MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Laporan fix blok22 ctev
1. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Congenital
Talipes Equinosvarus” sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam
selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para
keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,
2. dr. Surya Darma, Sp. PD selaku tutor kelompok A4,
3. teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, 25 November 2016
2. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 2
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................... 1
Daftar isi................................................................................................................. 2
Skenario................................................................................................................. 4
Klarifikasi istilah.................................................................................................... 5
Identifikasi masalah............................................................................................... 6
Analisis masalah.................................................................................................... 7
Hipotesis................................................................................................................. 22
Learning issue........................................................................................................ 24
Kerangka konsep.................................................................................................... 49
Kesimpulan............................................................................................................ 50
Daftar pustaka........................................................................................................ 51
3. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 3
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor : dr. Surya Darma, Sp.PD
Moderator : Alfadea Irbah Allizaputri
Sekretaris Meja 1 : Maya Fitriani
Sekretaris Meja 2 : Aswir Vembrinaldi
Hari/Tanggal Pelaksanaan : Senin dan Rabu, 21 dan 23 November 2016
Waktu Pelaksanaan : 10.00-12.30 WIB
Peraturan selama tutorial :
Diperbolehkan untuk minum
Alat komunikasi mode silent
Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu
mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara
Saling menghargai dan tidak saling menggurui
4. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 4
SKENARIO
Anamnesis
A mother brought her 10 days old boy to the outpatient clinic. She noticed that both of
her boy’s foot looks excessively turned inward since he was born. There is no
abnormality at other part of his body. She had normal delivery with normal weight
birth. She never suffered from any kind of illness and never got any medical
presciptions during pregnancy, she has already brought him to a traditional bone setter
but there was no improvement.
Physical Examination
General examination within normal limit.
Extremity examination: at foot region there are abnormalities: 1. Equinus foot 2. Varus
of the foot
5. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 5
A. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Definisi
1. Traditional Bone setter Tukang urut tradisional yang terkait dengan
rehabilitasi dan perawatan gangguan
musculoskeletal.
2. Equinus foot Bentuk kaki seperti kaki kuda (dimana gambaran
kaki flexi pada plantar dan jari-jari kaki lebih
rendah dari pada tumit yang menyebabkan
seseorang susah untuk berjalan)
3. Varus of the foot Kaki yang melengkung ke dalam atau
menunjukkan deformitas dengan sudut bagian
tersebut mendekati garis tengah badan.
6. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 6
B. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Masalah Concern
1. A mother brought her 10 days old boy to the outpatient
clinic. She noticed that both of her boy’s foot looks
excessively turned inward since he was born.
Arti: seorang ibu membawa anaknya usia 10 hari ke
klinik. Dia menyadari kedua kaki anaknya melengkung
kedalam sejak lahir.
VVV
2. There is no abnormality at other part of his body. She had
normal delivery with normal weight birth. She never
suffered from any kind of illness and never got any
medical presciptions during pregnancy
Arti: tidak ada kelainan pada tubuh lain. Dia melahirkan
normal, dengan berat badan bayi lahir normal. Dia tidak
menderita sakit dan tidak pernah mendapatkan pengobatan
selama kehamilan.
-
3. She has already brought him to a traditional bone setter
but there was no improvement.
Arti: dia telah membawa anaknya ke tukang urut
tradisional tetapi tidak ada perbaikan
VV
4. Physical Examination
General examination within normal limit.
Extremity examination: at foot region there are
abnormalities: 1. Equinus foot 2. Varus of the foot
Arti: pemeriksaan umum dalam batas normal.
Pemeriksaan extremitas pada regio pedis terdapat
abnormalitas: 1. Equinus foot 2. Varus of the foot
V
7. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 7
C. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana cara mendiagnosis dan apa diagnosis kerja penyakit pada
kasus?
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga.
Deformitas serupa dapat ditemui pada mielomeningokel dan artrogriposis.
Lakukan pemeriksaan lengkap untuk mengidentifi kasi kelainan lain. Periksa
kaki bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga bagian plantar dapat terlihat.
Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi
internal dan varus. Pergelangan kaki berada dalam posisi ekuinus dan kaki
berada dalam posisi supinasi (varus) serta adduksi. Tulang navikular dan kuboid
bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur jaringan lunak plantar pedis
bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi ekuinus, tetapi
bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral
pada bagian posteriornya. Tumit tampak kecil dan kosong; pada perabaan tumit
akan terasa lembut (seperti pipi). Sejalan dengan terapi, tumit akan terisi
kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau
dagu). Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan
mudah teraba di sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh tulang
navikular dan badan talus. Maleolus medialis menjadi sulit diraba dan pada
umumnya menempel pada tulang navikular. Jarak yang normal terdapat antara
tulang navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi
internal.
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir
(early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus
postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki
menyentuh bagian depan tibia. “Passive manipulationdorsiflexion → Toe
touching tibia → normal”.
Berupa deformitas pada :
Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal
Subluksasi sendi talonavikulare
8. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 8
Equinus kaki belakang pada sendi ankle
Varus kaki belakang pada sendi subtalar
Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut
Inversi tumit
Pemeriksaan Radiologi
X-ray dibuat bayi umur 3-6 bulan, menilai keberhasilan serial plateringm
menentukan apa perlu tindakan operasi untuk memperoleh koreki yang
maksimal, menentukan berat ringannya CTEV. Cara yang paling sederhana
yaitu membuat foto AP dan akan kelihatan talus dan calcaneus tumpang tindih.
Penting untuk menilai x-ray apakah ada “paralelisme” antara sumbu talus dan
calcaneus yang terjadi pada CTEV.
Normal besar sudut sumbu talus dan calcaneus 30 (sudut dari kite). Demikian
pula x-ray posisi lateral dimana kaki dibuat dorsofleksi maksimal juga akan
memberikan gambaran “paralelisme” pada CTEV. Pada kaki yang normal ujung
talus dan calcaneus selalu overlap (tumpang tindih), sedangkan pada CTEV
tidak ada, menunjukan adanya kapsul posterior yang tegang dan varus. Lateral
x-ray juga bisa untuk melihat adanya “ricket bottom” yaitu garis yang melalui
tepi bawah calcaneus melewati bagian bawah sendi calcaneocuboid, dan juga
bisa untuk melihat adanya flat topped talus. Sering x-ray selain untuk operatif
dan post-operatif di pakai intraoperatif untuk melihat apakah release dan
realigment sudah cukup.
2. A mother brought her 10 days old boy to the outpatient clinic. She noticed
that both of her boy’s foot looks excessively turned inward since he was
born.
a. Bagaimana anatomi regio pedis normal?
