SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
31
EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT
(UJI KLINIK)
Rahmatini
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
E-mail : Fk.unand.rahmatini@gmail.com
Abstrak
Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana
sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada
dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping
yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Bila uji klinik
tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada banyak orang bila langsung
dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid (1959-1962) dan
obat kontrasepsi pria (gosipol) di Cina. Setiap obat yang ditemukan melalui
eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin bahwa khasiatnya benar-benar
akan terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah yang dapat
“menjamin” apakah hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia.
Uji klinik terdiri dari 4 fase, yaitu uji klinik fase I.Uji klinik fase II, uji klinik fase
III dan uji klinik fase IV. Uji klinik fase I dilakukan pada manusia sehat, bertujuan
untuk menentukan dosis tunggal yang dapat diterima, Uji klinik fase II, dilakukan
pada 100-200 orang penderita untuk melihat apakah efek farmakologik yang
tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Uji klinik fase III
dilakukan pada sekitar 500 penderita yang bertujuan untuk memastikan bahwa
suatu obat baru benar-benar berkhasiat. Uji klinik fase IV merupakan pengamatan
terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola
penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada
penggunaan yang sebenarnya.
Uji klinik yang baik dilakukan dengan prosedur yang sudah digariskan dan
komponen- komponennya disiapkan dengan matang sehingga hasilnya betul-
betul dapat dimanfaatkan sebagai acuan pengobatan.
Kata kunci : Khasiat- keamanan- uji klinik
Abstract
Clinical trials is a new drug efficacy testing in humans, which previously
preceded by testing on animals or pre-clinical testing. Basically, clinical trials
confirm description of effectiveness, safety and side effects that often arise in
humans because given of a drug. If clinical trials are not done then it can be evil in
many people when directly used in general as once happened with thalidomide
(1959-1962) and male contraceptive drugs (gossypol) in China. Any drug that is
found through experiments in vitro or animal is not guaranteed that the properties
TINJAUAN PUSTAKA
32
will actually be seen in patients. Tests on humans themselves who can "guarantee"
if the results of in vitro or animal similar to humans.
Clinical trial consisted of 4 phases, namely phase I clinical trial, phase II clinical
trial, phase III clinical trials, and phase IV clinical trial. Phase I clinical trial,
performed on healthy humans, aims to determine an acceptable single-dose, phase
II clinical trial, performed on 100-200 patiens to see whether the pharmacologic
effects seen in Phase I is useful or not for treatment. Phase III clinical trials
conducted on about 500 patients which aims to ensure that a new drug is really
efficacy. Phase IV clinical trial is an observation of the drug has been marketed.
This phase aims to determine patterns of drug use in society and patterns of
effectiveness and safety in actual use.
Good clinical trials conducted with procedures that have been outlined and its
components prepared and thus the results can actually be used as a reference
treatment.
Key words : Efficacy – Safety - Clinical trial
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 33
Pendahuluan
Dalam praktek sehari - hari
seorang dokter akan selalu dihadapkan
pada keadaan dimana harus memilih
dan menentukan aternatif terapi terbaik
bagi pasien. Keputusan yang diambil
tidak saja didasarkan atas pertimbangan
klinis tetapi juga berbagai faktor yang
akan mempengaruhi proses terapi. Jika
pengobatan menjadi salah satu atau
bahkan satu - satunya alternatif terapi
yang diputuskan, maka diperlukan
pertimbangan yang seksama untuk
memilih obat yang sesuai yang
memberi kemanfaatan maksimal dan
risiko efek samping yang sekecil-
kecilnya. Untuk menelaaah
kemanfaatan suatu obat diperlukan
penguasaan dasar - dasar uji klinik.(1)
Informasi mengenai uji klinik
sangat diperlukan, mengingat dalam
praktek sehari-hari seorang dokter akan
selalu dihadapkan pada bermacam -
macam pilihan obat mulai dari yang
sudah terbukti kemanfaatannya hingga
obat-obat baru yang kadang indikasi
pemakaian dan efek farmakologinya
masih perlu dipertanyakan. Sementara
informasi yang datang dari pabrik obat
umumnya lebih banyak bersifat
sepihak, karena mempertimbangkan
segi pemasaran dan bisnis. Seorang
praktisi medis dituntut untuk dapat
menilai suatu obat secara objektif.
Dengan mengetahui dan memahami
metode uji klinik, kita akan lebih
bijaksana dalam menilai kemanfaatan
suatu obat baru secara objektif dengan
mempertimbangkan segi manfaat dan
risiko serta lebih mengutamakan
kepentingan pasien.(1)
Uji klinik adalah suatu
pengujian khasiat obat baru pada
manusia, dimana sebelumnya diawali
oleh pengujian pada binatang atau uji
pra klinik. Pada dasarnya uji klinik
memastikan efektivitas, keamanan dan
gambaran efek samping yang sering
timbul pada manusia akibat pemberian
suatu obat. Menggunakan manusia
sehat atau sakit dalam eksperimen
