konsep Kota Kompak baru saja sekitar satu dekade ini mulai diwujudkan dalam pengembangan kota Indonesia. Transit Oriented Development merupakan salah satu elemen penting kota kompak yang berfungsi utama mengurangi bangkitan lalulintas atau lalu lintas menggunakan kendaraan pribadi tetapi jikalaupun terjadi perjalanan maka menggunakan moda transportasi publik. dengan demikian kemacetan dapat dikurangi. upaya menerapkan TOD ini tentu saja tidak mudah karena kita belum mempunyai pengalaman sehingga pembelajaran kota mancanegara menjadi salah satu cara mumpuni menghindari terjadinya kesalahan. Untuk itu, hasil telaahan ini memotret pembelajaran pengembangan TOD di mancanegara khususnya AS, Hong Kong, Singapura dan India.
Mewujudkan TOD di Indonesia Rangkuman Pembelajaran Kota Mancanegara
1. Mewujudkan Transit Oriented Development (TOD) di Indonesia
Rangkuman Pembelajaran Kota Mancanegara
Oswar Mungkasa
April 2023
2. ii
It doesn’t matter
whether the trasnsit or the development comes first.
The end outcome of a thriving,
sustainable TOD community is what matters
tidak masalah
apakah transit atau pembangunan yang didahulukan.
komunitas TOD yang berkelanjutan adalah yang terpenting
Fabiola Macintyre
3. iii
Sapa dari penulis
Terima kasih sudah mengunduh, menyimpan, membaca,
mendistribusikan bahkan turut menyampaikan langsung isi makalah
panjang ini. Semoga bermanfaat dan memberi pencerahan bagi kita semua
demi
almamater,bangsa dannegara
Sedikit tentang Penulis
Lahir lebih dari 59 tahun yang lalu di Makassar
berlatar belakang pendidikan
perencanaan kota dan wilayah (S1, ITB dan S2, GSPIA University of Pittsburgh USA) dan
ekonomi publik (S3, UI).
bekerja sepanjang hampir 40 tahun
dimulai sejak mahasiswa sebagai konsultan berbagai perusahaan konsultan perencanaan kota dan wilayah,
dilanjutkan sebentar sebagai peneliti pada pusat penelitian,
selanjutnya menjadi pegawai sampai kepala cabang pembantu bank swasta nasional,
akhirnya memilih menjadi PNS
dengan karir awal pada lembaga perencanaan pembangunan nasional dan
sempat menjabat sebagai Direktur Tata Ruang dan Pertanahan (Bappenas),
berpindah sebentar ke kementerian teknis
sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran (Kementerian Perumahan Rakyat),
dan sempat meniti karir pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Saat ini penulis menjadi fungsional perencana utama (PAU) Kementerian PPN/Bappenas.
Selain juga menjadi pengurus beberapa organisasi kemasyarakatan yaitu Housing and Urban Development Institute
(HUD Institute), Dana Mitra Lingkungan (DML), Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Jejaring AMPL),
Hands for Help
Portofolio penulis dapat dilihat pada
https://www.academia.edu/oswarmungkasa
https://www.researchgate.net/profile/Oswar-Mungkasa
email : oswar.mungkasa63@gmail.com
4. i
DAFTAR ISI
halaman
Daftar Isi ………………………………………………………………………………... i
Daftar Tabel ……………………………………………………………………………. ii
Daftar Gambar …………………………………………………………………………. ii
Daftar Singkatan ……………………………………………………………………….. iii
BAB I Latar Belakang ……..……………………………………………..……….... 1
BAB II Pembangunan Berorientasi Transit/Transit Oriented Development
(TOD). Konsep Dasar ………………………………………………………. 4
2.1 Latar Belakang dan Sejarah TOD ……………………………………… 4
2.2 Pemahaman Dasar ……………………………………………………... 5
2.3 Maksud Pengembangan TOD ………………………………………….. 5
2.4 Prinsip TOD ……………………………………………………………. 7
2.5 Strategi Implementasi ………………………………………………….. 10
BAB III
Daftar Rujukan …………………………………………………………………………… 20
Daftar Tabel
halaman
5. ii
Tabel 1 Kategori Jalan Berbayar ..…………………………….…………………..…. 7
Tabel 2 Dampak Penerapan ERP Singapura ………………………………………… 10
Daftar Gambar
halaman
Gambar 1 Manfaat Penyelenggaraan Jalan Berbayar (ERP) ……..……………….…… 6
6. iii
Daftar Singkatan
5 D dencity (kepadatan), divercity (keragaman), design (desain), destination
(tujuan), dan distance (jarak)
BRT Bus Rapid Transit
BUMD Badan Usaha Milik Negara
BUMN Badan Usaha Milik Daerah
ERP Electronic Road Price
HKIed The Hong Kong Institute of Education
ITDP Institute for Transportation and Development Policy
KCR Kowlon-Canton Railway
KDB Koefisien Dasar Bangunan
KLB Koefisien Lantai Bangunan
LRT Light Rail Transit
MRT Mass Rapid Transit
NFB Non Fare Box
PZ Peraturan Zoning
RDTR Rencana Detail Tata Ruang
RTH Ruang Terbuka Hijau
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
TOD Transit Oriented Development
7. 1
BAB I
Pendahuluan
Pertambahan penduduk perkotaan yang demikian cepat berdampak pada peningkatan
kebutuhan ruang kota yang tidak dapat terpenuhi oleh karena keterbatasan lahan, yang berakibat
pada meningkatnya harga tanah dan rumah sehingga tidak terjangkau oleh penduduk kota
khususnya golongan menengah ke bawah. Selain itu, tingkat kenyamanan kota juga memburuk
dengan terjadinya kemacetan, polusi, termasuk meningkatnya tingkat kejahatan. Kondisi ini
mendorong terjadinya perpindahan penduduk ke arah pinggiran kota, yang dikenal dengan sebutan
Urban Sprawl (perserakan kota). Perubahan ini biasanya berlangsung cepat dan tidak terencana
sehingga berdampak negatif pada proses perkembangan kota (Mungkasa, 2012).
Para ahli perkotaan dunia menyadari terjadinya fenomena perserakan kota dengan berbagai
dampak negatifnya, kemudian memperkenalkan model compact city (Kota Kompak) sebagai
upaya mengatasi munculnya fenomena perserakan kota tersebut. Istilah Compact City
diperkenalkan pada tahun 1973 oleh George Dantzig and Thomas L yang merupakan
matematikawan utopis.
Konsep Kota Kompak sendiri pada dasarnya merupakan upaya mengurangi terjadinya
pergerakan penduduk atau bangkitan lalu lintas (trip generation) sehingga kemacetan lalu lintas
dengan berbagai rangkaian dampaknya dapat dikurangi. Upaya ini dinyatakan dalam bentuk
pengembangan node (titik pertumbuhan) yang berupa suatu kawasan pertumbuhan berkepadatan
tinggi, guna lahan beragam (mixed used), dan diikat dengan titik transit transportasi publik
setidaknya dua moda angkutan. Kawasan ini yang kemudian dikenal sebagai Transit Oriented
Development (TOD) atau Pengembangan Berorientasi Transit.
Metropolitan Indonesia yang juga telah mengalami kemacetan parah mulai menerapkan
konsep TOD dimulai dengan kota Jakarta yang saat ini sedang dalam tahap awal pengembangan
TOD. Indonesia sendiri belum mempunyai pengalaman membangun TOD sehingga pembelajaran
negara lain menjadi salah satu acuan dalam pengembangan TOD.
Hasil telaahan berupa catatan penting pembelajaran yang dapat dikenali diantaranya,
berbeda dengan yang selama ini dipahami bahwa aspek teknis yang utama, ternyata bahwa tata
kelola kolaboratif menjadi suatu keniscayaan yang mengedepankan kolaborasi diantara pemangku
kepentingan baik pemerintah, swasta (pengembang dan/atau investor), dan masyarakat. Keputusan
8. 2
merupakan hasil konsensus pemangku kepentingan. Keberadaan forum pemangku kepentingan
menjadi bagian dari upaya mempermudah kolaborasi pemangku kepentingan.
Selain itu, rencana pengembangan TOD seyogyanya merupakan bagian dari rencana
pembangunan pemerintah agar memperoleh dukungan baik swasta maupun masyarakat.
Ketersediaan dana pembangunan sebaiknya tidak hanya berasal dari sumber pemerintah tetapi juga
merupakan gabungan pemerintah dan nonpemerintah, baik swasta maupun masyarakat, sehingga
pilihan pembiayaan alternatif menjadi penting.
Berangkat dari kenyataan banyaknya pembelajaran pengembangan TOD yang ternyata
berbeda, telaahan ini pada dasarnya bermaksud melengkapi hasil telaahan terdahulu terkait
pengembangan TOD agar semakin banyak pilihan kebijakan yang dapat diambil.
