SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Akhir Sebuah Penantian 
gelisah dalam penantian, resah yang mengganggu jiwa, dan khawatir yang 
menggerogoti hati, kini telah diusir pergi oleh pelukan cowok berperawakan 
tinggi, putih, dengan rambut tertata rapi dan hidung mancung serta kemeja putih 
dan jas warna hitam yang ia kenakan bak pangeran harry yang gagah dan juga 
menawan. 
Larut dalam kebahagiaan tak menyadarkan ku bahwa matahari mulai 
bersembunyi di ufuk barat, pancaran cahayanya mulai tak pijar dan redup. 
Sekali lagi aku bertanya kepada Abel yang saat ini memelukku, 
“oh, benarkah ini semua… Atau ini hanya ilusi ku saja” 
Perlahan cowok tampan bernama Abel itu melepaskan pulukannya dan 
kemudian menatapku dalam dalam, pancaran sinar matanya begitu kuat 
membuat siapa saja yang ditatapnya akan merasakan hawa kedamaian. Emtah 
malaikat mana yang berdiam diri di mata Abel, yang jelas sorot matanya begitu 
indah, bahkan lebih indah dari beribu mata bidadari bidadari surga. Betapa 
beruntungnya aku.. Meluluhkan hatinya yang keras. 
Dengan lembut Abel menggenggam kedua tanganku 
“Gita sayang, ilusimu itu sudah jadi kenyataan sekarang, lihatlah cincin yang 
singgah di masing masing jari manis kita, serta 2 buah kitab kecil satu untukku 
dan satu lagi untukmu, lihat juga orang orang di sekeliling kita, mereka semua 
di sini untuk kita untuk menghadiri sebuah ritual suci yang dipimpin oleh
seorang penghulu, satu lagi Gita ku sayang pesta kecil ini telah kita rancang 
dengan susah payah dengan segala macam rintangan”. 
Lalu Abel mengembangkan senyum menawannya yang begitu manis namun 
penuh harapan. 
Air mataku tak tertahankan ketika semua orang bersorak sorai mengiringi 
alunan kebahagiaan yang baru beberapa menit yang lalu disahkan oleh 
penghulu. 
Air mata bercampur haru membentuk sebuah harapan akan keharmonisan 
rumah tanggaku dengan pangeran pujaan ku Abel. 
Dan untuk kesekian kalinya Abel memelukku kembali.
Amnesia 
Gorden putih yang menutupi setengah dari ventilasi yang terbuka itu, membuat 
cahaya matahari pagi masuk memancarkan sinarnya, hingga meronakan 
wajahku yang kuning langsat ini. Kehangatannya terlalu dalam untuk dihayati, 
lalu terbersit dalam hati untuk memejamkan mata sambil berusaha menerka-nerka. 
Hujan memang baru saja berakhir, lalu pelangi secara beriringan 
memadu warna di langit dan ditambah dengan pemandangan danau di tepian 
taman yang bisa kulihat dibalik ventilasi yang setengah terbuka ini. Sungguh 
membuatku merasa sangat nyaman, betul-betul nyaman. Namun semua 
kenyamanan itu sirna, ketika aku tersadar, hari itu aku hanya bisa berbaring 
menyelimuti diri dan terkadang meringis sakit karena bekas luka yang ada di 
dahiku. Entah apa yang terjadi. Dua hari yang lalu aku baru tersadar, aku sudah 
dalam keadaan yang tidak layak untuk dikatakan sehat di Rumah Sakit yang 
menurutku mewah dan aku pun lupa. Lupa, lupa semuanya. Memori yang 
teringat hanyalah ilmu-ilmu pasti yang sepertinya pernah kupelajari. Bahkan, 
aku lupa namaku dan dimana alamatku sekarang. 
