Cerpen ini menceritakan tentang pertemanan Mira dengan Key yang merupakan teman sekaligus orang yang membuat Mira menyadari perasaan cintanya. Cerita diawali dengan Mira yang mengenang masa lalunya bersama Key di sebuah kedai es krim tua tempat mereka sering berkumpul. Namun kini hubungan mereka menjadi renggang setelah Mira menghilang tanpa kabar selama setahun.
1. MIRA SANDRANA
cerpen
Tugas akhirsemester
Mr. Ice Cream
Nama : Mira Sandrana
Tugas : Bahasa Indonesia
Kelas : XII. IPA 1
SMA NEGERI 1 RENGAT BARAT
Cerpen
Malam itu diumur ku yang bertambah, Aku menyadari
seorang duduk dihadapanku seperti sebuah es krim yang
dalam diamnya terlihat cool, dalam senyumnya terasa
manis, dan dalam katanya terdengar lembut. Dia yang
membuatku menyadari sesuatu itu ada, tetapi sesuatu yang
tak bisa aku jelaskan, tak bisa aku hitung dengan rumus
matematika, dan tak bisa aku urai seperti senyawa kimia,
dan sesuatu itu tidak hanya ada, tetapi hidup dan berdetak,
dan kadang membuat dada ini sesak.
2. Mr. Ice Cream
Ini sudah mangkuk es krim kedua yang
aku lahap malam itu, tak peduli aku sudah
dua jam duduk di kedai ini. Pelayan tua
kedai itu kadang sesekali memalingkan
tatapannya dari Koran pagi harinya kearah
ku. Mungkin dia pikir aku kurang waras,
di cuaca sedingin ini dan sedang hujan
deras diluar sana, ada gadis yang masih
menikmati es krim sampai mangkuk
kedua, tenang saja pak tua gumam ku
dalam hati mungkin akan ada mangkuk
yang ketiga, keempat, kelima dan
seterusnya. Aku tak peduli.
Hap, sendok demi sendok aku nikmati,
tatapanku hanya menatap kosong pada
suatu titik sembarang di sudut kedai itu.
kenangan demi kenangan aku putar di
pelupuk mataku, seperti komedi putar yang
sedang memutar scene demi scene.
Membuat hati ini campur aduk dan sedikit
sesak. Me-rewind semua rutinitas gila
makan es krim ini dari mana asalnya, kalo
bukan dari dirinya.
***
3 tahun yang lalu. Di kedai es krim yang
sama
Wajahnya yang sedikit pucat dan tirus,
rambut nya yang agak panjang, sedikit
berantakan, dia tersenyum menatap ku
penasaran, menunggu pendapatku tentang
rasa es krim yang barusan aku cicipi.
“Gimana?” tatapnya penasaran, air
mukanya mulai serius melihat ekspresiku
yang mengerutkan dahi seperti ada yang
salah dengan es krim yang kumakan.
“Tunggu!” jawabku sambil memutar mata
seolah berfikir serius mendikripsikan
Sesuatu yang sedang lumer dilidahku, lalu
ku coba sesendok lagi, sok-sokan lagaku
seperti tester sejati.
“Enaak !!” Seru ku.
Dia tersenyum kecil dan menjewer pipiku,
protes melihat ekspresi ku yang menipu.
Aku lantas mengerenyit sambil mengusap
pipiku yang dijewernya.
3. Ya, Dialah Keylan. Key dan Aku pertama
kali bertemu di laboratorium praktikum
kimia dasar, Dia yang mengembalikan
modul praktikumku yang tertinggal di
laboratorium. Disitulah kami berkenalan,
dia sebenarnya seniorku di kampus,
usianya terpaut dua tahun lebih tua dari
umurku.
Key mengambil cuti selama satu tahun di
awal perkuliahan oleh sebab itu ia sering
meminjam buku catatanku untuk mengejar
ketinggalannya. Sebagai imbalan nya Key
sering mentaktirku es krim. Berawal dari
sebuah catatan dan secorong es krim di
kantin kampus-lah pertemanan kami
semakin akrab.
Key dan aku adalah sosok manusia yang
mempunyai hobi yang bisa dibilang
terbalik, Key adalah cowok dengan hobi
membuat cake atau makanan manis.
Sedangkan aku adalah cewek dengan hobi
nonton sepak bola dan nonton serial kartun
Kapten Tsubatsa. Terbalik bukan?
Mr. ice cream adalah panggilanku
untuknya. Cowok berbadan kurus dan
tinggi ini bisa di bilang addicted dengan es
krim seperti sesuatu yang tak bisa di
pisahkan. Karena hobi dan mimpinya ingin
mempunyai usaha di bidang kuliner itu,
Key mengambil Cooking Class khusus
membuat pastry. Key termasuk golongan
cowok yang cool dan tak banyak bicara,
Terkadang Key tidak bisa ditebak serta
penuh kejutan.
