SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Bismillahirrahmanirrahim ...
REMBULAN DI MATA IBU
-Asma Nadia-
Kupandangi telegram yang barusan kubaca.
Batinku galau
Ibu sakit Diah, pulanglah!
Begitu satu-satunya kalimat yang tertera di sana. Mbak Sri mnyuruhku
pulang? Tapi … benarkah Ibu sakit?
Bayangan Ibu, dengan penampilannya yang tegar berkelebat. Rasanya baru
kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan ternak-ternak kami sendirian.
Melalui padang rumput yang luas. Berputar-putar di sana berjam-jam. Mnegawasi
rumah kecil kami yang hanya berupa noktah dari balik bukit.
Tidak. Ibu bahkan tak pernah kelihatan lelah di malam hari. Saat semua
aktivitas seharian yang menguras kekuatan fisiknya berlalu. Ibu selalu kelihatan
sangat kuat.
Tak hanya kauta, dari mulutnya pun masih kerap terdengar ungkapan-
ungkapan pedas, khususnya yang ditujukan kepadaku.
“Jadi perempuan jangan terlalu sering melamun Diah! BEkerja, itu akan
membuat tubuhmu kuat!”
Komentarnya suatu hari padaku. Padahal, saat itu aku sama sekali tidak
menganggur. Sebuah buku berada di pangkuanku. Tapi, Ibu tak pernah menghargai
kesukaanku membaca. Di mata beliau, itu hanyalah kegiatan tak berguna yang tak
menghasilkan.
Di waktu yang lain Ibu mengecam kebiasaanku rapat dengan para pemuda
desa. Ibu sama sekali tak mau mengerti kalau rapat-rapat yang kulakukan bukan tanpa
tujuan. Kalau kami, anak-anak muda yang berkumpul di sana sedang mencoba
menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan desa. Bagi wanita sederhana itu,
mengahalau ternak lebih berguna daripada bicara panjang lebar, dan adu pendapat.
“Kau pikir bicara bisa membuatmu mendapatkan uang?”
Ingin sekali saat itu aku mengangguk dan menantang matanya yang sinis. Tak
tahukah Ibu, di kota sana, banyak sekali pekerjaan yang mementingkan kemampuan
www.rajaebookgratis.com
bicara. Seharusnya, Ibu melihat kegiatan pemilihan lurah di desa, dan tak hanya
berkutat dengan ternak-ternaknya di padang rumput.
Pak Kades trak kan terpilih kalau dia tak punya kemampuan bicara Bu,
kemampuan meyakinkan dan menenangkan rakyatnya!
Akan tetapi, kalimat itu hanya kutelan dalam hati. Tak satu pun ku muntahkan
di hadapannya.
Caraku berpakaian pun tak pernah benar di matanya. Ada saja yang salah.
Yang tak rapilah, kelihatan kelaki-lakianlah, dan segalanya.
Sebetulnya aku heran, kenapa tiga mbakku yang semua perempuan itu bisa
melalui hari dengan keterpasungan pemahaman Ibu. Mereka bisa sekolah, paling tidak
sampai es em pe dan es em a tanpa banyak bertengkar dengan Ibu. Lulus sekolah,
menikah dan punya anak … dan sekali lagi, tanpa mengalami pertentangan dengan
Ibu. Sedangkan aku?
Rasanya tak ada satu hal pun yang pernah kulakukan yang dianggapnya benar.
Selalu saja ada yang kurang.
Dahulu sekali aku pernah mencoba menyenangkan hati wanita itu. Kucoba
memasakkan sesuatu untukknya. Meski semua saudaraku tahu aku benci kegaiatan
daour itu. Hasilnya? Aku menyesal telah mencoba karea Ibu sama sekali tak
menghargai usahaku.
“Beginilah jadinya kalau anak perempuan cuma bisa belajar dan belajar. Tak
tahu bagaimana memasak! Siapa yang mau menikahimu nanti kalau begini Diah?”
Dan saat itu aku makin tersungkur dalam ketidakberdayaanku mengahadapi
Ibu. Perlahan aku malah berhenti berusaha menenangkan hatinya.
Aku capek.
Maka saat ada kesempatan pergi meninggalkan rumah, dan meneruskan
pendidikan ke bangku kuliah, dengan peluang bea siswa, kugempur habis
kemampuanku, agar kesempatan itu tak lepas dari tangan.
Aku harus pergi, menjauh dari Ibu, dari komentar-komentarnya yang
menyakitkan.
Masih terngiang di telingku suaranya yang bernada mengejek waktu melihat
aku mempersiapkan diri mengahadapi tes bea siswa itu.
“Kau tak kan berhasil Diah! Tak usah capek-capek! Wanita akan kembali ke
dapur, apa pun kedudukannya!”
www.rajaebookgratis.com
Tak kuhiraukan kalimat Ibu. Seperti biasa aku selalu berusaha menahan diri.
Setidaknya hingga saat itu. Kala pertahanan diriku roboh ke tanah. Dan untuk pertama
kali aku berani menantang matanya yang selalu bersinar sinis, dan kurasakan tanpa
kasih.
Saat itu aku merasa begitu yakin. Wanita tua yang kupangil Ibu selama ini tak
pernah dengar dan tak akan pernah mencintai diriku!
∞ mom’s™ ∞
“Diah … kok melamun?”
Aku mengusap air mata yang menitik. Laili yang menangkap kesedihanku
menatapku lekat. Ada nuansa khawatir pada nada suaranya kemudian.
“Ada apa? Tulisanmu ada yang ditolak? Mana mungkin!” ujarnya mencoba
melucu.
Aku tertawa pelan, mencoba mengurangi beban di hatiku. Kubalas tatapan
matanya. Wajah tulus sahabat baikku itu memancar di balik kerudung coklat yang
dikenakannya.
Aku berdehem berat. “Li … percayakah kamu kalau aku bilang, ada Ibu yang
tak pernah mencintai anaknya?”
Laili menatapku bingung. Pertanyaan ini mungkin aneh di telinganya. Apa lagi
aku tahu keluarganya adalah keluarga terhangat yang pernah kutemukan. Ibu Laili tak
hanya bijaksana, tapi juga, tapi juga selalu melimpahinya dengan banyak kasih dan
perhatian. Jauh sekali bila dibandingkan Ibu!
“Aku rasa, mencintai adalah naluri yang muncul otomatis saat seorang
menjadi Ibu, Diah! Itu karunia Allah yang diberikan pada setiap Ibu. Rasa kasih,
mengayomi, dan melindungi!” jawab Laili hati-hati.
Aku mengalihkan pandangan dari matanya. Kami sudah tinggal satu kos
selama hampir lima tahun. Kupercayakan seluruh kegembiraan dan saat-saat sulitku
padanya. Tapi, tak pernah sekalipun aku bercerita tentang Ibu, dan ketidakadilan yang
diberikan wanita itu padaku.
Sekali lagi air mataku menitik. Ingat, selama kurun lima tahun ini, aku tak
pernah menjenguk Ibu. Ya, tidak sekali pun! Meski batinku terasa kering.
Bagaimanapun sebagai anak, aku punya kasih yang ingin bisa kupersembahkan pada
wanita yang telah melahirkanku.
www.rajaebookgratis.com
Sayangnya, tak pernah ada kesempatan bagiku untuk mewujudkan itu. Ibu tak
pernah menangkap sinar kasih di mataku, apalagi membalasnya dengan pelukan
hangat. Ibu tak pernah peduli!
Bagaimana aku tidak mulai membencinya secara perlahan? Mungkin tidak
dalam artian kata benci yang sesungguhnya. Terus terang, aku mulai menghapus
namanya dalam kehidupanku. Dalam tahun-tahun yang telah kulalui aku hanya
mengirim surat dan foto pada semua kakak dan keponakanku. Tak satu pun
kualamatkan untuk Ibu. Kalaupun secara rutin kusisihkan uang honor menulisku
untuk Ibu, itu pun tak pernah kukirimkan langsung. Selalu lewat salah satu kakakku.