“Nabila, sayang.” Lagi-lagi perempuan paruh baya yang mengaku ibuku itu 
memanggilku dengan sapaan itu. Seperti biasa, setelah Ia memanggilku, Ia 
membantu tubuhku yang lemas ini untuk terbangun atau lebih tepatnya duduk 
lalu mengusap-usap pipiku. Aku hanya bisa termangu melihatnya yang selalu 
tersenyum syahdu kepadaku, namun Ia tak bisa menyembunyikan gurat 
kesedihan di wajahnya yang keriput itu. Tapi ada hal yang ingin aku ketahui 
darinya, karena sepertinya ada sesuatu hal yang sedang disembunyikan dariku. 
“Nabila, ayo makan.. Mama belikan bubur kesukaan kamu.” Ucapnya dengan 
senyum sumringah. “Bubur kesukaanku? Bubur ini lagi..” 
“Iya, ini bubur kesukaanmu, ayo makan lagi.” 
“Hmm ma.. Aku tidak merasakan kenikmatan memakan bubur ini lagi semenjak
kemarin. Aku rasa indra perasaku sudah mulai tidak peka dengan makanan 
enak. Entahlah.. ma.” 
Wajahnya langsung tertunduk kaku dengan penuh kebingungan. Lalu ia 
merogoh-rogoh tas belanjaannya dan mencari-cari sesuatu yang hendak ia 
ambil. Ah, sebenarnya apa yang terjadi dengan semua ini. Apakah aku bukan 
anaknya? Lalu mengapa ia sangat menyayangiku? Apa yang sedang ia 
sembunyikan? Aku mengalihkan pandanganku kembali pada ventilasi yang 
setengah terbuka itu dan kembali menerka-nerka. Ada satu keinginan yang tiba-tiba 
saja muncul, yaitu keinginan untuk bertemu dengan seseorang. Aku tidak 
tau dia siapa, tetapi entah mengapa aku sangat merindukannya. Apakah ayahku? 
Sepertinya kurang tepat. 
“Oh ini nabila, ada apel, kamu suka kan?” Tegur ibuku kembali dengan 
sumringah sambil menyuguhkannya tepat di depan wajahku. Seketika 
pandanganku langsung tertuju padanya. Apel merah itu terlihat sangat segar 
namun aku seperti tak ada gairah untuk memakannya. “Aku mau pulang saja 
ma, bertemu ayah, dan siapapun yang bisa kutemui” jawabku dengan menatap 
mata ibuku dengan lekat-lekat. “Tok tok tok” bunyi ketukan pintu kamar ini, 
mengalihkan perhatian kami berdua. Ibuku langsung berdiri dan dengan cepat 
melangkah perlahan-lahan ke arah pintu dan membukanya, lalu menutupnya 
kembali. Dari kaca buram pintu itu, aku melihat ibuku bersama dengan seorang 
pria. Tidak terlalu jelas, mereka seperti membicangkan banyak hal. “Mungkin 
dokter atau petuagas kebersihan di Rumah Sakit ini.” Pikirku. Tak beberapa 
lama kemudian ibuku kemudian masuk kembali, lalu membuat segumpalan 
plastik berisi di sudut kamar ini. 
“Itu apa ma?” Tanyaku penasaran. 
“Sampah nak, tadi ada di depan kamar, mama buang saja. Petugas 
kebersihannya gak becus.” 
“Oh begitu..” kataku dengan nada datar dan sedikit mengangguk. Setelah 
berjam-jam aku berbincang-bincang dengan Ibu, Ia berniat untuk pulang,
dengan alasan masih banyak kerjaan rumahnya yang menumpuk. Lalu ia 
langsung memalingkan tubuhnya dariku. “Kapan-kapan ajak papa ya ma, aku 
mau melihatnya.” Ia memberhentikan langkahnya, dan berkata “Iya nak..” 
dengan tanpa menoleh ke arahku sedikitpun dan Ia langsung bergegas pergi. 
Setelah ia pulang, hawa sepi kembali menggerogotiku. Walaupun kehadiran 
