SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
1
1. Mengapa filsafat politik begitu penting bagi pengelolaan konflik kepentingan demi
pembentukan tatanan kehidupan bersama?
 Politik merupakan aktivitas kompetitif mengelolah perbedaan atau konflik kepentingan, untuk
menentukan corak dan arah pemerintahan suatu tatanan hidup dalam negara [p. 5]. Agar
mempunyai pegangan, definisi politik kira-kira demikian. Akan tetapi, sebetulnya politik sangat
rumit sebab politik melibatkan banyak unsur yang tidak jarang kontras satu dengan yang
lainnya. Politik adalah konflik. Politik berbicara mengenai kehidupan bersama (sosialisme),
tetapi juga kehidupan individu (liberalisme), dari sana muncul topik mengenai hak dan
kewajiban, hukum, keadilan, kebebasan warga dan otoritas negara, dll. Politik melingkupi
banyak aspek, mengelola berbagai kepentingan, mencari alternatif kreatif agar dalam berbagai
tabrakan kepentingan, kehidupan bersama tetap jalan. Atas itulah hemat saya, filsafat politik
menjadi penting bagi pengelolaan konflik kepentingan demi pembentukan tatanan kehidupan
bersama. Saya lebih dahulu akan melihat relevansi filsafat berhadapan dengan politik
berdasarkan tiga sifat dasar kajian filosofis. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan tidak menjadi
khusus berdasarkan objek material yang ia tawarkan, melainkan metodenya, yakni metode
reflektif. Filsafat mempunyai tiga ciri metodis, yakni menyeluruh, mendasar, dan kritis.
Pertama, menyeluruh. Berhadapan dengan politik, filsafat dapat membantu memberi
refleksi yang komprehensif mengenai aspek-aspek yang relevan berkaitan dengan politik,
sehingga alternatif yang muncul merupakan sebuah refleksi menyeluruh dan berterima.
Mengenai itu, filsafat misalnya bertanya apa saja unsur yang terlibat dalam sebuah tatanan?
Siapa pelaku politik? Apa tujuan politik? Apa itu kebebasan? Apa itu otoritas negara, hak,
kewajiban, keadilan, dll? Semua ini merupakan pertanyaan refleksif yang penting untuk
dijawab sebagai tonggak-tonggak dasar bagi justifikasi sebuah sistem politik misalnya.
Kedua, mendasar. Sekilas, ciri kedua sudah disinggung pada ciri pertama di atas. Filsafat
politik membahas isu-isu mendasar seperti apakah hidup dalam sebuah tatanan merupakan
suatu keniscayaan atau tidak? Apa dasarnya? Siapa manusia sebagai bahan dasar tata negara,
kualitas-kualitasnya? Bagaimana mengatur relasi negara dan warga, batas-batasnya? Kapan
negara wajib ditaati dan kapan otoritas itu relatif terhadap individu? Apa dasar legitimasi
wewenang negara? Kapan pembangkangan dibenarkan? dll. Semua ini akan diramu sedemikian
rupa oleh filsafat politik.
Ketiga, kritis. Sifat kritis ialah salah satu yang khas filsafat. Studi komprehensif mengenai
setiap unsur dengan logika yang ketat membuat filsafat politik dapat mengevaluasi model atau
corak tatanan hidup bersama secara kritis. Misalnya, berdasarkan refleksi filosofis bahwa
manusia adalah makhluk bebas, filsafat politik akan mengevaluasi sistem politik tirani sebagai
buruk karena mengabaikan kebebasan warga. Sebaliknya demokrasi mungkin akan lebih baik
karena akan menjamin kebebasan warga, meskipun demokrasi yang kebablasan akan menjadi
anarki. Di sini kelihatan bahwa filsafat tidak memutlakan yang satu dari yang lain. Ciri kritis
UTS Fil. Politik
PATRITIUS ARIFIN
Pendengar
2
filsafat ialah justru dengan tidak pernah memutlakkan sesuatu. Demikian filsafat politik tidak
pernah mengajukan suatu sistem yang mapan sebagai sistem politik, selalu ada evaluasi kritis
yang menyertai setiap teori.
Ciri kritis/evaluatif ini membuat filsafat politik begitu sentral bagi praktik dan pemikiran
politik, yakni: a) Filsafat politik membantu sistem politik mengenali apa yang mungkin
diperjuangkan dalam ciri contingent dinamika peristiwa. b) Sistem politik berdampak besar