Tulang tulang penyusun Pedis
9. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 9
Cal calcaneus
Os Naviculare
Os cuboideum
Os cuneiforme medial
Os cuneiforme intermesium
Os cuneiforme laterale
Os cuboideum
Os metatarsa (I-V)
Os digitorum phalanges (I-V)
Os phalanx proximal (I-V)
Os phalanx media
Os phalanx distalis
Adapun sendi-sendi yang berada pada Brevis :
A. tarsometatarsales & intermetatarsales
Sendi sinovial dengan jenis plana dan dihubungkan oleh ligamentum
dorsalis plantaris dan interossei
A. metatarsophalangeal dan interphalange
10. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 10
Dihubungkan oleh ligamentum transversum profundasendi-sendi dan
kelima jari kaki
Pedis dibagi 2 yakni plantar Pedis dan Dorsal Pedis sebagai berikut :
1. Plantar Pedis
Otot otot telapak kaki ada 4 lapisan
Lapisan 1. yakni m. abducotr hallucis, m.flexor digitorum brevis,
m.abductor digiti minimi
Lapisan 2. yakni, m.qudratus plantae, mm. lumbricales, tendo m. flexor
digitorum longus, tendo m.flexor hallucis longus
Lapisan 3. yakni m.flexor hallucis brevis, m.abductor hallucis, m.flexor
digiti minim brevis
Lapisan 4. yakni mm. interossei, tendo m.peroneus longus, tendo
m.tibialis posterior
2. Dorsum Pedis
Otot-otot Dorsum Pedis
M.Extensor Digitorum Brevis dipersyarafi oleh N. peroneus profundus
yang fungsinya untuk ektensio jari pertama, kedua, ketiga serta keempat
pada articulatio interphalangea dan metatarophalangea.
Arteria Dorsum Pedis
Arteri dorsalis pedis mulai di depan sendi pergelangan kaki sebagai
lanjutan dari arteri tibialis posterior. Nadi ini dapat diraba dengan mudah.
Adapun cabang cabangnya adalah :
1. A. tarsalis ateralis yang menyilang dorsum oedis teoata di bawah
sendi
2. A. Arcuata yang berjalan ke lateral di bawah tendo ekstensor
berhadapan dengan basis osis metatarsi
3. A. metatarsalis dorsalis I yang memperdarahi kedua sis ibu jari kaki
(Snell,2006)
11. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 11
b. Bagaimana tahap perkembangan normal pembentukan tulang kaki dari
awal kehamilan sampai usia 10 hari setelah kelahiran? 2 10 6
Tahapan Awal Perkembangan Tungkai
Perkembangan tungkai dimulai dengan aktivasi sekelompok sel
mesenkim pada mesoderm lateral. Limb buds/tunas tungkai membentuk
pita ectoderm yang tebal dan dalam. Pada akhir minggu ke empat, tunas
muncul pertama kali dan akan terlihat sebagai elevasi dinding tubuh
ventrolateral. Tungkai atas dapat dilihat pada hari ke 26 atau 27 dan
tungkai bawah akan muncul 1 atau 2 hari kemudian. Setiap tunas tungkai
berisi massa mesenkim yang dilapisi ectoderm. Mesenkim berasal dari
lapisan somatic dari mesoderm lateral.
Tunas tungkai memanjang melalui proses proliferasi mesenkim. Tunas
tungkai atas muncul tidak porporsiaoal, lebih rendah pada badan embrio
karena terdapat perkembangan cranial yang mencakup setengah panjang
embrio. Tahapan perkembangan tungkai yang paling awal tidak sama
antara tungaki atas dan tungkai bawah. Tungkai atas berkembang
berlawanan dengan segmen caudal cervical dan tungkai bawah
berlawanan pada segmen lumbar dan sacral atas.
Pada bagian apeks dari setiap tunas, ectoderm menebal dan
membentuk apical ectodermal ridge (AER). AER memberikan pengaruh
pada mesenkim yang menginsiasi pertumbuhan dan perkembahan aksil
12. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 12
proximo-distal. Sel mesenkim beragregasi pada batas posterior tunas
tungkai membentuk zona aktivitas polaritas. Sel mesenkim berdekatan
dengan AER terdiri dari sel yang tidak terdiferensiasi dan berproliferasi
dengan cepat dimana sel proksimal berdiferensiasi menjadi pembuluh
darah dan tulang kartilago, sedangkan pada bagian distal akan memipih
menjadi paddle-like hand and footplates (dayung).
Pada akhir minggu ke 6, jaringan mesenkim pada lempengan tangan
terlah berkondensasi memebntuk jari-jari. Mesenkimal berkondensasi
diluar pola jari. Pada minggu ke tujuh, kondensasi yang serupa terjadi
pada lempengan kaki membentuk jari-jari kaki. AER menginduksi
perkembangan mesenkim menjadi primorida tulang pada jari-jari pada
ujung bagian jari.
Ruang antara bakal jari diisi oleh mesenkim yang longgar yang akan
rupture dan memisahkan jari-jari (kaki dan tangan) pada minggu ke
delapan. Apoptosis dari jaringan longgar ini dimediasi oleh bone
morphogenetic proteins yang meupakan bagian dari kelompok TGF-β.
Bila hal ini tidak terjadi akan muncul syndactyly.
Tahapan Akhir Perkembangan Tungkai
Seiring memanjangnya tungkai akan diikuti oleh pembentukan tulang
melalui agregasi seluler. Dimulai pada minggu ke lima, terjadi
13. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 13
kondrifikasi dan pada akhir minggu ke enam semua rangka tungkai
merupakan tulang kartilago.
Pada minggu ke tujuh akan terjadi osteogenesis tulang panjang dari
pusat osifikasi primer pada bagian tengah tulang kartilago dari tulang
panjang. Pusat osifikasi terdapat pada semua tulang panjang pada minggu
ke duabelas meskipun osifikasi tulang belum sempurna sampai umur 20
tahun.
Sel-sel precursor myogenic akan bermigrasi ke tunas tungkai dari
daerah dermatomyotome dari somit lalu berdiferensiasi menjadi
myoblast(precursor sel otot). Semakin panjang tulang terbentuk maka
myoblast beragregasi dan membentuk massa otot pada setiap tunas
tungkai. Secara keseluruhan, massa otot ini memisahkan komponen
ekstensor dan fleksor. Mesenkim tunas tungkai juga membentuk ligament
dan pembuluh darah, Miotom servikal dan lumbosacral berkontribusi
pada otot pectoral dan pelvis.
Pada awal minggu ketujuh, tungkai memanjang kearah ventral.
Sebenarnya aspek fleksor tungkai adalah bagian ventral dan aspek
ekstensor adalah bagian dorsal, preaksial dan postaksial adalah cranial
dan caudal. Perkembangan tungkai atas dan bawah berotasi pada arah
yang berlawanan dan derajat yang berbeda
14. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 14
Tungkai atas berotasi secara lateral 900 derajat pada aksis longitudinal,
bagian siku merupakan titik dorsal dan otot ekstensor membentang
pada lateral dan posterior tungkai.
Tungkai bawah berotasi secara medial 900 derajat. Lutut merupakan
titik yang menghadap bagian ventral dan otot ekstensor membentang
pada bagian anterior.
Secara perkembangan, radius dan tibia adalah tulang yang homogeny,
seperti pada ulna dan fibula, dan jempol tangan dan kaki. Sendi synovial
muncul pada periode awal fetus, bertepatan dengan diferensiasi fungsi
otot dan inervasi tungkai.
Pada minggu ke-8, perkembangan anggota badan bawah lebih lama
dan anggota badan bagian atas sama kecuali morfogenesis anggota badan
bagian bawah kira-kira 1-2 hari dibelakang anggota badan atas.
Saat menjelnag masa akhir mudigah, dimulailah penulangan tulang-
tulang anggota badan dan penulangan endokondral. Pusat penulangan
primer terletak pada semua tulang panjang anggota abdan menjelang
minggu ke-12. Dari pusat primer pada diafisis, penulangan endokondral
berangsur meluas ke daerah ujung membentuk model kartilago.
Pada waktu lahir, diafisis tulang sudah menjadi tulang seluruhnya
namun epifisis tetap berupa kartilago. Terdapat lempeng epifisis diantara
puasat penulangan diafisis dan epifisis yang berperan dalam
pertumbuhan panjang tulang. Pada kedua sisi lempeng ini, penulangan
endokondral berlangsung terus. Apabila tulang sudah mencapai panjang
maksimalnya maka lempeng epifisi menghilang dan epifisis bersatu
dengan tulang.
