Implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi seperti memberikan otonomi kepada sekolah, melibatkan masyarakat secara aktif, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, dan proses pengambilan keputusan yang demokratis. MBS diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, profesionalisme guru, implementasi kurikulum baru, dan keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan.
2. implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-
strategi berikut ini:
1. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal yaitu :
a. dimilikinya kekuasaan dan kewenangan,
b. pengembangan pengetahuan yang berkesinambungan (SDM),
c. akses informasi ke segala bagian (Koordinasi) dan
d. pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil
(reward).
2. Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal
pembiayaan (wali murid merasa memiliki) , proses pengambilan
keputusan terhadap hal hal yang memerlukan partisipasi
masyarakat.
3. Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu
menggerakkan (Memenag ) dan mendayagunakan setiap
sumberdaya sekolah secara efektif.
4. Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang
demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif (komite
digalang).
3. 5. semua komponen sekolah harus memahami peran dan
tanggungjawabnya secara sungguh-sungguh sesuai dengan Job Dis
lembaga.
6. Adanya komunikasi dan kerja sama dari Departemen terkait sehingga
mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan
efektif. Namun tidak berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan
membelenggu sekolah.
7. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap bulan dan
tahun.
8. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah
dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
9. Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi
peran masing-masing, mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap
peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas
pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
4. MBS mampu memberi kontribusi terhadap empat
keluaran pendidikan yaitu
1. meningkatkan efisiensi penggunaan
sumber daya termasuk personel,
2. meningkatkan profesionalisme guru,
3. implementasi reformasi kurikulum
4. dan meningkatkan keikutsertaan
masyarakat dalam pendidikan.
5. Wohlstetter dan Mohrman (1996) menyatakan terdapat
empat macam kegagalan implementasi MBS:
1. Sekedar mengadopsi model apa adanya
tanpa upaya kreatif .
2. Kepala sekolah bekerja berdasarkan
agendanya sendiri tanpa pemperhatikan
aspirasi seluruh anggota dewan sekolah.
3. Kekuasaan pengambilan keputusan
terpusat pada satu pihak dan cenderung
semena-mena (otoriter).
4. Menganggap bahwa MBS adalah hal biasa
dengan tanpa usaha yang serius akan
berhasil dengan sendirinya.
6. Problem
Biasanya di awal tahun ajaran baru para orang tua
menjadi pusing memikirkan kelanjutan pendidikan
putera-puteri mereka. Berhadapan dengan biaya
sekolah yang mahal .Orang tua cenderung memilih
sekolah negeri. Kalau pun ada sekolah swasta maka
lebih sering putera-puterinya diarahkan kepada sekolah-
sekolah swasta yang gencar promosinya, walaupun
belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan
akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering
mengklarifikasi eksistensi sekolah dan kemajuannya
sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana
utama sebelum menjatuhkan pilihan (gedung yang
megah dan fasilitas yang mewah dan lengkap.
7. Konsep tentang Kepala sekolah
1. KS adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan
dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara
tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme
orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan
putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen
menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Singkatnya,
kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.
2. KS sebagai konseptor managerial yang bertanggungjawab
pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan
efiseiensi kelangsungan pendidikan . Akhirnya, kepala sekolah
berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah.
bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada
pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah
bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka
ragam potensi penata usaha, guru, karyawan dan peserta didik;
melainkan.
8. Persoalan dalam mengelola lembaga
pendidikan
1. Demi standarisasi dan uniformitas, kepala sekolah menerima semua
mata pelajaran resmi milik para konseptor pendidikan. Sayangnya,
peserta didik dikorbankan oleh beban pelajaran yang kian menekan.
Pengembangan kurikulum dengan cara menambah mata pelajaran alternatif
bukannya menambah gairah belajar peserta didik malah memposisikan
peserta didik sebagai robot kurikulum. Belum lagi ada pekerjaan rumah
yang mesti diselesaikan. Kapan mereka bermain? Kapan mereka
bersosialisasi dengan lingkungan? Sekolah betul-betul tidak membebaskan
peserta didik.
2. Kemasan kurikulum yang rapi itu pun masih belum bisa direalisasikan.
Peserta didik dibiarkan mengembara tanpa seorang fasilitator secara
berlarut lama. Kalaupun ada maka kualitasnya pun tak bisa dibanggakan
karena selalu menunggu instruksi dari kepala sekolah. Bukankah peserta
didik harus memperoleh ilmu pengetahuan? Bukankah mereka wajib
menuntut hak mereka bila sudah melunasi kewajibannya?
9. • Krisis itu kian membara apabila kepala sekolah tidak
mengetahui tugasnya sebagai kepala sekolah. Bukankah
dia adalah seorang planner, organizer, actuater dan
controller? Tidak ada tanda-tanda bagi sebuah
manajemen yang teratur. Komunikasi yang interpersonal
dengan rekan kerja tidak banyak dilakukan. Manajemen
waktu, kurikulum, system informasi dan pembagian
tugas yang jelas kepada para wakil-wakilnya seolah-olah
sudah ada tetapi tanpa arah yang pasti.