bagi kehidupan manusia, maka pembedaan baik dan buruk dalam refleksi filosofis membantu
perbaikan tatanan demi kehidupan manusia yang baik. c) Hidup dalam sistem politik tertentu
merupakan pilihan, maka filsafat politik membantu refleksi untuk menentukan tatanan yang
baik untuk dipilih. d) Pembedaan kualitas baik dan buruk secara moral dalam sebuah tatanan
merupakan bagian integral filsafat politik, [p. 11]. Begitulah filsafat politik menjadi sedemikian
sentral bagi pengelolaan konflik kepentingan dalam kehidupan bersama.
2. Mengapa para filosof politik modern memulai refleksi tentang tata negara dengan
gagasan tentang kondisi alami (state of nature)? Meskipun bukan kisah empiris-historis,
mengapa konsep ‘kondisi alami’ begitu penting untuk memahami tata negara modern?
 Mengutip David Hume, “dari apa yang ada (what is) tidak bisa disimpulkan bahwa apa yang
ada itu seharusnya ada (what should be).” [p. 17]. Dari kenyataan bahwa tidak satu pun manusia
modern yang luput dari tatanan (selalu berada dalam tatanan) tidak serta merta dapat
disimpulkan bahwa seharusnya memang demikian, bahwa hidup dalam tatanan adalah
keniscayaan. Demikian muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti bagaimana kita bisa
yakin bahwa lebih baik hidup dalam tatanan (negara) dari pada tidak? Apakah tidak mungkin
tidak ada negara? Dengan kata lain, bagaimana keberadaan negara dipertanggungjawabkan?
Lantas menjawab berbagai kegelisahan tersebut, para filosof politik seperti Hobbes, Locke, dan
Russeau mencari justifikasi dengan penalaran negatif, yakni memahami makna negara justru
dengan membayangkan sebuah kondisi seandainya tanpa negara yang disebut kondisi alami
(the state of nature). Pertanyaannya ialah mengapa konsep ‘kondisi alami’ penting? Konsep
‘kondisi alami’ atau kondisi pra-politis menjadi sentral karena dengan demikian, kita
mempunyai prangkat untuk mengerti mengapa kemudian muncul tatanan politis yang disebut
negara itu. Makna keberadaan sesuatu hanya muncul dengan syarat bahwa sesuatu itu tidak
niscaya. Dengan demikian kemunculannya ialah suatu alasan. Dengan kata lain, logika negatif
digunakan untuk memberi pendasaran logis rasional akan adanya negara. Hanya dengan
demikian, kita dapat mengerti arti sebuah tatanan. Begitu misalnya, dengan membayangkan
‘kondisi alami’ yang dicirikan oleh kekacauan, bahaya, ketakutan, kebringasan, perang yang
diakibatkan oleh tidak terbatasnya kebebasan individu sebagaimana digambarkan oleh Hobbes,
kita akhirnya dapat memahami mengapa negara modern mendasarkan diri pada hukum dengan
monopoli pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang menjamin terpenuhinya hak semua
warga negara dan pembatasan kebebasan.
3
3. Mengapa hak asasi manusia (HAM) bisa dikatakan menjadi prinsip politik yang sentral
untuk melindungi setiap warga dari kesewenangan otoritas negara dan kebebasan warga
lain?
 Sebagaimana kita tahu, negara tidak hanya merupakan kekuatan pemaksa (coercive force) dan
juga bukan hanya kekuasaan berdasarkan hukum, melainkan juga otoritas legal (legitim
authority) dan legalitas ini diatur oleh hukum. Atas kedudukan yang kuat itu, sebagaimana
sejarah membuktikan, ada kecenderungan bahwa otoritas negara membusuk menjadi tirani.
Kecemasan akan tirani inilah yang lalu melahirkan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap
otoritas pemerintah atau raja seperti Magna Carta Liberatum (1215) di kerajaan Inggris.
Pembatasan ini perlu untuk melindungi warga dari kesewenangan negara. Akan tetapi,
pembatasan terhadap otoritas negara yang legitim itu mengandaikan kekebalan tertentu pada
pihak warga negara. Demikian muncullah gagasan mengenai individu yang memiliki kualitas
interior seperti suara hati dan kehendak bebas yang membuatnya setara dan independen
terhadap siapa pun sebagaimana St. Agustinus [p 36]. Kualitas individu ini juga tidak bisa
