pengurangan risiko bencana menjadi upaya yang dipandang optimal dalam penanggulangan bencana. kesadaran ini yang kemudian negara seluruh dunia bersepakat menyelenggarakan secara berkala pertemuan membahas platform global untuk menyamakan pandangan dan langkah global agar upayanya menjadi lebih efektif. kali ini Indonesia menjadi tuan rumah pada Sesi Ketujuh Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali. agar kemudian pertemuan ini menjadi bermanfaat, hasil telaahan merangkum keseluruhan materi baik ide, pembelajaran, kesepakatan sebagai masukan bagi tindak lanjutnya di Indonesia
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
PRB Momentum Pasca GPDRR 2022
1. Momentum Pasca
7th Session of Global Platform for Disaster Risk Reduction 2022.
Pesan Penting dan Rekomendasi Strategis
Oswar Mungkasa
April 2023
2. ii
Even with all our technology and the inventions
that make modern life so much easier than it once was,
it takes just one big natural disaster to wipe all that away
and remind us that, here on Earth,
we're still at the mercy of nature.
Neil deGrasse Tyson
3. iii
Sapa dari penulis
Terima kasih sudah mengunduh, menyimpan, membaca,
mendistribusikan bahkan turut menyampaikan langsung isi makalah
panjang ini. Semoga bermanfaat dan memberi pencerahan bagi kita semua
demi
almamater,bangsa dannegara
Sedikit tentang Penulis
Lahir lebih dari 59 tahun yang lalu di Makassar
berlatar belakang pendidikan
perencanaan kota dan wilayah (S1, ITB dan S2, GSPIA University of Pittsburgh USA) dan
ekonomi publik (S3, UI).
bekerja sepanjang hampir 40 tahun
dimulai sejak mahasiswa sebagai konsultan berbagai perusahaan konsultan perencanaan kota dan wilayah,
dilanjutkan sebentar sebagai peneliti pada pusat penelitian,
selanjutnya menjadi pegawai sampai kepala cabang pembantu bank swasta nasional,
akhirnya memilih menjadi PNS
dengan karir awal pada lembaga perencanaan pembangunan nasional dan
sempat menjabat sebagai Direktur Tata Ruang dan Pertanahan (Bappenas),
berpindah sebentar ke kementerian teknis
sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran (Kementerian Perumahan Rakyat),
dan sempat meniti karir pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Saat ini penulis menjadi fungsional perencana utama (PAU) Kementerian PPN/Bappenas.
Selain juga bergabung dengan beberapa organisasi kemasyarakatan yaitu Housing and Urban Development
Institute (HUD Institute), Dana Mitra Lingkungan, Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), Hands
for Help
Portofolio penulis dapat dilihat pada
https://www.academia.edu/oswarmungkasa
https://www.researchgate.net/profile/Oswar-Mungkasa
email : oswar.mungkasa63@gmail.com
4. DAFTAR ISI
halaman
Daftar Isi ………………………………………………………………………………....... i
Daftar Singkatan ………………………………………………………………………….. ii
BAB I Latar Belakang ……..………………………………………………………….. 1
BAB II Pencapaian dan Tantangan Indonesia terkait Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) …………………………………………………………………... 4
2.1 Pencapaian …………………………………………………………………… 4
2.1.1 Kebijakan dan Strategi ……………………………………………….. 4
2.1.2 Tata Kelola dan Regulasi …………………………………………….. 5
2.1.3 Data, Informasi dan Inovasi serta Teknologi ………………………… 6
2.1.4 Keterlibatan Masyarakat …………………………………………….. 9
2.1.5 Pembiayaan …………………………………………………………... 9
2.1.6 Ragam Kegiatan ……………………………………………………… 10
2.1.7 Kerjasama Luar Negeri ………………………………………………. 11
2.2 Isu Strategis dan Tantangan …………………………………………………. 12
2.2.1 Data dan Informasi …………………………………………………… 12
2.2.2 Kepemimpinan ……………………………………………………….. 13
2.2.3 Kolaborasi ……………………………………………………………. 13
2.2.4 Keberagaman …………………………………………………………. 14
2.2.5 Pembiayaan …………………………………………………………… 14
BAB III Pesan Penting Sesi 7 Global Platform for Disaster Risk Reduction
(GPDRR) 2022 …………………………………………………………………… 15
3.1 Sekilas Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) …………… 15
3.2 Pesan Penting GPDRR 2022 ………………………………………………... 17
3.2.1 Tujuh Rekomendasi Agenda Bali untuk Resilensi Berkelanjutan …… 17
3.2.2 Rangkuman Sesi Tematik dan Diskusi GPDRR ……………………… 18
3.2.3 Catatan Pemangku Kepentingan Non Pemerintah …………………… 21
BAB IV Rekomendasi …………………………………………………………………….. 26
Daftar Rujukan …………………………………………………………………………….. 29
5. ii
Daftar Singkatan
AADMER Agreement on Disaster Management and Emergency
AEIC ASEAN Earthquake Information Centre
AP Availability Payment
API Adaptasi Perubahan Iklim
APKI Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia
AP-STAG Asia Pacific Science Technology Advisory Group
ASCEND ASEAN Standards and Certification for Experts in Disaster Management
ASEAN Association of South East Asian Nations
ASP Adaptive Social Protection
AUTP Asuransi Usaha Tani Padi
AUTS Asuransi Usaha Ternak Sapi
AWS Automatic Weather Station
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BCM Business Continuity Management
BLT Bantuan Langsung Tunai
BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BMN Barang Milik Negara
BNPB Badan Nasional Penanggulanagn Bencana
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPS Badan Pusat Statistik
BPUM Bantuan Produktif Usaha Mikro
Difagana Difabel Siaga Bencana
DRFI Disaater Risk Financing and Insurance
EWS Early Warning System
FPT-PRB Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana
GAR Global Assessment Report
GCF Green Climate Fund
GNDR Global Network of Civil Society Organisations for Disaster Reduction
GPDRR Global Platform for Disaster Risk Reduction
G-STAG Global Science Technology Advisory Group
HFA Hyogo Framework for Action
HFI Humanitarian Forum Indonesia
IABI Ikatan Ahli Bencana Indonesia
IATF/DR Inter-Agency Task Force for Disaster Reduction
IDRIP Indonesia Disaster Resilience Initiative Project
IOC Intergovernmental Oceanographic Commission
IOTWMS Indian Ocean Tsunami Warning dan Mitigation System
6. iii
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change
IRBI Indeks Risiko Bencana Indonesia
ISDR International Strategy for Disaster Reduction
ISO International Standaridization Organization
Karhutla Kebakaran Hutan dan Lahan
K/L Kementerian dan Lembaga
KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis
KPBU Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
KPPPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
LLDPP Locally Led Disaster Preparedness and Protection Project
LTS-LCCR Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience
MHEWS Multi-Hazard Early Warning System
MRV Measurement, Reporting and Verification
NDC National Determination Contribution
OFS Ocean Forecast System
OSM Open Street Map
PARB Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana
PB Penanggulangan Bencana
PBG Persetujuan Bangunan Gedung
PEN Pemulihan Ekonomi Nasional
Permendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri
Permendes Peraturan Menteri Desa
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
Perpres Peraturan Presiden
PBB Persatuan Bangsa-Bangsa
PFB Pooling Fund Bencana
PKH Program Keluarga Harapan
PP Peraturan Pemerintah
PP KBG-PP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Pemberdayaan
Perempuan
PRB Pengurangan Risiko Bencana
PRBBK Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas
PROKLIM Program Kampung Iklim
REDD Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
Renas PB Rendana Nasional Penanggulangan Bencana
RIPB Rencana Induk Penanggulangan Bencana
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPKB Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana
Rs Rumah Sederhana
7. iv
SDBI Satu Data Bencana Indonesia
SDGs Sustainable Development Goals
SDI Satu Data Indonesia
Sembako Sembilan Bahan Pokok
SEADRIF Southeast Asia Disaster Risk and Insurance Facility
SFDRR Sendai Framework for Disaster Risk Reduction
SIDIK Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan
SIGN Sistim Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional
SIMBG Sistem Informasi Bangunan Gedung
SIS Sistim Informasi Safeguards
SLF Sertifikat Laik Fungsi
SMKU Sistem Manajemen Kelangsungan Usaha
SNI Standar Nasional Indonesia
SOP Standard Operation and Procedure
SPM Standar Pelayanan Minimum
SRN Sistim Registri Nasional
Tagana Taruna Siaga Bencana
TRC Tim Reaksi Cepat
UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
UNDRR United Nations Office for Disaster Risk Reduction
UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
UNFPA United Nations Population Fund
VGF Viability Gap Fund
WMO World Meteorological Organization
8. BAB I
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang seluruh wilayahnya berada di zona Ring of Fire.
Indonesia dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua,
yaitu Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.
Jalur pertemuan lempeng berada di laut
sehingga jika terjadi gempa Bumi besar dengan
kedalaman dangkal, akan berpotensi menyebabkan
tsunami sehingga Indonesia tidak hanya rawan gempa,
tetapi juga rawan tsunami. Selain itu, Indonesia juga
sering terlanda oleh bencana non alam dan bencana
sosial1
Sekitar 90 persen gempa bumi yang terjadi di dunia adalah gempa bumi yang terjadi di
zona Ring of Fire. Bahkan 80 persen gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang daerah
Cincin Api Pasifik ini.
Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indonesia
setiap tahun diguncang sekitar 5.000 gempa. Pada tahun 2022 sendiri, terjadi 17 gempa bumi di
wilayah Indonesia, termasuk gempa Cianjur yang cukup besar. Gempa besar disertai Tsunami
terakhir yang terbesar terjadi di Palu tahun 2018, sebanyak 2.113 orang meninggal. Bahkan
Tsunami Aceh tahun 2004 menyebabkan lebih dari 230 ribu korban jiwa dan 500 ribu penduduk
kehilangan tempat tinggal. Selain itu, Indonesia memiliki 139 gunung api aktif, sehingga letusan
gunung berapi juga mengancam masyarakat Indonesia. Sepanjang 2015 hingga 2021, tercatat 121
letusan gunung berapi di Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB (2021) mencatat kejadian bencana
berupa tanah longsor, banjir, puting beliung, kekeringan, dan gelombang ektrim di Indonesia
1
Bencana sendiri dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu (i) Bencana alam antara lain berupa gempa bumi
karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor
alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa;
(ii) Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakaan transportasi,
kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan
keantariksaan; (iii) Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang
sering terjadi (sumber: Internet).
Sumber National
9. 2
meningkat 1,5 kali dan sekitar 99,2 % terkait krisis iklim. Disamping kebakaran hutan dan lahan
di tahun 1997-1998 merupakan yang terbesar yang pernah dialami Indonesia, menghanguskan
lebih dari 10 juta hektare lahan yang tersebar di Indonesia.
Sementara saat ini sekitar 53.000 desa dengan total penduduk 105 juta jiwa berisiko tinggi
terhadap ragam ancaman, termasuk anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas (BNPB.
2019). Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi Rp. 108,98 Triliun/tahun dalam
periode 2020-2024 akibat krisis iklim (Bappenas, 2021). Pandemik COVID-19 juga menyebabkan
kerugian disektor kesehatan dan sosial-ekonomi, mencapai Rp 1,35 T setara 8,8% PDB Indonesia
2020 (BPS, 2021 dan SMERU, 2021). Tak terhindarkan, angka kemiskinan meningkat 9,22%
dengan 28,7 juta orang menjadi miskin akibat pandemi COVID-19 (Bappenas, 2021).
Tentunya Pemerintah Indonesia tidak berpangku tangan, terbukti dengan telah
terlembagakannya komitmen Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015 – 2030, Paris
Agreement 2015, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 kedalam tata kelola pemerintahan
pada berbagai tingkat pemerintahan (Lassa dan Sembiring, 2017). Namun, dengan semakin rumit
dan tidak pastinya risiko global yang dihadapi, Indonesia berupaya melakukan adaptasi dan inovasi
dalam pengelolaan risiko melalui kerangka kerja Resiliensi Berkelanjutan (Sustainable
Resilience). Kerangka kerja Resiliensi Berkelanjutan menekankan pentingnya aspek lokalitas,
inklusivitas, kolaborasi para aktor dan sektor secara menyeluruh, skema pembiayaan yang kuat
dan memadai, serta pengembangan riset, teknologi dan inovasi dengan target sasaran pada
kawasan berisiko, seperti kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Selain pembenahan tata kelola, sebagai ilustrasi pemerintah juga telah melakukan banyak
langkah penanganan bencana misal berbagai upaya dalam menangani kebakaran hutan dan lahan
sehingga bisa ditekan seminimal mungkin dari 2,6 juta hektare hanya menjadi 358 ribu hektare di
tahun 2021. Pada tahun 2021 Indonesia telah berhasil merestorasi lahan gambut seluas 3,4 juta
hektar, menjaga dan merevitalisasi hutan mangrove yang luasnya lebih dari 20 persen total area
mangrove dunia, sekitar 3,3 juta hektar.
Dengan tantangan kebencanaan yang berat dan bisa terjadi setiap saat, pemerintah
Indonesia dan masyarakat sudah sewajarnya bersiaga dan sigap menghadapi bencana, Untuk itu,
pengurangan risiko bencana adalah investasi efektif untuk mencegah kerugian di masa depan.
Upaya ini menjadi efektif ketika dilaksanakan secara kolaboratif baik skala internal maupun global
berkolaborasi dengan masyarakat internasional.
10. 3
Pelaksanaan Sesi Tujuh Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) Tahun
2022 yang diselenggarakan di Bali merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik bagi
Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan dalam mitigasi bencana. Sebagai negara rawan bencana, Indonesia mempunyai
akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang bisa menjadi pelajaran penting bagi dunia.
Sekaligus juga menegaskan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Kerangka Kerja Sendai
serta komitmen internasional lainnya.
Telaahan ini dimaksudkan untuk menyarikan hasil penting dari pertemuan GPDRR, agar
dapat menjadi fokus pengambilan keputusan dalam upaya pengurangan risiko bencana di
Indonesia ke depan. Sekaligus juga menampilkan rekomendasi langkah strategis sebagai tindak
lanjut catatan hasil GPDRR.
11. 4
BAB II
Pencapaian dan Tantangan Indonesia
terkait Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
2.1 Pencapaian
Terlepas dari kenyataan masih banyaknya hal yang perlu dilengkapi dan dipersiapkan
terkait pengurangan risiko bencana, namun Indonesia pada dasarnya telah menelurkan beragam
produk baik berupa dokumen kebijakan, strategi, sistim pembiayaan dan lainnya.
Secara ringkas beberapa pencapaian Indonesia terkait pengurangan risiko bencana adalah
2.1.1 Kebijakan dan Strategi
Beberapa dokumen kebijakan dan strategi baik skala nasional maupun daerah telah berhasil
diluncurkan diantaranya adalah
a. Rencana Induk Penanggulangan Bencana/RIPB (National Master Plan on Disaster Risk
Management) 2020-2044. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian
penting dalam meningkatkan sustainable resilience mengingat berbagai kejadian bencana
secara nyata dapat mengganggu proses pembangunan nasional, karenanya RIPB disusun
untuk dapat bersinergi dengan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB)
dan diintegerasikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, dengan harapan kolaborasi multi pihak dapat memfokuskan sumberdayanya
untuk mengantisipasi bencana sesuai dengan indeks risiko di daerahnya
b. Kebijakan dan strategi lainnya adalah Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim 2020-
2045, Peta Jalan National Determination Contribution (NDC) 2030, Strategi jangka
panjang pembangunan rendah karbon berketahanan iklim (Long Term Strategy Low
Carbon and Climate Resilience 2050/LTS-LCCR 2050), Rencana Penanggulangan
Kedaruratan Bencana (RPKB), dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
c. Sesuai dengan kebijakan nasional Persetujuan Paris, diberlakukan Kerangka Transparansi
Nasional yang terintegrasi melalui: (a) Sistem Registri Nasional (SRN) untuk mitigasi,
adaptasi dan dukungan sumberdaya dari nasional maupun internasional; (b) Sistem
Inventarisasi Gas rumah kaca nasional (SIGN- SMART); (c) Sistem Measurement,.
Reporting and Verification (MRV) untuk mitigasi termasuk Reducing Emissions from
12. 5
Deforestation and Forest Degradation (REDD+); dan (d) Sistem Informasi Safeguards
(SIS-REDD+); serta (e) Sistem Informasi dan Data Indeks Kerentanan serta aksi gabungan
adaptasi-mitigasi di tingkat desa melalui Program Kampung Iklim (PROKLIM).
d. konsep pengembangan perlindungan sosial adaptif dengan menetapkan 4 pilar Adaptive
Social Progtection (ASP), yaitu Pengaturan Kelembagaan, Data dan Informasi, Skema
Pembiayaan dan Program dan Sistem Pelayanan.
2.1.2 Tata Kelola dan Regulasi
Beberapa produk terkait tata kelola dan regulasi diantaranya adalah
a. Forum koordinasi dan komunikasi para pihak untuk pengelolaan risiko di tingkat nasional
dan daerah yang beranggotakan unsur Pentahelix terdiri dari pemerintah, masyarakat sipil,
swasta, akademisi, dan media. Forum tersebut berperan nyata dalam pengembangan dan
perluasan program, penyebaran informasi dan pengetahuan, mobilisasi dan pengerahan
sumberdaya, serta jaringan kemitraan.
b. Forum Pengurangan Resiko Bencana baik di tingkat Nasional dan Sub-nasional serta
Sistem Klaster Penanggulangan Bencana Nasional yang sudah berjalan baik, baik di fase
kesiapsiagaan, darurat serta pemulihan bencana;
c. Eksistensi Klaster Pengungsian dan Perlindungan sebagai bagian dari Klaster Nasional
Penanggulangan Bencana yang telah membentuk 7 (tujuh) sub kluster: (a) shelter, (b)
manajemen kamp pengungsian, (c) air, sanitasi, kebersihan lingkungan, (c) perlindungan
anak, (d) layanan dukungan psikososial, (e) disabilitas, lansia, dan kelompok rentan
lainnya, dan (f) perlindungan hak perempuan dari kekerasan berbasis gender dan
pemberdayaan perempuan serta 3 (tiga) kelompok kerja (bantuan non tunai, pelibatan
masyarakat, pengembangan kapasitas)
d. Urundaya desk-relawan untuk membangun kordinasi dan komunikasi para pihak dalam
penanganan kedaruratan yang lebih efektifitas dan efisien.