9. 3
BAB II
Pembangunan Berorientasi Transit/Transit Oriented Development (TOD)
Konsep Dasar
2.1 Latar Belakang dan Sejarah TOD
Pada dasarnya konsep Transit Oriented Development (TOD) tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan bagian dari konsep pembangunan kota yang diperkenalkan oleh para perencana kota
untuk mewujudkan sebuah kota yang sebagaimana seharusnya. TOD dipertimbangkan sebagai
salah satu bentuk pembangunan kota yang berkelanjutan dan telah dipraktekkan di banyak kota di
dunia dalam upaya mengurangi dominasi penggunaan kendaraan pribadi dan mempromosikan
pola permukiman yang mumpuni dalam mengusung pergerakan berbasis transit. TOD menjanjikan
adanya vitalitas dan pembangunan di sekitar titik-titik transit atau simpul transportasi dengan
menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki (pedestrian friendly), penggunaan lahan
bercampur, dan keterhubungan yang baik dengan titik transit.
Namun kemudian, para perencana kota mempunyai pandangan beragam terkait sejarah
terwujudnya konsep TOD. Sebagian berpendapat konsep TOD merupakan bagian dari konsep
Smart Growth City yang mengusung penggunaan lahan bercampur (mix used) dan kota kompak
(sistem kegiatan) di sekitar titik transit angkutan umum massal (sistem jaringan) untuk
mempengaruhi perilaku perjalanannya (sistem pergerakan).
Sementara sebagian berpendapat bahwa TOD berkembang dari konsep yang pada awal
kemunculannya merupakan reaksi atas fenomena urban sprawl (perembetan kota ke pinggiran) di
Amerika diikuti dengan tingginya ketergantungan penduduk terhadap penggunaan jalan raya dan
kendaraan pribadi (automobile) (Curtis, 2009). Untuk mengurangi ketergantungan tersebut,
pengembangan kota diarahkan pada titik-titik transit. Konsep ini meninjau titik-titik transit tidak
hanya berfungsi sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, namun titik-titik
transit tersebut dapat sekaligus berfungsi sebagai sebuah tempat berlangsungnya aktivitas
perkotaan (pusat permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, pendidikan, dan sebagainya).
Di lain pihak, mempertimbangkan kesamaan karakteristiknya, maka banyak para ahli yang
kemudian berpendapat bahwa TOD merupakan bagian dari konsep Kota Kompak (compact city).
10. 4
Pada awal perkembangannya, TOD diterapkan pada beberapa kota-kota di Amerika seperti
San Francisco dan Atlanta. Selanjutnya konsep ini diadopsi di Eropa, dan kemudian mulai
menginspirasi metode perencanaan kota di beberapa kota Asia (Korea Selatan, Taiwan, Hongkong,
Jepang, dan Singapura).
Setelah pertama kali dikenalkan dan dikembangkan di Amerika Serikat, TOD telah
menarik perhatian sebagai alat untuk mempromosikan konsep smart growth, meningkatkan daya
saing perekonomian, dan mampu mengantarkan perubahan pada permintaan pasar dan gaya hidup.
Memfokuskan pertumbuhan di sekitar stasiun transit dapat meningkatkan investasi publik yang
tinggi sehingga dapat memproduksi keuntungan yang baik untuk perekonomian setempat maupun
wilayah.
2.2 Pengertian Dasar
Secara umum, tidak tersedia definisi baku terkait Transit Oriented Development (TOD) atau
Pembangunan Berorientasi Transit, namun terdapat beberapa definisi yang dapat dijadikan rujukan
diantaranya
(i) Indonesian Urban Transport Insititute (2016) mendefinisikan TOD sebagai sebuah konsep
pengembangan/pembangunan suatu kawasan yang bersifat mix-use dan kompak (compact)
yang berada dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari titik layanan angkutan masal dan pusat
kawasan komersil (Arum, 2018)
(ii) Institute for Transportation and Development Policy (2017) menjelaskan TOD sebagai
lokasi perkotaan terpadu yang dirancang untuk menyatukan orang-kegiatan-bangunan-
ruang publik melalui kemudahan keterhubungan dengan berjalan kaki di antara mereka dan
berada dekat layanan transit yang terhubung dengan seluruh kota. Hal ini menunjukkan
tersedianya akses bagi semua pihak ke seluruh bagian kota dan menggunakan gabungan
beragam moda yang sehat dan efisien, dengan biaya terjangkau berikut ramah lingkungan
dan dengan tingkat kebertahanan tinggi terhadap gangguan. TOD inklusif merupakan
pijakan dasar bagi keberlanjutan jangka panjang, kesetaraan, kesejahteraan yang merata dan
kedamaian masyarakat dalam sebuah kota (Arum, 2018).
2.3 Maksud Pengembangan TOD
Pada dasarnya TOD bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor/
kendaraan pribadi dengan meningkatkan penggunaan transportasi umum (moda transit) dan moda
11. 5
tidak bermotor untuk menciptakan lingkungan yang layak huni. Selain itu, TOD juga bertujuan
untuk mengurangi kemacetan dan perembetan wilayah dan memberikan berbagai macam pilihan
perumahan di sekitar kawasan transit yang pada akhirnya dapat dicapai hasil berupa pembangunan
yang sukses, penggunaan moda transit yang meningkat, dan terciptanya lingkungan permukiman
yang layak huni. Lebih spesifik, selain meningkatkan penggunaan moda transit, TOD juga
bertujuan untuk mendorong pembangunan dengan penggunaan lahan bercampur, memacu
pertumbuhan kota yang kompak dan padat, menciptakan lingkungan yang lengkap, atraktif, dan
bergeliat, dan meningkatkan nilai properti.
2.4 Manfaat TOD
Konsep TOD memberikan magnet tersendiri kepada berbagai pihak karena pengembangan
kawasan TOD telah berhasil meningkatkan penggunaan ruang kota dengan ruang publik dan ruang
hijau yang sangat baik. Terbukti dengan data yang ditunjukkan oleh UN-Habitat City Prosperity
Index tahun 2015 bahwa Copenhagen dan Stockholm yang menerapkan konsep TOD dalam tata
kotanya menempati peringkat teratas Indeks Kota Sejahtera.
Manfaat langsung dari TOD adalah bertambahnya jumlah pengguna angkutan umum dan
meningkatnya pendapatan sektor transportasi. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan stasiun transit memiliki intensitas lima hingga
enam kali lebih sering berkendara via transit daripada masyarakat lainnya. Manfaat lainnya adalah
meningkatnya kualitas lingkungan, tersedianya rumah layak dan terjangkau, dan meningkatnya
pendapatan pemilik atau penyewa properti dan pemilik usaha dekat dengan titik transit.
Menurut Reconnecting Amerika (2009), TOD berdampak pada penghematan waktu dan
biaya. Berdasar biaya pengeluaran yang dapat lebih di tekan tanpa penggunaan kendaraan pribadi
dan kemudahan berbagai sistem pembelian tiket perjalanan menggunakan transportasi publik
sehari-hari. Sedangkan dari segi penghematan waktu, akses lebih mudah dan lebih pasti yang
mengurangi keterlambatan dan waktu menunggu yang berkurang.
Salat dan Olliver (2017) menjelaskan bahwa TOD memberikan keuntungan dalam
mengurangi emisi gas karbon dan meningkatkan ketangguhan terhadap bencana alam. Kedua hal
tersebut dapat terjadi karena rasio pengguna kendaraan bermotor akan lebih sedikit dibanding
pejalan kaki sehingga akses lebih mudah dan membentuk sebuah kebiasaan baik. Selain itu,
ketangguhan terhadap bencana alam akan meningkat karena pemilihan lokasi berada di tempat
12. 6
yang tingkat risiko bencananya rendah dan konektivitas yang mudah sehingga juga akan
memudahkan proses evakuasi dalam keadaan darurat (Arum, 2018).
2.5 Prinsip – Prinsip TOD
Prinsip-prinsip TOD terdiri dari berbagai aspek yang akan menjadi tolok ukur
pengembangan konsep TOD. Salah satu prinsip pengembangan TOD diperkenalkan oleh Institute
for Transportation and Development Policy (2017) sebagai berikut:
1. Walk/berjalan kaki merupakan ciri utama dari kawasan TOD sehingga keterhubungan
antarlokasi diniscayakan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Hal penting yang perlu
diperhatikan pada prinsip berjalan kaki ini antara lain jalur pejalan kaki yang aman dan
mudah di akses oleh semua masyarakat, ruang pejalan kaki merupakan ruang yang hidup dan
memiliki iklim mikro yang nyaman sehingga membuat seluruh masyarakat senang berjalan
kaki.
2. Cycle yang ditandai dengan pemberian prioritas bagi kendaraan tidak bermotor untuk
mewujudkan kawasan TOD yang bebas polusi, terjangkau, menyehatkan dan inklusif.
Ramah bagi pesepeda dapat diindikasikan dengan dua hal yaitu jalur sepeda yang aman dan
lengkap fasilitasnya serta keberadaan lokasi parkir sepeda yang aman terutama di titik transit
sehingga memudahkan pesepeda untuk menuju tempat tujuan.