merupakan suatu yang diberi dari luar, oleh orang tertentu atau oleh negara, sehingga juga tidak
bisa diambil oleh siapa pun termasuk dalam hal ini negara. Dari sanalah berkembang konsep
mengenai hak asasi manusia (HAM). Dalam bahasa filsafat politik, hak asasi manusia bersifat
pra-negara atau pra-politis. Demikianlah hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang
hakiki dan melekat pada seseorang karena kodratnya sebagai manusia. Konsep HAM dengan
demikian menjadi sangat sentral untuk melindungi individu atau warga dari kesewenangan
negara sebab dengan HAM, otoritas negara terbatas (tidak absolut) terhadap individu. Hak asasi
meliputi hak atas hidup, kebebasan berpikir, berpendapat, berkeyakinan, ada juga hak ekonomi,
dll. Dengan dijaminnya HAM sebagai kekebalan individu, tegangan antara otoritas dan
kebebasan warga dan antara kebebasan individu dan individu lain terjaga.
4. Bayangkan, seorang ahli berceramah dalam Dies Natalis STF Driyarkara. Ia mengajukan
tesis begini: “Otoritas negara dan kebebasan warga membentuk tegangan permanen
dalam kehidupan politik, dan pemutlakan salah satu dari dua kutub itu merupakan
penyakit politik dan hidup bernegara”. Soal: Berdasarkan diktat dan kuliah lisan,
terangkan secara ringkas arti tesis itu!
 Tegangan antara otoritas negara dan kebebasan warga merupakan sesuatu yang tak terhindarkan
dalam kehidupan politik persis karena kedua unsur ini memiliki sifat saling meniadakan
(bertentangan), tetapi sekaligus saling membutuhkan. Bagaimana itu dipahami? Kita tahu, tidak
ada kekuasaan yang efektif tanpa disertai kewenangan untuk memaksa (bisa dengan kekerasan)
yang dijamin oleh hukum. Demikian, jika negara bukan sebuah otoritas legal yang memaksa,
keberadaan negara tidak efektif dan lalu menjadi irelevan karena tidak lagi punya kekuatan
untuk mengatur. Maka otoritas penting. Akan tetapi, otoritas tanpa batasan ialah kesewenangan
4
yang bisa membusuk menjadi tirani. Dalam hal ini, negara juga lalu menjadi irelevan sebab
tujuan adanya tidak tercapai, yakni mengatur jalannya kehidupan bersama tanpa ancaman,
ketakutan, seperti dalam kondisi alami tanpa negara sebab negara justru menjadi ancaman.
Maka, pembatasan wewenang negara juga penting, persis karena ada kebebasan warga.
Demikian, poin kedua yang penting ialah kebebasan warga. Kebebasan warga memungkinkan
setiap warga negara untuk mengekspresikan diri, berkembang lebih maju menuju kesejahteraan.
Kebebasan, baik kebebasan positif pun kebebasan negatif, menciptakan ruang bagi warga untuk
bergerak dan menentukan diri tanpa takut dalam sebuah negara. Jika kita lebih teliti, alasan
pembentukan tatanan berdasarkan teori ‘kondisi alami’ (the state of nature) sebetulnya justru
agar kebebasan seseorang bisa tercapai dan dijamin oleh negara. Maka itu, kebebasan
sedemikian sentral dalam maksud adanya tatanan itu sendiri. Akan tetapi, problemnya sama,
yakni bahwa kebebasan tanpa batas ialah resep menuju anarkisme. Kebebasan tanpa batas justru
meniadakan kebebasan itu sendiri, karena lalu tidak ada bedanya dengan kondisi pra-negara di
mana kebebasan absolut pada setiap individu justru menciderai kebebasan itu sendiri. Di sini
kita bisa melihat pentingnya batasan. Jika batasan yang penting, persoalan dengan demikian
bukan lagi mengenai otoritas negara atau kebebasan, kembali ke tesis tadi. Kedua unsur ini
sama-sama penting. Problem tata negara lalu sebetulnya ialah bagaimana mendamaikan kedua
unsur ini. Cara mendamaikan keduanya ialah dengan membatasi masing-masing bagian agar
yang satu tidak dominan terhadap yang lain. Hanya dengan demikian, dengan menjaga tegangan
itu, terciptalah negara yang baik, yang teratur, tetapi juga bebas. Dalam kondisi itulah negara
justru mencapai bentuk ‘ideal’-nya. Dengan begitu, pemutlakan salah satu unsur tersebut
merupakan penyakit bagi satu sistem politik. Itulah kira-kira maksud tesis di atas.

