SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
Kenyataan Buat Tarin
“Sudah lama menungguku?“ tanyaku yang baru saja sampai di halte tempat bus yang akan
membawa aku dan Dika ke kampus.
“Tidak kok, Tarin. Ayo naik, tuh bisnya sudah hampir penuh.” jawab Dika dengan senyuman.
Kami duduk di kursi paling depan yang masih kosong. Dika adalah teman sahabatku yang
beberapa hari lalu kami bertemu di salah satu warnet dekat rumahku. Sari mengenalkan Dika
padaku. Ternyata aku dan Dika satu kelas. Dari sanalah aku bisa langsung akrab dan mulai
menjalin persahabatan. Meskipun baru bersahabat, aku dan Dika sudah seperti sahabat yang telah
lama saling mengenal. Setiap hari kami pergi dan pulang kuliah bersama-sama. Belajar dan
mengerjakan tugas juga bersama. Sampai-sampai ada teman kami yang menyangka kalau kami
pacaran. Padahal itu salah besar. Dika baik dan perhatian denganku hanya sebatas sahabat dan
aku pun begitu.

“Rin, pulang nanti aku tunggu di tempat biasa ya!” kata Dika kepadaku setelah bus sudah sampai
di kampus.
“Oke, Ka.” jawabku singkat dengan anggukan kepala.
Sesampainya di depan pintu ruang kuliah, Dika langsung masuk dan aku masih tetap di depan
karena dari kejauhan kulihat sahabatku Mimi melambaikan tangan.
“Ehem…ehem… Tetap kompak ya dengan sahabat spesial, hehe….” cerocos Mimi sambil
mengedipkan sebelah matanya.
Pasti tadi dia melihat aku dengan Dika, “Eh… Apaan sih maksudnya, Mi?” tanyaku pura-pura
tidak mengerti.
“Sudah ah, tidak penting. Ayo kita segera masuk!” jawab Mimi yang langsung menyeret
tanganku.

Aku baru saja keluar dari ruang kuliah. Kulihat jam di handphone pukul 3 sore. Hari ini memang
ada mata kuliah umum sampai sore.
“Dika nunggu di mana, Rin?” tanya Sari.
“Di musholla, kita langsung kesana saja sekalian shalat ashar, Sari!” jawabku.
Aku dan Dika beda hari untuk mata kuliah umum. Namun, dia tetap mau menunggu diriku untuk
pulang bersama. Dika memang sahabat yang baik.
Drrt… Handphone-ku bergetar, ada pesan masuk dari Dika.
„Rin… udh shltnya? Aku tnggu di bwah ya…‟
Langsung kuketik kalimat balasan.
„Udh kok Ka, Tnggu ya…‟
Aku melambaikan tangan pada Sari dari jendela bus. Sari tidak pulang bersama karena memang
tempat tinggalnya tidak satu arah dengan aku dan Dika.

Beberapa hari ini aku merasakan sesuatu hal yang cukup aneh. Perasaan yang selalu ingin dekat
dengan Dika, selalu ingin SMS dan telpon dia. Bahkan aku ingin ia selalu menungguku pulang
kuliah. Aku tidak mau kehilangan dia. Saat aku jelaskan ke Dika, ternyata dia juga mempunyai
perasaan yang sama denganku. Maka dari itu, kami menjadi makin dekat. Persahabatan kami
sangat indah dan aku bahagia memiliki sahabat sebaik Dika. Tidak kalah baiknya dengan Sari
dan Mimi sahabatku.
Setiap hari banyak cerita yang kami bicarakan, mulai dari mata kuliah sampai hal pribadi. Dika
pernah menceritakan kalau saat ini dia punya pacar tapi mereka berjauhan. Pacarnya tinggal di
kota lain. Aku khawatir suatu saat pacarnya Dika tahu kalau kami sangat dekat walau dekatnya
kami hanya sebatas sahabat, Namun kekhawatiranku sirna saat Dika bilang kalau pacarnya tidak
keberatan jika dirinya dekat denganku.
“Dia tidak marah kok Rin, dia mengerti kalau kita hanya sahabat saja.” ujar Dika serius.
“Syukur kalau begitu,” balasku dengan tersenyum.
“Kamu juga harus cari pacar dong Tarin! Biar kapan-kapan kita bisa saling mengenalkan
pasangan masing-masing.” kata Dika sambil mengacak rambutku.
“Aku tidak mau punya pacar, kan sudah ada kamu, Ka.” candaku sambil membalas mengacak
rambutnya juga dan aku langsung berlari menjauh.
“Tunggu dong, Tarin…!” teriak Dika.

***

„Aq mnyesal shbtn dgn kmu Rin, gak da trma ksh.‟
Pesan singkat dari Dika satu menit yang lalu sangat meresahkan hatiku. Aku tidak menyangka
dia akan bilang begitu. Padahal penyebabnya sangat sepele, Dika marah saat dia ketemu diriku
yang sedang jalan dengan teman laki-laki. Sebenarnya aku pergi ramai-ramai dengan teman-
teman SMA dulu. Namun kebetulan saat Dika melihatku, aku lagi ngobrol berdua dan akhirnya
Dika jadi salah paham.
“Enak ya bisa jalan dengan cowok dan ganti ganti terus. Setelah aku dan cowok tadi siapa lagi
yang akan jalan dengan kamu?” kata Dika dengan wajah dingin.
“Kamu kenapa sih ngomong ngelantur begini, Ka? Jaga omongan kamu!” balasku dengan emosi.
Dika langsung pergi begitu saja meninggalkanku yang kebingungan tanpa tahu harus berbuat
apa.
Aku kesal dan sedih dengan perkataan Dika beberapa jam yang lalu. Sampai saat ini percakapan
kami di jalan tadi terngiang-ngiang di telingaku. Aku berpikir lebih baik kukirimkan SMS untuk
meminta maaf pada Dika karena aku tidak mau persahabatan kami hancur gara-gara hal yang
kurang jelas seperti ini. Namun aku sangat tak menyangka Dika akan membalas SMS-ku seperti
tadi.

        Sudah dua minggu aku dan Dika tidak bertegur sapa, dia marah sekali denganku. Aku
bingung dan menuruti saja keinginannya untuk tidak saling teguran. Teman-teman yang lain
terheran-heran            melihatku         dan          Dika           seperti          ini,
Seusai kuliah, aku, Nata dan Mimi langsung menuju ke kantin dan memesan minuman. Cuaca
siang ini sangat terik sehingga membuat kami kehausan.. Di kantin, kami bertemu dengan Sari
dan mengajaknya untuk duduk di satu tempat. Aku tercengang karena dengan tiba-tiba Dika
telah                        duduk                      di                        sampingku.
“Rin, aku minta maaf ya atas kejadian kemarin-kemarin. Kita baikan dan sahabatan lagi ya.
Kamu         mau         kan?”      kata     Dika      lembut        sambil       menatapku.
Sungguh aku tidak percaya degan sikap Dika yang tiba-tiba jadi begini. Dika yang kemarin
begitu     emosian      dan    marah     eh  malah    sekarang     minta     maaf    duluan.
“Iya Dika. Aku juga minta maaf ya.” balasku yang masih bingung, Namun aku bahagia.
“Cie…cie… Sudah baikan nih. Ayo traktir kami dong, Ka!” ujar Nata seraya mengerlingkan
mata       dan          dibalas       Dika             dengan          wajah          cemberut.
“Hahaha…” aku, Sari dan Mimi tertawa.

       Ujian semester sudah selesai. Aku dan teman-teman satu organisasi mengadakan liburan
ke luar kota. Kami sangat menikmati liburan kali ini, apalagi Mimi dan Sari juga ikut, jadi
tambah seru bisa pergi bersama sahabat dekatku. Satu minggu lamanya kami berada disana.
Bukan hanya liburan namun kami juga mendapat banyak pengetahuan dan ilmu baru. Selain itu
kami juga bisa lebih mengenal dan lebih dekat dengan teman-teman yang lain juga kakak tingkat
yang sebelumnya dikenal cuek dan mau marah-marah saja ternyata mereka sangat baik dan
bersahabat.
Satu kenangan yang membuat diriku bertambah bahagia adalah saat liburan, aku menjadi dekat
dengan seorang cowok yang selama ini belum terlalu mengenalnya. Kami hanya bertemu jika
ada rapat atau acara di organisasi saja. Namun entah kenapa liburan ini menjadikan kami begitu
dekat dan akhirnya saat pulang dari liburan dia menyatakan cinta. Aku terima saja karena
memang aku juga menyukainya. Raka adalah cowok pertama yang berhasil mencuri hatiku dan
sekaligus pacar pertamaku. Akhirnya dengan dialah aku berani untuk pacaran. Tiga sahabatku,
Sari,     Mimi      dan     Nata      pun    sudah    setuju     dengan     hubungan     kami
Satu lagi sahabatku yang belum tahu kalau sekarang diriku sudah memiliki pacar. Dika, pasti dia
akan terkejut karena aku belum cerita ke dia. Namun yang pasti dia juga akan turut bahagia
karena dari dulu dia yang paling cerewet menyuruhku untuk mempunyai pacar.

“Ka, kamu setuju kan?” tanyaku dengan wajah ceria setelah panjang lebar kuceritakan tentang
bagaimana              aku            bisa           jadian            dengan            Raka.
“Terserah Rin.” jawab Dika singkat dan seperti tidak bersemangat. Padahal aku sudah semangat
45                menceritakan                semuanya                pada               Dika.
“Ya sudah. Tapi kok kenapa kamu seperti lagi tak semangat, Dika?” tanyaku lagi.
“Tarin, aku pulang dulu ya. Sudah ada janji dengan temanku.” kata Dika tanpa menjawab
pertanyaanku tadi. Dia langsung beranjak keluar. Aku jadi terheran-heran dengan sikap dia yang
tak seperti biasanya. Dasar Dika suka aneh-aneh dan sering buat bingung.

Dika berubah 180 derajat. Tiba-tiba dia memutuskan persahabatannya denganku.
“Sekarang kamu sudah punya pacar Rin. Aku tidak mau nanti timbul salah paham kalau aku
tetap dekat dan bersahabat denganmu. Kita jadi teman biasa saja ya mulai sekarang!”
Aku teringat kata-kata Dika kemarin. Aku mengerti dengan alasannya tapi apakah persahabatan
harus         putus?          Tanyaku         heran          di          dalam         hati.
Ah… Masa bodoh deh. Jangan terlalu dipikirin, Dika memang selalu buat aku bingung. Lagian
sahabatku bukan hanya dia. Sekarang aku sudah punya orang yang akan menggantikan untuk
memberikan perhatian khusus ke aku, Raka.

***

Matahari sudah menyelinap dibalik awan. Mungkin sudah kelelahan menyinari seluruh bumi.
Oleh karena itu, cuaca siang ini tidak panas seperti biasanya. Sepertinya sebentar lagi matahari
akan benar-benar menghilang dan digantikan awan hitam yang sudah siap untuk menurunkan
hujan                                          ke                                         bumi.
“Tarin, pulang yuk! Sepertinya mau hujan deras.” kata Raka yang tiba-tiba sudah ada di depanku
dengan                senyumannya                 yang             paling              kusukai.
“Mimi, Sari, aku duluan ya!” kataku pamit pada kedua sahabatku yang sedari tadi menemaniku
menunggu               Raka            di            depan            ruangan            kuliah.
“Tarin, hati-hati pulang dengan Raka ya, nanti diculiknya loh. Hahaha…” seru Sari bercanda
“Jaga Tarin baik-baik ya Raka, awas kalau sampai sahabat kami kenapa-kenapa!” sambung
Mimi                  dengan                kerlingan               mata                jenaka.
“Iya iya! Tenang saja kalian semua. Aku siap menjaga putri Tarin.” balas Raka sambil
memandangku.Aku             hanya         tertawa        melihat         tingkah       mereka.
Kami langsung menuju terminal kampus. Raka memegang tanganku setelah kami berada di
dalam         bus         untuk         pulang.        Raka        terus         memandangiku.
“Kenapa?”                                       tanyaku                                   heran
“Aku      sayang      kamu,     Tarin.”     jawab      Raka    serius      sambil   tersenyum.
Aku amat menyukai senyuman Raka. Manis dan membuatku terus mengingatnya. Mungkin
senyuman Rakalah yang membuat diriku bisa menerimanya untuk jadi pacarku.
“Aku juga Raka.” kataku menanggapi pernyataan Raka sambil membalas senyumannya.

Satu bulan kemudian, hubunganku dengan Raka berakhir. Mungkin sudah takdirnya kalau
kisahku dengan Raka akan berakhir sesingkat ini sama halnya dengan kedekatanku pada Dika
dulu. Raka mengakhiri hubungan kami dengan alasan kalau sikap aku ke dia seperti tidak
mencintai dan menyayangi dia. Aku bingung, hal yang sangat aneh untuk dijadikan sebagai
alasan. Tapi aku hanya pasrah. Pasti ini jalan terbaik yang diberikan Allah untukku.
“Sabar ya, Rin! Walau kamu sudah kehilangan Raka, kan masih ada kami bertiga. yang akan
selalu ada untuk kamu Tarin.” hibur Mimi yang diiyakan Sari dan Nata saat aku curhat dengan
mereka.
“Terima kasih sahabatku.” balasku ke mereka dan kami berempat saling berpelukan.

Kupandangi langit malam ini. Bulan tidak terlihat namun bintang begitu banyak bertebaran di
atas langit malam yang agak gelap. Bintang-bintang membuat langit sedikit terang dan
menjadikannya sangat indah, seolah menari-nari dan tersenyum kepadaku.

Mulai besok aku akan menjalani hari-hari kuliahku sama seperti pertama kali diriku masuk
kuliah. Tanpa seorang sahabat seperti Dika dan tanpa seorang pacar seperti Raka. Biarlah mereka
berdua jauh dari hidupku dan hanya menjadi kenangan indah yang sempat mewarnai hariku.
Besok dan hari-hari selanjutnya akan kujalani hidupku bersama ketiga sahabatku yang benar-
benar setia, baik dalam suka maupun duka. Aku harus tegar dan harus percaya bahwa kenyataan
ini merupakan anugerah buatku. Suatu saat cinta sejati itu pasti akan datang, namun belum untuk
saat                                                                                        ini.
“Aku berjumpa dengan Dika dan sekarang aku sudah tidak dekat lagi dengannya. Satu bulan
yang lalu Raka hadir di hidupku dan hatiku. Akan tetapi kemarin dia sudah berlalu
meninggalkanku. Cukuplah aku kehilangan mereka berdua ya Allah… Namun jangan kau
pisahkan aku dari sahabatku, Sari, Mimi dan Nata. Aamiin…” doaku dalam hati.
Kenyataan yang sebenarnya tidak kita harapkan sangatlah pahit rasanya. Namun bagaimanapun
kenyataan pahit tersebut harus kita hadapi, karena di penghujung akhir kenyataan itu akan ada
anugerah terindah buat kita yang mau bersabar… ^_^
Cinta Seorang Nina
“Hebat! Berani sekali kamu membantah omongan Pak Haris tadi, Nina!” decak Riri kagum pada
Nina yang sedang asyik makan bakso di hadapannya.
“Harus dong, Ri. Kita-kita kan tidak salah ya jadi harus berani. Memangnya guru harus selalu
benar? Tidak kan?” balas Nina sambil mengunyah dengan lahap.
Sesaat mata Nina tertuju pada sosok cowok tinggi yang sedang bermain basket di lapangan dekat
kantin. Putra, cowok yang dikagumi dan dicintai Nina tanpa Nina tahu kenapa dia bisa jatuh
cinta dengan cowok hitam manis itu. Dulu hubungannya dengan Putra bisa dikatakan amat akrab
karena mereka sahabat sejak masih SMP dan sama-sama ikut ekstrakurikuler basket. Namun
karena ada sesuatu hal yang membuat Putra kecewa dan marah, sampai sekarang Putra selalu
menghindari Nina. Sebenarnya Nina sangat terluka, tapi apa boleh buat semua itu memang salah
dirinya.

“Eh Nin, kenapa bengong begitu? Entar kesambet jin baru tahu rasa, haha..” canda Riri yang
membuyarkan lamunan Nina.
“Tidak apa-apa kok,” cengir Nina yang kemudian menyeruput jus jeruknya.
Riri adalah sahabat Nina sekaligus teman sebangku sejak masuk SMA dan sekarang mereka
sudah kelas XII yang berarti lebih kurang sudah tiga tahun Nina dan Riri bersahabat. Akhir-akhir
ini Riri terlihat akrab dan dekat dengan Putra, membuat Nina merasakan sedikit kecemburuan.
Tapi, Nina mengikhlaskan kedekatan mereka karena Riri adalah sahabatnya.

Sudah enam hari Nina tidak masuk sekolah dikarenakan dirinya harus beristirahat di rumah
sesuai anjuran dokter. Saat Nina kelas 2 SMA, dia sempat mengalami pingsan ketika bermain
basket, setelah dibawa ke rumah sakit oleh mamanya, baru diketahui ternyata telah tumbuh
tumor di otak Nina. Tumor itu belum bisa diangkat sampai sekarang karena belum ada dokter
dan rumah sakit mana pun yang sanggup. Selama lebih kurang satu tahun Nina harus menjalani
hidup dengan tumor di otaknya dan tak jarang Nina merasakan sakit yang teramat di kepalanya
dan sesekali pingsan.

Mama Nina bolak-balik dengan perasaan cemas di depan kamar Nina. Saat ini dokter sedang
memeriksa Nina yang terbaring lemah di kamarnya setelah jatuh pingsan dua jam yang lalu.
“Dok, bagaimana kondisi Nina sekarang? Nina masih bisa diselamatkan?” tanya mama Nina
hampir menangis setelah dokter keluar dari kamar Nina.
“Tumor di otak Nina sudah membesar. Saya sudah menghubungi salah satu rumah sakit di luar
negeri dan tinggal menunggu jawabannya. Setelah itu kita siap untuk membawa Nina ke sana
dan melakukan operasi pengangkatan tumor. Saat ini yang terpenting, Ibu harus tetap menjaga
dan mengawasi kesehatan Nina. Jangan sampai Nina banyak pikiran karena dapat menyebabkan
otaknya tertekan sehingga tumor akan semakin mengganas!” jelas dokter.

Sepulangnya dokter, mama Nina langsung menuju ke kamar dan membelai anak semata
wayangnya itu dengan penuh kasih sayang.
“Ma, besok Nina sekolah ya. Nina ada ulangan matematika,”
“Iya sayang, besok mama akan antar kamu ke sekolah asalkan kamu janji sepulang sekolah harus
segera pulang ke rumah dan jangan main basket lagi!”
Nina mengangguk dan tersenyum. Mamanya mencium kening Nina dan menyuruh Nina untuk
segera tidur.

Dengan senyuman manis, Nina menyapa mamanya yang lagi menyusun piring di meja makan.
“Selamat pagi mamaku sayang,”
“Pagi juga cantik,” balas mama sambil mencium kedua pipi Nina yang panas.
Perasaan seorang ibu memang sangat peka dan ini dirasakan mama Nina saat mencium dan
memeluk Nina barusan. Rasa khawatir terhadap seorang anak yang sudah dibesarkannya dengan
kesendiriran karena papa Nina sudah meninggalkan mereka menghadap sang Ilahi saat Nina
masih duduk di Sekolah Dasar.
“Sayang, apa kamu yakin untuk sekolah hari ini?” tanya mama sembari menuangkan air putih ke
dalam gelas.
“Iya mama, Nina sudah merasa baikan. Lima hari di rumah saja cukup membuat jenuh, Ma.”
jawab Nina serius meyakinkan mamanya.

Sesampainya di sekolah Nina mencari Riri, tak ditemukannya Riri di dalam kelas. Tak mungkin
jam segini Riri belum datang, biasanya Riri datang lebih cepat dari dirinya. Tiba-tiba Nina
teringat taman belakang sekolah, Riri dan Nina sering duduk-duduk di sana sambil belajar atau
hanya sekedar mengobrol. Nina pun mengayunkan kakinya menuju taman belakang.
Namun, saat telah ditemukannya Riri. Diurungkannya niat untuk menghampiri Riri karena Riri
sedang duduk berdua bersama Putra. Mereka sedang mengobrol dan saling berpandangan, Putra
memegang jemari Riri dan mengecupnya. Melihat itu, Nina merasakan cemburu dan tanpa sadar
matanya mengeluarkan air bening. Tetapi dengan cepat perasaan itu dia buang jauh-jauh dan
berusaha untuk tenang. Nina kembali ke dalam kelas dengan langkah yang cepat setengah
berlari.

“Nin, kamu sakit apa? Lima hari kamu tak sekolah dan kata guru kita kami tidak perlu
menjenguk kamu, padahal aku ingin sekali ke rumah dan melihat kamu,” kata Nina yang sudah
kembali ke kelas.
“Aku cuma demam, Ri. Tak perlu dijenguk kok. Sakitnya kan tidak parah, hehee…” Nina
menjawab dengan nada riang.
Nina memang merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun. Hanya wali kelasnya yang diberitahu
mama Nina mengenai penyakit Nina.
“Tapi aku merasa aneh, kok bisa kamu tidak masuk sekolah beberapa hari hampir tiap bulan loh,
Nin?” tanya Riri lagi dengan penasaran.
“Riri yang cantik, beneran deh aku tidak apa-apa. Percaya padaku ya!” mohon Nina sambil
mengembungkan pipinya bercanda.
“Iya, iya. Percaya deh. Oh ya, aku ada kejutan buat kamu. Aku jadian dengan Putra teman SMP
kamu dulu itu Nin, tadi dia menyatakan cinta di taman belakang!” jelas Riri yang matanya
memancarkan kebahagiaan.
“Waw, selamat ya Riri! Aku ikut bahagia, kalian memang cocok. Putra cakep, pintar main basket
lagi dan kamu cantik juga baik hati. Traktir aku ya,” canda Nina untuk menutupi rasa kagetnya.
“Mudahlah itu, selesai ulangan nanti siang kita bertiga makan bakso kesukaanmu di kantin ya,”
ujar Riri seraya mencuil hidung mancung Nina yang hanya bisa nyengir lucu.
Nina tahu, Riri dan Putra memang telah dekat sejak Riri menjadi anggota cheerleader tim basket
Putra. Nina juga anggota basket namun dia berhenti saat diketahui ada tumor di otaknya yang
mengharuskan Nina untuk mengurangi kegiatan. Nina tak menyangka Putra dan Riri akan jadian.
Tepatnya bukan tak menyangka tapi tak ingin. „Alangkah egoisnya diriku jika merasa cemburu
dan tak ingin mereka bersatu, aku harus rela. Riri dan Putra sama-sama sahabatku. Jika mereka
bahagia seharusnya aku pun bahagia,‟ batin Nina dalam hati.

Nina dilanda kesepian, sahabat terdekatnya di sekolah, Riri, sudah tidak menemaninya seperti
dulu. Tak lagi ke kantin, ke perpustakaan, pulang bareng dan sebagainya. Riri sekarang lebih
banyak menghabiskan waktu bersama Putra.
“Ri, temani aku beli komik ya hari ini!” pinta Nina sedikit ragu karena melihat Riri
membereskan meja dengan cepat.
“Maaf Nina, aku mau menemani Putra memesan kaos tim basket untuk anak kelas X sekarang.
Lain kali saja aku temani. Aku duluan ya,” kata Riri menyunggingkan senyum dan buru-buru
keluar kelas.
Wajah Nina tertunduk. Riri seolah melupakannya dan lebih mementingkan Putra yang sudah jadi
pacarnya. Dengan menghela nafas panjang Riri pun meninggalkan kelas yang masih cukup
ramai.

Nina memilih-milih komik yang berderet rapi di toko buku langganannya. Dia teringat biasanya
Riri juga ikut memilihkan komik yang menarik untuk mereka beli. Nina menangis dan cepat-
cepat memilih satu komik kemudian membayarnya. Nina mengusap airmatanya, menunggu
mamanya yang akan menjemput di depan toko buku. Tiba-tiba Nina merasakan kepalanya berat
dan sakit yang tak tertahankan, belum sempat berpegangan di tiang dekat tempatnya berdiri,
Nina tak sadarkan diri. Mamanya yang baru tiba, berteriak histeris melihat putrinya tergeletak
tak berdaya di depan toko buku.

Riri dan Putra baru tiba di rumah Nina yang sangat ramai. Bukan acara pesta atau syukuran.
Namun…
“Nina… Bangun! Maafkan aku, aku tak tahu kamu punya tumor di otak, aku tak tahu kalau
kamu menderita. Akhir-akhir ini aku seolah melupakanmu dan aku tak menemanimu ke toko
buku kemarin. Aku sangat menyesal dengan sikapku, Nina. Aku terlambat! Sahabat seperti apa
aku ini. Hiks… Hiks…” tangisan Riri memenuhi dan mengiringi suasana berkabung atas
meninggalnya Nina.

Mama Nina memeluk Riri yang histeris. Putra hanya terdiam, namun dia tak mampu menahan air
yang terjatuh dari kedua pelupuk matanya. Setelah Riri agak tenang, mama Nina menyodorkan
surat berwarna jingga kepada Putra.
“Itu tante temukan di meja belajar Nina pagi tadi. Tante baca di amplopnya bertuliskan untuk
Putra,” kata Mama Nina yang matanya sembab dengan wajah yang menyimpan berjuta
kesedihan.
“Terima kasih tante,” ujar Putra menerima surat tersebut dan membacanya.