Beberapa fase perkembangan embrio kaki berdasarkan morfologi:
15. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 15
bulan ke-2: Kaki pada posisi 90° equinus dan adduksi.
awal bulan ke-3: Kaki pada posisi 90° equinus, adduksi, dan terlihat
supinasi
pertengahan bulan ke-3): Kaki dorsifleksi pada ankle, tetapi masih
sedikit tampak beberapa derajat equinus. Dan supinasi masih ada.
Metatarsal pertama tetap adduksi.
awal bulan ke-4): Kaki pronasi dan sampai pada posisi midsupinasi.
Dan masih tampak sedikit metatarsus varus. Equinus sudah tidak
tampak.
Pronasi berlanjut selama fase pertumbuhan dan tetap belum sempurna
saat bayi baru lahir. Keempat tingkatan perkembangan morfologi kaki
dapat memberikan gambaran yang jelas, walau pada kenyataannya,
perubahan yang terjadi tidak selalu sesuai dengan tingakatan
perkembangan yang ada, tetapi perubahan terjadi secara bertahap dan
berkesinambungan.
Perkembangan Embriologi Extremitas Bawah
Manifestasi pertama extremitas bawah sebagai paddle-shape bud pada
dinding ventrolateral tubuh selama minggu 4-5 gestasi. Limb bud ini
akan berkembang bentuknya dengan adanya migrasi dan proliferasi
dari jaringan mesenkim yang berdifrensiasi. Dengan berakhirnya
minggu ke 6, limb bud terus berkembang membentuk lempengan
terminal (plate) dari tangan dan kaki (termasuk membentuk pola
digiti) serta membentuk eksternal awal dari tungkai.
Tepatnya minggu ke 7, axis longitudinal dari upper dan lower limb
buds adalah parallel. Komponen pre-axial menghadap ke dorsal dan
post-axial menghadap ke ventral. Pada periode ini posisi limb bud
dibanding trunk tidak mengalami perubahan yang berhubungan
dengan aktivitas otot namun dipastikan akan mengalami torsion pada
tulang-tulangnya.
Jari-jari dibentuk penuh pada minggu ke 8 embrio, permukaan plantar
yang berlawanan disebut posisi praying feet, segera setelah itu lower
16. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 16
limb berputar ke medial membawa ibu jari ke midline dari posisi post-
axial pada awalnya.
Selanjutnya secara mekanik intrauterine, terbentuklah ekstremitas
bawah fetus, kemudian femur atau upper limb bud berotasi ke
eksternal dan tibia atau lower limb bud berotasi ke internal. Postur
kaki terus tumbuh dan dipastikan femur berotasi ke lateral dan tibia ke
medial.
Dalam studi computer tomografi (CT) tibial torsion selama masa
pertumbuhan fetus, telah ditemukan bahwa ada peningkatan eksternal
tibial torsion pada stadium awal dari kehidupan fetus namun
kemudian secara bertahap menurun pada saat bayi lahir, tibial akan
torsion ke arah internal. Setelah lahir tibia berotasi ke arah eksternal
dan rata-rata version tibia pada tulang matur adalah .
PERKEMBANGAN SEJAK LAHIR
Femoral anteversi pada saat lahir akan memiliki sudut sekitar 30⁰
sampai 40⁰. Dikarenakan intrauterin biasanya hip eksternal rotasi
positif, maka pada saat pemeriksaan infan akan terlihat hip lebih
eksternal rotasi.
Jaringan lunak hip eksternal rotasi yang kontraktur akan berkurang
lebih dari 1 tahun pertama kehidupan seorang anak selanjutnya
meningkat menjadi internal rotasi diharapkan femoral anteversi akan
menjadi semakin terlihat.
Ada penurunan secara bertahap femoral anteversi dari 30⁰ sampai 40⁰
pada saat lahir kemudian menjadi 10⁰ sampai 15⁰ pada adolesen awal
dan puncak perbaikan terjadi sebelum usia 8 tahun.
c. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?
Biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis after birth).
Insiden CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000
kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Keterlibatan bilateral didapatkan 30-50% kasus. Insidensi adalah sekitar
17. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 17
1 dari 1000 kelahiran. Pria > wanita, 65% kasus terjadi pada pria. Pada
30- 40 % kasus terjadi bilateral.
d. Apa makna dari kaki terlihat melengkung kedalam sejak lahir?
CTEV posisional, kelainan ini disebabkan keadaan posisi janin selama
kehidupan intra uterin, kelainan bentuk kaki dengan penyebab ini
dapat dikembalikan keposisi normal
CTEV Neurologik, kelainan ini biasanya berhubungan dengan spina
bifida atau artrogriposis.
CTEV Idiopatik, selama perkembangan, embrio kaki mengalami tiga
posisi berbeda
Kaki bengkok pada bayi baru lahir bisa merupakan kondisi postural
atau bisa juga merupakan kelainan struktural.
Pada clubfoot postural kaki bengkok pada bayi disebabkan oleh
karena posisi bayi di dalam rahim si ibu. Biasanya bayi yang lahir
sebagai anak pertama dengan ukuran besar. Pada keadaan ini tidak ada
kelainan struktural pada kaki bayi. Jika tidak ada kelainan struktural, kaki
bengkok akan membaik dalam waktu 2 sampai 3 minggu.
e. Apa penyebab kaki melengkung kedalam pada kasus?
Penyebab hal ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan
penyebabnya adalah abnormalitas perkembangan otot dan tulang pada
tumit dan kaki. Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan hal
ini:
Riwayat anggota keluarga dengan ctev
Gestasi multipel (kembar 2 atau tiga)
Posisi bayi dalam uterus
Anak dengann gangguan neuromuskular (seperti: cerebral palsy dan
spina bifida)
Oligohydramnion
18. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 18
3. There is no abnormality at other part of his body. She had normal delivery
with normal weight birth. She never suffered from any kind of illness and
never got any medical presciptions during pregnancy
a. Apa makna klinis tidak ada kelainan pada bagian tubuh lain pada kasus?6
3
Maknanya adalah bahwa kelainan pada kasus merupakan ciri khas
dari CTEV.
b. Apa makna proses kelahiran anak normal pada kasus?
Pada beberapa kelahiran bayi dapat terjadi persalinan premature,
dimana ketika janin berumur lanjut yang berada dalam rahim sempit,
kemungkinan akan mengalami pelengkungan tungkai. Akibatnya,
putaran dan sudut kemiringan pada tulang panjang tidak vertikal dan
akan membentuk tungkai janin abnormal, atau saat proses kelahiran
terdapat kesalahan yang dilakukan tenaga medis yang menyebabkan anak
lahir dengan kaki bengkok
Proses kelahiran yang normal, dapat terjadi karena tidak adanya
kelainan pada saat kehamilan. Yang mana, kelainan pada saat kehamilan
yang dapat menyebabkan club foot adalah cairan amnion tidak
mencukupi (oligohidramnion), dan kelahiran sungsang.
c. Apa makna berat badan anak lahir normal pada kasus?
Berat badan lahir normal, berarti kelainan pada anak tidak disebabkan
oleh berat badan lahir.
d. Apa makna ibu tidak ada riwayat sakit dan tidak konsumsi obat-obatan
selama kehamilan pada kasus?