3. Connect/keterhubungan yang memudahkan sirkulasi jalan sehingga akses bagi pengguna
kendaraan tidak bermotor untuk bergerak memiliki jarak yang pendek. Prinsip ini akan
berhasil bila rute berjalan kaki dan bersepeda adalah rute yang lebih pendek dibandingkan
menggunakan kendaraan bermotor.
4. Transit; transportasi publik yang sangat berkualitas diintegrasikan dengan berbagai ragam
pemanfaatan ruang di sekitar titik transit. Titik transit ini dapat ditempuh hanya dengan
berjalan kaki kurang lebih 500-1000 m (±20 menit) serta frekuensi ketersediaan bus lokal
menuju titik transit berjarak kurang dari 5 km.
5. Mix/bercampur berupa penggunaan lahan campuran dan saling melengkapi sehingga
kebutuhan dapat dipenuhi dengan cepat dan tepat. Prinsip ini fokus kepada kesempatan untuk
mendapatkan pelayanan dalam radius berjalan kaki serta ketersediaan ruang publik yang
aktif 24 jam.
6. Densify/densitas dalam kesatuan kawasan TOD perlu diperhatikan agar dapat terus
mengakomodasi berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di dalam kawasan
13. 7
yang luasannya tidak bertambah/terbatas. Densitas kawasan didukung dengan
pengembangan kualitas infrastruktur yang baik.
7. Compact/kompak yang menunjukkan bahwa di dalam kawasan TOD semua kebutuhan dapat
dengan mudah dipenuhi, berdekatan dan penataan ruang yang efisien. Kawasan di dalam
skala yang lebih luas yaitu di skala perkotaan juga terintegrasi dengan sistem angkutan
umum.
8. Shift/pergeseran dengan membentuk kawasan TOD melalui intervensi kebijakan parkir dan
penggunaan jalan yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi sehingga berdampak pada
pemilihan moda tranportasi masyarakat yang juga akan berdampak pada kapasitas jalan
(berkaitan dengan beban jalan) (Arum, 2018).
Salat dan Ollivier (2017) mengemukakan prinsip 3V Framework yang terdiri dari
1. Node Value, dengan melihat seberapa penting jejaring yang terbentuk pada stasiun sebagai
titik transit publik berdasar jumlah penumpang, volume lalulintas (traffic volume) serta
pergantian modanya.
2. Place Value, menyangkut pada kualitas tempat transit yang didukung berbagai fasilitas, jalan
yang saling terkoneksi dengan baik sehingga nyaman bagi pejalan kaki ataupun pengguna
sepeda, akses yang mudah dijangkau dan lebih hidup dengan guna lahan yang bercampur
(mixed-used).
3. Market Potential Value, merujuk pada potensi pasar yang selama ini tidak terlihat yang
berada di area stasiun yang dapat membuka lapangan kerja baru sehingga menciptakan pasar
yang lebih hidup (Arum, 2018).
Prinsip pengembangan TOD lainnya dikemukakan oleh Ewing dan Cervero dalam Huang
(2016), bahwa konsep TOD berhasil terbentuk ketika terwujud kawasan kompak yang
dikembangkan berdasar pada prinsip 5D yang terdiri dari:
1. High Density, untuk meningkatkan pengguna fasilitas transit.
2. High Diversity, dengan banyaknya fungsi bangunan yang beragam, maka aksesibilitas dan
pergerakan masyarakat akan meningkat.
3. Quality Design, memberikan kenyamanan dan keamanan pada berbagai aspek pengguna
ruang TOD.
4. Walkable Distance, meningkatkan kemauan untuk berjalan kaki di kawasan tersebut sehingga
penggunaan kendaraan pribadi dapat ditekan.
14. 8
5. Accessible Destination, meningkatkan aksesibilitas dari ataupun menuju kawasan TOD
dekat ataupun jauh (Arum, 2018).
Selain itu, Black dkk. (2016) menjelaskan pengembangan kawasan TOD berdasar prinsip 5A
yaitu:
1. Accessibility, memperbaiki akses bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda menuju titik transit.
2. Amenity, meningkatkan kualitas pusat permukiman (neighborhood Center), menghubungkan
berbagai pelayanan perkotaan dan mengembangkan ruang publik yang mengakomodasi
berbagai kondisi lingkungan.
3. Axis, memperbaiki koneksi untuk pergantian moda, memperkuat hubungan antara budaya
lokal, ruang terbuka dan pusat kegiatan serta membuka peluang parkir untuk mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi pada area T-Way.
4. Affordability, untuk meningkatkan tipe perumahan campuran (mix Housing), kemudahan
dalam sistem tata kelola lingkungan yang sehat dan dapat diakses oleh semua masyarakat.
5. Ancestry, untuk meningkatkan aktivitas terutama aktifitas ruang terbuka (outdoor Activities)
menggunakan pusat kegiatan, sebagai tanggapan dari karakter budaya komunitas setempat,
serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan pada kawasan tersebut (Arum, 2018).
Di lain pihak, beberapa kota dalam merencanakan kawasan transit mengacu pada aspek 3D
yaitu
1. kepadatan (density), yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan penggunaan lahan.
2. keberagaman (diversity), yaitu keberagaman penggunaan lahan. Selain itu, kawasan TOD
juga memiliki pilihan moda transportasi alternatif yang beragam seperti berjalan kaki,
bersepeda, moda transit, angkutan umum, dan kendaraan pribadi. Tidak hanya itu, kawasan
TOD juga memiliki demografi (mulai dari jenis pekerjaan, pendapatan, dan usia) dan
segmentasi yang beragam seperti pilihan harga perumahan yang beragam.
3. desain (design), yaitu desain kawasan yang mendukung kenyamanan pejalan kaki, pesepeda,
dan pengguna moda transit dalam melakukan pergerakan.
Sedangkan EMBARQ Mexico (2014) menekankan prinsip pengembangan TOD bagi
komunitas perkotaan yaitu:
1. Kualitas titik transit publik, kedekatan jarak untuk menuju titik transit, akses yang mudah,
begitu juga dengan titik transit yang viable disertai dengan berbagai infrastruktur pendukung.
15. 9
2. Pergerakan kendaraan tidak bermotor, ruang yang tidak terputus dan terhubung dengan baik
didukung dengan sarana prasarana yang baik.
4. Mixed-used dan efisiensi bangunan, didukung dengan fasilitas serta efisiensi ruang baik dari
segi blok bangunan maupun ruang jalan bagi pejalan kaki.
5. Neighborhood centers dan ruang yang aktif, mengangkat potensi ekonomi lokal,
menghidupkan pusat-pusat kegiatan di lingkungan neighborhood serta memperhitungkan
transisi antara ruang publik dan ruang privat.
6. Ruang publik dan sumber daya alam, area hijau yang strategis, pengelolaan energi, air dan
efisiensi pembuangan sampah, keterhubungan ruang publik yang menyangkut kehidupan
masyarakat.
7. Keterlibatan komunitas dan indentitas, menyangkut pada hubungan yang baik antara
masyarakat dan bagaimana identitas dari tempat tersebut dapat terkelola dengan baik.
2.6 Strategi Implementasi
TOD telah menjadi fokus dari perencanaan kota. Peran pihak non pemerintah dalam
pembangunan kota dan pendanaan TOD telah mengemuka. Namun terdapat banyak TOD yang
telah gagal dalam pelaksanaannya walaupun peluang pendanaan telah tersedia. Terdapat 4 (empat)
strategi yang dipercaya dapat memasilitasi pengembangan TOD, yang perlu terinternalisasi dalam
rencana kota dan transportasi. Untuk itu, peninjauan (review) terhadap rencana kota dan
transportasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa:
(i) kerangka perencanaan strategis yang menegaskan lokasi TOD disertai tingkat kepadatan dan
guna lahan campuran
(ii) kerangka perencanaan strategis yang menghubungkan pusat kegiatan dengan transit.
(iii) Perencanaan yang didukung perundang-undangan yang mengharuskan pengembangan pusat
kegiatan dengan kepadatan dan desain tertentu oleh institusi ditetapkan khusus.
(iv) Mekanisme pembiayaan kerjasama pemerintah-swasta yang memungkinkan pengembangan
atau revitalisasi TOD melalui keterhubungan transit dan pusat kegiatan yang dilayaninya.