e. Sistem Manajemen Kelangsungan Usaha (SMKU) atau Business Continuity Management
(BCM). SMKU ini telah mulai diimplementasikan secara bertahap di Indonesia pada
beberapa sektor dan telah ditetapkan menjadi sebuah standar resmi tentang Keamanan dan
Ketahanan–Sistem Manajemen kelangsungan Usaha (SNI ISO 22301:2019).
f. Standar Pelayanan Minimum (SPM) Sub-urusan bencana daerah melalui Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 101 Tahun 2018. Melalui kebijakan ini,
13. 6
pelayanan informasi rawan bencana, pencegahan dan kesiapsiagaan, dan penyelamatan dan
evakuasi korban bencana menjadi kewajiban pemerintah di tingkat lokal/daerah.
g. Standar Dasar terkait Partisipasi, Sistem Nasional, Standard Operation and Procedure
(SOP), Gender Norms, Data Terpilah berupa: (i) regulasi terkait pengurangan kekerasan
berbasis gender dan pengarusutamaan gender; (ii) pedoman pendukung dan SOP terkait
kinerja bersama sub-klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan
Pemberdayaan Perempuan (PP KBG dan PP), dan sub-klaster kesehatan reproduksi dalam
penanganan bencana; (iii) praktik program Locally Led Disaster Preparedness and
Protection Project (LLDPP) yang memperkuat kepemimpinan lokal dalam kesiapsiagaan
dan perlindungan bencana; (iv) jaringan lintas pihak untuk memperkuat kepemimpinan
beragam dalam PRB dan PB; serta (v) partisipasi lembaga perempuan dan lembaga
kelompok rentan dalam penanganan respon kebencanaan .
h. Indonesia telah memiliki regulasi serta praktik baik terkait implementasi Standar Mitigasi,
Pencegahan, dan Penanganan Bencana dan regulasi, panduan, serta praktik mekanisme
koordinasi pentahelix.
i. Indonesia memiliki literasi praktik lokal PRB dari beberapa masyarakat adat serta peranan
dan kepemimpinan perempuan yang beragam dalam PRB dan PB, berbagai edukasi
masyarakat dalam memastikan pencegahan dan penanganan Kekerasan Berbasis Gender
pada saat penanganan kebencanaan, PRB dan PB melalui tokoh agama perempuan,
pemimpin perempuan, aktivis perempuan dan forum adat dan masyarakat
j. Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs SEHAT) dan juga Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara Dalam Ruang Rumah dalam mendukung pengurangan heat island effect
k. Penerapan Manajemen Darurat ISO 22328: Pedoman Penerapan Sistim Peringatan Dini
Tsunami Berbasis Masyarakat.
2.1.3 Data, Informasi, dan Inovasi serta Teknologi
Pencapaian Indonesia terkait ketersediaan data, informasi bahkan pengetahuan termasuk
inovasi dan teknologi diantaranya adalah
a. Berbagai Platform penyedia data dan informasi kebencanaan telah dikembangkan oleh
berbagai K/L untuk mendukung penyediaan data dan informasi kebencanaan dari berbagai
dimensi antara lain Data Kejadian Bencana Indonesia (DIBI), InaRisk dan InaRIsk
14. 7
Personal-informasi risiko bencana, InfoBMKG-cuaca, gempa dan tsunami, MAGMA-
gunung api, Sistim Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK), Sistem Informasi
Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidro-geologi-Banjir, SiPongi-karhutla (Kebakaran
Hutan dan Lahan), dan Peduli Lindungi (Covid-19).
Selain itu, layanan sistem peringatan dini tidak hanya dalam kawasan Indonesia namun
juga kawasan Samudera Hindia. Sebagai contoh InaTEWS-BMKG. Ditingkat tapak,
pengembangan Early Warning System (EWS) berbasis masyarakat juga telah banyak
dikembangkan oleh berbagai pihak non-pemerintah, terutama aspek komunikasi,
diseminasi, dan membangun kapasitas tanggap.
b. Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI), Satu Peta Indonesia dan Satu Data Bencana
Indonesia (SDBI). Kebijakan ini telah disiapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia yang memberikan landasan untuk
pengelolaan data termasuk untuk penyediaan dan pengelolaan data terpilah berdasarkan
jenis kelamin, umur dan disabilitas yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat
dipertanggungjawabkan, mudah diakses dan dibagipakaikan diantara Kementerian dan
Lembaga (K/L) terkait di berbagai tingkatan.
c. Indeks Risiko Bencana Indonesia/IRBI (Indonesia Disaster Risk Index). BNPB secara
berkala memperbarui Indeks Risiko Bencana di Indonesia berdasarkan kategori ancaman
yang ada di setiap Kabupaten/Kota yang diperoleh berdasarkan penilaian (assessment)
multi ancaman dan melibatkan berbagai sektor didalam prosesnya. Hasil dari IRBI ini
dapat dijadikan masukan bagi perencanaan baik untuk pembangunan dan penanggulangan
bencana pada skala nasional atau kabupaten/kota
d. INARisk. INARisk adalah platform Indonesia yang menyediakan informasi risiko bencana
multi bahaya yang dapat diakses oleh seluruh pihak untuk merencanakan pengerahan dan
optimalisasi sumberdaya pada titik lokasi bencana sesuai dengan tingkat risiko yang
tergambar didalam peta risiko di INARisk. INARisk juga sangat bermanfaat untuk
mendukung perumusan kebijakan yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19,
tingkat keterpaparan masyarakat dan dampaknya (meninggal dunia) pada suatu daerah
yang dapat dijadikan bahan analisis untuk menentukan tindakan tanggap yang perlu segera
dilakukan.
15. 8
e. Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK). Untuk mempercepat penyusunan
program adaptasi perubahan iklim/mitigasi bencana di tingkat lokal, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menginisiasi pengembangan Sistem Informasi
Indeks Kerentanan secara daring yang disebut SIDIK, yang juga dapat digunakan oleh
pemerintah daerah untuk menilai kerentanan daerahnya terhadap perubahan iklim.
f. Prakarsa Ketahanan Bencana Indonesia (Indonesia Disaster Resilience Initiative
Project/IDRIP). Untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah pusat dan daerah dalam
mengantisipasi risiko bahaya tsunami, Indonesia mendapat bantuan dari WorldBank untuk
membangun IDRIP yang dilaksanakan oleh BNPB dan BMKG. Dalam proyek ini
dikembangkan platform Multi-Hazard Early Warning System (MHEWS) yang berisi data
dan informasi untuk dimanfaatkan dalam memberikan peringatan dini Tsunami. Sistem
Early Warning System (EWS) dilakukan berbagai K/L dengan menggunakan sumberdata
dari walidata yang ada.
g. Aplikasi Desain Spektrum Indonesia (http://rsa.ciptakarya.pu.go.id) memberikan
informasi mengenai koefisien perhitungan gempa terbaru di Indonesia (sesuai dengan SNI
1726 2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Nongedung).
h. SIMBG.pu.go.id sebagai perangkat dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021
tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung. Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG) menjadi platform untuk terbitnya
PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bangunan gedung.
i. Pusat Kepakaran (centers of excellence) dan balai-balai pelatihan di bidang kebencanaan,
yang mampu untuk memberikan pelatihan dan peningkatan kapasitas berstandar
internasional
j. Inisiasi U-INSPIRE Alliance, Aliansi anak muda 14 negara Asia Pasifik yang bergerak
dalam memanfaatkan Sains, Teknologi dan Inovasi untuk kebencanaan. Inisiasi penerapan
dan penyusunan standar internasional (ISO) dalam bidang penanggulangan risiko bencana,
yakni General Guidelines for the Implementation of A Community-Based Disaster Early
Warning System (ISO 22328-1), Community-Based Landslide and Tsunami Early Warning
System (ISO 22328-2 dan ISO 22328-3)
16. 9
2.1.4 Keterlibatan Masyarakat
a. Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Ancaman Bencana melalui peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim berbasis komunitas melalui program
seperti Desa Tangguh Bencana, Keluarga Tangguh Bencana, Kampung Siaga Bencana,
Taruna Siaga Bencana, Kampung Iklim, Tsunami Ready Community, dan Satuan
Pendidikan Aman Bencana.
b. Ragam partisipasi dan kontribusi berbasis komunitas dalam penyediaan data, seperti
inisiatif portal data berbasis web dari BPBD (Si-Barata), Pemetaan partisipatif Open Street
Map (OSM), Fly for humanity (mendukung koleksi data spasial secara partisipatif berbasis
Drone/UAV), petabencana.id, siagabencanajakarta.com, aplikasi ruinrisk (Gugus Mitigasi
Lebak Selatan), laporcovid19.com, solidaritaskeluarga.id, pemetaan awal data terpilah
penduduk terdampak (BNPB/ Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPPPA)/United Nations Population Fund (UNFPA) dan sebagainya.
c. Ribuan relawan siaga bencana (Taruna Siaga Bencana-Tagana, Tim Reaksi Cepat/TRC).
Kelompok rentan seperti perempuan, anak dan penyandang disabilitas juga terlibat aktif
menjadi relawan siaga bencana melalui berbagai platfom seperti Forum Anak
(Kabupaten/Kota) dan Difabel Siaga Bencana (Difagana);
d. Secara aktif dan efektif membangun kerja sama pentahelix dalam manajemen kebencanaan
seperti Gerakan Solidaritas Nasional untuk penanganan bencana Covid-19, Gerakan “Jaga
Tetangga”.