Tidak ada riwayat penyakit dan penggunaan obat selama kehamilan
menunjukkan bahwa kelainan kongenital pada anak ini bukan disebabkan
karena faktor Infeksi. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu
organ tubuh. tidak adanya pemakaian obat selama kehamilan
menyingkirkan dugaan bahwa kelainan kongenital pada anak ini
disebabkan penggunaan obat bersifat teratogenik pada trisemester
19. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 19
pertama seperti thalidomide yang meningkatkan risiko terjadinya
kelainan kongenital.
4. she has already brought him to a traditional bone setter but there was no
improvement.
a. Apa makna tidak ada perbaikan setelah dibawa ke tukang urut tradisional
tulang ?
Pada tukang urut tradisional tulang, terdapat prinsip reposisi,
relaksasi, dan fiksasi. Reposisi berarti mengembalikan ke bentuk normal,
biasanya ini dilakukan pada patah tulang (fracture). Sementara, pada
CTEV, imobilisasi dapat dilakukan pada saat lahir.
b. Apa dampak yang ditimbulkan jika anak pada kasus dibawa ke tukang
urut tradisional tulang?
Tujuan terapi CTEV adalah untuk menormalkan anatomi dan fungsi
dari kaki. Pada pengobatan dengan tukang urut tradisional, kemungkinan
perbaikan anatomis dan fisiologi sangat sedikit karena ketidaktahuan
tukang urut dengan anatomi tulang kaki dan seberapa besar derajat
keparahan dan anatomi dari kaki penderita yang bisa diketahui dengan
pemeriksaan penunjang. Tukang urut tradisional biasanya hanya
memperbaiki bentuk anatomisnya saja, jadi walaupun bentuk kaki seperti
normal, belum tentu bisa dipakai untuk berjalan dengan normal. Bahkan
tukang urut tradisional bisa menyebabkan patah tulang karena terapi yang
dipaksakan (tidak gentle dan tidak memiliki dasar yang jelas).
5. Physical Examination
General examination within normal limit.
Extremity examination: at foot region there are abnormalities: 1. Equinus
foot 2. Varus of the foot
a. Apa makna pemeriksaan umum dalam batas normal?
Pemeriksaan umum dalam batas normal menunjukkan tidak ada
kelainan pada organ maupun regio lainnya. Karena penyakit yang
dialami pasien adalah penyakit yang predileksinya di kaki (ekstremitas
20. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 20
bawah). Hal ini juga bermakna bahwa pasien ini tidak mengalami
penyakit lain. Dan juga hal ini menunjukkan bahwa CTEV yang dialami
pasien adalah CTEV idiopatik.
b. pada:
1. Equinus foot
Interpretasi Abnormal
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot – otot :
M. Gastrocnemius
M. Soleus
M. Tibialis posterior
M. Fleksor hallucis longus
M. Fleksor digitorum longus
Posisi kaki yang memutar pada bagian dalam, atau telapak kaki yang
menghadap pada bagian dalam. Pemendekan otot-otot tibialis anterior
dan posterior, flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus.
Deformitas kaki pada masa embrionik pembentukan kaki – otot aspek
posterior dan medial tungkai bawah yaitu otot tibialis posterior dan
gastroknemius memendek tidak seimbang – kapsul fibrosa sendi yang
mengalami deformitas – menebal dan mengkerut pada sisi konkaf –
kontraktur jaringan lunak /intra uterine posture.
2. Varus of the foot
Interpretasi: abnormal
Posisi kaki yang memutar pada bagian dalam, atau telapak kaki
yang menghadap pada bagian dalam. Pemendekan otot-otot tibialis
anterior, flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus.
Deformitas kaki pada masa embrionik pembentukan kaki – otot
aspek posterior dan medial tungkai bawah yaitu otot gastrocnemius
dan tibialis posterior memendek tidak seimbang – kapsul fibrosa sendi
yang mengalami deformitas – menebal dan mengkerut pada sisi
konkaf – kontraktur jaringan lunak /intra uterine posture.
c. Bagaimana gambaran X-ray dan gambaran fisik dari:
21. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 21
1. Equinus foot
Lateral view in talipes equinovarus demonstrates an abnormally
elevated tibiocalcaneal angle. A normal angle is 60-90°
22. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 22
Congenital club foot, demonstrating equinus (A) and cavus positioning
(B), metatarsus adductus (C), and hindfoot varus (D)
2. Varus of the foot 5 2
HIPOTESIS
Anak laki-laki usia 10 hari diduga mengalami CTEV (congenital Talipes
Equinus Varus).
23. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 23
5. Aspek Klinis (Semua Terlampir di Learning Issue)
a. Apa saja diagnosis banding pada kasus?
b. Apa definisi dari penyakit pada kasus?
c. Bagaimana epidemiologi dari penyakit pada kasus?
d. Bagaimana klasifikasi penyakit pada kasus?
e. Bagaimana faktor risiko dari penyakit pada kasus?
f. Bagaimana patogenesis dari penyakit pada kasus?
g. Bagaimana gejala klinis dari penyakit pada kasus?
h. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada kasus?
i. Bagaimana pencegahan dari penyakit pada kasus?
j. Bagaimana edukasi dari penyakit pada kasus?
k. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada kasus?
l. Bagaimana prognosis dari penyakit pada kasus?
m. Bagaimana SKDI dari penyakit pada kasus?
24. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 24
D.LEARNING ISSUE
Congenital Talipes Equinos Varus (CTEV)
a. Definisi
Congenital talipes equinovarus (CTEV) dari kata talipes equinovarus berasal
dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes (foot), equinus menunjukkan tumit yang
terangkat seperti kuda atau dalam posisi plantar fleksi, dan varus berarti inversi dan
adduksi. CTEV adalah fiksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus.Tulang
kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan
dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang
metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.
b. Anatomi Pedis
Pedis pada manusia terdiri dari 26 tulang, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
7 tulang tarsal
5 tulang metatarsal
14 tulang phalanges
Pedis atau kaki, dapat dibagi
menjadi 3 bagian yaitu: kaki
belakang (hindfoot), kaki tengah
(midfoot), kaki depan (forefoot).
Kaki belakang terdiri dari 2 tulang
dari 7 tulang tarsal yaitu tulang
kalkaneus dan talus dan kelima sisa
tulangnya termasuk dalam kaki
tengah, dan kaki depan terdiri dari
tulang metatarsal dan phalanges.
Anatomi tulang Pedis
Tulang tarsal terdiri dari 7 tulang
yaitu calcaneus, talus, cuboidea
25. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 25
naviculare dan 3 tulang cuneiforme.
Tulang calcaneus
Tulang calcaneus adalah tulang yang terbesar yang terdapat di region pedis, tulang ini
berada di daerah tumit dan berfungsi untuk menopang badan ketika tumit kita
menyentuh permukaan. Tulang ini menjorok keluar pada kaki bagian belakang,
merupakan tempat melekatnya ligament calcaneus. Tulang ini memiliki 3 dimensi dan
berbentuk persegi panjang dan memiliki 6 permukaan. Tulang calcaneus memiliki 2
artikulasi yaitu dengan tulang cuboid dan talus.
Tulang Talus
Talus adalah tulang kedua terbesar pada tulang tarsal dan berada diatas tulang calcaneus
pada bagian belakang kaki. Tulag ini unik karena 2 dari tiga permukaan tulang ditutupi
oleh artikulasi kartilago dan tulang ini tidak memilki insersio entah itu dari tendon atau
otot. Tulang ini memiliki 5 permukaan sendi semua memiliki fungsi menahan berat
badan. Tulang ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, leher dan badan.