Paling sering lewat Mbak Sri.
Aku belajar menyingkirkan kebutuhanku akan kasih sayang dan sikap keibuan
darinya. Aku belajar melupakan ... Ibu!
“Diah ... kenapa kamu menanyakan itu?” suara Laili kembali terdengar.
Batinku makin kisruh.
Apa pendapatnya kalau tahu, teman baiknya, selama ini telah melupakan
Ibunya? Padahal dalam Islam tertera jelas keutamaan untuk berbakti dan menghormati
Ibu. Selama ini aku selalu berdalih di hadapan-Nya dalam shalat-shalat yang kulalui.
Bukan aku tak mencintainya. Tapi ... sepertinya itu kehendak Ibu sendiri untuk
dilupakan!
“Ibuku sakit Li! Apa yang harus kulakukan?” tanyaku akhirnya tanpa daya.
Laili tersenyum. Tangannya kembali menggenggam jemariku.
“Itu aja kok, bingung! Barangkali dia kangen padamu. Tengoklah Ibu, Di! Eh,
kapan terakhir kali kalian bertemu?”
Teman baikku itu seperti teringat saat-saat libur kuliah yang tak pernah
kumanfaatkan untuk pulang kampung, sebaliknya malah berkunjung ke tempatnya
atau menghabiskan waktu di kos, merentang hari.
“Aku tak pernah pulang, Laili. Sudah lima tahun!”
Jawabanku membuat Laili tersedak. Pantas saja gadis itu kaget. Lima tahun
bukan waktu yang singkat.
“Kamu haru pulang secepatnya, Di! Biar aku yang memesankan tiket kereta.
Jangan lupa bawa oleh-oleh untuk Ibumu. Hm ... apa ya, kesukaan beliau?”
Tiba-tiba Laili dilanda kesibukan luar biasa. Seakan membayangkan
mengunjungi Ibunya sendiri, yang tak pernah ditemuinya selama lima tahun!
www.rajaebookgratis.com
“Tak perlu repot-repot Laili! Biar kuurus sendiri!” tolakku halus, tetapi Laili
tetap bersikeras.
“Hey ... jangan gitu dong, Di! Selama ini kamuselalu repot-repot saat
mengunjungi kami. Jadi ... biarkan aku yang mengurus perjalananmu kali ini. Lagi
pula, kamu masih harus mempersiapkan presentasi skripsimu, kan?”
Aku menyerah.
Sebelum Laili pergi, aku menatapnya sekali lagi, “Kamu yakin aku harus
pulang, Li?”
Pertanyaanku hanya disambut senyum hangatnya.
“Tentu, pulanglah, Ibu pasti kangen kamu Diah!”
Ahh ... andai Laili tahu, perempuan macam apa Ibuku itu! Beliau lebih keras
dari karang Laili, karang masih bisa terkikis air laut, tetapi Ibuku?
∞ mom’s™ ∞
Rumah mungil kami tak banyak berubah. Juga rumah petak kecil-kecil lain di
sampingnya. Di mana ketiga mbakku dan keluarganya tinggal.
Saat masuk ke dalam, kulihat ruangan tampak tidak serapi biasanya.
Barangkali kehilangan sentuhan tangan Ibu. Mbak Sri bilang, setahun belakangan ini
Ibu beberapa kali jatuh sakit. Akan tetapi, beliau tak pernah mengizinkan mereka
mengabarkannya kepadaku.
Karena Ibu tak butuh kehadiranku, bisikku dalam hati.
Mbak Ningsih yang melihat kecanggunganku menjelaskan. Di pangkuannya
duduk dua bocah cilik bergelayut manja.
“Ibu tak ingin mengganggu kuliahmu, Diah!”
Aku tersenyum sinis mendengar perkataan kakak tertuaku itu. Sejak kapan Ibu
memikirkan kuliahku? Bukankah baginya anak perempuan cuma akan ke dapur?
Mbak Rahayu yang lebih banyak diam pun ikut menembahkan, “Ibu sering
bertanya pada kami Diah, berkali-kali malah. Sudah tahun ke berapa kuliahmu?
Berapa lama lagi selesai.”
“ Sebetulnya Ibu sangat kangen padamu Diah, tapi Ibu lebih mementingkan
kuliahmu.” Mbak Sri menambahkan di tengah aktivitas menyusui anaknya.
Tapi, aku tak merasa perlu diyakinkan. Aku kenal Ibu. Dan selama jadi
anaknya, tak pernah Ibu bersikap kasih padaku. Tidak sekali pun. Perkataan kakak-
www.rajaebookgratis.com
kakakku barusan semata-mata untuk menyenangkan hatiku. Agar aku tak merasa sia-
sia datang ke sini. Mereka pasti belum lupa kejadian lima tahun yang lalu,
pertengkaran hebatku dengan Ibu. Pertengkaran yang makin memantapkan hatiku
untuk pergi.
Malam itu Ibu berkali-kali menumpahkan kalimat-kalimat pedasnya padaku.
Tujuannya satu, agar aku tak pergi
Bagiku, sikap Ibu saat itu sangat egois dan kekanak-kanakan. Sementara orang
lain akan menyambut gembira berita keberhasilan anaknya meraih bea siswa macam
ini, beliau sebaliknya. Tak tahukah Ibu, kalau aku harus menyingkirkan ribuan orang
untuk meraih prestasi ini?
Kucoba menulikan telinga, tetapi kalimat-kalimat pedasnya tak berangsur
surut. Malah bertambah keras.
“Pergi ke kota bagi perempuan macam kau Diah hanya akan menjadi santapan
laki-laki! Tak ada tempat aman kecuali di kampung sendiri. Ibu tak ingin kau
membuat malu keluarga. Pulang dengan membawa aib!”
Astagfirullah ... Ibu kira perempuan macam apa aku? Mulutku sudah setengah
terbuka siap membantahnya, tetapi ketiga saudaraku mencegahku. Melihat sikapku
yang menantang, kemarahan Ibu makin tak terbendung.
“ Jangan coba membantah! Kurang baik dan terpelajar apa si Retno? Lalu
Sumirah? Bahkan anak pak Haji Tarjo? Pulang-pulang malah jadi perempuan jalang!
Aku tak ingin punya anak jalang!”
Cukup! Aku tak bisa menahan kesabaranku lebih lama. Darahku seperti
mendidih mendengar kalimat-kalimat Ibu. Kalau saja Ibu cukup mengenalku, kalau
saja Ibu punya sedikit kepercayaan pada anaknya sendiri? Ibu cuma percaya pada
dirinya sendiri. Seakan semua orang akam mengalami nasib buruk.
Saat ditinggal Bapak! Ya, Bapak memang meninggalkan kami. Janjinya
bahwa lelaki itu akan kembali dari kota dengan membawa perubahan pada nasib
kami, cuma omong kosong. Di sana Bapak justru menikah lagi. Dan Ibu yang
menganggap dirinya sempurna sebagai wanita, merasa sakit hati. Setelah itu semua
yang berbau pembaruan dan kemajuan dimusuhinya habis-habisan. Termasuk niatku
ke kota untuk mencari ilmu.
Kutatap mata Ibu dengan sikap menantang. Suaraku bergetar saat berkata-kata
padanya.
www.rajaebookgratis.com
“Seharusnya Ibu bangga padaku! Seharusnya Ibu menyemangati, bukan malah
terus-terusan mengejekku, Bu! Sekarang Diah tahu kenapa Bapak meninggalkan Ibu!’
kataku berani.
Di depanku, Ibu mentap mataku tajam. Matanya diliputi kemarahan atas
kelancanganku.
“Kenapa Bapak meninggalkan Ibumu? Ayo jawab, kenapa?!!!”
Sia-sia usaha mbak-mbakku yang lain untuk mengerem mulutku. Dalam
kelarahan, kulontarkan luka yang mungkin akan melekat selamanya di hati Ibu.
“Karena Ibu picik! Itu sebabnya!”
Kubanting pintu kamarku dan mengurung diri semalaman. Menangis. Batinku
puas, telah kukatakan apa yang menurtku harus didengar Ibu.
Besoknya, pagi-pagi sekali, hanya berpamitan pada mbak-mbakku, aku pergi,
dengan bongkahan luka di hatiku. Barangkali juga di hati Ibu. Tapi, aku tak peduli.
Saat aku mengenal Laili dan teman-teman Muslimah lain. Baru kusesali
sikapku. Seharusnya aku tak bersikap sekasar itu pada Ibu. Tak membalas