Ibuku tak serta merta membuatku nyaman, namun setidaknya Ia selalu berusaha 
menemani hari-hariku. Aku mendongakkan kepalaku seraya memejamkan mata. 
Lalu aku tiba-tiba tersentak dengan pikiran sampah yang tadi Ibuku buang. Aku 
mengalihkan perhatianku pada tempat sampah itu. Karena rasa penasaran itu, 
aku berusaha bangun, bukan hanya duduk tetapi berdiri bahkan berjalan dengan 
tertatih menuju tempat sampah itu. Ketika kubuka tutup tempat sampah itu, 
ternyata buntelan plastik itu masih ada dan utuh. Aku mengambilnya dan 
membukanya, tak kusangka itu adalah sebuah nasi bungkus. Kubuka karetnya, 
lalu bungkus kertas nasinya. Ternyata, itu sebuah nasi uduk dengan iringan lauk 
ayam goreng dan lalapan yang wangi sekali. Entah mengapa aku berniat untuk 
mencicipinya. Aku mengambil sesuap nasi itu dengan tanganku, dan menyuapi 
sendiri ke mulutku. Sungguh enak, aku seperti pernah memakanya, aku sangat 
menyukainya. Tak sadar aku sudah menghabiskan semua isi di bungkusan itu. 
Setelah habis, aku buang kertas nasi bekas dan plastik itu ke tempat sampah. 
Ketika plastik itu terbuang, tiba-tiba ada secarik kertas terlipat yang terjatuh ke 
lantai. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambilnya lalu membuka 
lipatannya. Aku melihat sebuah tulisan, “Selamat makan, sayang.. ini makanan 
kesukaanmu.” Apakah ini dari ibu? Tapi tidak mungkin, ibu bilang makanan 
kesukaanku bubur. Oh tapi bisa jadi ia mempunya banyak pilihan makanan 
untukku yang Ia pikir aku tak suka. 
Seminggu telah berlalu dan aku juga belum pernah menemui ayahku. Ibu 
mengajakku untuk pulang dan berjanji akan mempertemukan aku dengan 
ayahku. Di dalam mobil, aku hanya terdiam menunggu-nunggu untuk sampai ke 
rumah. Aku hanya ingin mencari tau siapa orang yang sebenarnya ingin
kutemui. Ayahku atau orang lain. Ketika sampai, aku melihat sekeliling 
perkebunan dan rumah yang sepertinya sudah familiar, namun sepertinya aku 
tak menjamin kenyamanannya. “Itu papamu nak”. Aku melihat seorang laki-laki 
tua di depan rumahku dan langsung memelukku erat. Aku senang, namun 
sepertinya perhatianku tidak tertuju padanya. Aku kembali frustasi dengan 
keingintahuanku itu. 
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Hujan belum juga berhenti. Aku 
duduk di ruang tamu, sambil menonton tv. Kusenderkan bahuku ke sofa, lalu 
kualihkan kembali perhatianku pada jendela yang setengah terbuka di samping 
pintu masuk. Aku melihat sosok seorang pemuda, berdiri di depan pagar 
rumahku, berbolak balik dan keliatan agaknya mencurigakan. Karena aku takut, 
kuurungkan niatku untuk memenuhi rasa penasaranku. Aku langsung berlari 
masuk ke kamar dan menutup diri dengan selimut yang ada di tempat tidurku. 
Ketika kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, di samping bantalku terdapat 
sebuah tas jinjing yang kotor seperti sehabis terlindas ban mobil besar. Di 
dalamnya terdapat handphone, dan dompet. Aku buka dompet itu dan berusaha 
mencari tau. Foto yang tertera di dompet itu adalah jelas fotoku dan berarti tas 