dibenarkan dalam ilmu kedokteran
karena akan bermanfaat bagi
masyarakat banyak untuk memahami
efek obat tersebut sehingga dapat
digunakan pada masyarakat luas
dengan lebih yakin tentang efektifitas
dan keamanannya.(1,2)
Bila uji klinik seperti ini tidak
dilakukan maka dapat terjadi
malapetaka pada banyak orang bila
langsung dipakai secara umum seperti
pernah terjadi dengan talidomid (1959-
1962) dan obat kontrasepsi pria
(gosipol) di Cina. Setiap obat yang
ditemukan melalui eksperimen in vitro
atau hewan coba tidak terjamin bahwa
khasiatnya benar-benar akan terlihat
pada penderita. Pengujian pada
manusia sendirilah yang dapat
“menjamin” apakah hasil in vitro atau
hewan sama dengan manusia.
Penapisan efektivitas terakhir ini
dibuktikan melalui uji klinik obat.(3)
TAHAP UJI KLINIK
UJI KLINIK FASE I:
Fase ini merupakan pengujian
suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Hal yang diteliti di sini
ialah keamanan obat, bukan
efetifitasnya dan dilakukan pada
sukarelawan sehat. Tujuan fase ini
ialah menentukan besarnya dosis
tunggal yang dapat diterima, artinya
yang tidak menimbulkan efek samping
serius. Dosis oral (lewat mulut) yang
diberikan pertama kali pada manusia
biasanya 1/50 x dosis minimal yang
menimbulkan efek pada hewan.
Tergantung dari data yang diperoleh
pada hewan, dosis berikutnya
ditingkatkan sedikit-sedikit atau
dengan kelipatan dua sampai diperoleh
efek farmakologik atau sampai timbul
efek yang tidak diinginkan. Untuk
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 34
mencari efek toksik yang mungkin
terjadi dilakukan pemeriksaan hemato-
logi, faal hati, urin rutin dan bila perlu
pemeriksaan lain yang lebih
spesifik.(1,2)
Pada fase ini diteliti juga sifat
farmakodinamika dan farmako-
kinetikanya pada manusia. Hasil
penelitian farmakokinetika ini
digunakan untuk meningkatkan pemili-
han dosis pada penelitian selanjutnya.
Selain itu, hasil ini dibandingkan
dengan hasil uji pada hewan coba
sehingga diketahui pada spesies hewan
mana obat tersebut mengalami proses
farmakokinetika seperti pada manusia.
Bila spesies ini dapat ditemukan maka
dilakukan penelitian toksisitas jangka
panjang pada hewan tersebut.(1,2)
Uji klinik fase I ini dilaksana-
kan secara terbuka, artinya tanpa
pembanding dan tidak tersamar, pada
sejumlah kecil subjek dengan
pengamatan intensif oleh orang-orang
ahli dibidangnya, dan dikerjakan di
tempat yang sarananya cukup lengkap.
Total jumlah subjek pada fase ini
bervariasi antara 20-50 orang.(1,2)
UJI KLINIK FASE II: Pada fase ini
obat dicobakan untuk pertama kalinya
pada sekelompok kecil penderita yang
kelak akan diobati dengan calon obat.
Tujuannya ialah melihat apakah efek
farmakologik yang tampak pada fase I
berguna atau tidak untuk pengobatan.
Fase II ini dilaksanakan oleh orang-
orang yang ahli dalam masing-masing
bidang yang terlibat. Mereka harus ikut
berperan dalam membuat protokol
penelitian yang harus dinilai terlebih
dulu oleh panitia kode etik lokal.
Protokol penelitian harus diikuti
dengan dengan ketat, seleksi penderita
harus cermat, dan setiap penderita
harus dimonitor dengan intensif.
.(2)
Pada fase II awal, pengujian
efek terapi obat dikerjakan secara
terbuka karena masih merupakan
penelitian eksploratif. Pada tahap ini
biasanya belum dapat diambil
kesimpulan yang definitif mengenai
efek obat yang bersangkutan karena
terdapat berbagai factor yang
mempengaruhi hasil pengobatan,
misalnya perjalanan klinik penyakit,
keparahannya, efek placebo dan lain-
lain.(2)
Untuk membuktikan bahwa
suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan
uji klinik komparatif yang
membandingkannya dengan placebo,
atau bila penggunaan plasebo tidak
memenuhi syarat etik, obat
dibandingkan dengan obat standard
yang telah dikenal. Ini dilakukan pada
akhir fase II atau awal fase III,
tergantung dari siapa yang melakukan,
seleksi penderita, dan monitoring
penderitanya. Untuk menjamin
validitas uji klinik komparatif ini,
alokasi penderita harus acak dan
pemberian obat dilakukan secara
tersamar ganda. Ini disebut uji klinik
acak tersamar ganda
berpembanding.(2)
Pada fase II ini tercakup juga
penelitian dosis-efek untuk
menentukan dosis optimal yang akan
digunakan selanjutnya, serta penelitian
lebih lanjut mengenai eliminasi obat,
terutama metabolismenya. Jumlah
subjek yang mendapat obat baru pada
fase ini antara 100-200 penderita.
UJI KLINIK FASE III: Uji klinik
fase III dilakukan untuk memastikan
bahwa suatu obat-baru benar-benar
berkhasiat (sama dengan penelitian
pada akhit fase II) dan untuk
mengetahui kedudukannya dibanding-
kan dengan obat standar. Penelitian ini
sekaligus akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang (1) efeknya bila
digunakan secara luas dan diberikan
oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2)
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 35
efek samping lain yang belum terlihat
pada fase II; (3) dan dampak
penggunaannya pada penderita yang
tidak diseleksi secara ketat.(2)
Uji klinik fase III dilakukan
pada sejumlah besar penderita yang
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan
oleh orang-orang yang tidak terlalu
ahli, sehingga menyerupai keadaan
sebenarnya dalam penggunaan sehari-
hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase
III ini biasanya pembandingan
dilakukan dengan plasebo, obat yang