16. 10
BAB III
Pembelajaran Mancanegara
3.1 Koridor Rosslyn-Ballston, Arlington, Virginia.
Salah satu pembelajaran keberhasilan penerapan TOD di Amerika adalah pengembangan
TOD di Koridor Rosslyn-Ballston, Arlington, Virginia. Berdasarkan hasil survei U.S Census
Journey-toWork, setelah 30 tahun beroperasi, pada tahun 2000 sebanyak 47,2% penduduk di
koridor tersebut menggunakan moda transit untuk bekerja. Sementara pada tahun 2002, berdasar
laporan Manajer Pengembangan Properti dan Perumahan di koridor tersebut, tercatat sekitar 40-
60% penyewa apartemen di koridor tersebut memilih berjalan kaki menuju stasiun (titik transit)
terdekat. Implementasi konsep TOD ini mampu menekan penggunaan kendaraan pribadi dan
meningkatkan penggunaan kendaraan umum. Selain itu, keberadaan TOD berdampak pada
meningkatnya nilai lahan akibat tingginya pembangunan properti perumahan, perkantoran,
perdagangan dan jasa yang terbukti berhasil menyelamatkan kawasan tersebut dari penurunan
perekonomian dan berkurangnya jumlah penduduk
Pengembangan TOD bersifat inklusif, yang memungkinkan berbagai pihak seperti
pemerintah daerah, pemerintah nasional, swasta selaku pengembang dan penanam modal,
organisasi masyarakat bahkan komunitas masyarakat, untuk berkolaborasi. Banyaknya pihak yang
terlibat tidak jarang menjadi penyebab terhambatnya pelaksanaan TOD. Namun dari pembelajaran
keberhasilan, salah satu kunci kesuksesan adalah konsistensi dalam melibatkan berbagai pihak
dalam pengembangan TOD dengan beragam cara seperti membentuk tim ad-hoc, dan forum
pemangku kepentingan.
3.2 Model Pengembangan Terpadu Properti-Rel Kereta MRTC Hongkong1
The Census and Statistics Department menegaskan bahwa sekitar 68 persen pekerja di
Hong Kong menggunakan baik MTR atau bus ke tempat kerja (Cho-Yam, 2010). Dibandingkan
moda lain, sistem kereta transit memberikan layanan lebih cepat, lebih nyaman bagi penumpang.
Namun yang terpenting adalah biayanya terjangkau oleh pekerja miskin (Cho-Yam, 2010).
Pertumbuhan kereta rel di Hong Kong sebagian disebabkan fakor politis dan kondisi geografis.
1
Disarikan dari Bukowski dkk (2013). A Comparative Study of Transit-Oriented Developments in Hong Kong
17. 11
Kawasan padat perkotaan bertumbuhan hingga mencapai kepadatan 265 orang per m2 (Cervero,
2009). Sekitar 40 persen dari luas Hong Kong berupa kawasan perdesaan yang tidak
diperkenankan untuk dikembangkan (Loo, 2007). Meskipun begitu, penduduk Hong Kong tetap
bertumbuh sehingga dibutuhkan sistem transportasi yang efisien. The Hong Kong Institute of
Education (HKIed) menyatakan bahwa kereta rel transit adalah moda transportasi berkelanjutan
bagi penduduk Hong Kong (HKIEd, 2010). Tetapi yang terpenting kereta rel merupakan moda
transportassi yang terjangkau bagi masyarakat pekerja kelas bawah (Cho-Yam, 2010). Berdasar
kondisi ini, TOD telah menunjukkan sebagai jawaban yang memungkinkan bagi sistem
transportasi pada komunitas yang baru.
Tingkat kepadatan yang tinggi menjadikan Hong Kong membutuhkan pengembangan
berkelanjutan yang bermanfaat bagi penduduknya. Kualitas hidup penduduk dipengaruhi oleh
jenis transportasi yang dipergunakan (Wadhwa, 2000). Penduduk Hong Kong telah berpindah ke
lokasi berdekatan dengan stasiun kereta yang dibangun MTR berdasar pertimbangan lebih mudah
menjangkau seluruh bagian kota. Pemerintah kemudian memperkenankan MTR membangun
perumahan di atas stasiun dengan harga yang terjangkau (Cho-Yam, 2010). Sebagai tambahan,
untuk menghindari dampak kemacetan pada kawasan padat perkotaan, lebih banyak jalur kereta
transit dibangun yang menghubungkan antarstasiun transit.
3.2.1 Sejarah MTR
MTR adalah salah satu perusahaan kereta terpenting di Hong Kong dan dunia. Perusahaan
ini bermula sebagai penyedia sistem transportasi publik yang dimiliki oleh Hong Kong Investment,
dan telah berkembang menjadi perusahaan swasta internasional yang mengendalikan hampir
semua infrastruktur rel Hong Kong. MTR menjadi perusahaan swasta sejak Juni 2000 ketika
pemerintah Hong Kong menjual 23 persen sahamnya ke perusahaan swasta. Pada 2 Desember
2007, MTR bergabung dengan Kowloon-Canton Railway (KCR) Corporation. KCR, yang juga
dimiliki pemerintah, awalnya menolak bergabung namun kemudian dipaksa oleh pemerintah.
Selanjutnya, nama MTR berubah menjadi Mass Transit Rail Corporation Limited, tetapi tetap
disebut MTR. Setelah penggabungan, MTR mengendalikan 168 km rel dengan 85 stasiun, dengan
jarak antarstasiun sekitar 2 km (Cervero, 2009). Keberadaan MTR mempunyai dampak nyata bagi
penduduk, terbukti dari jumlah pengguna sehingga perubahan kebijakan akan berdampak nyata
bagi kehidupan penduduk Hong Kong. Misalnya, perubahan harga karcis berdampak nyata bagi
18. 12
pekerja kelas bawah. Antara tahun 1984 sampai 2004, peningkatan harga karcis dibatasi hanya
maksimal 100 persen per 10 tahun (Tang, 2010).
3.2.2 Kaitan antara TOD dan Tingkat Penggunaan Kereta
Pada tahun 2006, Lund menyelenggarakan survei TOD di California. Hasilnya
menunjukkan bahwa penduduk yang dekat stasiun transit 40 kali lebih mungkin menggunakan
kereta dan secara umum penduduk bertempat tinggal di kawasan TOD lebih banyak menggunakan
kereta dibanding penduduk di luar kawasan TOD. Sebuah studi TOD di Hongkong menunjukkan
bahwa peningkatan penggunaan kereta transit berasal dari kawasan TOD dengan permukiman
padat berskala besar (Loo, 2010). Keberadaan permukiman menjadi penentu keberhasilan TOD
dari sisi keuangan.
Model Pengembangan Terpadu Properti-Rel Kereta (integrated rail-property development
model) merupakan sebuah pendekatan unik milik MRT Corporation dalam menangani keterkaitan
antara rel kereta dan pengembangan lahan. Ini bukan hanya keterpaduan pengembangan rel kereta
dan properti di atas stasiun, yang sebenarnya hanya sebagian outcome dari model.
Model Pengembangan Terpadu Properti-Rel Kereta mempunyai 4 (empat) prinsip yaitu:
a. Kebijakan. Kebijakan pemerintah yang mendukung dalam bentuk penyerahan lahan ke
MTRC dan komitmen pemerintah menjadikan kereta sebagai moda utama angkutan umum.
b. Proses. Prosedur perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian yang baik, serta proses
pembangunan yang efektif yang memadukan antara kereta dan properti sejak awal hingga
akhir tahapan pembangunan.
c. Project. Pembangunan kawasan berkualitas tinggi yang berkepadatan tinggi,
berkeragaman pemanfaatan ruang dan berdesain menarik dan terpadu dengan fasilitas
kereta di lokasi dan saat yang tepat.
d. Organisasi. Perusahaan pengelola yang berpengalaman dan efisien yang berkomitmen
menyediakan layanan kereta berkelas dunia dan membangun kawasan properti berkualitas
terbaik dalam rangka meningkatkan kualitas hidup seluruh kota.
Keterpaduan pembangunan kereta dan properti diharapkan menghasilkan manfaat sosial
dan ekonomi seperti:
(i) Kereta. Keberadaan stasiun kereta meningkatkan nilai lahan sekitar. Peningkatan nilai
lahan ini dapat dimanfaatkan melalui pengembangan properti dan lainnya, sehingga dapat
membiayai pengembangan kereta.
19. 13
(ii) Properti. Intensifikasi kepadatan pengembangan lahan sekitar stasiun akan meningkatkan
jumlah penumpang dan pendapatan perusahaan kereta.
(iii) Pemerintah. Penerimaan pajak meningkat dari meningkatnya nilai lahan dan properti,
berkembangnya usaha di kawasan tersebut, termasuk pendapatan lainnya jika lahan
dimiliki pemerintah. Selain itu, pemerintah dapat mengurangi subsidi bahkan
meniadakannya kepada perusahaan kereta.
(iv) Sosial dan ekonomi. Masyarakat secara umum mendapat manfaat dari meningkatnya
kepadatan pengembangan kota, pemanfaatan ruang lebih efisien, tersedianya ruang publik
lebih luas, berkurangnya fenomena ‘urban sprawl’, dibutuhkan lebih sedikit jalan
kendaraan bermotor sehingga mengurangi polusi udara dari kendaraan, dan meningkatnya
kualitas lingkungan ramah pejalan kaki. Keseluruhannya dapat meningkatkan kualitas
hidup penduduk melalui meningkatnya kesehatan, kenyamanan, keragaman gaya hidup,
dan lebih hemat waktu. Perekonomian akan mendapat manfaat dari meningkatnya efisiensi
transportasi dan kegiatan masyarakat.