ini adalah milikku. Ada juga gumpalan kertas yang seperti habis diremas-remas. 
Kubuka perlahan-lahan kertas itu dan tertera tulisan “SURAT PHK” dan ada 
nama “Hadi Purnama.” Ah mengapa aku memiliki perasaan cemas, kepalaku 
langsung sakiit dan tak kuasa menahan air mata. Terlintas bayangan samar-samar 
seorang laki-laki, ia tersenyum. Oh tiba-tiba terbayang wajah ibu dan 
ayah yang sedang bertengkar. Ah, ada apa ini?!! Tangisanku langsung pecah. 
Sepanjang malam aku hanya menangis memeluk tas kotorku itu. 
Jam sudah menunjukkan jam 12 malam dan hujan masih awet, masih nyaman 
untuk terus jatuh lalu menggenangi jalanan. Aku tak mengerti jalan hidupku, 
aku ingin pergi dari rumah ini karena yang ada di pikiranku adalah agar aku bisa 
bertemu dengan orang yang bernama Hadi Purnama. Aku pergi diam-diam dari 
rumahku tanpa arah dan tujuan lalu menangis tersedu-sedu di jalan seperti orang
tak waras. Tiba-tiba aku lemas tak berdaya lalu terbaring begitu saja di jalanan, 
dibaluti oleh guyuran hujan dan genangan air. 
Suara kicauan burung membangunkan tidurku. Tiba-tiba aku sudah berada di 
tempat tidur dan ada suguhan nasi uduk dan ayam serta lalapan wangi di 
samping tempat tidurku. Aku hampir mengingat susana ini, kamar yang ada 
sekarang. Kembali aku dikagetkan dengan pintu kamar yang terbuka oleh 
seorang pemuda. Ya, pemuda itu adalah yang orang yang kulihat bolak-balik 
malam kemarin di rumahku. Dia… dia adalah… dia adalah.. aku berusaha 
mengingatnya. Ia menatapku lekat-lekat dan mengusap-usap pipiku. Tangisku 
kembali pecah dan aku langsung memeluknya erat. “I love you Hadi, maafkan 
aku..” itu yang aku ucapkan pertama kali padanya karena tak lain Ia adalah 
suamiku. Aku ingat, bagaimana Ia begitu menyayangiku selama setahun ini. 
Dan aku juga ingat bagaimana keadaan pada saat suamiku diPHK oleh 
kantornya. Ketika aku tahu kabar PHK itu, aku langsung meremas kertas itu dan 
memeluknya sambil mengatakan bahwa jangan pernah takut karena aku akan 
selalu bersamanya. Namun, agaknya tak seperti itu yang dipikiran ibuku. Ia 
menyuruhku untuk menceraikan suamiku, dan melarang aku untuk kembali 
tinggal bersamanya. Aku juga ingat, bagaimana keadaan keluargaku pada saat-saat 
ibu dan ayahku bercerai 2 tahun yang lalu. Ibu sangat membenci Ayahku. 
“Makasih ya sayang, kamu masih mengingatnya..” ucapnya lalu mengecup 
kenigku. 
“Sayang, mengapa tak kau jenguk aku selama di rumah sakit?” 
“Mamamu.. mamamu yang tak memperbolehkan aku untuk..” Ia berhenti 
berucap, seperti menahan pedihnya sesuatu yang tertancap di hatinya. 
“Aku tahu aku tahu sayang..” ucapku seraya kembali menenangkannya, dan 
merebahkan dirinya di pangkuanku. Aku kembali memeluknya erat, aku sangat 
menyayangi suamiku dan aku takkan pernah meninggalkannya dalam keadaan 
apapun.
“Aku pikir kamu mati dalam kecelakaan itu nabila..” Aku hanya terdiam dalam 
dekapannya sambil terus menangis mendengar ucapannya itu. 
Ternyata orang yang kucari itu adalah suamiku. Mungkin karena aku sangat 
mencintainya, dalam keadaan amnesia pun aku tetap merindukan keberadaanya.