Dear Putra,
Selamat ya karena kamu dan Riri sudah bersatu. Kalian memang serasi dan cocok sekali. Aku
turut bahagia untuk kalian berdua. Kamu sudah menemukan orang yang tepat untuk kamu cintai,
Putra.
Aku menulis surat ini juga untuk memohon maaf sekali lagi atas kelancanganku setahun yang
lalu. Kamu sangat marah saat aku menyatakan kalau aku menyayangimu lebih dari sayang
seorang sahabat. Setelah itu kita tak lagi akrab dan bersahabat, bahkan kamu tak mau
menegurku. Aku sangat menyesal Putra, menyesal atas sikapku dan perasaanku. Semoga
sekarang kamu sudah memaafkan aku.
Jaga Riri baik-baik ya, jangan kecewakan dia. Sekali lagi kukatakan aku bahagia melihat kalian
bersama walau awalnya aku merasakan cemburu dan tak rela. Tapi, aku cukup sadar rasa
cemburuku dan tak kerelaanku tidak ada gunanya. Apalagi tanpa kamu dan Riri ketahui,
sebenarnya aku adalah gadis yang penyakitan. Ada tumor yang sudah satu tahun bersarang di
otakku. Itulah sebabnya kenapa aku sering tidak masuk sekolah dan keluar dari tim basket. Maaf
ya aku merahasiakan ini dari kalian.
“Doakan aku dan ikut ke pemakamanku jika benar aku akan meninggalkan dunia ini ya Putra,
aku ingin sekali saja kau memperhatikanku untuk yang terakhir kalinya. Terima kasih ^_^
Sahabatmu, Nina

Putra melipat surat itu dan matanya semakin dibanjiri air bening. Riri yang melihat Putra
menangis menjadi heran. Keheranannya terjawab tatkala dia selesai membaca surat yang dia
ambil dari tangan Putra. Riri pun menangis lagi dalam pelukan Putra.
Bermalam di Tengah Hutan Gunung Halimun Salak
       Selasa 25 desember 2012 malam sekitar jam 18. 30 bbwi saya sudah sampai di
Sekolahalam Bintaro, di sana sudah banyak teman-teman yang lain dan ternyata ada Fasilitator
dari Sekolah alam Karawang juga. Setelah dapat sedikit materi tentang Survival dilanjutkan
dengan penimbangan beban yang kita bawa (maksimal 20% dari berat badan) dan pembagian tim
kemudian kami istirahat tepat pukul 22.oo. Sebagian tidur di Library dan sebagian lagi di ruang
Talenta, masih ada beberapa orang yang packing ulang termasuk saya sendiri karena beban yg
dibawa masih terasa terlalu berat. Setelah dirasa cukup kamipun merebahkan diri berusaha
memejamkan mata untuk menyimpan tenaga esok hari, lama kelamaan ruangan menjadi sunyi
senyap pertanda sudah tidur semua. Pukul 02.00 dini hari alarm dari beberapa HP berdering
bersahut-sahutan sontak membuat para pemakai ruang Library dan Talenta terbangun semua.
Beberapa orang langsung mandi dan ada beberapa yang Tahajud bergantian, sebenarnya agak
malas untuk mandi di pagi yang sedini itu tapi untuk cadangan yang kemungkinan besar tidak
akan sempat mandi di area trekking besok. Sekitar jam 04.00 kendaraan yang akan membawa
kami ke gunung salak sudah ada di area parker Sekolahalam Bintaro, rencana awal kendaraan
yang di sewa untuk transportasi kami adalah truk TNI AL tapi karena suatu hal harus batal dan
sebagai gantinya ada 4 angkot.

        Baru sampai POM bensin terdekat ada kejadian yg sangat tidak disukai para traveler
yaitu “kebanan”, dan apesnya angin di POMpun lagi kosong jadi terpaksa menunggu angkot baru
datang menggantikan angkot yg pertama tadi. Untuk menuju ke tempat angkot baru harus
berjalan sekitar 200M beruntung saya pidah angkot yang awalnya dipakai sama timnya Bapak-
bapak. Selama perjalanan dalam angkot kami isi dengan canda dan tidur, kira-kira 1 jam
perjalanan kami sudah tiba di kaki bukit Cidahu… dan apa yg terjadi angkotnya tidak kuat
nanjak dengan mengangkut kami, jadi terpaksa semua penumpang harus mendaki ke atas.. start
trekking duluan, sebelum panitia meminta kami! Sesampainya di Bukit Cidahu, peserta trekking
dari Sekolahalam Bekasi dan Sekolahalam Depok sudah ada di sana… mereka sudah selesai
stratching dan sarapan, kami langsung diminta panitia untuk sarapan nasi uduk yg sdh tersedia di
pinggir jalan. kamipun dengan segera mematuhi perintah tersebut, tanpa pikir panjang lagi
langsung melahapnya sampai bersih. Setelah selesai sarapan kami segera bergabung dengan
barisan yang di bentuk para fasil SADE dan SASI sambil mencari nama-nama yang sudah
didaulat menjadi sebuah tim. Tim kami kebagian angka ke lima yang terdiri dari Bu Nita (SASI)
beliau direkrut sebagai ketua tim karena baris paling depan, Bu Lina (SASI), Bu Erin (SABIN),
Bu Riri (SABIN), Bu Tati (SABIN), dan saya sendiri Bu Rus (SABIN). Dengan membawa bekal
5 buah singkong dan 6 buah lontong yang kecil ukurannya, kami dinyatakan SIAP untuk
melakukan trekking survival for teacher dengan jarak 100Km.

TREKKING DIMULAI .Kelompok pertama yang maju adalah dari tim dengan PAK Pak Cahya
sang maestro outbond, heheh bisa dibayangkan anak buahnya pasti terbirit-birit mengejar beliau
dilanjutkan kelompok dua dan tiga yang PAK nya saya tidak kenal kemudian kelompok 4
dengan PAK pak Asmuni (Kepsek TK SABIN) yang sangat baik hati, care sama anggotanya
bahkan saking care nya nyasarin kelompoknya dan kelompok kami cukup jauh dan dua kali
nyasar, sekali lagi mungkin bolehlah dapat gelas plastic, heheh…
Baru 15 menit perjalanan sudah banyak terlihat yang mulai kelelahan, trek areanya cukup
terjal dan curam. Bahkan adm SABIN (Bu Fitri) hampir saja memutuskan untuk menghentikan
pendakian cukup sampai disini saja, tapi beliau mengurungkan niatnya karena kemungkinan
gengsi setelah melihat salah satu peserta dengan riwayat kesehetan yang buruk (anemia dan apa
gitu lupa deh) tetap bertahan meskipun sering berhenti untuk beristirahat dan beberapa kali
penyakit beliau kumat. Setiap melewati sign HM kami meneriakkan angka yang tertulis di
permukaannya untuk memberikan semangat untuk diri dan teman yang mulai kelelahan,
beberapa kali kami menghentikan perjalanan untuk beristirahat namun tidak bisa lama-lama
karena PAK kami Pak Sholahuddin menghalau kami untuk segera melanjutkan perjalanan
dengan penjelasan nanti kalau kelamaan istirahatnya kami tidak kuat melanjutkan perjalanan
karena seperti mulai dari awal lagi. Kamipun mengamini penjelasannya namun kaki ini rasanya
masih ingin istirahat, tapi tetap dipaksa melangkah melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah
setengah perjalanan sudah kami lalui dan istirahat di Pos Bajuri di HM ke… Di pos tersebut
kami mencari tempat untuk istirahat, karena cuaca lagi hujan seluruh medan becek dan ga ada
ojek (heheh). Kamipun duduk di atas trashbag yang berisi sampah yang kami pungut selama
perjalanan tadi sambil makan dan minum bekal kami yang hanya seadanya saja.

        Perjalanan selanjutnya dimulai lagi ke arah kawah Ratu, selama perjalanan kami
menjumpai banyak pohon harendong dan murbey. Kami mengambil beberapa batang untuk
dijadikan barang bukti kalau kami menjumpai tanaman-tanaman tersebut kepada panitia. Dan
tidak lupa kami juga mencicipi tanaman tersebut untuk mengetahui rasa dan mengobservasi
apakah tanaman tersebut bisa dikonsumsi secara langsung atau bahkan mengandung racun dan
tentu saja dengan ketentuan yang sudah pernah di paparkan beberapa kali waktu evaluasi
outbond.

Di HM 70-an kami nyasar rame-rame ada sekitar 5 grup yang salah arah sebenarnya bisa
langsung putar balik ke arah semula namun ada salah satu anggota kelompok 6 yang sedang sakit
dan butuh bantuan (habis operasi kecil dan belum makan). Ketua kami Ibu nita dengan luwes
memapah, mengurut dan menungguinya dan kamipun ikut menanti kurang lebih 5 jam dan
alhasil 5 kelompok yang terakhir ke camping area tiba di sana sudah gelap. Kamipun segera
mendirikan bivak dengan menggunakan 3 ponco dan sebagai alasnya 5 matras. Setelah rapi
bivaknya, kami menunaikan sholat jamak takhir qashar berjamaah dilanjutkan dengan membaca
Alma‟tsurat. Dan tibalah waktunya untuk memasak satu-satunya bahan makanan yang diberikan
panitia yaitu 5 buah singkong tanpa tambahan yang lain, kebetulan di jaket Bu Erin ada sisa
Chacha selama trekking hari ini setelah membagi Chacha menjadi dua bagian sama banyak 5-5
berarti sisa Chachanya Cuma 10 butir kawan. Lalu Bu Erin menaburnya ke masing-masing panci
singkong rebus tersebut, agak sedikit ada perubahan warna di singkong itu. Sebelumnya saya
mengusulkan untuk memakan singkong dengan di cocol ke sambal atau gula yang saya bawa tapi
dengan kompak teman-teman yang lain bilang, “Jangan…!!! Nanti kita disuruh banding lho…
!!!” Ya sudah saya urungkan niat untuk membuka sambal dan gulanya dan menyimpannya
kembali.

Sambil menikmati singkong rebus kami becanda dan bercerita kesana kemari, tentang perjalanan
trekking tadi atau aktivitas di tempat mengajar masing-masing. Dari percakapan tersebut kami
menjadi lebih mengenal satu sama lain dan terlihat semakin akrab. Jam 19. 00 kami memutuskan
untuk tidur berhubung udara lumayan dingin dan sangat gelap, kami seperti sepakat dalam hati
untuk tidak ada piket jaga malam. Saya terjaga malam itu, sepertinya saya sudah tidur cukup
lama karena tidak bisa tidur lagi muncul beberapa pikiran yang aneh. Jadi teringat pesawat
Sukhoi yang jatuh di gunung tersebut, angkernya gunung Salak, Tim SAR yang bertemu
perempuan jadi-jadian di sini dan beberapa pikiran aneh lainnya dari internet beberapa waktu
yang lalu saya browsing untuk mengetahui informasi tentang Gunung Halimun Salak. Saya
berpikir berkali-kali untuk membangunkan Bu tati namun saya urungkan niat tersebut khawatir
mengganggu istirahatnya, tapi apa daya pikiran-pikiran aneh itu akhirnya mengalahkan rasa
empatiku dan akhirnya saya membangunkan Bu Tati.

“Bu tati… Bu Tati… Bu…!!” Panggilku dengan perlahan sambil menggoyangkan tangannya.

“Hmmmh… ada apa bu Rus?” tanyanya

“Sekarang jam berapa Bu?” Aku balas Tanya

“11 Bu…!”jawabnya

Aku diam saja tanpa komentar,berusaha memejamkan mata tapi tetap tidak bisa tidur lagi
“Kenapa baru jam 11…?” Batinku. Tidurku jadi gelisah mau merubah posisi miring badan ke
kiri tidak berani karena sebelah kiriku itu pohon dan tidak ada penghalangnya langsung ke hutan
belantara. Mungkin Bu erin terganggu dengan gerakanku dia mengelus-elus pundakku sambil
bilang,” tidur lagi Bu… !”

Beberapa saat kemudian saya membangunkan Bu Tati lagi, dan menanyakan pertanyaan yang
sama dari jawabannya saya tahu bahwa saat ini baru pukul 01. 30. Haduuuuhhhh… kenapa ga
pagi pagi ya? Gerutu hatiku. Kali ketiga saya membangunkan Bu tati lagi, dan heheh… sebelum
saya berkata dia sudah bilang…”jam 02. 00 bu…!!!”

Kataku, “Anterin saya pipis donk Bu…!!!”

“Saya bangunin Bu Riri dulu ya…!!” Jawabnya.

“Tidak usah Bu, Cuma di depan tenda saja kok… Bu Tati cukup nongolin kepala di luar saja
ya…” sahutku.

“Baiklah…” Kata Bu tati.

Setelah selesai kemudian kembali lagi ke dalam bivak, mencoba tidur lagi. Masih agak lama
terjaganya tapi lama-kelamaan tertidur juga dan bangun bangun bangun sudah jam 05.00, setelah
sholat shubuh saya memanasi singkong semalam dan yang lain membongkar bivak. Kemudian
sarapan singkong lagi dan membereskan perlengkapan, sempat juga kami mengunjungi bivak
tetangga sebelah sambil menceritakan apa yang kami alami semalam. Ceritanya lucu-lucu dan
sebagian besar mereka juga terjaga saat malam tadi dan menyangka kalau sudah pagi, ada pula
yang membangunkan temannya yang lain untuk di ajak sholat shubuh padahal baru jam 23.00.
Pukul 06.00 semua perlengkapan sudah rapi, kecuali matras sengaja belum digulung untuk
duduk-duduk sebelum ada instruksi dari paitia untuk berkumpul melanjutkan perjalanan. Setelah
melakukan sedikit Stretching untuk menghangatkan badan kamipun tidur lagi, 1 jam kemudian
ada panitia yang datang untuk menginformasikan kami harus mengambil ransel dan melanjutkan
perjalanan.

Ada sedikit trouble, tas salah satu PAK hilang mungkin lebih tepatnya lupa meletakkannya.
Kami diminta untuk membongkar tas masing-masing, karena ada salah satu panitia yang
memasukkan tas kecil tersebut ke dalam ransel entah yang mana dia juga lupa. Setelah beberapa
lama dan tas tersebut belum juga ditemukan ada salah seorang yang menyarankan untuk
membongkar ransel yang kehilangan tas kecil tersebut dan Alhamdulillah… ada di dalam ransel
tersebut, peserta yang lainpun ikut lega. Perjalanan akan dilanjutkan kembali, untuk tim akhwat
kami dibekali pucuk daun-daunan, batang tanaman dan akar-akaran sebagai menu sarapan kami
pagi ini. Sedangkan tim ikhwan harus menenggak seekor cacing hidup, hiiii… ga bisa
ngebayanginnya. Selama perjalanan pulang ini hujan mengiringi setiap langkah kami, jalannya
jadi becek dan semakin licin, genangan air dimana-mana kami seperti menyusuri sungai saja.
Sepatu penuh lumpur dan air tidak kami hiraukan sama sekali, yang penting maju terus pantang
mundur cepat pulang ke rumah. Ibarat olahraga satu tahun di rapel dalam satu kegiatan trekking
2 hari ini, capek, laper, dan ngantuk tapi tetap happy lho… Sekali lagi nyasar… tapi ini bukan
kesalahan dari PAK, missed communication dengan mendadak rute trekking dipangkas lebih
pendek. Tapi kami tetap melalui rute yang semula, Alhamdulillah jarak yang cukup panjang dan
curam serta licin, beberapa dari kami ada yg terjatuh berkali-kali mungkin karena kelehan dan
agak riweh harus memakai jas hujan selama perjalanan.

Setelah melewati jalanan yang licin, menanjak, dan menurun, menyeberangi sungai dan lembah
akhirnya kami sampai juga di pos terakhir, di tempat tersebut sudah ada 4 regu yang datang lebih
dulu. Istirahat sejenak sambil meluruskan kaki dan meletakkan ransel sebelum peluit panitia
berbunyi yang mengisyaratkan kami harus berbaris di lapangan dekat kami berada saat ini.
Dengan sigap kami membuat barisan dengan kelompok dan siap mengikuti closing ceremony,
beberapa menit kemudian di season pengumuman-pengumuman konsultan outbond
mengingatkan kami tentang aturan main trekking survival kali ini, bagi yang melanggarnya akan
dikenakan konsekuensi yaitu Bending bagi akhwat dan Push up untuk ikhwan. Ternyata sebagian
besar dari kami melakukan pelanggaran meskipun kecil, contohnya saja kelompok saya Cuma
memasukkan beberapa butir cha-cha ada juga yang sengaja membawa keju dari rumah karena
sudah di informasikan dari awal bahwa ransum yang akan kita dapat dari panitia hanya singkong
saja. Dari kelompok ikhwan lebih ajib lagi, mereka membawa indomie, kopi, teh, susu, dan
energen heheh tapi hukumannya juga tidak kalah ajibnya. Setelah sesi hokum-menghukum dan
urut-mengurut selesai dilanjutkan dengan pembagian slayer dan sertifikat secara simbolis tiba
saatnya perbaikan gizi dengan menu sate dan sop kambing.

Siap-siap pulang… kami menuju angkot yang kemarin mengantarkan ke Gunung Salak,
diperjalanan kami hanya diam saja sunyi karena tertidur pulas, angkot yang saya tumpangi
sempat nyasar namun segera kembali ke jalan yang benar… Aamiin.

Tak terasa angkot sudah membawa kami ke parkiran Sekolahalam Bintaro, masing-masing
mengambil motor dititipkan saat berangkat dan ada juga yang menunggu jemputan dari keluarga.
Alhamdulillah semoga kita bisa mengambil ibroh dari perjalan ini, bagi saya sendiri banyak
sekali manfaat yang saya peroleh.
Kesedihanku
Aku duduk dibangku kelas. Diam membisu seperti biasa. Menatap satu persatu teman yang
sedang asyik ngobrol dengan tatapan semu. Biasanya aku, Andika, Ifan, dan Rafli akan bercerita
tentang hal-hal yang lucu, romantis, ataupun horor. Tapi aku memilih diam. Menjadi pendengar
yang baik untuk saat ini.
“Kamu ini kenapa sih Rizky?” tanya Andika yang duduk dibangku depanku bersama Ifan.
Suaranya memecah suasana yang dari tadi ramai dan seakan tak peduli padaku.
“Mungkin galau karena si Uzzy itu? Iya kan?” celetuk Rafli yang duduk disampingku. Mereka
tertawa. Tertawa bahagia tentunya. Bahagia sedangkan hatiku berduka. Kebiasaan kami
berempat: menghibur salah satu teman yang sedang bersedih. Contohnya ya seperti ini.
“Kalian ini! Aku nggak mau digoda!” ucapku sambil berusaha memalingkan muka.
“Siapa juga yang mau goda kamu? Nggak usah mikirin orang itu lagi deh!” saran Rafli.
“NGGAK BISA!” balasku sambil terisak. Andika bernyanyi, dan diikuti oleh yang lainnya. Jelas
sekali, mereka berusaha menghiburku.

Meski dirimu bukan milikku, Namun hatiku tetap untukmu
Berjuta pilihan disisiku, Takkan bisa menggantikanmu
Walau badai menerpa, Cintaku takkan ku lepas
Berikan kesempatan, Untuk membuktikan
Ku mampu jadi yang terbaik, dan masih jadi yang terbaik…

Ku akan menanti, Meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu, Ku tahu kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar, Cintaku padamu
Ku tetap menanti..

Tak terasa, air mataku mengalir deras. Sederas air terjun. Mereka menatapku iba. “Aku ingin
melupakan dia..” ujarku. “Aku nggak mau kepikiran terus.” Kataku yang masih terisak.
“First Love itu mustahil untuk dilupakan.” Kata Rafli. Selalu saja itu yang terucap dari bibir
mereka! Aku benci! Sampai aku bosan mendengarnya. “Satu-satunya jalan yang bisa kamu
lakukan adalah, mencari orang yang bisa buat kamu jatuh cinta!” jelas Rafli. Nggak! Aku nggak
akan lakukan hal konyol itu! Biarlah ini sakit! Toh yang sakit aku kan? Bukan dia, kamu, kita,
mereka, ataupun Obama sekalipun kan? .Istirahat tiba. Ku habiskan waktuku hanya dikelas.
Ditemani bayangan dingin kehampaan tubuhku. Wajahku basah karena air mata yang mengalir.
Gara-gara masalah ini, aku jadi cewek cengeng! Ahh, bukan sifatku! Geram lama-lama. Sylvi,
sahabatku datang dan duduk disampingku.
“Jangan sedih ya.” Ucapnya.
“Sylvi, aku bukan Destroyer..” isakku. Aku memukul tanganku pada meja. “ARGGHHH!”
teriakku sekeras mungkin. Kesal, marah, dan kecewa tentunya.
“Ya Rizky, aku tahu itu. Sabar ya sayang, bukankah itu resiko seorang Problem Solver? Yang
penting kamu sabar dan tabah. Tiba saatnya, semua ini akan kembali seperti biasa dan dia pasti
tahu kok.” Jawab Sylvi. Aku menyandarkan kepalaku dibahunya, pertanda ucapan terima
kasihku padanya. “Tetap semangat ya. Jangan sedih terus dong. Jangan kau buat seperti itu
dirimu. Nanti kau bisa tertekan, bahkan kau bisa Stress.”

Esoknya seperti biasa: duduk termenung dibangku! Meratapi betapa pedihnya kehidupan ini.
Dulu di SD, aku terkenal sebagai Problem Solver-nya anak Zainuddin. Sering dipuji, juga sering
dibenci. Dan terkadang, sering dianggap remeh oleh sebagian orang. Padahal sebenarnya,
Problem Solver bukanlah pekerjaan mudah. Nggak hanya menyelesaikan masalah, tapi juga
harus menghadapi resiko-resiko. Resiko terbesarnya adalah DIBENCI! Jadi nggak usah heran
kalau aku banyak yang dibenci. Pernah juga dibenci sama anak satu sekolah, karena aku
menyelesaikan masalah kakak kelas yang sedang dibenci sama anak-anak, Pernah dicap sebagai
pengatur, dicap sebagai DESTROYER, dan fitnahan lainnya. Itulah, yang menyebabkan banyak
Problem Solver berhenti ditengah jalan. Jumlahnya aja nggak sampai 10 juta orang. Nggak
sebanyak para Gamers. Termasuk aku sendiri akan berencana berhenti dari pekerjaan membantu
orang ini. Karena aku udah capek disebut sebagai DESTROYER. Aku udah sering mengalami
gangguan mental. Dan masalah Uzzy ini menjadi masalah terakhir yang aku selesaikan. Semakin
lama aku malah jadi cewek yang begitu cengeng. Padahal akunya nggak pernah nangis karena
hal yang nggak jelas kayak gini. Nggak jelas? Sebegitu mudahnya aku mengatakan kalau hal ini
adalah hal yang nggak jelas. Penyakit lama para Problem Solver muncul: DEPRESI!

Aku merasa aku jadi lebih berbeda dari biasanya. Pasif, diam, merenung. Nggak pernah keluar
rumah. Nggak cerita-cerita lagi sama Andika, Rafli, atau Ifan. Nggak jadi problem solver lagi.
Jarang makan. Nggak punya gairah. Bosenan. Dan begitu hal yang banyak memperngaruhiku.
Sampai-sampai semua pada mengadu ke aku soal ini.
“Kamu kok gitu seh?”
“Kok jadi pemurung?”
“Kenapa kamu nggak kayak yang dulu?”
“Kamu jadi pasif gini sih?”
“Kenapa kamu nangis terus sih?”
“Kok cuek?”
Dan begitu banyak pertanyaan yang terlontar dari mereka. Aku diam dan menanggapi dingin
akan hal ini.

Kesedihanku tak berujung. Terus menerus datang silih berganti. Air mataku juga tak henti-
hentinya meluncur dari kelopak mataku. Aku Cuma bisa menuliskan kesedihan ini didalam
sebuah cerpen. Karena tak mungkin ada seseorang yang mengerti. Jadi lebih baik aku
menulisnya. Biarlah, ada orang yang mengatakan, “Seenaknya saja nulis-nulis atau nyeritain
orang di cerpen! Kurang kerjaan? Atau emang nggak berani langsung ngomong sama
orangnya?” Ya Allah. Kalau dibilang kurang kerjaan, it‟s okay aku terima. Tapi kalau dibilang
nggak berani ngomong langsung? Itu bukan sifatku! Aku nggak licik. Percuma aja kalau aku
ngejelasin masalahnya setinggi himalaya dan selebar jagad raya atau apapun itu nggak bakal dia
ngerti. Dipendam saja! Itulah hal yang terbaik yang bisa aku lakukan saat ini. Mungkin itu
nyakitin hati? Tapi hanya itu yang bisa aku lakukan. Maybe, Everything Gonna be Okay.

Aku berjalan tepat didepan Uzzy yang sebenarnya aku pun tak menyadarinya. Aku membawa
sebuah piring kaca yang akan ku bawa ke kantor. Tapi sebuah hal yang tak kusangka..
BRUKK!!!
Uzzy menyenggol tubuh mungilku dengan kuat dan akhirnya aku jatuh terpeleset sekaligus
piring kaca yang aku bawa mengenai lengan kiriku. Luka sobek yang lumayan lebar dan
mengeluarkan banyak darah. Sylvi seketika datang dan menolongku untuk berdiri.
“Astaghfirullah Rizky! Kau tak apa kan? Ayo segera aku antar ke ruang BK!” seru Sylvi.

“Ada apa ini?” tanya Bu Dian, guru BK kelasku. “Tadi Rizky membawa piring dan disenggol
oleh seseorang. Dan salah satu pecahan piring itu mengenai lengannya.” Jelas Sylvi.
“Ya Allah, lebar sekali lukanya. Segera kita bawa ke puskesmas.” Perintah Bu Dian.
Akhirnya, aku dibawa ke puskesmas. Pecahan piring itu dibersihkan oleh petugas kebersihan
sekolah. Sementara Uzzy, hanya cuek dan menatapku tajam.
Aku menatap luka jahitan yang dibalut perban putih. Sakit sih. Namun sakitnya nggak sesakit
kesedihanku. Walau aku luka seperti apapun, cacat seperti apapun, tapi semua itu nggak sesakit
rasa sedih yang aku alami belakangan ini. Aku nggak tahu modus apa yang dilakukan Uzzy.
Mungkin balas dendam? Biarlah, itu resiko. Toh, dia nggak bakal nangisin aku kan? Saat
disekolah, tak henti-hentinya Sylvi menanyakan keadaanku.
“Eh Uzzy, kamu emang nggak punya hati dan nggak tahu diri ya?” kata Sylvi. “Kamu nggak
tahu apa? Rizky itu bukan DESTROYER! Kamu nya aja yang salah faham! Eh, sekarang pakai
modus nyelakain Rizky kayak gituan!” Bentak Sylvi.
“So? Penting kah? Emang gue pikirin?” tanya Uzzy dengan sebegitunya -_-
“Dasar! Kamu emang cowok yang..”
“Cukup Sylvi! Cukup!” aku memotong perkataannya. “Aku terluka karena kecelakaan semata!
Ini murni karena kecerobohanku sendiri. Nggak usah kamu hubung-hubungkan sama masalah
DESTROYER! Sebaiknya kita pergi dari sini!” ucapku yang begitu muak.
“Kamu ini apaan sih? Aku belain kamu buat nuntut dia ke BK kamu malah belain dia. Aku
belain kamu biar Uzzy sadar kamu malah nggak mau. Kamu juga kalau biasanya lihat darah
bakal ngeraung-raung nggak jelas kayak teroris yang ditangkap polisi. Kenapa kamu ini?” tanya
Sylvi.
“Kamu ngebantu aku tapi ya nggak kayak gini caranya. Dia malah makin salah faham. Udahlah,
lupakan Uzzy. Aku muak.” Jawabku malas. Semalas malasnya dua tingkat dari malas.Pukul
12.00 dan artinya waktunya istirahat. Bedanya kali ini, aku ditemani Sylvi yang sedang apel
dengan Rafli (pacaran maksudnya). Aku sedang membuka Facebook. Dan sangat tak kusangka,
Uzzy sedang online, dia meng-update status.
Ruzzy Septian Radityo
Enak aja, nuduh aku kalau aku yang salah faham. Jelas-jelas dia salah. DESTROYER tetap
DESTROYER
*Evil Laugh

Ya Allah, tahu nggak status ini buat siapa? Jelasnya buat aku! Tak mau kalah, aku juga
mengupdate status. Balas-balasan maksudnya.
Lilyana Rizky Syafira
Ya Allah, sabarkan aku dan sadarkan dia :‟)

Hari demi hari berlalu. Dan Uzzy juga makin membenciku. Entah kenapa, aku memikirkannya
malam ini. Aku heran, mengapa dia membenciku? Sudahlah, tak perlu memikirkan dia lagi.
Yang penting aku nggak membenci dia. Aku berbaring di kasur dan menatap langit-langit
kamar.Terbesit kenangan tentang Uzzy. Dan nggak mungkin aku melupakan hal itu, nggak
secepat membalikkan halaman buku. Aku menatap jendela. Hujan kali ini begitu deras disertai
petir yang menyambar-nyambar. Begitu menyedihkan, sebegitu menyedihkannya sampai hatiku
juga ikut merasakannya. Aku memutar lagu Greatest Day dari Take That, boyband asal Inggris.
Aku mendalami lagu itu dan tertegun.