3.3 MRT Stations, New Delhi
Penerapan pengembangan konsep TOD pada MRT station di New Delhi memiliki beberapa
point penting yang harus diperhatikan. Setidaknya pengembangan TOD harus memberikan
PRO-
YEK
KEBI-
JAKAN
PRO-
SES
ORGA-
NISASI
Model Pengembangan Terpadu Kereta dan
Properti MTRC: Elemen Dasar
20. 14
manfaat sebagai berikut (i) pilihan mobilitas bagi semua; (ii) kualitas hidup lebih baik bagi semua;
(iii) menyediakan rumah bagi semua; (iv) meningkatkan kemandirian; (v) angkutan umum yang
lebih murah; (vi) mengurangi degradasi lingkungan; (vii) menghemat uang masyarakat; (viii)
multi disiplin, pendekatan multi-institusi.
3.4 TOD Amerika Serikat2
3.4.1 Desa Transit New Jersey
Minat pemerintah federal AS terhadap TOD memperoleh momentum dengan NJ TRANSIT
meluncurkan buku pegangan TOD tahun 1994, Planning for Transit-Friendly Land Use (Rencana
Guna Lahan Ramah Transit), penuh dengan ilustrasi dan ide tentang bagaimana membuat
komunitas lebih menarik bagi bus, kereta api, pejalan kaki, dan pengendara sepeda. Diperkenalkan
oleh Gubernur Whitman pada tahun 1999, “Inisiatif Desa Transit” memanfaatkan rancang kota
dan rencana tapak ideal sesuai buku pegangan. Mendefinisikan desa transit sebagai kota yang
berkomitmen untuk membangun kembali kawasan di sekitar stasiun kereta (biasanya 1⁄4- hingga
radius 1⁄2 mil) menjadi kompak, ragam guna, dan dominasi perumahan.
Pembelajaran utama adalah (i) kerjasama pemerintah, baik pusat dan daerah, dengan
swasta dalam mengembangkan TOD menjadi suatu keniscayaan; (ii) keberhasilan TOD tidak selau
terjadi pada kota besar tetapi dapat juga berlangsung pada kota kecil.
3.4.2 Washington, D.C.: Model Nasional
Sistem Metro Washington adalah sistem transit cepat modern pertama dibangun sejak Perang
Dunia Kedua yang secara khusus menggabungkan tujuan membentuk pertumbuhan daerah di
samping memerangi kemacetan dan meningkatkan transit. Munculnya TOD sekitar puluhan
stasiun Metrorail ini banyak dipuji sebagai sukses oleh pendukungnya dan pengamat dari seluruh
dunia.
Pembelajaran utama adalah (i) pelaksanaan pembangunan tidak dapat terburu-buru atau
dipercepat; (ii) Warga menjadi pendukung yang andal, pejabat terpilih bekerja, dan pengembang
bekerja sungguh-sungguh untuk melaksanakan kebijakan merupakan dukungan nyata bagi
pemerintah; (iii) Keterlibatan publik yang lebih besar dan konsesi diperlukan untuk membuat
proyek tersebut bekerja, dengan atau tanpa transit.
2
Disarikan dari Transit Cooperative Research Program (TCRP) (2004). Transit-Oriented Development United
States: Experience, Challenges and Prospects. Transportation Reseacrh Board of The National Academy.
21. 15
3.4.3 TOD and Joint Development di Sunbelt: Miami-Dade County
Peluang paling menjanjikan di Florida untuk TOD ditemukan di Miami-Dade County, yang
kepadatannya relatif tinggi telah menyediakan angkutan umum pilihan transportasi yang layak.
Miami-Dade County juga tuan rumah bagi salah satu pemerintah lokal paling aktif di Florida
sehubungan dengan baik perencanaan transportasi maupun pembangunan bersama (joint
development).
Pembelajaran utama adalah perencana dan pengembang bersepakat bahwa perencanaan
terpusat tidak menghilangkan kebutuhan untuk bekerja sama dengan yurisdiksi lokal
untukmemastikan bahwa keputusan penggunaan lahan dan pedoman desain konsisten dengan
kebutuhan masyarakat. Untuk menjadi sukses, TOD pada akhirnya harus responsive realitas pasar
yang luas dan kebutuhan komunitas lokal.
3.4.4 Chicago’s Transit Villages: Back to the Future for Historic Commuter-Rail Towns
Pengalaman Metro Chicago menunjukkan potensi penggunaan kereta api komuter,
dirancang dengan cara yang sensitif, dikombinasikan dengan dukungan kebijakan dan investasi
publik yang ditargetkan untuk memanfaatkan revitalisasi dan peremajaan pinggiran kota yang
lebih tua.
Faktor keberhasilan upaya tersebut adalah sebagai berikut (i) rancangan sistim transit yang
memadai; (ii) berpandangan jauh ke depan. Kesuksesan tidak selalu datang dengan cepat. Di setiap
masyarakat, strategi pembangunan kembali TOD adalah bagian dari rencana induk yang telah
ditetapkan selama 15 sampai 20 tahun. Kesabaran dan kemauan untuk membuat pengorbanan
jangka pendek untuk keuntungan jangka panjang; (iii) Kesinambungan dan Kepemimpinan. Unsur
penting dalam setiap masyarakat adalah ketekunan yang berkelanjutan dan kepemimpinan yang
dikelola pegawai professional dan pejabat terpilih; (iv) Perangkat tersedia. Instrumental dalam
memanfaatkan TOD adalah rancangan yang baik, dapat berjalan, pembangunan kompak di pusat
kota membutuhkan investasi publik—perakitan situs, perbaikan infrastruktur publik, dan
rehabilitasi bangunan yang lebih tua; (v) Mengelola Parkir. Kereta Komuter TOD Metro Chicago
membutuhkan akses kendaraan yang baik agar layak. Jika memungkinkan, parkir bersama
diperkenalkan untuk menghemat konstruksi dan konservasi lahan.
22. 16
3.5 Bus Rapid Transit (BRT) dan Transit Oriented Development (TOD)3
Pembangunan Berorientasi Transit (TOD) telah menjadi demikian populer sehingga hampir
setiap kota besar ingin menerapkan konsep ini. Walaupun kemudian tidak semua kota mempunyai
MRT atau LRT tetapi hanya Bus Rapid Transit (BRT). Namun hal ini tidak menghalangi upaya
mengembangkan TOD berbasis BRT. Kelebihan BRT adalah fleksibel dan hemat biaya
Berikut ini beberapa pengalaman penerapan TOD berbasis BRT di negara Amerika Utara
dan Australia yang dapat bermanfaat bagi pengambil keputusan, lembaga pemerintah, dan
komunitas pembangunan.
Pembelajaran diperoleh dari 4 (empat) kota yaitu (i) Brisbane, Australia; (ii) Cleveland,
Ohio; (iii) Boston, Massachusetts; dan (v) Ottawa, Ontario. Dilengkapi dengan penelitian tertulis
dan wawancara perorangan dengan pengembang setempat dan institusi pemerintah.
3.5.1 Brisbane (Australia)
Brisbane sedang mengembangkan jaringan busway yang sepenuhnya terpisah yang telah
membantu membalikkan keadaan penurunan wilayah dalam penggunaan angkutan umum. BRT
dicirikan oleh jalannya yang substansial dan infrastruktur stasiun yang dilayani oleh rute bus
konvensional dan koridor operasi utama.
TOD di sekitar jaringan BRT Brisbane dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama,
busway melayani area eksisting yang memiliki banyak karakteristik TOD, namun kurang tersedia
jalur khusus transit. Kedua, busway berfungsi sebagai katalis untuk lapangan baru di dekat stasiun.
Terakhir, busway mengkatalisasi pengisian perkotaan (urban infill), termasuk pengembangan
ruang udara/atas.
Sebagian besar kegiatan TOD ini digerakkan oleh pasar, dengan sedikit dorongan dari
pemerintah. Namun baru-baru ini, pemerintah mulai aktif mempromosikan TOD di kawasan
stasiun busway.
3.5.2 Cleveland (Ohio, AS)
3
Disarikan dari Breakthrough Technologies Institute (2008). Bus Rapid Transit and Transit Oriented Development:
Case Studies on Transit Oriented Development Around Bus Rapid Transit Systems in North America and Australia
23. 17
Cleveland menggunakan satu jalur BRT untuk membantu merevitalisasi koridor pusat kota
yang rusak. Proyek Transportasi Koridor Euclid (ECTP) terdiri dari jalur BRT sepanjang 9,4 mil
di sepanjang Euclid Avenue, jalan raya utama pusat kota, dan renovasi jalanan yang lengkap. Kota
Pejabat pemerintah, perusahaan transit dan kelompok pengembangan masyarakat lokal
mempromosikan ECTP sebagai cara untuk merevitalisasi koridor ini. Karena Cleveland adalah
pasar real estat yang lemah, sejumlah besar insentif pembiayaan tersedia untuk pengembang.