2.1.5 Pembiayaan
Beragam pembiayaan pengurangan risiko bencana telah diatur dalam mekanisme
pembiayaan diantaranya adalah
a. kerjasama pembiayaan yang bersumber dari anggaran non-domestik seperti Green Climate
Fund (GCF) yang dikelola oleh Badan Kebijakan Fiskal-Kemenkeu.
b. Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau Disaater Risk Financing
and Insurance (DRFI) sebagai solusi dan inovasi keuangan yang mampu memberikan
alternatif pembiayaan untuk membantu APBN dalam pembiayaan bencana. Bauran
instrumen tersebut terdiri dari APBN dan APBD, serta pinjaman siaga sebagai instrumen
retensi untuk membiayai bencana yang sering terjadi, tetapi dampaknya tidak terlalu besar.
Untuk bencana yang jarang terjadi, tetapi dampaknya besar, instrumen pendanaan yang
17. 10
digunakan adalah asuransi, baik asuransi untuk melindungi aset pemerintah pusat dan
daerah maupun asuransi untuk melindungi masyarakat yang rentan dan terpapar bencana
seperti asuransi pertanian, asuransi nelayan, dan asuransi perumahan. Skema ini juga
ditujukan memberi perlindungan terhadap Barang Milik Negara (BMN) melalui
pengasuransian BMN.
c. penggunaan Dana Desa dapat digunakan untuk kegiatan pra, saat, dan pasca bencana
(Permendes 20/2019).
d. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan
Bencana, pemerintah secara resmi membentuk Pooling Fund Bencana (PFB). Tujuan
utama pembentukan PFB adalah menyediakan pendanaan risiko bencana yang memadai
sekaligus mengurangi beban APBN. Dalam jangka pendek, PFB akan menjadi pelengkap
APBN untuk mendanai kegiatan penanggulangan risiko bencana, sedangkan untuk jangka
panjang PFB diharapkan dapat menjadi instrumen retensi utama. Sumber dana PFB dapat
berasal dari APBN, APBD dan sumber dana lainnya seperti hibah, dana perwalian, maupun
dana hasil kerja sama dengan pihak ketiga.
2.1.6 Ragam Kegiatan
a. Rehabilitasi hutan bakau, sebagai langkah nyata memberikan solusi berbasis alam.
Komitmen Indonesia untuk melaksanakan rehabilitasi hutan bakau seluas 600.000 hektar
sampai dengan tahun 2024 sebagai bagian dari NDC, untuk mendukung upaya mitigasi
perubahan iklim dan menjadi pelindung dari potensi bencana tsunami dan abrasi di wilayah
kepulauan dan pesisir.
b. Program Pemulihan Ekonomi Nasional/PEN (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan Menjadi Undang-Undang), khususnya untuk bidang kesehatan, perlindungan
kepada masyarakat, dan penguatan pemulihan ekonomi. Perlindungan sosial dalam
kerangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah membantu mendukung resiliensi
warga miskin, yaitu melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako
18. 11
(Sembilan Bahan Pokok), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Produktif Usaha
Mikro (BPUM), bantuan subsidi upah, dan lainnya.
c. Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) pada tingkat
Desa, antara lain: Desa Tanggap Bencana, Desa Aman Covid-19, Desa Siaga Aktif, Desa
Tangguh Bencana, Desa Pesisir Tangguh, Kampung Siaga Bencana, Desa Mandiri Pangan,
dan Kampung Iklim.
2.1.7 Kerjasama Luar Negeri
Beberapa kerjasama dengan negara lain terkait pengurangan risiko bencana di tingkat
regional ASEAN, maupun global baik berupa pertukaran data dan informasi, pengembangan
teknologi, kemitraan dan lainnya diantaranya adalah
a. bersama negara anggota ASEAN menyepakati Agreement on Disaster Management and
Emergency (AADMER) sebagai upaya bersama membangun ketahanan bangsa terhadap
risiko bencana dan tujuan pembangunan berkelanjutan. Beberapa kegiatannya adalah
mendirikan dan sebagai tuan rumah ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian
Assistance on Disaster Management (AHA Centre). Bersama Filipina memprakarsai
pengembangan roadmap skema asuransi perlindungan Barang Milik Negara terhadap
risiko bencana di dalam kerangka Southeast Asia Disaster Risk and Insurance Facility
(SEADRIF). Menginisiasi pengembangan lembaga sertifikasi profesi penanggulangan
bencana di tingkat ASEAN melalui ASEAN Standards and Certification for Experts in
Disaster Management (ASCEND).
b. Peran Indonesia sebagai Tsunami Warning Service Provider India Ocean, Regional
Training Center World Meteorological Organization (WMO) dan ASEAN Earthquake
Information Centre (AEIC). Partisipasi Indonesia pada Ocean Decade of Tsunami
Program dan Catalog Extreme Event (WMO).
c. Kerjasama lainnya seperti The High-Level Expert and Leaders Panel on Water and
Disaster, Transboundary Haze Pollution, The UN Decade of Ocean Science for
Sustainable Development. Keterlibatan pemerintah Indonesia diwakili oleh Kementerian
terkait.
d. Teknologi dan kepakaran Indonesia di bidang kebencanaan juga telah diterapkan secara
aktif oleh beberapa negara, antara lain: Ocean Forecast System (OFS) di Tonga dan Samoa,
19. 12
Sistem Peringatan Dini Kekeringan di Papua Nugini, dan Automatic Weather Station
(AWS) di Timor Leste.
e. Ketua Kelompok Kerja, Presiden pada kerangka regional, ataupun posisi individual, antara
lain: G-STAG (Global Science Technology Advisory Group) dan AP-STAG (Asia Pacific
Science Technology Advisory Group) United Nations Office for Disaster Risk
Reduction/UNDRR, Indian Ocean Tsunami Warning dan Mitigation System (IOTWMS)
Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC), physical scientific basis of the climate system and change,
Extreme Event Catalogue di Badan meteorologi Dunia sejak 2017. International Platform
for Reducing Earthquake Disaster (United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization/UNESCO).
2.2 Isu Strategis dan Tantangan2
Berdasar pada pencapaian dan tujuan serta target nasional, ditemukan beberapa tantangan
dalam upaya pengurangan risiko bencana, diantaranya adalah
2.2.1 Data dan Informasi
Ketersediaan data kebencanaan di Indonesia sudah cukup memadai namun mesih
menghadapai beberapa kendala diantaranya, yaitu
a. Kurangnya ketersedian data dan informasi yang akurat dan sesuai kebutuhan. Data yang
tersedia belum terpilah berdasarkan umur, jenis kelamin dan disabilitas, serta memiliki
banyak keragaman baik dalam hal metodologi pengumpulan, kualitas, standar/konsep,
serta sumber data yang menjadi tantangan dalam berbagipakai data.
b. kapasitas sumberdaya manusia pengelola data masih terbatas dan tidak merata baik di
tingkat nasional dan lokal;
c. Berbagai data dan informasi kebencanaan yang sudah tersedia di berbagai platform
nasional dan internasional belum dapat diakses secara optimal karena terbatasnya akses
terhadap internet terutama di didaerah berisiko tinggi bencana, dan daerah 3T (Terdepan,
Terpencil, dan Tertinggal);
d. Data yang sudah ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal dalam proses perencanaan
dan pengambilan keputusan dalam upaya pengurangan risiko bencana. Hal ini disebabkan
2
Disarikan dari Predikt (2022). Catatan Diskusi Untuk Thematic Session dan High Level Dialogue Global Platform
for Disaster Risk Reduction 2022
20. 13
oleh belum meratanya pemahaman setiap daerah tentang proses tata kelola data dan
informasi dalam pengurangan risiko bencana. Termasuk tantangan untuk memastikan
kedaulatan dan keamanan data ketika diberbagipakaikan;
e. Pendanaan inovasi dan teknologi kebencanaan untuk mendorong revolusi data, teknologi
kebencanaan umumnya memiliki membutuhkan biaya yang tinggi untuk mengakomodir
kebutuhan penyediaan, penyimpanan, pemeliharaan data yang sesuai dengan karakteristik
geografis dan demografis yang beragam. Termasuk akses pendanaan riset dan inovasi
kebencanaan yang terbatas.
f. Keterpaduan data masih bermasalah disebabkan beragamnya data kebencanaan yang
dihasilkan oleh beragam lembaga terkait kebencanaan. Sebagai ilustrasi, BNPB telah
melakukan upaya pemetaan risiko bencana berbasis wilayah melalui analisis risiko
bencana yang dapat digunakan untuk menyusun rencana penanggulangan bencana dan
rencana pembangunan. Namun kementerian/lembaga pemerintah lain juga membuat
analisis risiko bencana sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Belum terwujud
kolaborasi data kebencanaan diantara pemangku kepentingan.
2.2.2 Kepemimpinan
Pelaksanaan pembangunan tingkat daerah menjadi wewenang dari kepala daerah.