More Related Content

Similar to Mengelola Konflik (20)

Sistem politik indonesia yang memungkinkan
Sistem politik indonesia yang memungkinkanSistem politik indonesia yang memungkinkan
Sistem politik indonesia yang memungkinkan
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
 
Makalah hukum tata negara (2)
Makalah hukum tata negara (2)Makalah hukum tata negara (2)
Makalah hukum tata negara (2)
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
 
Birokrasi dan partai politik
Birokrasi dan partai politikBirokrasi dan partai politik
Birokrasi dan partai politik
 
Demokrasi dan HAM
Demokrasi dan HAMDemokrasi dan HAM
Demokrasi dan HAM
 
Pengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politikPengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politik
 
Enam prinsip dasar realisme politik
Enam prinsip dasar realisme politikEnam prinsip dasar realisme politik
Enam prinsip dasar realisme politik
 
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernSejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
 
Makalah ilmu politik 3
Makalah ilmu politik  3Makalah ilmu politik  3
Makalah ilmu politik 3
 
Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2
 
Makalah ilmu politik
Makalah ilmu politikMakalah ilmu politik
Makalah ilmu politik
 
Politik hukum
Politik hukumPolitik hukum
Politik hukum
 
Unsur & Fungsi Negara
Unsur & Fungsi NegaraUnsur & Fungsi Negara
Unsur & Fungsi Negara
 
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
 
Hubungan dasar negara dengan konstitus
Hubungan dasar negara dengan konstitusHubungan dasar negara dengan konstitus
Hubungan dasar negara dengan konstitus
 
Kwn bab 4
Kwn bab 4Kwn bab 4
Kwn bab 4
 
In mc. word
In mc. wordIn mc. word
In mc. word
 

More from oktavianusbaptista1

7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf
7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf
7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdfoktavianusbaptista1
 
Fransiskadgfjd d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptx
Fransiskadgfjd  d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptxFransiskadgfjd  d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptx
Fransiskadgfjd d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptxoktavianusbaptista1
 
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdf
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdfLINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdf
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdfoktavianusbaptista1
 
MATERI kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVG
MATERI  kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVGMATERI  kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVG
MATERI kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVGoktavianusbaptista1
 
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscx
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscxDOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscx
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscxoktavianusbaptista1
 
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdf
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdfpakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdf
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdfoktavianusbaptista1
 
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptx
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptxfratelli tutti adalah hidup yang baru .pptx
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptxoktavianusbaptista1
 
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptx
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptxLembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptx
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptxoktavianusbaptista1
 
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdf
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdfFILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdf
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdfoktavianusbaptista1
 
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docx
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docxDavid Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docx
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docxoktavianusbaptista1
 
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdf
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdfCopy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdf
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdfoktavianusbaptista1
 
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdf
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdfpakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdf
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdfoktavianusbaptista1
 
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdf
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdfpel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdf
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdfoktavianusbaptista1
 