kekasarannya dengan tindakan serupa.
Meski begitu, penyesalanku tak bisa mengubah perasaan yang kadung hampa
terhadap Ibu. Aku masih tak menyukai wanita yang melahirkanku itu. Seperti juga
beliau tak menyukaiku.
∞ mom’s™ ∞
“Diah ... Ibu sudah bangun.”
Mbak Sri menyentuh tanganku. Mengembalikanku dari kenangan masa lalu.
Kubuka pintu kamar Ibu. Suara derit engsel yang berkarat terdengar. Kulihat
Ibu terbaring lemah di dipan. Keperkasaanya selama ini, kulihat nyaris tak tersisa.
Tangan kurusnya mengajakku mendekat.
Di bawah cahaya lampu teplok, kurayapi wajahnya yang penuih guratan-
guratan usia. Ibu tampak begitu tua.
“Apa kabarmu Diah?” suaranya nyaris berupa bisikan.
“ Baik, Bu.” Kusadari suaraku terdengar begitu datar. Barangkali mewakili
kehampaan perasaanku.
www.rajaebookgratis.com
Ibu tak memandang kaget penampilanku, yang pasti merupakan pemandangan
baru baginya. Atau Ibu terlalu sakit untuk mencela busana Muslimah yang
kukenakan? Sekali lagi hatiku berkomentar sinis, tanpa bisa dicegah.
“Kamu kelihatan kurusan Nduk!” ujar Ibu setelah beberapa saat kami terdiam.
Aku tak menanggapi. Sebaliknya, mataku mengitari ruangan kecil itu.
Semuanya hampir tak berubah. Kenapa Ibu bertahan dalam kesederhaan ini?
Bukankah seharusnya dengan ternak-ternak itu Ibu mampu hidup lebih layak? Belum
lagi ketiga mbakku, mustahil mereka tidak memberikan tambahan masukan, biar pun
sedikit, untuk Ibu.
Aku memperhatikan ranjang Ibu. Kasur tipis di atas dipan yang pasti tak
nyaman untuknya. Cahaya penerangan pun tidak memadai. Padahal, di rumah ketiga
saudaraku perempuanku sudah diterangi cahaya listrik. Lalu ... uang kirimanku yang
rutin meski tak seberapa mestinya cukup meringankan Ibu. Tapi kenapa?
Kulihat meja jati tua di samping Ibu. Ada beberapa botol obat di sana. Kertas-
kertas dan beberapa foto yamg dibingkai. Kudekatkan tubuhku untuk melihat lebih
jelas. Mendadak mataku nanar ... masya Allah! Aku tak sanggup berkata-kata. Segera
kutahan diriku sebisanya untuk tak menangis.
Ibu yang menyadari arah pandanganku menjelaskan, “Jangan salahkan
mbakmu Diah. Foto-foto itu Ibu yang maksa minta. Kadang Ibu pandangi, jika Ibu
kangen kamu. Lihat, itu pasti kamu waktu masih tingkat satu, ya? Belum pakai jilbab!
Yang lainnya sudah rapih berjilbab.”
Kulihat Ibu tersenyum. Di matanya ada kerinduan yang mendalam. Batinku
kembali terguncang. Ibu kangen kangen padaku? Betulkah? Apa yang membuat Ibu
begitu berubah? Usia tuanyakah? Waktu lima tahunkah? Hatiku terus bertanya-tanya.
Ke mana larinya sikap keras dan ketus Ibu?
“ Tolong Ibu, Nduk, Ibu ingin duduk di beranda,” pintanya sekonyong-
konyong.
Kupapah tubuh ringkihnya keluar. Di atas sana langit mulai gelap. Beberapa
bintang meramaikan rembulan yang mulai muncul. Langit jingga tampak berbias
indah menyambut malam.
Bersisian kami duduk di beranda. Beberapa waktu berlalu dalam keheningan.
Tanpa kata-kata, tetapi bisa kulihat wajah Ibu tampak cerah menatap langit yang
dihias purnama. Lalu ...
www.rajaebookgratis.com
“Ning ... Ningsih ...” tergopoh-gopoh mbakku muncul mendengar panggilan
Ibu.
“Dalem Bu ...”
“Tolong ambilkan kotak kayu Ibu di bawah tempat tidur, ya ...”
Tak lama Mbak Ning sudah muncul lagi. Sebuah kotak kayu yang terlihat
amat tua diserahkannya kepada Ibu.
“ Bukalah Diah, itu untukmu. Ibu selalu takut tak sempat memberikannya
langsung kepadamu. Ibu sudah tua Diah,” suara Ibu. Matanya masih menatap langit.
Meski tak mengerti, kuturuti permintaan orang tua itu. Dan tanpa bisa
kucegah, kedua mataku terbelalak melihat isinya. Uang! Di mana-mana uang! Begitu
banyakl, dari mana Ibu mendapatkannya?
Ibu terkekeh sendiri melihat keterkejutanku. Beberapa giginya yang sudah
ompong terlihat.
“Itu untukmu Diah ...”
Aku menutup kembali kotak kayu itu, kuserahkan kepada Ibu.
“Diah ndak butuh uang Ibu. Beberapa tahun ini sudah ada kerja sambilan. Jaga
toko sambil nulis-nulis,” ujarku berusaha menolak.
“Ibu tahu ... Ibu baca surat yang kau kirimkan pada mbak-mbakmu ... tapi itu
uangmu. Kau membutuhkannya. Mungkin tak lama lagi.” Suara Ibu memaksa.
Ahh ... wisudaku ... itukah yang Ibu pikirkan?
“Wisuda tak perlu biaya sebanyak ini, Bu ...” tolakku lagi.
“ Tapi kau harus menerimaya Diah, itu uangmu. Uang yang kau kirimkan
selama ini untuk Ibu lewat mbakmu. Sebagian ada juga hakmu dari penjualan ternak,”
jelas wanita itu lagi.
Aku melongo. Teringat dipan tua yang kasurnya tipis, lampu teplok, kursi di
ruang tamu yang sudah jelek dan bufet yang kusam. Bukankah dengan uang itu Ibu
bisa hidup lebih layak?
“Kenapa tak Ibu pakai untuk keperluan Ibu?” tanyaku heran.
Ibu hanya tersenyum. Matanya mencari-cari rembulan yang setengah tertutup
awan.
“Ibu tak butuh uang sebanyak itu, Diah! Lagi pula ... Ibu khawatirtak bisa lagi
memberimu uang.”
“Diah kan sudah jelaskan ke Ibu, Diah sudah bisa mencari uang sendiri meski
sedikit-sedikit. Ibu tak perlu repot memikirkan aku,” ujarku keras kepala.
www.rajaebookgratis.com
Tapi, lagi-lagi Ibu memaksaku.
“ Kau akan membutuhkannya Diah, untuk pernikahanmu nanti. Semua
mbakmu hidup sederhana. Anak mereka banyak, mungkin tak kan banyak bisa
membantumu jika hari itu tiba!”
Deg! Hatiku berdetak. Untuk pernikahanku? Sejauh itukah Ibu
memikirkanku?
Kata-kata Ibu berikutnya bagai telaga sejuk mengaliri relung-relung hatiku.
“Maafkan Ibu jika selama ini keras padamu Diah! Kau benar ... Ibu memang
picik! Itu karena Ibu tak ingin kau terluka. Ibu tak ingin kau kecewa. Itu sebabnya Ibu
tak pernah memujimu. Kau harus punya hati sekeras baja untuk menapaki hidup. Ibu
ingin anak bungsu Ibu mnjadi sosok yang berbeda. Seperti rembulan merah jambu,
bukan kuning keemasan seperti yang kita lihat.”
Ibu menunjuk purnama yang benderang. Aku mengikuti telunjuknya. Batinku
terasa lebih segar.
Rembulan merah jambu ... itukah yang diinginkan Ibu, menjadi seseorang.
Menjadi orang dalam arti yang sebenarnya. Punya karakter dan prinsip yang berbeda.
Siap mengarungi kerasnya hidup? Itukah maksud Ibu dari sikap kerasnya selama ini?
Hatiku berbunga-bunga. Semua kehampaan, kebencian, dan kekesalanku pada
wanita tua itu tiba-tiba terbang ke awan. Aku tak lagi membencinya! Ternyata aku
cukup punya arti di mata Ibu. Aku rembulan di mata Ibu. Aku rembulan di hatinya!
Tanpa ragu kupeluk Ibu erat.
Bersama-sama, kami menghabiskan waktu yang tak terlupakan di beranda
memandangi langit, dan ... rembulan yang kini merah jambu dalam pandanganku!
∞ mom’s™ ∞
www.rajaebookgratis.com