Aku melihat luka yang masih dibalut perban itu. Aku masih teringat akan kejadian 2 hari yang
lalu. Lagu berganti dengan lagu berikutnya. Vanilla Twilight dari Owl City, yang merupakan
salah satu lagu favorite ku dan lagu favorite Uzzy. Lagu itu membuat aku makin membuat aku
menggali kenangan tentang Uzzy. Membuat aku makin ingat dengannya.
The stars lean down to kiss you,
And I lie awake and miss you.
Pour me a heavy dose of atmosphere.
„Cause I‟ll doze off safe and soundly,
But I‟ll miss your arms around me.
I‟d send a postcard to you dear,
„Cause I wish you were here.
Mendengar lirik, “Cause I wish you were here” membuat aku menangis. Aku teringat, waktu itu
aku dan Kevin, sahabatku sedang mempelajari lagu ini. Membawa lirik lagu sambil memutar
lagu itu juga. Dan saat itu Uzzy datang, sambil menyanyikan lirik,
“Cause I wish you were here”
Aku baru bisa mendengar Uzzy menyanyi dengan suara yang membuatku berdesir seperti angin.
Biasanya, aku hanya mendengarnya bergumam. Aku begitu terharu teringat kejadian itu.

I‟ll watch the night turn light blue.
But it‟s not the same without you,
Because it takes two to whisper quietly,
The silence isn‟t so bad,
Till I look at my hands and feel sad,
„Cause the spaces between my fingers
Are right where yours fit perfectly.

I‟ll find repose in new ways,
Though I haven‟t slept in two days,
„Cause cold nostalgia chills me to the bone.
But drenched in Vanilla twilight,
I‟ll sit on the front porch all night,
Waist deep in thought because when I think of you.

“I don‟t feel so alone” , itu bukan suara Adam Young, vokalis Owl City meskipun menyanyikan
lirik yang sama. “I don‟t feel so alone.” Ulangnya. Perlahan aku menoleh ke sumber suara.
Ternyata Uzzy berdiri di ambang pintu kamarku yang sedang terbuka. “I don‟t feel so alone.”
Ulangnya sekali lagi sambil menatapku dengan tatapan penuh arti. “As many times as I blink I‟ll
think of you… tonight.”
“I‟ll think of you tonight.”
Uzzy melanjutkan bait lagu itu. Yang merupakan puncak dari lagu itu dan yang paling aku suka.
Sylvi berdiri dibalik punggung Uzzy.
When violet eyes get brighter,
And heavy wings grow lighter,
I‟ll taste the sky and feel alive again.
And I‟ll forget the world that I knew,
But I swear I won‟t forget you,
Oh if my voice could reach back through the past,
I‟d whisper in your ear,
Oh darling I wish you were here.
“Uzzy?” tanyaku. Bagaimana bisa dia berada disini dan menatapku yang sedang menangis
seperti ini? Semua ini salah hujan.
“Ya, Aku disini..” katanya, dan perlahan memasuki kamarku. “Maafkan aku Rizky, aku hanya
ingin kau berubah. Bukan maksudku ingin membencimu, tapi aku hanya ingin kau tidak
mempunyai sifat alay dan sok itu.” Jawabnya. Seketika itu aku bermuram durja.
“Jadi selama ini?” aku berusaha merangkai kata-kata, “Jadi selama ini itu tujuanmu? Merubah
sifat itu nggak secepat membalikkan halaman buku. Merubah sifatku tapi juga bukan begini
caranya!” tak terasa, butiran air mata jatuh dari kelopak mataku. Kecewa, itu pasti!
“Aku minta maaf..” rintihnya sekali lagi
“Cukup, sebaiknya aku yang minta maaf. Jadi hutangku lunas!” timpalku.
“Jadi, kamu tak mau maafin aku?” tanyanya dengan muka kalut. “Kata siapa?” aku tersenyum
dan segera menghapus air mataku. “Jangan ulangi lagi ya.” terangku padanya. Uzzy menatapku
senyuman bahagia. Sylvi pun begitu. Aku berpelukan. Dengan mereka. Kesedihanku hari hari
yang lalu, seketika terhapus dengan malam ini. Saat orang yang aku sayangi berada didekatku
dan mengerti perasaanku. Uzzy, I LOVE YOU !!
Sahabat Sejati
Hai namaku Michael Alyesha. Aku masih duduk di bangku kelas tiga SD. Aku mempunyai
seorang sahabat ia bernama: Chika jessi, namun aku seiring memanggilnya dengan sebutan
chika. Hari-hariku selalu penuh dengan canda dan tawa bersamanya.
Hari kamis pun tiba saatnya aku sekolah dengan giat. Michael pun segera bangun dari tempat
tidurnya.
“Umm.. pagi yang sangat cerah” kata Michael
“Michael ayo bangun ini sudah jam 06.30, kamu bangun terlambat lagi?” ujar sang mamah
“oke mah” ujar Michael dengan santai
Michael pun segera membereskan tempat tidurnya dan segera mandi.
Setelah itu Michael dihampiri oleh salah seorang sahabatnya yang bernama chika.
“Michael cepat kamu sudah ditunggu chika didepan” ujar sang mamah dengan agak marah,
karena Michael bangun terlambat lagi.

Michael dan chika pun tiba sampai sekolah. Bell sekolah pun sudah berbunyi.
kami berdua pun duduk, untuk mengikuti pelajaran. Tiba-tiba ada seoarang cewek yang masuk
keruang kelas kami.
“Oh iya anak-anak kita kedatangan tamu dari panitia lomba membuat cerpen. Anak-anak bu guru
mau menyampaikan sebuah pengumuman” kata bu guru
“iya bu…” seru murid-muridnya
“ini ada lomba membuat cerpen tingkat kota yang diselenggarakan pada hari minggu 02 april
2013, tempatnya di SMP 2 JAKARTA jika ada yang mau ikut lomba ini, segera mendafatarkan
diri ke kak nita itu panitia lomba membuat cerpen” kata buguru

Michael sangat antusias untuk mengikuti lomba itu.
“kak aku mau ikutan lomba membuat cerpen” ujar Michael dengan semangat
“baik… nama adek siapa, kelas berapa dan umurnya berapa?” kata kak nita dengan suara yang
sangat lembut
“namaku Michael Alyesha, aku kelas tiga SD, umurku 9 tahun kak, oh iya kak berarti lombanya
tinggal 2 hari lagi ya?” kata Michael
“iya dek, lombanya tinggal 2 hari lagi” jawab kakak nita
“apakah ada yang mau ikut lagi, selain Michael?” Tanya bu guru
“Tidak ada bu…” seru para murid

Bell pulang sekolah pun telah berbunyi.
Saat di perjalanan mau pulang chika bertanya kepada Michael.
“Michael kamu benar mau ikut lomba membuat cerpen?” Tanya chika
“iya aku mau ikut lomba membuat cerpen, emang kenapa chik?” jawab chika
“iya tidak papa sih… oke deh nanti waktu kamu lomba aku pasti bakal datang deh. Buat
nyemangatin kamu hehe…” kata chika
“makasih ya chika. Kamu memang sahabat aku yang paling oke deh” ujar Michael

Keesokan harinya. aku dan chika main sore disebuah taman
“chika aku udah buat cerpen nih… judulnya SAHABAT SELAMANYA, tapi bagus nggak ya
chik?” tanya Michael dengan wajah pesimis
“coba aku lihat ceritanya… tapi dari judulnya si udah bagus. kayaknya isinya juga bagus deh”
kata chika
Setelah chika membaca cerpen yang dibuat oleh Michael.
“wahh… Michael kamu hebat, kamu bisa buat cerpen sebagus ini” ujar chika
“makasih atas pujiannya chik. Tapi apa benar chik cerpen buatanku bagus?” tanya chika dengan
wajah heran melihat chika yang senang saat membaca cerpennya
“iya benar masa aku bohong sama kamu hehe…” ujar chika
“hufftt… besok lomba membuat cerpennya lagi. Aku kok jadi takut gini ya chik” ujar Michael
“nggak usah takut, kamu harus tetap semangat jangan putus asa oke… besokkan ada aku dan
keluargamu datang kesana buat nyemangatin kamu… oke” ujar chika kepada Michael
“oke deh… makasih ya chik, kamu udah nyemangatin aku” kata Michael
“iya sama-sama Michael” kata chika

Keesokan harinya, perlombaan pun hampir dimulai
“heyy… Michael semangat ya!!! Semoga kamu menjadi juara oke” kata chika
“oke chik… doa‟in aja biar aku jadi juara ya” kata Michael
“eh tuh… lombanya udah mau dimulai kesana gih. Semangat ya Michael Alyesha !!!” ujar chika
“ya udah aku kesana dulu ya mah, papah, chika” ujar Michael
“Semangat!!!” seru mamah, papah Michael dan chika sahabatnya

Dan perlombaan pun telah selesai. Saatnya para juri mengumumkan siapa pemenang dari
perlombaan membuat cerpen.
“Inilah saat-saat yang kita tunggu yaitu mengumumkan siapa pemenang dari perlombaan ini”
kata juri
“Dan pemenang juara pertama adalah… Michael Alyesha… cerpen yang berjudul SAHABAT
SELAMANYA” ujar sang juri dengan suara yang seru
“horee… aku menang” ujar Michael dengan semangat
“Michael kamu hebat, selamat ya sahabatku…” ujar chika
“makasih ya chika… makasih juga atas dukunganmu selama ini. Kamu emang sahabat aku yang
paling setia hehehe…” kata michael
“Iya sama-sama Michael. Oh iya walupun kamu sudah menjadi juara, kamu tidak boleh sombong
ya hehe…” kata chika
“pasti chik, aku akan selalu tetap menjadi Michael yang selalu ceria dan tidak pernah sombong
hehe…” kata Michael kepada chika
“oh iya buat mamah sama papahku, aku juga mau berterimakasih kepada kalian. tanpa adanya
kalian disini aku tidak bisa sehebat ini. Terima kasih ya mah, pah ” ujar Michael kepada
mamah papahnya
Gadis Berjilbab Pilihan
Gadis Berjilbab Pilihan
Cantik nian akhlak gadis berjilbab, mengajar anak di gubuk yang tua
Daerah gubuk tempat si miskin, baca dan tulis huruf Al-Qur‟an
Berbagi kasih pada putra harapan…
Diterik mentari si gadis cantik berbagi kasih
Kerja tanpa pamrih dengan hati bersih
Dan ikhlaas hati…

Sepenggal lagu lawas dari grup musik qosidah Nasidaria, mengingatkanku pada sahabat karibku.
Jilbab yang pernah diberikannya, masih aku simpan dengan baik, dan sering aku kenakan. Lama
aku tak berjumpa dengannya. Aku rindu akan kebersamaan dengannya, canda tawa yang
menghiasi kebersamaan kami, susah senang kami hadapi dengan hati yang lapang. Tapi, kini ia
telah pergi jauh. Aku sangat merindukannya. ‟Obi, dimana persahabatan kita yang dulu?‟
tanyaku dalam hati.

Aku beranjak dari tempat tidurku, dan berdiri mendekati almari bajuku. Aku mengambil jilbab
yang pernah Obi berikan padaku. Aku dekap dalam pelukanku, sebagaimana aku melepaskan
rinduku pada Obi. “Obi, kau adalah sahabatku yang terbaik. Apa yang kau berikan padaku begitu
berharga. Aku tak sanggup untuk menandingi kebaikanmu. Pulanglah Obi, aku menunggumu”
kata Nayla, yang masih mendekap jilbab itu dalam pelukannya. Kenangan Nayla dengan Obi
beberapa tahun lalupun hinggap dalam pikirannya. Nayla masih ingat saat Obi memberikan
jilbab itu.

***

Usai pulang sekolah aku berpisah dengan Obi di perempatan jalan. Sebenarnya, namanya, bukan
Obi. Melainkan Riana Febrina. Aku lebih senang memanggilnya dengan sebutan Obi. Dia sendiri
juga tidak keberatan. “Nay, aku ke rumah bu Ana dulu ya..” kata Obi sebelum kami berpisah.
“Bi, kenapa kamu tidak pulang dulu? Kamu kan capek, baru pulang sekolah.” Kataku pada Obi.
“Nay, anak-anak TPA di tempatnya bu Ana sudah menunggu. Aku kemarin sudah dapat uang
dari bu Ana. Aku memintanya terlebih dahulu untuk membayar buku.” Obi menjelaskan.
“Baiklah, kamu hati-hati ya..!” kata Nayla. “Iya Nay, makasih ya, makan siangnya tadi. Aku jadi
ngerepotin kamu.” Kata Obi. “Sudahlah Bi, kan kamu juga yang sering bantu aku belajar. Les
privat, gratis lagi.” kata Nayla dengan senyum manjanya, hingga lesung pipinya semakin dalam
laksana pusaran air.

Di perempatan itulah, aku sering berpisah dengan Obi. Aku langsung pulang, tapi Obi terus
melangkahkan kakinya untuk menunaikan tugas mulia. Ia ikut mengajar anak-anak mengaji di
rumah bu Ana. Beliau adalah salah satu guru di SMK kami. Dan beliau juga yang menawari Obi
untuk mengajar anak-anak mengaji, beserta guru mengaji yang lain.

Kali ini, aku ikut dengan Obi ke rumah bu Ana. Aku ingin melihat seperti apa cara Obi mengajar
anak-anak. Aku sering mendengar komentar bahwa cara Obi mengajar sangatlah menyenangkan.
Terkadang, saat aku pergi ke perpustakaan umum daerah, aku sering melihat murid Obi yang
begitu akrab dengannya. Mereka sangat senang dengan Obi. Aku sengaja ikut dengan Obi,
karena aku ingin mengamati kegiatan Obi. Aku merekomendasikan ia sebagai murid teladan.
Aku pernah membaca dari sebuah majah islam. Aku ingin menuliskan kegiatan Obi, yang
nantinya akan aku kirimkan ke majalah itu. Tapi, aku tidak mengatakannya kepada Obi.
Meskipun ia tadi sempat curiga, karena tidak seperti biasanya. Aku begitu ngotot untuk ikut.
Wajahku masih kusam dengan paikaian seragam lengkap. Begitu juga dengan Obi.Tapi, bekas
air wudhu sholat dzuhur masuh terasa segar di wajah kami.

“Sekarang, kita nyanyi dulu ya, sebelum pulang. Satu, dua, tiga” Obi memandu anak-anak
menyanyi. Kamudian anak-anak secara serentak mulai menyanyi. “Tuhanku hanya satu. Tiada
bersekutu. Dia tidak berputra, tidak pula berbapa. Siapa bilang tiga, hai… Itu musyrik namanya.
Orang seperti dia nerakalah tempatnya. (lagu balonku ada lima)” anak-anak menyanyi dengan
antusias. Aku hanya tersenyum mendengar nyanyian itu. Karena, aku tahu persis lagu itu. Itu
lagu yang pernah aku dan Obi dapatkan saat diklat di kantor desa. Saat itu ada mahasiswa dari
IAIN sunan ampel Surabaya yang sedang melaksanakan KKN di desa kami. Kemudian mereka
mengadakan diklat, memberikan pengajaran tentang pendidikan agama, pelajaran mengenai
tajwid, nyanyian, qiroah, dan lain-lain.

“Nay, kamu melamun apa?” suara Obi memgagetkanku, dan menyadarkanku dari lamunan.
“Aa,” aku tergagap dan kaget, karena Obi ada di sampingku. “Kamu kenapa Nay?” tanya obi
tersenyum melihat mukaku yang aneh. “Aku ingat dulu Bi, saat kita diklat di desa. Waktu ada
KKN dari IAIN sunan ampel Surabaya. Lagu itu mengingatkanku Bi.” kataku menjelaskannya
pada Obi. Obipun tersenyum mendengar ceritaku. “Oleh karena itu, apa yang sudah kita
dapatkan saat diklat itu aku amalkan Nay. Apa yang sudah diajarkan oleh kakak-kakak
mahasiswa dari IAIN sunan ampel Surabaya sangat bermanfaat.” kata Obi. “Iya ya Bi,” jawabku
dengan menganggukkan kepala.

“Kamu ingatkan, dulu kamu susah belajar tajwid. Masih ingat lagu potong bebek angsa kan?”
Obi tersenyum menggoda, dia ingin mengetes ingatanku. “Ok..” jawabku dengan tersenyum.
“Macam-macam idghom itu ada dua. Idghom bilagunnah dan idghom bigunnah. Idghom
bugunnah ya‟ nun mim wawu. Idghom bilagunnah lam ra‟ hurufnya. Idghom bigunnah ya‟ nun
mim wawu. Idghom bilagunnah lam ra‟ hurufnya…” aku dan Obi tersenyum bersama, usai
menyanyikan lagu itu bersama-sama.

***

“Obi, Obi…” Aku berlari usai memarkir sepeda di depan pagar rumah bu Ana. Obipun tergejut
denganku yang berlari terengah-engah dengan majalah di tangan kananku. “Obi, hah..hah..hh..”
aku berusaha menarik nafas dalam-dalam, nafasku masih tersengal-sengal juga. Tapi, aku harus
menyampaikan kabar gembira ini. “Kamu menang lomba di majalah Bi..!” kataku sangat
gembira, aku langsung memeluk Obi. “Nay, aku menang apa? Aku tidak pernah ikut acara di
majalah Nay..” Obi sangat kebingungan, ia tidak mengerti dengan sikapku.

“Aku menulis artikel tentang kamu Nay, aku merekomendasikan kamu sebagai murid teladan.
Semua kegiatanmu mulai dari memimpin organisasi osis di sekolah, mengajar mengaji, dan
membantu teman-teman belajar. Pokoknya aku ceritakan semua Bi. Dan kamu menang Bi. Kamu
dapat juara pertama.” Aku sangat antusias menceritakannya. “Apa itu benar Nay?” Obi masih
tidak percaya. “Benar Bi, kamu jadi gadis berjilbab pilihan. Kamu baca saja di majalah ini.
Kemudian, Obi membacanya. Raut wajah Obi sangat terkejut, ada perasaan senang yang merona
di wajahnya. Iapun langsung memelukmu. “Makasih Nay..” kata Obi sambil memelukku.

***

“Nay, ini untuk kamu.” Obi memberikan sesuatu yang dibalut kertas berwarna coklat. “Obi,
inikan hadiah dari majalah itu. Kenapa kamu berikan padaku?” tanyaku. “Nay, aku ingin kamu
memakainya.” Obi memberikan bungkusan itu padaku. “Ini apa Bi?” tanyaku. “Bukalah..!” pinta
Obi. “Jilbab?” kataku saat mengetahui isi dari hadiah itu. “Iya, aku ingin kamu memakainya
Nay. Tapi, aku ingin juga, niat itu benar-benar ada dalam hatimu Nay. Aku tidak ingin kamu
memakainya karena aku sahabatmu. Karena kamu tidak enak menolaknya. Aku ingin niat itu
datang dari hatimu Nay. “Obi menjelaskannya padaku. Aku hanya terdiam, merenung. Sesekali
melihat raut wajah Obi, dan melihat jilbab yang sekarang ada di gengamanku. Aku berusaha
menata hati, untuk menata niat yang tulus.

Dengan sigap aku memakainya. Sebuah jilbab berwarna salem. Aku sangat menyukainya.
“Sepertinya, gadis berjilbab pilihan itu adalah kamu Nay. Kamu menjadi orang pilihan karena,
kamu adalah gadis yang Allah pilih agar berjilbab. “Kata Obi sangat menyentuh hatiku. Aku
lantas memeluknya.

***

“Nay, lagunya jangan keras-keras..!” teriak ibuku dari luar kamarku. Aku langsung terbangun
dari lamunanku. “Iya bu..” Jawabku. Aku sudah melamun lama tentang Obi dan aku dulu. “Bi,
lagu dari Nasidaria ini mengingatkanku padamu. Obi, aku sangat rindu denganmu. Semoga
kuliahmu di semarang berjalan dengan lancar. “Kataku yang ingat dengan Obi, sahabat karibku.
Gadis Tompel
Berkali-kali gadis melirik cermin yang ada di hadapannya. rasanya ingin sekali gadis itu memaki
wajahnya.
Baginya wajahnya adalah anugrah terburuk yang ia dapatkan dari sang pencipta. Bagaimana
tidak di pipi kanannya terdapat tompel selebar tutup botol.
Hal ini membuat gadis tak percaya diri.. ia selalu menjadi bahan olok-olok dari masa SD sampai
sekarang ia duduk di kelas XI SMA. Gadis selalu menjadi bahan tawaan teman-temannya di
kelas.Gadis memang tergolong siswi yang cerdas, buktinya ia selalu mendapat peringkat di
kelas, gadis tinggi, putih, berambut panjang dan body seperti model. namun ia selalu tak pernah
percaya diri dengan adanya tpmpel di pipinya.mamahnya yang mantan model itu pernah
berkata.. “gadis kamu harus bersyukur apa pun yang tuhan beri untuk kamu. kamu harus
mensyukurinya ini anugrah sayang..” Begitulah berulang-ulang mamah menasehati gadis.
Gadis sadar ini pemberian tuhan untuknya tapi kenapa harus di pipi? Kenapa tidak pada bagian
anggota tubuh yang tersembunyi? Begitu juga dengan papah.. “nak, gak baik kamu terus
menerus mengeluh dengan ketidak sempurnaan kamu.. banyak yang lebih tidak sempurna dari
kamu.. masa Cuma karna satu tompel yang menempel di pipi kamu jadi seperti itu, mengeluh,
tidak percaya diri.. kamu itu pintar, cantik, kurang apa lagi??” . “papah dan mamah gak tau, gara-
gara tompel ini gadis selalu jadi bahan tawaan teman-teman di kelas. Meraka selalu menyapa
gadis dengan sapaan “gadis tompel” gara-gara tompel ini cowok yang gadis sukai juga ikut ilfil
dengan tompel ini.. gadis benci tompel ini..!” Gadis bangkit dari depan cerminnya. Meski pun
gadis membetulkan ucapan papahnya..

@di sekolah
siswa baru ini bernama raja sangat manis terlihat ketika tersenyum. Lesung pipinya sangat
menggoda. Yang lain pada sibuk berkenalan dengan raja namun raja hanya tersenyum. Saat
istirahat di kantin.. gadis yang biasaa sendiri, dan tengah asyik menikmati mie ayam dan segelas
es jeruk.. tiba-tiba raja mendekati gadis.. Ia tersenyum menyapa, sontak gadis kaget. “kenapa
tiba-tiba ada orang yang mau mendekat dengannya. biasanya mereka-mereka pada gak PD duduk
dekat dengan gadis. Jangankan duduk bersama menyapa pun mereka-mereka jarang lakukan
terkecuali bila mendesak seperti tugas kelompok itu pun sepenuhnya gadis yang mengerjakan,
nasib, nasib.. mungkin ini sudah takdir bagi gadis, gara-gara tompel semua jadi berubah 100%.
“sial-sial..!”
“tapi kok cowok manis ini mau sih dekat-dekat?”
Tanpa berucap apa pun cowok itu hanya tersenyum lalu duduk di samping gadis..
Ia membuka bekal yang mungkin ia bawa dari rumah dan mencoba membaginya dengan gadis..

“loh terimakasih gak usah repot-repot, ini di makan kamu saja” kata gadis mengembalikan
makanan yang sudah ada di depannya.. cowok itu hanya tersenyum..” kamu raja siswa
barukan??”
Raja mengangguk sembari melahap makanan..
“aku gadis.. kok kamu mau sih temenan sama aku? Apa kamu gak minder? Aku kan gadis yang
punya tompel. Yang lain pada ilfil dengan kehadiran tompel yang menempel di pipiku ini..” kata
gadis lagi.. Raja hanya tersenyum ia terus menikmati makan yang di makannya. “cowok aneh
dari tadi kok senyum terus..” gerutu gadis dalam hati.. Gadis dan raja saling terdiam..dalam hati
raja berkata.. “kamu itu cantik gadis.. saya tertarik oleh kamu.. tompel kamu itu daya tarik
harusnya kamu bersyukur punya mata indah, kulit putih, tinggi, kamu mengeluh dengan
keadaanmu? Kamu belum tau siapa aku? Dimana letak kekuranganku? dan apakah kamu akan
menjauh jika kamu tau letak kekurangannku?”
usai makan raja pergi beranjak tanpa berucap.. ia hanya tersenyum pada gadis.. gadis membalas
senyumannya.. “cowok aneh..!!” kata gadis dalam hati

@rumah raja..
Malam hari raja menggoreskan tinta di atas selembar kertas

“dear gadis..
Kamu cantik, manis.. tapi kenapa kamu selalu memaki anugrahmu? apa karna tompelmu?
Hahahaha baru saja tompel kamu sudah mengeluh dan mersa tak percaya diri. Kamu itu pintar
kurang apa lagi? Harusnya kamu bersyukur dengan kekurangannmu.. bagaimana bila kamu
berada di posisiku yang lebih tak seberuntung kamu.. aku tunawicara..aku tak bisa berbicara
dengan sebebas-bebasnya, tak bisa berucap, mengobrol dengan teman-teman secara normal
bukan dengan bahasa isyarat. Aku tau kamu dari saudara tiriku leo.. dia selalu bercerita tentang
kamu.. aku penasaran dengan kamu, maka aku beranikan diri untuk menulis ini.. maaf bila
terlalu lancang. Ku harap kita bisa berteman. jangan mengeluh yah atas kekurangan kita.
bersyukur akan terasa lebih baik.
From
“Raja”

Keesokan harinya surat itu sudah ada di meja milik gadis di kelas..
“surat? Dari siapa? Gak ada nama pengirimnya lagi..?” kata gadis
“ciiee.. gadis tompel ternyata punya penggemar rahasia juga toh. hahah” ledek teman-temannya..
Gadis hanya mengelus dada.. kemudian ia duduk, ia membuka surat itu lalu membacanya.. ia
sangat terkejut akan tulisan itu.. “dari raja? Raja saudara tiri leo?”
Gadis benar-benar shock.. bahkan leo adalah cowok yang ia sukai waktu kelas X. tapi karna
tompel leo menjauh daru gadis.. mungkin leo malu punya teman yang punya tompel seperti aku..
yang lebih mengangetkan lagi raja adalah TUNAWICARA “oh tuhan aku sadar ada yang lebih
tidak sempurna dariku.. benar kata papah” gadis mencari raja.. ia tengah duduk sendiri di bangku
taman sekolah.
Gadis mendekati “raja..” sapa gadis
Raja tersenyum.. gadis langsung duduk di samping raja.. “benarkan apa yang kamu katakan
dalam surat ini?” Tanya gadis pelan..
Raja menatap mata gadis.. lalu ia berbicara menggunakan bahasa isyarat ia menggerakan jari
tangannya. Ia mengajak gadis berkomunikasi dengan bahasanya..
Hati gadis bergetar.. “ya tuhan ini benar-benar nyata.. ampuni aku ya Allah.. yang tak pernah
bersyukur atas nikmat yang engkau berikan” gadis menangis di depan raja..
Raja menghapus air mata gadis.. lalu bicara dengan bahasa isyarat “jangan menagis. Ayo kita
bersyukur..”
Meskipun gadis belum faham apa maksud raja.. namun ia mengerti maksud raja.. akhirnya ia
sadar bahwa yang selama ini ia dapat yang ada padanya adalah anugrah yang sepatutnya selalu ia
syukuri.. raja membuka hatinya, gadis sadar akan keegoisanya.. kini gadis belajar bersyukur dan
mulai percaya diri dengan tompel yang di milikinya..
Seperti Bukan Teman
Pagi ini aku bangun lebih awal, entahlah apa yang membuatku bersemangat di pagi ini.
“nanti di sekolah ada ulangan Agama, aku belajar dulu ah supaya dapat nilai bagus” pikirku
dalam hati. Akupun mengambil buku agamaku lalu membacanya.