10. • Mekanisme komunikasi yang melahirkan suatu keputusan penting
terpenjarakan dalam persepsi yang keliru akibat tak bisa
membedakan antara pertemuan dan pengumuman sehingga
sesuatu yang urgen dan bahkan harus segera dipecahkan malah
dibuat dalam bentuk pemberitahuan yang tak menuntut banyak
masukan dan tanggapan. Kesannya, kepala sekolah itu orang yang
sudah banyak pengetahuan dan pengalaman sehingga
meremehkan input yang datang dari grassroot. Sang kepala
sekolah jarang berada di kantor, super sibuk, gemar menghadiri
pertemuan di luar sekolah. Ironisnya, kepala sekolah yang sibuk itu
tidak mengetahui perkembangan informasi yang mungkin sangat
berguna bagi peserta didik dan perkembangan rekan-rekannya.
Kedisiplinan sebagai alasan bagi pemecatan bawahan tetapi kepala
sekolah sering tidak masuk sekolah dan berdalil mengikuti meeting
yang begitu urgen dan tak terwakilkan.
11. 3. Kegagalan sekolah sebetulnya sudah diambang
pintu bila letak prioritas kebutuhan sekolah
bukan pada kualitas intern tetapi pada promosi
dan sensasi. Kecanggihan sekolah dimegahkan
pada deretan CD komputer sambil melupakan
ketersediaan buku dan majalah yang
merangsang kesadaran membaca peserta didik.
via media OHP/LCD Projecktor sambil terlena
dalam kebodohan melihat efek negatif dan
efektivitas dari penggunaan fasilitas itu.
12. Manajer di Sekolah
1.
Mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah
tidak hanya dituntut sebagai educator dan
administrator, melainkan juga harus
berperanan sebagai manajer dan supervisor
yang mampu menerapkan manajemen
bermutu. Indikasinya ada pada iklim kerja dan
proses pembelajaran yang konstruktif,
berkreasi serta berprestasi.
13. • Manajemen sekolah tidak lain berarti
pendayagunaan dan penggunaan sumber daya
yang ada dan yang dapat diadakan secara
efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi
sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab
atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya.
Kepala sekolah berada di garda terdepan dan
dapat diukur keberhasilannya.
14. • Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama
dengan manajemen yang diterapkan di
perusahaan. Perbedaannya terdapat pada
produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan
oleh manajemen sekolah adalah manusia yang
berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari
yang tidak berpengalaman menjadi
berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa.
Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu
pada kualitas produksi benda-benda mati.
15. • Para ahli manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland &
Robert E. Hoslisson (1997,18) melihat bahwa salah satu input
strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep
yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas
yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah. Secara
sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah
tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di
sekolah untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu
pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan
bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli
akan nasib generasi penerus bangsa.
16. • Tujuh kegiatan pokok yang harus diemban kepala
sekolah yakni merencanakan, mengorganisasi,
mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran,
mengkoordinasi, memantau serta menilai/evaluasi.
Melalui kegiatan perencanaan terjawablah beberapa
pertanyaan: Apa yang akan, apa yang seharusnya dan
apa yang sebaiknya? Hal ini tentu berkaitan dengan
perencanaan reguler, teknis-opersional dan
perencanaan strategis (jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang). Kepala sekolah mulai
menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya
sudah dikaji secara bersama-sama.
17. • Dalam kegiatan perencanaan, garapan bidang
sasaran itu dibagi, dipilah, dikelompokkan serta
diprioritaskan. Pusat perhatian dan pemikiran
tertuju kepada pertanyaan: Bagaimana
membagi, memilah dan mengelompokkan
sasaran itu sehingga dapat diselesaikan? Tentu
saja atas hasil pertimbangan partisipatif yang
menghengkangkan persepsi keliru mengenai
"meeting sama dengan pemberitahuan".
18. • Pada kegiatan selanjutnya yaitu
pengadaan staf, yang dilakukan adalah
berpikir tentang siapa yang diperlukan dan
dipercayakan dalam bidang garapan itu
masing-masingnya setelah dipilah-pilah
dan diprioritaskan. Adakah dan siapakah
orangnya dan bagaimana
mengikutsertakannya?
19. • Pertanyaan mengenai kejelasan siapa yang harus mengarahkan
dan dari siapa pengarahan/petunjuk itu didapatkan dilakukan pada
tahap pengarahan/orientasi sasaran. Apa yang harus
diberitahukan? Bagaimana mengerjakannya? Kapan mulai dan
kapan selesai?