sama tapi dosis berbeda, obat standard
dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain
yang indikasinya sama dengan dosis
yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan
secara acak dan tersamar ganda.(1,4)
Bila hasil uji klinik fase III
menunjukkan bahwa obat baru ini
cukup aman dan efektif, maka obat
dapat diizinkan untuk dipasarkan.
Jumlah penderita yang diikut sertakan
pada fase III ini paling sedikit 500
orang.
UJI KLINIK FASE IV: Fase ini
sering disebut post marketing drug
surveillance karena merupakan
pengamatan terhadap obat yang telah
dipasarkan. Fase ini bertujuan
menentukan pola penggunaan obat di
masyarakat serta pola efektifitas dan
keamanannya pada penggunaan yang
sebenarnya. Survei ini tidak tidak
terikat pada protokol penelitian; tidak
ada ketentuan tentang pemilihan
penderita, besarnya dosis, dan lamanya
pemberian obat. Pada fase ini
kepatuhan penderita makan obat
merupakan masalah.(1,2)
Penelitian fase IV merupakan
survei epidemiologi menyangkut efek
samping maupun efektifitas obat. Pada
fase IV ini dapat diamati (1) efek
samping yang frekuensinya rendah atau
yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas
obat pada penderita berpenyakit berat
atau berpenyakit ganda, penderita anak
atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka
panjang, dan (3) masalah penggunaan
berlebihan, penyalahgunaan, dan lain-
lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji
klinik jangka panjang dalam skala
besar untuk menentukan efek obat
terhadap morbiditas dan mortalitas
sehingga datanya menentukan status
obat yang bersangkutan dalam terapi.
Dewasa ini waktu yang
diperlukan untuk pengembangan suatu
obat baru, mulai dari sintesis bahan
kimianya sampai dipasarkan, mencapai
waktu 10 tahun atau lebih.
Setelah suatu obat dipasarkan
dan digunakan secara luas, dapat
ditemukan kemungkinan manfaat lain
yang mulanya muncul sebagai efek
samping. Obat demikian kemudian
diteliti kembali di klinik untuk indikasi
yang lain, tanpa melalui uji fase I. Hal
seperti ini terjadi pada golongan
salisilat yang semula ditemukan
sebagai antireumatik dan anti piretik.
Efek urikosurik dan antiplateletnya
ditemukan belakangan. Hipoglikemik
oral juga ditemukan dengan cara
serupa.(1-3)
KOMPONEN UJI KLINIK
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan
klinik suatu obat tidak saja didasarkan
pada hasil yang diperoleh dari uji
klinik, tetapi juga perlu mengingat
faktor - faktor lain yang secara objektif
dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu
uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik
hendaknya mencakup beberapa
komponen berikut :
1. Seleksi/pemilihan subjek
2. Rancangan
3. Perlakuan pengobatan yang
diteliti dan pembandingnya
4. Pengacakan perlakuan
5. Besar sampel
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 36
6. Penyamaran (blinding)
7. Penilaian respons
8. Analisis data
9. Protokol uji klinik
10. Etika uji klinik
1.Seleksi/pemilihan subjek
Dalam uji klinik harus ditentukan
secara jelas kriteria pemilihan
pasien,yaitu : kriteria inklusi, syarat -
syarat yang secara mutlak harus
dipenuhi oleh subjek untuk dapat
diikutsertakan dalam penelitian.
Meliputi antara lain kriteria diagnostik,
baik klinis maupun laboratoris, derajat
penyakit, asal pasien umur dan jenis
kelamin. Disamping itu ditetapkan juga
kriteria eklusi yaitu kriteria yang tidak
memungkinkan diikutsertakannya
subjek dalam penelitian. Sebagai
contoh adalah wanita hamil. Hampir
sebagian besar uji klinik obat tidak
menggunakan wanita hamil mengingat
resiko yang mungkin lebih besar
dibanding manfaatnya. Demikian juga
untuk pasien resiko tinggi.
Dalam pemilihan pasien
hendaknya ditetapkan bahwa kriteria
diagnostik yang dipilih benar - benar
merupakan indikasi utama pemakaian
obat yang diujikan.(2,4)
2. Rancangan uji klinik
Untuk memperoleh hasil optimal perlu
disusun rancagan atau disain penelitian
yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah dan etis dengan tetap
mengutamakan keselamatan dan
kepentingan pasien. Rancangan uji
klinik disini dimaksudkan untuk uji
klinik fase III, yang secara garis besar
membandingkan dua atau lebih
perlakuan/pengobatan untuk melihat
kemanfaaatan relatif maupun absolut
suatu obat baru dengan menggunakan
satu atau lebih parameter pengukuran.
Dua rancangan uji klinik yang baku
dan umum digunakan yaitu rancangan
parallel atau Randomized controlled
trial (RCT) dan rancangan silang atau
Randomized controlled trial cross-
over-design (RCT-cross over
design).(2,4)
3.Jenis perlakuan atau pengobatan dan
pembandingnya
Dalam uji klinik, jenis
perlakuan/pengobatan dan
pembandingnya harus didefinisikan
secara jelas. Informasi yang perlu
dicantumkan meliputi jenis obat dan
formulasinya, dosis dan frekuensi
pengobatan, waktu dan cara pemberian
serta lamanya pengobatan dilakukan.
Untuk menjamin kelancaran
pelaksanaan uji klinik dan
keberhasilan pengobatan, hendaknya
dipertimbangkan segi - segi teknis yang
berkaitan dengan ketaatan pasien
(Patiens compliance) serta ketentuan -
ketentuan lain yang diberlakukan
selama uji klinik. Sebagai contoh, bila
frekuensi pemberian terlalu sering
maka kemungkinan ketaatan pasien
juga berkurang. Penjelasan lain
meliputi obat- obat apa yang boleh dan
tidak boleh diminum selama uji
berlangsung. Perlakuan pembanding
juga harus dijelaskan, apakah
pembanding positif (obat standar) atau