More Related Content

What's hot

Cerita cinta suami isteri
Cerita cinta suami  isteriCerita cinta suami  isteri
Cerita cinta suami isteriHafiz Pk
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalBigboy Zam
 
Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Shika Nara
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberZahrotin Niza
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiriNovi Indah
 
PELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKPELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKmanluqmancool
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita broAry Ain
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binalchristineong2212
 
Benih Papa Mertua
Benih Papa MertuaBenih Papa Mertua
Benih Papa Mertuabeesingle41
 
Cerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotCerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotdesiDesiAmalia
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istrikuchristineong2212
 
Cerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotCerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotdesiDesiAmalia
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 

What's hot (20)

Cerita cinta suami isteri
Cerita cinta suami  isteriCerita cinta suami  isteri
Cerita cinta suami isteri
 
Cerita yang gak tahu arahnya kemana
Cerita yang gak tahu arahnya kemanaCerita yang gak tahu arahnya kemana
Cerita yang gak tahu arahnya kemana
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggal
 
Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
 
PELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKPELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIK
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita bro
 
My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
 
Benih Papa Mertua
Benih Papa MertuaBenih Papa Mertua
Benih Papa Mertua
 
Cerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hotCerita seks bokep tante nila hot
Cerita seks bokep tante nila hot
 
Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Cerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotCerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hot
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 

Similar to Asmanadia rembulandimataibu.

Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibujefkenzie
 
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hati
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hatiKisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hati
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hatiAchmadArifudin3
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupkuHeni Handayani
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuHeni Handayani
 
Berdiri diatas impian
Berdiri diatas impianBerdiri diatas impian
Berdiri diatas impianEdis Al Arshy
 
Pudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona CleopatraPudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona CleopatraRobby Angryawan
 
Pudarnya pesona cleopatra
Pudarnya pesona cleopatraPudarnya pesona cleopatra
Pudarnya pesona cleopatraIit Suryani
 
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasicerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasiHendryPutrihijau
 
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Amir Haruna
 
Mutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docxMutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docxabdus samad
 
teks-cerita-inspiratif.pptx
teks-cerita-inspiratif.pptxteks-cerita-inspiratif.pptx
teks-cerita-inspiratif.pptxAyuWulanSari26
 

Similar to Asmanadia rembulandimataibu. (20)

Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibu
 
Cerpen kasih salina
Cerpen  kasih salinaCerpen  kasih salina
Cerpen kasih salina
 
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hati
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hatiKisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hati
Kisah ibu bermata satu, cerita sedih menyentuh hati
 
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktu
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Kasih seorang ibu
Kasih seorang ibuKasih seorang ibu
Kasih seorang ibu
 
Kasih seorang ibu
Kasih seorang ibuKasih seorang ibu
Kasih seorang ibu
 
Berdiri diatas impian
Berdiri diatas impianBerdiri diatas impian
Berdiri diatas impian
 
Pudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona CleopatraPudarnya Pesona Cleopatra
Pudarnya Pesona Cleopatra
 
Pudarnya pesona cleopatra
Pudarnya pesona cleopatraPudarnya pesona cleopatra
Pudarnya pesona cleopatra
 
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasicerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
 
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
 
Mutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docxMutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docx
 
teks-cerita-inspiratif.pptx
teks-cerita-inspiratif.pptxteks-cerita-inspiratif.pptx
teks-cerita-inspiratif.pptx
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Toga i'm coming
Toga i'm comingToga i'm coming
Toga i'm coming
 
Cinta Asya
Cinta AsyaCinta Asya
Cinta Asya
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 

More from Sri Apriyanti Husain

7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...Sri Apriyanti Husain
 
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...Sri Apriyanti Husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husainSri Apriyanti Husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husainSri Apriyanti Husain
 
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubFormulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubSri Apriyanti Husain
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3Sri Apriyanti Husain
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3Sri Apriyanti Husain
 
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...Sri Apriyanti Husain
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamReview jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamSri Apriyanti Husain
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Sri Apriyanti Husain
 
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Sri Apriyanti Husain
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiSri Apriyanti Husain
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiSri Apriyanti Husain
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Sri Apriyanti Husain
 
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Sri Apriyanti Husain
 
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokPsak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokSri Apriyanti Husain
 

More from Sri Apriyanti Husain (20)

7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
 
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
 
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubFormulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
 
Tugas regresi berganda
Tugas regresi bergandaTugas regresi berganda
Tugas regresi berganda
 
Alfamart
AlfamartAlfamart
Alfamart
 
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamReview jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
 
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadi
 
Review disertasi full
Review disertasi fullReview disertasi full
Review disertasi full
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadi
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
 
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
 
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
 
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokPsak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
 

Asmanadia rembulandimataibu.