Meski BRT belum selesai, koridor tersebut telah mengalami investasi yang signifikan kira-
kira selama dekade terakhir. Meskipun ini tidak semua karena proyek BRT, BRT mendukung
intensifikasi dengan menyediakan koneksi yang sangat dibutuhkan antara daerah yang berbeda di
sepanjang koridor. Renovasi jalan juga membantu menciptakan lingkungan yang lebih menarik
dan mendukung upaya pemerintah untuk mengubah Euclid menjadi kota yang hidup, ramah
pejalan kaki, dan masyarakat kota ramah transit.
3.5.3 Boston (Massachusetts, AS)
Boston memiliki sejarah panjang dalam pengembangan berorientasi transit. Investasi
angkutan cepat terbaru, Silver Line BRT, untuk mendukung revitalisasi inisiatif publik-swasta di
dua lingkungan. Dalam kedua kasus tersebut, BRT dianggap perlu prasyarat untuk keberhasilan
pembangunan kembali koridor.
Koridor Washington Street adalah jalan bersejarah pusat kota di lingkungan South End
Boston. Silver Line Washington Corridor BRT adalah fitur kunci dari inisiatif publik dan pribadi
untuk menghidupkan kembali karakter koridor yang semarak dan serba guna. Sejak BRT Jalur
Perak diperkenalkan, telah ada lebih dari $571 juta investasi di sepanjang koridor ini, dan pajak
dasar tumbuh sebesar 247%, dibandingkan dengan rata-rata kota sebesar 146%.
Distrik Pelabuhan Boston saat ini menjadi fokus investasi publik dan swasta yang
signifikan mengembangkan penggunaan lahan komersial, ritel, dan perumahan dengan kepadatan
tinggi. BRT Silver Line Waterfront adalah jalur transit cepat pertama di area ini dan menyediakan
layanan yang diperlukan untuk mendukung proyek kepadatan tinggi yang baru dan mengubah
distrik menjadi perkotaan yang berorientasi pada pejalan kaki dan transit. Selain itu, sebagian besar
lahan pelabuhan yang tersedia dimiliki oleh otoritas pelabuhan negara, yang telah
mengembangkan Rencana Induk yang menekankan orientasi transit dan pejalan kaki. Otoritas,
bersama dengan perusahaan transit lokal, bekerja sama dengan pengembang untuk memastikan
properti terpadu dengan Silver Line
24. 18
Beberapa pembelajaran penting, yaitu (i) perencanaan penting tetapi tidak akan berarti
tanpa adanya pasar yang kuat; (ii) kepemimpinan pemerintah harus kuat untuk mempromosikan
TOD, bahkan ketika pasar kuat; (iii) bagian penting dari kepemimpinan adalah membantu
menjadikan keuangan proyek berjalan baik. Diantaranya melibatkan pembuatan zonasi; perbaikan
infrastruktur teruatama transit publik dan transparansi dalam bentuk rencana, pedoman, dan
penggunaan yang diizinkan dan kepadatan. Juga, bujukan diperlukan untuk menunjukkan kepada
pengembang bahwa bangunan tua atau etalase di dekat pemberhentian transit adalah potensi besar;
(iv) transportasi telah terbukti untuk menjadi penggerak dalam bentuk peremajaan kota lebih
berkelanjutan; (v) sebuah kota harus meminta dukungan luas sebelum mengembangkan TOD masa
depan.
3.5.4 Ottawa (Ontario, Kanada)
Mulai tahun 1980-an, Ottawa mulai membangun jaringan busway eksklusif luas yang
merupakan moda transit utama kawasan ini. Meskipun Ottawa telah mengalami perluasan
pinggiran kota, pemerintah telah berhasil menggunakan busway untuk memusatkan pertumbuhan
di sekitar area yang dilayani oleh transit cepat. Secara khusus, Ottawa menerapkan kebijakan
penggunaan lahan itu menyebabkan beberapa pusat ritel besar terpadu dengan Transitway.
Ottawa saat ini menekankan TOD perumahan dengan kepadatan tinggi dan penggunaan
campuran di sekitar busway. Secara khusus, kota telah menetapkan “pusat penggunaan campuran”
tertentu dengan akses transit sebagai target intensifikasi penggunaan lahan. Pusat serba guna ini
menarik investasi TOD baru yang besar, dan jarak yang dekat dengan jaringan busway digunakan
sebagai nilai jual bagi calon penyewa, khususnya untuk properti hunian.
3.6 Catatan Pembelajaran
3.6.1 Transit Oriented Development Berbasis Bus Rapid Transit (BRT)
Secara umum, pembelajaran upaya pengembangan TOD berbasis BRT menunjukkan
bahwa
a. Kerja sama di antara pemangku kepentingan utama, termasuk lembaga publik, organisasi
pembangunan nirlaba, pemilik properti, dan pengembang swasta, sangat penting untuk
kesuksesan
b. jenis dan tingkat investasi yang terjadi di dekat stasiun BRT terlihat sebanding dengan
pengalaman dengan TOD dekat transit kereta api. Selain itui, badan perencanaan umumnya
25. 19
tidak membedakan antara BRT dan kereta api dalam hal kemampuannya untuk menarik
TOD
c. pemerintah dan pengembang swasta pada umumnya sangat antusias tentang potensi BRT
untuk menarik TOD, dengan banyak pengembang melaporkan bahwa BRT berdampak
positif pada nilai propertinya
d. bagi pengembang, kelanggengan BRT merupakan faktor penting. Namun, hal ini dapat
teratasi jika terdapat komitmen yang jelas dari badan publik jangka panjang
e. kekerapan, kecepatan, dan kenyamanan layanan penting bagi banyak pengembang dan
pemilik properti. Fitur-fitur ini membedakan BRT dari layanan bus konvensional, yang
umumnya tidak dianggap menarik untuk TOD
f. tampaknya tidak perlu memberikan insentif keuangan untuk TOD terkait BRT.
Pengembang tampak jauh lebih tertarik pada proses perizinan atau rezoning yang
dipercepat, karena waktu merupakan faktor penting dalam membuat proyek pembangunan
layak secara keuangan
g. Di sepanjang koridor, perbaikan pemandangan jalan yang menyertai BRT mungkin tidak
kalah pentingnya dengan layanan transit untuk menarik investasi baru.
3.6.2 Tematik
A. Faktor Kelembagaan dan Politik
Kepemimpinan politik sangat penting untuk penerapan TOD. Memiliki kampiun yang
seorang politikus akan sangat bermanfaat untuk mengatur sumberdaya, membangun koalisi, dan
menyelesaikan perselisihan. Meskipun tidak perlu ada satu orang yang mengawal sepanjang waktu
namun seseorang di posisi berkuasa perlu dirangkul agar TOD menjadi platform politiknya, dan
menginvestasikan waktu dan energinya berjuang untuk itu.
Kepemimpinan, bagaimanapun, tidak perlu selalu tergantung pada pemerintah. Dalam
kasus Stasiun Mockingbird, Dallas, pengembang menyediakan banyak inspirasi dan motivasi agar
proyek sukses, dan kemudian banyak dijadikan acuan
Inklusivitas dan masukan publik yang berkelanjutan dalam perencanaan, desain, dan
implementasi TOD sangat penting untuk kesuksesan. Penjangkauan tidak hanya membantu
menangkis kemungkinan serangan balik, tetapi itu juga memberi mereka yang hidup dan bekerja
di lingkungan TOD peluang memastikan yang dibangun selaras dengan tujuan lingkungan,
memiliki "rasa" skala manusia, dan berkualitas tinggi. Selain itu, konsistensi dalam melibatkan
26. 20
berbagai pihak dalam pengembangan TOD dengan beragam cara seperti membentuk tim ad-hoc,
dan forum pemangku kepentingan.
Tentu saja, tekanan pasar mungkin mendorong pengembang untuk tidak membangun
sesuai harapan penduduk. Suasana pertemuan, maupun lokakarya, menawarkan peluang
menyelesaikan perbedaan dan menemukan kompromi yang dapat diterima.
Koordinasi kelembagaan dibutuhkan karena setiap lembaga mengelola aspek yang
berbeda. Pemerintah Metropolitan Baltimore, Philadelphia, San Francisco-Oakland, dan Denver
telah membentuk kelompok kerja dan komite untuk mempercepat proses pengambilan keputusan.
Metropolitan Miami melakukan konsolidasi proses pengambilan keputusan yang bahkan
memperpendek tahapan.
Lingkungan regulasi yang lebih longgar sering diperlukan jika lembaga transit, pemerintah
daerah, dan badan perencanaan daerah secara proaktif mengimplementasikan TOD.
B. Strategi Perencanaan dan Guna Lahan
TOD yang sukses dimulai dengan berbagi visi yang memandu perencanaan dan
implementasi untuk tahun-tahun mendatang.