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptx
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptxLingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptx
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptxoktavianusbaptista1
 

More from oktavianusbaptista1 (20)

7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf
7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf
7.-BKSN-BIA-KAJ-2021TRTYUTRYUYTYRRRRRRRRRRRRRRRR-Tema-3-1.pdf
 
Fransiskadgfjd d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptx
Fransiskadgfjd  d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptxFransiskadgfjd  d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptx
Fransiskadgfjd d nbbbbbbbbbbbbbbbbb Day 1(2).pptx
 
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdf
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdfLINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdf
LINGKUNGAN djskjdhfdncjdhvhfjdncbdcndancbdcvjdnfc.pdf
 
MATERI kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVG
MATERI  kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVGMATERI  kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVG
MATERI kelasptxSDCVGFDSDFGFDSASDFGGDSASDFGDSDFVG
 
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscx
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscxDOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscx
DOA SYKUR GE SM 2.pdfasdfghjhgfdsaertyhjhfdsazxcvgt5efdscx
 
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdf
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdfpakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdf
pakkelas6bahanbab9-hatinuranism2-dave-160615074514 (1).pdf
 
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptx
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptxfratelli tutti adalah hidup yang baru .pptx
fratelli tutti adalah hidup yang baru .pptx
 
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptx
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptxLembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptx
Lembar Kerja Peserta Didik Aktivitas 4.pptx
 
YESUS KRISTUS SANG PELAYAN.pptx
YESUS KRISTUS SANG PELAYAN.pptxYESUS KRISTUS SANG PELAYAN.pptx
YESUS KRISTUS SANG PELAYAN.pptx
 
UTS INKLUSIF VIAN.docx
UTS INKLUSIF VIAN.docxUTS INKLUSIF VIAN.docx
UTS INKLUSIF VIAN.docx
 
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdf
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdfFILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdf
FILSAFAT_ILMU_DAN_PENELITIAN_KEBUDAYAAN.pdf
 
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docx
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docxDavid Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docx
David Ben Usolin Jawaban Modul 7-13.docx
 
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdf
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdfCopy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdf
Copy of RPP Microteaching SD Katolik Permata Bunda .pdf
 
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdf
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdfpakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdf
pakkelas6bahanbab1-2uh1sm1-dave-160614124017 (1).pdf
 
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdf
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdfpel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdf
pel3kemampuandanketerbatasankusebagaicitraallah-130930231242-phpapp02.pdf
 
PW.docx
PW.docxPW.docx
PW.docx
 
JadwalFlgnp.pdf
JadwalFlgnp.pdfJadwalFlgnp.pdf
JadwalFlgnp.pdf
 
11994252.ppt
11994252.ppt11994252.ppt
11994252.ppt
 
Rahner (1).pptx
Rahner (1).pptxRahner (1).pptx
Rahner (1).pptx
 
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptx
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptxLingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptx
Lingkungan Turut Mengembangkan Diriku sebagai Perempuan atau Laki-Laki.pptx
 

Recently uploaded

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara HukumMAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukumbrunojahur
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 

Recently uploaded (8)

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara HukumMAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
MAKALAH KELOMPOK II (1).pdf Prinsip Negara Hukum
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 