  • 1. Bismillahirrahmanirrahim ... REMBULAN DI MATA IBU -Asma Nadia- Kupandangi telegram yang barusan kubaca. Batinku galau Ibu sakit Diah, pulanglah! Begitu satu-satunya kalimat yang tertera di sana. Mbak Sri mnyuruhku pulang? Tapi … benarkah Ibu sakit? Bayangan Ibu, dengan penampilannya yang tegar berkelebat. Rasanya baru kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan ternak-ternak kami sendirian. Melalui padang rumput yang luas. Berputar-putar di sana berjam-jam. Mnegawasi rumah kecil kami yang hanya berupa noktah dari balik bukit. Tidak. Ibu bahkan tak pernah kelihatan lelah di malam hari. Saat semua aktivitas seharian yang menguras kekuatan fisiknya berlalu. Ibu selalu kelihatan sangat kuat. Tak hanya kauta, dari mulutnya pun masih kerap terdengar ungkapan- ungkapan pedas, khususnya yang ditujukan kepadaku. “Jadi perempuan jangan terlalu sering melamun Diah! BEkerja, itu akan membuat tubuhmu kuat!” Komentarnya suatu hari padaku. Padahal, saat itu aku sama sekali tidak menganggur. Sebuah buku berada di pangkuanku. Tapi, Ibu tak pernah menghargai kesukaanku membaca. Di mata beliau, itu hanyalah kegiatan tak berguna yang tak menghasilkan. Di waktu yang lain Ibu mengecam kebiasaanku rapat dengan para pemuda desa. Ibu sama sekali tak mau mengerti kalau rapat-rapat yang kulakukan bukan tanpa tujuan. Kalau kami, anak-anak muda yang berkumpul di sana sedang mencoba menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan desa. Bagi wanita sederhana itu, mengahalau ternak lebih berguna daripada bicara panjang lebar, dan adu pendapat. “Kau pikir bicara bisa membuatmu mendapatkan uang?” Ingin sekali saat itu aku mengangguk dan menantang matanya yang sinis. Tak tahukah Ibu, di kota sana, banyak sekali pekerjaan yang mementingkan kemampuan www.rajaebookgratis.com
  • 2. bicara. Seharusnya, Ibu melihat kegiatan pemilihan lurah di desa, dan tak hanya berkutat dengan ternak-ternaknya di padang rumput. Pak Kades trak kan terpilih kalau dia tak punya kemampuan bicara Bu, kemampuan meyakinkan dan menenangkan rakyatnya! Akan tetapi, kalimat itu hanya kutelan dalam hati. Tak satu pun ku muntahkan di hadapannya. Caraku berpakaian pun tak pernah benar di matanya. Ada saja yang salah. Yang tak rapilah, kelihatan kelaki-lakianlah, dan segalanya. Sebetulnya aku heran, kenapa tiga mbakku yang semua perempuan itu bisa melalui hari dengan keterpasungan pemahaman Ibu. Mereka bisa sekolah, paling tidak sampai es em pe dan es em a tanpa banyak bertengkar dengan Ibu. Lulus sekolah, menikah dan punya anak … dan sekali lagi, tanpa mengalami pertentangan dengan Ibu. Sedangkan aku? Rasanya tak ada satu hal pun yang pernah kulakukan yang dianggapnya benar. Selalu saja ada yang kurang. Dahulu sekali aku pernah mencoba menyenangkan hati wanita itu. Kucoba memasakkan sesuatu untukknya. Meski semua saudaraku tahu aku benci kegaiatan daour itu. Hasilnya? Aku menyesal telah mencoba karea Ibu sama sekali tak menghargai usahaku. “Beginilah jadinya kalau anak perempuan cuma bisa belajar dan belajar. Tak tahu bagaimana memasak! Siapa yang mau menikahimu nanti kalau begini Diah?” Dan saat itu aku makin tersungkur dalam ketidakberdayaanku mengahadapi Ibu. Perlahan aku malah berhenti berusaha menenangkan hatinya. Aku capek. Maka saat ada kesempatan pergi meninggalkan rumah, dan meneruskan pendidikan ke bangku kuliah, dengan peluang bea siswa, kugempur habis kemampuanku, agar kesempatan itu tak lepas dari tangan. Aku harus pergi, menjauh dari Ibu, dari komentar-komentarnya yang menyakitkan. Masih terngiang di telingku suaranya yang bernada mengejek waktu melihat aku mempersiapkan diri mengahadapi tes bea siswa itu. “Kau tak kan berhasil Diah! Tak usah capek-capek! Wanita akan kembali ke dapur, apa pun kedudukannya!” www.rajaebookgratis.com
  • 3. Tak kuhiraukan kalimat Ibu. Seperti biasa aku selalu berusaha menahan diri. Setidaknya hingga saat itu. Kala pertahanan diriku roboh ke tanah. Dan untuk pertama kali aku berani menantang matanya yang selalu bersinar sinis, dan kurasakan tanpa kasih. Saat itu aku merasa begitu yakin. Wanita tua yang kupangil Ibu selama ini tak pernah dengar dan tak akan pernah mencintai diriku! ∞ mom’s™ ∞ “Diah … kok melamun?” Aku mengusap air mata yang menitik. Laili yang menangkap kesedihanku menatapku lekat. Ada nuansa khawatir pada nada suaranya kemudian. “Ada apa? Tulisanmu ada yang ditolak? Mana mungkin!” ujarnya mencoba melucu. Aku tertawa pelan, mencoba mengurangi beban di hatiku. Kubalas tatapan matanya. Wajah tulus sahabat baikku itu memancar di balik kerudung coklat yang dikenakannya. Aku berdehem berat. “Li … percayakah kamu kalau aku bilang, ada Ibu yang tak pernah mencintai anaknya?” Laili menatapku bingung. Pertanyaan ini mungkin aneh di telinganya. Apa lagi aku tahu keluarganya adalah keluarga terhangat yang pernah kutemukan. Ibu Laili tak hanya bijaksana, tapi juga, tapi juga selalu melimpahinya dengan banyak kasih dan perhatian. Jauh sekali bila dibandingkan Ibu! “Aku rasa, mencintai adalah naluri yang muncul otomatis saat seorang menjadi Ibu, Diah! Itu karunia Allah yang diberikan pada setiap Ibu. Rasa kasih, mengayomi, dan melindungi!” jawab Laili hati-hati. Aku mengalihkan pandangan dari matanya. Kami sudah tinggal satu kos selama hampir lima tahun. Kupercayakan seluruh kegembiraan dan saat-saat sulitku padanya. Tapi, tak pernah sekalipun aku bercerita tentang Ibu, dan ketidakadilan yang diberikan wanita itu padaku. Sekali lagi air mataku menitik. Ingat, selama kurun lima tahun ini, aku tak pernah menjenguk Ibu. Ya, tidak sekali pun! Meski batinku terasa kering. Bagaimanapun sebagai anak, aku punya kasih yang ingin bisa kupersembahkan pada wanita yang telah melahirkanku. www.rajaebookgratis.com