More Related Content

What's hot

Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembang
desmin
 
Sahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lainSahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lain
indaheja
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
Novi Indah
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggal
Bigboy Zam
 

What's hot (17)

Sebuah pilihan (shelvin gunawan)
Sebuah pilihan (shelvin gunawan)Sebuah pilihan (shelvin gunawan)
Sebuah pilihan (shelvin gunawan)
 
Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembang
 
Deja Vu
Deja VuDeja Vu
Deja Vu
 
Sahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lainSahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lain
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
 
Dgt
DgtDgt
Dgt
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggal
 
Cerpen + analisa
Cerpen + analisaCerpen + analisa
Cerpen + analisa
 
Lebah madu pembuat sarang yang sempurna. indonesian. bahasa indonesia
Lebah madu pembuat sarang yang sempurna. indonesian. bahasa indonesiaLebah madu pembuat sarang yang sempurna. indonesian. bahasa indonesia
Lebah madu pembuat sarang yang sempurna. indonesian. bahasa indonesia
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
 
Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)
 
Aku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamikuAku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamiku
 
Kisah pemuda muadzin part1
Kisah pemuda muadzin part1Kisah pemuda muadzin part1
Kisah pemuda muadzin part1
 
Likaliku hati
Likaliku hatiLikaliku hati
Likaliku hati
 

Similar to Cerpen akhir sebuah penantian

Similar to Cerpen akhir sebuah penantian (20)

Mutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docxMutiara Air Mata.docx
Mutiara Air Mata.docx
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 
Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1
 
Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1
 
Cerpen "Meraih Mimipi"
Cerpen "Meraih Mimipi"Cerpen "Meraih Mimipi"
Cerpen "Meraih Mimipi"
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
Cerpen d hikayat
Cerpen d hikayatCerpen d hikayat
Cerpen d hikayat
 
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasicerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Cerpe
CerpeCerpe
Cerpe
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Kereta malam
Kereta malamKereta malam
Kereta malam
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Ghost Mother.docx
Ghost Mother.docxGhost Mother.docx
Ghost Mother.docx
 
Aku mencintaimu
Aku mencintaimuAku mencintaimu
Aku mencintaimu
 
Teruntuk dikau
Teruntuk dikauTeruntuk dikau
Teruntuk dikau
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 

Recently uploaded

Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Jajang Sulaeman
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
subki124
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdfWebinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Materi Modul 1.4_Fitriani Program guru penggerak
Materi Modul 1.4_Fitriani Program guru penggerakMateri Modul 1.4_Fitriani Program guru penggerak
Materi Modul 1.4_Fitriani Program guru penggerak
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptxAksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
 
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
 
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASARPPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
 