Komitmen politik dari masing-masing kepala daerah memainkan peranan penting dalam mencapai
tujuan riseliensi yang berkelanjutan. Keberadaan pemimpin daerah yang visioner dan memiliki
perspektif pengelolaan risiko bencana dan iklim diperlukan untuk dapat mensinergikan kerja lintas
sektor dalam memahami risiko terhadap ragam ancaman bencana. Komitmen tersebut diperlukan
untuk menuangkan Rencana Induk Penanggulangan Bencana ke dalam rencana pembangunan
daerah. Namun kemudian tidak banyak pemimpin daerah yang mempunyai komitmen tinggi
terhadap PRB.
2.2.3 Kolaborasi
Siloed Planning atau bekerja dalam silo, proses perencanaan program PRB masih belum
tersinergikan antarinstansi pemerintah baik dalam desain program, penentuan target dan lain-lain
sehingga rentan tumpang tindih dan menyebabkan kebingungan di tingkat pelaksana di daerah
serta masyarakat target;
Konsep pentahelix, nilai gotong-royong yang merupakan jati diri bangsa Indonesia belum
sepenuhnya terwujud dalam kebencanaan.
21. 14
2.2.4 Keberagaman
Keterlibatan perempuan dalam kebencanaan masih terbatas diakibatkan kapasitas dan
akses peran perempuan dalam kebencanaan masih belum sebagaimana mestinya, kurangnya ruang
dan akses kepemimpinan perempuan dalam kebencanaan, belum sepenuhnya kultur sosial budaya
kepemimpinan perempuan diterima masyarakat.
Masih terbatasnya kesempatan interaksi multilateral yang inklusif dengan keterlibatan
pemuda, perempuan dan kelompok rentan.
2.2.5 Pembiayaan
Masih terbatasnya sumber pembiayaan kebencanaan yang hanya sebagian besar berasal
dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Sinergi antara pemerintah dengan masyarakat dan
swasta sektor swasta perlu terus didorong. Masyarakat dan sektor swasta yang memiliki
kemampuan keuangan dapat berkontribusi dengan menyediakan dana untuk melindungi usaha dan
aset yang dimiliki dari risiko dan dampak bencana
22. 15
BAB III
Pesan Penting
Sesi 7 Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022
3.1 Sekilas Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR)3
Bencana alam, seperti banjir, kekeringan, gempa bumi, dan tsunami, menjadi lebih teratur
dan sering terjadi, meningkatkan dampaknya pada manusia dan masyarakat. Memperparah
keadaan, perencanaan yang buruk, kemiskinan, dan berbagai faktor mendasar lainnya menciptakan
kondisi kerentanan yang mengakibatkan ketidakcukupan kemampuan untuk mengatasi bahaya dan
bencana alam.
Tindakan untuk mengurangi risiko semakin penting dalam agenda dunia internasional dan
dipandang penting untuk menjaga keberlanjutan upaya pembangunan dan pencapaian SDGs.
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) mencakup semua kebijakan, strategi, dan tindakan yang
dilakukan yang dapat membuat orang, kota, dan negara lebih tahan terhadap bahaya, dan
mengurangi risiko dan kerentanan terhadap bencana. Menyadari hal ini, United Nations for
Disaster Risk Reduction (UNDRR) membangun kemitraan dan mengambil pendekatan global
terhadap pengurangan bencana, berusaha untuk melibatkan setiap individu dan masyarakat dalam
bergerak menuju tujuan mengurangi hilangnya nyawa, kemunduran sosial ekonomi, dan kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh bahaya alam
Pada tahun 2006, Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Urusan
Kemanusiaan meluncurkan proses konsultatif yang mempertimbangkan cara praktis untuk
memperkuat sistem International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) yang mendukung
pemerintah dalam memenuhi komitmennya untuk melaksanakan Hyogo Framework for Action
2005-2015 (HFA). Kegiatan ini ditujukan untuk memperluas partisipasi pemerintah dan
organisasi, meningkatkan profil pengurangan bencana, dan membangun upaya internasional yang
lebih koheren untuk mendukung kegiatan pengurangan bencana nasional
Platform Global untuk PRB dibentuk sebagai penerus yang diperluas dan direformasi untuk
Inter-Agency Task Force for Disaster Reduction (IATF/DR), dipertimbangkan sebagai forum
3
Disarikan dari GP2022 Bulletin, International Institute for Sustainable Development. Diakses pada tanggal 25
Maret 2023 melalui https://enb.iisd.org/global-platform-disaster-risk-reduction-gp2022
23. 16
pemangku kepentingan utama bagi pihak terlibat dalam PRB untuk meningkatkan kesadaran PRB,
berbagi pengalaman, dan memandu sistem ISDR.
Rangkaian Platform Global untuk PRB sejak awal sebagai berikut.
a. Sesi pertama diadakan pada tanggal 5-7 Juni 2007 di Jenewa, Swiss, dan termasuk dialog
tingkat tinggi tentang tantangan dan peluang PRB, serangkaian lokakarya tentang PRB
sebagai prioritas nasional dan mengintegrasikan PRB ke dalam agenda sektor, dan sesi
penilaian dan implementasi HFA.
b. Pada sesi kedua, diadakan pada tanggal 16-19 Juni 2009 di Jenewa, diskusi terfokus
meningkatkan investasi dalam PRB, mengurangi risiko bencana dalam perubahan iklim,
dan memungkinkan ketahanan masyarakat melalui tindakan pencegahan.
c. Sesi ketiga diadakan pada tanggal 8-13 Mei 2011 di Jenewa dan diskusi terfokus terutama
tentang rekonstruksi dan pemulihan ekonomi PRB, dan sinergi dengan perubahan iklim
internasional dan agenda pembangunan
d. Sesi keempat, diselenggarakan pada tanggal 19-23 Mei 2013 di Jenewa dan memberikan
kesempatan untuk meninjau status HFA serta mendorong berbagi informasi antara
pembuat keputusan, mitra pembangunan, pakar, dan praktisi
e. Sesi kelima, diselenggarakan pada 24-26 Mei 2017 di Cancún, Meksiko, dengan tema,
“From Commitment to Action”, dan dihadiri oleh lebih dari 5.000 delegasi dari lebih dari
170 negara. Sesi kelima adalah pertemuan pertama setelah adopsi Kerangka Sendai. Hasil
utama pertemuan tersebut adalah peluncuran Komunike Tingkat Tinggi Cancún, hasil
Forum Pimpinan tertutup. Di bawah tema “Memastikan ketahanan infrastruktur dan
perumahan”, Komunike berkomitmen untuk, antara lain mengimplementasikan Kerangka
Kerja Sendai dalam koherensi dengan SDGs, Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, dan
Agenda Baru Perkotaan; dan mempromosikan berpusat pada orang, peka gender, dapat
diakses, dan pembangunan tangguh perkotaan yang mendukung seluruh lapisan
masyarakat, termasuk rentan, miskin, dan terpinggirkan.
f. Sesi Keenam diselenggarakan pada 13-17 Mei 2019 di Jenewa dengan tema “Resilience
Dividend: Menuju Masyarakat yang Berkelanjutan dan Inklusif.” Hasil dari sesi keenam
adalah peluncuran 2019 Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction/GAR
(Laporan Penilaian Global tentang Pengurangan Risiko Bencana 2019) yang memberikan
gambaran kemajuan negara menuju pencapaian tujuh target global Kerangka Sendai.
24. 17
3.2 Pesan Penting GPDRR 2022
3.2.1 Tujuh Rekomendasi Agenda Bali untuk Resilensi Berkelanjutan4
Indonesia menyampaikan tujuh rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi Berkelanjutan
yang disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat penutupan
GPDRR.
Ketujuh rekomendasi tersebut adalah,
a. Pertama, Transformasi mekanisme tata kelola PRB perlu dipadukan dengan upaya
pencapaian Agenda 2030. Pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan
utama pembangunan dan pembiayaan, legislasi, dan rencana pencapaian Agenda 2030.
Platform Global menyerukan transformasi mekanisme tata kelola risiko untuk memastikan
pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor, sistem, skala, dan
batas.
b. Kedua, Perubahan sistemik dibutuhkan untuk memastikan pembiayaan dan investasi dalam
PRB. Dengan demikian, perubahan sistemik masyarakat dunia dapat memperhitungkan
kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta
membandingkannya dengan investasi dalam pengurangan risiko bencana.
c. Ketiga, Peningkatan peran PRB sebagai bagian solusi mengatasi keadaan darurat iklim
dibutuhkan dengan cara menghormati komitmen yang dibuat di Glasgow serta secara
drastis meningkatkan pembiayaan dan dukungan untuk adaptasi dan resiliensi. Platform
Global diselenggarakan di antara COP 26 dan COP 27 mencermati tingkat emisi saat ini
jauh melebihi upaya mitigasinya, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan
intensitas kejadian bencana, dan mengancam pencapaian Agenda 2030.
d. Keempat, Pentingnya perencanaan dan implementasi PRB terhadap masyarakat yang
berisiko melalui pendekatan partisipatif dan berbasis HAM serta investasi terhadap
generasi muda. Bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap orang sehingga
dibutuhkan pendekatan partisipatif dan berbasis hak asasi manusia (HAM) untuk
memasukkan semua sesuai prinsip “tidak ada apa-apa tentang kita tanpa kita” dalam
perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang
berisiko.