Mengelola Konflik

  • 1. 1 1. Mengapa filsafat politik begitu penting bagi pengelolaan konflik kepentingan demi pembentukan tatanan kehidupan bersama?  Politik merupakan aktivitas kompetitif mengelolah perbedaan atau konflik kepentingan, untuk menentukan corak dan arah pemerintahan suatu tatanan hidup dalam negara [p. 5]. Agar mempunyai pegangan, definisi politik kira-kira demikian. Akan tetapi, sebetulnya politik sangat rumit sebab politik melibatkan banyak unsur yang tidak jarang kontras satu dengan yang lainnya. Politik adalah konflik. Politik berbicara mengenai kehidupan bersama (sosialisme), tetapi juga kehidupan individu (liberalisme), dari sana muncul topik mengenai hak dan kewajiban, hukum, keadilan, kebebasan warga dan otoritas negara, dll. Politik melingkupi banyak aspek, mengelola berbagai kepentingan, mencari alternatif kreatif agar dalam berbagai tabrakan kepentingan, kehidupan bersama tetap jalan. Atas itulah hemat saya, filsafat politik menjadi penting bagi pengelolaan konflik kepentingan demi pembentukan tatanan kehidupan bersama. Saya lebih dahulu akan melihat relevansi filsafat berhadapan dengan politik berdasarkan tiga sifat dasar kajian filosofis. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan tidak menjadi khusus berdasarkan objek material yang ia tawarkan, melainkan metodenya, yakni metode reflektif. Filsafat mempunyai tiga ciri metodis, yakni menyeluruh, mendasar, dan kritis. Pertama, menyeluruh. Berhadapan dengan politik, filsafat dapat membantu memberi refleksi yang komprehensif mengenai aspek-aspek yang relevan berkaitan dengan politik, sehingga alternatif yang muncul merupakan sebuah refleksi menyeluruh dan berterima. Mengenai itu, filsafat misalnya bertanya apa saja unsur yang terlibat dalam sebuah tatanan? Siapa pelaku politik? Apa tujuan politik? Apa itu kebebasan? Apa itu otoritas negara, hak, kewajiban, keadilan, dll? Semua ini merupakan pertanyaan refleksif yang penting untuk dijawab sebagai tonggak-tonggak dasar bagi justifikasi sebuah sistem politik misalnya. Kedua, mendasar. Sekilas, ciri kedua sudah disinggung pada ciri pertama di atas. Filsafat politik membahas isu-isu mendasar seperti apakah hidup dalam sebuah tatanan merupakan suatu keniscayaan atau tidak? Apa dasarnya? Siapa manusia sebagai bahan dasar tata negara, kualitas-kualitasnya? Bagaimana mengatur relasi negara dan warga, batas-batasnya? Kapan negara wajib ditaati dan kapan otoritas itu relatif terhadap individu? Apa dasar legitimasi wewenang negara? Kapan pembangkangan dibenarkan? dll. Semua ini akan diramu sedemikian rupa oleh filsafat politik. Ketiga, kritis. Sifat kritis ialah salah satu yang khas filsafat. Studi komprehensif mengenai setiap unsur dengan logika yang ketat membuat filsafat politik dapat mengevaluasi model atau corak tatanan hidup bersama secara kritis. Misalnya, berdasarkan refleksi filosofis bahwa manusia adalah makhluk bebas, filsafat politik akan mengevaluasi sistem politik tirani sebagai buruk karena mengabaikan kebebasan warga. Sebaliknya demokrasi mungkin akan lebih baik karena akan menjamin kebebasan warga, meskipun demokrasi yang kebablasan akan menjadi anarki. Di sini kelihatan bahwa filsafat tidak memutlakan yang satu dari yang lain. Ciri kritis UTS Fil. Politik PATRITIUS ARIFIN Pendengar