Mulai perencanaan TOD lebih awal. TOD sering merupakan produk kumulatif dari banyak
hasil keputusan individu, beberapa di antaranya sedikit lambat dan siap hanya beberapa saat
sebelum kegiatan dimulai. Dibutuhkan kesiapan lebih awal untuk memungkinkan rencana
disiapkan, kemitraan untuk dibangun, pendanaan untuk diamankan, dan perbaikan yang akan
dilaksanakan.
Keberhasilan TOD dapat bergantung pada insentif yang diberikan atau memberikan lebih
banyak kebebasan dalam mendesain proyek; memungkinkan ragam guna (mix-used);
meningkatkan kepadatan; menawarkan kepastian, kejelasan, dan jaminan bahwa sektor publik
akan menindaklanjuti komitmen perencanaan
TOD mengundang kebijakan baru yang berani mendorong batas konvensional dan
mengakui ceruk pasar yang unik yang dilayani. Inisiatif bisa berupa pemisahan fasilitas parkir dari
paket pembelian/sewa rumah karena pada lokasi TOD berjalan kaki lebih mudah.
C. Kemitraan dan Keuangan
TOD mendapat manfaat dari kenaikan nilai lahan yang kemudian diinvestasikan kembali
dalam bentuk infrastruktur dan fasilitas lainnya pada lokasi TOD.
Pembiayaan kreatif sangat penting untuk menyebarkan risiko,
27. 21
3.6.3 Studi Kasus
Berdasar pembelajaran pada beberapa kota Amerika Serikat dapat disimpulkan beberapa
hal, yaitu
A. Kelembagaan dan Politik
Secara umum faktor kepemimpinan menjadi terpenting disusul oleh inklusif dan kebebasan
masyarakat memberi masukan, koordinasi kelembagaan dan perampingan proses, serta
lingkungan regulasi yang lebih longgar.
B. Strategi Perencanaan dan Guna Lahan
Faktor yang sangat dominan adalah TOD sebagai lokasi penggerak (place-making), disusul
yang cukup dominan adalah kelenturan zoning dan progresif, perencanaan kawasan
stasiun, kemudian lainnya relatif kurang adalah berbagi visi, memulai lebih awal, kebijakan
yang ramah pasar.
C. Manfaat dan Dampak
Faktor kondisi ekonomi yang disukai menjadi paling dominan diikuti zoning ramah pasar
dan perluasan jejaring
D. Kemitraan dan fiskal
Faktor pinjaman digerakkan pasar sangat dominan, sementara faktor pembiayaan kreatif
dan memperoleh kenaikan nilai biasa saja
E. Pertimbangan dan Tantangan Desain
Konversi lahan parkir sangat dominan, sementara keperluan pejalan kaki, ragam guna dan
desain sistim transit kurang dominan.
Tabel Rangkuman Pembelajaran Studi Kasus TOD Kota Amerika
Studi Kasus
Faktor
Boston
New
Jersey
Washington
D.C.
Miami
Chicago
Dallas
Denver
Portland
San
Fransisco
Southern
California
Faktor Kelembagaan dan Politik
Kepemimpinan
Inklusif dan Masukan Publik
28. 22
Studi Kasus
Faktor
Boston
New
Jersey
Washington
D.C.
Miami
Chicago
Dallas
Denver
Portland
San
Fransisco
Southern
California
Perampingan dan Koordinasi
Lembaga
Aturan yang memungkinkan dan
permisif
Strategi Perencanaan dan Guna Lahan
TOD sebagai place-making
Zoning fleksibel, progresif
Perencanaan Kawasan Stasiun
Kebijakan ramah pasar
Berbagi Visi
Mulai lebih awal
Manfaat dan Dampak
Keadaan ekonomi yang diinginkan
Zoning tanggap pasar dan pilih
sendiri
Perluasan jejaring dan perencanaan
proaktif
Pertimbangan Fiskal dan Kemitraan
Pinjaman ramah pasar
Pembiayaan kreatif
Menangkap nilai
Pertimbangan dan Tantangan Desain
Konversi lahan parkir
Kebutuhan pejalan kaki
Ragam guna
Desain sistim transit
Sumber: TCRP, 2013
Keterangan: menunjukkan faktor keberhasilan tersebut berlaku pada stasiun dimaksud
29. 23
BAB IV
Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1 Kesimpulan
TOD telah menjadi jalan keluar global bagi permasalahan transportasi perkotaan terutama
terkait kemampuannya mengurangi bangkitan lalu lintas (trip generation). Sebagai bagian dari
konsep kota Kompak yang mengedepankan penggunaan ruang campuran (mixed-used). TOD juga
dipandang berhasil mengurangi gejala perserakan kota (urban sprawl). Selain itu, konsep TOD
yang juga berfokus pada penggunaan kendaraan nonmotor baik bersepeda atau bahkan berjalan
kaki, sehingga sekaligus menjadi bagian dari upaya mewujudkan kota sehat, bahkan kota rendah
karbon. Keberadaan TOD juga membantu masyarakat berpendapatan rendah mengurangi
pengeluaran transportasi.
Selain itu, keberadaan TOD dapat meningkatkan nilai tanah pada kawasan tersebut
terutama karena pemberian insentif peningkatan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)4
dan
pembangunan fasilitas pendukung. Sekaligus juga menjadi peluang peningkatan pendapatan
pemerintah daerah melalui skema Land Value Capture5
, yang diantaranya dapat dimanfaatkan
untuk menyediakan hunian yang terjangkau bagi penduduk berpendapatan rendah pada kawasan
tersebut sehingga fenomena gentrifikasi6
dapat terhindarkan. Dengan demikian, keberagaman dan
kesetaraan bahkan keadilan ruang tetap terjaga sehingga ‘Kota untuk Semua’ tetap terpenuhi.
Hasil studi kasus TOD di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa terdapat 5 (lima) faktor
kunci yang berpengaruh terhadap keberhasilan TOD, yaitu (i) kelembagaan dan politik; (ii) strategi
perencanaan dan guna lahan; (iii) manfaat dan dampak; (iv) kemitraan dan keuangan; (iv)
pertimbangan dan tantangan desain.
Faktor tersebut mencakup beberapa sub faktor, yang berdasar hasil studi, menunjukkan
bahwa beberapa sub faktor tersebut terlihat dominan, yaitu
4
Koefisien Lantai Bangunan, yang oleh masyarakat awam sering disebut KLB, secara sederhana adalah koefisien
penentu tinggi bangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jadi, KLB merupakan pedoman yang membatasi jumlah
lantai yang boleh dibangun pada suatu bangunan (Jakarta Property Institute)
5
LVC dapat didefinisikan sebagai kebijakan pemanfaatan peningkatan nilai tanah yang dihasilkan dari investasi,
aktivitas, dan kebijakan Pemerintah di suatu Kawasan (Kemenko Perekonomian dan ADB, 2021).
6
Gentrifikasi dimaknai sebagai terjadinya pergeseran permukiman dari suatu kawasan dihuni sebagian besar oleh
masyarakat berpendapatan rendah (MBR) menjadi kawasan kelas atas. Pergeseran ini memindahkan MBR baik
secara paksa maupun sukarela ke Kawasan yang lebuh baik tetapi bisa juga lebih buruk (penulis).
30. 24
TOD sebagai place-making. Faktor ini muncul pada seluruh TOD.
Kepemimpinan termasuk pemimpin politik yang kolaboratif, terbuka dan sekaligus
merupakan kampiun.
Ketersediaan zoning fleksibel dan progresif
Kualitas perencanaan kawasan stasiun
Terwujudnya kondisi ekonomi yang diharapkan
Ketersediaan sumber pembiayaan ramah pasar/digerakkan oleh pasar (market-driven).
Desain yang memerhatikan kebutuhan penumpang (lahan parkir dan lainnya) termasuk
pejalan kaki.
Melengkapi hasil studi di atas, ditemui juga beberapa faktor keberhasilan lain yang dominan
(beberapa faktor ini muncul pada studi kasus tetapi tidak dominan), seperti
TOD merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka panjang sehingga rencana TOD
seyogyanya telah terinternalisasi dalam dokumen rencana pembangunan jangka
panjang/menengah. Inklusif, terbuka ruang berkolaborasi bagi pemangku kepentingan
seperti pemerintah daerah, pemerintah nasional, swasta selaku pengembang dan penanam
modal, organisasi masyarakat bahkan komunitas masyarakat. Keterlibatan pemangku
kepentingan tidak hanya bersifat tokenism7
tetapi keterlibatan yang hakiki mulai dari proses
persiapan sampai pemantauan dan evaluasi.
Dukungan penuh pemerintah dapat berupa kebijakan keberpihakan pada penyediaan
transportasi publik, penyediaan dan penyesuaian regulasi, langkah terobosan khususnya
proses perizinan, penyediaan insentif dan lainnya.
