, hal ini sesuai dengan kerja biologi 
parasitemia P. vivax. Subyek yang datang dengan 
demam pada H0 lebih sedikit (tabel 1). Rendahnya 
kasus demam tersebut dihubungkan dengan demam 
periodik malaria vivaks setiap 48 jam, sehingga 
sewaktu subyek datang bisa dalam keadaan demam 
atau tidak demam. Pada penelitian ditemukan kasus 
anemia yang tinggi. Anemia pada penelitian 
dihubungkan dengan P. vivax sebagai faktor resiko 
anemia pada anak.9 Kasus gametositemia banyak 
ditemukan pada P. vivax , hal ini menunjukkan 
gametocyte carriage yang tinggi pada penderita. 
Laporan resistensi P. vivax pada pengobatan 
standar klorokuin merupakan dasar diperlukannya 
obat antimalaria yang efektif.1,10 Dihydro-artemisinine, 
artesunate, artemisinin dilaporkan 
mempunyai kemampuan mengeliminasi parasit 
plasmodium dengan cepat, dan kombinasi 
dihydroartemisinine dengan piperaquine memberi-kan 
efikasi yang tinggi.14 Pengobatan DHP di Papua 
pada penderita malaria vivaks menunjukkan efikasi 
yang sesuai dengan kriteria WHO.2,6,15 Hasil 
penelitian tersebut konsisten dengan yang 
didapatkan pada penelitian ini. Efikasi DHP 
terhadap P. vivax pada H28 dan H42 sesuai kriteria 
WHO dan menunjukkan DHP mempunyai 
kemampuan proteksi untuk penderita terhadap P. 
vivax . 
Kegagalan pengobatan DHP terhadap P. 
vivax didapatkan pada anak–anak. Pada 
pemeriksaan PCR terhadap P. vivax awal infeksi 
(H0) dan P. vivax kegagalan memperlihatkan 
adanya mutasi asam amino (tipe mutan) pada posisi 
Y976F gen pvmdr1,16 hal ini menunjukkan P. vivax 
tersebut resisten terhadap klorokuin. Walaupun 
demikian untuk menyatakan DHP resisten 
diperlukan pernelitian lebih lanjut, juga 
kemungkinan adanya cross resistance antara 
piperaquine dan khloroquine. Seperti diketahui pada 
P. vivax, kegagalan yang terjadi dapat berupa 
resisten, relaps atau reinfeksi tidak dapat dijelaskan, 
tetapi kemungkinan salah satu tipe kegagalan 
tersebut bisa terjadi. Kemungkinan penyebab 
kegagalan lain adalah perkembangan kemampuan 
absorbsi pad anak yang belum berkembang,17 berat 
badan anak yang rendah18 dan rendahnya kadar 
piperaquin dalam plasma akibat dosisnya yang tidak 
sesuai dengan berat badan.19 
Bebas parasit yang terjadi pada H2 
menunjukkan kerja cepat dari dihydro-artemsinin.14 
Penelitian Batty et al20 mendapatkan golongan 
artesunat dan metabolik aktifnya yaitu 
dihydroartemisinin sangat efektif membunuh parasit 
aseksual P. vivax dan penelitian ex vivo dari 
Nguyen et al21 mendapatkan pada kombinasi DHP, 
dyhidroartemisnin bertanggungjawab terhadap 
aktivitas eliminasi yang cepat dari DHP.21 
Golongan artesunate juga efektif terhadap parasit 
seksual P. vivax. Bebas gametosit terjadi pada 
penelitian ini walau tanpa pemberian primakuin. 
Hasil ini konsisten dengan penelitian Hasugian et 
al6 dan Ratcliff et al15 di Papua Indonesia yang 
mendapatkan DHP menurunkan resiko gametocyte 
carriage. 6, 15 
Demam merupakan gejala klinis klasik 
malaria. Kejadian demam pada malaria vivaks 
disebutkan lebih berat dibandingkan dengan P. 
falciparum.9 Demam pada malaria dipicu interaksi 
antigen malaria dengan sistem imun yang 
menginduksi prostaglandin menyebabkan 
hipotalamus merubah ambang normal suhu 
tubuh.9,22 Proses ini melibatkan sistem imun seperti 
TNF-α dan IL-6.22 Pemberian DHP akan 
menurunkan jumlah parasit dengan cepat dan 
mengurangi / meniadakan interaksi antigen malaria 
dan sistem imun sehingga kejadian demam 
menghilang. Pada penelitian ini kejadian bebas 
demam terjadi pada H7. Kejadian demam yang 
masih ditemukan setelah H7 dihubungkan dengan 
adanya kegagalan pengobatan13 dan infeksi lain. 
Respon individu terhadap infeksi malaria 
menimbulkan berbagai gejala klinis. Pasca 
pemberiaan DHP, kejadian bebas gejala klinis 
berkurang. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan 
berkurangnya mediator yang memicu patogenesis 
pada subyek penelitian akibat berkurangnya 
parasitemia.22 
Kejadian sampingan (adverse event) adalah 
kejadian yang tidak diinginkan selama masa 
pengobatan tanpa memperhatikan apakah 
mempunyai hubungan dengan obat. Pada penelitian 
di temukan 4 subyek dengan kejadian sampingan. 
Semua kejadian sampingan dialami subyek malaria 
anak. Hal ini dapat dihubungkan dengan 
tolerabilitas anak terhadap obat, tetapi diperlukan 
penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut untuk 
menilai penyebab kejadian tersebut. Kejadian 
sampingan yang terjadi ringan dan dapat ditolerir 
oleh subyek. Hasil ini konsisten dengan penelitian 
di Timika.6, 15 
Hemoglobin recorvery terjadi pasca 
pemberian DHP. Pemulihan tersebut melibatkan 
parasitemia yang dieliminasi pasca pemberian DHP 
dan dimungkinkan faktor lain seperti sitokin.22 Hal 
84 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
ini dihubungkan pada hasil penelitian yang 
menunjukkan tidak adanya korelasi bermakna 
antara densitas parasitemia dengan kadar 
hemoglobin.23, 24 
Limitasi dari penelitian adalah tidak 
tercapainya jumlah sampel penelitian, sehingga 
analsis yang dilakukan hanya subyek terekrut pada 
seluruh wilayah penelitian. Analisis dilakukan 
berdasarkan sampel minimal WHO sejumlah 50 
orang.13 
Kesimpulan penelitian adalah efikasi DHP 
terhadap P. vivax sesuai dengan kriteria WHO dan 
aman dipergunakan. DHP dapat diterima dan 
direkomendasikan sebagai pengobatan salah satu 
pengobatan infeksi P. vivax di Kalimantan dan 
Sulawesi. Diharapkan penelitian lanjutan dapat 
dilakukan dan memenuhi jumlah sampel bagi 
semua wilayah penelitian. 
Ucapan Terima Kasih 
Ucapan terima kasih ditujukan kepada 
seluruh tim penelitian daerah yang telah 
bekerjasama melaksanakan kegiatan penelitian 
yaitu tim peneliti daerah di Puskesmas terpilih dan 