  • 2. 2 filsafat ialah justru dengan tidak pernah memutlakkan sesuatu. Demikian filsafat politik tidak pernah mengajukan suatu sistem yang mapan sebagai sistem politik, selalu ada evaluasi kritis yang menyertai setiap teori. Ciri kritis/evaluatif ini membuat filsafat politik begitu sentral bagi praktik dan pemikiran politik, yakni: a) Filsafat politik membantu sistem politik mengenali apa yang mungkin diperjuangkan dalam ciri contingent dinamika peristiwa. b) Sistem politik berdampak besar bagi kehidupan manusia, maka pembedaan baik dan buruk dalam refleksi filosofis membantu perbaikan tatanan demi kehidupan manusia yang baik. c) Hidup dalam sistem politik tertentu merupakan pilihan, maka filsafat politik membantu refleksi untuk menentukan tatanan yang baik untuk dipilih. d) Pembedaan kualitas baik dan buruk secara moral dalam sebuah tatanan merupakan bagian integral filsafat politik, [p. 11]. Begitulah filsafat politik menjadi sedemikian sentral bagi pengelolaan konflik kepentingan dalam kehidupan bersama. 2. Mengapa para filosof politik modern memulai refleksi tentang tata negara dengan gagasan tentang kondisi alami (state of nature)? Meskipun bukan kisah empiris-historis, mengapa konsep ‘kondisi alami’ begitu penting untuk memahami tata negara modern?  Mengutip David Hume, “dari apa yang ada (what is) tidak bisa disimpulkan bahwa apa yang ada itu seharusnya ada (what should be).” [p. 17]. Dari kenyataan bahwa tidak satu pun manusia modern yang luput dari tatanan (selalu berada dalam tatanan) tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa seharusnya memang demikian, bahwa hidup dalam tatanan adalah keniscayaan. Demikian muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti bagaimana kita bisa yakin bahwa lebih baik hidup dalam tatanan (negara) dari pada tidak? Apakah tidak mungkin tidak ada negara? Dengan kata lain, bagaimana keberadaan negara dipertanggungjawabkan? Lantas menjawab berbagai kegelisahan tersebut, para filosof politik seperti Hobbes, Locke, dan Russeau mencari justifikasi dengan penalaran negatif, yakni memahami makna negara justru dengan membayangkan sebuah kondisi seandainya tanpa negara yang disebut kondisi alami (the state of nature). Pertanyaannya ialah mengapa konsep ‘kondisi alami’ penting? Konsep ‘kondisi alami’ atau kondisi pra-politis menjadi sentral karena dengan demikian, kita mempunyai prangkat untuk mengerti mengapa kemudian muncul tatanan politis yang disebut negara itu. Makna keberadaan sesuatu hanya muncul dengan syarat bahwa sesuatu itu tidak niscaya. Dengan demikian kemunculannya ialah suatu alasan. Dengan kata lain, logika negatif digunakan untuk memberi pendasaran logis rasional akan adanya negara. Hanya dengan demikian, kita dapat mengerti arti sebuah tatanan. Begitu misalnya, dengan membayangkan ‘kondisi alami’ yang dicirikan oleh kekacauan, bahaya, ketakutan, kebringasan, perang yang diakibatkan oleh tidak terbatasnya kebebasan individu sebagaimana digambarkan oleh Hobbes, kita akhirnya dapat memahami mengapa negara modern mendasarkan diri pada hukum dengan monopoli pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang menjamin terpenuhinya hak semua warga negara dan pembatasan kebebasan.
  • 3. 3 3. Mengapa hak asasi manusia (HAM) bisa dikatakan menjadi prinsip politik yang sentral untuk melindungi setiap warga dari kesewenangan otoritas negara dan kebebasan warga lain?  Sebagaimana kita tahu, negara tidak hanya merupakan kekuatan pemaksa (coercive force) dan juga bukan hanya kekuasaan berdasarkan hukum, melainkan juga otoritas legal (legitim authority) dan legalitas ini diatur oleh hukum. Atas kedudukan yang kuat itu, sebagaimana sejarah membuktikan, ada kecenderungan bahwa otoritas negara membusuk menjadi tirani. Kecemasan akan tirani inilah yang lalu melahirkan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap otoritas pemerintah atau raja seperti Magna Carta Liberatum (1215) di kerajaan Inggris. Pembatasan ini perlu untuk melindungi warga dari kesewenangan negara. Akan tetapi, pembatasan terhadap otoritas negara yang legitim itu mengandaikan kekebalan tertentu pada pihak warga negara. Demikian muncullah gagasan mengenai individu yang memiliki kualitas interior seperti suara hati dan kehendak bebas yang membuatnya setara dan independen terhadap siapa pun sebagaimana St. Agustinus [p 36]. Kualitas individu ini juga tidak bisa merupakan suatu yang diberi dari luar, oleh