  • 4. Sayangnya, tak pernah ada kesempatan bagiku untuk mewujudkan itu. Ibu tak pernah menangkap sinar kasih di mataku, apalagi membalasnya dengan pelukan hangat. Ibu tak pernah peduli! Bagaimana aku tidak mulai membencinya secara perlahan? Mungkin tidak dalam artian kata benci yang sesungguhnya. Terus terang, aku mulai menghapus namanya dalam kehidupanku. Dalam tahun-tahun yang telah kulalui aku hanya mengirim surat dan foto pada semua kakak dan keponakanku. Tak satu pun kualamatkan untuk Ibu. Kalaupun secara rutin kusisihkan uang honor menulisku untuk Ibu, itu pun tak pernah kukirimkan langsung. Selalu lewat salah satu kakakku. Paling sering lewat Mbak Sri. Aku belajar menyingkirkan kebutuhanku akan kasih sayang dan sikap keibuan darinya. Aku belajar melupakan ... Ibu! “Diah ... kenapa kamu menanyakan itu?” suara Laili kembali terdengar. Batinku makin kisruh. Apa pendapatnya kalau tahu, teman baiknya, selama ini telah melupakan Ibunya? Padahal dalam Islam tertera jelas keutamaan untuk berbakti dan menghormati Ibu. Selama ini aku selalu berdalih di hadapan-Nya dalam shalat-shalat yang kulalui. Bukan aku tak mencintainya. Tapi ... sepertinya itu kehendak Ibu sendiri untuk dilupakan! “Ibuku sakit Li! Apa yang harus kulakukan?” tanyaku akhirnya tanpa daya. Laili tersenyum. Tangannya kembali menggenggam jemariku. “Itu aja kok, bingung! Barangkali dia kangen padamu. Tengoklah Ibu, Di! Eh, kapan terakhir kali kalian bertemu?” Teman baikku itu seperti teringat saat-saat libur kuliah yang tak pernah kumanfaatkan untuk pulang kampung, sebaliknya malah berkunjung ke tempatnya atau menghabiskan waktu di kos, merentang hari. “Aku tak pernah pulang, Laili. Sudah lima tahun!” Jawabanku membuat Laili tersedak. Pantas saja gadis itu kaget. Lima tahun bukan waktu yang singkat. “Kamu haru pulang secepatnya, Di! Biar aku yang memesankan tiket kereta. Jangan lupa bawa oleh-oleh untuk Ibumu. Hm ... apa ya, kesukaan beliau?” Tiba-tiba Laili dilanda kesibukan luar biasa. Seakan membayangkan mengunjungi Ibunya sendiri, yang tak pernah ditemuinya selama lima tahun! www.rajaebookgratis.com
  • 5. “Tak perlu repot-repot Laili! Biar kuurus sendiri!” tolakku halus, tetapi Laili tetap bersikeras. “Hey ... jangan gitu dong, Di! Selama ini kamuselalu repot-repot saat mengunjungi kami. Jadi ... biarkan aku yang mengurus perjalananmu kali ini. Lagi pula, kamu masih harus mempersiapkan presentasi skripsimu, kan?” Aku menyerah. Sebelum Laili pergi, aku menatapnya sekali lagi, “Kamu yakin aku harus pulang, Li?” Pertanyaanku hanya disambut senyum hangatnya. “Tentu, pulanglah, Ibu pasti kangen kamu Diah!” Ahh ... andai Laili tahu, perempuan macam apa Ibuku itu! Beliau lebih keras dari karang Laili, karang masih bisa terkikis air laut, tetapi Ibuku? ∞ mom’s™ ∞ Rumah mungil kami tak banyak berubah. Juga rumah petak kecil-kecil lain di sampingnya. Di mana ketiga mbakku dan keluarganya tinggal. Saat masuk ke dalam, kulihat ruangan tampak tidak serapi biasanya. Barangkali kehilangan sentuhan tangan Ibu. Mbak Sri bilang, setahun belakangan ini Ibu beberapa kali jatuh sakit. Akan tetapi, beliau tak pernah mengizinkan mereka mengabarkannya kepadaku. Karena Ibu tak butuh kehadiranku, bisikku dalam hati. Mbak Ningsih yang melihat kecanggunganku menjelaskan. Di pangkuannya duduk dua bocah cilik bergelayut manja. “Ibu tak ingin mengganggu kuliahmu, Diah!” Aku tersenyum sinis mendengar perkataan kakak tertuaku itu. Sejak kapan Ibu memikirkan kuliahku? Bukankah baginya anak perempuan cuma akan ke dapur? Mbak Rahayu yang lebih banyak diam pun ikut menembahkan, “Ibu sering bertanya pada kami Diah, berkali-kali malah. Sudah tahun ke berapa kuliahmu? Berapa lama lagi selesai.” “ Sebetulnya Ibu sangat kangen padamu Diah, tapi Ibu lebih mementingkan kuliahmu.” Mbak Sri menambahkan di tengah aktivitas menyusui anaknya. Tapi, aku tak merasa perlu diyakinkan. Aku kenal Ibu. Dan selama jadi anaknya, tak pernah Ibu bersikap kasih padaku. Tidak sekali pun. Perkataan kakak- www.rajaebookgratis.com
  • 6. kakakku barusan semata-mata untuk menyenangkan hatiku. Agar aku tak merasa sia- sia datang ke sini. Mereka pasti belum lupa kejadian lima tahun yang lalu, pertengkaran hebatku dengan Ibu. Pertengkaran yang makin memantapkan hatiku untuk pergi. Malam itu Ibu berkali-kali menumpahkan kalimat-kalimat pedasnya padaku. Tujuannya satu, agar aku tak pergi Bagiku, sikap Ibu saat itu sangat egois dan kekanak-kanakan. Sementara orang lain akan menyambut gembira berita keberhasilan anaknya meraih bea siswa macam ini, beliau sebaliknya. Tak tahukah Ibu, kalau aku harus menyingkirkan ribuan orang untuk meraih prestasi ini? Kucoba menulikan telinga, tetapi kalimat-kalimat pedasnya tak berangsur surut. Malah bertambah keras. “Pergi ke kota bagi perempuan macam kau Diah hanya akan menjadi santapan laki-laki! Tak ada tempat aman kecuali di kampung sendiri. Ibu tak ingin kau membuat malu keluarga. Pulang dengan membawa aib!” Astagfirullah ... Ibu kira perempuan macam apa aku? Mulutku sudah setengah terbuka siap membantahnya, tetapi ketiga saudaraku mencegahku. Melihat sikapku yang menantang, kemarahan Ibu makin tak terbendung. “ Jangan coba membantah! Kurang baik dan terpelajar apa si Retno? Lalu Sumirah? Bahkan anak pak Haji Tarjo? Pulang-pulang malah jadi perempuan jalang! Aku tak ingin punya anak jalang!” Cukup! Aku tak bisa menahan kesabaranku lebih lama. Darahku seperti mendidih mendengar kalimat-kalimat Ibu. Kalau saja Ibu cukup mengenalku, kalau saja Ibu punya sedikit kepercayaan pada anaknya sendiri? Ibu cuma percaya pada dirinya sendiri. Seakan semua orang akam mengalami nasib buruk. Saat ditinggal Bapak! Ya, Bapak memang meninggalkan kami. Janjinya bahwa lelaki itu akan kembali dari kota dengan membawa perubahan pada nasib kami, cuma omong kosong. Di sana Bapak justru menikah lagi. Dan Ibu yang menganggap dirinya sempurna sebagai wanita, merasa sakit hati. Setelah itu semua yang berbau pembaruan dan kemajuan dimusuhinya habis-habisan. Termasuk niatku ke kota untuk mencari ilmu. Kutatap mata Ibu dengan sikap menantang. Suaraku bergetar saat berkata-kata padanya. www.rajaebookgratis.com
  • 7. “Seharusnya Ibu bangga padaku! Seharusnya Ibu menyemangati, bukan malah terus-terusan mengejekku, Bu! Sekarang Diah tahu kenapa Bapak meninggalkan Ibu!’ kataku berani. Di depanku, Ibu mentap mataku tajam. Matanya diliputi kemarahan atas kelancanganku. “Kenapa Bapak meninggalkan Ibumu? Ayo jawab, kenapa?!!!” Sia-sia usaha mbak-mbakku yang lain untuk mengerem mulutku. Dalam kelarahan, kulontarkan luka yang mungkin akan melekat selamanya di hati Ibu. “Karena Ibu picik! Itu sebabnya!” Kubanting pintu kamarku dan mengurung diri semalaman. Menangis. Batinku puas, telah kukatakan apa yang menurtku harus didengar Ibu. Besoknya, pagi-pagi sekali, hanya berpamitan pada mbak-mbakku, aku pergi, dengan bongkahan luka di hatiku. Barangkali juga di hati Ibu. Tapi, aku tak peduli. Saat aku mengenal Laili dan teman-teman Muslimah lain. Baru kusesali sikapku. Seharusnya aku tak bersikap sekasar itu pada Ibu. Tak membalas kekasarannya dengan tindakan serupa. Meski begitu, penyesalanku tak bisa mengubah perasaan yang kadung hampa terhadap Ibu. Aku masih tak menyukai wanita yang melahirkanku itu. Seperti juga beliau tak menyukaiku. ∞ mom’s™ ∞ “Diah ... Ibu sudah bangun.” Mbak Sri menyentuh tanganku. Mengembalikanku dari kenangan masa lalu. Kubuka pintu kamar Ibu. Suara derit engsel yang berkarat terdengar. Kulihat Ibu terbaring lemah di dipan. Keperkasaanya selama ini, kulihat nyaris tak tersisa. Tangan kurusnya mengajakku mendekat. Di bawah cahaya lampu teplok, kurayapi wajahnya yang penuih guratan- guratan usia. Ibu tampak begitu tua. “Apa kabarmu Diah?” suaranya nyaris berupa bisikan. “ Baik, Bu.” Kusadari suaraku terdengar begitu datar. Barangkali mewakili kehampaan perasaanku. www.rajaebookgratis.com