Supervisor penelitian di kabupaten Minahasa 
Tenggara (Prov Sulawesi Utara), kabupaten Sigi 
(Prov Sulawesi tengah), Kabupaten Pontianak (Prov 
Kalimantan Barat), Kabupaten Katingan (Prov 
Kalimnatan Tengah) serta para kepala dinas 
kesehatan provinsi dan kabupaten dan berbagai 
pihak yang telah membantu jalannya penelitian. 
Daftar Pustaka 
1. Tjitra E, Prasetyorini B, Suprianto S, Harun S, 
Nurhayati, Yuwarni E et al. Efficacy of 
chloroquine, chloroquine plus sulphadoxine-pyrimethamine, 
and amodiaquine for treatment 
of vivax malaria in Bangka island, Indonesia: a 
randomized trial. . Med J Indones. 
2008;17(2):96 - 106. 
2. World Health Organization . Guideline 
Treatment of Malaria. 2009. 
3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di 
Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan 
RI.2008. 
4. Laporan Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan 
Pengembangan Kesehatan. 2011. 
5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan 
Penyehatan Lingkungan DKR. Pedoman 
Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia 
2009. 
6. Hasugian AR, Purba HLE, Kenangalem E, 
Wuwung RM, Ebsworth EP, Maristela R, et al. 
Dihydroartemisinin-piperaquine versus 
artesunate-amodiaquine: superior efficacy and 
posttreatment prophylaxis against multidrug-resistant 
Plasmodium falciparum and 
Plasmodium vivax malaria. . CID. 
2007;44:1067-74. 
7. Genton B, D'Acremont AV, Rare L, Baea K, 
Reeder JC, Alpers MP et al. Plasmodium vivax 
and Mixed Infections Are Associated with 
Severe Malaria in Children: A Prospective 
Cohort Study from Papua New Guinea. 
2008;5(6):881 - 9. 
8. Price RN, Tjitra E, Guerra CA, Yeung S, 
White NJ, Anstey NM. Vivax malaria: 
neglected and not benign. Am J Trop Med 
Hyg. 2007;77(6):79-87. 
9. Anstey NM, Russel B, Yeo TW, Price RN. The 
Pathophysiology of vivax malaria. Trends in 
Parasitology. 2009;25(5):220 - 7. 
10. Baird JK. Chloroquine Resistance in 
Plasmodium vivax. Antimicrobial Agents and 
Chemotherapy. 2004:4075 - 83. 
11. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, 
Maristela R, Wuwung R, Laihad F, et al. Two 
fixed-dose artemisinin combinations for drug-resistant 
falciparum and vivax malaria in 
Papua, Indonesia: an open-label randomized 
comparison. wwwthelancetcomPublisehed 
online February 9. 2007;DOI:10.1016/S0140- 
6736(07)60160-3. 
12. World Health Organization. Assessment and 
monitoring of antimalarial drug efficacy for the 
treatment of uncomplicated falciparum 
malaria. In: WHO/HTM/RBM/2003.50. ed. 
Geneva: WHO, 2003. 
13. World Health Organization. Methods for 
surveillance of antimalarial drug efficacy. 
Geneva, World Health Organization, 2009. 
http://www.who.int/malaria/resistance. 
14. Timothy M E Davis HAKaKFI. Artemisinin-based 
combination therapies for uncomplicated 
malaria. Medical Journal of Australia. 
2005;182:181-5. 
15. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, 
Maristela R, Wuwung RM, Laihad F, et al. 
Two fixed-dose artemisinin combinations for 
Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 85
drug-resistant falciparum and vivax malaria in 
Papua, Indonesia: an open-label randomised 
comparison. . Lancet. 2007;369:757 - 65. 
16. Suwanarusk R, Russel B, Chavchich M, 
Chalfein F, Kenangalem E, Kosaisavee V et al. 
Chloroquine Resistant Plasmodium vivax: In 
Vitro Characterisation and Association with 
Molecular Polymorphisms. PLoS ONE 
2007;2(10):e1809.doi:10.371/journal.pone.000 
1089. 
17. Tetelbaum M, Finkelstein Y, Nava-Ocampo 
AA, Koren G. Back to Basic: Understanding 
Drugs in children: Pharmacokinetic 
Maturation. Pediatr Rev. 2005;26:321-8. 
18. Tarning J, Ashley E, Lindegardh N, 
Stepniewska K, Phaiphun L, Day NPJ et al. 
Population Pharmacokinetics of Piperaquine 
after Two Different Treatment Regimens with 
Dihydroartemisinin-Piperaquine in Patients 
with Plasmodium falciparum Malaria in 
Thailand. Antimicrobial Agents and 
Chemotherapy 2008;52(3):1052 - 61. 
19. Price RN, Hasugian A, Ratcliff A, Siswantoro 
H,Purba HLE, Kenangalem E et al. Clinical 
and Pharmacological Determinants of the 
Therapeutic Response to Dihydroartemisinin- 
Piperaquine for Drug-Resistant Malaria. 
Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 
2007;51(11):4090-7. 
20. Batty KT, Thu LTA, Ilett KF, Tien NP, Powell 
SM, Hung NC et al. A Pharmacokinetic and 
Pharmacodynamic Study of Artesunate for 
Vivax Malaria. Am J Trop Med Hyg. 
1998;59(5):823 - 7. 
21. Nguyen DVH, Nguyen QP, Nguyen ND, 
Thanh Le TT, Nguyen TD,Dinh DN. 
Pharmacokinetics and Ex Vivo 
Pharmacodynamic Antimalarial Activity of 
Dihydroartemisinin-Piperaquine in Patients 
with Uncomplicated Falciparum Malaria in 
Vietnam. Antimicrobial Agents And 
Chemotherapy. 2009;53(8):3534-7. 
22. Robinson LJ, D'Ombrain MC, Stanisic DI, 
Taraika J, Bernard N, Richards JS et al. 
Cellular Tumor Necrosis Factor, Gamma 
Interferon, and Interleukin-6 Responses as 
Correlates of Immunity and Risk of Clinical 
Plasmodium falciparum Malaria in Children 
from Papua New Guinea. Infection and 
Immunity. 2009:3033 - 43. 
23. Dodoo D, Omer F, Todd J, Akanmori B, 
Koram K, Riley E. Absolute levels and ratios 
of proinflammatory and anti-inflammatory 
cytokine production in vitro predict clinical 
immunity to Plasmodium falciparum malaria. 
The Journal of Infectious Diseases. 
2002;185:971-9. 
24. Fernandes A, Carvalho L, Zanini G, Ventura 
A, Souza J, Cotias P, et al. Similar cytokine 
response and degrees of anemia in patients 
with Plasmodium falciparum and Plasmodium 
vivax infections in Brazilian Amazon Region. 
Clinical and Vaccine Immunology. 
2008;15(4):650-8. 
86 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012