Sore itu, Key dengan sengaja menculikku
dari kampus, Key mengajakku berkunjung
ke kedai es krim yang konon katanya
sudah ada sejak jaman kolonial belanda.
dan aku percaya itu, karena bangunan
kedai itu sudah tua, interior kedai itu pun
terlihat seperti di museum–mesueum
sejarah, seperti meja kasir dan pintu yang
sedikit tinggi terbuat dari kayu oak yang
berpelitur, mesin kasir nya pun antik
dengan type model tua, disisi sebelah kiri
kedai terdapat roti-roti yang masih hangat
terpajang dalam etalase tua, Demikian juga
alat penimbangan kue yang sudah tua,
bahkan pelayan nya pun tak ada yang
muda, semua tua.
Key bercerita sambil menerawang kearah
langit-langit, kalo dia sering makan es
krim disini ketika masih kecil bersama
ibunya. Ia menceritakan kesukaannya
terhadap tempat ini dan kegemaran nya
makan es krim, alasan dirinya suka sekali
makan es krim karena ibunya pernah
mengatakan bahwa makanan yang manis
itu bisa mengobati patah hati dan bad
mood.
Aku hanya menatap wajahnya yang masih
sedikit pucat dan mendengarkannya
dengan setia karena antusias dengan apa
yang ia lakukaan atau ia ceritakan.
“Semua orang hampir menyukai es krim
bukan?” dia menatap ku lagi. Sialnya aku
tertangkap mata karena menatapnya lamat-
lamat, aku memalingkan wajah dan
menyibukan diri dengan mengambil roti
tanpa isi dan ku jejali roti itu dengan es
krim tutti fruiti-ku.
“Termasuk kamu yang rakus, makan es
krim sama roti” protes nya sambil tertawa
kecil melihat kelakuanku melahap roti isi
es krim.
“ini Enaaak, coba deh Key” sambil
menyodorkan roti isi eskrim kepadanya
sebagai upaya mengkamufalse salah
tingkahku barusan. Key lantas mencoba
mengunyahnya dengan lahap, lalu
tersenyum lagi tanda setuju kalo itu
kombinasi yang enak.
“yeee, enak kan, sekarang Key ketularan
rakus” aku tertawa puas. Dan key
menjewer pipiku lagi. Kami pun kembali
tertawa riang.
Mungkin, para pengunjung di kedai itu,
melihat Aku dan Key seolah pasangan
4. kekasih romantis, yang sedang bersenda
gurau. Tapi mereka salah besar. Kami
tidak pacaran, tepatnya key punya pacar.
Key berpacaran dengan Amerina.
Mengenai Key dan Amerina aku tak tahu
banyak karena Key jarang sekali bercerita
tentang hubungan mereka, setahuku
mereka menjalin pertemanan semenjak
mereka duduk di bangku SMA, lalu
mereka saling menyukai dan berpacaran,
Amerina adalah gadis cantik, anggun,
smart dan terlihat kalem, menurutku
Amerina seperti Key versi cewek. Hanya
itu yang ku tahu.
“Pulang yuk ran, nanti ketinggalan jadwal
nonton Tsubatsa ” ajak Key kepadaku
sekaligus mengingatkan.
“Iya, hampir lupa..ayook” jawabku sambil
beranjak dari kursi. Mengikuti punggung
Key yang sudah berjalan terlebih dahulu
meninggalkan kedai itu.
***
2 Tahun yang lalu. Di kedai es krim yang
sama.
Key tersenyum simpul penuh arti dan
terlihat lebih menarik dengan kemeja abu-
abu bermotif kotak-kotaknya kali ini
rambutnya terikat rapih.
“Ta daaaa, Happy Birth Day” Key
menyodorkan sesuatu. Aku diam terpaku
tak menyangka. Sebuah surprise !!
Malam itu di hari ke lima belas di bulan
September, Key membuatkanku kue ulang
tahun dengan motif bola dengan dominasi
warna biru dan putih, seperti warna club
kesukaanku, Chelsea. Lengkap dengan
tulisan “Happy Birth Day Rana” diatas
kepingan cokelat putih yang membuat kue
itu semakin cantik dan tak lupa lilin
dengan angka kembar dua-puluh-dua.
“Jangan lupa berdoa dan make wish ya”
Key tersenyum Simpul lagi.
Aku meniup lilin angka kembar itu, dan
memejamkan mata dalam dua detik
membuat permohonan. Kami
merayakannya hanya berdua saja.