Setelah itu aku mandi karna sudah pukul 05.30, habis mandi aku berpakaian baju Putih Biru dan
bergegas ke sekolah. Setiap pergi sekolah aku enggak pernah sarapan dulu. Bagiku itu tidak
penting, karna aku masih kenyang. Aku makan satu hari satu kali. Mangkanya waktu itu aku
sakit.

Sesampai di sekolah akupun belajar Agama lagi supaya dapat nilai bagus.
Kring… Kring… Kring… Bell tanda masuk sekolah. Pelajaran pertama adalah Agama.
“Aku sudah siap menghadapi ulangan Agama” pikirku dalam hati
Selama ulangan berlangsung aku mengerjakan begitu santai, karna apa yang ku pelajar kan tadi
semua keluar. Setelah selesai aku mengumpulkan ulanganku.
Bu Sembiring pun langsung mengoreksinya.
“Anak anak ibu sudah koreksi ulangan kalian, nilai tertinggi adalah Stefany Alika dapat nilai
100, Anggita Kelly 9.8, Megan Anita 8.9, yang lainnya nilainya pas pasan” seru Bu Sembiring.

Kring… Kring… Kring… Bell istirahat.
Saat aku ingin ke toilet berdua sama Ribka tiba tiba Karel lewat.
Karel itu manatan aku. Entahlah semenjak aku mutusin dia, dia itu seperti enggak nganggep aku
ini temannya. Kalau disekolah aku enggak pernah ngomong sama dia. Berbeda saat aku sama
teman teman yang lain.
“emang apa sih salah aku sama Karel, kok dia begitu banget sama aku” pikir ku dalam hati
Setelah itu aku masuk kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasa.

Kring… Kring… Kring… Bell pulang sekolah.
Aku pulang bersama temanku Hellen, Ribka, dan Celine.
Dijalan kami bertemu Karel yang pulang sendiri, akhirnya kami pulang bareng. Tapi suasana
bener bener berbeda. Karel, Hellen, Ribka, Celine mereka ngombrol, sambil bercanda selama
perjalanan. Sedangkan aku… Aku hanya diabaikan, di diamin, dibuang seperti sampah.

Sesampai dirumah aku menulis di sebuah kertas.
“Apa sih salah aku? kenapa sih kamu enggak pernah nganggep aku sebagai teman mu sedikit aja.
Maksud kamu apa sih, kamu pikir enak diginiin kaya aku? aku benci kamu Karel”
Lalu kertas itu ku bejek bejek dan ku buang lewat jendela kamar. Tiba tiba seorang laki laki
sebayaku mengambil kertas itu dan membacanya. Setelah ia membaca, ia teriak dari luar
“Stefany aku nganggep kamu sebagai teman aku kok”
Akupun nengok lewat jendela. Ternyata itu Karel.

“Karel… Apa benar yang kamu katakan tadi?” tanyaku tak menyangka
Karel hanya membalas dengan senyuman.
“tapi kenapa disekolah kamu enggak pernah nganggep aku sebagai teman kamu? kita berdua
seperti bukan teman” keluhku kepada Karel
“karna aku pikir kamu udah enggak mau kenal sama aku lagi” jawab Karel
“maksud kamu?” tanya aku
“iya, gara gara kita pernah pacaran terus putus. Aku pikir kamu enggak akan mau kenal aku. Ya
udah aku menjauh dari kamu” jawab Karel
“ya ampun Karel, enggak mungkinlah. Aku masih nganggep kamu sebagai teman aku kok.
Kamu mau enggak jadi…” perkataan ku terputus
“jadi apa?” tanya Karel dengan mantap
“jadi teman” jawabku
“yah kirain jadi pacar! hahaha” kata Karel dengan leluconnya.
“hahaha” tawaku
Aku dan Karel pun jadi sahabat. Walau dulu seperti bukan teman.
Move On
Ketika kamu merasa mencintai seseorang, kamu tentu akan bahagia jika bisa dekat dengannya.
Terlebih jika dia seolah-olah memberikan perhatian lebih kepadamu, tentu hatimu akan
berbunga-bunga. Tapi bagaimana jika ternyata kamu di PHP-in alias hanya diberikan harapan
palsu? Tentunya kamu akan merasa sangat kecewa. Dan saat kamu mengetahui bahwa dia
memiliki pacar baru, bagaimana perasaanmu? Tentu sedih bukan? Yaa, sedih memang. Tapi buat
apa terus bersedih karna seseorang yang bukan siapa-siapa kita? Hal itu justru akan membuatmu
terlihat begitu menyedihkan. Dan saat itu kamu harus berani untuk mengambil keputusan „move
on‟. Aku dan Aldo sedang makan bersama dikantin sekolah saat istirahat. Tiba-tiba datang teman
sekelasku yang ikut-ikutan duduk bareng di bangku yang sama.
“ciyeee, baru jadian ya? Haha, kapan nih makan-makannya?” ledek Ari.
“jadian? Sembarangan aja kamu, nggak usah ngaco deh” kataku kesal.
“alah udah deh, nggak usah bohong lagi. Kita-kita udah pada tau kok kalo Alva dan Aldo udah
jadian”
“iya va, lagian gossip itu juga udah nyebar kemana-mana. Akuin aja lah, haha” ucap Metha
menimpali.
Hah? Gossip? Ternyata kedekatanku dengan Aldo menimbulkan gossip semacam ini, wew.

Suatu hari, aku curhat dengan sahabatku.
“kei, kayaknya aku suka deh sama Aldo” kataku sambil senyum-senyum nggak jelas.
“serius? Apa kamu yakin kalau dia juga suka ama kamu?”
“emm… nggak tau juga sih. Tapi kayaknya dia juga suka aku deh”
“ahh, PD banget kamu va”
“harus itu, haha. Aku yakin karna dia juga kasih perhatian lebih ke aku”
“siapa tau aja kamunya yang ke GR-an”
“ih kok kamu gitu sih? Dukung kek, atau kasih semangat gitu, ini malah ngomong gitu”
“iya deh iya, aku dukung kamu Alva jeleeek” ujar Kiki sambil menjulurkan lidah.
Tak segan-segan aku mengejarnya. Kami pun berkejar-kejaran seperi anak kecil, hingga bel
berbunyi dan kami pun berhenti lalu masuk ke kelas.

Tak terasa, waktu terus berlalu. Meninggalkan sejuta kenangan yang tlah dilalui. Sudah lama aku
bersama Aldo, tapi sampai sekarang Aldo tidak mengetahui perasaanku yang sebenarnya.
Namun, selama itu pula Aldo memberikan perhatiannya dan selalu ada untukku. Aku merasa ia
benar-benar menyayangiku. Sebentar lagi kenaikan kelas. Kemungkinan aku tidak akan sekelas
lagi dengannya, karna adanya moving class.
Ternyata benar, hasil pengumuman mengatakan bahwa aku tak sekelas lagi dengannya. Aku
berada di kelas XI IPA-1 , sedangkan Aldo berada dikelas XI IPA-2. Tapi nggak papa deh,
kelasnya jga masih deketan. Masih bisa ngeliat di terus . Saat itu sedang istirahat. Aku tengah
berbincang-bincang dengan Keisha.
“Kei, dia ada diluar nggak ya? Biasanya kan dia nyantai diluar kelas bareng Ari” kataku
membuka percakapan.
“entahlah, barangkali dia ada diluar kelas” jawab Keisha.
“emm… eh, aku mau buang sampah dulu ya, kan tong sampahnya diluar, hehe”
“alah, modus! bilang aja mau liat Aldo, iyakan? Udah deh, ngaku aja”
“biarin, nggak papa deh modus, lumayan kan liat muka Aldo. Haha”.
Aku pun berlalu meninggalkan Keisha yang masih cengar-cengir sendiri mendengar kata-kataku
barusan. Ketika sampai diluar kelas, sungguh pemandangan yang tak terduga. Aldo tidak
bersama dengan Ari, melainkan sedang bersama Tara. Mereka terlihat begitu akrab. Awalnya
biasa saja. Namun, lama-kelamaan ada rasa cemburu menyelinap. Aku begitu risih melihat
mereka berduaan, terlebih ketike melihat mereka sedikit mesra. Sungguh sebuah pemandangan
yang tidak mengenakkan. Iuuh. Semakin hari kulihat mereka semakin dekat. Bisa kalian
bayangin gimana betapa sakitnya perasaan aku *lebay*. Yaa, aku hanya bisa melihat kedekatan
mereka dengan penuh rasa kecewa. Setelah ketelusuri tentang kedekatan mereka, ternyata
mereka memang berpacaran. Degg, hatiku benar-benar kecewa mengetahui hal itu. Jadi, apa
maksud dari semua perhatian yang telah dia berikan selama ini? Ternyata dia Cuma PHP-in aku.
Aku bergegas mendatangi rumah Keisha. Disana ku tumpahkan semua dalam tangisku. Keisha
hanya bisa prihatin melihatku.

How do I end up in the same old place
Faced again with the same mistakes
So stubborn, thinking I know what is right
But life proves me wrong every timeTaking roads that lead me no where,
How do I expect to get there
But when will I learn to just put you first

I come to you now when I need you
But why do I wait to come see you
I always try to do this on my own
But I was wrong, cause only with you
Can I move on (can I move on). When I am weak, it‟s you that makes me strong
And I know that you‟ve been with me all along
So many times I forget to close my eyes
And listen to my heart
With you, life is so easy
Why do I make it hard

Oh, taking roads that lead me no where,
How do I expect to get there
When will I learn to just put you first

I, I come to you now when I need you
But why do I wait to come see you
I always try to do this on my own
But I was wrong, cause only with you
Can I move on .I‟ll get out of my own way,
Let you have your way
Cause I realized I‟m no good on my own
I‟m there for you, I‟ll serve for you
I can‟t live without you .I come to you now when I need you
Why do I wait to come see you
I always try to do this on my own
But I was wrong, I was wrong, I was wrong,
With only you, only you, with only you
Can I move on, can I move on, can I move on

Lagu itu masih mengalun ketika Keisha mengetuk pintu kamarku. Aku enggan beranjak dari
tempat tidurku. Setelah yang kesekian kalinya ketukan pintu itu terdengar, barulah aku berjalan
dengan malas-malasan untuk membukakan pintu untuknya. Saat kubuka pintunya, terlihat wajah
Keisha beserta senyumannya yang sok manis itu. Hahaha.
“tumben ni, pagi-pagi udah datang kerumahku?” ujarku.
“yee, emang nggak boleh ya? Aku mau nemenin kamu aja, lagian dirumahku juga sepi, orang
rumah pada pergi. Jadi yaa daripada BT di rumah, bagus aku main ke tempatmu” jelas Keisha
panjang lebar.
“kok diam aja sih, aku nggak disuruh masuk ni? Masa iya aku berdiri terus didepan kamarmu?
Nggak kasian sama aku?” lanjutnya.
“kamu sih nggak perlu dikasihani. Haha”
“ihh kok gitu? Ah, Alva jahat deh” ucap Keisha dengan nada manja.
“iya deh iya, ayo masuk nona Keisha” ujarku semanis mungkin.
“nah gitu dong”
Tanpa diperintah, Keisha langsung menuju tempat tidurku dan langsung duduk disitu. Aku pun
mengikutinya.
“va, apa kamu nggak bosan dengerin lagu Move On-nya Bruno Mars terus? Kayaknya tiap hari
kamu muter lagu it uterus deh” komentar Keisha.
“nggak, aku suka sama lagunya” jawabku singkat.
“bukannya kalo denger lagu ini kamu jadi inget sama Aldo?”
“ahh udah deh, jangan bahas dia lagi. Aku males tau nggak?!”
Tiba-tiba Hp-ku berdering. New message, dari Aldo. Aku pun membiarkannya, dan tidak
membalasnya. Tidak lama kemudian, Hp-ku berdering lagi. Aldo menelfonku. Tak ku hiraukan.
Hingga beberapa kali Hp-ku berdering, tak juga ku hiraukan. Sampai akhirnya Hp-ku tak
berdering lagi.

“va, kok nggak diangkat? Mungkin dia mau ngomong sesuatu” saran Keisha.
“males, Kei”
“kenapa kamu menghindar darinya? Mau sampai kapan begitu?”
“aku nggak menghindar kok, sok tau kamu.”
“terus?”
“yaa, aku nggak mau aja ngingat dia, karna . . .” ucapku menggantung.
“karna apa, Va?” ujar Keisha penasaran.
“karna setiap aku ingat tentang dia, yang ada tu Cuma sakit Kei, sakit!”
“denger ya Alva, nggak Cuma kamu doing yang ngalamin itu tau nggak. Saran aku sih kamu
harus coba ngelupain dia, cari pengantinya”
“ngomong sih enak, tapi itu nggak mudah Kei”
“iya aku tau, aku ngerti. Tapi apa salahnya mencoba?”
“ahh udah deh, ganti topic aja. Jangan paksa aku untuk ngomongin ini lagi”
“iya deh iya, maaf”.
Tahun kembali berlalu. Sekarang aku sudah duduk di kelas XII IPA-1. Itu artinya tidak lama lagi
aku akan menempuh Ujian.
Pada suatu hari sepulang sekolah . . .
“vaaa tunggu”
aku menoleh kebelakang. Kulihat Aldo dengan langkah setengah berlari menghampiriku.
“apa?” jawabk ketus.
“aku mau ngomong sesuatu, boleh kan?”
“sorry, tapi aku buru-buru”
“please, bentar aja kok” ucapnya dengan nada memohon.
“oke, ngomong aja”
“setelah lama kita tidak berkomunikasi lagi, aku merasa ada yang berbeda. Aku merindukanmu”
Aduh, manis banget. Dia nggak tau apa? Selama ini aku galau juga karna dia, dan sekarang dia
ngomong begitu dengan seenak jidat sendiri. Argghhhh!!
“terus?”
“ya terus aku mau hubungan kita membaik kayak dulu lagi. Meskipun aku udah punya pacar,
aku mau kita sahabatan kayak dulu lagi, please”
Huftt, aku pun menghela nafas panjang. Aku berfikir sejenak. Mungkin benar, aku harus
memperbaiki hubungan ini. Hubungan yang sama, dengan orang yang sama, tapi dengan rasa
yang berbeda. Aku baru sadar ternyata aku telah bisa melupakan perasaan special yang dulu ada
untuknya. Mungkin perasaan itu menghilang seiring berjalannya waktu.
Lagi-lagi aku menghela nafas dan kemudian tersenyum.
“ya baiklah, mungkin kita bisa kembali seperti dulu” ucapku ringan.
“makasih, Va. Kamu emang baik” ujarnya sambil tersenyum.
“iya sama-sama” “Keishaaaaaaa…” sapaku dengan wajah berseri-seri
“weeh, tumben ceria amat? Kesambet setan apa? Hahaha” ujar Keisha cekikikan.
“ih bukannya seneng temannya ceria, ini malah diledekin” ujarku kesal.
“hehe, iya deh. Emang kenapa kamu ceria?”
“lohh, emang selama ini aku nggak ceria gitu?”
“nggak, semenjak kamu tau Aldo punya pacar. Haha”
“ohh hahaha”
Kamipun tertawa bareng.
“emm Kei, sekarang aku udah siap untuk Move On”
“waw, demi apa kamu ngomong gitu? Haha”
“demi waktu yang terus berjalan”
“cielah, sejak kapan kamu bisa ngomong gitu?”
“ya sejak tadilah, aku ngomong nya juga tadi”
“jangan-jangan kamu punya gebetan baru ya?”
“ihh nggak tuh, sotoy kamu”
“terus karna apa?”
“pokoknya ya aku udah siap move on” kataku sambil menyunggingkan senyuman termanisku.
Lagi-lagi aku kembali tersenyum. Aku tersenyum sambil menatap birunya langit kala itu. Langit
seolah ikut bersuka cita melihat aku tersenyum, melihat aku bangkit dari keterpurukan yang
selama ini membelenggu.
Tidak Ada yang Bisa Menjawab Selain Mereka
“Morning Guys!!” suara Elsa begitu semangat pagi ini saat memasuki ruang kelas. “Waduh…
pagi-pagi ada yang melamun,” sapa Elsa pada Syifa.
Syifa menatap hampa bunga-bunga kamboja yang tertata rapi di pekarangan sekolah.
“Hay friend… kamu kelihatannya sedih,” ulang Elsa.
Syifa tetap saja pada lamunannya. Guratan kesedihan terlihat begitu dalam di wajah Syifa, tidak
biasanya ia seperti ini. Syifa yang terkenal sebagai cewek yang kalem and ceria pagi ini
keceriannya benar-benar hilang. Sikapnya yang berbeda dari hari-hari biasa membuat teman-
temannya merasa heran.

“Syifa, kamu kenapa sih… kok sedih gitu, jelek lho kalo diliat. Please, keep smile friend…!!”
ujar Tari.
Syifa berusaha untuk tersenyum namun kesedihannya tetap tidak bisa tertutupi.
“Syifa, kamu kenapa? Bilang dong kalo ada problem, mana tau aku bisa kasi solusi.”
“Ah, nggak kok Tari gak ada apa-apa. I don`t have trouble.”
Yani teman sebangku Syifa datang dengan wajah yang penuh tanda tanya. “Lho Syifa, kamu
kenapa?” tanya Yani sambil meletakkan tasnya diatas meja.
“Entah tu Syifa dari tadi diam aja, aku tanya kenapa dia bilang gak ada apa-apa,” sambung Tari.
Jam menunjukkan pukul 07:30 WIB. Bel berbunyi.

Hari ini hari Senin seharusnya upacara tetapi bendera sudah terpasang ditiangnya berarti hari ini
tidak upacara. Jam pertama pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Riswan tidak hadir, tugas juga tidak
ada diberikan jadi untuk mengisi kekosongan waktu sebagian siswa pergi ke kantin yang tetap di
kelas meneruskan kebiasaan buruk mereka yaitu bergosip.
Syifa memang cewek yang beda dari teman-temannya. Jika pada jam pelajaran guru tidak hadir
ia mengisi waktunya dengan membaca buku. Setiap hari Syifa selalu membawa buku cerita atau
buku apa saja yang menarik baginya dari rumah. Ia digelar kutu buku oleh teman-temannya. Riza
teman akrab Syifa dari SMP pernah bilang pada Syifa yang tidak dia sukai dari Syifa adalah sifat
Syifa yang terlalu pendiam. Syifa tidak tersinggung dengan hal itu karena dia sendiri yang
meminta pendapat Riza tentang dirinya. Syifa senang dengan keterusterangan Riza. Ada
ketidaksenangan atas sikap atau sifat seseorang itu biasa. Namanya juga hidup.

“Mengapa mereka menyia-nyiakan waktu yang tersisa? Mengapa mereka tidak selalu berfikir
betapa pentingnya waktu. Satu detik saja terlewatkan dengan sia-sia alangkah ruginya,” batin
Syifa sambil mengeluarkan sebuah buku novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El
Shirazy dari dalam tasnya.
Baru saja lembaran pertama dibuka Yani mengusik ketenangannya. “Syifa, kamu kenapa dari
tadi diam melulu. Please tell me apa yang terjadi?”
Syifa hanya diam.
“Syifa, kamu gitu ya kemarin waktu aku diam kamu sibuk nanya aku kenapa and now kamu
diam aku tanya kenapa kamu nggak ada respons.”
“Yan…”
Syifa kembali diam. Rasanya tak sanggup ia untuk berterus terang.
“Syifa please…”
“Aku punya sahabat. Kami berteman sejak kecil.”
Syifa kembali diam dan kali ini ia menangis. Terlalu sulit baginya untuk menangis tapi kali ini ia
tidak sanggup untuk mengalahkan rasa sedihnya.

Yani menatap Syifa dengan haru.
Lanjut Syifa, “Aku punya tiga orang teman. Waktu kecil dulu kami selalu bermain bersama tapi
diantara tiga itu hanya satu yang jadi sahabat aku. Dia baik, selalu aja ngalah kalo ada masalah
and dia selalu sama aku. Ada rasa keharmonisan ketika kami bermain berdua saja. Ibuku lebih
senang kalo aku main dengan dia dari pada temanku yang dua orang lagi. Nama dia Sari. Ibunya
pernah bilang sama ibuku kalo dia berharap hingga dewasa aku sama Sari bisa tetap
mempertahankan persahabatan sehangat itu. Ternyata harapan itu tidak seutuhnya terwujud.
Setelah aku tamat SD aku nggak pernah lagi gabung sama mereka. Entah kenapa aku merasa ada
yang berbeda. Kehidupan mereka yang lebih berkecukupan membuatku ingin selalu jauh dari
mereka.”
Syifa menarik nafas dan menyeka airmatanya dengan dasi yang ia kenakan. “Now keakraban itu
jauh berbeda dari masa kecil dulu. Indahnya masa lalu tak`kan pernah terulang.”
Ucapan Syifa terputus. Ia menatap sudut ruang kelas.
“Syifa sedih karena persahabatan yang sekarang tak seindah yang dulu,” Yani berusaha
menenangkan hati Syifa.
“Bukan…” Syifa mengalihkan pandangannya pada secarik kertas diatas meja.
“Jadi apa?” Yani semakin tak mengerti.
“Sari ninggalin aku untuk selamanya.”
Yani diam terpaku.
“Tuhan telah mengambil dua sahabat baikku. Awal Januari Fattia pergi dan hari Sabtu semalam
Sari.”
Syifa tidak dapat lagi membendung airmatanya.
“Yani,” Syifa menatap Yani dengan sayu.
“Dua sahabat aku telah menemui Allah, aku nggak tau usiaku sampai dimana mungkin setelah
ini aku akan menemui Allah so… aku harap dengan segenap hati maafkan segala kesalahnku.”
“Syifa jangan gitu ngomongnya,” suara Yani serak.
“Sahabat, manusia nggak tau kapan nyawanya akan dicabut dan ajal menemui dia. Semua itu
rahasia Allah jadi persiapkan diri untuk menghadapi kematian. Siap tidak siap harus siap. Nggak
ada yang kekal di dunia ini semuanya fana yang bernyawa pasti akan mati.”
Kini Yani yang diam. Syifa tersenyum dalam duka.

“Tuhan… terlalu cepat ia pergi. Semua ini bagiku seakan mimpi,” bisik Syifa dalam hati. Ia
memandangi layar handphone-nya. Ia baca kembali sms dari Adam yang dikirim pada hari
Minggu pukul 02:45 WIB.