More Related Content

What's hot

Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...
Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...
Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...Aji Wibowo
 
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...Aji Wibowo
 
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...Aji Wibowo
 
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...Aji Wibowo
 
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrik
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrikRuang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrik
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matriktenobella
 
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015Lailatul Faradila
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat nisha althaf
 
Pedoman teknis pe kemenkes
Pedoman teknis pe kemenkesPedoman teknis pe kemenkes
Pedoman teknis pe kemenkesOskar S
 
20702 42003-1-sm (5)
20702 42003-1-sm (5)20702 42003-1-sm (5)
20702 42003-1-sm (5)RioSanjaya12
 
Farmakoterapi pendahuluan
Farmakoterapi pendahuluanFarmakoterapi pendahuluan
Farmakoterapi pendahuluanDnr Creatives
 
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian ObatPrinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obatpjj_kemenkes
 
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...yaya' Suryaningsih
 
Jurnal Fitria Ramadani
Jurnal Fitria RamadaniJurnal Fitria Ramadani
Jurnal Fitria Ramadanisapakademik
 

What's hot (20)

Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...
Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...
Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Secti...
 
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...
Perbandingan Metode CBIA dan FGD dalam Peningkatan Pengetahuan dan Ketepatan ...
 
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...
PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADA...
 
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesma...
 
Makalah farma
Makalah farmaMakalah farma
Makalah farma
 
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrik
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrikRuang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrik
Ruang lingkup penelitian kedokteran 2014 matrik
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
Journal Reading THT RSPAD Gatot Subroto Periode 25 Mei 2015 - 26 Juni 2015
 
2159 3918-1-sm
2159 3918-1-sm2159 3918-1-sm
2159 3918-1-sm
 
Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat Rasionalitas penggunaan obat
Rasionalitas penggunaan obat
 
Pedoman teknis pe kemenkes
Pedoman teknis pe kemenkesPedoman teknis pe kemenkes
Pedoman teknis pe kemenkes
 
66 122-1-sm
66 122-1-sm66 122-1-sm
66 122-1-sm
 
20702 42003-1-sm (5)
20702 42003-1-sm (5)20702 42003-1-sm (5)
20702 42003-1-sm (5)
 
1237 1349-1-pb
1237 1349-1-pb1237 1349-1-pb
1237 1349-1-pb
 
Metode soap
Metode soapMetode soap
Metode soap
 
Farmakoterapi pendahuluan
Farmakoterapi pendahuluanFarmakoterapi pendahuluan
Farmakoterapi pendahuluan
 
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian ObatPrinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
 
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...
Pengaruh supervisi pada kunerja perawat rawat inap dalam pelaksanaan patient ...
 
Pengembangan obat herbal
Pengembangan obat herbalPengembangan obat herbal
Pengembangan obat herbal
 
Jurnal Fitria Ramadani
Jurnal Fitria RamadaniJurnal Fitria Ramadani
Jurnal Fitria Ramadani
 

Viewers also liked

Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0am_
 
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0am_
 
Блеск и нищета GNS
Блеск и нищета GNSБлеск и нищета GNS
Блеск и нищета GNSam_
 
Amba Products
Amba ProductsAmba Products
Amba ProductsAmba_SS
 
Campaign "Spain Marks"
Campaign "Spain Marks"Campaign "Spain Marks"
Campaign "Spain Marks"bguala
 
The Pitch (So.Lh.Am)
The Pitch (So.Lh.Am)The Pitch (So.Lh.Am)
The Pitch (So.Lh.Am)shannon06
 
Доклад «Модули нашей жизни» от В. Килина
Доклад «Модули нашей жизни» от В. КилинаДоклад «Модули нашей жизни» от В. Килина
Доклад «Модули нашей жизни» от В. Килинаam_
 
Презентация игры «Ктулху» от А. Семыкина
Презентация игры «Ктулху» от А. СемыкинаПрезентация игры «Ктулху» от А. Семыкина
Презентация игры «Ктулху» от А. Семыкинаam_
 
модули нашей жизни
модули нашей жизнимодули нашей жизни
модули нашей жизниam_
 
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0am_
 
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?am_
 
Self Regulation Theory & Strategies
Self Regulation Theory & StrategiesSelf Regulation Theory & Strategies
Self Regulation Theory & Strategiesbguala
 

Viewers also liked (16)

Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для третьего занятия Школы Мастеров 2.0
 
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для пятого занятия Школы Мастеров 2.0
 
Блеск и нищета GNS
Блеск и нищета GNSБлеск и нищета GNS
Блеск и нищета GNS
 
Amba Products
Amba ProductsAmba Products
Amba Products
 
Campaign "Spain Marks"
Campaign "Spain Marks"Campaign "Spain Marks"
Campaign "Spain Marks"
 
Dmvt1201661432
Dmvt1201661432Dmvt1201661432
Dmvt1201661432
 
The Pitch (So.Lh.Am)
The Pitch (So.Lh.Am)The Pitch (So.Lh.Am)
The Pitch (So.Lh.Am)
 
Доклад «Модули нашей жизни» от В. Килина
Доклад «Модули нашей жизни» от В. КилинаДоклад «Модули нашей жизни» от В. Килина
Доклад «Модули нашей жизни» от В. Килина
 
Nđ15
Nđ15Nđ15
Nđ15
 
Презентация игры «Ктулху» от А. Семыкина
Презентация игры «Ктулху» от А. СемыкинаПрезентация игры «Ктулху» от А. Семыкина
Презентация игры «Ктулху» от А. Семыкина
 
Gebeurtenis
GebeurtenisGebeurtenis
Gebeurtenis
 
D1 criollo ana
D1 criollo  anaD1 criollo  ana
D1 criollo ana
 
модули нашей жизни
модули нашей жизнимодули нашей жизни
модули нашей жизни
 
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0
Слайды для четвёртого занятия Школы Мастеров 2.0
 
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?
Что такое разговорные(настольные) ролевые игры?
 