4
Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada tanggal 25 Maret melalui https://setkab.go.id/gpdrr-2022-tujuh-
rekomendasi-agenda-bali-untuk-resiliensi-berkelanjutan/
25. 18
e. Kelima, Pengembangan sistim peringatan dini yang menyeluruh dan berpusat pada
masyarakat dibutuhkan untuk mendukung seruan Sekjen PBB agar setiap orang di muka
bumi dapat terlindungi oleh sistim tersebut dalam 5 tahun ke depan, terutama risiko multi
bahaya.
f. Keenam, Pembelajaran transformatif dari Pandemi Covid-19 dibutuhkan untuk mendorong
sistim manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif dengan kolaborasi multi
pemangku kepentingan
g. Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis, termasuk tinjauan kemajuan yang
mendalam terhadap semua target Kerangka Sendai oleh negara anggota akan membantu
menarik rekomendasi yang jelas untuk tinjauan tengah waktu Kerangka Sendai.
3.2.2 Rangkuman Sesi Tematik dan Diskusi GPDRR
Secara umum beberapa masukan penting yang disampaikan dalam sesi tematik dan diskusi
GPDRR, diantaranya adalah
A. Tata Kelola Risiko Sistemik
a. Risiko sistemik bersifat global, namun pemahaman dan respon terhadap risiko sistemik
memerlukan pendekatan yang bersifat lokal dan inklusif.
b. Pendekatan antisipatif dan adaptif dalam penyelesaian akar masalah kerentanan dan
pengurangan risiko, serta melakukan analisa proyeksi kedepan terhadap ketidakpasian
risiko sistemis yang berpotensi muncul dari berbagai krisis, melalui penguatan riset dan
inovasi berbasis sains dan teknologi dengan tetap memperhatikan kearifan lokal.
c. Tata kelola risiko sistemik perlu diarahkan pada pendekatan tata kelola yang adaptif
dengan menyeimbangkan tata kelola otonomi daerah, tata kelola mandiri dan partisipatif.
d. Informasi yang akurat, dapat diandalkan, dan akuntabel merupakan faktor kunci yang perlu
didukung dengan strategi media dan komunikasi risiko yang tepat sasaran dan efektif.
e. Perumusan agenda kebijakan harmonisasi dan sinergitas program dalam membangun
resiliensi bencana secara berkelanjutan yang berbasis masyarakat.
f. Kolaborasi semua pihak untuk penguatan sistem tata kelola dan kepemimpinan mulai dari
tingkatan lokal hingga global, mendorong kolaborasi multi pihak, penganggaran yang
memadai dan komprehensif, pengelolaan risiko yang integratif dan inklusivitas, dan
memanfaatkan teknologi dengan berorientasi pada komunitas lokal yang paling rentan
terhadap dampak bencana.
26. 19
g. Indonesia mendorong terjalinnya kolaborasi dan kerja sama multi pihak, multi disiplin,
multi teritorial, dalam berbagi pengalaman dan sumber daya dengan tujuan untuk
meningkatkan kapasitas, aksesibilitas data, efektifitas dan efisiensi penanggulangan risiko
bencana
h. Pembagian kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dan terukur bagi institusi
pemerintah melalui regulasi yang koheren sekaligus memastikan ketersediaan dukungan
finansial dan sumber daya manusia
i. Resiliensi adalah hasil konvergensi antara tata kelola risiko yang dijalankan pemerintah
dengan kearifan lokal yang ada pada masyarakat, dan resiliensi tingkat nasional hanya bisa
tercapai jika resiliensi tingkat lokal sudah tercapai
j. Perkuatan kolaborasi multi pihak dan multi sektor akan lebih efektif melalui pembentukan
forum kecil yang aktif dan saling terkoneksi dibandingkan upaya membentuk forum besar
yang membutuhkan sumber daya besar
k. Resiliensi yang berkelanjutan hanya dapat dicapai apabila semua pihak menjadikan
peningkatan kapasitas lokal menjadi agenda dan prioritas utama.
B. Pengelolaan Data, dan Inovasi
a. Meningkatkan tata kelola data dan informasi kebencanaan, termasuk penyediaan dan
pengelolaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia dan disabilitas
b. Mewujudkan Integrasi data, informasi dan literasi kebencanaan serta meningkatnya
pemahaman terhadap risiko bencana, bentang alam, dan adaptasi perubahan iklim serta
upaya penguatan ketahanan sosial dan ketahanan kesehatan masyarakat.
c. Membangun bank data dan informasi yang kredibel, mudah diakses dan mudah dimengerti
sehingga memudahkan konektivitas antar forum dan memperkuat kolaborasi
d. Mewujudkan sistem peringatan dini, data, dan layanan informasi kebencanaan yang
terpadu dan berkesinambungan
e. Mendorong kerjasama untuk berbagi praktik baik pengelolaan data, informasi dan
pengetahuan kebencanaan.
f. Inovasi, solusi, dan pembelajaran yang telah dilakukan Indonesia dari tingkat nasional
hingga lokal dalam pengelolaan risiko sistemik dapat menjadi referensi bagi dunia untuk
mengantisipasi dan merespon risiko sistemik
g. Adaptasi teknologi revolusi industri 4.0 dan 5.0
27. 20
h. Mendorong pendanaan dan pelaksanaan kerjasama, riset and inovasi teknologi
kebencanaan dengan partisipasi pentahelix/multi-pihak
C. Kemitraan Pemangku Kepentingan
a. Rencana Induk Penanggulangan Bencana 2020-2044 merupakan langkah nyata komitmen
pemerintah Indonesia untuk menghilangkan sekat (silo) dalam penanggulangan bencana
menuju Ketahanan Berkelanjutan (Sustainable Resilience)
b. Indonesia mendorong kolaborasi multi-pihak dalam kerjasama pentahelix dengan
menggunakan atau berbagi keahlian dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.
c. Indonesia mendukung adanya pendefinisian ancaman/bahaya yang seragam agar dapat
digunakan oleh lintas disiplin pengetahuan dan multi sektor.
d. peningkatan kerja sama regional maupun global dalam pengelolaan risiko bencana dan
manajemen kebencanaan
D. Dimensi Kemanusiaan
a. Pemerintah Indonesia mengutamakan pendekatan kemanusiaan yang inklusif dan
menjangkau semua orang (no-one left behind) yang berbasiskan pada penghormatan (to
respect), perlindungan (to protect), promosi (to promote) dan pemenuhan (to fulfil) Hak
Asasi Manusia dalam pengelolaan risiko bencana.
b. menjadikan isu perempuan dan anak di dalam kebencanaan sebagai isu prioritas,
memberikan akses dan ruang partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam
penanggulangan bencana dan pengurangan resiko bencana.
c. Mempromosikan pendekatan modal sosial dalam pemulihan pasca bencana
E. Pembiayaan
Mendorong adanya kerangka kerja bersama dan pendanaan jangka panjang dalam hal
pengelolaan risiko bencana yang dibarengi dengan pembentukan pendanaan beragam
pemangku kepentingan (multistakeholder funding) untuk mendukung inovasi dan menutup
kesenjangan anggaran dalam pengelolaan risiko bencana.
F. Konteks Perkotaan
a. Penyusunan roadmap implementasi bangunan hemat energi yang aksesibel termasuk
perumahan dan Kawasan hijau dengan melibatkan seluruh penyelenggara bangunan
28. 21
Gedung (masyarakat/pemerintah daerah/penyedia jasa konstruksi) untuk memastikan
inklusivitas.
b. Implementasi Sistem Manajemen Kelangsungan Usaha (SMKU) pada sektor ekonomi
kritis/vital merupakan salah satu strategi kesiapsiagaan ekonomi.
G. Infrastruktur Berketahanan
Semua infrastruktur yang dibangun harus memiliki kemampuan untuk bertahan,
beradaptasi dengan perubahan kondisi, dan pulih secara positif dari guncangan dan tekanan.
3.2.3 Catatan Pemangku Kepentingan Non Pemerintah5
MPBI menginisiasi koalisi masyarakat sipil untuk GPDRR untuk memprakarsai dialog
dengan sesama organisasi masyarakat sipil dan pemerintah. Saat ini anggota koalisi terdiri dari
lembaga non-pemerintah yang merupakan anggota atau koordinator jejaring Humanitarian Forum
Indonesia (HFI), Global Network of Civil Society Organisations for Disaster Reduction (GNDR),
Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia (APKI), Forum Perguruan Tinggi untuk
Pengurangan Risiko Bencana (FPT-PRB), Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), Pengurangan
Risiko Bencana Berbasis Komunitas (Gerakan PRBBK), Forum PRB se-Indonesia, U-INSPIRE
Indonesia, Lembaga Usaha, dan Media.
Beberapa masukan dikemas dalam 5 (lima) bagian yaitu tata kelola risiko, kolaborasi,
pembiayaan risiko, inklusif, dan inovasi dan teknologi.
A. Tata Kelola Risiko
Beberapa isu strategis mencakup
Perlu ada sinergisasi indikator kunci program, kebijakan dan implementasi untuk
menghubungkan berbagai sektor dan mengukur secara bersama tujuan dan capaian dalam
membangun ketangguhan masyarakat sesuai dengan amanat kunci Sendai Framework for
Disaster Risk Reduction (SFDRR), Paris Declaration, dan Sustainable Development Goals
(SDGs).