Cerpen akhir sebuah penantian

  • 1. Akhir Sebuah Penantian gelisah dalam penantian, resah yang mengganggu jiwa, dan khawatir yang menggerogoti hati, kini telah diusir pergi oleh pelukan cowok berperawakan tinggi, putih, dengan rambut tertata rapi dan hidung mancung serta kemeja putih dan jas warna hitam yang ia kenakan bak pangeran harry yang gagah dan juga menawan. Larut dalam kebahagiaan tak menyadarkan ku bahwa matahari mulai bersembunyi di ufuk barat, pancaran cahayanya mulai tak pijar dan redup. Sekali lagi aku bertanya kepada Abel yang saat ini memelukku, “oh, benarkah ini semua… Atau ini hanya ilusi ku saja” Perlahan cowok tampan bernama Abel itu melepaskan pulukannya dan kemudian menatapku dalam dalam, pancaran sinar matanya begitu kuat membuat siapa saja yang ditatapnya akan merasakan hawa kedamaian. Emtah malaikat mana yang berdiam diri di mata Abel, yang jelas sorot matanya begitu indah, bahkan lebih indah dari beribu mata bidadari bidadari surga. Betapa beruntungnya aku.. Meluluhkan hatinya yang keras. Dengan lembut Abel menggenggam kedua tanganku “Gita sayang, ilusimu itu sudah jadi kenyataan sekarang, lihatlah cincin yang singgah di masing masing jari manis kita, serta 2 buah kitab kecil satu untukku dan satu lagi untukmu, lihat juga orang orang di sekeliling kita, mereka semua di sini untuk kita untuk menghadiri sebuah ritual suci yang dipimpin oleh
  • 2. seorang penghulu, satu lagi Gita ku sayang pesta kecil ini telah kita rancang dengan susah payah dengan segala macam rintangan”. Lalu Abel mengembangkan senyum menawannya yang begitu manis namun penuh harapan. Air mataku tak tertahankan ketika semua orang bersorak sorai mengiringi alunan kebahagiaan yang baru beberapa menit yang lalu disahkan oleh penghulu. Air mata bercampur haru membentuk sebuah harapan akan keharmonisan rumah tanggaku dengan pangeran pujaan ku Abel. Dan untuk kesekian kalinya Abel memelukku kembali.
  • 3. Amnesia Gorden putih yang menutupi setengah dari ventilasi yang terbuka itu, membuat cahaya matahari pagi masuk memancarkan sinarnya, hingga meronakan wajahku yang kuning langsat ini. Kehangatannya terlalu dalam untuk dihayati, lalu terbersit dalam hati untuk memejamkan mata sambil berusaha menerka-nerka. Hujan memang baru saja berakhir, lalu pelangi secara beriringan memadu warna di langit dan ditambah dengan pemandangan danau di tepian taman yang bisa kulihat dibalik ventilasi yang setengah terbuka ini. Sungguh membuatku merasa sangat nyaman, betul-betul nyaman. Namun semua kenyamanan itu sirna, ketika aku tersadar, hari itu aku hanya bisa berbaring menyelimuti diri dan terkadang meringis sakit karena bekas luka yang ada di dahiku. Entah apa yang terjadi. Dua hari yang lalu aku baru tersadar, aku sudah dalam keadaan yang tidak layak untuk dikatakan sehat di Rumah Sakit yang menurutku mewah dan aku pun lupa. Lupa, lupa semuanya. Memori yang teringat hanyalah ilmu-ilmu pasti yang sepertinya pernah kupelajari. Bahkan, aku lupa namaku dan dimana alamatku sekarang. “Nabila, sayang.” Lagi-lagi perempuan paruh baya yang mengaku ibuku itu memanggilku dengan sapaan itu. Seperti biasa, setelah Ia memanggilku, Ia membantu tubuhku yang lemas ini untuk terbangun atau lebih tepatnya duduk lalu mengusap-usap pipiku. Aku hanya bisa termangu melihatnya yang selalu tersenyum syahdu kepadaku, namun Ia tak bisa menyembunyikan gurat kesedihan di wajahnya yang keriput itu. Tapi ada hal yang ingin aku ketahui darinya, karena sepertinya ada sesuatu hal yang sedang disembunyikan dariku. “Nabila, ayo makan.. Mama belikan bubur kesukaan kamu.” Ucapnya dengan senyum sumringah. “Bubur kesukaanku? Bubur ini lagi..” “Iya, ini bubur kesukaanmu, ayo makan lagi.” “Hmm ma.. Aku tidak merasakan kenikmatan memakan bubur ini lagi semenjak