Self Regulation Theory & Strategies
Self Regulation Theory & StrategiesSelf Regulation Theory & Strategies
Self Regulation Theory & Strategies
 

Similar to DHP-VIVAX

Materi dragustina-web270721
Materi dragustina-web270721Materi dragustina-web270721
Materi dragustina-web270721anita692070
 
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...Tata Naipospos
 
Penggunaan obat rasional
Penggunaan obat rasionalPenggunaan obat rasional
Penggunaan obat rasionalSelvia Agueda
 
Jurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptxJurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptxakbartaufik15
 
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
PEMERIKSAAN ANTI-HIVPEMERIKSAAN ANTI-HIV
PEMERIKSAAN ANTI-HIVDiniAgustini5
 
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu Hamil
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu HamilTerapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu Hamil
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu HamilUdayana University
 
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...Bob Sindunata
 
JR ERIA AAR.pptx
JR ERIA AAR.pptxJR ERIA AAR.pptx
JR ERIA AAR.pptxabuamar11
 
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di IndonesiaStudi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesiamarkovingian
 
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...Institute for Clinical Research (ICR)
 

Similar to DHP-VIVAX (20)

Materi dragustina-web270721
Materi dragustina-web270721Materi dragustina-web270721
Materi dragustina-web270721
 
P petri malaria
P petri malariaP petri malaria
P petri malaria
 
yuni
yuniyuni
yuni
 
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
 
Proposal Kristina.pdf
Proposal Kristina.pdfProposal Kristina.pdf
Proposal Kristina.pdf
 
Penggunaan obat rasional
Penggunaan obat rasionalPenggunaan obat rasional
Penggunaan obat rasional
 
Jurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptxJurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptx
 
IMUNISASI.pptx
IMUNISASI.pptxIMUNISASI.pptx
IMUNISASI.pptx
 
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
PEMERIKSAAN ANTI-HIVPEMERIKSAAN ANTI-HIV
PEMERIKSAAN ANTI-HIV
 
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu Hamil
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu HamilTerapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu Hamil
Terapi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Berbasis Artemisinin Pada Ibu Hamil
 
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...
Journal reading (tht kl) - comparative efficacy and safety of various anti-mic...
 
JR ERIA AAR.pptx
JR ERIA AAR.pptxJR ERIA AAR.pptx
JR ERIA AAR.pptx
 
GCP - UJI KLINIK.pptx
GCP - UJI KLINIK.pptxGCP - UJI KLINIK.pptx
GCP - UJI KLINIK.pptx
 
JOURNAL READING.pptx
JOURNAL READING.pptxJOURNAL READING.pptx
JOURNAL READING.pptx
 
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di IndonesiaStudi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia
Studi Pengembangan Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia
 
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...
Penggunaan heterologous dan homologous vaksin sebagai dos penggalak bagi pene...
 
1169-2325-1-SM.pdf
1169-2325-1-SM.pdf1169-2325-1-SM.pdf
1169-2325-1-SM.pdf
 
Jurnal 1 wawan
Jurnal 1 wawanJurnal 1 wawan
Jurnal 1 wawan
 
Farmasi
FarmasiFarmasi
Farmasi
 
POR .pptx
POR .pptxPOR .pptx
POR .pptx
 

Recently uploaded

SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 

Recently uploaded (18)

SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 

DHP-VIVAX

  • 1. ARTIKEL EFIKASI DAN KEAMANAN DIHIDROARTEMISININ-PIPERAKUIN PADA PENDERITA PLASMODIUM VIVAX DI KALIMANTAN DAN SULAWESI Armedy Ronny Hasugian,* Yenni Risniati,* Emiliana Tjitra,* Hadjar Siswantoro,* Rossa Avrina,* Delima* *Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI; Email: medy_hsg@yahoo.com EFFICACY AND SAFETY OF DIHYDROARTEMISININ PIPERAQUINE FOR SUBJECT WITH PLASMODIUM VIVAX IN KALIMANTAN AND SULAWESI Abstract This study is part of the study with title "Monitoring drug resistance in subjects with P. falciparum and P.vivax malaria in Kalimantan and Sulawesi, Indonesia" which the objective to assess the efficacy and safety of Dihydroartemisinin - Piperaquine (DHP) in patients with malaria vivax in Kalimantan and Sulawesi. The design of study was a cross-sectional study and prospective evaluation of 87 subjects the subject with P. vivax. Efficacy and safety of DHP assessed by WHO criteria. The analysis showed that the efficacy of DHP by Intention To Treat (ITT) on Day 28 (D28) after DHP treatment was 94.3% (95% CI: 87.2 - 97.5) and D42 was 92% (95% CI: 87.2 - 97.5). DHP efficacy in Per Protocol (PP) in D28 was 100% and D42 was 97.6% (95% CI: 91.5 - 99.3). Parasitemia Clearance 100% was reached on Day 2. 100% free of Gametocytes clearance 100% occured on D7. Fever clearance 100% occurred on D7. Clinical clearance never reach 100% post-DHP treatment. The incidence of adverse event were sweating, anorexia and diarrhea, but mild and tolerable. Based on the study results that DHP efficacy and safety in accordance with WHO criteria and can be recommended for widespread use. Key Word: Malaria, Efficacy, dihydroartemisinin, piperaquine, Kalimantan, Sulawesi Abstrak Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Monitoring drug resistance in subject with P.falciparum and P.vivax malaria in Kalimantan and Sulawesi, Indonesia” yang bertujuan untuk menilai efikasi dan keamanan Dihydroartemisinin – Piperaquine (DHP) pada penderita malaria vivaks di Kalimantan dan Sulawesi. Disain penelitian adalah potong lintang dengan prospektif evaluasi terhadap 87 subyek penderita P. vivax. Efikasi dan keamanan DHP dinilai berdasarkan kriteria WHO. Hasil analisis menunjukkan bahwa efikasi DHP secara Intention To Treat (ITT) pada Hari 28 (H28) setelah pengobatan DHP adalah 94,3% (95%CI: 87,2 – 97,5) dan H42 adalah 92% (95%CI: 87,2 – 97,5). Efikasi DHP secara Per Protokol (PP) pada H28 adalah 100% dan H42 adalah 97,6% (95%CI:91,5 – 99,3). Bebas parasit 100% terjadi pada H2. Bebas gametosit 100% terjadi pada H7. Bebas demam 100% terjadi pada H7. Bebas gejala klinis tidak pernah mencapai 100% pasca pengobatan DHP. Kejadian sampingan yang ditemukan adalah berkeringat, tidak nafsu makan dan diare, tetapi ringan dan dapat ditolerir. Oleh karena itu dapat disimpulkan efikasi dan keamanan DHP sesuai dengan kriteria WHO dan dapat direkomendasikan untuk penggunaan secara luas. Kata Kunci: Malaria, Efikasi, dihidroartemisinin, piperaquine, Kalimantan, Sulawesi Submit: 4 Juli 2011, Review 1: 6 Juli 2011, Review 2: 6 Juli 2011, Eligible article: 9 September 2012 78 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
  • 2. Pendahuluan esistensi obat antimalaria standar seperti Klorokuin, Kina, dan Sulfadoxin-Pyri-metamin terhadap infeksi P. falciparum R dan P.vivax telah banyak dilaporkan.1 Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasi-kan penggunaan obat Artemisinine Combination Therapy (ACT) untuk pengobatan infeksi malaria terkini.2 Indonesia dengan 70% wilayah endemis malaria dan angka kesakitannya 22,9 permil telah menggunakan kombinasi artesunat-amodiaquine (AAQ) untuk P. falciparum sejak tahun 2004 dan digunakan secara luas untuk seluruh spesies malaria sejak tahun 2006.3,4,5 Kombinasi ACT dihidroartemisinin-piperaquin (DHP) telah digunakan di Papua sejak tahun 2008 dalam lingkup penelitian. Pemakaian tersebut didasarkan hasil penelitian di Timika yang mendapatkan kombinasi DHP terhadap P. falciparum dan P. vivax dilaporkan lebih efektif dan aman dibandingkan AAQ.6 Infeksi P. vivaks dihubungkan dengan malaria tanpa komplikasi. Hal yang membeda-kannya dengan P. falciparum adalah pada infeksi P. vivax dapat terjadi relaps, hanya menyerang eritrosit muda, densitas parasitemia yang lebih rendah dan tidak menyebabkan malaria berat. Pada perkembangannya telah dilaporkan kasus malaria berat akibat P. vivax.7,8 Penelitian lain secara in vitro mendapatkan kejadian sitoadherens juga ditemukan pada P. vivax.9 Hal diatas menambah permasalahan pada pengobatan P.vivax yang dihubungkan dengan meningkatnya resistensi obat standar yaitu klorokuin.6,10 Dampak kegagalan pengobatan akibat menurunnya efikasi obat yang telah dipergunakan dapat meningkatkan kasus malaria berat P. vivax. Hal ini mendukung pengobatan dengan menggunakan ACT sebagai obat antimalaria secara luas. Dengan efektifitas dan keamanan obat AAQ yang menurun maka peralihan pengunaan DHP secara luas dapat segera dilaksanakan. Berdasarkan penelitian di Papua yang menunjukkan DHP lebih efektif dan aman DHP pada P. Vivax, rekomendasi WHO, serta kewajiban untuk memberikan pilihan obat terbaik untuk penderita malaria maka penggunaan DHP di luar Papua segera dapat dilakukan.2,6,11 Berdasarkan variasi parasitemia, host yang berbeda dan membuktikan efektifitas dan keamanan pemakaian DHP di luar Papua, maka monitoring terhadap pemakaiannya perlu dilakukan dan menjadi salah satu dasar informasi dalam upaya penggunaan DHP secara luas. Oleh karena itu monitoring ini bertujuan untuk menilai efikasi dan keamanan DHP di Kalimantan dan Sulawesi. Metode Penelitian Desain dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Monitoring drug resistance in subject with P.falciparum and P.vivax malaria in Kalimantan and Sulawesi, Indonesia”. Desain penelitian mengikuti metode penelitian utama yaitu potong lintang dan evaluasi secara prospektif terhadap pemberian kombinasi DHP pada P. vivax. Efikasi dan keamanan kombinasi DHP dievaluasi selama 42 hari. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Juni 2010 - Januari 2011. Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Toho dan Anjongan di Kabupaten Pontianak provinsi Kalimantan Barat, Puskesmas Kasongan dan Tumbang Samba di Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah, Puskesmas Touluaan dan Tambelang di Kabupaten Minahasa Tenggara di Sulawesi Utara, dan Puskesmas Banpres dan Baluase di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Penentuan lokasi penelitian di Kalimantan dan Sulawesi disesuaikan dengan indikator daerah “merah” (AMI>5‰) berdasarkan data sekunder dari Subdit Malaria, P2PL, Kementerian Kesehatan RI, serta verifikasi ke lokasi peneilitian terpilih dan kemampuan Badan Litbangkes untuk mengelola pelaksanaan penelitian di lokasi terpilih. Subjek Penelitian Subyek penelitian adalah pasien yang datang ke puskesmas terpilih dan positif terinfeksi P. vivax dengan konfirmasi mikroskopis serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Subyek yang direkrut berumur ≥ 6 bulan dengan riwayat panas 48 jam terakhir atau suhu aksila ≥ 37,5oC, parasitemia P.vivax ≥ 250/μl. Subyek dapat minum obat secara oral, serta mengikuti pemeriksaan lanjutan sampai hari ke-42 dan dengan sukarela menandatangani lembar persetujuan setelah mendapatkan penjelasan penelitian. Subyek dengan malaria berat/komplikasi, atau terinfeksi P. falciparum dan campuran, atau muntah-muntah berat atau tidak bisa minum obat atau diare cair berat (>3x/hari), atau sedang menderita penyakit-penyakit berat lainnya, atau anemia berat (Hb<8 g/dl), atau demam disebabkan oleh penyakit lain Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 79