Tulang cuboid
Tulang cuboid terletak di sisi lateral kaki, didepan dari tulang calcaneus dan dibelakang
tulang ke empat dan kelima dari metatarsal.
Tulang naviculare
Tulang naviculare terletak pada medial pada kaki tengah diantara talus dan 3 tulang
cuneiforme.
Tulang Cuneiforme
Tulang cuneiforme terdiri dari 3 tulang yaitu cuneiforme medial, tengah dan lateral.
26. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 26
Ket: tulang pedis dilihat dari sisi medial dan lateral
Tulang metatarsal
Tulang metatarsal terdiri dari tulang kesatu sampai kelima dihitung dari medial kelateral
masing-masing memiliki kepala, leher dan basis. karakteristik umum tulang metatarsal;
tulang-tulang metatarsal secara kasar berbentuk silinder. Bentuknya mengecil dari ujung
proksimal ke ujung distal. Tulang ini melengkung di sumbu panjang, pada permukaan
plantar berbentuk cekung dan permukaan dorsal cembung.
Tulang phalanges atau jari-jari kaki
Tulang jari-jari kaki berjumblah sama dengan jari-jari tangan, bentuknya pun lumayan
sama ada jempol dan juga telunjuk serta 3 jari lainnya meskipun dalam bentuknya
berbeda dari segi ukuran.(1)
27. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 27
Ket: gambar tulang pedis (kaki)
Struktur-Struktur pada regio pedis
Struktur yang berjalan melalui retinaculum extensorum(selaput pembungkus) dari
medial kelateral adalah :
- Tendon m. tibialis anterior
- Tendon m. ekstensor hallucis longus
- a. tibialis anterior
- n. peroneus profundus
- Tendon m. ekstensor digitorum longus
- m. peroneus tertius
Tendon- tendon diatas dikelilingi oleh selubung synovial.
Struktur yang berjalan dibelakang malleolus medialis dari medial kelateral adalah:
- Tendon m. tibialis posterior
- m. flexor digitorum longus
- tibialis posterior
- n. tibialis
- m. flexor hallucis longus
- n. Suralis
28. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 28
c. Diagnosis Banding
POSTURAL CLUBFOOT TALIPES
EQUINOVARUS
Etiologi Malpostur intrauterine Defek benih plasma
primer
Defek kartilago
pembentuk talus
Patologi Anatomi
Talus Normal
Sudut deklinasi talus
normal: 150º-155º
Medial dan plantar
terangkat
Sudut deklinasi talus
berkurang: 115º-135
Sendi talocalcaneoclavikular Normal Subluksasi atau dislokasi
ke medial atau plantar
Efek manipulasi Alignment normal kaki
dapat dicapai
Subluksasi
talocalcaneoclavikular
tidak dapat berkurang
kecuali ligamen dan
kapsul yang
menghubungkan
navicular ke calcaneus,
talus dan tibia dipotong
dan kapsul serta ligamen
posterior dipisahkan
Gambaran klinik
Derajat deformitas Ringan dan fleksibel Berat dan rigid,
perbaikan minimal atau
negatif pada manipulasi
Tumit Ukuran normal Kecil, terangkat keatas
Hubungan antara navikular
dan maleolus medial
Celah antara 2 tulang
normal
Navikular berbatasan
dengan maleolus medial
Maleolus lateralis Posisi normal Terdorong ke posterior
29. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 29
oleh bagian anterior talus
yang sangat menonjol di
depannya
Mobilitas maleolus lateral
pada plantarfleksi dan
dorsofleksi pergelangan kaki
Normal Terfiksir pada calcaneus
dengan lingkup yang
sangat terbatas
Batas lateral kaki Konveks, hubungan
cuboid dan calcaneus
normal
Tidak ada step-off
Sangat konveks dengan
cuboid terdorong ke
medial melalui ujung
anterolateral calcaneus
Step-off (+); perbaikan (-)
pada abduksi pasif
forefoot
Batas medial kaki Konkaf dengan
garis/lipatan kulit normal
Konkaf dengan kulit
keriput
Tidak dilakukan
manipulasi pasif jika
tidak dapat diluruskan
Forefoot Posisi varus ringan, tidak
equinus
Terfiksir dalam posisi
equinus dengan berbagai
derajat varus
Jaringan lunak plantar Tidak teregang Teregang dengan
kontraktur jaringan lunak
yang berat
Garis/lipatan kulit pada
Sisi dorsolateral kaki
Sisi medial dan plantar
kaki
Sisi posterior
pergelangan kaki
(+); normal
keriput (-)
normal
Tipis atau (-)
Keriput (+)
Lipatan keriput dalam
Atrofi betis dan tungkai (-) atau sangat minimal Sedang atau berat
Penanganan Manipulasi pasif diikuti Sering kali membutuhkan
30. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 30
dengan retensi adhesive
strapping, splint atau cast
reduksi terbuka primer
sendi
talocalcaneonavicular;
pembedahan bersifat
konservatif
Reduksi metoda tertutup
sering tidak berhasil
Penting untuk memakai
peralatan retensif jangka
panjang
Prognosis Sangat baik; hasil: kaki
normal
Jelek dengan metoda
tertutup
Imobilisasi jangka
panjang dengan cast
menyebabkan kaki lebih
kecil dan atrofi tungkai
d. Epidemiologi
Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau clubfoot merupakan terminology
yang digunakan untuk mendeskrisipkan kelainan yang bersifat kompleks, kongenital,
serta kontraktual pada tulang dan sendi di daerah kaki dan pergelangan kaki. CTEV
merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir dengan
insidensi 0,93 sampai 1,5 per 1000 kelahiran pada ras kaukasia, sedangkan di Asia
angka insidensinya sebesar 0,6 per 1000 kelahiran. Anak laki-laki terkena dua kali lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan, serta pada 50% kasus ditemukan keterlibatan
kedua kaki.
Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens
CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Pada tahun 1971,
Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equino varus (CTEV) merupakan
abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai.
31. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 31
Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris
adalah 1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan
mencapai 2:1. Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita
CTEV. Insiden pada kaukasia adalah 1,12; Oriental mencapai 0,57; sedangkan
yang tertinggi adalah pada suku Maori, yaitu 6,5 - 7 per 1000 kelahiran. Hal ini
menunjukkan bahwa ras juga mempunyai efek terhadap resiko CTEV.
e. Etiologi
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Pada
beberapa kelainan adanya perkembangan defek fetal dimana terjadi ketidakseimbangan
otot invertor dan evertor. akan tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain
:
a. faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki
bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824)
dan Browne (1939) mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah
terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuscular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuscular,
tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan
elektromiografik
c. Defek sel plasma primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan 14
kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV, leher dari talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar. Mereka mengemukakan
hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari plasma sel primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus
CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi dengan
CTEV didapatkan adanya muskulus yang tidak berfungsi (muscle wasting) pada
bagian ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi
arteri tibialis anterior selama masa perkembangan
32. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 32
e. Herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik mempermudah
fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid.
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vascular
setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle
wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis
anterior selama masa perkembangan.
f. Klasifikasi CTEV
Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :
1. Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja yang
sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan manajemen
dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan sempurna. Yang
dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:
Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat
jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali
pengegipan.
a. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
b. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih
jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace
yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya
bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
c. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani
secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti
2. Atypical Clubfoot
Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti
manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan dalam
kategori ini antara lain:
33. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 33
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan
kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek,
gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian
belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan
hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang
menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
b. Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital
lain. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti
tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil
kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi
yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
c. Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
d. Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
e.Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.