Kemudian dalam tahap pengkoordinasian yang harus dilakukan
adalah menjadwalkan waktu pengerjaannya agar masing-masing
bagian dapat mulai dan selesai pada waktunya. Di sini ada
keharusan bagi yang diserahi tugas menggarap bagian-bagian
tertentu kembali mempertanyakan kapan harus mulai dan kapan
harus mempertanggungjawabkannya. Mereka harus
memperhitungkan secara matang dan tepat mengenai waktu yang
harus digunakan selama proses garapan berlangsung. Hal ini bukan
berarti kalau terkejar deadline maka pekerjaan harus urak-urakkan.
20. • Kepala sekolah dapat mengetahui
bagaimana proses pengerjaan itu
terlaksana sesuai rencana, cara, hasil dan
waktu penyelesaian. Kegiatan ini dapat
dipantau agar memperoleh informasi
perkembangan yang aktual. Antisipasi pun
bisa dilakukan terhadap hal-hal yang tak
sesuai dengan rencana
21. • Untuk penilaian atau evaluasi, kepala sekolah dapat
memperoleh kesesuaian rencana dengan realitas
melalui eksplorasi pertanyaan-pertanyaan. Apakah hasil
yang diperoleh sesuai dengan yang direncanakan?
Adakah perbaikan yang dapat dilakukan? Pada tahap ini
kepala sekolah dapat memberikan penghargaan kepada
mereka yang berprestasi dan pembinaan bagi mereka
yang gagal atau kurang berprestasi. Sangat lucu kalau
supervisi kepala sekolah hanyalah kewajiban dari Diknas
dan hasilnya digunakan sebagai alasan pemecatan bagi
rekan-rekannya.
22. • Seorang manajer sekolah bertanggung jawab dan yakin
bahwa kegiatan-kegiatan yang terjadi di sekolah adalah
menggarap rencana dengan benar lalu mengerjakannya
dengan benar pula. Oleh karena itu visi dan misi sekolah
harus dipahami terlebih dahulu sebelum menjadi titik
tolak prediksi dan sebelum disosialisasikan. Hanya
dengan itu kepala sekolah dapat membuat prediksi dan
merancang langkah antisipasi yang tepat sasaran.
Selain itu diperlukan suatu unjuk profesional yang
kelihatan sepele tetapi begitu urgen seperti kemahiran
menggunakan filsafat pendidikan, psikologi, ilmu
kepemimpinan serta antroplogi dan sosiologi.
23. • Penggunaan School Based Management ( Manajemen Berbasis
Sekolah ) oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka
meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang
signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu berarti sekolah diberikan
keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara
efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala
sekolah sangat dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang
ada dalam organisasi sekolah, termasuk memiliki strategi yang
tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan berhadapan
dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter.
Guru dan Siwa adalah Mitra Kepala
Sekolah
24. • Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman
yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor (1960)
berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan
yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi
tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus
dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab.
Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan
gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan
memperhatikan perkembangan profesional sebagai
salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para
siswa.
25. • Selain itu berlandaskan teori Maslow (1943), kepala sekolah juga
disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan
memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka
akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi
sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena
itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras.
Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan
kesempatan, bukannya otoriter dan "semau gue". Demi kelancaran
semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya
pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang
sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan
bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya.
26. Sekolah dan Wajah Kepala
Sekolah
• Dalam hal kekurangberhasilan wajah sekolah
mungkin tepat dilekatkan pada kepala sekolah.
Bahkan bukan sekedar melekatkan melainkan
suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala
sekolah. Ibarat nahkoda yang menjalankan
sebuah kapal mengarungi samudera, kepala
sekolah mengatur dan memanajemeni segala
sesuatu yang ada di sekolah. Dengan demikian,
yang harus bertanggung jawab atas kandasnya
sebuah sekolah dan gagalnya peserta didik
adalah kepala sekolah
27. • Apabila sekolah menuai keberhasilan maka kinerja kepala sekolah
telah terukur. Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan
batin, yakni dihargai, diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda
kemajuan bagi kepala sekolah. Nahkoda sekolah telah
mendekatkan keberhasilan para penumpang pada wilayah tujuan
yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan betah bila
berada di sekolah. Proses pembelajarannya telah menjadikan
peserta didik lebih manusiawi dan semakin menemukan diri mereka
sendiri. Para guru mempunyai sense of belonging yang tinggi akan
sekolah. Kualitas sekolah dirajut dan dipertahankan. Bukan tidak
mungkin hal-hal itu secara tidak langsung memikat para
pengembara idealis untuk memasukkan anak-anaknya pada
sekolah yang bermutu itu.
28. • Namun keberhasilan itu bukan semata
keberhasilan kepala sekolah melainkan
keberhasilan semua orang yang terlibat
dalam kegiatan manajemen sekolah.
Sebagai satu kesatuan, para penggarap
manajemen telah mampu menunjukkan
kerja yang kualitatif dan kooperatif.
Keberhasilan masing-masingnya adalah
juga keberhasilan kepala sekolah. Wajah
sekolah ada pada kepala sekolah.