  • 3. selain malaria, atau mempunyai riwayat alergi ACT, atau wanita hamil atau wanita menyusui tidak direkrut menjadi subyek penelitian. Kriteria tersebut diatas merujuk pada protokol WHO 2003 yang telah dilengkapi pada tahun 2009.12,13 Besar Sampel Monitoring ACT DHP baru pertama kali dilakukan dan diperkirakan (probability) angka kegagalan pengobatan DHP maksimal adalah 15%. Berdasarkan penelitian utama dengan mengikuti tabel sampel minimum dari WHO maka dengan tingkat kemaknaan (confidence level)/Cl 95% dan ketepatan (percision) 10%, besaran sampel minimal adalah 50 untuk subyek vivaks tanpa komplikasi. 13 Cara kerja Setelah penapisan dan dikonfirmasi sesuai kriteria penelitian, subyek minum DHP pada Hari 0 (H0), H1, H2. Anamnese, pemeriksaan fisik, dan tanda vital diperiksa setiap hari (H0,H1,H2) termasuk pada hari kunjungan ulang yaitu H3, H7, H14, H21, H28, H35, dan H42. Data dicatat pada lembar formulir (Case Report Form) penelitian. Sampel darah subyek yang diambil yaitu sampel darah tepi untuk pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan kadar hemoglobin (hb sahli) yang diperiksa pada H0, H14, H28, dan H42. Semua aktivitas penelitian dilakukan oleh tim peneliti yang telah dilatih sesuai dengan prinsip uji klinis. Pengobatan Pada studi ini obat yang diberikan adalah DHP (Arterakin®: No Reg.N0 VNA-3701-05, Batch No. 010909 Exp date 01-09-2012). Satu tablet berisi 40 mg dihydro-artemisinin plus 320 mg piperaquine. Dosis dihydroartemisinin 2-4 mg per kg berat badan perhari dan dosis piperaquine 16-32 mg per kg berat badan per hari untuk 3 hari. Obat diberikan pada H0,H1 dan H2. Pada balita, obat DHP dipuyer terlebih dahulu. Primakuin diberikan pada subyek penelitian pada hari terakhir penelitian (H42) atau pada saat kambuh. Dosis yang diberikan adalah dosis 0,5mg/kg/hari untuk 14 hari tanpa supervisi. Obat simptomatik diberikan berdasarkan keluhan klinis. Pada subyek gagal/kambuh kembali infeksi malaria diberikan pengobatan AAQ dengan dosis 10 mg amodiakuin per kg berat badan dan dosis 4 mg artesunat per kg berat badan dan dosis 0,5 mg/kg berat badan/ hari selama 14 hari ditambah doksisiklin untuk umur > 8 tahun dengan dosis dua kali per hari selama 7 hari. Pemberian obat gagal dilakukan setelah ditemukan parasitemia pada hari kunjungan ulang ke Puskesmas dan diberikan oleh dokter peneliti. Analisis data Analisis studi in-vivo meliputi efikasi dan keamanan DHP. Klasifikasi efikasi dinilai berdasarkan protokol WHO 2003 dan WHO 2009 yang dievaluasi secara Intention To Treat (ITT) dan Per Protocol (PP).12,13 Evaluasi PP dinilai pada seluruh subyek yang mengalami kejadian Early Treatment Failure (ETF), Late Clinical Failure (LCF), Late Parasitological Failure (LPF) dan Adequate Clinical dan Parasitological Failure (ACPR). Evaluasi ITT dinilai pada seluruh subyek minum obat DHP penelitian. Parameter evaluasi lain yang dianalisis adalah 1) bebas parasitemia yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya parasitemia setelah pengobatan, 2) bebas gametosit yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya gametosit setelah pengobatan, 3) bebas demam yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya demam setelah pengobatan, 4) bebas gejala klinis yaitu proporsi 100% tidak ditemukannya berbagai gejala klinis setelah pengobatan dan 5) hemoglobine recorvery yaitu peningkatan kadar hemoglobin pada H14, H28 dan H42 lebih tinggi dibandingkan pada H0 . Klasifikasi keamanan dhp meliputi kejadian sampingan yaitu kejadian yang tidak ditemukan pada H0 muncul setelah mendapatkan pengobatan DHP. Etik Penelitian telah mendapatkan persetujuan etik dari komisi etik Badan Litbangkes, No. LB.03.03/KE/3058/2010 tertanggal 20 April 2010. Persetujuan melakukan penelitian di daerah sentinel telah mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri. Hasil Penelitian Jumlah subyek malaria vivaks yang direkrut adalah 88 orang, hasil tersebut berdasarkan pemeriksaan mikroskopis dan konfirmasi spesiasi berdasarkan pemeriksaan PCR. Satu subyek anak laki–laki dikeluarkan dari analisis karena tidak dapat minum obat penelitian sehingga total subyek yang dianalisis 87 orang. Proporsi subyek anak yang terinfeksi P. vivax adalah 68.9% (umur<15 tahun). Karakteristik subyek malaria vivaks lainnya tertera pada tabel 1. Efikasi hari ke 28 pengobatan DHP tertera pada tabel 2. Kegagalan pengobatan (LCF dan LPF) tidak ditemukan pada hari ke 28 80 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
  • 4. pasca pengobatan. Satu subyek penyimpangan protokol karena terinfeksi. Tabel.1. Karakteristik Subyek Malaria vivaks Karakteristik P. vivax Subyek Penelitian 87 Umur (median) tahun (N=87) 7 (8 bulan - 60 tahun) <=5 tahun N (%) 33 (37.9%) 5-14 tahun N (%) 27 (31.0%) >=15 tahun N (%) 27 (31.0%) Jenis Kelamin (N=87) Laki - laki N (%) 45 (51.7%) Densitas Parasit aseksual (N=84) Rerata geometrik 3184 (2503 - 4051) (parasit/ul) (95%CI) Temperatur (oC) (N=87) Median (kisaran) 36.8 (34.9 - 40.2) Demam N (%) 31 (35,6%) Hemoglobin (N=86) Median (g/dl) (kisaran) 10.0 (7.5 -19.0) Anemia (Hb<11 g/dl) N (%) 57 (65.5%) Gametosit (N=85) Median (parasit/ul) (Kisaran) 30 (0-245) Gametositemia N (%) 77 (88,5%) Tabel.2 Efikasi Pengobatan DHP Subyek Malaria vivaks Parameter Hari 28 Hari 42 N n 95% CI N n 95%CI Withdrawn consent 87 1 1,1( 0,2-6,2) 87 1 1,1( 0,2-6,2) Protocol Violation 87 1 1,1( 0,2-6,2) 87 1 1,1( 0,2-6,2) Lost To follow Up 87 3 3,4(1,2-9,7) 87 3 3,4(1,2-9,7) Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 81