pembanding negatif (Plasebo).
Mengingat bahwa plasebo bukanlah
obat dalam arti tidak memberikan efek
terapi, maka pemberian plasebo tidak
dianjurkan untuk penyakit- penyakit
yang dapat berakibat fatal dan serius.
Hal yang perlu digaris bawahi adalah
bahwa pembanding positif hendaknya
merupakan obat pilihan pertama (drug
of choice) dari indikasi yang
dimaksud.(2,4)
4.Pengacakan (randomisasi) perlakuan
Randomisasi atau pengacakan
perlakuan mutlak diperlukan dalam uji
klinik terkendali (randomized-
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 37
controlled trial-RCT) dengan tujuan
utama menghindari bias. Dengan
pengacakan sebelum uji klinik maka
setiap subjek akan memperoleh
kesempatan yang sama dalam
mendapatkan perlakuan dan subjek -
subjek yang memenuhi kriteria inklusi
akan terbagi sama rata dalam tiap
kelompok perlakuan, dimana cirri-ciri
subjek dalam satu kelompok praktis
seimbang.(2,4)
5.Besar sampel
Besar sampel, ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu : derajat kepekaan uji
klinik, keragaman hasil dan derajat
kebermaknaan statistik. Jika diketahui
bahwa perbedaan kemaknaan klinis
antara 2 obat yang diuji tidak begitu
besar, maka diperlukan jumlah sampel
yang besar. Makin kecil keragaman
hasil uji antar individu dalam
kelompok yang sama, maka makin
sedikit jumlah subjek yang diperlukan.
Makin besar kebermaknaan statistic
yang diharapkan dari uji klinik, maka
makin besar pula jumlah subjek yang
diperlukan.(2,4)
6.Penyamaran/pembutaan (blinding)
Penyamaran adalah merahasiakan
bentuk terapi yang diberikan. Dengan
penyamaran, maka pasien dan/atau
pemeriksa tidak mengetahui yang mana
obat yang diuji dan yang mana
pembandingnya. Biasanya bentuk obat
yang diuji dan pembandingnya dibuat
sama. Tujuan utama penyamaran ini
adalah juga untuk menghindari bias
pada penilaian respons terhadap obat
yang diujikan. Penyamaran dapat
dilakukan secara : single blind, jika
identitas obat tidak diberitahukan pada
pasien, Double blind, jika baik pasien
maupun dokter pemeriksa tidak
diberitahu obat yang diuji meupun
pembandingnya. Triple blind, jika
pasien, dokter pemeriksa maupun
individu yang melakukan analasis tidak
diberitahu identitas obat yang diuji dan
pembandingnya.
Kesehatan dan keselamatan
pasien tetap dipantau sepenuhnya oleh
penanggung jawab medik, sehingga
sewaktu - waktu terajdi hal - hal yang
tidak diharapkan (adverse effect) dapat
segara dilakukan penanganan secara
medik.(2,4)
7. Penilaian respon
Penilaian respon pasien terhadap proses
terapi yang diberikan harus bersifat
objektif, akurat dan konsisten. Karena
itu respon yang diukur harus
didefinisikan secara jelas. Sebagai
contoh jika yang diuji obat anti
hipertensi, maka penurunan tekanan
darah hendaknya diukur secara objektif
dengan alat ukur yang sama, pemeriksa
yang sama dan dengan metode serta
kondisi yang sama.(2,4)
8.Analisis dan interpretasi data
Analisis data dan interpretasi hasil
suatu uji klinik sangat tergantung pada
metode statistik yang digunakan.
Metode statistik yang akan digunakan
harus sudah disiapkan saat
pengembangan protokol penelitian.
Sebagai contoh, bila kriteria untuk
penilaian hasil diekspresikan dalam
bentuk ya atau tidak maka salah satu
uji stratistiknya adalah kai kuadrat
(Chi-square).(4,5)
9.Protokol uji klinik
Protokol uji klinik diperlukan sebagai
: 1.Petunjuk pelaksanaan uji klinik
(operation manual), yang mencakup
penjelasan mengenai prosedur dan
tatalaksana penelitian hingga cara
penilaian hasil serta analisis data.
2.Rancangan ilmiah (scientific
design), yang terutama mencakup
latar belakang, tujuan khusus,
kepentingan uji klinik hingga
Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 38
rancangan uji dasar ilmiah
penggunaan rancangan yang
bersangkutan.(4,5)
10. Etika uji klinik
Setiap uji klinik perlu memegang
prinsip-prinsip dasar etika penelitian
yang secara garis besar menjamin
bahwa segi kesehatan dan keselamatan
pasien akan menjadi pertimbangan dan
perhatian utama peneliti. Dengan kata
lain, tujuan uji klinik lebih diutamakan
bagi kepentingan pasien dari pada
sekedar uji coba obat. Etika uji klinik
antara lain mencakup, protokol uji
klinik telah mendapat izin kelaikan etik
(ethical clearance) dari komisi etik
penelitian biomedik pada manusia,
menjamin kebebasan pasien untuk ikut
secara sukarela dan mengizinkan
pasien bila mengundurkan diri dari uji
klinik. Keikutsertaan pasien dalam uji
klinik harus dinyatakan secara tertulis
(written - informed consent). Menjamin
kerahasiaan identitas dan segala
informasi yang diperoleh pasien.(4,5)
KEPUSTAKAAN
1. Santoso,B.,Suryawati,S.,SalehD
anu,S, Evaluasi Khasiat dan
Keamanan Obat (Uji klinik),
Dalam Farmakologi Klinik dan
Farmakoterapi, Jogjakarta,
UGM, 2006. h 183-9.
2. Zunilda SB Arini Setiawati
F.D. Suyana, Pengantar
Farmakologi. Dalam
Farmakologi dan Terapi, FKUI;
2003. h.1-23.
3. Iwan Darmansjah; Masalah
etika dalam uji klinik obat di
Indonesia, Seminar Etika
Biomedis Pusat Pengembangan
Etika Universitas Atma Jaya,
Jakarta, 2001.
4. Alan S Nies and Stephen P.
Spielberg, Principle of
Therapeutics. Dalam Goodman
& Gilman‟s, The
Pharmacological Basis of
Therapetics, Edisi ke 9. The
Mc-Graw-Hill ; 1996. h: 43-62.
5. Gary E. Stein, Regulated Drug
Development ang Usage.
Dalam Human Pharmacology,
Molecular to Clinical, Edisi 3.
Mosby-Year Book, Inc ; 1998,
h : 903-08.