“Wlkm slm. Syg k3 juga sedih krn Sari dah ga` ada. Syg jgn sedih lagi ya. Stiap yg hidup pasti
akn mati.
Doakn saja dia semoga dapat tempat t`indh di sisi Allah SWT. Amin. Tenangkan hati Syifa. Udh
shalat
tahajjud? Kalau belum shalat dulu ya syg… ”
Air bening itu pun mengalir dikedua pipi Syifa.
Syifa menggoreskan pena dilembaran diary-nya.
Hari Jum`at aku teringat Sari entah kenapa aku bisa seperti itu. Biasanya saja tak pernah. Aku
ingin sekali bertemu dia. Aku ingin menanyakan tentang Roby dengan dia. Pertanyaanku tak
penting.
“Roby ada bilang apa saja sama Sari tentang Syifa?”
Ah, memang benar-benar tak penting tapi tetap akan ku tanyakan juga pada Sari. Mudah-
mudahan aku bisa bertemu dia.
Roby sahabat Sari. Mereka satu sekolah dan sama-sama kelas XI.
Aku belum lama mengenal Roby tapi aku merasa sudah lama mengenal dia. Hadirnya seorang
Roby dalam hidupku membuatku semakin mengerti akan arti dari persahabatan. Aku tidak ingin
persahabatan ini dikhianati dengan yang lain. Roby hanya sahabat, tidak lebih. Ya Allah jagalah
hati ini agar tetap komitmen pada ucapan. Amin…

Tuhan…
Ku kira segala musim adalah musim semi. Ternyata tidak.
Pertanyaan tinggal pertanyaan yang tidak akan terjawab untuk selamanya hingga aku mati. Dia
yang ingin ku tanya ternyata telah tiada.
Dua kali sudah aku menerima kekecewaan yang mendalam.
Di awal Januari 2009…
Aku ingin menanyakan sesuatu pada Fattia tentang Adam, hari Senin aku bertemu dia ketika les
di Vista. Dia duduk disampingku. Ingin kusampaikan pertanyaanku padanya tapi ku urung. Aku
takut. Niat hari Jum`at akan kusampaikan pertanyaanku TAPI… hari Kamis dia telah tinggalkan
aku untuk selamanya.
Semua pertanyaan sudah beku. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanku selain mereka tapi
kini mereka telah tiada sebelum pertanyaan itu terjawab.
Hidup ini bagaikan kabut bagiku. Terlalu cepat ia sirna. Terlalu pedih duka ini kurasa. Tuhan
telah memberikan yang terbaik dalam hidup ini dan ini lah yang terbaik.
Sahabat… andai saja di dunia ini segala musim adalah musim semi…

More Related Content

What's hot

Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahMardhatillah Ibrahim
 
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015Fajar Sany
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Naskah drama arti sahabat
Naskah drama arti sahabatNaskah drama arti sahabat
Naskah drama arti sahabatFadhli Syar
 
Cerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotCerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotdesiDesiAmalia
 
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanSebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanOperator Warnet Vast Raha
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberZahrotin Niza
 
Skrip cerita arti sebuah persahabatan
Skrip cerita arti sebuah persahabatanSkrip cerita arti sebuah persahabatan
Skrip cerita arti sebuah persahabatanandry_dwi
 
Contoh naskah drama 5 orang
Contoh naskah drama 5 orangContoh naskah drama 5 orang
Contoh naskah drama 5 orangPipit P
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Nazdiana Juma'ad
 
Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita broAry Ain
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istrikuchristineong2212
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhAmore Tsuki
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Satrio Arismunandar
 

What's hot (20)

Cerpen "Meraih Mimpi"
Cerpen "Meraih Mimpi"Cerpen "Meraih Mimpi"
Cerpen "Meraih Mimpi"
 
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
 
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Naskah drama
Naskah dramaNaskah drama
Naskah drama
 
Naskah drama arti sahabat
Naskah drama arti sahabatNaskah drama arti sahabat
Naskah drama arti sahabat
 
Drama 6 orang
Drama 6 orangDrama 6 orang
Drama 6 orang
 
Cerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hotCerita seks ngentot teteh hot
Cerita seks ngentot teteh hot
 
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanSebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"
 
Skrip cerita arti sebuah persahabatan
Skrip cerita arti sebuah persahabatanSkrip cerita arti sebuah persahabatan
Skrip cerita arti sebuah persahabatan
 
Contoh naskah drama 5 orang
Contoh naskah drama 5 orangContoh naskah drama 5 orang
Contoh naskah drama 5 orang
 
Dgt
DgtDgt
Dgt
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
 
Naskah drama 4 orang persahabatan
Naskah drama 4 orang persahabatanNaskah drama 4 orang persahabatan
Naskah drama 4 orang persahabatan
 
Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita bro
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuh
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 

Similar to Persahabatan yang Indah

Similar to Persahabatan yang Indah (20)

Kado buat elisa
Kado buat elisaKado buat elisa
Kado buat elisa
 
You Are Not My Destiny @Wahyudimanda @memeyartika
You Are Not My Destiny @Wahyudimanda @memeyartikaYou Are Not My Destiny @Wahyudimanda @memeyartika
You Are Not My Destiny @Wahyudimanda @memeyartika
 
Inhaler
InhalerInhaler
Inhaler
 
Cc 1
Cc 1Cc 1
Cc 1
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Ulfa (po)
Ulfa (po)Ulfa (po)
Ulfa (po)
 
Arti sebuah kata
Arti sebuah kataArti sebuah kata
Arti sebuah kata
 
Aku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakiAku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki laki
 
Cinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satuCinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satu
 
Cinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirCinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhir
 
Toga i'm coming
Toga i'm comingToga i'm coming
Toga i'm coming
 
Syal merah
Syal merahSyal merah
Syal merah
 
Sampai jumpa di surga
Sampai jumpa di surgaSampai jumpa di surga
Sampai jumpa di surga
 
Winna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhenWinna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhen
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Adore you, my brother chapter 1
Adore you, my brother chapter 1Adore you, my brother chapter 1
Adore you, my brother chapter 1
 
85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
Remember when winna efendi pdf
Remember when   winna efendi pdfRemember when   winna efendi pdf
Remember when winna efendi pdf
 