Rencana TOD perlu mendapat dukungan pasar. Sehingga kemitraan erat pemerintah (pusat
dan daerah) dengan swasta sebagai pengembang dan investor suatu keniscayaan.
TOD harus dapat memenuhi kewajiban pemerintah, keinginan pasar, dan kebutuhan
masyarakat.
TOD tidak hanya untuk metropolitan atau kota besar saja.
4.2 Rekomendasi
Memperhatikan hasil pembelajaran terhadap pelaksanaan TOD mancanegara, beberapa
rekomendasi terkait peluang penerapan konsep TOD di Indonesia:
7
Tokenism dimaknai sebagai keterlibatan ‘basa basi’, ketika pemangku kepentingan dihadirkan hanya untuk
memenuhi persyaratan kewajiban melibatkan pihak non pemerintah.
31. 25
a. Pengembangan TOD berdampak besar dan dalam jangka waktu lama sehingga rencana
pembangunan TOD seyogyanya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota
(RTRWP/K/Kab), bahkan Rencana Detail Tata Ruang. Termasuk tentunya dalam Rencana
Strategi Organisasi Pemerintah Daerah (Renstra OPD). Hal ini juga sekaligus
meningkatkan kepercayaan pihak non pemerintah.
b. Pengembangan TOD sangat menekankan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan,
pengambilan keputusan ‘bawah-atas’, digabungkan dengan pendekatan ‘atas-bawah’
menjadi pilihan. Tata kelola kolaboratif menjadi acuan proses pengambilan keputusan.
Untuk itu, perlu dibentuk Forum Pemangku Kepentingan yang menjadi wadah bagi
pemangku kepentingan untuk bertukar informasi, dan pintu masuk keterlibatan poihak
nonpemerintah dalam proses pengambilan keputusan.
c. Jika dipandang perlu, rencana pembangunan TOD yang telah tercantum dalam rencana
pembangunan pemerintah dapat didiskusikan secara kolaboratif diantara pemangku
kepentingan melalui wadah Forum Pemangku Kepentingan. Keputusan strategis yang
merupakan konsensus bersama dituangkan dalam Desain Besar TOD yang mencakup visi,
kebiajakan dan strategi, target, peta jalan, rencana aksi, pemantauan dan evaluasi. Desain
Besar ini dapa menjadi acuan pemangku kepentingan yang lebih mudah dipahami.
d. Pembiayaan TOD tidak dapat terpenuhi sepenuhnya dari sumber keuangan pemerintah.
Untuk itu, perlu dibuka peluang seluas-luas untuk berbagai pilihan pembiayaan bahkan
dapat saja bersumber dari zakat tunai atau wakaf termasuk kontribusi masyarakat sendiri.
e. TOD menjadi jalan keluar masa depan sistim transportasi perkotaan, sehingga dibutuhkan
upaya advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah daerah yang berpeluang dalam jangka
menengah mengembangkan TOD. Langkah ini sebagai persiapan karena pembangunan
TOD membutuhkan waktu yang lama, keterlibatan berbagai pihak, serta dukungan politik.
f. Sebagai bagian dari upaya percepatan pembangunan TOD, manajemen pengetahuan8
perlu
diterapkan dalam proses pembangunan TOD khususnya saat ini yang sedang berlangsung
di Jakarta.
8
Manajemen pengetahuan dimaknai sebagai upaya mendokumentasikan pengetahuan melalui langkah pengumpulan,
analisis, dan pendistribusian. Dengan demikian, informasi pembelajaran TOD mudah didapatkan.
32. 26
Daftar Rujukan
Arum, Dwi Yunia (2018). Penataan Kawasan Kumuh di Sekitar Stasiun Kereta Manggarai
dengan Mengintegrasikan Konsep Transit Oriented Development (TOD). Tugas Akhir.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Bertolini, Luca; Curtis, Carey; Renne, John L. (2009). Introduction dalam Curtis, Carey; Renne,
John L.; Bertolini, Luca ed. Transit Oriented Development. Making It Happen. England:
Ashgate e-book
Breakthrough Technologies Institute (2008). Bus Rapid Transit and Transit Oriented
Development: Case Studies on Transit Oriented Development Around Bus Rapid Transit
Systems in North America and Australia
Bukowski, B. dkk. (2013). A Comparative Study of Transit-Oriented Developments in Hong Kong.
Hong Kong : Institute of Education Hong Kong.
Cervero, Robert dkk. (2004). Transit-Oriented Development in The United States: Experiences,
Challanges, and Prospects. TCRP Report 102. Washington: Transportation Research
Board.
Cervero, Robert (2009). Public Transport and Sustainable Urbanism: Global Lessons dalam
Curtis, Carey; Renne, John L.; Bertolini, Luca ed. Transit Oriented Development. Making
It Happen. England: Ashgate e-book
Cervero, R., dan Murakami, J. (2009). Rail and Property Development in Hong Kong: Experiences
and Extensions. Urban Studies, 46(10), 2019-2043.
Cho-Yam, J. L. (2010). Public transport and job-seeking range of the poor in older urban districts
in Hong Kong. Habitat International, 34(4), 406-413.
Curtis, C., Renne, J.L., dkk. (2009). Transit-oriented development: Making it Happen. Burlington:
Ashgate.
Direktorat Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (2018). Kebijakan Pengembangan Kawasan Transit
Oriented Development. Bahan Tayangan: Diskusi Panel Tantangan Implementasi
Kebijakan dan Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development. Universitas
Tarumanegara.
Dittmar, H., dan G. Ohland (2004). The New Transit Town Best Practice in Transit- Oriented
Development. Wasingthon, DC: Island Press.
Handayeni, Ketut Dewi Martha Erli (2012). Penerapan Konsep TOD dalam Penataan Struktur
Ruang Kota Surabaya. Surabaya: LPPM - ITS.
33. 27
Hong Kong Institute of Education (HKIEd) (2010). Module 12 Transport. Sustainable
Development in Hong Kong: Concepts, Contexts and Challenges. Retrieved March 25,
2011, from http://www.ied.edu.hk/sdhk/wp/.
Institute for Transportation and Development Policy (2017). TOD Standard. Retrieved from New
York???
Isa, Muhammad Hidayat (2014). Arahan Pengembangan Kawasan Transit Berbasis Transit
Oriented Development (TOD) dalam Mendorong Penggunaan Kereta Komuter Koridor
Surabaya-Sidoarjo. Surabaya: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS.
Kemenko Perekonomian RI dan ADB (2021). Inovasi Pembiayaan Infrastruktur melalui
Pemanfaatan Nilai di Indonesia.
Lin, J.J dan C.C. Gau (2006). A TOD Planning Model to Review the Regulation of Allowable
Development Densities Around Subway Stations. Land Use Policy, Vol. 23, hal. 353-360.
Loo, B. P. Y. (2007). The role of paratransit: some reflections based on the experience of residents'
coach services in Hong Kong. Transportation, 34(4), 471-486.
Loo, Becy P.Y, Cynthia Chen, Eric T.H. Chan (2010). Rail-Based Transit-Oriented Development:
Lessons from New York City and Hongkong. Landscape and Urban Planning, Vol. 97, hal.
202-212.
Mungkasa, Oswar (2012). Pembangunan Perumahan pada Penerapan Model ‘Compact City’ di
DKI Jakarta. Jakarta: Buletin Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas.
Newman, Peter (2009). Planning for Transit Oriented Development: Strategis Principles dalam
Curtis, Carey; Renne, John L.; Bertolini, Luca ed. Transit Oriented Development. Making
It Happen. England: Ashgate e-book.
Ozbil, Ayse (2012). The Effects on Urban Form on Walking to Transit. Proceedings: Eighth
International Space Syntax Symposium. Paper Ref # 8030. Santiago deChile: PUC.
Shoup, Lilly (2008). Ridership and Development Density: Evidence from Washington, D.C..
Washington, D.C: University of Maryland.
Sung, Hyungun and Ju-Taek Oh (2011). Transit-oriented Development in a High-density City:
Identifying its Association with Transit Ridership in Seoul, Korea. Cities, Vol. 28, hal. 70–
82.
Tang, S. B., & Lo, H. K. (2010). On the Financial Viability of Mass Transit Development: The
Case of Hong Kong. Transportation, 37(2), 299-316
Tang, BS., dkk. (2004). Study of the Integrated Rail-Property Development Model in Hongkong.
Hongkong: Research Centre for Construiction and Real Estate Economics, Department of
Building and Real Estate, Faculty of Construction and Land Use, The Hongkong
Polytechnic University.
Transit Cooperative Research Program (TCRP) (2004). Transit-Oriented Development United
States: Experience, Challenges and Prospects. Transportation Reseacrh Board of The
National Academy.
34. 28
Purwitaningsih, Santika (2015). Review Konsep Pembangunan Kota : Compact City. Surabaya:
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS.
Wadhwa, L. C. (2000). Sustainable Transport: The Key to Sustainable Cities. In The Sustainable
Cities—Urban Regeneration and Sustainability, edited by C. A.