More Related Content

What's hot (14)

Peran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanPeran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatan
 
138657564 cara-pemberian-obat
138657564 cara-pemberian-obat138657564 cara-pemberian-obat
138657564 cara-pemberian-obat
 
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian ObatPrinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
 
Pemberian Obat-Obatan
Pemberian Obat-ObatanPemberian Obat-Obatan
Pemberian Obat-Obatan
 
Modul 3 kb 2 kdm ii
Modul 3 kb 2 kdm iiModul 3 kb 2 kdm ii
Modul 3 kb 2 kdm ii
 
Pengantar farmasi klinik
Pengantar farmasi klinikPengantar farmasi klinik
Pengantar farmasi klinik
 
Aisyah ulil azmi
Aisyah ulil azmiAisyah ulil azmi
Aisyah ulil azmi
 
Peran Perawat Dalam Pengobatan klik
Peran Perawat Dalam Pengobatan klikPeran Perawat Dalam Pengobatan klik
Peran Perawat Dalam Pengobatan klik
 
Prosedur pemberian obat
Prosedur pemberian obatProsedur pemberian obat
Prosedur pemberian obat
 
Pengertian tdm
Pengertian tdmPengertian tdm
Pengertian tdm
 
Obat Bahan Alam
Obat Bahan AlamObat Bahan Alam
Obat Bahan Alam
 
Akar bajakah menyembuhkan kanker payudara
Akar bajakah menyembuhkan kanker payudaraAkar bajakah menyembuhkan kanker payudara
Akar bajakah menyembuhkan kanker payudara
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Prinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obatPrinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obat
 

Similar to 66 122-1-sm

uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajariuji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
sitifadhila18
 
Clinical trial study(cts)
Clinical trial study(cts)Clinical trial study(cts)
Clinical trial study(cts)
windaw3110
 
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptxclinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
yeggie2
 
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Tata Naipospos
 

Similar to 66 122-1-sm (20)

GCP - UJI KLINIK.pptx
GCP - UJI KLINIK.pptxGCP - UJI KLINIK.pptx
GCP - UJI KLINIK.pptx
 
uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajariuji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
uji klinis materi bidang farmasi klinik yang dipelajari
 
UJI PRAKLINIK OT.pptx
 UJI PRAKLINIK OT.pptx UJI PRAKLINIK OT.pptx
UJI PRAKLINIK OT.pptx
 
C20 Pengantar Farmakologi
C20 Pengantar FarmakologiC20 Pengantar Farmakologi
C20 Pengantar Farmakologi
 
Clinical trial study(cts)
Clinical trial study(cts)Clinical trial study(cts)
Clinical trial study(cts)
 
Ppt study eksperimental
Ppt study eksperimentalPpt study eksperimental
Ppt study eksperimental
 
I. Pendahulan FE.pptx
I. Pendahulan FE.pptxI. Pendahulan FE.pptx
I. Pendahulan FE.pptx
 
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptxclinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
clinicaltrialstudycts-150316055339-conversion-gate01-dikonversi.pptx
 
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
Vaksinasi Darurat Untuk Lumpy Skin Disease - Direktorat Kesehatan Hewan, 11 A...
 
Jurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptxJurnal lutfi - Copy.pptx
Jurnal lutfi - Copy.pptx
 
Pembekalan Farmakologi singkat untuk mahasiswa
Pembekalan Farmakologi singkat untuk mahasiswaPembekalan Farmakologi singkat untuk mahasiswa
Pembekalan Farmakologi singkat untuk mahasiswa
 
PPT-UEU-Farmakologi-Pertemuan-1.pdf
PPT-UEU-Farmakologi-Pertemuan-1.pdfPPT-UEU-Farmakologi-Pertemuan-1.pdf
PPT-UEU-Farmakologi-Pertemuan-1.pdf
 
Uji_Pra_Dan_Klinik_Ppt.ppt
Uji_Pra_Dan_Klinik_Ppt.pptUji_Pra_Dan_Klinik_Ppt.ppt
Uji_Pra_Dan_Klinik_Ppt.ppt
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi DasarFarmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 
materi skrining ppt.pdf
materi skrining ppt.pdfmateri skrining ppt.pdf
materi skrining ppt.pdf
 
perbedaan case sectional dan case control
perbedaan case sectional dan case controlperbedaan case sectional dan case control
perbedaan case sectional dan case control
 
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian ObatPrinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Prinsip dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat
 
Kb 3
Kb 3Kb 3
Kb 3
 
PEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKESPEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKES
 
asdf ascvbcbaaf asdf
asdf ascvbcbaaf asdfasdf ascvbcbaaf asdf
asdf ascvbcbaaf asdf
 

Recently uploaded

2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
DavyPratikto1
 
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptxPENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
sandiharyanto
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
PeniMSaptoargo2
 
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
AthoinNashir
 
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
Obat Cytotec
 
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptxPresentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
YesicaAprilliaPutriA
 

Recently uploaded (20)

2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
 
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptxPRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
 
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptxPENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
 
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatanKonsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
Konsep Pastien Savety dalam pelayanan kesehatan
 