Isu terkini lainnya mencakup (i) harmonisasi dan sinergitas kebijakan dari level nasional
sampai ke level desa dan komunitas, (ii) penerapan kebijakan yang inklusif yang berpihak
pada kelompok rentan, (iii) penguatan kearifan lokal dalam PRBBK, (iv) penguatan
5
Dikutip dari Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia/MPBI (2022). Catatan Arahan terkait Pesan Kunci
untuk GPDRR 2022.
29. 22
kapasitas kepada pemangku kebijakan, (v) pendekatan Kawasan, (vi) kemudahan akses
informasi bencana di Indonesia
Pengembangan Praktik Penghelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) yang
lebih kuat meliputi integrasi dengan ancaman lainnya (seperti dampak perubahan iklim,
pandemi COVID-19, degradasi lingkungan, dan konflik); isu tentang ketangguhan
UMKM; membangun kesejahteraan dan perlindungan sosial; kolaborasi pentahelix yang
saling menguatkan fungsi, peran, kontribusi dan keterlibatan berbagai aktor; peringatan
dini yang inklusif, edukasi bencana dan optimasi peran institusi Pendidikan, dan kolaborasi
yang inklusif.
Penguatan kedepan: Pengembangan sistem informasi, mekanisme umpan balik, penguatan
kelembagaan, peningkatan kapasitas, dan penguatan jejaring, serta partisipasi bermakna
untuk seluruh warga, termasuk kelompok rentan.
B. Kolaborasi
Kolaborasi multi pihak perlu didukung dengan akses data dan informasi yang akurat, dapat
diandalkan, dan mudah diakses. Tidak hanya untuk para pengambil keputusan, namun juga
untuk publik. Saat ini tiap K/L memiliki sistem data dan informasi, maka pengintegrasian
informasi perlu dibangun. Sistem data dan informasi hendaknya mengacu pada prinsip-
prinsip keterbukaan informasi dan perlindungan data privasi. Proses transformasi digital
terhadap data-data sosial demografi diseluruh tingkatan (dari nasional hingga ke lokal)
perlu dilakukan untuk memudahkan pengelolaan data dan informasi untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan
Forum tematik yang sudah dibentuk perlu didukung dengan wadah forum kolaborasi untuk
pembangunan dan kemanusiaan. Forum ini berfungsi dalam mendorong pertukaran
informasi, koordinasi, serta kolaborasi bersama dalam penyelarasan kebijakan,
pelaksanaan program, dan pemantauan program pembangunan
Forum yang ada juga perlu menjangkau para pelaku bisnis sosial atau start-up yang
umumnya memiliki tujuan berdampak terhadap perkembangan sosial ekonomi. Entitas ini
banyak tumbuh di era transformasi digital dan memiliki potensi tinggi dalam mendukung
inovasi dan upaya membangun ketangguhan masyarakat
Perlu adanya strategi untuk meningkatkan kapasitas para pihak secara terstruktur,
sistematis, dan masif, agar memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam
30. 23
mengintegrasikan isu pembangunan dan penanggulangan bencana (termasuk dengan
adaptasi perubahan iklim dan perlindungan sosial adaptif) secara berkelanjutan.
C. Pembiayaan Risiko
Seiring dengan waktu, kejadian bencana terus meningkat sehingga pembentukan
mekanisme Dana Bersama perlu diakselerasi dan diperkuat dengan instrumen-instrumen
pembiayaan risiko bencana lainnya. Salah satu opsinya adalah melakukan transfer risiko
ke pihak ketiga melalui asuransi. Saat ini Pemerintah sudah memulai mengasuransikan
barang-barang milik negara (BMN) dan asuransiasuransi untuk perlindungan masyarakat,
rumah tangga dan usaha kecil pada Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), Asuransi Usaha
Ternak Sapi (AUTS), Asuransi Nelayan Tangkap, dan Asuransi Budidaya Ikan kecil.
Skema ini bisa dikemas dengan mengikutsertakan aspek risiko bencana.
Negara-negara ASEAN+3 (China, Japan, and Republik Korea) bersepakat untuk
mendirikan Southeast Asian Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF). Dibangun untuk
menjadi platform regional yang focus pada penyediaan fasilitas dan solusi pembiayaan
risiko bencana melalui asuransi untuk negara ASEAN, yang dibentuk dalam rangka
meningkatkan ketahanan keuangan kawasan terhadap bencana. Regional Pooling Fund ini
bermanfaat dalam (i) Berfungsi sebagai forum untuk berbagi pengetahuan dan praktik baik
(ii) Mempromosikan investasi Bersama dalam barang publik untuk mendukung
pemahaman tentang risiko (iii) Mempertahankan momentum politik – mendorong
keterlibatan dan kemajuan dalam penanggulangan bencana dan perubahan iklim
Asuransi parametric/index-based insurance /forecast-based financing adalah suatu inovasi
produk asuransi dengan skema pencairan asuransi dilakukan sebelum kejadian bencana
terjadi. Hal ini dapat melindungi masyarakat/pemegang asuransi untuk mengurangi
kerugian besar. Sebagai contoh, asuransi ini akan melindungi petani di Indonesia dalam
mencairkan dana terhadap risiko gagal panen yang bisa diketahui sebelumnya karena
kondisi cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan. Ganti rugi secara langsung kepada petani
dapat dilakukan tanpa harus menunggu inspeksi kondisi fisik objek yang diasuransikan
dalam hal ini hasil pertanian.
D. Inklusif
Masih banyak yang harus dilakukan untuk menghilangkan hambatan serta mendorong
partisipasi secara bermakna peran kelompok berisiko tinggi ke dalam pengurangan risiko
31. 24
bencana dan tanggap darurat bencana. Hambatan utama yang dihadapi mencakup 5 (lima)
hal, yaitu (i) data terpilah, (ii) partisipasi aktif, (iii) aksesibilitas, (iv) pemberdayaan dan
(v) perlindungan menyeluruh
Namun, mekanisme perlindungan sosial yang ada belum mencakup risiko terkait ancaman
bencana. Selain itu, perlindungan sosial yang ada masih menghadapi beberapa tantangan,
diantaranya target, akurasi, serta cakupannya masih sangat rendah terutama disektor
informal dan berpotensi tumpang tindih
Perkuat pendataan dan aksesibilitas yang merupakan tantangan besar dalam pencapaian
inklusi (leave no one behind) melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dan koordinasi lintas
sektor
Perlunya strategi pelibatan komunitas yang mengikutsertakan kelompok paling berisiko di
tingkat lokal dalam membangun ketahanan bencana
Perlunya mekanisme untuk mengkaji dan memantau strategi dan rencana PRB (di tingkat
lokal, daerah, dan nasional) agar bersifat inklusif serta integrasi dalam perencanaan
keuangan
Perlunya perangkat dalam mengidentifikasi, menyebar informasi, dan membentuk sistem
rujukan yang dapat menjangkau kelompok rentan.
E. Inovasi dan Teknologi
Kolaborasi multi pihak, multi disiplin, multi territorial. Pengelolaan bencana merupakan
upaya yang perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu. Oleh
karena itu, kolaborasi yang berkesinambungan dari para pemangku kepentingan sangat
diperlukan untuk mendorong inovasi di bidang kebencanaan. Penanganan bencana juga
merupakan isu lintas teritorial sehingga kerjasama regional dan global mutlak untuk
dilakukan. Produk yang telah dihasilkan perlu disosialisasikan secara lebih luas agar dapat
dimanfaatkan secara optimal. Termasuk mengkombinasikan kearifan lokal serta
melibatkan masyarakat secara inklusif dalam proses pengembangan inovasi
Akses pada data yang mudah diakses, dapat diandalkan, akurat, dan termutakhir.
Ketersediaan dan kemampuan berbagi data dari berbagai K/L terkait merupakan salah satu
komponen penting dalam pelaksanaan kajian risiko bencana sehingga penerapan inisiatif
Satu Data Indonesia dan Satu Data Bencana Indonesia (SDBI) perlu terus didorong.
32. 25
Pendanaan inovasi dan teknologi kebencanaan merupakan salah satu tantangan yang
dihadapi tidak hanya di Indonesia namun juga di berbagai negara. Dana yang dibutuhkan
untuk mengoperasikan dan mereplikasi teknologi kebencanaan seperti sistim peringatan
dini bencana memerlukan anggaran yang nyata. Disamping itu, teknologi kebencanaan
umumnya memiliki pasar yang terbatas. Termasuk pula akses pendanaan untuk
peneliti/pengusaha muda. Perlu kerangka pendanaan riset dan inovasi kebencanaan
sehingga pengembangan inovasi dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Adaptasi teknologi revolusi industri 4.0. Pandemi Covid-19 telah menunjukan pentingnya
penerapan berbagai teknologi revolusi industri 4.0 untuk mendorong percepatan inovasi.
Teknologi tersebut antara lain Artificial intelligence, Big Data, Internet of Things, Cloud
Computing.
