1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pendekatan manajemen pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengelola sumber daya secara mandiri dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan sekolah.
2. Tujuan MBS antara lain menjamin mutu pembelajaran siswa, meningkatkan kualitas pendidikan, dan meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap masyarakat.
3. Prinsip-prinsip MBS
1. 1
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS),
KUNCI SUKSES PENGELOLAAN PENDIDIKAN
OLEH : JOKO PRASETIYO
Penulis adalah Kepala SMKN 4 Bintan,
Alumnus Program Magister Manajemen UGM.
Salah satu indikator kesuksesan pendidikan diukur dari keberhasilan dari institusi
pendidikan atau sekolah, karena sekolah/institusi pendidikan merupakan tempat untuk mendidik
dan melatih sumber daya manusia (SDM). Pengelolaan pendidikan yang baik dan benar akan
sangat mempengaruhi keberhasilan sekolah dalam mencetak SDM yang kompeten dan
berkualitas.
Seperti kita ketahui bersama bahwa manajemen sekolah selama masa orde baru bersifat
sentralistik, pemerintah pusat yang mengatur segala sesuatu yang terkait dengan pengelolaan
pendidikan, hal ini membuat sekolah berada pada posisi marginal dan kurang diberdayakan.
Sistem yang sentralistik ini membuat manajemen sekolah menjadi kurang mandiri, inisiatifnya
lambat, kurang kreatif dan terbiasa menunggu instruksi. Namun sejak diberlakukannya otonomi
daerah, maka sektor pendidikan pun ikut terpengaruh.
Sekolah diberikan otonomi untuk mengelola sistem sekolahnya sendiri. Dengan
kebijakan otonomi daerah, berarti kewenangan pengelolaan pendidikan sebagian besar
diserahkan ke pemerintah daerah. Kewenengan yang diserahkan meliputi administrasi pegawai,
keuangan, perlengkapan dan dokumen pendukungnya. Semenjak diberlakukannya otonomi
daerah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun terdorong untuk melakukan reorientasi
manajemen sekolah dari manajemen berbasis pusat menjadi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) atau School Based Management (SBM).
Konsep MBS
2. 2
Konsep MBS ditegaskan oleh pemerintah dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada pasal 51 ayat (1) yang berbunyi “Pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS)”. Dengan demikian
terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang awalnya serba diatur oleh birokrasi luar
sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.
MBS pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri
oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan
sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Manajemen berbasis
sekolah sebagai model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar
kepada sekolah. Model ini mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah sesuai standar mutu.
MBS secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan budaya mutu sebagai wujud dari
reformasi pendidikan dengan prinsip memperoleh delegasi kewenangan yang bertumpu pada
sekolah dan masyarakat yang jauh dari praktik birokrasi sentralistik yang selama ini dijalankan.
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS
akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana
sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses
belajar mengajar dan sumber daya.
Tujuan MBS
Adapun tujuan MBS secara spesifik antara lain: (1) Untuk menjamin mutu pembelajaran
anak didik yang berpijak pada asas pelayanan dan prestasi hasil belajar, (2) Meningkatkan
kualitas transfer ilmu pengetahuan dan membangun karakter bangsa yang berbudaya, (3)
Meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan pemberdayaan melalui kemandirian,
kreatifitas, inisiatif, dan inovatif dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya sekolah, (4)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan
melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama, (5) Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah, (6)
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
3. 3
MBS sendiri berasal dari Amerika Serikat, pada tahun 1970-an sebagai salah satu cara
melakukan reformasi sekolah. Di Amerika MBS dikenal dengan istilah Site Base Management.
Menurut Raynolds (1997) Site Base Management didefinisikan menjadi tiga komponen pokok
seperti berikut: (1) Pendelegasian otoritas kepada masing-masing sekolah untuk membuat
keputusan tentang program pendidikan sekolah yang meliputi kepegawaian (staffing), anggaran
(budgeting), dan program. (2) Pengadopsian model pengambilan keputusan bersama (shared
decision making model) pada tingkat sekolah oleh tim manajemen yang meliputi kepala sekolah,
para guru, orang tua siswa dan kadang-kadang para siswa dan anggota masyarakat. (3) Suatu
harapan bahwa Site Base Management akan mempermudah kepemimpinan pada tingkat sekolah
dalam upaya meningkatkan (kualitas) sekolah.
Prinsip-prinsip MBS
Mengutip pendapat Yin Cheong Cheng (1996) dalam bukunya yang berjudul School
Efectiveness and School Based Management, a Mechanism for Development, MBS dilaksanakan
berdasarkan empat prinsip yaitu:
Pertama, Prinsip Ekuifinalitas (principle of equifinality). Prinsip ini didasarkan pada teori
manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk
mencapai tujuan. Praktik dari prinsip ini misalnya sekolah menghadapi permasalahan, maka
diharapkan sekolah mampu memecahkan permasalahan tersebut dengan cara yang paling tepat
dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Cara penanganan masalah pada setiap sekolah
tentunya akan berbeda-beda.
Kedua, Prinsip Desentralisasi (principle of decentralization). Prinsip desentralisasi ini
konsisten dengan prinsip ekuifinalitas di mana sekolah diberi ruang yang lebih luas untuk
bergerak, berkembang dan bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan
mengelola sekolahnya secara efektif.
Ketiga, Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (principle of self managing system). Sekolah
diberi otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah dan mencapai tujuan berdasarkan
kondisi sekolah masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih
memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
Keempat, Prinsip Inisiatif Manusia (principle of human initiative). Prinsip ini mengakui
bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu potensi
sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan dan dikembangkan. Prinsip ini sejalan
4. 4
dengan pendekatan human resources development, dimana sumber daya manusia dalam lembaga
pendidikan harus dipandang sebagai aset penting dan mempunyai potensi untuk berkembang.
Pengelolaan pendidikan yang baik dan benar akan mempengaruhi kualitas pendidikan
yang bermutu, dengan kualitas pendidikan yang bermutu, maka akan menghasilkan sumber daya
manusia yang kompeten, handal dan berkarakter baik.