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptxCRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
CRS OBG - AUB e.c Hiperplasia endometrium.pptx
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
Bagaimana cara membaca foto rontgen/x-ray
Bagaimana cara membaca foto rontgen/x-rayBagaimana cara membaca foto rontgen/x-ray
Bagaimana cara membaca foto rontgen/x-ray
 
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntasCytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
Cytotec di Sabah: Solusi dan Pertimbangan Penting obat aborsiterbukti tuntas
 
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
 
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptxTata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
Tata laksana batuk disesuaikan dengan penyakit dasar.pptx
 
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
 
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
Nama : obat penggugur kandungan wa " 087776558899
 
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxPPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
 
Contoh Proposal - Relokasi Puskesmas.docx
Contoh Proposal - Relokasi Puskesmas.docxContoh Proposal - Relokasi Puskesmas.docx
Contoh Proposal - Relokasi Puskesmas.docx
 
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docxSistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
Sistemm Klasifikasi Virus Baltimore.docx
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
 
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
∆×@ OBAT PENGGUGUR MALAYSIA §™{^¥ +6287776558899 §°™ ABORSI JANIN MALAYSIA §✓{®
 
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptxPresentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
Presentation3 kelas ibu hamil p tm pertama.pptx
 

66 122-1-sm

  • 1. 31 EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) Rahmatini Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas E-mail : Fk.unand.rahmatini@gmail.com Abstrak Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Bila uji klinik tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada banyak orang bila langsung dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid (1959-1962) dan obat kontrasepsi pria (gosipol) di Cina. Setiap obat yang ditemukan melalui eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin bahwa khasiatnya benar-benar akan terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah yang dapat “menjamin” apakah hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia. Uji klinik terdiri dari 4 fase, yaitu uji klinik fase I.Uji klinik fase II, uji klinik fase III dan uji klinik fase IV. Uji klinik fase I dilakukan pada manusia sehat, bertujuan untuk menentukan dosis tunggal yang dapat diterima, Uji klinik fase II, dilakukan pada 100-200 orang penderita untuk melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Uji klinik fase III dilakukan pada sekitar 500 penderita yang bertujuan untuk memastikan bahwa suatu obat baru benar-benar berkhasiat. Uji klinik fase IV merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Uji klinik yang baik dilakukan dengan prosedur yang sudah digariskan dan komponen- komponennya disiapkan dengan matang sehingga hasilnya betul- betul dapat dimanfaatkan sebagai acuan pengobatan. Kata kunci : Khasiat- keamanan- uji klinik Abstract Clinical trials is a new drug efficacy testing in humans, which previously preceded by testing on animals or pre-clinical testing. Basically, clinical trials confirm description of effectiveness, safety and side effects that often arise in humans because given of a drug. If clinical trials are not done then it can be evil in many people when directly used in general as once happened with thalidomide (1959-1962) and male contraceptive drugs (gossypol) in China. Any drug that is found through experiments in vitro or animal is not guaranteed that the properties TINJAUAN PUSTAKA
  • 2. 32 will actually be seen in patients. Tests on humans themselves who can "guarantee" if the results of in vitro or animal similar to humans. Clinical trial consisted of 4 phases, namely phase I clinical trial, phase II clinical trial, phase III clinical trials, and phase IV clinical trial. Phase I clinical trial, performed on healthy humans, aims to determine an acceptable single-dose, phase II clinical trial, performed on 100-200 patiens to see whether the pharmacologic effects seen in Phase I is useful or not for treatment. Phase III clinical trials conducted on about 500 patients which aims to ensure that a new drug is really efficacy. Phase IV clinical trial is an observation of the drug has been marketed. This phase aims to determine patterns of drug use in society and patterns of effectiveness and safety in actual use. Good clinical trials conducted with procedures that have been outlined and its components prepared and thus the results can actually be used as a reference treatment. Key words : Efficacy – Safety - Clinical trial
  • 3. Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 33 Pendahuluan Dalam praktek sehari - hari seorang dokter akan selalu dihadapkan pada keadaan dimana harus memilih dan menentukan aternatif terapi terbaik bagi pasien. Keputusan yang diambil tidak saja didasarkan atas pertimbangan klinis tetapi juga berbagai faktor yang akan mempengaruhi proses terapi. Jika pengobatan menjadi salah satu atau bahkan satu - satunya alternatif terapi yang diputuskan, maka diperlukan pertimbangan yang seksama untuk memilih obat yang sesuai yang memberi kemanfaatan maksimal dan risiko efek samping yang sekecil- kecilnya. Untuk menelaaah kemanfaatan suatu obat diperlukan penguasaan dasar - dasar uji klinik.(1) Informasi mengenai uji klinik sangat diperlukan, mengingat dalam praktek sehari-hari seorang dokter akan selalu dihadapkan pada bermacam - macam pilihan obat mulai dari yang sudah terbukti kemanfaatannya hingga obat-obat baru yang kadang indikasi pemakaian dan efek farmakologinya masih perlu dipertanyakan. Sementara informasi yang datang dari pabrik obat umumnya lebih banyak bersifat sepihak, karena mempertimbangkan segi pemasaran dan bisnis. Seorang praktisi medis dituntut untuk dapat menilai suatu obat secara objektif. Dengan mengetahui dan memahami metode uji klinik, kita akan lebih bijaksana dalam menilai kemanfaatan suatu obat baru secara objektif dengan mempertimbangkan segi manfaat dan risiko serta lebih mengutamakan kepentingan pasien.