33. 26
BAB IV
Rekomendasi
Memperhatikan pencapaian dan tantangan Indonesia berikut pesan penting GDPRR 2022,
berikut beberapa rekomendasi kebijakan strategis terkait pengurangan risiko bencana:
a. Penguatan komitmen pemimpin daerah dan pemangku kepentingan terkait melalui 2 (dua)
langkah taktis yaitu (i) peningkatan pemahaman melalui advokasi, sosialisasi, kampanye
publik. Untuk itu dibutuhkan strategi komunikasi pengurangan risiko bencana sebagai
acuan dalam pelaksanaan advokasi, sosialisasi dan kampanye publik; (ii) internalisasi
dokumen kebijakan dan strategi pengurangan risiko bencana seperti Rencana Induk
Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2044 (BNPB), Kebijakan Pembangunan
Berketahanan Iklim 2020 – 2045 (Bappenas); (3) Rencana Induk Penanggulangan Bencana
2020-2045 (RIPB, BNPB); (4) Peta Jalan National Determination Contribution (NDC)
2030 (KLHK); (5) Indonesia Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience
(LT-LCCR) 2050 dan lainnya ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional/Daerah (RPJPN/D) 2025-2045, dan RPJMN/D 2025-2029.
b. Menjadikan masyarakat sebagai subyek PRB. Penyelenggaraan penanggulangan bencana
dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan perlindungan sosial, mendapatkan
pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (UU 24/2007). Dibutuhkan perhatian khusus
agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan secara hakiki dan
bukan basa basi (tokenism6
)
Selain itu, meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
infrastruktur tanggap bencana pada lingkup skala lingkungan rumah tangga.
c. Revitalisasi beragam forum pengurangan risiko bencana (PRB) dan sejenis baik di tingkat
pusat maupun daerah, baik pada kementerian/lembaga maupun dinas provinsi/kabupaten/
6
Tokenism dimaknai sebagai pendekatan 'partisipatif' yang dapat dicirikan sebagai upaya asal-asalan atau simbolis
hanya untuk menunjukkan bahwa masyarakat telah dilibatkan. Istilah ini dipergunakan dalam tangga partisipasi
Arnstein (1969) (diakses melalui https://participation.cbm.org/the-ladder-of-citizen-participation tanggal 30 Maret
2023).
34. 27
kota/desa melalui kolaborasi forum PRB pada masing-masing tingkatan pemerintahan
tersebut yang ditandai dengan terwujudnya konsensus agenda bersama. Keberadaan Forum
PRB desa menjadi penting dalam konteks kolaborasi di garda depan.
Forum PRB ini berfungsi dalam mendorong pertukaran informasi, koordinasi, serta
kolaborasi bersama dalam penyelarasan kebijakan, pelaksanaan program, dan pemantauan
program pembangunan. Kolaborasi juga melibatkan kaum marjinal baik lansia,
perempuan, pemuda, dan disabilitas. Selain juga perlu menjangkau para pelaku bisnis
sosial atau start-up yang umumnya memiliki potensi tinggi dalam mendukung inovasi dan
upaya membangun ketangguhan masyarakat
Keberadaan forum kolaborasi PRB ini juga sekaligus menjawab fenomena working
in silos diantara pemangku kepentingan khususnya institusi pemerintah sendiri.
d. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lain termasuk kaum
marjinal. Termasuk juga tema penyelenggaaraan pembangunan bangunan gedung yang
memenuhi standar yang menjamin keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan
bagi penggunanya. Selain itu, penguatan kapasitas pengetahuan profesional (konsultan,
kontraktor) sebagai pelaku pembangunan dalam penyelenggaraan infrastruktur yang
berketahanan terhadap bencana.
e. Pemberian fokus perhatian khusus bagi daerah dengan kapasitas fiskal rendah dan
pengembangan pengelolaan risiko bencana berbasis kepulauan termasuk pulau-pulau kecil.
f. Penyempurnaan sistim pendataan kebencanaan melalui (i) standarisasi data; (ii) integrasi
data; (iii) pembenahan kemampuan berbagidata mencakup peningkatan kesiapan
infrastruktur jaringan teknologi berbagipakai, kapasitas SDM pengelola data, dan
penyempurnaan regulasi yang mengatur berbagi pakai data termasuk SOP.
g. Pengembangan strategi komunikasi kebencanaan agar terwujud budaya sadar bencana
khususnya masyarakat umum.
h. Ketersediaan sumber pendanaan kebencanaan tidak hanya berfokus pada sumber
pemerintah baik pusat maupun daerah tetapi juga meningkatkan keterlibatan dunia usaha
seperti pemanfaatan Kemitraan Pemerintah-Badan Usaha/KBPU (Public-Private
Partnerships/PPP) melalui skema Viability Gap Funds (VGF)7
dan Availability Payment
7
Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi
sebagian biaya konstruksi yang diberikan secara tunai pada proyek KPBU yang sudah memiliki kelayakan ekonomi
35. 28
(AP)8
untuk pembiayaan infrastruktur pasca bencana dengan disertai penguatan instrumen
pengurangan risiko bencana. Selain juga, sumber pendanaan dari Corporate Social
Responsibility (CSR) khususnya teruntuk pemulihan pasca bencana
Sumber pendanaan luar negeri yang berasal dari Bank multilateral dan Climate
Fund yang disediakan lembaga internasional menjadi pilihan lain dengan
mempertimbangkan ketersediaan skema pembiayaan bersama dengan tingkat bunga yang
relatif rendah, dana hibah, dan tersedianya bantuan teknis yang dapat meningkatkan
kualitas pengelolaan bencana.
i. Pengembangan dan penguatan peran Indonesia sebagai pusat pembelajaran (centre of
excellence) kebencanaan baik tingkat ragional Asia Tenggara, Asia bahkan Dunia melalui
(i) penerapan manajemen pengetahuan yang mendokumentasikan, menganalisis, dan
menyebarluaskan pengetahuan berupa praktik unggulan, dan kearifan lokal, memanfaatkan
beragam media komunikasi; (ii) bertukar data, informasi bahkan pengetahuan kebencanaan
dengan negara lain; (iii) pengembangan inovasi dan teknologi kebencanaan; (iv) kerjasama
luar negeri kebencanaan
j. Memperkuat kerjasama antarnegara dalam PRB baik tingkat regional Asia Tenggara, Asia
maupun Dunia dalam hal pemanfaatan data dan pengembangan teknologi, berbagi praktik
baik, mobilisasi sumberdaya lintas negara serta kolaborasi pendanaan. Langkah ini juga
sekaligus mendukung upaya menjadikan Indonesia sebagai pusat pembelajaran
kebencanaan.
k. Mendorong kerjasama antar negara untuk memperkuat komitmen dalam menangani risiko
pengungsian dimana kerjasama ini akan membawa berbagai negara, baik regional dan
global serta lembaga non-pemerintah untuk bertukar praktik baik, pemanfaatan teknologi,
meningkatkan pengembangan kebijakan dan kolaborasi untuk penanganan pengungsian
namun belum memiliki kelayakan finansial. Dukungan Kelayakan dapat diberikan setelah tidak terdapat lagi
alternatif lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak secara finansial. Pemerintah Daerah dapat berkontribusi
atas pemberian dukungan ini setelah memperoleh persetujuan dari DPRD (https://kpbu.kemenkeu.go.id/read/37-
40/pjpk/dukungan-pemerintah/dukungan-kelayakan diakses 30 Maret 2023).
8
Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment/AP) adalah pembayaran secara berkala oleh
Menteri/Kepala Lembaga kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan infastruktur yang sesuai dengan
kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU (https://kpbu.kemenkeu.go.id/read/1095-
1258/pjpk/pembayaran-kepada-badan-usaha/pembayaran-ketersediaan-layanan diakses 30 Maret 2023)
36. 29
Daftar Rujukan
Badan Pusat Statistik (2021). Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19. Diakses pada
tanggal 27 Maret melalui https://www.bps.go.id/publication/Survey Sosial Demografi Dampak
COVID-19
BAPPENAS (2021). Arah Kebijakan dan Kolaborasi Program Perlindungan Sosial
Adaptif. Disampaikan dalam FGD Forum Konsultatif K/L Sinergitas Program Membangun
Ketangguhan Bencana Berbasis Masyarakat. BNPB-SIAPSIAGA
Global Platform for Disater Risk Reduction (GPDRR) (2022). Co-Chairs’ Summary. Bali
Agenda for Resilience. From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a
Covid-19 Transformed World.
IISD (2022). 7th
Session of the Global Platform for Disaster Risk Reduction (GP2022).
Diakses pada tanggal 26 Maret melalui https://enb.iisd.org/global-platform-disaster-risk-
reduction-gp2022
Lassa, J.A. dan Sembiring, M. (2017). Towards Policy Integration
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) (2022), Catatan Arahan terkait
Pesan Kunci Indonesia untuk Global Platform for Disaster Risk Reduction 2022.
Predikt (2022). Catatan Diskusi Untuk Thematic Session dan High Level Dialogue Global
Platform for Disaster Risk Reduction 2022
Sekretariat Kabinet Indonesia (2022). Sambutan Presiden Republik Indonesia pada
Pembukaan GPDRR. diakses tanggal 25 Maret 2023 melalui https://setkab.go.id/pembukaan-7th-
global-platform-for-disaster-risk-reduction-2022-di-bali-nusa-dua-convention-center-nusa-dua-
provinsi-bali-25-mei-2022/
SMERU (2021). Studi Dampak Sosial-Ekonomi Pandemi COVID-19 di Indonesia.
Diakses pada tanggal 27 Maret melalui https://smeru.or.id/Studi_Dampak_Sosial-
Ekonomi_Pandemi COVID-19
The Deputy Secretary General United Nations (2022). Remarks at Closing Ceremony. 3rd
Multi-Hazard Warning Conference.