  • 8. Ibu tak memandang kaget penampilanku, yang pasti merupakan pemandangan baru baginya. Atau Ibu terlalu sakit untuk mencela busana Muslimah yang kukenakan? Sekali lagi hatiku berkomentar sinis, tanpa bisa dicegah. “Kamu kelihatan kurusan Nduk!” ujar Ibu setelah beberapa saat kami terdiam. Aku tak menanggapi. Sebaliknya, mataku mengitari ruangan kecil itu. Semuanya hampir tak berubah. Kenapa Ibu bertahan dalam kesederhaan ini? Bukankah seharusnya dengan ternak-ternak itu Ibu mampu hidup lebih layak? Belum lagi ketiga mbakku, mustahil mereka tidak memberikan tambahan masukan, biar pun sedikit, untuk Ibu. Aku memperhatikan ranjang Ibu. Kasur tipis di atas dipan yang pasti tak nyaman untuknya. Cahaya penerangan pun tidak memadai. Padahal, di rumah ketiga saudaraku perempuanku sudah diterangi cahaya listrik. Lalu ... uang kirimanku yang rutin meski tak seberapa mestinya cukup meringankan Ibu. Tapi kenapa? Kulihat meja jati tua di samping Ibu. Ada beberapa botol obat di sana. Kertas- kertas dan beberapa foto yamg dibingkai. Kudekatkan tubuhku untuk melihat lebih jelas. Mendadak mataku nanar ... masya Allah! Aku tak sanggup berkata-kata. Segera kutahan diriku sebisanya untuk tak menangis. Ibu yang menyadari arah pandanganku menjelaskan, “Jangan salahkan mbakmu Diah. Foto-foto itu Ibu yang maksa minta. Kadang Ibu pandangi, jika Ibu kangen kamu. Lihat, itu pasti kamu waktu masih tingkat satu, ya? Belum pakai jilbab! Yang lainnya sudah rapih berjilbab.” Kulihat Ibu tersenyum. Di matanya ada kerinduan yang mendalam. Batinku kembali terguncang. Ibu kangen kangen padaku? Betulkah? Apa yang membuat Ibu begitu berubah? Usia tuanyakah? Waktu lima tahunkah? Hatiku terus bertanya-tanya. Ke mana larinya sikap keras dan ketus Ibu? “ Tolong Ibu, Nduk, Ibu ingin duduk di beranda,” pintanya sekonyong- konyong. Kupapah tubuh ringkihnya keluar. Di atas sana langit mulai gelap. Beberapa bintang meramaikan rembulan yang mulai muncul. Langit jingga tampak berbias indah menyambut malam. Bersisian kami duduk di beranda. Beberapa waktu berlalu dalam keheningan. Tanpa kata-kata, tetapi bisa kulihat wajah Ibu tampak cerah menatap langit yang dihias purnama. Lalu ... www.rajaebookgratis.com
  • 9. “Ning ... Ningsih ...” tergopoh-gopoh mbakku muncul mendengar panggilan Ibu. “Dalem Bu ...” “Tolong ambilkan kotak kayu Ibu di bawah tempat tidur, ya ...” Tak lama Mbak Ning sudah muncul lagi. Sebuah kotak kayu yang terlihat amat tua diserahkannya kepada Ibu. “ Bukalah Diah, itu untukmu. Ibu selalu takut tak sempat memberikannya langsung kepadamu. Ibu sudah tua Diah,” suara Ibu. Matanya masih menatap langit. Meski tak mengerti, kuturuti permintaan orang tua itu. Dan tanpa bisa kucegah, kedua mataku terbelalak melihat isinya. Uang! Di mana-mana uang! Begitu banyakl, dari mana Ibu mendapatkannya? Ibu terkekeh sendiri melihat keterkejutanku. Beberapa giginya yang sudah ompong terlihat. “Itu untukmu Diah ...” Aku menutup kembali kotak kayu itu, kuserahkan kepada Ibu. “Diah ndak butuh uang Ibu. Beberapa tahun ini sudah ada kerja sambilan. Jaga toko sambil nulis-nulis,” ujarku berusaha menolak. “Ibu tahu ... Ibu baca surat yang kau kirimkan pada mbak-mbakmu ... tapi itu uangmu. Kau membutuhkannya. Mungkin tak lama lagi.” Suara Ibu memaksa. Ahh ... wisudaku ... itukah yang Ibu pikirkan? “Wisuda tak perlu biaya sebanyak ini, Bu ...” tolakku lagi. “ Tapi kau harus menerimaya Diah, itu uangmu. Uang yang kau kirimkan selama ini untuk Ibu lewat mbakmu. Sebagian ada juga hakmu dari penjualan ternak,” jelas wanita itu lagi. Aku melongo. Teringat dipan tua yang kasurnya tipis, lampu teplok, kursi di ruang tamu yang sudah jelek dan bufet yang kusam. Bukankah dengan uang itu Ibu bisa hidup lebih layak? “Kenapa tak Ibu pakai untuk keperluan Ibu?” tanyaku heran. Ibu hanya tersenyum. Matanya mencari-cari rembulan yang setengah tertutup awan. “Ibu tak butuh uang sebanyak itu, Diah! Lagi pula ... Ibu khawatirtak bisa lagi memberimu uang.” “Diah kan sudah jelaskan ke Ibu, Diah sudah bisa mencari uang sendiri meski sedikit-sedikit. Ibu tak perlu repot memikirkan aku,” ujarku keras kepala. www.rajaebookgratis.com
  • 10. Tapi, lagi-lagi Ibu memaksaku. “ Kau akan membutuhkannya Diah, untuk pernikahanmu nanti. Semua mbakmu hidup sederhana. Anak mereka banyak, mungkin tak kan banyak bisa membantumu jika hari itu tiba!” Deg! Hatiku berdetak. Untuk pernikahanku? Sejauh itukah Ibu memikirkanku? Kata-kata Ibu berikutnya bagai telaga sejuk mengaliri relung-relung hatiku. “Maafkan Ibu jika selama ini keras padamu Diah! Kau benar ... Ibu memang picik! Itu karena Ibu tak ingin kau terluka. Ibu tak ingin kau kecewa. Itu sebabnya Ibu tak pernah memujimu. Kau harus punya hati sekeras baja untuk menapaki hidup. Ibu ingin anak bungsu Ibu mnjadi sosok yang berbeda. Seperti rembulan merah jambu, bukan kuning keemasan seperti yang kita lihat.” Ibu menunjuk purnama yang benderang. Aku mengikuti telunjuknya. Batinku terasa lebih segar. Rembulan merah jambu ... itukah yang diinginkan Ibu, menjadi seseorang. Menjadi orang dalam arti yang sebenarnya. Punya karakter dan prinsip yang berbeda. Siap mengarungi kerasnya hidup? Itukah maksud Ibu dari sikap kerasnya selama ini? Hatiku berbunga-bunga. Semua kehampaan, kebencian, dan kekesalanku pada wanita tua itu tiba-tiba terbang ke awan. Aku tak lagi membencinya! Ternyata aku cukup punya arti di mata Ibu. Aku rembulan di mata Ibu. Aku rembulan di hatinya! Tanpa ragu kupeluk Ibu erat. Bersama-sama, kami menghabiskan waktu yang tak terlupakan di beranda memandangi langit, dan ... rembulan yang kini merah jambu dalam pandanganku! ∞ mom’s™ ∞ www.rajaebookgratis.com