Menikmati kue tart buatan Key dan es
Krim tentunya.
“Rio, belum telepon juga?” Key bertanya
singkat.
Rio? Kenapa Key nanya Rio lagi sih?. Aku
hanya menggeleng. Singkat cerita, Rio
adalah pacarku. tepatnya seminggu yang
lalu, jadi sekarang dia sudah menyandang
gelar mantan pacar. Rio dan Aku bertahan
pacaran hanya lima bulan saja. Kami
menjalani hubungan LDR alias Long
Damn Realtionship, atau pacaran jarak
jauh, Akhir-akhir ini komunikasi kami
mulai terasa tidak lancar. Ditambah Rio
yang tidak pernah suka dengan hobiku
yang menyukai sepak bola. Terkadang itu
menjadi bahan pertengkararan kami. Pada
akhirnya kami memutuskan hubungan
secara baik-baik. Tak ada yang harus di
pertahankan.
“Sudah, jangan sedih. Mungkin dia sibuk”
ujarnya seraya menghiburku.
Puh, tak ada telepon pun tak masalah
bagiku, lalu ku hanya diam dan menikmati
es krim dan kuenya lagi.
“yang penting…” Ujar Key. Hening
sejenak. Aku menunggu Key melanjutkan
kalimatnya. “ Ayah dan Adik, sudah
telepon” lanjutnya sambil tersenyum.
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat
lalu membalas senyumannya “Tentu saja,
itu yang penting” timpalku kepadanya.
Kamu juga penting Key.
Key selalu peduli dan selalu mencoba
menghiburku. Seorang teman yang selalu
ada untukku, diberikan surprise seperti ini
adalah pertama kali dalam hidupku, ada
orang lain di luar anggota keluargaku yang
membuat perayaan spesial seperti ini
5. khusus untukku hanya seorang teman
seperti Key yang melakukannya. Teman?
Lalu bagaimana dengan Amerina? Apakah
dia melakukan hal yang sama kepadanya?
Pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba muncul
di kepalaku, Mengapa aku ingin tahu detail
bagaimana Key memperlakukan Amerina?
Bukan kah sebelumnya aku tak pernah
peduli?
“Barusan make a wish apa?” Pertanyaan
Key membangunkan ku dari lamunan
akibat pertanyaan–pertayaan aneh yang
bermunculan dari kepalaku.
“Rahasia” Aku menjawab spontan. Lalu
memasang muka jahil.
“Pelit” Key pura-pura ngambek.
“Anyway Key, thank a lot, you’re my
best” Aku tersenyum. aku bahagia malam
ini.
“Any time, Ran” balas Key. Tersenyum
simpul.
Malam itu diumur ku yang bertambah,
Aku menyadari seorang duduk
dihadapanku seperti sebuah es krim yang
dalam diamnya terlihat cool, dalam
senyumnya terasa manis, dan dalam
katanya terdengar lembut. Dia yang
membuatku menyadari sesuatu itu ada,
tetapi sesuatu yang tak bisa aku jelaskan,
tak bisa aku hitung dengan rumus
matematika, dan tak bisa aku urai seperti
senyawa kimia, dan sesuatu itu tidak hanya
ada, tetapi hidup dan berdetak, dan kadang
membuat dada ini sesak.
***
Segerombolan awan hitam, tak hentinya
menumpahkan air kebumi, menadakan
besarnya kerinduan langit pada bumi.
Debu-debu yang menempel di jalanan dan
gedung tua pun ikut terhanyut olehnya,
membuahkan aroma tanah yang menyaingi
aroma roti yang baru keluar dari
pemanggangan sore itu. Kedai itu tak
berubah sedikitpun, semua interiornya
tetap tua di makan usia.
Dua jam yang lalu, aku dan Key duduk
bersama di kedai ini, wajahnya sudah tak
sepucat dan setirus dulu, rambut nya pun
tak seberantakan dan sepanjang satu tahun
yang lalu, Key terlihat baik-baik saja
bukan?, Namun tak ada sedikit pun
senyum didalam air muka Key, Dia
bersikap dingin, sedingin es krim di
mangkuk dan cuaca di luar sana.
“Kenapa gak ada kabar ran?” Key
menatapku serius. Nada suaranya dingin.
Aku tak sanggup memandang key, hanya
tertunduk dan diam, lidah ini kelu untuk
berucap memberi alasan yang sebenarnya.
“Aku sibuk Key” Aku berbohong. “Maaf
Key, aku memang keterlaluan” ucapku
sekali lagi. Menahan air mata yang nyaris
keluar.