  • 4. kemarin. Aku rasa indra perasaku sudah mulai tidak peka dengan makanan enak. Entahlah.. ma.” Wajahnya langsung tertunduk kaku dengan penuh kebingungan. Lalu ia merogoh-rogoh tas belanjaannya dan mencari-cari sesuatu yang hendak ia ambil. Ah, sebenarnya apa yang terjadi dengan semua ini. Apakah aku bukan anaknya? Lalu mengapa ia sangat menyayangiku? Apa yang sedang ia sembunyikan? Aku mengalihkan pandanganku kembali pada ventilasi yang setengah terbuka itu dan kembali menerka-nerka. Ada satu keinginan yang tiba-tiba saja muncul, yaitu keinginan untuk bertemu dengan seseorang. Aku tidak tau dia siapa, tetapi entah mengapa aku sangat merindukannya. Apakah ayahku? Sepertinya kurang tepat. “Oh ini nabila, ada apel, kamu suka kan?” Tegur ibuku kembali dengan sumringah sambil menyuguhkannya tepat di depan wajahku. Seketika pandanganku langsung tertuju padanya. Apel merah itu terlihat sangat segar namun aku seperti tak ada gairah untuk memakannya. “Aku mau pulang saja ma, bertemu ayah, dan siapapun yang bisa kutemui” jawabku dengan menatap mata ibuku dengan lekat-lekat. “Tok tok tok” bunyi ketukan pintu kamar ini, mengalihkan perhatian kami berdua. Ibuku langsung berdiri dan dengan cepat melangkah perlahan-lahan ke arah pintu dan membukanya, lalu menutupnya kembali. Dari kaca buram pintu itu, aku melihat ibuku bersama dengan seorang pria. Tidak terlalu jelas, mereka seperti membicangkan banyak hal. “Mungkin dokter atau petuagas kebersihan di Rumah Sakit ini.” Pikirku. Tak beberapa lama kemudian ibuku kemudian masuk kembali, lalu membuat segumpalan plastik berisi di sudut kamar ini. “Itu apa ma?” Tanyaku penasaran. “Sampah nak, tadi ada di depan kamar, mama buang saja. Petugas kebersihannya gak becus.” “Oh begitu..” kataku dengan nada datar dan sedikit mengangguk. Setelah berjam-jam aku berbincang-bincang dengan Ibu, Ia berniat untuk pulang,
  • 5. dengan alasan masih banyak kerjaan rumahnya yang menumpuk. Lalu ia langsung memalingkan tubuhnya dariku. “Kapan-kapan ajak papa ya ma, aku mau melihatnya.” Ia memberhentikan langkahnya, dan berkata “Iya nak..” dengan tanpa menoleh ke arahku sedikitpun dan Ia langsung bergegas pergi. Setelah ia pulang, hawa sepi kembali menggerogotiku. Walaupun kehadiran Ibuku tak serta merta membuatku nyaman, namun setidaknya Ia selalu berusaha menemani hari-hariku. Aku mendongakkan kepalaku seraya memejamkan mata. Lalu aku tiba-tiba tersentak dengan pikiran sampah yang tadi Ibuku buang. Aku mengalihkan perhatianku pada tempat sampah itu. Karena rasa penasaran itu, aku berusaha bangun, bukan hanya duduk tetapi berdiri bahkan berjalan dengan tertatih menuju tempat sampah itu. Ketika kubuka tutup tempat sampah itu, ternyata buntelan plastik itu masih ada dan utuh. Aku mengambilnya dan membukanya, tak kusangka itu adalah sebuah nasi bungkus. Kubuka karetnya, lalu bungkus kertas nasinya. Ternyata, itu sebuah nasi uduk dengan iringan lauk ayam goreng dan lalapan yang wangi sekali. Entah mengapa aku berniat untuk mencicipinya. Aku mengambil sesuap nasi itu dengan tanganku, dan menyuapi sendiri ke mulutku. Sungguh enak, aku seperti pernah memakanya, aku sangat menyukainya. Tak sadar aku sudah menghabiskan semua isi di bungkusan itu. Setelah habis, aku buang kertas nasi bekas dan plastik itu ke tempat sampah. Ketika plastik itu terbuang, tiba-tiba ada secarik kertas terlipat yang terjatuh ke lantai. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambilnya lalu membuka lipatannya. Aku melihat sebuah tulisan, “Selamat makan, sayang.. ini makanan kesukaanmu.” Apakah ini dari ibu? Tapi tidak mungkin, ibu bilang makanan kesukaanku bubur. Oh tapi bisa jadi ia mempunya banyak pilihan makanan untukku yang Ia pikir aku tak suka. Seminggu telah berlalu dan aku juga belum pernah menemui ayahku. Ibu mengajakku untuk pulang dan berjanji akan mempertemukan aku dengan ayahku. Di dalam mobil, aku hanya terdiam menunggu-nunggu untuk sampai ke rumah. Aku hanya ingin mencari tau siapa orang yang sebenarnya ingin