Selain itu, CTEV dibedakan dalam 3 kelompok:
1. CTEV posisional : kelainan ini disebabkan keadaan posisi janin
selamakehidupan intrauterine, biasanya abnormalitas bentukkaki dapat di
kembalikan dengan mudah
2. CTEV neurologic : kelainan ini biasanya berhubungan dengan spina bifida atau
artrogiposis
3. CTEV idiopatik :
Dalam perkembangan embrio, kaki mengalami 3 posisi berbeda :
a. Posisi awal, kaki ada dalam garis lurus dengan tungkai
b. Posisi embrio, kaki dalam posisi equinovarus aduksi
c. Posisi fetus, kaki dalam posisi equinovarus ringan
Adanya gangguan dalam pertumbuhan posisi yang mungkin disebabkan oleh
obat, infeksi dll dapat menyebabkan CTEV idiopatik.
f. Faktor Risiko
Mechanical factor in utero
34. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 34
Penekanan dari uterus. Baik penekanan dari luar (trauma) atau tekanan lain
(kembar, oligohidramnion)
Tidak cukup cairan amnion selama kehamilan.
Terlalu sedikit cairan yang mengelilingi dan mengisi di dalam kandungan akan
meningkatkan risiko clubfoot.
Primary germ plasm defect
Kelainan genetik, sekitar 10% yang dimulai sebelum minggu ke-7
Riwayat keluarga.
Jika salah satu orang tua atau anak-anak mereka yang lain memiliki riwayat
dengan Club foot, bayi tersebut lebih cenderung untuk memiliki penyakit yang
sama
Kondisi kongenital.
Pada beberapa kasus, clubfoot bisa dikaitkan dengan kelainan lain dari skleton
pada saat kelahiran (kondisi kongenital), seperti spina bifida merupakan kondisi
cacat lahir yang serius yang terjadi serius yang terjadi ketika jaringan di daerah
sumsum tulang belakang berkembang dari janin yang tidak menutup dengan
sempurna.
Neuromuscular defect
Terjadinya fibrosis dan pemendekan dari otot posterior medial tungkai terutama
otot betis seperti M. tibialis posterior.
Lingkungan
Jika wanita dengan riwayat keluarganya mengalami clubfoot merokok selama
kehamilan, bayinya berisiko 2 kali lipat menderita clubfoot dibandingkan ibu
yang tidak merokok selama kehamilan. Terkenanya infeksi atau menggunakan
narkoba selama kehamilan akan meningkatkan risiko ternjadinya Clubfoot.
g. Pathogenesis
Banyak Hipotesis dari para pakar tentang patofisiologi penyakit ini, tetapi sampai
sekarang masih di pertentangkan akan kebenarannya, beberapa hipotesis itu antara
lain:
35. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 35
1. Trauma mekanik atau posisional hipotesis
Hoffa(1902) mempromosikan hipotesis ini secara luas tentang penyebab dari
clubfoot adalah karena terjadi retriksi uterin, ia meyakini bahwa pergerakan kaki
didalam uteruslah yang menyebabkan ideopatik CTEV. Ia mengatakan bahwa
idiopatik CTEV timbul dari olygohidramnion, dimana penurunan cairan ini menjadi
penyebabnya. Namun demikian yang membuat hipotesis ini meragukan adalah
bahwa pada kenyataannya bayi dengan olygohidramnion biasanya disertai kelainan
neurologis lain, hal ini berbeda dengan idiopatik ctev. Yang kedua adalah kenyataan
bahwa CTEV dapat didiagnosis pada trimester kedua kehamilan dimana hal ini jauh
sebelum tekanan intrauterine dapat mempengaruhi perkembangan fetus.
2. Hipotesis tulang atau persendian
Hipotesis ini mengatakan bahwa ketidaknormalan pada tulang itu sendiri yang
menyebabkan kelainan. Hipocrates menyebutkan: “Deformitas melibatkan
semua kombinasi tulang dimana kombinasi inilah yang membentuk tulang kaki.
Semua perubahan yang terlihat dalam bagian yang lunak adalah hal yang
sekunder”
3. Hipotesis jaringan ikat
Hipotesis ini mengatakan bahwa kelainan primer dari jaringan ikatlah yang
bertanggung jawab atas terjadinya idiopatik ctev. Hipotesis ini didukung oleh
asosiasi ICTEV with joint laxity (Wynne-Davis,1964). Anak-anak yang
menderita penyakit ini ditandai dengan plantar fibrosis, ini ditemukan saat
operasi. Ippolito dan Ponseti pada tahun 1980 mendokumentasikan peningkatan
jaringan fibrosa pada otot, fasia, ligamen dan selubung tendon. Dari studi yang
melibatkan 5 anak clubfoot dan tiga kaki normal, mereka menyipulkan bahwa
jaringan fibrosis yang bersifat retraksi bisa menjadi faktor dalam terjadinya
ICTEV.
4. Hipotesis vaskuler
Atlas et al.(1980) juga mempelajari tentang struktur vaskuler pada clubfoot.
Mereka mendokumentasikan bahwa terdapat kelainan vaskuler dalam 12 fetus
yang mimiliki deformitas pada kaki. Pada tingkat sinus tarsal ditemukan adanya
hambatan pada satu atau dua cabang dari vaskuler pada kaki. Ini adalah hal
'yang paling mencolok pada periode awal kehidupan janin, dan berkurang
36. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 36
menjadi sebuah simpul sederhana dari infiltrasi lemak dan jaringan fibrosa pada
spesimen yang lebih tua dan pada bayi yang lahir mati'. Individu yang memiliki
kelainan ICTEV mempunyai otot yang lemah pada bagian ipsilateral, dimana ini
berhubungan dengan kurangnya perfusi dari perkembangan arteri tibialis
anterior.
5. Hipotesis neurological
Talipes equinovarus adalah salah satu gejala dari syndrome neurological;
contohnya, kelainan ini sering diasosiasikan dengan kelainan neuronal yang
sekunder terhadap spina bifida. Kelainan neuronal dilaporkan terdapat pada 18
kasus dari 44 kasus ICTEV, dimana pada 18 kasus itu didapatkan kelainan pada
tingkatan spinal (Nadeem et al. 2000)
6. Hipotesis gangguan perkembangan
Pada saat perkembangan akhir dari anggota badan manusia (9-38 minggu),
proses penulangan rawan pada kaki selesai, dimulainya proses osifikasi, kavitasi
sendi dan pembentukan ligamen selsesai dan ekstrimitas distal berputar medial
(Bareiter, 1995)(Fig.2). Rotasi ini memungkinkan telapak kaki menghadap
ketanah bukannya menghadap sisi abdomen, seperti yang terlihat pada kaki pada
periode embrio akhir. Pronasi terus berlangsung dari kelahiran sampai
pengembangan pascakelahiran. Bohm (1929) meneliti hipotesis gangguan
perkembangan, Hueter dan von Volkmann dalam deskripsi anatominya dengan
hati-hati meneliti kaki selama pengembangan. Dia membuat model lilin dari
kerangka kaki janin di usia kehamilan yang berbeda. Pengamatannya
membuatnya menyimpulkan bahwa clubfoot yang parah menyerupai kaki
embrio pada awal bulan kedua dan deformitasnya disertai dengan
keterbelakangan tulang dan otot. Temuannya kemudian direplikasi oleh
Kawashima & Uhthoff (1990). Studi ini mendukung pandangan bahwa clubfoot
mungkin timbul karena adanya gangguan pada rotasi medial normal kaki dalam
perkembangan janin akhir. Memang, mungkin saja terjadi ICTEV sebagai akibat
dari gangguan kontrol genetik dari proses rotasi pada janin.
7. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
8. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
37. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 37
9. Anomali insersi tendon (Inclan). Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain;
karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya
kelainan insersi tendon.
10. Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim
dengan insiden CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden
kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan sequela dari
prenatal polio-like condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor
neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.
h. Gambaran Klinis dan Radiologi
1. Gambaran klinisnya dapat dibagi 2:
a. Type rigid (intrinsic) (resistent) => Tidak dapat dikoreksi dengan
manipulasi. Tumit kecil, equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan
kaki tipis dan teregang, sedangkan kulit medial terlipat.
b. Type fleksibel (extrinsic) (easy) => Dapat dimanipulasi. Tumit normal
dan terdapat lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.
Tanda lain :
Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf)
Tendo archiles pendek
Bagian distal fibula menonjol
Kaki lebar dan pendek
Metatarsal I pendek
Gambaran fisik kaki normal dan CTEV
38. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 38
2. Gambaran radiologi
Tiga komponen utama dari kelainan bentuk yang akan jelas tampak pada
radiographi:6,7
Fleksi plantar anterior kalkaneus sedemikian rupa sehingga sudut antara
sumbu panjang tibia dan sumbu panjang kalkaneus (tibiocalcaneal sudut)
lebih besar dari 90 °
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang
berputar menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan
lateral, sudut antara sumbu panjang sumbu panjang kalkaneus
(talocalcaneal sudut) adalah kurang dari 25 °,dan 2 tulang hampir
sejajardalam kondisi normal.
Talocalcaneal sudut kurang dari 15°, dan 2 tulang tampak tumpang tindih
lebih dari biasanya. sumbu longitudinal melalui tengah landaian
(midtalar line) melalui lateral ke dasar metatarsal pertama, karena adalah
medial kaki depan menyimpang
39. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 39
Kaki depan supinasi Varus dan meningkatkan konvergensi dari basis
metatarsal, dibandingkan dengan sedikit normal konvergensi. Pada
pandangan lateral, tampak gambaran seperti tangga dari tulang
metatarsal pada forefoot varus.
i. Tatalaksana
Tujuan Terapi Medis adalah untuk mengoreksi dan mempertahankan koreksi deformitas
yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang. Secara ATB, CTEV
dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
• CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, pengecoran, dan pemasangan
gips.
• CTEV resisten yang memberikan tanggapan minimal terhadap penatalaksanaan
pemasangan gips, dan dapat relaps dengan cepat walaupun awalnya berhasil
dengan terapi manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.
40. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 40
Sistem Scoring Pirani dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan dan
memantau perkembangan dalam kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
1. Terapi Non-Operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi yang
akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak boleh
dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang
bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan menggunakan “strapping”
yang diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan gips yang diganti beberapa minggu
sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak
dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya. Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini
kemudian dipertahankan selama beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan
sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai
dengan deformitas menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya
deformitas segera setelah koreksi dihentikan. Setelah pengawasan selama 6 minggu
biasanya dapat diketahui apakah jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten.
Hal ini dikonfi rmasi menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan
orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.
Metode Ponseti
Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah
intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan plantar pedis
mengalami fl eksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam
posisi abduksi dan dorsofl eksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang
kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan
41. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 41
melalui lengkung normal persendian subtalus, dapat dilakukan dengan cara meletakkan
jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian
mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara melakukan
gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi. Apabila ada
pes cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat metatarsal pertama dengan
lembut untuk mengoreksi cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan
abduksi seperti pada langkah pertama.
3. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di
bawah talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap
pada posisi varus, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-
shaped foot. Pada akhir langkah pertama, kaki akan berada pada posisi abduksi
maksimal, tetapi tidak pernah pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang
telah dilakukan. Gips dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap
adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan tingtur benzoin ke kaki untuk
melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih memasang bantalan
tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepas gips
menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari
kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit
sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas menggunakan gergaji berosilasi (berputar),
kemudian disatukan kembali.
Hal ini untuk mengetahui perkembangan abduksi kaki depan, selanjutnya dapat
digunakan untuk mengetahui dorsofl eksi serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
5. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat
mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan terbentuknya
deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus
diterapi terpisah seperti pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat
42. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 42
dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya kaki tengah. Secara umum dibutuhkan 4-7 kali
pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap
minggu. Koreksi (usaha membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat
bila aksis paha dan kaki sebesar 60°. Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal,
kebanyakan kasus membutuhkan tenotomi perkutaneus tendon Achilles secara aseptis.
Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi lignokain topikal dan infi ltrasi lidokain local
minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver
(ujung bulat). Luka pasca-operasi ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang
yang dapat diabsorpsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki berada pada
posisi dorsofl eksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang
dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan
abduksi (rotasi ekstrem) hingga 70°, kaki sehat diabduksi 45°. Sepatu ini juga memiliki
bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu digunakan 23 jam
sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun.
7. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral
kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan
lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan
pada anak usia 2-2,5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi,
pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
43. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 43
Ket: Metode Ponseti Ket: Sepatu Dennis Brown
2. Terapi Operatif
a. Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
• Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian
navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial sinus
tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
• Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial: insisi ini dapat menyebabkan luka
terbuka, khususnya di sudut vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini,
beberapa operator memilih beberapa jalan, antara lain:
- Tiga insisi terpisah – insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
- Dua insisi terpisah – curvilinear medial dan posterolateral.
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua kuadran, antara
lain:
- Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis,fleksor digitorum brevis, ligamen
plantaris panjang dan pendek
44. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 44
- Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavikular dan
subtalar, tibialis posterior, FHL (fl eksor halucis longus), dan pemanjangan FDL
(fleksor digitorum longus)
- Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan ligamen
talofi bular posterior dan tibiofi bular, serta ligamen kalkaneofi bular
- Lateral: struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian kalkaneokuboid,
serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar
Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-
struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah:
- Tendon Achilles
- Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
- Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
- Ligamen tibiofi bular inferior
- Ligamen fi bulokalkaneal
- Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
- Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.
Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20° dari proyeksi
lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan pemasangan kawat di
persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat
dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat
dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan
cangkok (graft) kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien :
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur
jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony
reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid [prosedur
Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
45. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 45
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau
arthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit dilakukan,
lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi, untuk kemudian
memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.
Follow-up Pasien
Pin untuk fiksator biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu, tetap diperlukan
perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown selama 6-12 bulan
Rehabilitasi Pasca Operasi
Hasil akhir pengobatan yang baik tergantung pada perawatan pascaoperasi.
Tidak ada tujuan dalam operasi kaki pengkor jika pemasangan gips pasca operasi dan
pemasangan alat penguat tidak memadai karena kasus kambuh tidak akan berubah dan
akan menghasilkan kecacatan yang lebih serius. Relawan ahli bedah yang berada di
negara berkembang sewaktu bertugas dalam jangka waktu yang pendek harus
memastikan tindakan yang sesuai sebelum melakukan operasi kaki pengkor.