Persahabatan yang Indah

  • 1. Kenyataan Buat Tarin “Sudah lama menungguku?“ tanyaku yang baru saja sampai di halte tempat bus yang akan membawa aku dan Dika ke kampus. “Tidak kok, Tarin. Ayo naik, tuh bisnya sudah hampir penuh.” jawab Dika dengan senyuman. Kami duduk di kursi paling depan yang masih kosong. Dika adalah teman sahabatku yang beberapa hari lalu kami bertemu di salah satu warnet dekat rumahku. Sari mengenalkan Dika padaku. Ternyata aku dan Dika satu kelas. Dari sanalah aku bisa langsung akrab dan mulai menjalin persahabatan. Meskipun baru bersahabat, aku dan Dika sudah seperti sahabat yang telah lama saling mengenal. Setiap hari kami pergi dan pulang kuliah bersama-sama. Belajar dan mengerjakan tugas juga bersama. Sampai-sampai ada teman kami yang menyangka kalau kami pacaran. Padahal itu salah besar. Dika baik dan perhatian denganku hanya sebatas sahabat dan aku pun begitu. “Rin, pulang nanti aku tunggu di tempat biasa ya!” kata Dika kepadaku setelah bus sudah sampai di kampus. “Oke, Ka.” jawabku singkat dengan anggukan kepala. Sesampainya di depan pintu ruang kuliah, Dika langsung masuk dan aku masih tetap di depan karena dari kejauhan kulihat sahabatku Mimi melambaikan tangan. “Ehem…ehem… Tetap kompak ya dengan sahabat spesial, hehe….” cerocos Mimi sambil mengedipkan sebelah matanya. Pasti tadi dia melihat aku dengan Dika, “Eh… Apaan sih maksudnya, Mi?” tanyaku pura-pura tidak mengerti. “Sudah ah, tidak penting. Ayo kita segera masuk!” jawab Mimi yang langsung menyeret tanganku. Aku baru saja keluar dari ruang kuliah. Kulihat jam di handphone pukul 3 sore. Hari ini memang ada mata kuliah umum sampai sore. “Dika nunggu di mana, Rin?” tanya Sari. “Di musholla, kita langsung kesana saja sekalian shalat ashar, Sari!” jawabku. Aku dan Dika beda hari untuk mata kuliah umum. Namun, dia tetap mau menunggu diriku untuk pulang bersama. Dika memang sahabat yang baik. Drrt… Handphone-ku bergetar, ada pesan masuk dari Dika. „Rin… udh shltnya? Aku tnggu di bwah ya…‟ Langsung kuketik kalimat balasan. „Udh kok Ka, Tnggu ya…‟ Aku melambaikan tangan pada Sari dari jendela bus. Sari tidak pulang bersama karena memang tempat tinggalnya tidak satu arah dengan aku dan Dika. Beberapa hari ini aku merasakan sesuatu hal yang cukup aneh. Perasaan yang selalu ingin dekat dengan Dika, selalu ingin SMS dan telpon dia. Bahkan aku ingin ia selalu menungguku pulang kuliah. Aku tidak mau kehilangan dia. Saat aku jelaskan ke Dika, ternyata dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku. Maka dari itu, kami menjadi makin dekat. Persahabatan kami sangat indah dan aku bahagia memiliki sahabat sebaik Dika. Tidak kalah baiknya dengan Sari dan Mimi sahabatku.
  • 2. Setiap hari banyak cerita yang kami bicarakan, mulai dari mata kuliah sampai hal pribadi. Dika pernah menceritakan kalau saat ini dia punya pacar tapi mereka berjauhan. Pacarnya tinggal di kota lain. Aku khawatir suatu saat pacarnya Dika tahu kalau kami sangat dekat walau dekatnya kami hanya sebatas sahabat, Namun kekhawatiranku sirna saat Dika bilang kalau pacarnya tidak keberatan jika dirinya dekat denganku. “Dia tidak marah kok Rin, dia mengerti kalau kita hanya sahabat saja.” ujar Dika serius. “Syukur kalau begitu,” balasku dengan tersenyum. “Kamu juga harus cari pacar dong Tarin! Biar kapan-kapan kita bisa saling mengenalkan pasangan masing-masing.” kata Dika sambil mengacak rambutku. “Aku tidak mau punya pacar, kan sudah ada kamu, Ka.” candaku sambil membalas mengacak rambutnya juga dan aku langsung berlari menjauh. “Tunggu dong, Tarin…!” teriak Dika. *** „Aq mnyesal shbtn dgn kmu Rin, gak da trma ksh.‟ Pesan singkat dari Dika satu menit yang lalu sangat meresahkan hatiku. Aku tidak menyangka dia akan bilang begitu. Padahal penyebabnya sangat sepele, Dika marah saat dia ketemu diriku yang sedang jalan dengan teman laki-laki. Sebenarnya aku pergi ramai-ramai dengan teman- teman SMA dulu. Namun kebetulan saat Dika melihatku, aku lagi ngobrol berdua dan akhirnya Dika jadi salah paham. “Enak ya bisa jalan dengan cowok dan ganti ganti terus. Setelah aku dan cowok tadi siapa lagi yang akan jalan dengan kamu?” kata Dika dengan wajah dingin. “Kamu kenapa sih ngomong ngelantur begini, Ka? Jaga omongan kamu!” balasku dengan emosi. Dika langsung pergi begitu saja meninggalkanku yang kebingungan tanpa tahu harus berbuat apa. Aku kesal dan sedih dengan perkataan Dika beberapa jam yang lalu. Sampai saat ini percakapan kami di jalan tadi terngiang-ngiang di telingaku. Aku berpikir lebih baik kukirimkan SMS untuk meminta maaf pada Dika karena aku tidak mau persahabatan kami hancur gara-gara hal yang kurang jelas seperti ini. Namun aku sangat tak menyangka Dika akan membalas SMS-ku seperti tadi. Sudah dua minggu aku dan Dika tidak bertegur sapa, dia marah sekali denganku. Aku bingung dan menuruti saja keinginannya untuk tidak saling teguran. Teman-teman yang lain terheran-heran melihatku dan Dika seperti ini, Seusai kuliah, aku, Nata dan Mimi langsung menuju ke kantin dan memesan minuman. Cuaca siang ini sangat terik sehingga membuat kami kehausan.. Di kantin, kami bertemu dengan Sari dan mengajaknya untuk duduk di satu tempat. Aku tercengang karena dengan tiba-tiba Dika telah duduk di sampingku. “Rin, aku minta maaf ya atas kejadian kemarin-kemarin. Kita baikan dan sahabatan lagi ya. Kamu mau kan?” kata Dika lembut sambil menatapku. Sungguh aku tidak percaya degan sikap Dika yang tiba-tiba jadi begini. Dika yang kemarin begitu emosian dan marah eh malah sekarang minta maaf duluan. “Iya Dika. Aku juga minta maaf ya.” balasku yang masih bingung, Namun aku bahagia. “Cie…cie… Sudah baikan nih. Ayo traktir kami dong, Ka!” ujar Nata seraya mengerlingkan
  • 3. mata dan dibalas Dika dengan wajah cemberut. “Hahaha…” aku, Sari dan Mimi tertawa. Ujian semester sudah selesai. Aku dan teman-teman satu organisasi mengadakan liburan ke luar kota. Kami sangat menikmati liburan kali ini, apalagi Mimi dan Sari juga ikut, jadi tambah seru bisa pergi bersama sahabat dekatku. Satu minggu lamanya kami berada disana. Bukan hanya liburan namun kami juga mendapat banyak pengetahuan dan ilmu baru. Selain itu kami juga bisa lebih mengenal dan lebih dekat dengan teman-teman yang lain juga kakak tingkat yang sebelumnya dikenal cuek dan mau marah-marah saja ternyata mereka sangat baik dan bersahabat. Satu kenangan yang membuat diriku bertambah bahagia adalah saat liburan, aku menjadi dekat dengan seorang cowok yang selama ini belum terlalu mengenalnya. Kami hanya bertemu jika ada rapat atau acara di organisasi saja. Namun entah kenapa liburan ini menjadikan kami begitu dekat dan akhirnya saat pulang dari liburan dia menyatakan cinta. Aku terima saja karena memang aku juga menyukainya. Raka adalah cowok pertama yang berhasil mencuri hatiku dan sekaligus pacar pertamaku. Akhirnya dengan dialah aku berani untuk pacaran. Tiga sahabatku, Sari, Mimi dan Nata pun sudah setuju dengan hubungan kami Satu lagi sahabatku yang belum tahu kalau sekarang diriku sudah memiliki pacar. Dika, pasti dia akan terkejut karena aku belum cerita ke dia. Namun yang pasti dia juga akan turut bahagia karena dari dulu dia yang paling cerewet menyuruhku untuk mempunyai pacar. “Ka, kamu setuju kan?” tanyaku dengan wajah ceria setelah panjang lebar kuceritakan tentang bagaimana aku bisa jadian dengan Raka. “Terserah Rin.” jawab Dika singkat dan seperti tidak bersemangat. Padahal aku sudah semangat 45 menceritakan semuanya pada Dika. “Ya sudah. Tapi kok kenapa kamu seperti lagi tak semangat, Dika?” tanyaku lagi. “Tarin, aku pulang dulu ya. Sudah ada janji dengan temanku.” kata Dika tanpa menjawab pertanyaanku tadi. Dia langsung beranjak keluar. Aku jadi terheran-heran dengan sikap dia yang tak seperti biasanya. Dasar Dika suka aneh-aneh dan sering buat bingung. Dika berubah 180 derajat. Tiba-tiba dia memutuskan persahabatannya denganku. “Sekarang kamu sudah punya pacar Rin. Aku tidak mau nanti timbul salah paham kalau aku tetap dekat dan bersahabat denganmu. Kita jadi teman biasa saja ya mulai sekarang!” Aku teringat kata-kata Dika kemarin. Aku mengerti dengan alasannya tapi apakah persahabatan harus putus? Tanyaku heran di dalam hati. Ah… Masa bodoh deh. Jangan terlalu dipikirin, Dika memang selalu buat aku bingung. Lagian sahabatku bukan hanya dia. Sekarang aku sudah punya orang yang akan menggantikan untuk memberikan perhatian khusus ke aku, Raka. *** Matahari sudah menyelinap dibalik awan. Mungkin sudah kelelahan menyinari seluruh bumi. Oleh karena itu, cuaca siang ini tidak panas seperti biasanya. Sepertinya sebentar lagi matahari akan benar-benar menghilang dan digantikan awan hitam yang sudah siap untuk menurunkan hujan ke bumi. “Tarin, pulang yuk! Sepertinya mau hujan deras.” kata Raka yang tiba-tiba sudah ada di depanku
  • 4. dengan senyumannya yang paling kusukai. “Mimi, Sari, aku duluan ya!” kataku pamit pada kedua sahabatku yang sedari tadi menemaniku menunggu Raka di depan ruangan kuliah. “Tarin, hati-hati pulang dengan Raka ya, nanti diculiknya loh. Hahaha…” seru Sari bercanda “Jaga Tarin baik-baik ya Raka, awas kalau sampai sahabat kami kenapa-kenapa!” sambung Mimi dengan kerlingan mata jenaka. “Iya iya! Tenang saja kalian semua. Aku siap menjaga putri Tarin.” balas Raka sambil memandangku.Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka. Kami langsung menuju terminal kampus. Raka memegang tanganku setelah kami berada di dalam bus untuk pulang. Raka terus memandangiku. “Kenapa?” tanyaku heran “Aku sayang kamu, Tarin.” jawab Raka serius sambil tersenyum. Aku amat menyukai senyuman Raka. Manis dan membuatku terus mengingatnya. Mungkin senyuman Rakalah yang membuat diriku bisa menerimanya untuk jadi pacarku. “Aku juga Raka.” kataku menanggapi pernyataan Raka sambil membalas senyumannya. Satu bulan kemudian, hubunganku dengan Raka berakhir. Mungkin sudah takdirnya kalau kisahku dengan Raka akan berakhir sesingkat ini sama halnya dengan kedekatanku pada Dika dulu. Raka mengakhiri hubungan kami dengan alasan kalau sikap aku ke dia seperti tidak mencintai dan menyayangi dia. Aku bingung, hal yang sangat aneh untuk dijadikan sebagai alasan. Tapi aku hanya pasrah. Pasti ini jalan terbaik yang diberikan Allah untukku. “Sabar ya, Rin! Walau kamu sudah kehilangan Raka, kan masih ada kami bertiga. yang akan selalu ada untuk kamu Tarin.” hibur Mimi yang diiyakan Sari dan Nata saat aku curhat dengan mereka. “Terima kasih sahabatku.” balasku ke mereka dan kami berempat saling berpelukan. Kupandangi langit malam ini. Bulan tidak terlihat namun bintang begitu banyak bertebaran di atas langit malam yang agak gelap. Bintang-bintang membuat langit sedikit terang dan menjadikannya sangat indah, seolah menari-nari dan tersenyum kepadaku. Mulai besok aku akan menjalani hari-hari kuliahku sama seperti pertama kali diriku masuk kuliah. Tanpa seorang sahabat seperti Dika dan tanpa seorang pacar seperti Raka. Biarlah mereka berdua jauh dari hidupku dan hanya menjadi kenangan indah yang sempat mewarnai hariku. Besok dan hari-hari selanjutnya akan kujalani hidupku bersama ketiga sahabatku yang benar- benar setia, baik dalam suka maupun duka. Aku harus tegar dan harus percaya bahwa kenyataan ini merupakan anugerah buatku. Suatu saat cinta sejati itu pasti akan datang, namun belum untuk saat ini. “Aku berjumpa dengan Dika dan sekarang aku sudah tidak dekat lagi dengannya. Satu bulan yang lalu Raka hadir di hidupku dan hatiku. Akan tetapi kemarin dia sudah berlalu meninggalkanku. Cukuplah aku kehilangan mereka berdua ya Allah… Namun jangan kau pisahkan aku dari sahabatku, Sari, Mimi dan Nata. Aamiin…” doaku dalam hati. Kenyataan yang sebenarnya tidak kita harapkan sangatlah pahit rasanya. Namun bagaimanapun kenyataan pahit tersebut harus kita hadapi, karena di penghujung akhir kenyataan itu akan ada anugerah terindah buat kita yang mau bersabar… ^_^
  • 5. Cinta Seorang Nina “Hebat! Berani sekali kamu membantah omongan Pak Haris tadi, Nina!” decak Riri kagum pada Nina yang sedang asyik makan bakso di hadapannya. “Harus dong, Ri. Kita-kita kan tidak salah ya jadi harus berani. Memangnya guru harus selalu benar? Tidak kan?” balas Nina sambil mengunyah dengan lahap. Sesaat mata Nina tertuju pada sosok cowok tinggi yang sedang bermain basket di lapangan dekat kantin. Putra, cowok yang dikagumi dan dicintai Nina tanpa Nina tahu kenapa dia bisa jatuh cinta dengan cowok hitam manis itu. Dulu hubungannya dengan Putra bisa dikatakan amat akrab karena mereka sahabat sejak masih SMP dan sama-sama ikut ekstrakurikuler basket. Namun karena ada sesuatu hal yang membuat Putra kecewa dan marah, sampai sekarang Putra selalu menghindari Nina. Sebenarnya Nina sangat terluka, tapi apa boleh buat semua itu memang salah dirinya. “Eh Nin, kenapa bengong begitu? Entar kesambet jin baru tahu rasa, haha..” canda Riri yang membuyarkan lamunan Nina. “Tidak apa-apa kok,” cengir Nina yang kemudian menyeruput jus jeruknya. Riri adalah sahabat Nina sekaligus teman sebangku sejak masuk SMA dan sekarang mereka sudah kelas XII yang berarti lebih kurang sudah tiga tahun Nina dan Riri bersahabat. Akhir-akhir ini Riri terlihat akrab dan dekat dengan Putra, membuat Nina merasakan sedikit kecemburuan. Tapi, Nina mengikhlaskan kedekatan mereka karena Riri adalah sahabatnya. Sudah enam hari Nina tidak masuk sekolah dikarenakan dirinya harus beristirahat di rumah sesuai anjuran dokter. Saat Nina kelas 2 SMA, dia sempat mengalami pingsan ketika bermain basket, setelah dibawa ke rumah sakit oleh mamanya, baru diketahui ternyata telah tumbuh tumor di otak Nina. Tumor itu belum bisa diangkat sampai sekarang karena belum ada dokter dan rumah sakit mana pun yang sanggup. Selama lebih kurang satu tahun Nina harus menjalani hidup dengan tumor di otaknya dan tak jarang Nina merasakan sakit yang teramat di kepalanya dan sesekali pingsan. Mama Nina bolak-balik dengan perasaan cemas di depan kamar Nina. Saat ini dokter sedang memeriksa Nina yang terbaring lemah di kamarnya setelah jatuh pingsan dua jam yang lalu. “Dok, bagaimana kondisi Nina sekarang? Nina masih bisa diselamatkan?” tanya mama Nina hampir menangis setelah dokter keluar dari kamar Nina. “Tumor di otak Nina sudah membesar. Saya sudah menghubungi salah satu rumah sakit di luar negeri dan tinggal menunggu jawabannya. Setelah itu kita siap untuk membawa Nina ke sana dan melakukan operasi pengangkatan tumor. Saat ini yang terpenting, Ibu harus tetap menjaga dan mengawasi kesehatan Nina. Jangan sampai Nina banyak pikiran karena dapat menyebabkan otaknya tertekan sehingga tumor akan semakin mengganas!” jelas dokter. Sepulangnya dokter, mama Nina langsung menuju ke kamar dan membelai anak semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang. “Ma, besok Nina sekolah ya. Nina ada ulangan matematika,”
  • 6. “Iya sayang, besok mama akan antar kamu ke sekolah asalkan kamu janji sepulang sekolah harus segera pulang ke rumah dan jangan main basket lagi!” Nina mengangguk dan tersenyum. Mamanya mencium kening Nina dan menyuruh Nina untuk segera tidur. Dengan senyuman manis, Nina menyapa mamanya yang lagi menyusun piring di meja makan. “Selamat pagi mamaku sayang,” “Pagi juga cantik,” balas mama sambil mencium kedua pipi Nina yang panas. Perasaan seorang ibu memang sangat peka dan ini dirasakan mama Nina saat mencium dan memeluk Nina barusan. Rasa khawatir terhadap seorang anak yang sudah dibesarkannya dengan kesendiriran karena papa Nina sudah meninggalkan mereka menghadap sang Ilahi saat Nina masih duduk di Sekolah Dasar. “Sayang, apa kamu yakin untuk sekolah hari ini?” tanya mama sembari menuangkan air putih ke dalam gelas. “Iya mama, Nina sudah merasa baikan. Lima hari di rumah saja cukup membuat jenuh, Ma.” jawab Nina serius meyakinkan mamanya. Sesampainya di sekolah Nina mencari Riri, tak ditemukannya Riri di dalam kelas. Tak mungkin jam segini Riri belum datang, biasanya Riri datang lebih cepat dari dirinya. Tiba-tiba Nina teringat taman belakang sekolah, Riri dan Nina sering duduk-duduk di sana sambil belajar atau hanya sekedar mengobrol. Nina pun mengayunkan kakinya menuju taman belakang. Namun, saat telah ditemukannya Riri. Diurungkannya niat untuk menghampiri Riri karena Riri sedang duduk berdua bersama Putra. Mereka sedang mengobrol dan saling berpandangan, Putra memegang jemari Riri dan mengecupnya. Melihat itu, Nina merasakan cemburu dan tanpa sadar matanya mengeluarkan air bening. Tetapi dengan cepat perasaan itu dia buang jauh-jauh dan berusaha untuk tenang. Nina kembali ke dalam kelas dengan langkah yang cepat setengah berlari. “Nin, kamu sakit apa? Lima hari kamu tak sekolah dan kata guru kita kami tidak perlu menjenguk kamu, padahal aku ingin sekali ke rumah dan melihat kamu,” kata Nina yang sudah kembali ke kelas. “Aku cuma demam, Ri. Tak perlu dijenguk kok. Sakitnya kan tidak parah, hehee…” Nina menjawab dengan nada riang. Nina memang merahasiakan penyakitnya kepada siapa pun. Hanya wali kelasnya yang diberitahu mama Nina mengenai penyakit Nina. “Tapi aku merasa aneh, kok bisa kamu tidak masuk sekolah beberapa hari hampir tiap bulan loh, Nin?” tanya Riri lagi dengan penasaran. “Riri yang cantik, beneran deh aku tidak apa-apa. Percaya padaku ya!” mohon Nina sambil mengembungkan pipinya bercanda. “Iya, iya. Percaya deh. Oh ya, aku ada kejutan buat kamu. Aku jadian dengan Putra teman SMP kamu dulu itu Nin, tadi dia menyatakan cinta di taman belakang!” jelas Riri yang matanya memancarkan kebahagiaan. “Waw, selamat ya Riri! Aku ikut bahagia, kalian memang cocok. Putra cakep, pintar main basket lagi dan kamu cantik juga baik hati. Traktir aku ya,” canda Nina untuk menutupi rasa kagetnya. “Mudahlah itu, selesai ulangan nanti siang kita bertiga makan bakso kesukaanmu di kantin ya,” ujar Riri seraya mencuil hidung mancung Nina yang hanya bisa nyengir lucu.
  • 7. Nina tahu, Riri dan Putra memang telah dekat sejak Riri menjadi anggota cheerleader tim basket Putra. Nina juga anggota basket namun dia berhenti saat diketahui ada tumor di otaknya yang mengharuskan Nina untuk mengurangi kegiatan. Nina tak menyangka Putra dan Riri akan jadian. Tepatnya bukan tak menyangka tapi tak ingin. „Alangkah egoisnya diriku jika merasa cemburu dan tak ingin mereka bersatu, aku harus rela. Riri dan Putra sama-sama sahabatku. Jika mereka bahagia seharusnya aku pun bahagia,‟ batin Nina dalam hati. Nina dilanda kesepian, sahabat terdekatnya di sekolah, Riri, sudah tidak menemaninya seperti dulu. Tak lagi ke kantin, ke perpustakaan, pulang bareng dan sebagainya. Riri sekarang lebih banyak menghabiskan waktu bersama Putra. “Ri, temani aku beli komik ya hari ini!” pinta Nina sedikit ragu karena melihat Riri membereskan meja dengan cepat. “Maaf Nina, aku mau menemani Putra memesan kaos tim basket untuk anak kelas X sekarang. Lain kali saja aku temani. Aku duluan ya,” kata Riri menyunggingkan senyum dan buru-buru keluar kelas. Wajah Nina tertunduk. Riri seolah melupakannya dan lebih mementingkan Putra yang sudah jadi pacarnya. Dengan menghela nafas panjang Riri pun meninggalkan kelas yang masih cukup ramai. Nina memilih-milih komik yang berderet rapi di toko buku langganannya. Dia teringat biasanya Riri juga ikut memilihkan komik yang menarik untuk mereka beli. Nina menangis dan cepat- cepat memilih satu komik kemudian membayarnya. Nina mengusap airmatanya, menunggu mamanya yang akan menjemput di depan toko buku. Tiba-tiba Nina merasakan kepalanya berat dan sakit yang tak tertahankan, belum sempat berpegangan di tiang dekat tempatnya berdiri, Nina tak sadarkan diri. Mamanya yang baru tiba, berteriak histeris melihat putrinya tergeletak tak berdaya di depan toko buku. Riri dan Putra baru tiba di rumah Nina yang sangat ramai. Bukan acara pesta atau syukuran. Namun… “Nina… Bangun! Maafkan aku, aku tak tahu kamu punya tumor di otak, aku tak tahu kalau kamu menderita. Akhir-akhir ini aku seolah melupakanmu dan aku tak menemanimu ke toko buku kemarin. Aku sangat menyesal dengan sikapku, Nina. Aku terlambat! Sahabat seperti apa aku ini. Hiks… Hiks…” tangisan Riri memenuhi dan mengiringi suasana berkabung atas meninggalnya Nina. Mama Nina memeluk Riri yang histeris. Putra hanya terdiam, namun dia tak mampu menahan air yang terjatuh dari kedua pelupuk matanya. Setelah Riri agak tenang, mama Nina menyodorkan surat berwarna jingga kepada Putra. “Itu tante temukan di meja belajar Nina pagi tadi. Tante baca di amplopnya bertuliskan untuk Putra,” kata Mama Nina yang matanya sembab dengan wajah yang menyimpan berjuta kesedihan. “Terima kasih tante,” ujar Putra menerima surat tersebut dan membacanya. Dear Putra, Selamat ya karena kamu dan Riri sudah bersatu. Kalian memang serasi dan cocok sekali. Aku turut bahagia untuk kalian berdua. Kamu sudah menemukan orang yang tepat untuk kamu cintai,
  • 8. Putra. Aku menulis surat ini juga untuk memohon maaf sekali lagi atas kelancanganku setahun yang lalu. Kamu sangat marah saat aku menyatakan kalau aku menyayangimu lebih dari sayang seorang sahabat. Setelah itu kita tak lagi akrab dan bersahabat, bahkan kamu tak mau menegurku. Aku sangat menyesal Putra, menyesal atas sikapku dan perasaanku. Semoga sekarang kamu sudah memaafkan aku. Jaga Riri baik-baik ya, jangan kecewakan dia. Sekali lagi kukatakan aku bahagia melihat kalian bersama walau awalnya aku merasakan cemburu dan tak rela. Tapi, aku cukup sadar rasa cemburuku dan tak kerelaanku tidak ada gunanya. Apalagi tanpa kamu dan Riri ketahui, sebenarnya aku adalah gadis yang penyakitan. Ada tumor yang sudah satu tahun bersarang di otakku. Itulah sebabnya kenapa aku sering tidak masuk sekolah dan keluar dari tim basket. Maaf ya aku merahasiakan ini dari kalian. “Doakan aku dan ikut ke pemakamanku jika benar aku akan meninggalkan dunia ini ya Putra, aku ingin sekali saja kau memperhatikanku untuk yang terakhir kalinya. Terima kasih ^_^ Sahabatmu, Nina Putra melipat surat itu dan matanya semakin dibanjiri air bening. Riri yang melihat Putra menangis menjadi heran. Keheranannya terjawab tatkala dia selesai membaca surat yang dia ambil dari tangan Putra. Riri pun menangis lagi dalam pelukan Putra.
  • 9. Bermalam di Tengah Hutan Gunung Halimun Salak Selasa 25 desember 2012 malam sekitar jam 18. 30 bbwi saya sudah sampai di Sekolahalam Bintaro, di sana sudah banyak teman-teman yang lain dan ternyata ada Fasilitator dari Sekolah alam Karawang juga. Setelah dapat sedikit materi tentang Survival dilanjutkan dengan penimbangan beban yang kita bawa (maksimal 20% dari berat badan) dan pembagian tim kemudian kami istirahat tepat pukul 22.oo. Sebagian tidur di Library dan sebagian lagi di ruang Talenta, masih ada beberapa orang yang packing ulang termasuk saya sendiri karena beban yg dibawa masih terasa terlalu berat. Setelah dirasa cukup kamipun merebahkan diri berusaha memejamkan mata untuk menyimpan tenaga esok hari, lama kelamaan ruangan menjadi sunyi senyap pertanda sudah tidur semua. Pukul 02.00 dini hari alarm dari beberapa HP berdering bersahut-sahutan sontak membuat para pemakai ruang Library dan Talenta terbangun semua. Beberapa orang langsung mandi dan ada beberapa yang Tahajud bergantian, sebenarnya agak malas untuk mandi di pagi yang sedini itu tapi untuk cadangan yang kemungkinan besar tidak akan sempat mandi di area trekking besok. Sekitar jam 04.00 kendaraan yang akan membawa kami ke gunung salak sudah ada di area parker Sekolahalam Bintaro, rencana awal kendaraan yang di sewa untuk transportasi kami adalah truk TNI AL tapi karena suatu hal harus batal dan sebagai gantinya ada 4 angkot. Baru sampai POM bensin terdekat ada kejadian yg sangat tidak disukai para traveler yaitu “kebanan”, dan apesnya angin di POMpun lagi kosong jadi terpaksa menunggu angkot baru datang menggantikan angkot yg pertama tadi. Untuk menuju ke tempat angkot baru harus berjalan sekitar 200M beruntung saya pidah angkot yang awalnya dipakai sama timnya Bapak- bapak. Selama perjalanan dalam angkot kami isi dengan canda dan tidur, kira-kira 1 jam perjalanan kami sudah tiba di kaki bukit Cidahu… dan apa yg terjadi angkotnya tidak kuat nanjak dengan mengangkut kami, jadi terpaksa semua penumpang harus mendaki ke atas.. start trekking duluan, sebelum panitia meminta kami! Sesampainya di Bukit Cidahu, peserta trekking dari Sekolahalam Bekasi dan Sekolahalam Depok sudah ada di sana… mereka sudah selesai stratching dan sarapan, kami langsung diminta panitia untuk sarapan nasi uduk yg sdh tersedia di pinggir jalan. kamipun dengan segera mematuhi perintah tersebut, tanpa pikir panjang lagi langsung melahapnya sampai bersih. Setelah selesai sarapan kami segera bergabung dengan barisan yang di bentuk para fasil SADE dan SASI sambil mencari nama-nama yang sudah didaulat menjadi sebuah tim. Tim kami kebagian angka ke lima yang terdiri dari Bu Nita (SASI) beliau direkrut sebagai ketua tim karena baris paling depan, Bu Lina (SASI), Bu Erin (SABIN), Bu Riri (SABIN), Bu Tati (SABIN), dan saya sendiri Bu Rus (SABIN). Dengan membawa bekal 5 buah singkong dan 6 buah lontong yang kecil ukurannya, kami dinyatakan SIAP untuk melakukan trekking survival for teacher dengan jarak 100Km. TREKKING DIMULAI .Kelompok pertama yang maju adalah dari tim dengan PAK Pak Cahya sang maestro outbond, heheh bisa dibayangkan anak buahnya pasti terbirit-birit mengejar beliau dilanjutkan kelompok dua dan tiga yang PAK nya saya tidak kenal kemudian kelompok 4 dengan PAK pak Asmuni (Kepsek TK SABIN) yang sangat baik hati, care sama anggotanya bahkan saking care nya nyasarin kelompoknya dan kelompok kami cukup jauh dan dua kali nyasar, sekali lagi mungkin bolehlah dapat gelas plastic, heheh…
  • 10. Baru 15 menit perjalanan sudah banyak terlihat yang mulai kelelahan, trek areanya cukup terjal dan curam. Bahkan adm SABIN (Bu Fitri) hampir saja memutuskan untuk menghentikan pendakian cukup sampai disini saja, tapi beliau mengurungkan niatnya karena kemungkinan gengsi setelah melihat salah satu peserta dengan riwayat kesehetan yang buruk (anemia dan apa gitu lupa deh) tetap bertahan meskipun sering berhenti untuk beristirahat dan beberapa kali penyakit beliau kumat. Setiap melewati sign HM kami meneriakkan angka yang tertulis di permukaannya untuk memberikan semangat untuk diri dan teman yang mulai kelelahan, beberapa kali kami menghentikan perjalanan untuk beristirahat namun tidak bisa lama-lama karena PAK kami Pak Sholahuddin menghalau kami untuk segera melanjutkan perjalanan dengan penjelasan nanti kalau kelamaan istirahatnya kami tidak kuat melanjutkan perjalanan karena seperti mulai dari awal lagi. Kamipun mengamini penjelasannya namun kaki ini rasanya masih ingin istirahat, tapi tetap dipaksa melangkah melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah setengah perjalanan sudah kami lalui dan istirahat di Pos Bajuri di HM ke… Di pos tersebut kami mencari tempat untuk istirahat, karena cuaca lagi hujan seluruh medan becek dan ga ada ojek (heheh). Kamipun duduk di atas trashbag yang berisi sampah yang kami pungut selama perjalanan tadi sambil makan dan minum bekal kami yang hanya seadanya saja. Perjalanan selanjutnya dimulai lagi ke arah kawah Ratu, selama perjalanan kami menjumpai banyak pohon harendong dan murbey. Kami mengambil beberapa batang untuk dijadikan barang bukti kalau kami menjumpai tanaman-tanaman tersebut kepada panitia. Dan tidak lupa kami juga mencicipi tanaman tersebut untuk mengetahui rasa dan mengobservasi apakah tanaman tersebut bisa dikonsumsi secara langsung atau bahkan mengandung racun dan tentu saja dengan ketentuan yang sudah pernah di paparkan beberapa kali waktu evaluasi outbond. Di HM 70-an kami nyasar rame-rame ada sekitar 5 grup yang salah arah sebenarnya bisa langsung putar balik ke arah semula namun ada salah satu anggota kelompok 6 yang sedang sakit dan butuh bantuan (habis operasi kecil dan belum makan). Ketua kami Ibu nita dengan luwes memapah, mengurut dan menungguinya dan kamipun ikut menanti kurang lebih 5 jam dan alhasil 5 kelompok yang terakhir ke camping area tiba di sana sudah gelap. Kamipun segera mendirikan bivak dengan menggunakan 3 ponco dan sebagai alasnya 5 matras. Setelah rapi bivaknya, kami menunaikan sholat jamak takhir qashar berjamaah dilanjutkan dengan membaca Alma‟tsurat. Dan tibalah waktunya untuk memasak satu-satunya bahan makanan yang diberikan panitia yaitu 5 buah singkong tanpa tambahan yang lain, kebetulan di jaket Bu Erin ada sisa Chacha selama trekking hari ini setelah membagi Chacha menjadi dua bagian sama banyak 5-5 berarti sisa Chachanya Cuma 10 butir kawan. Lalu Bu Erin menaburnya ke masing-masing panci singkong rebus tersebut, agak sedikit ada perubahan warna di singkong itu. Sebelumnya saya mengusulkan untuk memakan singkong dengan di cocol ke sambal atau gula yang saya bawa tapi dengan kompak teman-teman yang lain bilang, “Jangan…!!! Nanti kita disuruh banding lho… !!!” Ya sudah saya urungkan niat untuk membuka sambal dan gulanya dan menyimpannya kembali. Sambil menikmati singkong rebus kami becanda dan bercerita kesana kemari, tentang perjalanan trekking tadi atau aktivitas di tempat mengajar masing-masing. Dari percakapan tersebut kami menjadi lebih mengenal satu sama lain dan terlihat semakin akrab. Jam 19. 00 kami memutuskan untuk tidur berhubung udara lumayan dingin dan sangat gelap, kami seperti sepakat dalam hati