  • 6. kutemui. Ayahku atau orang lain. Ketika sampai, aku melihat sekeliling perkebunan dan rumah yang sepertinya sudah familiar, namun sepertinya aku tak menjamin kenyamanannya. “Itu papamu nak”. Aku melihat seorang laki-laki tua di depan rumahku dan langsung memelukku erat. Aku senang, namun sepertinya perhatianku tidak tertuju padanya. Aku kembali frustasi dengan keingintahuanku itu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Hujan belum juga berhenti. Aku duduk di ruang tamu, sambil menonton tv. Kusenderkan bahuku ke sofa, lalu kualihkan kembali perhatianku pada jendela yang setengah terbuka di samping pintu masuk. Aku melihat sosok seorang pemuda, berdiri di depan pagar rumahku, berbolak balik dan keliatan agaknya mencurigakan. Karena aku takut, kuurungkan niatku untuk memenuhi rasa penasaranku. Aku langsung berlari masuk ke kamar dan menutup diri dengan selimut yang ada di tempat tidurku. Ketika kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, di samping bantalku terdapat sebuah tas jinjing yang kotor seperti sehabis terlindas ban mobil besar. Di dalamnya terdapat handphone, dan dompet. Aku buka dompet itu dan berusaha mencari tau. Foto yang tertera di dompet itu adalah jelas fotoku dan berarti tas ini adalah milikku. Ada juga gumpalan kertas yang seperti habis diremas-remas. Kubuka perlahan-lahan kertas itu dan tertera tulisan “SURAT PHK” dan ada nama “Hadi Purnama.” Ah mengapa aku memiliki perasaan cemas, kepalaku langsung sakiit dan tak kuasa menahan air mata. Terlintas bayangan samar-samar seorang laki-laki, ia tersenyum. Oh tiba-tiba terbayang wajah ibu dan ayah yang sedang bertengkar. Ah, ada apa ini?!! Tangisanku langsung pecah. Sepanjang malam aku hanya menangis memeluk tas kotorku itu. Jam sudah menunjukkan jam 12 malam dan hujan masih awet, masih nyaman untuk terus jatuh lalu menggenangi jalanan. Aku tak mengerti jalan hidupku, aku ingin pergi dari rumah ini karena yang ada di pikiranku adalah agar aku bisa bertemu dengan orang yang bernama Hadi Purnama. Aku pergi diam-diam dari rumahku tanpa arah dan tujuan lalu menangis tersedu-sedu di jalan seperti orang
  • 7. tak waras. Tiba-tiba aku lemas tak berdaya lalu terbaring begitu saja di jalanan, dibaluti oleh guyuran hujan dan genangan air. Suara kicauan burung membangunkan tidurku. Tiba-tiba aku sudah berada di tempat tidur dan ada suguhan nasi uduk dan ayam serta lalapan wangi di samping tempat tidurku. Aku hampir mengingat susana ini, kamar yang ada sekarang. Kembali aku dikagetkan dengan pintu kamar yang terbuka oleh seorang pemuda. Ya, pemuda itu adalah yang orang yang kulihat bolak-balik malam kemarin di rumahku. Dia… dia adalah… dia adalah.. aku berusaha mengingatnya. Ia menatapku lekat-lekat dan mengusap-usap pipiku. Tangisku kembali pecah dan aku langsung memeluknya erat. “I love you Hadi, maafkan aku..” itu yang aku ucapkan pertama kali padanya karena tak lain Ia adalah suamiku. Aku ingat, bagaimana Ia begitu menyayangiku selama setahun ini. Dan aku juga ingat bagaimana keadaan pada saat suamiku diPHK oleh kantornya. Ketika aku tahu kabar PHK itu, aku langsung meremas kertas itu dan memeluknya sambil mengatakan bahwa jangan pernah takut karena aku akan selalu bersamanya. Namun, agaknya tak seperti itu yang dipikiran ibuku. Ia menyuruhku untuk menceraikan suamiku, dan melarang aku untuk kembali tinggal bersamanya. Aku juga ingat, bagaimana keadaan keluargaku pada saat-saat ibu dan ayahku bercerai 2 tahun yang lalu. Ibu sangat membenci Ayahku. “Makasih ya sayang, kamu masih mengingatnya..” ucapnya lalu mengecup kenigku. “Sayang, mengapa tak kau jenguk aku selama di rumah sakit?” “Mamamu.. mamamu yang tak memperbolehkan aku untuk..” Ia berhenti berucap, seperti menahan pedihnya sesuatu yang tertancap di hatinya. “Aku tahu aku tahu sayang..” ucapku seraya kembali menenangkannya, dan merebahkan dirinya di pangkuanku. Aku kembali memeluknya erat, aku sangat menyayangi suamiku dan aku takkan pernah meninggalkannya dalam keadaan apapun.
  • 8. “Aku pikir kamu mati dalam kecelakaan itu nabila..” Aku hanya terdiam dalam dekapannya sambil terus menangis mendengar ucapannya itu. Ternyata orang yang kucari itu adalah suamiku. Mungkin karena aku sangat mencintainya, dalam keadaan amnesia pun aku tetap merindukan keberadaanya.