(1) Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Menggunakan manusia sehat atau sakit dalam eksperimen dibenarkan dalam ilmu kedokteran karena akan bermanfaat bagi masyarakat banyak untuk memahami efek obat tersebut sehingga dapat digunakan pada masyarakat luas dengan lebih yakin tentang efektifitas dan keamanannya.(1,2) Bila uji klinik seperti ini tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada banyak orang bila langsung dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid (1959- 1962) dan obat kontrasepsi pria (gosipol) di Cina. Setiap obat yang ditemukan melalui eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin bahwa khasiatnya benar-benar akan terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah yang dapat “menjamin” apakah hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia. Penapisan efektivitas terakhir ini dibuktikan melalui uji klinik obat.(3) TAHAP UJI KLINIK UJI KLINIK FASE I: Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Hal yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efetifitasnya dan dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut) yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai timbul efek yang tidak diinginkan. Untuk
  • 4. Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 34 mencari efek toksik yang mungkin terjadi dilakukan pemeriksaan hemato- logi, faal hati, urin rutin dan bila perlu pemeriksaan lain yang lebih spesifik.(1,2) Pada fase ini diteliti juga sifat farmakodinamika dan farmako- kinetikanya pada manusia. Hasil penelitian farmakokinetika ini digunakan untuk meningkatkan pemili- han dosis pada penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil ini dibandingkan dengan hasil uji pada hewan coba sehingga diketahui pada spesies hewan mana obat tersebut mengalami proses farmakokinetika seperti pada manusia. Bila spesies ini dapat ditemukan maka dilakukan penelitian toksisitas jangka panjang pada hewan tersebut.(1,2) Uji klinik fase I ini dilaksana- kan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli dibidangnya, dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang.(1,2) UJI KLINIK FASE II: Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh orang- orang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif. .(2) Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap ini biasanya belum dapat diambil kesimpulan yang definitif mengenai efek obat yang bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek placebo dan lain- lain.(2) Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan uji klinik komparatif yang membandingkannya dengan placebo, atau bila penggunaan plasebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard yang telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini, alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik acak tersamar ganda berpembanding.(2) Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita. UJI KLINIK FASE III: Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya dibanding- kan dengan obat standar. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan- pertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2)
  • 5. Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 35 efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat.(2) Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari- hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda.(1,4) Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang. UJI KLINIK FASE IV: Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah.(1,2) Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut efek samping maupun efektifitas obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan, penyalahgunaan, dan lain- lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi. Dewasa ini waktu yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat baru, mulai dari sintesis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10 tahun atau lebih. Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakan secara luas, dapat ditemukan kemungkinan manfaat lain yang mulanya muncul sebagai efek samping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi yang lain, tanpa melalui uji fase I. Hal seperti ini terjadi pada golongan salisilat yang semula ditemukan sebagai antireumatik dan anti piretik. Efek urikosurik dan antiplateletnya ditemukan belakangan. Hipoglikemik oral juga ditemukan dengan cara serupa.(1-3) KOMPONEN UJI KLINIK Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan pada hasil yang diperoleh dari uji klinik, tetapi juga perlu mengingat faktor - faktor lain yang secara objektif dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut : 1. Seleksi/pemilihan subjek 2. Rancangan 3. Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya 4. Pengacakan perlakuan 5. Besar sampel
  • 6. Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 36 6. Penyamaran (blinding) 7. Penilaian respons 8. Analisis data 9. Protokol uji klinik 10. Etika uji klinik 1.Seleksi/pemilihan subjek Dalam uji klinik harus ditentukan secara jelas kriteria pemilihan pasien,yaitu : kriteria inklusi, syarat - syarat yang secara mutlak harus dipenuhi oleh subjek untuk dapat diikutsertakan dalam penelitian. Meliputi antara lain kriteria diagnostik, baik klinis maupun laboratoris, derajat penyakit, asal pasien umur dan jenis kelamin. Disamping itu ditetapkan juga kriteria eklusi yaitu kriteria yang tidak memungkinkan diikutsertakannya subjek dalam penelitian. Sebagai contoh adalah wanita hamil. Hampir sebagian besar uji klinik obat tidak menggunakan wanita hamil mengingat resiko yang mungkin lebih besar dibanding manfaatnya. Demikian juga untuk pasien resiko tinggi. Dalam pemilihan pasien hendaknya ditetapkan bahwa kriteria diagnostik yang dipilih benar - benar merupakan indikasi utama pemakaian obat yang diujikan.(2,4) 2. Rancangan uji klinik Untuk memperoleh hasil optimal perlu disusun rancagan atau disain penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan etis dengan tetap mengutamakan keselamatan dan kepentingan pasien. Rancangan uji klinik disini dimaksudkan untuk uji klinik fase III, yang secara garis besar membandingkan dua atau lebih perlakuan/pengobatan untuk melihat kemanfaaatan relatif maupun absolut suatu obat baru dengan menggunakan satu atau lebih parameter pengukuran. Dua rancangan uji klinik yang baku dan umum digunakan yaitu rancangan parallel atau Randomized controlled trial (RCT) dan rancangan silang atau Randomized controlled trial cross- over-design (RCT-cross over design).