  • 11. untuk tidak ada piket jaga malam. Saya terjaga malam itu, sepertinya saya sudah tidur cukup lama karena tidak bisa tidur lagi muncul beberapa pikiran yang aneh. Jadi teringat pesawat Sukhoi yang jatuh di gunung tersebut, angkernya gunung Salak, Tim SAR yang bertemu perempuan jadi-jadian di sini dan beberapa pikiran aneh lainnya dari internet beberapa waktu yang lalu saya browsing untuk mengetahui informasi tentang Gunung Halimun Salak. Saya berpikir berkali-kali untuk membangunkan Bu tati namun saya urungkan niat tersebut khawatir mengganggu istirahatnya, tapi apa daya pikiran-pikiran aneh itu akhirnya mengalahkan rasa empatiku dan akhirnya saya membangunkan Bu Tati. “Bu tati… Bu Tati… Bu…!!” Panggilku dengan perlahan sambil menggoyangkan tangannya. “Hmmmh… ada apa bu Rus?” tanyanya “Sekarang jam berapa Bu?” Aku balas Tanya “11 Bu…!”jawabnya Aku diam saja tanpa komentar,berusaha memejamkan mata tapi tetap tidak bisa tidur lagi “Kenapa baru jam 11…?” Batinku. Tidurku jadi gelisah mau merubah posisi miring badan ke kiri tidak berani karena sebelah kiriku itu pohon dan tidak ada penghalangnya langsung ke hutan belantara. Mungkin Bu erin terganggu dengan gerakanku dia mengelus-elus pundakku sambil bilang,” tidur lagi Bu… !” Beberapa saat kemudian saya membangunkan Bu Tati lagi, dan menanyakan pertanyaan yang sama dari jawabannya saya tahu bahwa saat ini baru pukul 01. 30. Haduuuuhhhh… kenapa ga pagi pagi ya? Gerutu hatiku. Kali ketiga saya membangunkan Bu tati lagi, dan heheh… sebelum saya berkata dia sudah bilang…”jam 02. 00 bu…!!!” Kataku, “Anterin saya pipis donk Bu…!!!” “Saya bangunin Bu Riri dulu ya…!!” Jawabnya. “Tidak usah Bu, Cuma di depan tenda saja kok… Bu Tati cukup nongolin kepala di luar saja ya…” sahutku. “Baiklah…” Kata Bu tati. Setelah selesai kemudian kembali lagi ke dalam bivak, mencoba tidur lagi. Masih agak lama terjaganya tapi lama-kelamaan tertidur juga dan bangun bangun bangun sudah jam 05.00, setelah sholat shubuh saya memanasi singkong semalam dan yang lain membongkar bivak. Kemudian sarapan singkong lagi dan membereskan perlengkapan, sempat juga kami mengunjungi bivak tetangga sebelah sambil menceritakan apa yang kami alami semalam. Ceritanya lucu-lucu dan sebagian besar mereka juga terjaga saat malam tadi dan menyangka kalau sudah pagi, ada pula yang membangunkan temannya yang lain untuk di ajak sholat shubuh padahal baru jam 23.00. Pukul 06.00 semua perlengkapan sudah rapi, kecuali matras sengaja belum digulung untuk duduk-duduk sebelum ada instruksi dari paitia untuk berkumpul melanjutkan perjalanan. Setelah
  • 12. melakukan sedikit Stretching untuk menghangatkan badan kamipun tidur lagi, 1 jam kemudian ada panitia yang datang untuk menginformasikan kami harus mengambil ransel dan melanjutkan perjalanan. Ada sedikit trouble, tas salah satu PAK hilang mungkin lebih tepatnya lupa meletakkannya. Kami diminta untuk membongkar tas masing-masing, karena ada salah satu panitia yang memasukkan tas kecil tersebut ke dalam ransel entah yang mana dia juga lupa. Setelah beberapa lama dan tas tersebut belum juga ditemukan ada salah seorang yang menyarankan untuk membongkar ransel yang kehilangan tas kecil tersebut dan Alhamdulillah… ada di dalam ransel tersebut, peserta yang lainpun ikut lega. Perjalanan akan dilanjutkan kembali, untuk tim akhwat kami dibekali pucuk daun-daunan, batang tanaman dan akar-akaran sebagai menu sarapan kami pagi ini. Sedangkan tim ikhwan harus menenggak seekor cacing hidup, hiiii… ga bisa ngebayanginnya. Selama perjalanan pulang ini hujan mengiringi setiap langkah kami, jalannya jadi becek dan semakin licin, genangan air dimana-mana kami seperti menyusuri sungai saja. Sepatu penuh lumpur dan air tidak kami hiraukan sama sekali, yang penting maju terus pantang mundur cepat pulang ke rumah. Ibarat olahraga satu tahun di rapel dalam satu kegiatan trekking 2 hari ini, capek, laper, dan ngantuk tapi tetap happy lho… Sekali lagi nyasar… tapi ini bukan kesalahan dari PAK, missed communication dengan mendadak rute trekking dipangkas lebih pendek. Tapi kami tetap melalui rute yang semula, Alhamdulillah jarak yang cukup panjang dan curam serta licin, beberapa dari kami ada yg terjatuh berkali-kali mungkin karena kelehan dan agak riweh harus memakai jas hujan selama perjalanan. Setelah melewati jalanan yang licin, menanjak, dan menurun, menyeberangi sungai dan lembah akhirnya kami sampai juga di pos terakhir, di tempat tersebut sudah ada 4 regu yang datang lebih dulu. Istirahat sejenak sambil meluruskan kaki dan meletakkan ransel sebelum peluit panitia berbunyi yang mengisyaratkan kami harus berbaris di lapangan dekat kami berada saat ini. Dengan sigap kami membuat barisan dengan kelompok dan siap mengikuti closing ceremony, beberapa menit kemudian di season pengumuman-pengumuman konsultan outbond mengingatkan kami tentang aturan main trekking survival kali ini, bagi yang melanggarnya akan dikenakan konsekuensi yaitu Bending bagi akhwat dan Push up untuk ikhwan. Ternyata sebagian besar dari kami melakukan pelanggaran meskipun kecil, contohnya saja kelompok saya Cuma memasukkan beberapa butir cha-cha ada juga yang sengaja membawa keju dari rumah karena sudah di informasikan dari awal bahwa ransum yang akan kita dapat dari panitia hanya singkong saja. Dari kelompok ikhwan lebih ajib lagi, mereka membawa indomie, kopi, teh, susu, dan energen heheh tapi hukumannya juga tidak kalah ajibnya. Setelah sesi hokum-menghukum dan urut-mengurut selesai dilanjutkan dengan pembagian slayer dan sertifikat secara simbolis tiba saatnya perbaikan gizi dengan menu sate dan sop kambing. Siap-siap pulang… kami menuju angkot yang kemarin mengantarkan ke Gunung Salak, diperjalanan kami hanya diam saja sunyi karena tertidur pulas, angkot yang saya tumpangi sempat nyasar namun segera kembali ke jalan yang benar… Aamiin. Tak terasa angkot sudah membawa kami ke parkiran Sekolahalam Bintaro, masing-masing mengambil motor dititipkan saat berangkat dan ada juga yang menunggu jemputan dari keluarga. Alhamdulillah semoga kita bisa mengambil ibroh dari perjalan ini, bagi saya sendiri banyak sekali manfaat yang saya peroleh.
  • 13. Kesedihanku Aku duduk dibangku kelas. Diam membisu seperti biasa. Menatap satu persatu teman yang sedang asyik ngobrol dengan tatapan semu. Biasanya aku, Andika, Ifan, dan Rafli akan bercerita tentang hal-hal yang lucu, romantis, ataupun horor. Tapi aku memilih diam. Menjadi pendengar yang baik untuk saat ini. “Kamu ini kenapa sih Rizky?” tanya Andika yang duduk dibangku depanku bersama Ifan. Suaranya memecah suasana yang dari tadi ramai dan seakan tak peduli padaku. “Mungkin galau karena si Uzzy itu? Iya kan?” celetuk Rafli yang duduk disampingku. Mereka tertawa. Tertawa bahagia tentunya. Bahagia sedangkan hatiku berduka. Kebiasaan kami berempat: menghibur salah satu teman yang sedang bersedih. Contohnya ya seperti ini. “Kalian ini! Aku nggak mau digoda!” ucapku sambil berusaha memalingkan muka. “Siapa juga yang mau goda kamu? Nggak usah mikirin orang itu lagi deh!” saran Rafli. “NGGAK BISA!” balasku sambil terisak. Andika bernyanyi, dan diikuti oleh yang lainnya. Jelas sekali, mereka berusaha menghiburku. Meski dirimu bukan milikku, Namun hatiku tetap untukmu Berjuta pilihan disisiku, Takkan bisa menggantikanmu Walau badai menerpa, Cintaku takkan ku lepas Berikan kesempatan, Untuk membuktikan Ku mampu jadi yang terbaik, dan masih jadi yang terbaik… Ku akan menanti, Meski harus penantian panjang Ku akan tetap setia menunggumu, Ku tahu kau hanya untukku Biarlah waktuku habis oleh penantian ini Hingga kau percaya betapa besar, Cintaku padamu Ku tetap menanti.. Tak terasa, air mataku mengalir deras. Sederas air terjun. Mereka menatapku iba. “Aku ingin melupakan dia..” ujarku. “Aku nggak mau kepikiran terus.” Kataku yang masih terisak. “First Love itu mustahil untuk dilupakan.” Kata Rafli. Selalu saja itu yang terucap dari bibir mereka! Aku benci! Sampai aku bosan mendengarnya. “Satu-satunya jalan yang bisa kamu lakukan adalah, mencari orang yang bisa buat kamu jatuh cinta!” jelas Rafli. Nggak! Aku nggak akan lakukan hal konyol itu! Biarlah ini sakit! Toh yang sakit aku kan? Bukan dia, kamu, kita, mereka, ataupun Obama sekalipun kan? .Istirahat tiba. Ku habiskan waktuku hanya dikelas. Ditemani bayangan dingin kehampaan tubuhku. Wajahku basah karena air mata yang mengalir. Gara-gara masalah ini, aku jadi cewek cengeng! Ahh, bukan sifatku! Geram lama-lama. Sylvi, sahabatku datang dan duduk disampingku. “Jangan sedih ya.” Ucapnya. “Sylvi, aku bukan Destroyer..” isakku. Aku memukul tanganku pada meja. “ARGGHHH!” teriakku sekeras mungkin. Kesal, marah, dan kecewa tentunya. “Ya Rizky, aku tahu itu. Sabar ya sayang, bukankah itu resiko seorang Problem Solver? Yang penting kamu sabar dan tabah. Tiba saatnya, semua ini akan kembali seperti biasa dan dia pasti tahu kok.” Jawab Sylvi. Aku menyandarkan kepalaku dibahunya, pertanda ucapan terima
  • 14. kasihku padanya. “Tetap semangat ya. Jangan sedih terus dong. Jangan kau buat seperti itu dirimu. Nanti kau bisa tertekan, bahkan kau bisa Stress.” Esoknya seperti biasa: duduk termenung dibangku! Meratapi betapa pedihnya kehidupan ini. Dulu di SD, aku terkenal sebagai Problem Solver-nya anak Zainuddin. Sering dipuji, juga sering dibenci. Dan terkadang, sering dianggap remeh oleh sebagian orang. Padahal sebenarnya, Problem Solver bukanlah pekerjaan mudah. Nggak hanya menyelesaikan masalah, tapi juga harus menghadapi resiko-resiko. Resiko terbesarnya adalah DIBENCI! Jadi nggak usah heran kalau aku banyak yang dibenci. Pernah juga dibenci sama anak satu sekolah, karena aku menyelesaikan masalah kakak kelas yang sedang dibenci sama anak-anak, Pernah dicap sebagai pengatur, dicap sebagai DESTROYER, dan fitnahan lainnya. Itulah, yang menyebabkan banyak Problem Solver berhenti ditengah jalan. Jumlahnya aja nggak sampai 10 juta orang. Nggak sebanyak para Gamers. Termasuk aku sendiri akan berencana berhenti dari pekerjaan membantu orang ini. Karena aku udah capek disebut sebagai DESTROYER. Aku udah sering mengalami gangguan mental. Dan masalah Uzzy ini menjadi masalah terakhir yang aku selesaikan. Semakin lama aku malah jadi cewek yang begitu cengeng. Padahal akunya nggak pernah nangis karena hal yang nggak jelas kayak gini. Nggak jelas? Sebegitu mudahnya aku mengatakan kalau hal ini adalah hal yang nggak jelas. Penyakit lama para Problem Solver muncul: DEPRESI! Aku merasa aku jadi lebih berbeda dari biasanya. Pasif, diam, merenung. Nggak pernah keluar rumah. Nggak cerita-cerita lagi sama Andika, Rafli, atau Ifan. Nggak jadi problem solver lagi. Jarang makan. Nggak punya gairah. Bosenan. Dan begitu hal yang banyak memperngaruhiku. Sampai-sampai semua pada mengadu ke aku soal ini. “Kamu kok gitu seh?” “Kok jadi pemurung?” “Kenapa kamu nggak kayak yang dulu?” “Kamu jadi pasif gini sih?” “Kenapa kamu nangis terus sih?” “Kok cuek?” Dan begitu banyak pertanyaan yang terlontar dari mereka. Aku diam dan menanggapi dingin akan hal ini. Kesedihanku tak berujung. Terus menerus datang silih berganti. Air mataku juga tak henti- hentinya meluncur dari kelopak mataku. Aku Cuma bisa menuliskan kesedihan ini didalam sebuah cerpen. Karena tak mungkin ada seseorang yang mengerti. Jadi lebih baik aku menulisnya. Biarlah, ada orang yang mengatakan, “Seenaknya saja nulis-nulis atau nyeritain orang di cerpen! Kurang kerjaan? Atau emang nggak berani langsung ngomong sama orangnya?” Ya Allah. Kalau dibilang kurang kerjaan, it‟s okay aku terima. Tapi kalau dibilang nggak berani ngomong langsung? Itu bukan sifatku! Aku nggak licik. Percuma aja kalau aku ngejelasin masalahnya setinggi himalaya dan selebar jagad raya atau apapun itu nggak bakal dia ngerti. Dipendam saja! Itulah hal yang terbaik yang bisa aku lakukan saat ini. Mungkin itu nyakitin hati? Tapi hanya itu yang bisa aku lakukan. Maybe, Everything Gonna be Okay. Aku berjalan tepat didepan Uzzy yang sebenarnya aku pun tak menyadarinya. Aku membawa sebuah piring kaca yang akan ku bawa ke kantor. Tapi sebuah hal yang tak kusangka.. BRUKK!!!
  • 15. Uzzy menyenggol tubuh mungilku dengan kuat dan akhirnya aku jatuh terpeleset sekaligus piring kaca yang aku bawa mengenai lengan kiriku. Luka sobek yang lumayan lebar dan mengeluarkan banyak darah. Sylvi seketika datang dan menolongku untuk berdiri. “Astaghfirullah Rizky! Kau tak apa kan? Ayo segera aku antar ke ruang BK!” seru Sylvi. “Ada apa ini?” tanya Bu Dian, guru BK kelasku. “Tadi Rizky membawa piring dan disenggol oleh seseorang. Dan salah satu pecahan piring itu mengenai lengannya.” Jelas Sylvi. “Ya Allah, lebar sekali lukanya. Segera kita bawa ke puskesmas.” Perintah Bu Dian. Akhirnya, aku dibawa ke puskesmas. Pecahan piring itu dibersihkan oleh petugas kebersihan sekolah. Sementara Uzzy, hanya cuek dan menatapku tajam. Aku menatap luka jahitan yang dibalut perban putih. Sakit sih. Namun sakitnya nggak sesakit kesedihanku. Walau aku luka seperti apapun, cacat seperti apapun, tapi semua itu nggak sesakit rasa sedih yang aku alami belakangan ini. Aku nggak tahu modus apa yang dilakukan Uzzy. Mungkin balas dendam? Biarlah, itu resiko. Toh, dia nggak bakal nangisin aku kan? Saat disekolah, tak henti-hentinya Sylvi menanyakan keadaanku. “Eh Uzzy, kamu emang nggak punya hati dan nggak tahu diri ya?” kata Sylvi. “Kamu nggak tahu apa? Rizky itu bukan DESTROYER! Kamu nya aja yang salah faham! Eh, sekarang pakai modus nyelakain Rizky kayak gituan!” Bentak Sylvi. “So? Penting kah? Emang gue pikirin?” tanya Uzzy dengan sebegitunya -_- “Dasar! Kamu emang cowok yang..” “Cukup Sylvi! Cukup!” aku memotong perkataannya. “Aku terluka karena kecelakaan semata! Ini murni karena kecerobohanku sendiri. Nggak usah kamu hubung-hubungkan sama masalah DESTROYER! Sebaiknya kita pergi dari sini!” ucapku yang begitu muak. “Kamu ini apaan sih? Aku belain kamu buat nuntut dia ke BK kamu malah belain dia. Aku belain kamu biar Uzzy sadar kamu malah nggak mau. Kamu juga kalau biasanya lihat darah bakal ngeraung-raung nggak jelas kayak teroris yang ditangkap polisi. Kenapa kamu ini?” tanya Sylvi. “Kamu ngebantu aku tapi ya nggak kayak gini caranya. Dia malah makin salah faham. Udahlah, lupakan Uzzy. Aku muak.” Jawabku malas. Semalas malasnya dua tingkat dari malas.Pukul 12.00 dan artinya waktunya istirahat. Bedanya kali ini, aku ditemani Sylvi yang sedang apel dengan Rafli (pacaran maksudnya). Aku sedang membuka Facebook. Dan sangat tak kusangka, Uzzy sedang online, dia meng-update status. Ruzzy Septian Radityo Enak aja, nuduh aku kalau aku yang salah faham. Jelas-jelas dia salah. DESTROYER tetap DESTROYER *Evil Laugh Ya Allah, tahu nggak status ini buat siapa? Jelasnya buat aku! Tak mau kalah, aku juga mengupdate status. Balas-balasan maksudnya. Lilyana Rizky Syafira Ya Allah, sabarkan aku dan sadarkan dia :‟) Hari demi hari berlalu. Dan Uzzy juga makin membenciku. Entah kenapa, aku memikirkannya malam ini. Aku heran, mengapa dia membenciku? Sudahlah, tak perlu memikirkan dia lagi. Yang penting aku nggak membenci dia. Aku berbaring di kasur dan menatap langit-langit kamar.Terbesit kenangan tentang Uzzy. Dan nggak mungkin aku melupakan hal itu, nggak
  • 16. secepat membalikkan halaman buku. Aku menatap jendela. Hujan kali ini begitu deras disertai petir yang menyambar-nyambar. Begitu menyedihkan, sebegitu menyedihkannya sampai hatiku juga ikut merasakannya. Aku memutar lagu Greatest Day dari Take That, boyband asal Inggris. Aku mendalami lagu itu dan tertegun. Aku melihat luka yang masih dibalut perban itu. Aku masih teringat akan kejadian 2 hari yang lalu. Lagu berganti dengan lagu berikutnya. Vanilla Twilight dari Owl City, yang merupakan salah satu lagu favorite ku dan lagu favorite Uzzy. Lagu itu membuat aku makin membuat aku menggali kenangan tentang Uzzy. Membuat aku makin ingat dengannya. The stars lean down to kiss you, And I lie awake and miss you. Pour me a heavy dose of atmosphere. „Cause I‟ll doze off safe and soundly, But I‟ll miss your arms around me. I‟d send a postcard to you dear, „Cause I wish you were here. Mendengar lirik, “Cause I wish you were here” membuat aku menangis. Aku teringat, waktu itu aku dan Kevin, sahabatku sedang mempelajari lagu ini. Membawa lirik lagu sambil memutar lagu itu juga. Dan saat itu Uzzy datang, sambil menyanyikan lirik, “Cause I wish you were here” Aku baru bisa mendengar Uzzy menyanyi dengan suara yang membuatku berdesir seperti angin. Biasanya, aku hanya mendengarnya bergumam. Aku begitu terharu teringat kejadian itu. I‟ll watch the night turn light blue. But it‟s not the same without you, Because it takes two to whisper quietly, The silence isn‟t so bad, Till I look at my hands and feel sad, „Cause the spaces between my fingers Are right where yours fit perfectly. I‟ll find repose in new ways, Though I haven‟t slept in two days, „Cause cold nostalgia chills me to the bone. But drenched in Vanilla twilight, I‟ll sit on the front porch all night, Waist deep in thought because when I think of you. “I don‟t feel so alone” , itu bukan suara Adam Young, vokalis Owl City meskipun menyanyikan lirik yang sama. “I don‟t feel so alone.” Ulangnya. Perlahan aku menoleh ke sumber suara. Ternyata Uzzy berdiri di ambang pintu kamarku yang sedang terbuka. “I don‟t feel so alone.” Ulangnya sekali lagi sambil menatapku dengan tatapan penuh arti. “As many times as I blink I‟ll think of you… tonight.” “I‟ll think of you tonight.” Uzzy melanjutkan bait lagu itu. Yang merupakan puncak dari lagu itu dan yang paling aku suka. Sylvi berdiri dibalik punggung Uzzy.
  • 17. When violet eyes get brighter, And heavy wings grow lighter, I‟ll taste the sky and feel alive again. And I‟ll forget the world that I knew, But I swear I won‟t forget you, Oh if my voice could reach back through the past, I‟d whisper in your ear, Oh darling I wish you were here. “Uzzy?” tanyaku. Bagaimana bisa dia berada disini dan menatapku yang sedang menangis seperti ini? Semua ini salah hujan. “Ya, Aku disini..” katanya, dan perlahan memasuki kamarku. “Maafkan aku Rizky, aku hanya ingin kau berubah. Bukan maksudku ingin membencimu, tapi aku hanya ingin kau tidak mempunyai sifat alay dan sok itu.” Jawabnya. Seketika itu aku bermuram durja. “Jadi selama ini?” aku berusaha merangkai kata-kata, “Jadi selama ini itu tujuanmu? Merubah sifat itu nggak secepat membalikkan halaman buku. Merubah sifatku tapi juga bukan begini caranya!” tak terasa, butiran air mata jatuh dari kelopak mataku. Kecewa, itu pasti! “Aku minta maaf..” rintihnya sekali lagi “Cukup, sebaiknya aku yang minta maaf. Jadi hutangku lunas!” timpalku. “Jadi, kamu tak mau maafin aku?” tanyanya dengan muka kalut. “Kata siapa?” aku tersenyum dan segera menghapus air mataku. “Jangan ulangi lagi ya.” terangku padanya. Uzzy menatapku senyuman bahagia. Sylvi pun begitu. Aku berpelukan. Dengan mereka. Kesedihanku hari hari yang lalu, seketika terhapus dengan malam ini. Saat orang yang aku sayangi berada didekatku dan mengerti perasaanku. Uzzy, I LOVE YOU !!
  • 18. Sahabat Sejati Hai namaku Michael Alyesha. Aku masih duduk di bangku kelas tiga SD. Aku mempunyai seorang sahabat ia bernama: Chika jessi, namun aku seiring memanggilnya dengan sebutan chika. Hari-hariku selalu penuh dengan canda dan tawa bersamanya. Hari kamis pun tiba saatnya aku sekolah dengan giat. Michael pun segera bangun dari tempat tidurnya. “Umm.. pagi yang sangat cerah” kata Michael “Michael ayo bangun ini sudah jam 06.30, kamu bangun terlambat lagi?” ujar sang mamah “oke mah” ujar Michael dengan santai Michael pun segera membereskan tempat tidurnya dan segera mandi. Setelah itu Michael dihampiri oleh salah seorang sahabatnya yang bernama chika. “Michael cepat kamu sudah ditunggu chika didepan” ujar sang mamah dengan agak marah, karena Michael bangun terlambat lagi. Michael dan chika pun tiba sampai sekolah. Bell sekolah pun sudah berbunyi. kami berdua pun duduk, untuk mengikuti pelajaran. Tiba-tiba ada seoarang cewek yang masuk keruang kelas kami. “Oh iya anak-anak kita kedatangan tamu dari panitia lomba membuat cerpen. Anak-anak bu guru mau menyampaikan sebuah pengumuman” kata bu guru “iya bu…” seru murid-muridnya “ini ada lomba membuat cerpen tingkat kota yang diselenggarakan pada hari minggu 02 april 2013, tempatnya di SMP 2 JAKARTA jika ada yang mau ikut lomba ini, segera mendafatarkan diri ke kak nita itu panitia lomba membuat cerpen” kata buguru Michael sangat antusias untuk mengikuti lomba itu. “kak aku mau ikutan lomba membuat cerpen” ujar Michael dengan semangat “baik… nama adek siapa, kelas berapa dan umurnya berapa?” kata kak nita dengan suara yang sangat lembut “namaku Michael Alyesha, aku kelas tiga SD, umurku 9 tahun kak, oh iya kak berarti lombanya tinggal 2 hari lagi ya?” kata Michael “iya dek, lombanya tinggal 2 hari lagi” jawab kakak nita “apakah ada yang mau ikut lagi, selain Michael?” Tanya bu guru “Tidak ada bu…” seru para murid Bell pulang sekolah pun telah berbunyi. Saat di perjalanan mau pulang chika bertanya kepada Michael. “Michael kamu benar mau ikut lomba membuat cerpen?” Tanya chika “iya aku mau ikut lomba membuat cerpen, emang kenapa chik?” jawab chika “iya tidak papa sih… oke deh nanti waktu kamu lomba aku pasti bakal datang deh. Buat nyemangatin kamu hehe…” kata chika “makasih ya chika. Kamu memang sahabat aku yang paling oke deh” ujar Michael Keesokan harinya. aku dan chika main sore disebuah taman “chika aku udah buat cerpen nih… judulnya SAHABAT SELAMANYA, tapi bagus nggak ya
  • 19. chik?” tanya Michael dengan wajah pesimis “coba aku lihat ceritanya… tapi dari judulnya si udah bagus. kayaknya isinya juga bagus deh” kata chika Setelah chika membaca cerpen yang dibuat oleh Michael. “wahh… Michael kamu hebat, kamu bisa buat cerpen sebagus ini” ujar chika “makasih atas pujiannya chik. Tapi apa benar chik cerpen buatanku bagus?” tanya chika dengan wajah heran melihat chika yang senang saat membaca cerpennya “iya benar masa aku bohong sama kamu hehe…” ujar chika “hufftt… besok lomba membuat cerpennya lagi. Aku kok jadi takut gini ya chik” ujar Michael “nggak usah takut, kamu harus tetap semangat jangan putus asa oke… besokkan ada aku dan keluargamu datang kesana buat nyemangatin kamu… oke” ujar chika kepada Michael “oke deh… makasih ya chik, kamu udah nyemangatin aku” kata Michael “iya sama-sama Michael” kata chika Keesokan harinya, perlombaan pun hampir dimulai “heyy… Michael semangat ya!!! Semoga kamu menjadi juara oke” kata chika “oke chik… doa‟in aja biar aku jadi juara ya” kata Michael “eh tuh… lombanya udah mau dimulai kesana gih. Semangat ya Michael Alyesha !!!” ujar chika “ya udah aku kesana dulu ya mah, papah, chika” ujar Michael “Semangat!!!” seru mamah, papah Michael dan chika sahabatnya Dan perlombaan pun telah selesai. Saatnya para juri mengumumkan siapa pemenang dari perlombaan membuat cerpen. “Inilah saat-saat yang kita tunggu yaitu mengumumkan siapa pemenang dari perlombaan ini” kata juri “Dan pemenang juara pertama adalah… Michael Alyesha… cerpen yang berjudul SAHABAT SELAMANYA” ujar sang juri dengan suara yang seru “horee… aku menang” ujar Michael dengan semangat “Michael kamu hebat, selamat ya sahabatku…” ujar chika “makasih ya chika… makasih juga atas dukunganmu selama ini. Kamu emang sahabat aku yang paling setia hehehe…” kata michael “Iya sama-sama Michael. Oh iya walupun kamu sudah menjadi juara, kamu tidak boleh sombong ya hehe…” kata chika “pasti chik, aku akan selalu tetap menjadi Michael yang selalu ceria dan tidak pernah sombong hehe…” kata Michael kepada chika “oh iya buat mamah sama papahku, aku juga mau berterimakasih kepada kalian. tanpa adanya kalian disini aku tidak bisa sehebat ini. Terima kasih ya mah, pah ” ujar Michael kepada mamah papahnya
  • 20. Gadis Berjilbab Pilihan Gadis Berjilbab Pilihan Cantik nian akhlak gadis berjilbab, mengajar anak di gubuk yang tua Daerah gubuk tempat si miskin, baca dan tulis huruf Al-Qur‟an Berbagi kasih pada putra harapan… Diterik mentari si gadis cantik berbagi kasih Kerja tanpa pamrih dengan hati bersih Dan ikhlaas hati… Sepenggal lagu lawas dari grup musik qosidah Nasidaria, mengingatkanku pada sahabat karibku. Jilbab yang pernah diberikannya, masih aku simpan dengan baik, dan sering aku kenakan. Lama aku tak berjumpa dengannya. Aku rindu akan kebersamaan dengannya, canda tawa yang menghiasi kebersamaan kami, susah senang kami hadapi dengan hati yang lapang. Tapi, kini ia telah pergi jauh. Aku sangat merindukannya. ‟Obi, dimana persahabatan kita yang dulu?‟ tanyaku dalam hati. Aku beranjak dari tempat tidurku, dan berdiri mendekati almari bajuku. Aku mengambil jilbab yang pernah Obi berikan padaku. Aku dekap dalam pelukanku, sebagaimana aku melepaskan rinduku pada Obi. “Obi, kau adalah sahabatku yang terbaik. Apa yang kau berikan padaku begitu berharga. Aku tak sanggup untuk menandingi kebaikanmu. Pulanglah Obi, aku menunggumu” kata Nayla, yang masih mendekap jilbab itu dalam pelukannya. Kenangan Nayla dengan Obi beberapa tahun lalupun hinggap dalam pikirannya. Nayla masih ingat saat Obi memberikan jilbab itu. *** Usai pulang sekolah aku berpisah dengan Obi di perempatan jalan. Sebenarnya, namanya, bukan Obi. Melainkan Riana Febrina. Aku lebih senang memanggilnya dengan sebutan Obi. Dia sendiri juga tidak keberatan. “Nay, aku ke rumah bu Ana dulu ya..” kata Obi sebelum kami berpisah. “Bi, kenapa kamu tidak pulang dulu? Kamu kan capek, baru pulang sekolah.” Kataku pada Obi. “Nay, anak-anak TPA di tempatnya bu Ana sudah menunggu. Aku kemarin sudah dapat uang dari bu Ana. Aku memintanya terlebih dahulu untuk membayar buku.” Obi menjelaskan. “Baiklah, kamu hati-hati ya..!” kata Nayla. “Iya Nay, makasih ya, makan siangnya tadi. Aku jadi ngerepotin kamu.” Kata Obi. “Sudahlah Bi, kan kamu juga yang sering bantu aku belajar. Les privat, gratis lagi.” kata Nayla dengan senyum manjanya, hingga lesung pipinya semakin dalam laksana pusaran air. Di perempatan itulah, aku sering berpisah dengan Obi. Aku langsung pulang, tapi Obi terus melangkahkan kakinya untuk menunaikan tugas mulia. Ia ikut mengajar anak-anak mengaji di rumah bu Ana. Beliau adalah salah satu guru di SMK kami. Dan beliau juga yang menawari Obi untuk mengajar anak-anak mengaji, beserta guru mengaji yang lain. Kali ini, aku ikut dengan Obi ke rumah bu Ana. Aku ingin melihat seperti apa cara Obi mengajar anak-anak. Aku sering mendengar komentar bahwa cara Obi mengajar sangatlah menyenangkan.
  • 21. Terkadang, saat aku pergi ke perpustakaan umum daerah, aku sering melihat murid Obi yang begitu akrab dengannya. Mereka sangat senang dengan Obi. Aku sengaja ikut dengan Obi, karena aku ingin mengamati kegiatan Obi. Aku merekomendasikan ia sebagai murid teladan. Aku pernah membaca dari sebuah majah islam. Aku ingin menuliskan kegiatan Obi, yang nantinya akan aku kirimkan ke majalah itu. Tapi, aku tidak mengatakannya kepada Obi. Meskipun ia tadi sempat curiga, karena tidak seperti biasanya. Aku begitu ngotot untuk ikut. Wajahku masih kusam dengan paikaian seragam lengkap. Begitu juga dengan Obi.Tapi, bekas air wudhu sholat dzuhur masuh terasa segar di wajah kami. “Sekarang, kita nyanyi dulu ya, sebelum pulang. Satu, dua, tiga” Obi memandu anak-anak menyanyi. Kamudian anak-anak secara serentak mulai menyanyi. “Tuhanku hanya satu. Tiada bersekutu. Dia tidak berputra, tidak pula berbapa. Siapa bilang tiga, hai… Itu musyrik namanya. Orang seperti dia nerakalah tempatnya. (lagu balonku ada lima)” anak-anak menyanyi dengan antusias. Aku hanya tersenyum mendengar nyanyian itu. Karena, aku tahu persis lagu itu. Itu lagu yang pernah aku dan Obi dapatkan saat diklat di kantor desa. Saat itu ada mahasiswa dari IAIN sunan ampel Surabaya yang sedang melaksanakan KKN di desa kami. Kemudian mereka mengadakan diklat, memberikan pengajaran tentang pendidikan agama, pelajaran mengenai tajwid, nyanyian, qiroah, dan lain-lain. “Nay, kamu melamun apa?” suara Obi memgagetkanku, dan menyadarkanku dari lamunan. “Aa,” aku tergagap dan kaget, karena Obi ada di sampingku. “Kamu kenapa Nay?” tanya obi tersenyum melihat mukaku yang aneh. “Aku ingat dulu Bi, saat kita diklat di desa. Waktu ada KKN dari IAIN sunan ampel Surabaya. Lagu itu mengingatkanku Bi.” kataku menjelaskannya pada Obi. Obipun tersenyum mendengar ceritaku. “Oleh karena itu, apa yang sudah kita dapatkan saat diklat itu aku amalkan Nay. Apa yang sudah diajarkan oleh kakak-kakak mahasiswa dari IAIN sunan ampel Surabaya sangat bermanfaat.” kata Obi. “Iya ya Bi,” jawabku dengan menganggukkan kepala. “Kamu ingatkan, dulu kamu susah belajar tajwid. Masih ingat lagu potong bebek angsa kan?” Obi tersenyum menggoda, dia ingin mengetes ingatanku. “Ok..” jawabku dengan tersenyum. “Macam-macam idghom itu ada dua. Idghom bilagunnah dan idghom bigunnah. Idghom bugunnah ya‟ nun mim wawu. Idghom bilagunnah lam ra‟ hurufnya. Idghom bigunnah ya‟ nun mim wawu. Idghom bilagunnah lam ra‟ hurufnya…” aku dan Obi tersenyum bersama, usai menyanyikan lagu itu bersama-sama. *** “Obi, Obi…” Aku berlari usai memarkir sepeda di depan pagar rumah bu Ana. Obipun tergejut denganku yang berlari terengah-engah dengan majalah di tangan kananku. “Obi, hah..hah..hh..” aku berusaha menarik nafas dalam-dalam, nafasku masih tersengal-sengal juga. Tapi, aku harus menyampaikan kabar gembira ini. “Kamu menang lomba di majalah Bi..!” kataku sangat gembira, aku langsung memeluk Obi. “Nay, aku menang apa? Aku tidak pernah ikut acara di majalah Nay..” Obi sangat kebingungan, ia tidak mengerti dengan sikapku. “Aku menulis artikel tentang kamu Nay, aku merekomendasikan kamu sebagai murid teladan. Semua kegiatanmu mulai dari memimpin organisasi osis di sekolah, mengajar mengaji, dan