  • 5. Lanjutan Tabel 2. Parameter Hari 28 Hari 42 N n 95% CI N n 95%CI Treatment Failure 87 0 0 87 2 2,3(0,6-8,0) LCF 87 0 0 87 1 1,1( 0,2-6,2) LPF 87 0 0 87 1 1,1( 0,2-6,2) ACPR ITT 87 82 94,3 (87,2-97,5) 87 80 92 (87,2 – 97,5) PP 82 82 100 82 80 97,6(91,5-99,3) Keterangan: LCF=Late Clinical Failure; LPF=Late Parasitological Failure; ITT=Intention To Treat; PP=Per Protocol;ACPR= Adequat Clinical and Parasitological Response; N=Jumlah sampel ;n= Jumlah sampel yang mengalami kejadian P. Falciparum pada hari 21. Satu subyek withdrawal of consent pada anak berumur 3 tahun karena terinfeksi S. Typhii dan dirawat di rumah sakit. Efikasi hari ke 42 pengobatan DHP di atas 90%. Kegagalan pengobatan ditemukan pada dua subyek anak (8 bulan dan 6 tahun) yang didiagnosa sebagai infeksi P. vivax di hari ke-35 dan 42. Bebas parasitemia P. vivax terjadi pada H2. Pada H21 sampai dengan H42 ditemukan kembali parasitemia (Gambar 1). Gametosit malaria vivaks ditemukan pada 81 subyek di H0. Bebas gametosit terjadi pada H7. Gametosit ditemukan kembali pada H35 (Gambar 1). Subyek yang mengalami demam terjadi hingga H3, dan bebas demam terjadi pada H7, tetapi kejadian demam masih ditemukan bervariasi pada jadwal kunjungan ulang subyek penelitian P. vivax (Gambar 2). Demam yang merupakan manifestasi klinis juga diikutsertakan pada penilaian bebas gejala klinis. Hasil analisis menunjukkan terjadi peningkatan bebas gejala klinis pada jadwal kunjungan ulang subyek penelitian, tetapi tidak pernah mencapai proporsi bebas gejala klinis 100%. Kejadian sampingan (adverse event) yang terjadi pasca pengobatan DHP tertera pada Gambar 3. Adverse Event diare muncul pada 2 subyek anak di H1 dan H42, sementara adverse event tidak nafsu makan terjadi pada 2 subyek anak di H1 setelah pemberian obat H0 dan adverse event berkeringat terjadi pada subyek anak di H1. Gambar 4 menunjukkan terjadi hemoglobin recorvery pada subyek malaria vivaks pada pasca pengobatan DHP di H14, H28 dan H42. Gambar. 1. Proporsi Bebas Parasit dan Gametosit Subyek Malaria vivaks 82 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
  • 6. Gambar.2. Proporsi Bebas Demam dan Gejala Klinis Gambar.3. Proporsi Kejadian Sampingan (Adverse Event) subyek malaria vivax Gambar 4. Proporsi Hemoglobin Recorvery Subyek Malaria vivax Diskusi Karakteristik penelitian menunjukkan anak menjadi kelompok yang paling sering terinfeksi P. vivax. Hal ini menunjukkan daerah penelitian merupakan endemis malaria. Densitas parasitemia P. vivax pada penelitian telah memenuhi kriteria inklusi penelitian. Pada penelitian utama diketahui densitas P. falciparum lebih tinggi dibandingkan P. Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 83
  • 7. vivax, hal ini sesuai dengan kerja biologi parasitemia P. vivax. Subyek yang datang dengan demam pada H0 lebih sedikit (tabel 1). Rendahnya kasus demam tersebut dihubungkan dengan demam periodik malaria vivaks setiap 48 jam, sehingga sewaktu subyek datang bisa dalam keadaan demam atau tidak demam. Pada penelitian ditemukan kasus anemia yang tinggi. Anemia pada penelitian dihubungkan dengan P. vivax sebagai faktor resiko anemia pada anak.9 Kasus gametositemia banyak ditemukan pada P. vivax , hal ini menunjukkan gametocyte carriage yang tinggi pada penderita. Laporan resistensi P. vivax pada pengobatan standar klorokuin merupakan dasar diperlukannya obat antimalaria yang efektif.1,10 Dihydro-artemisinine, artesunate, artemisinin dilaporkan mempunyai kemampuan mengeliminasi parasit plasmodium dengan cepat, dan kombinasi dihydroartemisinine dengan piperaquine memberi-kan efikasi yang tinggi.14 Pengobatan DHP di Papua pada penderita malaria vivaks menunjukkan efikasi yang sesuai dengan kriteria WHO.2,6,15 Hasil penelitian tersebut konsisten dengan yang didapatkan pada penelitian ini. Efikasi DHP terhadap P. vivax pada H28 dan H42 sesuai kriteria WHO dan menunjukkan DHP mempunyai kemampuan proteksi untuk penderita terhadap P. vivax . Kegagalan pengobatan DHP terhadap P. vivax didapatkan pada anak–anak. Pada pemeriksaan PCR terhadap P. vivax awal infeksi (H0) dan P. vivax kegagalan memperlihatkan adanya mutasi asam amino (tipe mutan) pada posisi Y976F gen pvmdr1,16 hal ini menunjukkan P. vivax tersebut resisten terhadap klorokuin. Walaupun demikian untuk menyatakan DHP resisten diperlukan pernelitian lebih lanjut, juga kemungkinan adanya cross resistance antara piperaquine dan khloroquine. Seperti diketahui pada P. vivax, kegagalan yang terjadi dapat berupa resisten, relaps atau reinfeksi tidak dapat dijelaskan, tetapi kemungkinan salah satu tipe kegagalan tersebut bisa terjadi. Kemungkinan penyebab kegagalan lain adalah perkembangan kemampuan absorbsi pad anak yang belum berkembang,17 berat badan anak yang rendah18 dan rendahnya kadar piperaquin dalam plasma akibat dosisnya yang tidak sesuai dengan berat badan.19 Bebas parasit yang terjadi pada H2 menunjukkan kerja cepat dari dihydro-artemsinin.14 Penelitian Batty et al20 mendapatkan golongan artesunat dan metabolik aktifnya yaitu dihydroartemisinin sangat efektif membunuh parasit aseksual P. vivax dan penelitian ex vivo dari Nguyen et al21 mendapatkan pada kombinasi DHP, dyhidroartemisnin bertanggungjawab terhadap aktivitas eliminasi yang cepat dari DHP.21 Golongan artesunate juga efektif terhadap parasit seksual P. vivax. Bebas gametosit terjadi pada penelitian ini walau tanpa pemberian primakuin. Hasil ini konsisten dengan penelitian Hasugian et al6 dan Ratcliff et al15 di Papua Indonesia yang mendapatkan DHP menurunkan resiko gametocyte carriage. 6, 15 Demam merupakan gejala klinis klasik malaria. Kejadian demam pada malaria vivaks disebutkan lebih berat dibandingkan dengan P. falciparum.9 Demam pada malaria dipicu interaksi antigen malaria dengan sistem imun yang menginduksi prostaglandin menyebabkan hipotalamus merubah ambang normal suhu tubuh.9,22 Proses ini melibatkan sistem imun seperti TNF-α dan IL-6.22 Pemberian DHP akan menurunkan jumlah parasit dengan cepat dan mengurangi / meniadakan interaksi antigen malaria dan sistem imun sehingga kejadian demam menghilang. Pada penelitian ini kejadian bebas demam terjadi pada H7. Kejadian demam yang masih ditemukan setelah H7 dihubungkan dengan adanya kegagalan pengobatan13 dan infeksi lain. Respon individu terhadap infeksi malaria menimbulkan berbagai gejala klinis. Pasca pemberiaan DHP, kejadian bebas gejala klinis berkurang. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan berkurangnya mediator yang memicu patogenesis pada subyek penelitian akibat berkurangnya parasitemia.22 Kejadian sampingan (adverse event) adalah kejadian yang tidak diinginkan selama masa pengobatan tanpa memperhatikan apakah mempunyai hubungan dengan obat. Pada penelitian di temukan 4 subyek dengan kejadian sampingan. Semua kejadian sampingan dialami subyek malaria anak. Hal ini dapat dihubungkan dengan tolerabilitas anak terhadap obat, tetapi diperlukan penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menilai penyebab kejadian tersebut. Kejadian sampingan yang terjadi ringan dan dapat ditolerir oleh subyek. Hasil ini konsisten dengan penelitian di Timika.6, 15 Hemoglobin recorvery terjadi pasca pemberian DHP. Pemulihan tersebut melibatkan parasitemia yang dieliminasi pasca pemberian DHP dan dimungkinkan faktor lain seperti sitokin.22 Hal 84 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012