(2,4) 3.Jenis perlakuan atau pengobatan dan pembandingnya Dalam uji klinik, jenis perlakuan/pengobatan dan pembandingnya harus didefinisikan secara jelas. Informasi yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan formulasinya, dosis dan frekuensi pengobatan, waktu dan cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan uji klinik dan keberhasilan pengobatan, hendaknya dipertimbangkan segi - segi teknis yang berkaitan dengan ketaatan pasien (Patiens compliance) serta ketentuan - ketentuan lain yang diberlakukan selama uji klinik. Sebagai contoh, bila frekuensi pemberian terlalu sering maka kemungkinan ketaatan pasien juga berkurang. Penjelasan lain meliputi obat- obat apa yang boleh dan tidak boleh diminum selama uji berlangsung. Perlakuan pembanding juga harus dijelaskan, apakah pembanding positif (obat standar) atau pembanding negatif (Plasebo). Mengingat bahwa plasebo bukanlah obat dalam arti tidak memberikan efek terapi, maka pemberian plasebo tidak dianjurkan untuk penyakit- penyakit yang dapat berakibat fatal dan serius. Hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pembanding positif hendaknya merupakan obat pilihan pertama (drug of choice) dari indikasi yang dimaksud.(2,4) 4.Pengacakan (randomisasi) perlakuan Randomisasi atau pengacakan perlakuan mutlak diperlukan dalam uji klinik terkendali (randomized-
  • 7. Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 37 controlled trial-RCT) dengan tujuan utama menghindari bias. Dengan pengacakan sebelum uji klinik maka setiap subjek akan memperoleh kesempatan yang sama dalam mendapatkan perlakuan dan subjek - subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan terbagi sama rata dalam tiap kelompok perlakuan, dimana cirri-ciri subjek dalam satu kelompok praktis seimbang.(2,4) 5.Besar sampel Besar sampel, ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : derajat kepekaan uji klinik, keragaman hasil dan derajat kebermaknaan statistik. Jika diketahui bahwa perbedaan kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar, maka diperlukan jumlah sampel yang besar. Makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam kelompok yang sama, maka makin sedikit jumlah subjek yang diperlukan. Makin besar kebermaknaan statistic yang diharapkan dari uji klinik, maka makin besar pula jumlah subjek yang diperlukan.(2,4) 6.Penyamaran/pembutaan (blinding) Penyamaran adalah merahasiakan bentuk terapi yang diberikan. Dengan penyamaran, maka pasien dan/atau pemeriksa tidak mengetahui yang mana obat yang diuji dan yang mana pembandingnya. Biasanya bentuk obat yang diuji dan pembandingnya dibuat sama. Tujuan utama penyamaran ini adalah juga untuk menghindari bias pada penilaian respons terhadap obat yang diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara : single blind, jika identitas obat tidak diberitahukan pada pasien, Double blind, jika baik pasien maupun dokter pemeriksa tidak diberitahu obat yang diuji meupun pembandingnya. Triple blind, jika pasien, dokter pemeriksa maupun individu yang melakukan analasis tidak diberitahu identitas obat yang diuji dan pembandingnya. Kesehatan dan keselamatan pasien tetap dipantau sepenuhnya oleh penanggung jawab medik, sehingga sewaktu - waktu terajdi hal - hal yang tidak diharapkan (adverse effect) dapat segara dilakukan penanganan secara medik.(2,4) 7. Penilaian respon Penilaian respon pasien terhadap proses terapi yang diberikan harus bersifat objektif, akurat dan konsisten. Karena itu respon yang diukur harus didefinisikan secara jelas. Sebagai contoh jika yang diuji obat anti hipertensi, maka penurunan tekanan darah hendaknya diukur secara objektif dengan alat ukur yang sama, pemeriksa yang sama dan dengan metode serta kondisi yang sama.(2,4) 8.Analisis dan interpretasi data Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat tergantung pada metode statistik yang digunakan. Metode statistik yang akan digunakan harus sudah disiapkan saat pengembangan protokol penelitian. Sebagai contoh, bila kriteria untuk penilaian hasil diekspresikan dalam bentuk ya atau tidak maka salah satu uji stratistiknya adalah kai kuadrat (Chi-square).(4,5) 9.Protokol uji klinik Protokol uji klinik diperlukan sebagai : 1.Petunjuk pelaksanaan uji klinik (operation manual), yang mencakup penjelasan mengenai prosedur dan tatalaksana penelitian hingga cara penilaian hasil serta analisis data. 2.Rancangan ilmiah (scientific design), yang terutama mencakup latar belakang, tujuan khusus, kepentingan uji klinik hingga
  • 8. Rahmatini, EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK) 38 rancangan uji dasar ilmiah penggunaan rancangan yang bersangkutan.(4,5) 10. Etika uji klinik Setiap uji klinik perlu memegang prinsip-prinsip dasar etika penelitian yang secara garis besar menjamin bahwa segi kesehatan dan keselamatan pasien akan menjadi pertimbangan dan perhatian utama peneliti. Dengan kata lain, tujuan uji klinik lebih diutamakan bagi kepentingan pasien dari pada sekedar uji coba obat. Etika uji klinik antara lain mencakup, protokol uji klinik telah mendapat izin kelaikan etik (ethical clearance) dari komisi etik penelitian biomedik pada manusia, menjamin kebebasan pasien untuk ikut secara sukarela dan mengizinkan pasien bila mengundurkan diri dari uji klinik. Keikutsertaan pasien dalam uji klinik harus dinyatakan secara tertulis (written - informed consent). Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang diperoleh pasien.(4,5) KEPUSTAKAAN 1. Santoso,B.,Suryawati,S.,SalehD anu,S, Evaluasi Khasiat dan Keamanan Obat (Uji klinik), Dalam Farmakologi Klinik dan Farmakoterapi, Jogjakarta, UGM, 2006. h 183-9. 2. Zunilda SB Arini Setiawati F.D. Suyana, Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi dan Terapi, FKUI; 2003. h.1-23. 3. Iwan Darmansjah; Masalah etika dalam uji klinik obat di Indonesia, Seminar Etika Biomedis Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya, Jakarta, 2001. 4. Alan S Nies and Stephen P. Spielberg, Principle of Therapeutics. Dalam Goodman & Gilman‟s, The Pharmacological Basis of Therapetics, Edisi ke 9. The Mc-Graw-Hill ; 1996. h: 43-62. 5. Gary E. Stein, Regulated Drug Development ang Usage. Dalam Human Pharmacology, Molecular to Clinical, Edisi 3. Mosby-Year Book, Inc ; 1998, h : 903-08.