  • 22. membantu teman-teman belajar. Pokoknya aku ceritakan semua Bi. Dan kamu menang Bi. Kamu dapat juara pertama.” Aku sangat antusias menceritakannya. “Apa itu benar Nay?” Obi masih tidak percaya. “Benar Bi, kamu jadi gadis berjilbab pilihan. Kamu baca saja di majalah ini. Kemudian, Obi membacanya. Raut wajah Obi sangat terkejut, ada perasaan senang yang merona di wajahnya. Iapun langsung memelukmu. “Makasih Nay..” kata Obi sambil memelukku. *** “Nay, ini untuk kamu.” Obi memberikan sesuatu yang dibalut kertas berwarna coklat. “Obi, inikan hadiah dari majalah itu. Kenapa kamu berikan padaku?” tanyaku. “Nay, aku ingin kamu memakainya.” Obi memberikan bungkusan itu padaku. “Ini apa Bi?” tanyaku. “Bukalah..!” pinta Obi. “Jilbab?” kataku saat mengetahui isi dari hadiah itu. “Iya, aku ingin kamu memakainya Nay. Tapi, aku ingin juga, niat itu benar-benar ada dalam hatimu Nay. Aku tidak ingin kamu memakainya karena aku sahabatmu. Karena kamu tidak enak menolaknya. Aku ingin niat itu datang dari hatimu Nay. “Obi menjelaskannya padaku. Aku hanya terdiam, merenung. Sesekali melihat raut wajah Obi, dan melihat jilbab yang sekarang ada di gengamanku. Aku berusaha menata hati, untuk menata niat yang tulus. Dengan sigap aku memakainya. Sebuah jilbab berwarna salem. Aku sangat menyukainya. “Sepertinya, gadis berjilbab pilihan itu adalah kamu Nay. Kamu menjadi orang pilihan karena, kamu adalah gadis yang Allah pilih agar berjilbab. “Kata Obi sangat menyentuh hatiku. Aku lantas memeluknya. *** “Nay, lagunya jangan keras-keras..!” teriak ibuku dari luar kamarku. Aku langsung terbangun dari lamunanku. “Iya bu..” Jawabku. Aku sudah melamun lama tentang Obi dan aku dulu. “Bi, lagu dari Nasidaria ini mengingatkanku padamu. Obi, aku sangat rindu denganmu. Semoga kuliahmu di semarang berjalan dengan lancar. “Kataku yang ingat dengan Obi, sahabat karibku.
  • 23. Gadis Tompel Berkali-kali gadis melirik cermin yang ada di hadapannya. rasanya ingin sekali gadis itu memaki wajahnya. Baginya wajahnya adalah anugrah terburuk yang ia dapatkan dari sang pencipta. Bagaimana tidak di pipi kanannya terdapat tompel selebar tutup botol. Hal ini membuat gadis tak percaya diri.. ia selalu menjadi bahan olok-olok dari masa SD sampai sekarang ia duduk di kelas XI SMA. Gadis selalu menjadi bahan tawaan teman-temannya di kelas.Gadis memang tergolong siswi yang cerdas, buktinya ia selalu mendapat peringkat di kelas, gadis tinggi, putih, berambut panjang dan body seperti model. namun ia selalu tak pernah percaya diri dengan adanya tpmpel di pipinya.mamahnya yang mantan model itu pernah berkata.. “gadis kamu harus bersyukur apa pun yang tuhan beri untuk kamu. kamu harus mensyukurinya ini anugrah sayang..” Begitulah berulang-ulang mamah menasehati gadis. Gadis sadar ini pemberian tuhan untuknya tapi kenapa harus di pipi? Kenapa tidak pada bagian anggota tubuh yang tersembunyi? Begitu juga dengan papah.. “nak, gak baik kamu terus menerus mengeluh dengan ketidak sempurnaan kamu.. banyak yang lebih tidak sempurna dari kamu.. masa Cuma karna satu tompel yang menempel di pipi kamu jadi seperti itu, mengeluh, tidak percaya diri.. kamu itu pintar, cantik, kurang apa lagi??” . “papah dan mamah gak tau, gara- gara tompel ini gadis selalu jadi bahan tawaan teman-teman di kelas. Meraka selalu menyapa gadis dengan sapaan “gadis tompel” gara-gara tompel ini cowok yang gadis sukai juga ikut ilfil dengan tompel ini.. gadis benci tompel ini..!” Gadis bangkit dari depan cerminnya. Meski pun gadis membetulkan ucapan papahnya.. @di sekolah siswa baru ini bernama raja sangat manis terlihat ketika tersenyum. Lesung pipinya sangat menggoda. Yang lain pada sibuk berkenalan dengan raja namun raja hanya tersenyum. Saat istirahat di kantin.. gadis yang biasaa sendiri, dan tengah asyik menikmati mie ayam dan segelas es jeruk.. tiba-tiba raja mendekati gadis.. Ia tersenyum menyapa, sontak gadis kaget. “kenapa tiba-tiba ada orang yang mau mendekat dengannya. biasanya mereka-mereka pada gak PD duduk dekat dengan gadis. Jangankan duduk bersama menyapa pun mereka-mereka jarang lakukan terkecuali bila mendesak seperti tugas kelompok itu pun sepenuhnya gadis yang mengerjakan, nasib, nasib.. mungkin ini sudah takdir bagi gadis, gara-gara tompel semua jadi berubah 100%. “sial-sial..!” “tapi kok cowok manis ini mau sih dekat-dekat?” Tanpa berucap apa pun cowok itu hanya tersenyum lalu duduk di samping gadis.. Ia membuka bekal yang mungkin ia bawa dari rumah dan mencoba membaginya dengan gadis.. “loh terimakasih gak usah repot-repot, ini di makan kamu saja” kata gadis mengembalikan makanan yang sudah ada di depannya.. cowok itu hanya tersenyum..” kamu raja siswa barukan??” Raja mengangguk sembari melahap makanan.. “aku gadis.. kok kamu mau sih temenan sama aku? Apa kamu gak minder? Aku kan gadis yang punya tompel. Yang lain pada ilfil dengan kehadiran tompel yang menempel di pipiku ini..” kata gadis lagi.. Raja hanya tersenyum ia terus menikmati makan yang di makannya. “cowok aneh dari tadi kok senyum terus..” gerutu gadis dalam hati.. Gadis dan raja saling terdiam..dalam hati
  • 24. raja berkata.. “kamu itu cantik gadis.. saya tertarik oleh kamu.. tompel kamu itu daya tarik harusnya kamu bersyukur punya mata indah, kulit putih, tinggi, kamu mengeluh dengan keadaanmu? Kamu belum tau siapa aku? Dimana letak kekuranganku? dan apakah kamu akan menjauh jika kamu tau letak kekurangannku?” usai makan raja pergi beranjak tanpa berucap.. ia hanya tersenyum pada gadis.. gadis membalas senyumannya.. “cowok aneh..!!” kata gadis dalam hati @rumah raja.. Malam hari raja menggoreskan tinta di atas selembar kertas “dear gadis.. Kamu cantik, manis.. tapi kenapa kamu selalu memaki anugrahmu? apa karna tompelmu? Hahahaha baru saja tompel kamu sudah mengeluh dan mersa tak percaya diri. Kamu itu pintar kurang apa lagi? Harusnya kamu bersyukur dengan kekurangannmu.. bagaimana bila kamu berada di posisiku yang lebih tak seberuntung kamu.. aku tunawicara..aku tak bisa berbicara dengan sebebas-bebasnya, tak bisa berucap, mengobrol dengan teman-teman secara normal bukan dengan bahasa isyarat. Aku tau kamu dari saudara tiriku leo.. dia selalu bercerita tentang kamu.. aku penasaran dengan kamu, maka aku beranikan diri untuk menulis ini.. maaf bila terlalu lancang. Ku harap kita bisa berteman. jangan mengeluh yah atas kekurangan kita. bersyukur akan terasa lebih baik. From “Raja” Keesokan harinya surat itu sudah ada di meja milik gadis di kelas.. “surat? Dari siapa? Gak ada nama pengirimnya lagi..?” kata gadis “ciiee.. gadis tompel ternyata punya penggemar rahasia juga toh. hahah” ledek teman-temannya.. Gadis hanya mengelus dada.. kemudian ia duduk, ia membuka surat itu lalu membacanya.. ia sangat terkejut akan tulisan itu.. “dari raja? Raja saudara tiri leo?” Gadis benar-benar shock.. bahkan leo adalah cowok yang ia sukai waktu kelas X. tapi karna tompel leo menjauh daru gadis.. mungkin leo malu punya teman yang punya tompel seperti aku.. yang lebih mengangetkan lagi raja adalah TUNAWICARA “oh tuhan aku sadar ada yang lebih tidak sempurna dariku.. benar kata papah” gadis mencari raja.. ia tengah duduk sendiri di bangku taman sekolah. Gadis mendekati “raja..” sapa gadis Raja tersenyum.. gadis langsung duduk di samping raja.. “benarkan apa yang kamu katakan dalam surat ini?” Tanya gadis pelan.. Raja menatap mata gadis.. lalu ia berbicara menggunakan bahasa isyarat ia menggerakan jari tangannya. Ia mengajak gadis berkomunikasi dengan bahasanya.. Hati gadis bergetar.. “ya tuhan ini benar-benar nyata.. ampuni aku ya Allah.. yang tak pernah bersyukur atas nikmat yang engkau berikan” gadis menangis di depan raja.. Raja menghapus air mata gadis.. lalu bicara dengan bahasa isyarat “jangan menagis. Ayo kita bersyukur..” Meskipun gadis belum faham apa maksud raja.. namun ia mengerti maksud raja.. akhirnya ia sadar bahwa yang selama ini ia dapat yang ada padanya adalah anugrah yang sepatutnya selalu ia syukuri.. raja membuka hatinya, gadis sadar akan keegoisanya.. kini gadis belajar bersyukur dan mulai percaya diri dengan tompel yang di milikinya..
  • 25. Seperti Bukan Teman Pagi ini aku bangun lebih awal, entahlah apa yang membuatku bersemangat di pagi ini. “nanti di sekolah ada ulangan Agama, aku belajar dulu ah supaya dapat nilai bagus” pikirku dalam hati. Akupun mengambil buku agamaku lalu membacanya. Setelah itu aku mandi karna sudah pukul 05.30, habis mandi aku berpakaian baju Putih Biru dan bergegas ke sekolah. Setiap pergi sekolah aku enggak pernah sarapan dulu. Bagiku itu tidak penting, karna aku masih kenyang. Aku makan satu hari satu kali. Mangkanya waktu itu aku sakit. Sesampai di sekolah akupun belajar Agama lagi supaya dapat nilai bagus. Kring… Kring… Kring… Bell tanda masuk sekolah. Pelajaran pertama adalah Agama. “Aku sudah siap menghadapi ulangan Agama” pikirku dalam hati Selama ulangan berlangsung aku mengerjakan begitu santai, karna apa yang ku pelajar kan tadi semua keluar. Setelah selesai aku mengumpulkan ulanganku. Bu Sembiring pun langsung mengoreksinya. “Anak anak ibu sudah koreksi ulangan kalian, nilai tertinggi adalah Stefany Alika dapat nilai 100, Anggita Kelly 9.8, Megan Anita 8.9, yang lainnya nilainya pas pasan” seru Bu Sembiring. Kring… Kring… Kring… Bell istirahat. Saat aku ingin ke toilet berdua sama Ribka tiba tiba Karel lewat. Karel itu manatan aku. Entahlah semenjak aku mutusin dia, dia itu seperti enggak nganggep aku ini temannya. Kalau disekolah aku enggak pernah ngomong sama dia. Berbeda saat aku sama teman teman yang lain. “emang apa sih salah aku sama Karel, kok dia begitu banget sama aku” pikir ku dalam hati Setelah itu aku masuk kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasa. Kring… Kring… Kring… Bell pulang sekolah. Aku pulang bersama temanku Hellen, Ribka, dan Celine. Dijalan kami bertemu Karel yang pulang sendiri, akhirnya kami pulang bareng. Tapi suasana bener bener berbeda. Karel, Hellen, Ribka, Celine mereka ngombrol, sambil bercanda selama perjalanan. Sedangkan aku… Aku hanya diabaikan, di diamin, dibuang seperti sampah. Sesampai dirumah aku menulis di sebuah kertas. “Apa sih salah aku? kenapa sih kamu enggak pernah nganggep aku sebagai teman mu sedikit aja. Maksud kamu apa sih, kamu pikir enak diginiin kaya aku? aku benci kamu Karel” Lalu kertas itu ku bejek bejek dan ku buang lewat jendela kamar. Tiba tiba seorang laki laki sebayaku mengambil kertas itu dan membacanya. Setelah ia membaca, ia teriak dari luar “Stefany aku nganggep kamu sebagai teman aku kok” Akupun nengok lewat jendela. Ternyata itu Karel. “Karel… Apa benar yang kamu katakan tadi?” tanyaku tak menyangka Karel hanya membalas dengan senyuman. “tapi kenapa disekolah kamu enggak pernah nganggep aku sebagai teman kamu? kita berdua
  • 26. seperti bukan teman” keluhku kepada Karel “karna aku pikir kamu udah enggak mau kenal sama aku lagi” jawab Karel “maksud kamu?” tanya aku “iya, gara gara kita pernah pacaran terus putus. Aku pikir kamu enggak akan mau kenal aku. Ya udah aku menjauh dari kamu” jawab Karel “ya ampun Karel, enggak mungkinlah. Aku masih nganggep kamu sebagai teman aku kok. Kamu mau enggak jadi…” perkataan ku terputus “jadi apa?” tanya Karel dengan mantap “jadi teman” jawabku “yah kirain jadi pacar! hahaha” kata Karel dengan leluconnya. “hahaha” tawaku Aku dan Karel pun jadi sahabat. Walau dulu seperti bukan teman.
  • 27. Move On Ketika kamu merasa mencintai seseorang, kamu tentu akan bahagia jika bisa dekat dengannya. Terlebih jika dia seolah-olah memberikan perhatian lebih kepadamu, tentu hatimu akan berbunga-bunga. Tapi bagaimana jika ternyata kamu di PHP-in alias hanya diberikan harapan palsu? Tentunya kamu akan merasa sangat kecewa. Dan saat kamu mengetahui bahwa dia memiliki pacar baru, bagaimana perasaanmu? Tentu sedih bukan? Yaa, sedih memang. Tapi buat apa terus bersedih karna seseorang yang bukan siapa-siapa kita? Hal itu justru akan membuatmu terlihat begitu menyedihkan. Dan saat itu kamu harus berani untuk mengambil keputusan „move on‟. Aku dan Aldo sedang makan bersama dikantin sekolah saat istirahat. Tiba-tiba datang teman sekelasku yang ikut-ikutan duduk bareng di bangku yang sama. “ciyeee, baru jadian ya? Haha, kapan nih makan-makannya?” ledek Ari. “jadian? Sembarangan aja kamu, nggak usah ngaco deh” kataku kesal. “alah udah deh, nggak usah bohong lagi. Kita-kita udah pada tau kok kalo Alva dan Aldo udah jadian” “iya va, lagian gossip itu juga udah nyebar kemana-mana. Akuin aja lah, haha” ucap Metha menimpali. Hah? Gossip? Ternyata kedekatanku dengan Aldo menimbulkan gossip semacam ini, wew. Suatu hari, aku curhat dengan sahabatku. “kei, kayaknya aku suka deh sama Aldo” kataku sambil senyum-senyum nggak jelas. “serius? Apa kamu yakin kalau dia juga suka ama kamu?” “emm… nggak tau juga sih. Tapi kayaknya dia juga suka aku deh” “ahh, PD banget kamu va” “harus itu, haha. Aku yakin karna dia juga kasih perhatian lebih ke aku” “siapa tau aja kamunya yang ke GR-an” “ih kok kamu gitu sih? Dukung kek, atau kasih semangat gitu, ini malah ngomong gitu” “iya deh iya, aku dukung kamu Alva jeleeek” ujar Kiki sambil menjulurkan lidah. Tak segan-segan aku mengejarnya. Kami pun berkejar-kejaran seperi anak kecil, hingga bel berbunyi dan kami pun berhenti lalu masuk ke kelas. Tak terasa, waktu terus berlalu. Meninggalkan sejuta kenangan yang tlah dilalui. Sudah lama aku bersama Aldo, tapi sampai sekarang Aldo tidak mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Namun, selama itu pula Aldo memberikan perhatiannya dan selalu ada untukku. Aku merasa ia benar-benar menyayangiku. Sebentar lagi kenaikan kelas. Kemungkinan aku tidak akan sekelas lagi dengannya, karna adanya moving class. Ternyata benar, hasil pengumuman mengatakan bahwa aku tak sekelas lagi dengannya. Aku berada di kelas XI IPA-1 , sedangkan Aldo berada dikelas XI IPA-2. Tapi nggak papa deh, kelasnya jga masih deketan. Masih bisa ngeliat di terus . Saat itu sedang istirahat. Aku tengah berbincang-bincang dengan Keisha. “Kei, dia ada diluar nggak ya? Biasanya kan dia nyantai diluar kelas bareng Ari” kataku membuka percakapan. “entahlah, barangkali dia ada diluar kelas” jawab Keisha. “emm… eh, aku mau buang sampah dulu ya, kan tong sampahnya diluar, hehe” “alah, modus! bilang aja mau liat Aldo, iyakan? Udah deh, ngaku aja”
  • 28. “biarin, nggak papa deh modus, lumayan kan liat muka Aldo. Haha”. Aku pun berlalu meninggalkan Keisha yang masih cengar-cengir sendiri mendengar kata-kataku barusan. Ketika sampai diluar kelas, sungguh pemandangan yang tak terduga. Aldo tidak bersama dengan Ari, melainkan sedang bersama Tara. Mereka terlihat begitu akrab. Awalnya biasa saja. Namun, lama-kelamaan ada rasa cemburu menyelinap. Aku begitu risih melihat mereka berduaan, terlebih ketike melihat mereka sedikit mesra. Sungguh sebuah pemandangan yang tidak mengenakkan. Iuuh. Semakin hari kulihat mereka semakin dekat. Bisa kalian bayangin gimana betapa sakitnya perasaan aku *lebay*. Yaa, aku hanya bisa melihat kedekatan mereka dengan penuh rasa kecewa. Setelah ketelusuri tentang kedekatan mereka, ternyata mereka memang berpacaran. Degg, hatiku benar-benar kecewa mengetahui hal itu. Jadi, apa maksud dari semua perhatian yang telah dia berikan selama ini? Ternyata dia Cuma PHP-in aku. Aku bergegas mendatangi rumah Keisha. Disana ku tumpahkan semua dalam tangisku. Keisha hanya bisa prihatin melihatku. How do I end up in the same old place Faced again with the same mistakes So stubborn, thinking I know what is right But life proves me wrong every timeTaking roads that lead me no where, How do I expect to get there But when will I learn to just put you first I come to you now when I need you But why do I wait to come see you I always try to do this on my own But I was wrong, cause only with you Can I move on (can I move on). When I am weak, it‟s you that makes me strong And I know that you‟ve been with me all along So many times I forget to close my eyes And listen to my heart With you, life is so easy Why do I make it hard Oh, taking roads that lead me no where, How do I expect to get there When will I learn to just put you first I, I come to you now when I need you But why do I wait to come see you I always try to do this on my own But I was wrong, cause only with you Can I move on .I‟ll get out of my own way, Let you have your way Cause I realized I‟m no good on my own I‟m there for you, I‟ll serve for you I can‟t live without you .I come to you now when I need you Why do I wait to come see you
  • 29. I always try to do this on my own But I was wrong, I was wrong, I was wrong, With only you, only you, with only you Can I move on, can I move on, can I move on Lagu itu masih mengalun ketika Keisha mengetuk pintu kamarku. Aku enggan beranjak dari tempat tidurku. Setelah yang kesekian kalinya ketukan pintu itu terdengar, barulah aku berjalan dengan malas-malasan untuk membukakan pintu untuknya. Saat kubuka pintunya, terlihat wajah Keisha beserta senyumannya yang sok manis itu. Hahaha. “tumben ni, pagi-pagi udah datang kerumahku?” ujarku. “yee, emang nggak boleh ya? Aku mau nemenin kamu aja, lagian dirumahku juga sepi, orang rumah pada pergi. Jadi yaa daripada BT di rumah, bagus aku main ke tempatmu” jelas Keisha panjang lebar. “kok diam aja sih, aku nggak disuruh masuk ni? Masa iya aku berdiri terus didepan kamarmu? Nggak kasian sama aku?” lanjutnya. “kamu sih nggak perlu dikasihani. Haha” “ihh kok gitu? Ah, Alva jahat deh” ucap Keisha dengan nada manja. “iya deh iya, ayo masuk nona Keisha” ujarku semanis mungkin. “nah gitu dong” Tanpa diperintah, Keisha langsung menuju tempat tidurku dan langsung duduk disitu. Aku pun mengikutinya. “va, apa kamu nggak bosan dengerin lagu Move On-nya Bruno Mars terus? Kayaknya tiap hari kamu muter lagu it uterus deh” komentar Keisha. “nggak, aku suka sama lagunya” jawabku singkat. “bukannya kalo denger lagu ini kamu jadi inget sama Aldo?” “ahh udah deh, jangan bahas dia lagi. Aku males tau nggak?!” Tiba-tiba Hp-ku berdering. New message, dari Aldo. Aku pun membiarkannya, dan tidak membalasnya. Tidak lama kemudian, Hp-ku berdering lagi. Aldo menelfonku. Tak ku hiraukan. Hingga beberapa kali Hp-ku berdering, tak juga ku hiraukan. Sampai akhirnya Hp-ku tak berdering lagi. “va, kok nggak diangkat? Mungkin dia mau ngomong sesuatu” saran Keisha. “males, Kei” “kenapa kamu menghindar darinya? Mau sampai kapan begitu?” “aku nggak menghindar kok, sok tau kamu.” “terus?” “yaa, aku nggak mau aja ngingat dia, karna . . .” ucapku menggantung. “karna apa, Va?” ujar Keisha penasaran. “karna setiap aku ingat tentang dia, yang ada tu Cuma sakit Kei, sakit!” “denger ya Alva, nggak Cuma kamu doing yang ngalamin itu tau nggak. Saran aku sih kamu harus coba ngelupain dia, cari pengantinya” “ngomong sih enak, tapi itu nggak mudah Kei” “iya aku tau, aku ngerti. Tapi apa salahnya mencoba?” “ahh udah deh, ganti topic aja. Jangan paksa aku untuk ngomongin ini lagi” “iya deh iya, maaf”.
  • 30. Tahun kembali berlalu. Sekarang aku sudah duduk di kelas XII IPA-1. Itu artinya tidak lama lagi aku akan menempuh Ujian. Pada suatu hari sepulang sekolah . . . “vaaa tunggu” aku menoleh kebelakang. Kulihat Aldo dengan langkah setengah berlari menghampiriku. “apa?” jawabk ketus. “aku mau ngomong sesuatu, boleh kan?” “sorry, tapi aku buru-buru” “please, bentar aja kok” ucapnya dengan nada memohon. “oke, ngomong aja” “setelah lama kita tidak berkomunikasi lagi, aku merasa ada yang berbeda. Aku merindukanmu” Aduh, manis banget. Dia nggak tau apa? Selama ini aku galau juga karna dia, dan sekarang dia ngomong begitu dengan seenak jidat sendiri. Argghhhh!! “terus?” “ya terus aku mau hubungan kita membaik kayak dulu lagi. Meskipun aku udah punya pacar, aku mau kita sahabatan kayak dulu lagi, please” Huftt, aku pun menghela nafas panjang. Aku berfikir sejenak. Mungkin benar, aku harus memperbaiki hubungan ini. Hubungan yang sama, dengan orang yang sama, tapi dengan rasa yang berbeda. Aku baru sadar ternyata aku telah bisa melupakan perasaan special yang dulu ada untuknya. Mungkin perasaan itu menghilang seiring berjalannya waktu. Lagi-lagi aku menghela nafas dan kemudian tersenyum. “ya baiklah, mungkin kita bisa kembali seperti dulu” ucapku ringan. “makasih, Va. Kamu emang baik” ujarnya sambil tersenyum. “iya sama-sama” “Keishaaaaaaa…” sapaku dengan wajah berseri-seri “weeh, tumben ceria amat? Kesambet setan apa? Hahaha” ujar Keisha cekikikan. “ih bukannya seneng temannya ceria, ini malah diledekin” ujarku kesal. “hehe, iya deh. Emang kenapa kamu ceria?” “lohh, emang selama ini aku nggak ceria gitu?” “nggak, semenjak kamu tau Aldo punya pacar. Haha” “ohh hahaha” Kamipun tertawa bareng. “emm Kei, sekarang aku udah siap untuk Move On” “waw, demi apa kamu ngomong gitu? Haha” “demi waktu yang terus berjalan” “cielah, sejak kapan kamu bisa ngomong gitu?” “ya sejak tadilah, aku ngomong nya juga tadi” “jangan-jangan kamu punya gebetan baru ya?” “ihh nggak tuh, sotoy kamu” “terus karna apa?” “pokoknya ya aku udah siap move on” kataku sambil menyunggingkan senyuman termanisku. Lagi-lagi aku kembali tersenyum. Aku tersenyum sambil menatap birunya langit kala itu. Langit seolah ikut bersuka cita melihat aku tersenyum, melihat aku bangkit dari keterpurukan yang selama ini membelenggu.
  • 31. Tidak Ada yang Bisa Menjawab Selain Mereka “Morning Guys!!” suara Elsa begitu semangat pagi ini saat memasuki ruang kelas. “Waduh… pagi-pagi ada yang melamun,” sapa Elsa pada Syifa. Syifa menatap hampa bunga-bunga kamboja yang tertata rapi di pekarangan sekolah. “Hay friend… kamu kelihatannya sedih,” ulang Elsa. Syifa tetap saja pada lamunannya. Guratan kesedihan terlihat begitu dalam di wajah Syifa, tidak biasanya ia seperti ini. Syifa yang terkenal sebagai cewek yang kalem and ceria pagi ini keceriannya benar-benar hilang. Sikapnya yang berbeda dari hari-hari biasa membuat teman- temannya merasa heran. “Syifa, kamu kenapa sih… kok sedih gitu, jelek lho kalo diliat. Please, keep smile friend…!!” ujar Tari. Syifa berusaha untuk tersenyum namun kesedihannya tetap tidak bisa tertutupi. “Syifa, kamu kenapa? Bilang dong kalo ada problem, mana tau aku bisa kasi solusi.” “Ah, nggak kok Tari gak ada apa-apa. I don`t have trouble.” Yani teman sebangku Syifa datang dengan wajah yang penuh tanda tanya. “Lho Syifa, kamu kenapa?” tanya Yani sambil meletakkan tasnya diatas meja. “Entah tu Syifa dari tadi diam aja, aku tanya kenapa dia bilang gak ada apa-apa,” sambung Tari. Jam menunjukkan pukul 07:30 WIB. Bel berbunyi. Hari ini hari Senin seharusnya upacara tetapi bendera sudah terpasang ditiangnya berarti hari ini tidak upacara. Jam pertama pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Riswan tidak hadir, tugas juga tidak ada diberikan jadi untuk mengisi kekosongan waktu sebagian siswa pergi ke kantin yang tetap di kelas meneruskan kebiasaan buruk mereka yaitu bergosip. Syifa memang cewek yang beda dari teman-temannya. Jika pada jam pelajaran guru tidak hadir ia mengisi waktunya dengan membaca buku. Setiap hari Syifa selalu membawa buku cerita atau buku apa saja yang menarik baginya dari rumah. Ia digelar kutu buku oleh teman-temannya. Riza teman akrab Syifa dari SMP pernah bilang pada Syifa yang tidak dia sukai dari Syifa adalah sifat Syifa yang terlalu pendiam. Syifa tidak tersinggung dengan hal itu karena dia sendiri yang meminta pendapat Riza tentang dirinya. Syifa senang dengan keterusterangan Riza. Ada ketidaksenangan atas sikap atau sifat seseorang itu biasa. Namanya juga hidup. “Mengapa mereka menyia-nyiakan waktu yang tersisa? Mengapa mereka tidak selalu berfikir betapa pentingnya waktu. Satu detik saja terlewatkan dengan sia-sia alangkah ruginya,” batin Syifa sambil mengeluarkan sebuah buku novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy dari dalam tasnya. Baru saja lembaran pertama dibuka Yani mengusik ketenangannya. “Syifa, kamu kenapa dari tadi diam melulu. Please tell me apa yang terjadi?” Syifa hanya diam. “Syifa, kamu gitu ya kemarin waktu aku diam kamu sibuk nanya aku kenapa and now kamu diam aku tanya kenapa kamu nggak ada respons.” “Yan…” Syifa kembali diam. Rasanya tak sanggup ia untuk berterus terang. “Syifa please…”
  • 32. “Aku punya sahabat. Kami berteman sejak kecil.” Syifa kembali diam dan kali ini ia menangis. Terlalu sulit baginya untuk menangis tapi kali ini ia tidak sanggup untuk mengalahkan rasa sedihnya. Yani menatap Syifa dengan haru. Lanjut Syifa, “Aku punya tiga orang teman. Waktu kecil dulu kami selalu bermain bersama tapi diantara tiga itu hanya satu yang jadi sahabat aku. Dia baik, selalu aja ngalah kalo ada masalah and dia selalu sama aku. Ada rasa keharmonisan ketika kami bermain berdua saja. Ibuku lebih senang kalo aku main dengan dia dari pada temanku yang dua orang lagi. Nama dia Sari. Ibunya pernah bilang sama ibuku kalo dia berharap hingga dewasa aku sama Sari bisa tetap mempertahankan persahabatan sehangat itu. Ternyata harapan itu tidak seutuhnya terwujud. Setelah aku tamat SD aku nggak pernah lagi gabung sama mereka. Entah kenapa aku merasa ada yang berbeda. Kehidupan mereka yang lebih berkecukupan membuatku ingin selalu jauh dari mereka.” Syifa menarik nafas dan menyeka airmatanya dengan dasi yang ia kenakan. “Now keakraban itu jauh berbeda dari masa kecil dulu. Indahnya masa lalu tak`kan pernah terulang.” Ucapan Syifa terputus. Ia menatap sudut ruang kelas. “Syifa sedih karena persahabatan yang sekarang tak seindah yang dulu,” Yani berusaha menenangkan hati Syifa. “Bukan…” Syifa mengalihkan pandangannya pada secarik kertas diatas meja. “Jadi apa?” Yani semakin tak mengerti. “Sari ninggalin aku untuk selamanya.” Yani diam terpaku. “Tuhan telah mengambil dua sahabat baikku. Awal Januari Fattia pergi dan hari Sabtu semalam Sari.” Syifa tidak dapat lagi membendung airmatanya. “Yani,” Syifa menatap Yani dengan sayu. “Dua sahabat aku telah menemui Allah, aku nggak tau usiaku sampai dimana mungkin setelah ini aku akan menemui Allah so… aku harap dengan segenap hati maafkan segala kesalahnku.” “Syifa jangan gitu ngomongnya,” suara Yani serak. “Sahabat, manusia nggak tau kapan nyawanya akan dicabut dan ajal menemui dia. Semua itu rahasia Allah jadi persiapkan diri untuk menghadapi kematian. Siap tidak siap harus siap. Nggak ada yang kekal di dunia ini semuanya fana yang bernyawa pasti akan mati.” Kini Yani yang diam. Syifa tersenyum dalam duka. “Tuhan… terlalu cepat ia pergi. Semua ini bagiku seakan mimpi,” bisik Syifa dalam hati. Ia memandangi layar handphone-nya. Ia baca kembali sms dari Adam yang dikirim pada hari Minggu pukul 02:45 WIB. “Wlkm slm. Syg k3 juga sedih krn Sari dah ga` ada. Syg jgn sedih lagi ya. Stiap yg hidup pasti akn mati. Doakn saja dia semoga dapat tempat t`indh di sisi Allah SWT. Amin. Tenangkan hati Syifa. Udh shalat tahajjud? Kalau belum shalat dulu ya syg… ”
  • 33. Air bening itu pun mengalir dikedua pipi Syifa. Syifa menggoreskan pena dilembaran diary-nya. Hari Jum`at aku teringat Sari entah kenapa aku bisa seperti itu. Biasanya saja tak pernah. Aku ingin sekali bertemu dia. Aku ingin menanyakan tentang Roby dengan dia. Pertanyaanku tak penting. “Roby ada bilang apa saja sama Sari tentang Syifa?” Ah, memang benar-benar tak penting tapi tetap akan ku tanyakan juga pada Sari. Mudah- mudahan aku bisa bertemu dia. Roby sahabat Sari. Mereka satu sekolah dan sama-sama kelas XI. Aku belum lama mengenal Roby tapi aku merasa sudah lama mengenal dia. Hadirnya seorang Roby dalam hidupku membuatku semakin mengerti akan arti dari persahabatan. Aku tidak ingin persahabatan ini dikhianati dengan yang lain. Roby hanya sahabat, tidak lebih. Ya Allah jagalah hati ini agar tetap komitmen pada ucapan. Amin… Tuhan… Ku kira segala musim adalah musim semi. Ternyata tidak. Pertanyaan tinggal pertanyaan yang tidak akan terjawab untuk selamanya hingga aku mati. Dia yang ingin ku tanya ternyata telah tiada. Dua kali sudah aku menerima kekecewaan yang mendalam. Di awal Januari 2009… Aku ingin menanyakan sesuatu pada Fattia tentang Adam, hari Senin aku bertemu dia ketika les di Vista. Dia duduk disampingku. Ingin kusampaikan pertanyaanku padanya tapi ku urung. Aku takut. Niat hari Jum`at akan kusampaikan pertanyaanku TAPI… hari Kamis dia telah tinggalkan aku untuk selamanya. Semua pertanyaan sudah beku. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanku selain mereka tapi kini mereka telah tiada sebelum pertanyaan itu terjawab. Hidup ini bagaikan kabut bagiku. Terlalu cepat ia sirna. Terlalu pedih duka ini kurasa. Tuhan telah memberikan yang terbaik dalam hidup ini dan ini lah yang terbaik. Sahabat… andai saja di dunia ini segala musim adalah musim semi…