  • 8. ini dihubungkan pada hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya korelasi bermakna antara densitas parasitemia dengan kadar hemoglobin.23, 24 Limitasi dari penelitian adalah tidak tercapainya jumlah sampel penelitian, sehingga analsis yang dilakukan hanya subyek terekrut pada seluruh wilayah penelitian. Analisis dilakukan berdasarkan sampel minimal WHO sejumlah 50 orang.13 Kesimpulan penelitian adalah efikasi DHP terhadap P. vivax sesuai dengan kriteria WHO dan aman dipergunakan. DHP dapat diterima dan direkomendasikan sebagai pengobatan salah satu pengobatan infeksi P. vivax di Kalimantan dan Sulawesi. Diharapkan penelitian lanjutan dapat dilakukan dan memenuhi jumlah sampel bagi semua wilayah penelitian. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih ditujukan kepada seluruh tim penelitian daerah yang telah bekerjasama melaksanakan kegiatan penelitian yaitu tim peneliti daerah di Puskesmas terpilih dan Supervisor penelitian di kabupaten Minahasa Tenggara (Prov Sulawesi Utara), kabupaten Sigi (Prov Sulawesi tengah), Kabupaten Pontianak (Prov Kalimantan Barat), Kabupaten Katingan (Prov Kalimnatan Tengah) serta para kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten dan berbagai pihak yang telah membantu jalannya penelitian. Daftar Pustaka 1. Tjitra E, Prasetyorini B, Suprianto S, Harun S, Nurhayati, Yuwarni E et al. Efficacy of chloroquine, chloroquine plus sulphadoxine-pyrimethamine, and amodiaquine for treatment of vivax malaria in Bangka island, Indonesia: a randomized trial. . Med J Indones. 2008;17(2):96 - 106. 2. World Health Organization . Guideline Treatment of Malaria. 2009. 3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.2008. 4. Laporan Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2011. 5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan DKR. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia 2009. 6. Hasugian AR, Purba HLE, Kenangalem E, Wuwung RM, Ebsworth EP, Maristela R, et al. Dihydroartemisinin-piperaquine versus artesunate-amodiaquine: superior efficacy and posttreatment prophylaxis against multidrug-resistant Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax malaria. . CID. 2007;44:1067-74. 7. Genton B, D'Acremont AV, Rare L, Baea K, Reeder JC, Alpers MP et al. Plasmodium vivax and Mixed Infections Are Associated with Severe Malaria in Children: A Prospective Cohort Study from Papua New Guinea. 2008;5(6):881 - 9. 8. Price RN, Tjitra E, Guerra CA, Yeung S, White NJ, Anstey NM. Vivax malaria: neglected and not benign. Am J Trop Med Hyg. 2007;77(6):79-87. 9. Anstey NM, Russel B, Yeo TW, Price RN. The Pathophysiology of vivax malaria. Trends in Parasitology. 2009;25(5):220 - 7. 10. Baird JK. Chloroquine Resistance in Plasmodium vivax. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 2004:4075 - 83. 11. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, Maristela R, Wuwung R, Laihad F, et al. Two fixed-dose artemisinin combinations for drug-resistant falciparum and vivax malaria in Papua, Indonesia: an open-label randomized comparison. wwwthelancetcomPublisehed online February 9. 2007;DOI:10.1016/S0140- 6736(07)60160-3. 12. World Health Organization. Assessment and monitoring of antimalarial drug efficacy for the treatment of uncomplicated falciparum malaria. In: WHO/HTM/RBM/2003.50. ed. Geneva: WHO, 2003. 13. World Health Organization. Methods for surveillance of antimalarial drug efficacy. Geneva, World Health Organization, 2009. http://www.who.int/malaria/resistance. 14. Timothy M E Davis HAKaKFI. Artemisinin-based combination therapies for uncomplicated malaria. Medical Journal of Australia. 2005;182:181-5. 15. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, Maristela R, Wuwung RM, Laihad F, et al. Two fixed-dose artemisinin combinations for Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012 85
  • 9. drug-resistant falciparum and vivax malaria in Papua, Indonesia: an open-label randomised comparison. . Lancet. 2007;369:757 - 65. 16. Suwanarusk R, Russel B, Chavchich M, Chalfein F, Kenangalem E, Kosaisavee V et al. Chloroquine Resistant Plasmodium vivax: In Vitro Characterisation and Association with Molecular Polymorphisms. PLoS ONE 2007;2(10):e1809.doi:10.371/journal.pone.000 1089. 17. Tetelbaum M, Finkelstein Y, Nava-Ocampo AA, Koren G. Back to Basic: Understanding Drugs in children: Pharmacokinetic Maturation. Pediatr Rev. 2005;26:321-8. 18. Tarning J, Ashley E, Lindegardh N, Stepniewska K, Phaiphun L, Day NPJ et al. Population Pharmacokinetics of Piperaquine after Two Different Treatment Regimens with Dihydroartemisinin-Piperaquine in Patients with Plasmodium falciparum Malaria in Thailand. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2008;52(3):1052 - 61. 19. Price RN, Hasugian A, Ratcliff A, Siswantoro H,Purba HLE, Kenangalem E et al. Clinical and Pharmacological Determinants of the Therapeutic Response to Dihydroartemisinin- Piperaquine for Drug-Resistant Malaria. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 2007;51(11):4090-7. 20. Batty KT, Thu LTA, Ilett KF, Tien NP, Powell SM, Hung NC et al. A Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Study of Artesunate for Vivax Malaria. Am J Trop Med Hyg. 1998;59(5):823 - 7. 21. Nguyen DVH, Nguyen QP, Nguyen ND, Thanh Le TT, Nguyen TD,Dinh DN. Pharmacokinetics and Ex Vivo Pharmacodynamic Antimalarial Activity of Dihydroartemisinin-Piperaquine in Patients with Uncomplicated Falciparum Malaria in Vietnam. Antimicrobial Agents And Chemotherapy. 2009;53(8):3534-7. 22. Robinson LJ, D'Ombrain MC, Stanisic DI, Taraika J, Bernard N, Richards JS et al. Cellular Tumor Necrosis Factor, Gamma Interferon, and Interleukin-6 Responses as Correlates of Immunity and Risk of Clinical Plasmodium falciparum Malaria in Children from Papua New Guinea. Infection and Immunity. 2009:3033 - 43. 23. Dodoo D, Omer F, Todd J, Akanmori B, Koram K, Riley E. Absolute levels and ratios of proinflammatory and anti-inflammatory cytokine production in vitro predict clinical immunity to Plasmodium falciparum malaria. The Journal of Infectious Diseases. 2002;185:971-9. 24. Fernandes A, Carvalho L, Zanini G, Ventura A, Souza J, Cotias P, et al. Similar cytokine response and degrees of anemia in patients with Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax infections in Brazilian Amazon Region. Clinical and Vaccine Immunology. 2008;15(4):650-8. 86 Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012