Setelah mendengar kata maaf itu Key
langsung mehenyakan punggungnya
kesandaran kursi, seperti tak percaya
hanya mendengar kata maaf dari seorang
sahabat yang hanya pamitan lewat sms dan
setahun kemudian tak ada kabar sedikitpun
seperti menghilang di telan bumi. Aku
tahu Key pasti marah hebat kepadaku, tapi
semenjak perasaan ini makin menguasai,
persahabatanku dengan Key terasa bias,
tepatnya hanya aku yang merasa bias, aku
tak kuasa lagi mempertahankan kepura-
puraanku di depan Key yang selalu
bersikap baik kepadaku. Karena dengan
sikap Key yang seperti itu, mahluk yang
bernama perasaan ini seperti di beri pupuk,
dan akan terus tumbuh, walau aku susah
payah memangkas nya tapi ini akan terus
tumbuh tak terkendali dan akan terus
membuatku merasa bahagia dan sakit
dalam waktu yang bersamaan. Maka ketika
kesempatan bekerja di luar kota itu datang
aku tak menyiakan nya.
6. “Tapi kau baik-baik saja kan?” Ucap nya
tenang.
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat.
Air mataku hampir jatuh. Aku tak boleh
menangis di depan nya, ini hanya akan
membuatnya semakin cemas. Mulutku
kembali terbuka, namun tak bersuara, lalu
aku mengangguk. Kembali menunduk. aku
tahu perasaan Key sekarang campur aduk
antara marah dan cemas namun Key selalu
baik dan memaafkanku yang bertindak
bodoh.
“Lalu bagaimana denganmu Key?” ucapku
terbata.
Key tak menjawab, dia mentapku lekat-
lekat, mungkin sikapku terlihat aneh dan
membingungkan bagi Key sehingga
membuat penasaran, terlihat dari raut
wajahnya sepertinya ia ingin
menumpahkan beribu-ribu pertanyaan atas
sikapku ini. Namun Key menyerah, dia
menghenyakan kembali punggungnya
kesandaran kursi. Sedikit demi sedikit
suasana diantara kami pun mencair, seperti
es krim di mangkuk ini pun mencair.
***
Layaknya langit, aku pun sama, duduk
berjam-jam disini sedang menumpahkan
kerinduan pada kedai ini, kerinduan pada
Es krim, kerinduan pada Key. Scene
potongan kejadian di pelupuk mataku
sudah habis kuputar, kini aku
mengembalikan fokus pandanganku tertuju
ke suatu benda di atas meja, benda yg
sedikit tebal dari kertas, berwarna merah,
pemberian Key dua jam yang lalu.
Entahlah sudah berapuluh kali aku
membolak balik benda itu, dan entahlah
lah sudah berapa kali hati ini merasa
terbolak balik karena melihat isinya.
Sebagai teman ini adalah kabar baik
untukku, namun sebagai orang yang
sedang tertimpa perasaan aneh ini adalah
kabar buruk bagiku. Lalu dimana aku
harus menempatkan diriku sendiri?
Butuh setahun aku men-sinkronisasi-kan
antara hati dan logika ini untuk
mendapatkan jawabnya, di mangkuk es
krim yang ketiga ini aku baru dapat
pemahamanya, bahwa tak pernah ada yang
berubah dari sikap Key kepadaku, dia
selalu ada untukku, melindungiku,
menyangiku sebagai sahabatnya. Aku-lah
yang terlalu egois, tak mau ambil tindakan
serta resiko untuk menyatakan nya dan
malah pergi menghilang darinya yang
hanya membuat Key terluka.
Hujan sudah reda diluar sana, nampaknya
langit sudah puas menyatakan kerinduanya
pada bumi, aku lantas beranjak dari kursi
kedai itu, menuju meja kasir yang tinggi,
pelayan tua itu menatapku lalu tersenyum
megucapkan terimakasih, aku hanya
membalas senyum sekedarnya. Perasaanku
masih campur aduk dan terasa sesak.
Aku melangkah gontai keluar kedai,
berjalan menuju Statsiun hendak
meninggalkan kota ini, dan aku berjanji,
minggu depan aku kan datang lagi ke kota
ini, menjadi saksi ucapan janji abadi
sehidup semati antara Key dan Amerina.
aku akan hadapi semuanya, lari dari
kenyataan adalah tidakan bodoh,
bahwasanya sejauh apapun kita pergi, tak
akan pernah membantu melupakan orang
yang kita sayangi, yang membantu
hanyalah sikap menerima kenyataan.
Biarlah aku menelan semua pahit dan sakit
nya perasaan ini Key, dan waktu yang
akan mencernanya. Karena aku tahu, Rasa
sakit ini hanya bersifat sementara, Karena
secorong es krim akan menjadi obatnya,
bukan?