orang tertentu atau oleh negara, sehingga juga tidak bisa diambil oleh siapa pun termasuk dalam hal ini negara. Dari sanalah berkembang konsep mengenai hak asasi manusia (HAM). Dalam bahasa filsafat politik, hak asasi manusia bersifat pra-negara atau pra-politis. Demikianlah hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang hakiki dan melekat pada seseorang karena kodratnya sebagai manusia. Konsep HAM dengan demikian menjadi sangat sentral untuk melindungi individu atau warga dari kesewenangan negara sebab dengan HAM, otoritas negara terbatas (tidak absolut) terhadap individu. Hak asasi meliputi hak atas hidup, kebebasan berpikir, berpendapat, berkeyakinan, ada juga hak ekonomi, dll. Dengan dijaminnya HAM sebagai kekebalan individu, tegangan antara otoritas dan kebebasan warga dan antara kebebasan individu dan individu lain terjaga. 4. Bayangkan, seorang ahli berceramah dalam Dies Natalis STF Driyarkara. Ia mengajukan tesis begini: “Otoritas negara dan kebebasan warga membentuk tegangan permanen dalam kehidupan politik, dan pemutlakan salah satu dari dua kutub itu merupakan penyakit politik dan hidup bernegara”. Soal: Berdasarkan diktat dan kuliah lisan, terangkan secara ringkas arti tesis itu!  Tegangan antara otoritas negara dan kebebasan warga merupakan sesuatu yang tak terhindarkan dalam kehidupan politik persis karena kedua unsur ini memiliki sifat saling meniadakan (bertentangan), tetapi sekaligus saling membutuhkan. Bagaimana itu dipahami? Kita tahu, tidak ada kekuasaan yang efektif tanpa disertai kewenangan untuk memaksa (bisa dengan kekerasan) yang dijamin oleh hukum. Demikian, jika negara bukan sebuah otoritas legal yang memaksa, keberadaan negara tidak efektif dan lalu menjadi irelevan karena tidak lagi punya kekuatan untuk mengatur. Maka otoritas penting. Akan tetapi, otoritas tanpa batasan ialah kesewenangan
  • 4. 4 yang bisa membusuk menjadi tirani. Dalam hal ini, negara juga lalu menjadi irelevan sebab tujuan adanya tidak tercapai, yakni mengatur jalannya kehidupan bersama tanpa ancaman, ketakutan, seperti dalam kondisi alami tanpa negara sebab negara justru menjadi ancaman. Maka, pembatasan wewenang negara juga penting, persis karena ada kebebasan warga. Demikian, poin kedua yang penting ialah kebebasan warga. Kebebasan warga memungkinkan setiap warga negara untuk mengekspresikan diri, berkembang lebih maju menuju kesejahteraan. Kebebasan, baik kebebasan positif pun kebebasan negatif, menciptakan ruang bagi warga untuk bergerak dan menentukan diri tanpa takut dalam sebuah negara. Jika kita lebih teliti, alasan pembentukan tatanan berdasarkan teori ‘kondisi alami’ (the state of nature) sebetulnya justru agar kebebasan seseorang bisa tercapai dan dijamin oleh negara. Maka itu, kebebasan sedemikian sentral dalam maksud adanya tatanan itu sendiri. Akan tetapi, problemnya sama, yakni bahwa kebebasan tanpa batas ialah resep menuju anarkisme. Kebebasan tanpa batas justru meniadakan kebebasan itu sendiri, karena lalu tidak ada bedanya dengan kondisi pra-negara di mana kebebasan absolut pada setiap individu justru menciderai kebebasan itu sendiri. Di sini kita bisa melihat pentingnya batasan. Jika batasan yang penting, persoalan dengan demikian bukan lagi mengenai otoritas negara atau kebebasan, kembali ke tesis tadi. Kedua unsur ini sama-sama penting. Problem tata negara lalu sebetulnya ialah bagaimana mendamaikan kedua unsur ini. Cara mendamaikan keduanya ialah dengan membatasi masing-masing bagian agar yang satu tidak dominan terhadap yang lain. Hanya dengan demikian, dengan menjaga tegangan itu, terciptalah negara yang baik, yang teratur, tetapi juga bebas. Dalam kondisi itulah negara justru mencapai bentuk ‘ideal’-nya. Dengan begitu, pemutlakan salah satu unsur tersebut merupakan penyakit bagi satu sistem politik. Itulah kira-kira maksud tesis di atas.