Pada periode pasca operasi, pasokan vaskular menuju kaki terganggu dan
terlihat tanda pembengkakan. Posisi kaki harus tetap tinggi, terutama selama 48 jam
pertama, dan sirkulasi menuju jari kaki harus sering diperiksa. Balutan harus dibuka jika
ada kekhawatiran apapun tentang pembengkakan yang tidak semestinya atau sirkulasi
yang berjalan lamban. Pengangkatan kaki tempat tidur pada blok sangatlah bermanfaat.
Penggantian gips perlu dilakukan oleh tenaga ahli, menjaga hasil koreksi dan dalam
beberapa kasus memanipulasi kaki lebih lanjut. Pada kasus operasi yang dilakukan di
daerah pedalaman yang tidak terjangkau, staf lokal perlu dilatih secara adekuat. Pada
kebanyakan operasi kaki pengkor, merupakan hal yang penting dilakukan imobilisasi
minimal 3 bulan dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lebih lama jika
pemasangan balut pasca operasi tidak tersedia. Mengembalikan anak kembali ke
lingkungan desa pada waktu ini, terutama jika gips Paris digunakan, bisa menimbulkan
masalah dengan terjadinya kerusakan gips dan rusaknya posisi yang telah dilakukan
koreksi. Pembangunan tempat rehabilitasi di daerah yang tidak terjangkau dan
46. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 46
pengawasan terhadap anak tersebut telah terbukti bermanfaat, terutama jika proyek
rehabilitasi tersebut melibatkan masyarakat. Jika memungkinkan, prinsip rehabilitasi
berbasis masyarakat harus digunakan.25
Untuk anak-anak muda yang telah mengalami pelepasan jaringan lunak, pembalutan
harus diimbangi dengan penahan abduksi kaki (FAB). Pada waktu malam hari
penggunaan FAB pada anak usia 2 tahun atau lebih dapat mengurangi risiko
kekambuhan. Penahan abduksi kaki Steenbeek telah dikembangkan di Afrika dan
merupakan alat murah yang terbuat dari material lokal yang tersedia.31 Teknologi ankle
foot orthoses (AFO) jarang tersedia di daerah terpencil tetapi sangat berguna pada anak-
anak dengan usia lebih tua untuk membantu mencegah kekambuhan setelah dirilisnya
jaringan lunak dan osteotomy.
Merupakan hal yang tidak mungkin untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam
pengobatan yang kaki pengkor yang terabaikan. Tujuannya harus untuk mendapatkan
kaki yang kurang lebih plantigrade, dengan berat tubuh pada kulit plantar, dan dapat
masuk menyesuaikan sepatu. Anak-anak yang mendapatkan hasil ini akan senang
sepanjang waktu.
j. Pencegahan
Pada dasarnya tidak ada jenis pencegahan yang mutlak dalam menghindari penyakit
yang satu ini, hanya saja, memang sudah menjadi kebiasaan yang baik apabila seorang
wanita hamil untuk menghindari asap rokok, berbagai macam radiassi, serta
penggunaan berbagai macam jenis obat-obatan yang memang tidak dianjurkan oleh
dokter. Hal ini berkaitan pula dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa
banyak diantanya wanita hamil yang melakukan aktifitas merokok selama masa
kehamilannya, beresiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan kondisi CTEV tersebut.
k. Edukasi
- Berikan informasi mengenai penyakit pada keluarga pasien
- Berikan informasi mengenai terapi penyakit pada keluarga pasien dan apa yang
harus dilakukan untuk mendukung kesuksesan terapi
- Motivasi keluarga untuk jangan putus asa dan yakinkan jika ada solusi untuk
menangani penyakit pada pasien
47. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 47
l. Komplikasi
Tekanan di bagian distal metatarsal joint mengakibatkan tulang tarsalia yang kecil
berpindah ke dorsal Rock bottom foot (kaki seperti sepatu aladin, dimana gaya
terlalu dorsal terjadi lebih hebat di bagian forefoot)
Apabila deformitas tidak dikoresi, akan terjadi callosities, dimana terjadi
hipertrofi, ulkus dan nyeri.
Kaki kekakuan sehingga sulit untuk bebas bergerak
Nekrosis avaskular dari talus
Kerusakan kulit atau pembuluh darah setelah operasi
Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi
konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips,
dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama
dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan
tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat
menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini
membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan
berjalannya waktu, dan jarang memerlukan cangkok kulit.
Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah
operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk
mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf
mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang
rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki.
Deformitas ini biasanya terlokalisir seiring bertambahnya usia.
m. Prognosis
Angka keberhasilan tergantung pada derajat kekakuan kaki, pengalaman ahli bedahnya,
dan kesungguhan keluarganya. Pada kebanyakan kasus, angka keberhasilan ini
diperkirakan lebih dari 95%. Kegagalan paling sering terjadi pada kasus dengan kaki
48. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 48
yang kaku, disertai lekukan dalam pada telapak kaki dan diatas ankle, diserta cavus
yang berat, otot gastrosoleus yang kecil dengan fibrosis pada betis bawah.5
Bila berdasarkanusia, maka prognosis metode ponsetti terhadap keberhasilan terapi
adalah8
Umur (minggu) Persentasi
keberhasilan
0-6 94%
7-12 66%
13-24 24%
25-36 1%
>36 0,24%
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif.
Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki tingkat
kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-
35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi
penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang
mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, yang
dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen
pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir dua pertiganya
adalah prosedur pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat kekambuhan deformitas
mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang
dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).
n. SKDI
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
49. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 49
Kerangka Konsep
Multifaktorial
Equinus
Bayi laki-laki, umur 10
hari
TendonAchilesmemendek
Os talus mediallydeviated
dan plantarfleksi
Os.Calcaneus& Navikulari
mediallydeviated
M. Gastroknemiusmengecil
Atrofi ototdan tungkai
Tibialisposterior,FDL,FHL
kontraksi
Deformitas
Varus
Congenital Talipes Equinous Varus
50. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 50
Kesimpulan
Bayi laki-laki usia 10 hari menderita Congenital Talipes EquinosVarus (CTEV)
Idopatik.
51. Laporan Tutorial Skenario B Blok 22 Kelompok A4 Halaman 51
Daftar Pustaka
Adillani, M. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Conginetal Talipes Equino
Varus (Ctev) Bilateral di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tersedia di:
http://eprints.ums.ac.id/32413/12/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada
21 November 2016.
Brunicardi, C. 2009. Schwartz’s Principles of Surgery: Talipes Equinovarus, 1717-
1718.
Cahyono, Bayu. 2012. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV).
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_191Congenital%20Talipes%20Equinovar
us.pdf. Diakses pada 21 November 2016.
Congenital Talipes equinovarus. [internet] 2013 tersedia di:
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=5710 diakses tanggal 21
November 2016 pukul 17.10 WIB
Dorland, W.A Newman. 2002.Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Ezeukwu, AO and Maduagwu, SM. 2011. “Physiotherapy Management of an Infant
with Bilateral Congenital Talipes Equinovarus”. African Health Science. 11(3):
444 – 448.
Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french fungtional methods
are equally effective. www.the journal of bone and join surgery.org.
Hussain S, Gomal J. Turco’s postero–medial release for congenital talipes equinovarus
2007 Tersedia di: www.gjm.com diakses tanggal 21 November 2016 pukul 18.10
WIB
Marcdante, J. Karen. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Singapura:
Saunders Elsevier.
Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System:
Deformities of the foot, 473-476.
Snell S. Richard; Anatomi Klinik Bagian 2. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2007
Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition. www.global-
help.org.
Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.